BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seksualitas merupakan bagian integral dari kehidupan manusia. Seksualitas di
defenisikan sebagai kualitas manusia, perasaan paling dalam, akrab, intim dari lubuk hati
paling dalam, dapat pula berupa pengakuan, penerimaan dan ekspresi diri manusia sebagai
mahluk seksual. Karena itu pengertian dari seksualitas merupakan sesuatu yang lebih luas
dari pada hanya sekedar kata seks yang merupakan kegiatan fisik hubungan seksual.
Seksualitas merupakan aspek yang sering di bicarakan dari bagian personalitas total manusia,
dan berkembang terus dari mulai lahir sampai kematian. Banyak elemen-elemen yang terkait
dengan keseimbangan seks dan seksualitas. Elemen-elemen tersebut termasuk elemen
biologis; yang terkait dengan identitas dan peran gender berdasarkan ciri seks sekundernya
dipandang dari aspek biologis. Elemen sosiokultural, yang terkait dengan pandangan
masyarakat akibat pengaruh kultur terhadap peran dan kegiatan seksualitas yang dilakukan
individu. Sedangkan elemen yang terakhir adalah elemen perkembangan psikososial laki-laki
dan perempuan. Hal ini dikemukakan berdasarkan beberapa pendapat ahli tentang kaitannya
antara identitas dan peran gender dari aspek psikososial. Termasuk tahapan perkembangan
psikososial yang harus dilalui oleh oleh individu berdasarkan gendernya.
Seks adalah perbedaan badani atau biologis perempuan dan laki-laki, yang sering disebut
jenis kelamin yaitu penis untuk laki-laki dan vagina untuk perempuan. Seksualitas
menyangkut berbagai dimensi yang sangat luas, yaitu dimensi biologis, sosial, perilaku dan
kultural. Seksualitas dari dimensi biologis berkaitan dengan organ reproduksi dan alat
kelamin, termasuk bagaimana menjaga kesehatan dan memfungsikan secara optimal organ
reproduksi dan dorongan seksual . Seksualitas dari dimensi psikologis erat kaitannya dengan
bagaimana menjalankan fungsi sebagai mahluk seksual, identitas peran atau jenis.
B. Rumusan Masalah
a. Bagaimana definisi tantang seksualitas
b. Apa saja faktor yang mempengaruhi seksualitas
c. Apa saja gangguan pada seksualitas
C. Tujuan Penulisan
a. Untuk mengetahui tentang seksualitas
b. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi seksualitas
c. Untuk mengetahui gangguan pada seksualitas
BAB II
LANDASAN TEORI
A. PENGERTIAN SEKSUALITAS
Seksualitas merupakan bagian dari kepribadian seseorang secara
menyeluruh.Meskipun keterbukaan dan diskusi akan topik-topik seksual mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun,tetapi masih banyak individu dewasa yang kekurangan
pengetahuan tentang seksualitas dan enggan untuk mengangkat pertanyaan terkait seksualitas.
Seksualitas lebih dari sekadar aktivitas fisik, melainkan perasaan kewanitaan dan kelakian
baik secara biologis,sosiologis,psikologis,spiritual dan dimensi budaya dari setiap
individu.Selain itu,nilai-nilai sikap ,perilaku, hubungan dengan orang lain,dan kebutuhan
untuk membangun kedekatan emosional dengan orang lain akan mempengaruhi seksualitas
.Menurut world Health Organization kesehatan seksual adalah suatu keadaan kesejahteraan
fisik,emosional,mental,dan sosial yang berhubungan dengan seksualitas tidak hanya sekadar
bebas dari penyakit,disfungsi,atau kelemahan. Individu yang sehat secara seksual memiliki
cara pendekatan yang positif dan penuh rasa hormat terhadap seksualitas dan hubungan
seksual.Mereka juga berpotensi untuk merasakan kesenangan dan pengalaman seksual yang
aman dan bebas dari paksaan,diskriminasi,dan kekerasan.
TINJAUAN SEKSUAL DARI BEBERAPA ASPEK
Makna seksual dapat ditinjau dari beberapa aspek,diantaranya:
1. Aspek Biologis, aspek ini memandang dari segi biologi seperti pandangan anatomi dan
fisiologi dari sistem reproduksi(seksual), kemampuan organ seks,adanya hormonal serta
sistem saraf yang brfungsi atau berhubungan dengan kebutuhan seksual.
2. Aspek psikologis, aspek ini merupakan pandangan terhadap identitas jenis kelamin,sebuah
perasaan dari diri sendiri terhadap kesadaran identitasnya, serta memandang gambaran
seksual atau bentuk konsep diri yang lain.
3. Aspek Sosial Budaya, aspek ini merupakan pandangan budaya atau keyakinan yang berlaku
dimasyarakat.
B. PERKEMBANGAN SEKSUALITAS
Seksualitas mengalami perubahan sejalan dengan individu yang terus bertumbuh dan
berkembang.Setiap tahap perkembangan memberikan perubahan pada fungsi dan peran
seksual dalam hubungan.Perkembangan seksual diawali dari infantil dan masa kanak-kanak
awal,usia sekolah,pubertas/masa remaja, masa dewasa muda,masa dewasa menengah,masa
lansia.
a. Masa Pranatal Bayi
Pada masa ini komponen fisik atau biologis sudah mulai berkembang. Berkembangnya
organ seksual mampu merespons rangsangan, seperti adanya ereksi penis pada laki – laki dan
adanya pelumas vagina pada wanita. Perilaku ini terjadi ketika mandi, bayi merasakan adanya
perasaan senang. Menurut sigmund freud, thap perkembangan psikosekseksual pada masa ini
adalah :
1. Tahap oral
Terjadi pada tahun 0-1 tahun. Kepuasan, kesenangan dan kenikmatan dapat dicapai
dengan cara menghisap, menggigit mengunyah, atau bersuara. Anak memilii ketergantungan
sangat tinggi dan selalu minta dilindungi untuk mendapatkan rasa aman. Masalah yang
diperoleh pada masa ini adalah masalah menyapih dan makan.
