PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Akhir-akhir ini berbagai fenomena perilaku negatif sering terlihat dalam kehidupan
sehari-hari pada remaja. Melalui surat kabar atau televisi dijumpai kasus-kasus remaja usia
dini sampai usia remaja seperti pelecehan baik itu pelecehan fisik, verbal, mental bahkan
pelecehan seksualpun sudah menimpa atau remaja. Bentuk pelecehan seperti ini biasanya
dilakukan oleh orang yang telah dikenal remaja, seperti keluarga, tetangga, guru maupun
teman sepermainannya sendiri. Dampak pelecehan seperti ini selain menimbulkan trauma
yang mendalam, juga sering kali menimbulkan luka secara fisik.
Kasus pelecehan dan kekerasan seksual yang dialami oleh remaja makin marak
akhir-akhir ini. Pelecehan seksual membawa dampak baik fisik maupun psikologis.
Bahkan dampak psikologis begitu membekas dirasakan korban. Remaja seharusnya
dihargai dan dihormati sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang memiliki harga diri, martabat
dan derajat yang setara baik itu yang berjenis kelamin laki-laki maupun perempuan.
Kekerasan seksual pada dasarnya adalah setiap bentuk perilaku yang memiliki
muatan seksual yang dilakukan seseorang atau sejumlah orang namun tidak disukai dan
tidak diharapkan oleh orang yang menjadi sasaran sehingga menimbulkan akibat negatif,
seperti: rasa malu, tersinggung, terhina, marah, kehilangan harga diri, kehilangan kesucian,
dan sebagainya, pada diri orang yang menjadi korban (Supardi & Sadarjoen, 2006).
1
yang tidak dapat diatasi dan menimbulkan masalah di kemudian hari. Melalui makalah
ini penulis ingin memaparkan dampak-dampak psikologis yang terjadi pada anak yang
mengalami kekerasan seksual semasa kecilnya.
B. Tujuan
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan kekerasan seksual
2. Mengetahui masalah remaja terkait kekerasan seksual
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kekerasan
Awal mulanya istilah tindak kekerasan pada anak atau child abuse dan neglect
dikenal dari dunia kedokteran. Sekitar tahun 1946, Caffey-seorang radiologist melaporkan
kasus cedera yang berupa gejala-gejala klinik seperti patah tulang panjang yang majemuk
(multiple fractures) pada anak-anak atau bayi disertai pendarahan subdural tanpa
mengetahui sebabnya (unrecognized trauma). Dalam dunia kedokteran, istilah ini dikenal
dengan istilah Caffey Syndrome (Ranuh, 1999).
Kekerasan seksual merupakan bentuk kontak seksual atau bentuk lain yang tidak
diinginkan secara seksual. Kekerasan seksual biasanya disertai dengan tekanan psikologis
atau fisik (OBarnett et al., dalam Matlin, 2008). Perkosaan merupakan jenis kekerasan
seksual yang spesifik. Perkosaan dapat didefiniskan sebagai penetrasi seksual tanpa izin
atau dengan paksaan, disertai oleh kekerasan fisik (Tobach,dkk dalam Matlin, 2008).
Masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia. Masa ini
merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang
meliputi perubahan biologik, perubahan psikologik, dan perubahan sosial. Di sebagian
besar masyarakat dan budaya masa remaja pada umumnya dimulai pada usia 10-13 tahun
3
dan berakhir pada usia 18-22 tahun (Notoatdmojo, 2007). Menurut Soetjiningsih (2004)
Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak yang dimulai saat
terjadinya kematangan seksual yaitu antara usia 11 atau 12 tahun sampai dengan 20 tahun,
yaitu masa menjelang dewasa muda. Berdasarkan umur kronologis dan berbagai
kepentingan, terdapat defenisi tentang remaja yaitu:
1) Pada buku-buku pediatri, pada umumnya mendefenisikan remaja adalah bila seorang
anak telah mencapai umur 10-18 tahun dan umur 12-20 tahun anak laki- laki.
4) Menurut undang-undang perkawinan No.1 tahun 1979, anak dianggap sudah remaja
apabila cukup matang, yaitu umur 16 tahun untuk perempuan dan 19 tahun untuk anak-
anak laki-laki.
5) Menurut dinas kesehatan anak dianggap sudah remaja apabila anak sudah berumur 18
tahun, yang sesuai dengan saat lulus sekolah menengah.
6) Menurut WHO, remaja bila anak telah mencapai umur 10-18 tahun. (Soetjiningsih,
2004).
