Anda di halaman 1dari 72

SKRIPSI

HUBUNGAN TINGKAT RETARDASI MENTAL DENGAN


TINGKAT KEMANDIRIAN KESEHATAN GIGI DAN
MULUT PADA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
DI SLBN 01 KIJANG LAMA TANJUNGPINANG

Untuk memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)


Pada program Studi S-1 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Hang Tuah Tanjungpinang

Oleh :
Irfan Maulana
111711013

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH
TANJUNGPINANG
2021
SKRIPSI
HUBUNGAN TINGKAT RETARDASI MENTAL DENGAN
TINGKAT KEMANDIRIAN KESEHATAN GIGI DAN
MULUT PADA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
DI SLBN 01 KIJANG LAMA TANJUNGPINANG

Untuk memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)


Pada program Studi S-1 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Hang Tuah Tanjungpinang

Oleh :
Irfan Maulana
111711013

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH
TANJUNGPINANG
2021

i
LEMBAR PERSETUJUAN
DIPERSYARATKAN UNTUK UJIAN SKRIPSI

Pembimbing I Pembimbing II

Ns. Liza Wati M.Kep Cian Ibnu Sina, S.Sos.,M.Si


NIK :11061 NIK : 11046

Mengetahui
Kepala Program Studi S1 Keperawatan
Stikes Hang Tuah Tanjungpinang

Ns. Zakiah Rahman S.Kep, M.Kep


NIK : 11085

Nama : Irfan Maulana

Nim : 111711013

Angkatan : 2020/2021

ii
SURAT PERNYATAAN

Bersama ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya

sendiri dan belum pernah dikumpulkan oleh orang lain untuk memperoleh gelar

dari berbagai jenjang pendidikan di perguruan tinggi manapun. Apabila

pernyataan saya ini tidak benar, maka saya bersedia dicabut gelar akademik yang

saya peroleh sehubungan dengan penulisan skripsi ini.

Tanjungpinang, 15 September 2021

Yang menyatakan

Irfan Maulana
NIM. 111711013

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah

memberikan rahmat dan hidayah-Nya, kepada penulis sehingga dapat

menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan berjudul “Hubungan Tingkat

Retardasi Mental Dengan Tingkat Kemandirian Kesehatan Gigi Dan Mulut Pada

Anak Berkebutuhan Khusus Di SLBN 01 Kijang Lama Tanjungpinang”

Skripsi ini disusun sebagai salah satu persyaratan untuk meraih gelar

Sarjana Keperawatan dalam menyelesaikan pendidikan di Stikes Hang Tuah

Tanjungpinang. Penyusunan skripsi ini tak lepas dari bimbingan dan bantuan dari

semua pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis ini mengucapkan terimakasih

pada:

1. Kolonel Laut (Purn) Wiwiek Liestyaningrum, S.Kp, M.Kep selaku Ketua

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Hang Tuah Tanjungpinang.

2. Ns. Yusnaini Siagian, S.Kep, M.Kep selaku Wakil Ketua I Sekolah Tinggi

Ilmu Kesehatan Hang Tuah Tanjungpinang.

3. Zakiah Rahman, S.Kep, Ns, M.Kep Kepala Program Studi Sarjana

Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Hang Tuah Tanjungpinang.

4. Ns. Liza Wati, M.Kep selaku pembimbing I yang selalu memberikan

masukan dan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

5. Cian Ibnu Sina, S.Sos.,M.Si selaku pembimbing II yang selalu bersedia

mengoreksi setiap penulisan pada skripsi ini serta memberikan kritikan

dan saran yang membangun kepada penulis.

iv
6. Bapak/ibu dosen dan staf Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Hang Tuah

Tanjungpinang yang telah memberikan ilmu pengetahuan, bimbingan,

nasehat serta dukungan selama perkuliahan.

7. Terimakasih untuk keluarga yang telah memberikan segala dukungan

moral, spiritual dan material yang telah diberikan, serta doa yang selalu

dipanjatkan untuk penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

ini dengan sebaiknya.