2. Tahap anal
Terjadi pada tahun 1-3 tahun. Kepuasan pada tahap ini terjadi pada saat pengeluaran
feses. Anak mulai menunjukan kelakuannya, sikap sangat narsistik ( cinta terhadap diri
sendiri ), dan egois. Anak juga mulai mempelajari struktur tubuhnya. Pada saat ini anak
sudah dapat dilatih dalam hal kebersihan.
b. Infantil dan Masa Kanak-kanak Awal
sejak lahir anak-anak dirawat secara berbeda sesuai dengan gendernya.Tiga tahun
pertama kehidupan.Tiga tahun pertama kehidupan merupakan masa penting dalam
perkembangan identitas gender. Seorang anak memihak pada orang tua yang memiliki gender
yang sama dan membangun sebuah hubungan yang berisi puji-pujian dengan orang tua yang
berlainan gender.Anak-anak menyadari akan perbedaan antara jenis kelamin, mulai merasa
bahwa mereka adalah pria dan wanita, dan menginterprestasikan perilaku orang lain sebagai
perilaku yang sesuai untuk seorang pria dan wanita.
c. Usia Sekolah
selama usia sekolah,orang tua,guru-guru, dan kelompok teman sebaya berperan sebagai
model peran dan mengajarkan tentang bagaimana pria dan wanita bertindak dan berhubungan
dengan setiap orang. Anak-anak usia sekolah biasanya mempunyai pertanyaan tentang aspek
fisik dan emosional yang berkaitan dengan seksual. Mereka memerlukan informasi yang
akurat dari rumah dan sekolah tentang perubahan pada tubuh dan emosi mereka selama
periode ini dan apa yang diharapkan saat mereka berpindah ke tahap pubertas.Pengetahuan
tentang emosi yang normal danperubahan fisik yang berhubungan dengan pubertas akan
mengurangi kecemasan selama perubahan tersebut mulai terjadi. Menstruasi atau mimpi
basah terkadang sangat menakutkan bagi anak-anak yang kurang informasi,dan beberapa
mengagapnya sebagai tanda dari suatu penyakit yang sangat menakutkan.
d. Pubertas/Masa Remaja
Perubahan emosional selama pubertas dan masa remaja sama dramatisnya dengan
perubahan fisik. Remaja bekerja dalam sebuah kelompok teman sebaya yang sangat
kuat,dengan kecemasan yang selalu ada.Remaja menghadapi banyak keputusan dan
memerlukan banyak informasi yang akurat mengenai topik-topik seperti perubahan tubuh,
aktivitas seksual, respons emosi terhadap hubungan intim seksual,PMS, 1kontrasepsi dan
kehamilan.
Di Amerika Serikat,dilaporkan bahwa kira-kira 47% dari siswa sma telah melakukan
hubungan melakukan intim seksual minimal satu kali.Salah satu alasan mengapa mereka
melakukan hubungan intim seksual membantu mereka mencapai tujuan keintiman,status
sosial, dan kesenangan. Banyak remaja yang melakukan hubungan seks tidak melindungi diri
mereka dari kehamilan atau PMS. Dinamika risiko hubungan seks tidak sepenuhnya
dimengerti tapi beberapa penelitian telah mendapatkan hubungan antara pemakaian
obat/alkohol,pelecehan seksual,dan hubungan seksual yang tidak aman.Remaja cenderung
berpikir bahwa mereka tidak terkalahkan dan percaya bahwa kehamilan yang tidak
diingankan PMS,dan hasil negatif lainya dari perilaku seks tidak akan terjadi pada
mereka.Orang tua harus memahami pentingnya memberikan informasi faktual,membagi
nilai-nilai yang mereka punyai dan meningkatkan ketrampilan membuat keputusan yang
tegas.
Masa remaja merupakan masa di mana individu menggali orientasi seksual primer
mereka.Kebanyakan remaja akan mengalami minimal satu pengalaman homoseksual dengan
seseorang atau dalam sebuah kelompok.Remaja biasanya merasa takut pengalaman tersebut
akan menentukan seksualitasnya totalnya sebagai homoseksual. Hal ini tidak benar. Banyak
individu yang melanjutka orientasi seksual mereka sebagai menakutkan dan mereka sebagai
homoseksual dengan jelas.Hal ini menakutkan dan membingungkan bagi seorang
remaja.Dukungan untuk identitas seksual remaja dari penasihat
sekolah,pendeta,keluarga,perawat, dan profesi kesehatan lainnya penting selama periode ini.
e. Masa Dewasa Muda
Meskipun individu dewasa muda telah memiliki kematangan secara fisik,mereka harus
terus menggali dan mematangkan hubungan secara emosional.Keintiman dan seksualitas
merupakan bagi semua individu dewasa muda ,apakah mereka melakukan hubungan seks
tetap memilih hidup sendiri,menjadi homoseksual,atau menjadi janda.Individu sehat secara
seksual dalam berbagai cara.Aktivitas seksual sering didefinisikan sebagai dasa
kebutuhan,dan keinginan sepanjang kehidupan.