1) Remaja awal
a. Perkembangan biologis
4
pertama sekali tampak pada remaja putri pada masa pubertas adalah
pertumbuhan payudara antara usia 8 sampai 12 tahun. Menstruasi dimulai 2
sampai 2,5 tahun setelah masa pubertas dimulai.
c. Konsep diri
Pada remaja awal, aktivitas orang tua menjadi kurang menarik bagi remaja dan
lebih tertarik pada hubungan sebaya terutama dengan teman sebaya yang
memiliki jenis kelamin yang sama. Memperdalam hubungan dengan teman
sebaya berkontribusi untuk memandirikan anak dari orang tua.
e. Seksualitas
Kecemasan dan ketertarikan pada seks dan anatomi seksual meningkat selama
masa awal pubertas. Remaja awal sangat normal jika membandingkan dirinya
dengan orang lain. Remaja awal kadang-kadang melakukan masturbasi.
2) Remaja tengah
a. Perkembangan biologis
Kecepatan pertumbuhan sebelum masa pubertas adalah 6-7cm per tahun selama
masa remaja tengah. Rata-rata puncak pertumbuhan remaja putri pada usia 11,5
5
tahun yakni pada pertumbuhan 8,3cm per tahun kemudian melambat dan berhenti
pada usia 16 tahun. Menarche 95% terjadi pada remaja putri saat usia 10,5-14,,5
tahun. Pada umumnya terjadi siklus anovulatory selama 1-2 tahun setelah
menarche. Waktu menarche sampai saat ini belum diketahui secara pasti,
beberapa hal yang dianggap sebagai faktor penyebab adalah faktor genetik, status
nutrisi, tipe dan jumlah dari kegiatan fisik yang dilakukan, penyakit kronis, dan
kesehatan emosional.
Remaja tengah menjadi transisi perubahan pola fikir menjadi berfikir logis,
pada masa ini remaja mulai bertanya dan menganalisa secara ekstensif. Remaja
saat ini memiliki kemampuan kognitif untuk memahami keruwetan dunia yang
mereka jalani, refleksi diri, melihat ke dalam diri mereka sendiri, dan mulai
memahami tentang tindakan dalam konteks moral dan legal. Kebiasaan moral
akan sama atau berbeda dari orang tua remaja.
c. Konsep diri
Masa remaja tengah sangat identik dengan remaja yang mempunyai tipikal
meniru. Hubungan dengan orang tua menjadi lebih tegang dan jauh
dibandingkan hubungan remaja dengan teman sebaya. Remaja yang
berpacaran akan menjadi penyebab pertengkaran antara remaja dan orang tua.
e. Seksualitas
Berpacaran menjadi aktivitas yang sesuai norma sebagai remaja tengah untuk
melihat kemampuan remaja dalam berhubungan dengan orang lain. Tingkat
aktivitas seksual sangat luas dan berbeda tergantung dari ras, budaya dan
negara. Aspek orientasi seksual remaja tengah yang sangat penting adalah
6
identitas seksual meliputi keyakinan mengenai cinta, kejujuran dan dalam hal
pelanggaran susila. Hubungan pada usia ini biasanya sangat dangkal dan
menekankan pada kecantikan/ketampanan dan percobaan seksual lebih
daripada keintiman. Remaja cenderung mengikuti beberapa karakteristik dari
pola perilaku seksual. Remaja pada umumnya sudah mengetahui tentang risiko
kehamilan, HIV, penyakit menular seksual, tetapi pengetahuan tidak konsisten
dengan perilaku yang terkontrol.
3) Remaja akhir
a. Perkembangan biologis
b. Perkembangan psikososial
Physical abuse, terjadi ketika orang tua/pengasuh dan pelindung anak memukul
anak (ketika anak sebenarnya memerlukan perhatian). Pukulan akan diingat anak itu
jika kekerasan fisik itu berlangsung dalam periode tertentu. Kekerasan yang dilakukan
seseorang berupa melukai bagian tubuh anak.
7
2) Kekerasan Emosional (emotional abuse)
Emotional abuse terjadi ketika orang tua/pengasuh dan pelindung anak setelah
mengetahui anaknya meminta perhatian, mengabaikan anak itu. Ia membiarkan anak
basah atau lapar karena ibu terlalu sibuk atau tidak ingin diganggu pada waktu itu. Ia
boleh jadi mengabaikan kebutuhan anak untuk dipeluk atau dilindungi. Anak akan
mengingat semua kekerasan emosional jika kekerasan emosional itu berlangsung
konsisten. Orang tua yang secara emosional berlaku keji pada anaknya akan terus-
menerus melakukan hal sama sepanjang kehidupan anak itu.