8. Teman-teman seperjuangan SI Keperawatan seangkatan yang telah

memberikan dukungan moril dalam penyusunan penulisan ini.

9. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari

kata sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran ataupun kritikan yang

membangun demi kesempurnaan penulis ini kedepannya. Sehingga, dapat

bermanfaat untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan.

Tanjungpinang, 15 September 2021

Penulis

v
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH TANJUNGPINANG
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

Laporan Penelitian
September 2021

Irfan Maulana

Hubungan Tingkat Retardasi Mental dengan Tingkat Kemandirian


Kesehatan Gigi dan Mulut pada Anak Berkebutuhan Khusus di SLBN 01
Kijang Lama Tanjungpinang

ABSTRAK

Kesehatan mulut merupakan hal penting untuk kesehatan secara umum dan
kualitas hidup. Anak merupakan usia rentan terhadap kesehatan mulut karena
masih memerlukan bantuan dari orang tua maupun keluarga untuk membimbing
dalam menjaga kebersihan gigi dan mulutnya, begitu pula pada anak
berkebutuhan khusus. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui Hubungan Tingkat
Retardasi Mental dengan Tingkat Kemandirian Kesehatan Gigi dan Mulut pada
Anak Berkebutuhan Khusus di SLBN 01 Kijang Lama Tanjungpinang. Penelitian
ini menggunakan desain analitik korelasional yang mengkaji hubungan antara
variabel. Sampel penelitian sebanyak 56 responden dengan menggunakan teknik
total sampling. Instrumen penelitian berupa kuesioner. Hasil analisis yang
diperoleh dari pengolahan data menggunakan uji Spearman Rank menunjukkan
bahwa ada hubungan tingkat retardasi mental dengan tingkat kemandirian
kesehatan gigi dan mulut pada anak berkebutuhan khusus dengan nilai ρ-value=
0,001. Diharapkan peran orangtua serta pendidik dalam memberikan edukasi
maupun konseling tentang kesehatan gigi dan mulut terhadap anak berkebutuhan
khusus sehingga mampu merawatnya secara mandiri.

Kata Kunci: retardasi mental, tingkat kemandirian, gigi dan mulut

Daftar Pustaka: 18 (2010-2020)

vi
DAFTAR ISI

Halaman Judul ..............................................................................................i


Lembar Persetujuan Ujian Skripsi ................................................................ii
Surat Pernyataan ..........................................................................................iii
Kata Pengantar .............................................................................................iv
Abstak ..........................................................................................................vi
Daftar Isi ......................................................................................................vii
Daftar Gambar ............................................................................................viii
Daftar Tabel ..................................................................................................x
Daftar Lampiran ...........................................................................................xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................1
B. Rumusan Masalah ............................................................................5
C. Tujuan Penelitian…………………………………………………...5
D. Manfaat Penelitian………………………………………………….6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Teori ....................................................................................7
B. Kerangka Teori ................................................................................26
C. Kerangka Konseptual Penelitian .....................................................26
D. Hipotesis Penelitian………………………………………………..27
BAB III METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian…………………………………………………..28
B. Waktu Dan Tempat Penelitian……………………………………. 28
C. Populasi Dan Sampel……………………………………………....29
D. Variabel Penelitian Dan Definisi Operasional……………………. 30
E. Teknik Pengumpulan Data……………………………………….. .32
F. Alat Pengumpulan Data…………………………………………....32
G. Uji Validitas Dan Reliabilitas……………………………………...33
H. Teknik Analisa Data…………………………………………….....34
I. Pertimbangan Etik………………………………………………....37

vii
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data .................................................................................39
B. Pengujian Persyaratan Analisis .......................................................42
C. Pengujian Hipotesis .........................................................................42
D. Pembahasan Hasil Penelitian ...........................................................42
E. Keterbatasan Penelitian ...................................................................52
BAB V KESIMPULAN, SARAN, DAN IMPLIKASI
A. Kesimpulan ......................................................................................53
B. Saran ................................................................................................54
C. Implikasi ..........................................................................................54
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................56

viii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.3 Kerangka Teori ......................................................................26