Sebagai individu yang aktif secara seksual yang membangun hubungan intim,mereka
mempelajari teknik stimulasi yang dapat memuaskan diri sendiri dan pasangan seksual
mereka.beberapa individu dewasa memerlukan izin atau penegasan bahwa cara alternatif
untuk mengungkapkan seks selain hubungan penis dan vagina adalah normal.Individu lain
membutuhkan edukasi dan terapi yang signifikan untuk mencapai hubungan seksual yang
memuaskan danbermutu. Individu dewasa muda,terutama mereka dengan status sosial
ekonomi yang rendah,memiliki risiko tinggi mengalami PMS.
a. Id
Id adalah satu-satunya komponen kepribadian yang hadir sejak lahir. Aspek kepribadian
sepenuhnya sadar dan termasuk dari perilaku naluriah dan primitif. Menurut Freud, id adalah
sumber segala energi psikis, sehingga komponen utama kepribadian.Id didorong oleh prinsip
kesenangan, yang berusaha untuk kepuasan segera dari semua keinginan, keinginan, dan
kebutuhan. Jika kebutuhan ini tidak puas langsung, hasilnya adalah kecemasan negara atau
ketegangan. Sebagai contoh, peningkatan rasa lapar atau haus harus menghasilkan upaya
segera untuk makan atau minum. id ini sangat penting awal dalam hidup, karena itu
memastikan bahwa kebutuhan bayi terpenuhi. Jika bayi lapar atau tidak nyaman, ia akan
menangis sampai tuntutan id terpenuhi.Namun, segera memuaskan kebutuhan ini tidak selalu
realistis atau bahkan mungkin. Jika kita diperintah seluruhnya oleh prinsip kesenangan, kita
mungkin menemukan diri kita meraih hal-hal yang kita inginkan dari tangan orang lain untuk
memuaskan keinginan kita sendiri. Perilaku semacam ini akan baik mengganggu dan sosial
tidak dapat diterima. Menurut Freud, id mencoba untuk menyelesaikan ketegangan yang
diciptakan oleh prinsip kesenangan melalui proses utama, yang melibatkan pembentukan
citra mental dari objek yang diinginkan sebagai cara untuk memuaskan kebutuhan.
b. Ego
Ego adalah komponen kepribadian yang bertanggung jawab untuk menangani dengan
realitas. Menurut Freud, ego berkembang dari id dan memastikan bahwa dorongan dari id
dapat dinyatakan dalam cara yang dapat diterima di dunia nyata. Fungsi ego baik di pikiran
sadar, prasadar, dan tidak sadar. Ego bekerja berdasarkan prinsip realitas, yang berusaha
untuk memuaskan keinginan id dengan cara-cara yang realistis dan sosial yang sesuai. Prinsip
realitas beratnya biaya dan manfaat dari suatu tindakan sebelum memutuskan untuk bertindak
atas atau meninggalkan impuls. Dalam banyak kasus, impuls id itu dapat dipenuhi melalui
proses menunda kepuasan – ego pada akhirnya akan memungkinkan perilaku, tetapi hanya
dalam waktu yang tepat dan tempat.
Ego juga pelepasan ketegangan yang diciptakan oleh impuls yang tidak terpenuhi melalui
proses sekunder, di mana ego mencoba untuk menemukan objek di dunia nyata yang cocok
dengan gambaran mental yang diciptakan oleh proses primer id’s.
c. Superego
Komponen terakhir untuk mengembangkan kepribadian adalah superego. superego adalah
aspek kepribadian yang menampung semua standar internalisasi moral dan cita-cita yang kita
peroleh dari kedua orang tua dan masyarakat – kami rasa benar dan salah. Superego
memberikan pedoman untuk membuat penilaian.
Ada dua bagian superego:
Yang ideal ego mencakup aturan dan standar untuk perilaku yang baik. Perilaku ini termasuk
orang yang disetujui oleh figur otoritas orang tua dan lainnya. Mematuhi aturan-aturan ini
menyebabkan perasaan kebanggaan, nilai dan prestasi.
Hati nurani mencakup informasi tentang hal-hal yang dianggap buruk oleh orang tua dan
masyarakat. Perilaku ini sering dilarang dan menyebabkan buruk, konsekuensi atau hukuman
perasaan bersalah dan penyesalan. Superego bertindak untuk menyempurnakan dan
membudayakan perilaku kita. Ia bekerja untuk menekan semua yang tidak dapat diterima
mendesak dari id dan perjuangan untuk membuat tindakan ego atas standar idealis lebih
karena pada prinsip-prinsip realistis. Superego hadir dalam sadar, prasadar dan tidak sadar.
B. Diagnosis keperawatan
Diagnosis keperawatan yang dapat terjadi pada seksualitas antara lain:
v Perubahsn disfungsi seksual dan pola seksual berhubungan dengan stres
v Efek penyakit angkut dan kronis
v Perubahan atau kehilangan anggota tubuh
v Perubahan pascapartum
v Perasaan takut hamil
v Penyakit hubungan seksual
v Ketakutan terhadap efek koitus (adanya serangan jantung)
v Trauma tulang belakang
v Perubahan neurologi seperti impotensi
v Pandangan negatif terhadap perubahan tubuh seperti (masektomi)
v Kurangnya pengetahuan tentang penyakit karena hubungan seksual
v Ketakutan bayi cacat akibat koitus
v Penggunaan alkohol yang berlebihan
v Perasaan yang bersalah
v Pengalaman traumatik
v Ketakutan ketidakmampuan memuaskan pasangan
v Rasa nyeri karena tidak cukupnya cairan vagina.
C. Perencanaan dan Tindakan Keperawatan
Tahap perencanaan yang dilakukan adalah penentuan tujuan dan masalah yang hendak
diatasi ,dengan tujuan agar pasien mampu mempertahankan atau menolong individu untuk
mencapai integritas seksual serta dapat mengembangkan kesadaran diri terhadap sikap
,keyakinan dan pengetahuan tentang seksual,memahami berbagai informasi dan pendidikan
seksual yang akurat, mampu mengidentifikasi masalah seksual, dan meningkatkan body
image serta harga diri pasien.Kemudian,rencana dan intervensi yang dapat dilakukan adalah:
· Memberikan pendidikan dan konseling tentang kebutuhan dan masalah seksual
· Mencegah isolasi sosial
· Mengurangi dorongan seksual
· Meningkatkan citra diri dan harga diri pasien
h. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi terhadap masalah seksual secara umum dapat dinilai dari kemampuan untuk
melakukan hubungan seksual,percaya diri akan adanya kepuasan hubungan seksual,dan
mampu mengekspresikan perasaan tentang kebutuhan seksual, mampu meningkatkan fungsi
peran serta konsep diri.