8
minta jajan, buang air atau muntah di sembarang tempat, memecahkn barang
berharga.
9
a. Pewarisan Kekerasan Antar Generasi (intergenerational transmission of violance)
Banyak anak belajar perilaku kekerasan dari orangtuanya dan ketika tumbuh
menjadi dewasa mereka melakuakan tindakan kekerasan kepada anaknya. Dengan
demikian, perilaku kekerasan diwarisi (transmitted) dari generasi ke generasi. Studi-
studi menunjukkan bahwa lebih kurang 30% anak-anak yang diperlakukan dengan
kekerasan menjadi orangtua yang bertindak keras kepada anak-anaknya. Sementara
itu, hanya 2 sampai 3 persen dari semua individu menjadi orangtua yang
memperlakukan kekerasan kepada anak-anaknya. Anak-anak yang mengalami
perlakuan salah dan kekerasan mungkin menerima perilaku ini sebagai model perilaku
mereka sendiri sebagai orangtua. Tetapi, sebagian besar anak-anak yang diperlakukan
dengan kekerasan tidak menjadi orang dewasa yang memperlakukan kekerasan
kepada anak-anaknya.
d. Struktur Keluarga
E. Kekerasan Seksual
Kekerasan seksual pada dasarnya adalah setiap bentuk perilaku yang memiliki
muatan seksual yang dilakukan seseorang atau sejumlah orang namun tidak disukai dan
tidak diharapkan oleh orang yang menjadi sasaran sehingga menimbulkan akibat negatif,
seperti: rasa malu, tersinggung, terhina, marah, kehilangan harga diri, kehilangan kesucian,
dan sebagainya, pada diri orang yang menjadi korban (Supardi & Sadarjoen, 2006).
Tindakan pelecehan seksual, baik yang bersifat ringan (misalnya secara verbal)
maupun yang berat (seperti perkosaan) merupakan tindakan menyerang dan merugikan
individu, yang berupa hak-hak privasi dan berkaitan dengan seksualitas. Demikian juga,
hal itu menyerang kepentingan umum berupa jaminan hak-hak asasi yang harus dihormati
secara kolektif.
11
Kekerasan seksual (sexual abuse) merupakan jenis penganiayaan yang biasanya
dibagi dalam kategori berdasar identitas pelaku (Tower, 2002), terdiri dari:
Merupakan sexual abuse yang masih dalam hubungan darah, menjadi bagian
dalam keluarga inti. Seseorang yang menjadi pengganti orang tua, misalnya ayah tiri,
atau kekasih, termasuk dalam pengertian incest.
Mayer (dalam Tower, 2002) menyebutkan kategori incest dalam keluarga dan
mengaitkan dengan kekerasan pada anak. Kategori pertama, sexual molestation
(penganiayaan). Hal ini meliputi interaksi noncoitus, petting, fondling, exhibitionism,
dan voyeurism, semua hal yang berkaitan untuk menstimulasi pelaku secara seksual.
Kategori kedua, sexual assault (perkosaan), berupa oral atau hubungan dengan alat
kelamin, masturbasi, fellatio (stimulasi oral pada penis), dan cunnilingus (stimulasi
oral pada klitoris). Kategori terakhir yang paling fatal disebut forcible rape (perkosaan
secara paksa), meliputi kontak seksual. Rasa takut, kekerasan, dan ancaman menjadi
sulit bagi korban. Mayer mengatakan bahwa paling banyak ada dua kategori terakhir
yang menimbulkan trauma terberat bagi anak-anak, namun korban-korban
sebelumnya tidak mengatakan demikian. Mayer berpendapat derajat trauma
tergantung pada tipe dari kekerasan seksual, korban dan survivor mengalami hal yang
sangat berbeda. Survivor yang mengalami perkosaan mungkin mengalami hal yang
berbeda dibanding korban yang diperkosa secara paksa.
b. Extrafamilial Abuse
Extrafamilial Abuse, dilakukan oleh orang lain di luar keluarga korban, dan
hanya 40% yang melaporkan peristiwa kekerasan. Kekerasan seksual yang dilakukan
oleh orang dewasa disebut pedophile, yang menjadi korban utamanya adalah anak-
anak. Pedophilia diartikan menyukai anak-anak (deYong dalam Tower, 2002).
Pedetrasy merupakan hubungan seksual antara pria dewasa dengan anak laki-laki
(Struve & Rush dalam Tower, 2002).