Gambar 2.2 Kerangka Konseptual Penelitian ...........................................26

ix
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Definisi Operasional..................................................................31

x
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Lembar Konsultasi Pembimbing I

Lampiran 2 : Lembar Konsultasi Pembimbing II

Lampiran 3 : Kuesioner Penelitian

Lampiran 4 : Surat Izin Pengambilan Data

Lampiran 5 : Surat Izin Validitas dan Reabilitas

Lampiran 6 : Surat Izin Penelitian

Lampiran 7 : Hasil Distribusi Frekuensi Responden

Lampiran 8 : Hasil Uji Valid dan Reliabilitas

Lampiran 9 : Hasil Uji Spearman Rank

Lampiran 10 : Master Tabel Penelitian

xi
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan kesehatan gigi dan mulut bertujuan untuk meningkatkan

kesehatan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujudnya

derajat kesehatan masyarakat yang optimal sehingga terciptanya masyarakat

yang hidup dengan perilaku hidup bersih dan sehat. Faktor utama yang

mempengaruhi kesehatan gigi dan mulut ialah perilaku kesehatan (Warni,

2019).

Kesehatan mulut merupakan hal penting untuk kesehatan secara umum

dan kualitas hidup. Mulut sehat berarti terbebas kanker tenggorokan, infeksi

dan luka pada mulut, penyakit gusi, kerusakan gigi, kehilangan gigi, dan

penyakit lainnya, sehingga tidak terjadi gangguan yang membatasi dalam

menggigit, mengunyah, tersenyum, berbicara, dan kesejahteraan psikososial.

Salah satu kesehatan mulut adalah kesehatan gigi (Prasasti, 2016).

Prevalensi anak berkebutuhan khusus yaitu sebanyak 6,2%. Angka anak

disabilitas di Indonesia yang terdapat di berbagai provinsi cukup

memprihatinkan. Angka ABK tertinggi terdapat di provinsi Sulawesi Tengah

7,0%, Gorontalo 5,4%, Sulawesi Selatan 5,3%, banten 5,0%, Sumatera Barat

5,0%. Sedangkan di pulau Jawa, Jawa Barat mendapatkan posisi kelima setelah

DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Jawa Timur dan Jawa Tengah yaitu sebanyak

2,8% (Kemenkes, 2018).

1
2

Anak merupakan usia rentan terhadap kesehatan mulut karena masih

memerlukan bantuan dari orang tua maupun keluarga untuk membimbing

dalam menjaga kebersihan gigi dan mulutnya begitu pula pada anak

berkebutuhan khusus yang memiliki resiko yang sangat tinggi pada masalah

kebersihan gigi dan mulutnya karena memiliki keterbatasan dalam dirinya

termasuk juga dalam tingkat kemandirian (Nugraheni, 2020).

Kemandirian pada anak terutama usia sekolah berbeda dengan

kemandirian pada usia remaja atau dewasa. Kemandirian pada anak usia

sekolah adalah kemampuan yang terkait dengan tugas perkembangannya yang

meliputi belajar makan, berbicara, koordinasi tubuh, kontak perasaan dengan

lingkungan, pembentukan pengertian dan belajar moral. Anak jika mampu

dalam melakukan tugas perkembangan, maka anak tersebut memenuhi syarat

kemandirian (Anggraini, 2016).

Kemandirian bagi anak berkebutuhan khusus bertujuan untuk

mempersiapkan diri (tidak bergantung pada orang lain), bertanggung jawab,

kreatif dan aktif serta dapat berdiri sendiri sesuai dengan kondisi dan

kemampuan yang dimiliki. Kemandirian pada anak berkebutuhan khusus

meliputi berbagai aspek dalam kehidupan, salah satunya adalah kemandirian

dalam aspek kesehatan yaitu kemandirian dalam melakukan perilaku sehat

salah satunya kesehatan gigi dan mulut (Widyawati, 2016).