· Evaluasi persepsi klien terhadap fungsi seksual
· Minta klien untuk mendiskusikan praktik seks yang aman
· Tanyakan apakah harapan klien telah terpenuhi
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Seksualitas merupakan bagian dari kepribadian seseorang secara
menyeluruh. Seksualitas lebih dari sekadar aktivitas fisik, melainkan perasaan kewanitaan
dan kelakian baik secara biologis,sosiologis,psikologis,spiritual dan dimensi budaya dari
setiap individu Menurut world Health Organization kesehatan seksual adalah suatu keadaan
kesejahteraan fisik,emosional,mental,dan sosial yang berhubungan dengan seksualitas tidak
hanya sekadar bebas dari penyakit,disfungsi,atau kelemahan Tinjauan seksualitas terdapat 3
aspek yaitu biologis, psikologis dan sosial budaya.
Perkembangan seksualitas dimulai sejak Infantil dan Masa Kanak-kanak Awal, Usia
Sekolah, Pubertas/Masa Remaja, Masa Dewasa Muda,Masa Dewasa Menengah, Masa Lansia
Struktur Kepribadian Id, Ego dan Superego Sigmund Freud
a. Id
b. Ego
c. Superego
Secara umum bentuk-bentuk gangguan seksual manusia dikelompokan atas tiga bagian,yaitu:
a. Gangguan Identitas Seksual ( gender identity disorder )
b. Disfungsional Seksual (disfunctional sexual)
c. Parafilia
ASUHAN KEPERAWATAN PADA MASALAH SEKSUAL
a. Pengkajian Keperawatan
b. Diagnosis keperawatan
c. Perencanaan dan Tindakan Keperawatan
d. Evaluasi Keperawatan
DAFTAR PUSTAKA
Potter and Perry Volume 2.2006.Fundamental Keperawatan.EGC:Jakarta.
Herri Zan Pieter dan Namora Lumonggo Lubis.2010.Pengantar Psikologi dalam
Keperawatan.Prenada Media:Jakarta.
Mi Ja Kim,Gertrude K.MeFarland dan Audrey M.Mclane.1993.Diagnosa
Keperawatan.EGC:Jakarta.
Hidayat,A.Aziz Alimul.2006.Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia;Aplikasi Konsep dan
Proses Keperawatan;Buku1.Salemba Medika:Jakarta.
BAB II
KONSEP TEORI
A. Pengertian
Seksualitas adalah komponen identitas personal individu yang tidak terpisahkan dan
berkembang dan semakin matang sepanjang kehidupan individu. Seksualitas tidak sama dengan
seks. Seksualitas ialah interaksi faktor-faktor biologis, psikologi personal, dan lingkungan. Fungsi
biologis mengacu pada kemampuan individu untuk memberi dan menerima kenikmatan dan untuk
bereproduksi. Identitas dan konsep diri seksual psikologis mengacu pada pemahaman dalam diri
individu tentang seksualitas seperti citra diri, identifikasi sebagai pria atau wanita, dan pembelajaran
peran-peran maskulin atau feminin. Nilai atau aturan sosio budaya membantu dalam membentuk
individu berhubungan dengan dunia dan bagaimana mereka memilih berhubungan seksual dengan
orang lain. (Bobak: 2004)
2 aspek seksualitas:
Dalam arti sempit seks berarti kelamin. Yang termasuk dalam kelamin adalah sebagai berikut:
b. Kelenjar dan hormon-hormon dalam tubuh yang mempengaruhi bekerjanya alat kelamin
c. Anggota tubuh dan ciri-ciri badaniah lainnya yang membedakan laki-laki dan perempuan
d. Hubungan kelamin
B. Fungsi Seksualitas
1. Kesuburan
Pada beberapa kebudayaan, seorang wanita muda mungkin merasakan adanya keinginan yang kuat
untuk membuktikan kesuburannya bahkan walaupun ia sebenarnya belum menginginkan anak pada
tahap kehidupannya saat itu. Ini adalah macam masyarakat yang secara tradisional wanita hanya
dianggap layak dinikahi apabila ia sanggup membuktikan kesuburannya.
2. Kenikmatan
Mungkin pendorong primer atau mendasar perilaku seksual adalah kenikmatan atau kesenangan
yang dirasakan yaitu suatu kombinasi kenikmatan sensual dan kenikmatan khas seksual yang
berkaitan dengan orgasme.
Dalam suatu pertalian seksual yang ekslusif, pasangan melakukan secara bersama-sama hal-hal yang
tidak ingin mereka lakukan dengan orang lain. Ini adalah esensi dari keintiman seksual. Efektivitas
seks dalam memperkuat keintiman tersebut berakar dari risiko psikologis yang terlibat; secara
khusus, resiko ditolak, ditertawakan, mendapati bahwa dirinya tidak menarik, atau kehilangan
kendali dapat memadamkan gairah pasangan.
Sepanjang hidup kita, terutama pada saat-saat identitas gender terancam karena sebab lain (mis.,
saat menghadapi perasaan tidak diperlukan atau efek penuaan), kita mungkin menggunakan
seksualitas untuk tujuan ini.
Merasa secara seksual bagi orang lain, atau berhasil dalam upaya seksual, secara umum dapat
meningkatkan harga diri.