12
1. Nudity (dilakukan oleh orang dewasa).
2. Disrobing (orang dewasa membuka pakaian di depan anak).
3. Genital exposure (dilakukan oleh orang dewasa).
4. Observation of the child (saat mandi, telanjang, dan saat membuang air).
5. Mencium anak yang memakai pakaian dalam.
6. Fondling (meraba-raba dada korban, alat genital, paha, dan bokong).
7. Masturbasi
8. Fellatio (stimulasi pada penis, korban atau pelaku sendiri).
9. Cunnilingus (stimulasi pada vulva atau area vagina, pada korban atau pelaku).
10. Digital penetration (pada anus atau rectum).
11. Penile penetration (pada vagina).
12. Digital penetration (pada vagina).
13. Penile penetration (pada anus atau rectum).
14. Dry intercourse (mengelus-elus penis pelaku atau area genital lainnya, paha,
atau bokong korban) (Sgroi dalam Tower, 2002).
1) Acquaintance rape
Pemerkosaan ini dilakukan oleh orang yang dikenal oleh remaja merupakan
jenis pemerkosaaan yang paling banyak terjadi pada usia 16-24 tahun. Pelaku bisa
merupakan tetangga, teman sekelas, atau teman dari angota keluarga yang lain.
Hubungan pelaku dengan korban mungkin akan menyebabkan masalah pada
keluarga, pengaduan remaja juga mungkin tidak dipercaya dan menimbulkan
keraguan pada keluarga. Korban pemerkosaan oleh orang yang dekat ini juga sering
menunda mencari bantuan medis, mungkin tidak melaporkan kejadian (lebih
banyak padapria daripada perempuan), dan sangat sedikit yang mau melakukan
penuntutan kriminal pada jalur hukum walaupun setelah melaporkannya kejadian.
2) Date rape
3) Male rape
4. Gang rape
5. Statutory rape
Aktivitas seksual antara orang dewasa dengan remaja yang dibawah umur
legal suatu hukum negara. Hal ini didasarkan pada belum mampunya seorang
individu untuk memberikan persetujuan untuk mengikutsertakan dalam aktivitas
seksual.
6. Stranger rape
14
G. Tanda dan gejala kekerasan seksual
Remaja yang mengalami kekerasan seksual pada fase akut menunjukkan hal
yang sangat berbeda-beda, mulai dari yang sangat menutupi hal tersebut sampai yang
agak sedikit terbuka atas kejadian. Kadang kala remaja tidak kelihatan ketakutan
walaupun remaja tidak kelihatan ketakutan, kebanyakan dari korban mengalami
ketakutan yang luar biasa dan sangat cemas tentang kejadian yang terjadi, perihal
laporan tentang pemerkosaan, pemeriksaan, keseluruhan proses termasuk kemungkinan
akibat yang akan timbul (Kliegman et al, 2011)
Adanya temuan semen di mulut, rectum/anal atau pada pakaian, ada luka pada
penis, rektum atau skrotum, luka memar, perubahan pada rektum, berdarah atau luka
pada area mulut/tenggorokan, tanda dari kekerasan fisik mungkin ada, darah pada
pakaian.
15
Martin dan koleganya (2004 dalam Mullers dan Dowling, 2008) menjelaskan
bahwa dampak personal yang terjadi pada remaja yang mengalami kekerasan seksual
adalah 86,2% mengalami stress tingkat tinggi, 73% memiliki fikiran untuk bunuh diri, dan
45% melakukan percobaan bunuh diri. Hal ini menggambarkan bahwa kekerasan seksual
sangat erat kaitannya dengan ide bunuh diri, percobaan bunuh diri, dan dengan sengaja
melukai diri sendiri. Remaja juga merasakan ketidakberdayaan, remaja perempuan
memiliki risiko tinggi untuk mengalami level depresi yang lebih tinggi (Ruffolo et al 2004
dalam Muller dan Dowling, 2008). Chen dan koleganya (2004 dalam Mullers dan
Dowling, 2008) juga menyatakan bahwa dampak remaja yang mengalami kekerasan
seksual adalah penyalahgunaan obat-obatan, pengguna alkohol, dan sangat sedikit
ditemukan memiliki perilaku kasar.
1) Betrayal (penghianatan)
Rasa takut menembus kehidupan korban. Mimpi buruk, fobia, dan kecemasan
dialami oleh korban disertai dengan rasa sakit. Perasaan tidak berdaya mengakibatkan
16
individu merasa lemah. Korban merasa dirinya tidak mampu dan kurang efektif dalam
bekerja. Beberapa korban juga merasa sakit pada tubuhnya. Sebaliknya, pada korban
lain memiliki intensitas dan dorongan yang berlebihan dalam dirinya (Finkelhor dan
Browne, Briere dalam Tower, 2002).