Kesehatan gigi dan mulut merupakan salah satu bagian yang tidak dapat

dipisahkan dari kesehatan tubuh secara keseluruhan. Salah satu indikator

kesehatan gigi dan mulut yaitu tingkat kebersihan gigi dan mulut. Kesehatan

gigi dan mulut adalah hal terpenting dalam kesehatan secara keseluruhan.

Perawatan kesehatan gigi menjadi hal yang perlu di perhatikan bagi semua
3

manusia, tidak terkecuali pada anak berkebutuhan khusus (ABK) (Christiono,

2018).

Hal tersebut apabila tidak dicegah akan mengalami beberapa masalah

dalam gigi sebagai berikut pelikel, materi alba, debris, kalkulus, dan plak gigi.

Plak merupakan deposit lunak yang membentuk lapisan biofilm dan melekat

pada permukaan gigi dan gusi serta permukaan jaringan keras yang buruk

dapat meningkatkan terjadinya karies dan penyakit periodontal. Pada anak

kebutuhan khusus dalam menjaga kebersihan mulut sangat perlu diperhatikan

karena beda dengan anak normal pada umunya (Ticoalu, 2017).

Anak berkebutuhan khusus merupakan anak yang memiliki keterbatasan

mental, fisik dan emosi yang berbeda dengan anak normal. Anak berkebutuhan

khusus mengalami gangguan dalam berkembang, baik dari segi fisik maupun

mental serta memerlukan pelayanan yang spesifik. Berbeda dengan anak pada

umumnya, mereka mengalami hambatan dalam belajar dan perkembangan baik

permanen (Nugraheni, 2020).

Anak berkebutuhan khusus yang mempunyai gangguan perkembangan

antara lain tuna netra (kehilangan indera penglihatan), tuna rungu (keterbatasan

pada pendengaran dan berbicara), tuna grahita (retardasi mental), tuna daksa

(keterbatasan pada kondisi fisik atau motorik), tuna laras (karakteristik anak

yang sering membuat keonaran secara berlebihan), autisme (anak dengan

kelainan pada ketidakmampuan berbahasa), hiperaktif (suatu gejala yang

diakibatkan oleh faktor kerusakan pada otak, kelainan emosional dan kurang

dengar), anak dengan gangguan pada waktu belajar (siswa yang sering kali

mempunyai prestasi rendah dalam bidang akademik tertentu seperti membaca,


4

menulis, dan berhitung), serta anak dengan kelainan perkembangan ganda

(tunaganda) (Prasko, 2020).

Individu berkebutuhan khusus memiliki tingkat kesehatan dan kebersihan

gigi dan mulut yang lebih rendah dibandingkan dengan individu normal.

Tingkat pengetahuan tentang menjaga kesehatan gigi dan mulut yang rendah

menyebabkan tingginya permasalah kesehatan gigi dan mulut. Hal terpenting

menjadi fokus untuk meningkatkan kesehatan mandiri terhadap kesehatan gigi

dan mulut ialah di Sekolah Luar Biasa (SLB).

Sekolah Luar Biasa (SLB) adalah sekolah khusus bagi anak usia sekolah

yang memiliki ”kebutuhan khusus” dimana Lembaga pendidikan SLB adalah

lembaga pendidikan yang bertujuan membantu peserta didik yang menyandang

kelainan fisik atau mental, perilaku dan sosial agar mampu mengembangkan

sikap, pengetahuan, dan keterampilan sebagai pribadi maupun anggota

masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan

sosial, budaya, dan alam sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan

dalam dunia kerja atau mengikuti pendidikan lanjutan

Salah satu indikator kesehatan gigi dan mulut adalah tingkat kebersihan

gigi dan mulut. Hal tersebut dapat dilihat secara klinis dari ada tidaknya

deposit-deposit organik, seperti pelikel, materia alba, debris, kalkulus, dan plak

gigi. Plak merupakan deposit lunak yang membentuk lapisan biofilm dan

melekat pada permukaan gigi dan gusi serta permukaan jaringan keras lainnya

dalam rongga mulut. Kebersihan gigi dan mulut merupakan suatu tindakan

untuk membersihkan gigi dan gusi untuk mencegah penyakit gigi dan mulut

(Nuraskin, 2020).
5

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah “Apakah ada hubungan tingkat retardasi mental dengan

tingkat kemandirian kesehatan gigi dan mulut pada anak berkebutuhan khusus

di SLBN 01 Kijang Lama Tanjungpinang 2021 ”?

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan tingkat retardasi mental dengan tingkat

kemandirian kesehatan gigi dan mulut pada anak berkebutuhan khusus

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui karakteristik responden berdasarkan umur dan jenis kelamin

di SLBN 01 Kijang Lama Tanjungpinang 2021.

b. Diketahui distribusi frekuensi tingkat retardasi mental dengan kesehatan

gigi dan mulut pada anak kebutuhan khusus di SLBN 01 Kijang Lama

Tanjungpinang 2021.

c. Diketahui distribusi frekuensi tingkat retardasi mental dengan kesehatan

gigi dan mulut pada anak kebutuhan khusus di SLBN 01 Kijang Lama

Tanjungpinang 2021.

d. Diketahui hubungan tingkat retardasi mental dengan tingkat kemandirian

kesehatan gigi dan mulut pada anak berkebutuhan khusus di SLBN 01

Kijang Lama Tanjungpinang 2021


6

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat aplikasi

a. Bagi ilmu keperawatan

Hasil penelitian ini dapat digunakan dalam mengembangkan pengeta

huan ilmu keperawatan terutama mengenai hubungan tingkat retardasi

mental dengan tingkat kemandirian kesehatan gigi dan mulut pada anak

kebutuhan khusus

b. Bagi pelayanan keperawatan

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan

pengetahuan mengenai kesehatan gigi dan mulut.

2. Manfaatkan akademik/teoritis/keilmuan

a. Bagi institusi pendidikan

Diharapkan dapat menjadi bahan masukan, informasi dan umpan

balik bagi proses pembelajaran serta menjadi sumbangan penelitian atau

untuk peneliti yang akan datang.

b. Manfaat bagi peneliti

Menambah pengalaman dan pengetahuan mengenai penelitian

hubungan tingkat retardasi mental dengan tingkat kemandirian kesehatan

gigi dan mulut pada anak kebutuhan khusus.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Teori

1. Konsep Retardasi Mental

a. Pengertian

Retardasi mental adalah keadaan dengan intelegensi kurang

(abnormal) sejak masa perkembangan (sejak lahir atau sejak masa kanak-

kanak) atau keadaan kekurangan inteligensi sehingga daya guna sosial

dan dalam pekerjaan seseorang menjadi terganggu (Sunaryo, 2012).

Retardasi mental adalah keadaan dengan intelegensi yang kurang

(subnormal) sejak masa perkembangan (sejak lahir atau masa anak)

dengan perkembangan mental yang kurang secara keseluruhan (Maramis,

2005 dalam Prabowo, 2014).

Menurut American Assosiation on Mental Defeciency (AAMD),

Retardasi mental adalah suatu ketidakmampuan fungsi intelektual, secara

umumnya lamban, yaitu memiliki IQ kurang dari 84, muncul sebelum

usia 16 tahun, dan disertai dengan hambatan dalam perilaku adaptif

(Pratiwi, 2013).

b. Penyebab Retardasi Mental

1) Retardasi mental primer

Kemungkinan factor keturunan (retardasi mental genetik) dan

kemungkinan tidak diketahui (retardasi mental simpleks).