Kekuasaan (power) seksualitas cenderung dianggap sebagai salah satu aspek maskulinitas, dengan
pria, baik karena alasan sosial maupun fisik, biasanya berada dalam posisi dominan. Namun, seks
dapat digunakan untuk mengendalikan hubungan baik oleh pria dan wanita dan karenanya sering
merupakan aspek penting dalam dinamika hubungan. Kekuasaan tersebut mungkin dilakukan
dengan mengendalikan akses ke interaksi seksual, menentukan bentuk pertalian seksual yang
dilakukan, dan apakah proses menimbulkan efek positif pada harga diri pasangan. Sementara dapat
terus menjadi faktor dalam suatu hubungan yang sudh berjalan, hal ini juga merupakan aspek yang
penting dan menarik dalam perilaku awal masa “berpacaran”.
7. Mengungkapkan permusuhan
Aspek penting dalam masalah “dominasi” pada interaksi seksual pria-wanita adalah pemakaian
seksualitas untuk mengungkapkan permusuhan. Hal ini paling relevan dalam masalah perkosaan dan
penyerangan seksual. Banyak kasus penyerangan atau pemaksaan seksual dapat dipandang sebagai
perluasan dari dominasi atau kekuasaan, biasanya oleh pria terhadap wanita. Juga terdapat
keadaan-keadaan dengan penyerangan seksual dapat dipahami sebagai suatu ungkapan kemarahan,
baik terhadap wanita itu sendiriatau terhadap wanita itu sebagai pengganti wanita lain.
Menurunnya gairah yang biasanya terjadi setelah orgasme dapat digunakan sebagai cara untuk
mengurangi ansietas atau ketegangan.
9. Pengambilan resiko
Interaksi seksual menimbulkan berbagai risiko, berkisar dari yang relatif ringan, misalnya ketahuan,
sampai serius misalnya hamil atau infeksi menular seksual. Adanya resiko tersebut menjadi semakin
bermakna dan mengganggu dengan terjadinya epidemi HIV dan AIDS. Bagi sebagian besar orang,
kesadaran adanya resiko akan memadamkan respon seksual sehingga mereka mudah menghindari
resiko tersebut. Namun, bagi beberapa individu, gairah yang berkaitan dengan persepsi resiko malah
meningkatkan respons seksual. Untuk individu yang seperti ini, resiko seksual menjadi salah satu
bentuk kesenangan yang dicari.
Prostitusi adalah bentuk yang jelas dari aktivitas seksual untuk memperoleh keuntungan dan hal ini
sering merupakan akibat dari kemiskinan. Pernikahan, sampai masa ini masih sering dilandasi oleh
keinginan untuk memperoleh satu bentuk perlindungan dan bukan semata mata ikatan emosional
komitmen untuk hidup bersama.
( Glasier: 2005 )
C. Kesehatan Seksualitas
Pertumbuhan dan perkembangan seks manusia disebut libido. Terdiri dari beberapa tahap
yaitu:
1. Tahap oral: Sampai mencapai umur sekitar 1-2 tahun, tingkat kepuasan seks dengan menghisap
puting susu ibu, dot botol, menghisap jari tangan, Dengan bayi baru dapat tidur setelah disusui ibu,
menghisap botol atau tidur sambil menghisap jarinya. Oleh karena itu perilaku demikian tidak perlu
dilarang.
2. Tahap anal: Kepuasan seks anak didapat melalui rangsangan anus saat buang air besar, antara umur
3-4 tahun sering duduk lama ditoilet, sehingga kepuasannya tercapai.
3. Tahap falik: Terjadi sekitar umur 4-5 tahun, dengan jalan mempermainkan alat kelaminnya.
4. Tahap laten: Terjadi sekitar umur 6-12 tahun. Tingkah laku seksual seolah-olah terbenam, karena
mungkin lebih banyak bermain, mulai masuk sekolah, dan adanya pekerjaan rumah dari sekolah,
Sehingga anak-anak cepat lelah dan lekas tertidur, untuk siap bangun pagi dan pergi ke sekolah.
5. Tahap genital: Umur anak sekaitar 12-15 tahun. Tanda seks sekunder mulai berkembang dan
keinginan seks dalam bentuk libido mulia tampak dan terus berlangsung sampai mencapai usia
lanjut. Suara mulai berubah, keinginan dipuja dan memuja mulai muncul, keingian dicumbu dan
mencumbu pun mulai tampak. Saat ini masa yang sangat berbahaya, sehingga memerlukan
perhatian orang tua. Pada wanita telah mulai dating bulan (menstruasi) dan pria mulai mimpi basah
sehingga dapat menyebabkan kehamilan atau hamil bila mereka melakukan hubungan seksual.
Karena kematangan jiwa dan jasmani belum mencapai tingkat dewasa, sehingga bila terjadi
kehamilan yang tidak dihendaki, memberikan dampak kejiwaan yang sangat menyedihkan.
(chandranita :2009)
1. Remaja
Pada awal masa remaja, sebagian besar seksualitas berkaitan dengan penegasan identitas gender
dan harga diri. Pada saat awitan pubertas terjadi perubahan-perubahan di tubuh yang berlangsung
tanpa dapat diduga sementara perubahan-perubahan hormon menimbulkan dampak pada
reaktivitas emosi.
Setelah perkawinan dimulai, tantangannya adalah membangun rasa aman dalam pertalian seksual
yang juga mulai kehilangan pengaruh “pengalaman barunya”. Pada tahap inilah membangun
komunikasi yang baik menjadi sangat penting untuk kelanjutan perkembangan pertalian seksual.
Apabila pasangan tidak mengembangkan cara-cara yang memungkinkan pasangannya mengetahui
apa yang mereka nikmati dan apa yang tidak menyenangkan maka akan muncul masalah yang
seharusnya dapat dihadapi dan dipecahkan.