4) Stigmatization
17
I. Faktor Resiko
Faktor resiko untuk kekerasan pada masa anak-anak, yakni anak yang tinggal
dengan orang tua tunggal, tinggal di rumah tidak dengan orang tua kandung, sosial
ekonomi rendah, dan ras minoritas.
Pada setiap negara di dunia akan ada perbedaan karakteristik dari pelaku
kekerasan seksual, walaupun secara umum pelaku kekerasan seksual adalah laki-laki.
(International Rescue Committe, 2012) menyatakan bahwa pelaku kekerasan seksual
bisa berasal dari anggota keluarga (ayah, kakek, saudara kandung, tante, keponakan dan
lain-lain). Pelaku juga bisa tetangga, pemimpin agama, guru, pemberi layanan
kesehatan atau orang lain yang mungkin kontak langsung dengan anak. Anak juga dapat
mengalami kekerasan seksual oleh orang yang tidak dikenal, meskipun hal ini sangat
jarang. Hal ini menyebabkan anak bisa mengalami kekerasan seksual lebih dari sekali.
b. Takut ditolak
Anak sering merasa takut bahwa orang dewasa tidak akan mempercayainya.
Mereka tahu bahwa orang tua, pemimpin komunitas, pemimpin agama atau orang lain
akan menolak tuntutannya dan menolak memberi bantuan.
18
c. Manipulasi
Pelaku dapat membuat trik atau menyongok anak dengan cara memberikannya
hadiah atau uang agar tidak memberi tahu pada orang lain. Tersangka sering membuat
anak merasa malu atau membuat anak merasa bersalah tentang kekerasan yang
dialaminya. Kadang tersangka akan menyalahkan anak dan mengatakan anak yang
mengundang kekerasan itu terjadi.
e. Melindungi
Anak mungkin ingin melindungi pelaku dan atau keluarga khususnya jika
pelaku mempunyai hubungan yang dekat dengan dirinya atau keluarga anak.
f. Usia
Anak yang mengalami kekerasan seksual mungkin akan ditolak oleh keluarga
dan komunitasnya, mengalami sosial stigma yang ekstrim dan atau kehilanganan
kesempatan untuk mendapat pendidikan dan kesempatan untuk bekerja. ( UNICEF-
International Rescue Committee, 2012)
Setelah kejadian kekerasan seksual anak memerlukan beberapa hal yang harus
kita perhatikan (UNICEF-International Rescue Committee, 2012)
19
a. Kebutuhan psikologis.
Anak akan memerlukan dukungan untuk merasa aman dan mempercayai orang
dewasa kembali; memahami perasaannya setelah kekerasan seksual, dan untuk
membantu membuat koping yang baik untuk tanda post traumatic stress disorder
yang muncul (seperti terus mengingat kembali kejadian kekerasan seksual,
obsessive thought of abuse dan masalah dengan penghargaan terhadap dirinya
sendiri)
b. Kebutuhan sosial.
Anak dan keluarga memerlukan bantuan untuk memulihkan dari dampak kekerasan
seksual dalam keluarga dan hubungan keluarga, memastikan anak mampu kembali
ke sekolah dan memastikan mereka mapu berpartisipasi kembali dalam
masyarakat.
c. Rencana perawatan.
Anak memerlukan tempat yang aman untuk pemulihan jika kekerasan terjadi di
dalam rumah.
20
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Kekerasan seksual merupakan bentuk kontak seksual atau bentuk lain yang tidak
diinginkan secara seksual. Kebanyakan korban perkosaan merasakan kriteria psychological
disorder yang disebut post-traumatic stress disorder (PTSD), simtom-simtomnya berupa
ketakutan yang intens terjadi, kecemasan yang tinggi, emosi yang kaku setelah peristiwa
traumatis.
Faktor resiko untuk kekerasan pada masa anak-anak, yakni anak yang tinggal dengan
orang tua tunggal, tinggal di rumah tidak dengan orang tua kandung, sosial ekonomi rendah,
dan ras minoritas.
Pelaku kekerasan seksual bisa berasal dari anggota keluarga (Familial Abuse Incest)
sexual abuse yang masih dalam hubungan darah, menjadi bagian dalam keluarga inti. Pelaku
juga bisa dilakukan oleh orang lain di luar keluarga korban (Extrafamilial Abuse).
Beberapa hal mengapa anak tidak mengungkapkan kekerasan seksual yang dialaminya
yaitu, takut terhadap konsekuensi, takut ditolak, manipulasi, menyalahkan diri sendiri,
melindungi, usia, cacat fisik atau mental.
21