Kehamilan, dan beberapa bulan setelah kelahiran, menimbulkan kebutuhan lebih lanjut akan
penyesuaian seksual. Wanita besar kemungkinannya mengalami penurunan keinginan seksual dan
kapasitas untuk menikmati seks menjelang akhir kehamilnya karena terjadinya perubahan-
perubahan fisik dan mekanis. Periode pascanatal, karena berbagai alasan merupakan salah satu
periode saat munculnya kesulitan-kesulitan seksual yang apabila pasangan obesitas belum
mengembangkan metode-metode yang sesuai untuk mengatasinya, dapat menimbulkan kesulitan
berkepanjangan. Masalah jangka panjang yang paling sering dalam hali ini adalah hilangnya gairah
seksual pihak wanita.
Seksualitas pada hubungan yang sudah terjalin lama biasanya menghadapi hambatan yang berbeda-
beda. Pada tahap ini sesuatu yang baru dalam hubungan seksual telah lama hilang. Bagi
banyakorang halini tidak menimbulkan masalah. Mereka telah mengembangkan bentuk
kenyamanan intimasiseksual lain yang tetap menjadi bagian integral dari hubungan mereka. Tetapi
bagi yang lain, kualitas hubungan seksual yang rutin ini akan memakan korban. Pada keadaan seperti
ini stress di tempat kerja misalnya akan mudah menyebabkan kelelahan dan memadamkan semua
antusiasme spontan untuk melakukan aktivitas seksual. Hubungan intim menjadi jarang dilakukan
dan sebagai konsekuensinya dapat timbul ketegangan dalam hubungan pasangan tersebut.
Pada kelompok yang lebih tua lagi masalah seksual yang kita hadapi terutama adalah masalah ereksi
pada pria dan hilangnya minat seksual pada wanita. Proses penuaan memang menimbulkan dampak
pada seksualitas tetapi tentu tidak selalu negatif. Pasangan pada usia ini lebih kecil kemungkinannya
meminta pertolongan dalam konteks keluarga berencana atau kesehatan reproduksi.
(Glasier: 2005)
E. Respon Seksualitas
Siklus respon seksual normal terdiri dari empat tahap yang terjadi berturut-turut. “Normal” pada
umumnya mengacu pada panjang siklus masing-masing fase, dan hasil bercinta yang memuaskan.
Empat tahapan siklus respon seksual :
1. Fase kegembiraan adalah tahap pertama, yang dapat berlangsung dari beberapa menit sampai
beberapa jam. Beberapa karakteristik dari fase kegembiraan meliputi:
2. Fase plateau adalah fase yang meluas ke ambang orgasme. Beberapa perubahan yang terjadi dalam
fase ini meliputi:
e. Adanya peningkatan dalam tingkat pernapasan, denyut jantung, dan tekanan darah
3. Fase orgasme adalah puncak dari siklus respons seksual, dan merupakan fase terpendek, hanya
berlangsung beberapa detik. Fase ini memiliki karakteristik seperti berikut:
c. Pada wanita, kontraksi otot vagina menguat dan kontraksi rahim berirama
d. Pada pria, kontraksi otot panggul berirama dengan bantuan kekuatan ejakulasi
4. Tahap terakhir, yang disebut fase resolusi, adalah ketika tubuh secara perlahan kembali ke tingkat
fisiologis normal. Fase resolusi ditandai dengan relaksasi, keintiman,dan seringkali kelelahan. Sering
kali perempuan tidak memerlukan fase resolusi sebelum kembali ke aktivitas seksual dan
kemudian orgasme, sedangkan laki-laki memerlukan waktu pemulihan sebelum orgasme
selanjutnya. Seiring pertambahan usia laki-laki, panjang dari fase refraktori akan sering meningkat.
F. Dimensi Seksualitas
1. Dimensi Sosiokultural
Seksualitas dipengaruhi oleh norma dan peraturan kultural yang menentukan apakah perilaku yang
diterima di dalam kultur. Keragaman kultural secara global menciptakan variabilitas yang sangat luas
dalam norma seksual dan menghadapi spectrum tentang keyakinan dan nilai yang luas. Misalnya
termasuk cara dan perilaku yang diperbolehkan selama berpacaran, apa yang dianggap merangsang,
tipe aktivitas seksual, sanksi dan larangan dalam perilaku seksual, dengan siapa seseorang menikah
dan siapa yang diizinkan untuk menikah.
Setiap masyarakat memainkan peran yang sangat kuat dalam membentuk nilai dan sikap seksual,
juga dalam membentuk atau menghambat perkembangan dan ekspresi seksual anggotanya. Setiap
kelompok sosial mempunyai aturan dan norma sendiri yang memandu perilaku anggotanya.
Peraturan ini menjadi bagian integral dari cara berpikir individu dan menggarisbawahi perilaku
seksual, termasuk, misalnya saja, bagaimana seseorang menemukan pasangan hidupnya, seberapa
sering mereka melakukan hubungan seks, dan apa yang mereka lakukan ketika mereka melakukan
hubungan seks.
Seksualitas juga berkaitan dengan standar pelaksanaan agama dan etik. Ide tentang pelaksanaan
seksual etik dan emosi yang berhubungan dengan seksualitas membentuk dasar untuk pembuatan
keputusan seksual. Spektrum sikap yang ditunjukan pada seksualitas direntang dari pandangan
tradisional tentang hubungan seks yang hanya dalam perkawinan sampai sikap yang
memperbolehkan individu menentukan apa yang benar bagi dirinya. Keputusan seksual yang
melewati batas kode etik individu dapat mengakibatkan konflik internal.
3. Dimensi Psikologis
Seksualitas bagaimana pun mengandung perilaku yang dipelajari. Apa yang sesuai dan dihargai
dipelajari sejak dini dalam kehidupan dengan mengamati perilaku orangtua. Orangtua biasanya
mempunyai pengaruh signifikan pertama pada anak-anaknya.
Mereka sering mengajarkan tentang seksualitas melalui komunikasi yang halus dan nonverbal.
Seseorang memandang diri mereka sebagai makhluk seksual berhubungan dengan apa yang telah
orangtua mereka tunjukan kepada mereka tentang tubuh dan tindakan mereka. Orangtua
memperlakukan anak laki-laki dan perempuan secara berbeda berdasarkan jender.
4. Dimensi Biologis
Seksualitas berkaitan dengan pebedaan biologis antara laki-laki dan perempuan yang ditentukan
pada masa konsepsi. Material genetic dalam telur yang telah dibuahi terorganisir dalam kromosom
yang menjadikan perbedaan seksual. Ketika hormone seks mulai mempengaruhi jaringan janin,
genitalia membentuk karakteristik laki-laki dan perempuan. Hormon mempengaruhi individu
kembali saat pubertas, dimana anak perempuan mengalami menstruasi dan perkembangan
karakteristik seks sekunder, dan anak laki-laki mengalami pembentukan spermatozoa (sperma) yang
relatif konstan dan perkembangan karakteristik seks sekunder.
G. Permasalahan Seksualitas
Lebih dari 70% wanita di Indonesia tidak mengetahui dimana letak klitorisnya sendiri. Sebuah
hal yang sebenarnya sangat penting tetapi tidak diketahui oleh banyak orang. Masalah
ketidaktahuan terhadap seks sudah betul-betul merakyat. Ini berpangkal dari kurangnya pendidikan
seks yang sebagian besar dari antara masyarakat tidak memperolehnya pada waktu remaja. Tidak
jarang, pengetahuan seks itu hanyalah sebatas informasi, bukan pendidikan. Itu terjadi karena
mereka tidak mendapatkan pendidikan seks di sekolah atau lembaga formal lainnya. Akibatnya,
keingintahuan soal seks didapatkannya dari berbagai media. Untuk itu orang tua hendaknya
memberikan pendidikan soal seks kepada anak-anaknya sejak dini. Salah satunya dengan
memisahkan anak-anaknya tidur dalam satu kamar setelah berusia sepuluh tahun, sekalipun sama-
sama perempuan atau laki-laki. Demikian halnya dengan menghindarkan anak-anaknya mandi
bersama keluarga atau juga teman-temannya.
Orang tua harus menjawab jujur ketika anaknya bertanya soal seks. Jawaban-jawaban yang
diberikan hendaknya mudah dimengerti dan sesuai dengan usia si anak. Karena itulah, orang tua
dituntut membekali dirinya dengan pengetahuan-pengetahuan tentang seks. Terlebih lagi,
perubahan fisik dan emosi anak akan terjadi pada usia 13 – 15 tahun pada pria dan 12 – 14 tahun
pada wanita. Saat itulah yang dinamakan masa pubertas yaitu masa peralihan dari masa anak-anak
menjadi remaja. Pada saat itu pula, mereka mulai tertarik kepada lawan jenisnya.
2. Kelelahan
Rasa lelah adalah momok yang paling menghantui pasangan pada jaman ini dalam melakukan
hubungan seks. Apalagi dengan meningkatnya tuntutan hidup, sang wanita harus ikut bekerja di luar
rumah demi mencukupi kebutuhan sehari-hari. Pada waktu suami istri pulang dari kerja, mereka
akan merasa lelah. Dan pasangan yang sedang lelah jarang merasakan bahwa hubungan seks
menarik minat. Akhirnya mereka memilih untuk tidur. Kelelahan bisa menyebabkan bertambahnya
usaha yang diperlukan untuk memuaskan kebutuhan lawan jenis dan merupakan beban yang
membuat kesal yang akhirnya bisa memadamkan gairah seks.
3. Konflik
Sebagian pasangan memainkan pola konflik merusak yang berwujud sebagai perang terbuka
atau tidak mau berbicara sama sekali satu sama lain. Konflik menjadi kendala hubungan emosional
mereka. Bahkan ini bisa menggeser proses foreplay. Pasangan dapat mempertajam perselisihan
mereka dengan menghindari seks atau mengeluarkan ungkapan negatif atau membandingkan
dengan orang lain, yang sangat melukai perasaan pasangannya. Kemarahan dan kecemasan yang
tidak terpecahkan bisa menyebabkan sejumlah masalah seksual antara lain masalah ereksi, hilang
gairah atau sengaja menahan diri untuk tidak bercinta. Perbedaan antara satu orang dan lainnya
biasanya tidak baik dan tidak juga buruk. Jadi haruslah dipandang hanya sebagai perbedaan.
Kemarahan, ketegangan atau perasaan kesal akan selalu menghambat gairah seks.
4. Kebosanan
Seperti halnya menggosok gigi atau menyetel alarm jam, seks bisa dianggap seperti “kerja
malam”. Hubungan seks yang rutin sebelum tidur sering menjadi berlebihan sampai ke suatu titik
yang membosankan. Yang mendasari rasa bosan itu adalah kemarahan yang disadari atau tidak
disadari karena harapan anda tidak terpenuhi. Masalah ini diderita oleh kebanyakan pasangan yang
sudah hidup bersama bertahun-tahun. Sebagian pasangan yang sudah hidup bersama untuk jangka
waktu yang lama merasa kehilangan getaran kenikmatan yang datang ketika melakukan hubungan
seks dengan pasangan yang baru. Orang demikian melihat rayuan penguat ego, dibandingkan bila
bersenggama dengan mitra baru.
Kemampuan yang dapat sangat membantu tidak hanya memfasilitasi pasien dalam
mengekspresikan kekhawatiran mereka mengenai kesulitan seksual, tetapi juga dengan
mendengarkan secara empati. Tidak jarang, ini merupakan pertama kali pasien benar-benar
mengutarakan masalah mereka dan mampu melakukannya, makamasalah dan kemungkinan-
kemungkinan penyebabnya lebih mudah dibawa ke dalam perspektif. Pada banyak kasus, mungkin
tidak tersedia informasi mengenai respons seksual normal dan apa yang dapat diharapkan. Hal ini
dapat dengan mudah diperbaiki. Contoh-contoh umum adalah asumsi bahwa pasangan harus
mencapai orgasme bersama-sama atau bahwa pihak wanita harus mengalami orgasme hanya
melalui hubungan per vaginam.
Dengan cara berbicara dengan pasangan,kita dapat membantu mereka untuk lebih
memahami satu sama lain dan mengetahui arti pengalaman seksual bagi masing-masing.
Mendorong pasangan untuk berbicara secara lebih terbuka dan nyaman mengenai perasaan-
perasaan seksual mereka sering merupakan hal yang sangat penting, karena cara tersebut dapat
membuka jalan bagi pasangan untuk menyelesaikan sendiri masalahnya.
( Glasier: 2005 )
BAB IV
A. Pengkajian
1. Sebelum berinteraksi dengan setiap klien tentang seksualitas dan reproduksi, perawat haruntang
klien atas melakukan pengkajian diri; perilaku dan nilai-nilai personal akan sangat besar
mempengaruhi asuhan keperawatan yang diberikan
2. Riwayat seksual melibatkan pengumpulan informasi tentang klien atau pasangan seperti:
B. Diagnosis keperawatan
1. Kurang pengetahuan
2. Disfungsi seksual
4. Ansietas
C. Perencanaan dan Identifikasi hasil
1. Klien dan pasangannya akan memiliki pengetahuan tentang reproduksi dan seksualitas
D. Implementasi
a. Beri klien atau pasangannya informasi spesifik tentang struktur dan fungsi sistem reproduksi
b. Sarankan cara-cara untuk meringankan rasa tidak nyaman pada sistem reproduksi dan cara
mencegah penyakit reproduksi
b. Rancang perawatan yang menunjukkan penerimaan terhadap seluruh pilihan gaya hidup yang sama.
e. Rujuk klien yang memiliki masalah-masalah kompleks pada profesional yang spesialisasinya masalah
seksual.
a. Beri kesempatan pada klien atau pasangannya untuk membahas perasaan-perasaan dan masalah
seksual secara terbuka
E. Evaluasi hasil
1. Klien atau pasangan mengetahui struktur dan fungsi sistem reproduksi dan seksualitas
2. Klien atau pasangan melaporkan pencapaian fungsi seksual yang optimal dan hubungan seksual yang
memuaskan
3. Klien atau pasangan melaporkan ansietas berkurang yang terkait dengan masalah reproduksi dan
seksual.
(Stright: 2004)
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Sedangkan menurut WHO dalam Mardiana (2012) seksualitas adalah suatu aspek inti
manusia sepanjang kehidupannya dan meliputi seks, identitas dan peran gender, orientasi seksual,
erotisme, kenikmatan, kemesraan dan reproduksi. Fungsi dari seksualitas itu sendiri yaitu sebagai
Kesuburan, Kenikmatan, Mempererat ikatan dan meningkatkan keintiman pasangan, Menegaskan
maskulinitas atau feminitas, Meningkatkan harga diri, Mencapai kekuasaan atau dominasi dalam
hubungan, Mengungkapkan permusuhan, Mengurangi ansietas atau ketegangan, Pengambilan
resiko, Keuntungan materi. Seksualitas dipengaruhi oleh beberapa dimensi yakni dimensi
sosiokultural, dimensi agama dan etik, dimensi psikologis, dan dimensi biologis. Ada banyak
permasalahan seksualitas yang antara lain disebabkan oleh ketidaktahuan mengenai seks, kelelahan,
konflik, dan kebosanan.
B. Saran
Masalah seksual merupakan masalah subyektif dan karena diagnosis sering kali bergantung
pada kesadaran orang untuk memeriksakan diri, masalah/gangguan seksual sulit sekali untuk
diidentifikasi, ditangani dan dipantau, terutama jika masalahnya bersifat psikoseksual, untuk itu
sebagai seorang perawat perlu adanya promosi kesehatan seksual kepada masyarakat agar
masyarakat mengetahui dengan benar konsep seksualitas untuk meningkatkan kontrol dan
meningkatkan kesehatan seksual mereka. Apalagi kepada remaja yang rentan terlibat dalam perilaku
seksual yang beresiko yang menyebabkan infeksi menular seksual, kehamilan tidak diharapkan, dan
kesehatan seksual yang buruk.
DAFTAR PUSTAKA
Chandranita, Ida Ayu dkk. 2009. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta: EGC
Glasier, Anna dan Ailsa Gebbie diterjemahkan oleh Brahm U. 2005. Keluarga Berencana Dan Kesehatan
Reproduksi, E/4. Jakarta: EGC
Mardiana. Aktifitas Seksual Pra Lansia dan Lansia yang Berkunjung ke Poliklinik Geriatric RS Pusat
Angkatan Udara dr. Esanawati Antariksa Jakarta Timur tahun 2011. Skripsi. Depok. FKM UI
Reeder, Sharon J dkk diterjemahkan oleh Yati Afiyanti dkk. 2011. Keperawatan Maternitas: Kesehatan
Wanita, Bayi, & Keluarga. Jakarta: EGC
http://www.psychologymania.com/2012/09/dimensi-seksualitas.html