7
8

2) Retardasi mental sekunder

Faktor luar yang diketahui dan mempengaruhi otak (prenatal,

perinatal, dan postnatal) misalnya infeksi/intoksikasi, rudapaksa,

gangguan metabolisme/gizi, penyakit otak, kelainan kromosom,

prematuritas, dan gangguan jiwa berat (Sunaryo, 2012).

c. Tanda-Tanda Retardasi Mental

1) Taraf kecerdasannya intelegency question (IQ) sangat rendah

2) Daya ingat (memori) lemah.

3) Tidak mampu mengurus diri sendiri.

4) Acuh tak acuh terhadap lingkungan (apatis).

5) Minat hanya mengarah pada hal-hal sederhana.

6) Perhatiannya mudah berpindah-pindah (labil).

7) Miskin dan keterbatasan emosi (hanya perasaan takut, marah,

senang, benci dan terkejut).

8) Kelainan jasmani yang khas

d. Karakteristik umum retardasi mental

1) Retardasi metal ringan mungkin tidak terdiagnosis sampai anak

terkena memasuki sekolah, karena keterampilan sosial dan

komunikasinya mungkin adekuat dalam tahun- tahun prasekolah tetapi

saat anak menjadi lebih besar, defisit kognitif tertentu seperti

kemampuan yang buruk untuk berpikir abstrak dan egosentrik

mungkin membedakan dirinya dari anak lain dalam usianya.

Walaupun anak retardasi mental ringan mampu dalam fungsi

akademik pada tingkat pendidikan dasar dan keterampilan


9

kejuruannya adalah memadai untuk membantu dirinya sendiri dalam

beberapa kasus, asimilasi sosial mungkin sulit. Defisit komunikasi,

harga diri yang buruk, dan ketergantungan mungkin berperan dalam

relatif tidak adanya spontanitas sosialnya.

2) Retardasi mental sedang kemungkinan didiagnosis pada usia yang

lebih muda dibandingkan retardasi mental ringan karena keterampilan

komunikasi berkembang lebih lambat pada orang terretardasi mental

sedang, isolasi sosial dirinya mungkin dimulai pada tahun-tahun usia

sekolah dasar. Walaupun pencapaian akademik biasanya terbatas pada

pertengahan tingkat dasar, anak yang terretardasi mental sedang

mendapatkan keuntungan dari perhatian individual yang dipusatkan

untuk mengembangkan keterampilan menolong diri sendiri. Anak-

anak dengan retardasi mental sedang menyadari kekurangannya dan

seringkali merasa diasingkan oleh teman sebayanya dan merasa

frustasi karena keterbatasanya. Mereka terus membutuhkan

pengawasan yang cukup tetapi dapat menjadi kompeten dalam

pekerjaan yang dilakukan dalam kondisi yang mendukung

3) Retardasi mental berat tergolong diistilahkan sebagai idiot atau perlu

rawat. Anak-anak golongan ini memperlukan pengawasan yang luas

karena keterbatasan mental untuk menolong dirinya sendiri dalam

bertahan hidup, rasanya sulit bagi anak-anak golongan ini. Kadang

berjalan, makan, dan membersihkan diri perlu dibantu oleh orang lain.

dan memperlukan pengawasan yang luas.


10

4) Retardasi mental sangat berat Anak- anak dengan retardasi mental

sangat berat memerlukan pengawasan yang terus menerus dan sangat

terbatas dalam keterampilan komunikasi dan motoriknya.

e. Penatalaksanaan Retardasi Mental

Bentuk penatalaksanaan retardasi mental dapat dibedakan menjadi

dua, yaitu penatalaksanaan bagi anak retardasi mental itu sendiri dan

penatalaksanaan bagi keluarga sebagai caregiver bagi anak retardasi

mental.

1) Penatalaksanaan psikiatri

a) Psikoedukasi

Salah satu bagian yang tidak kalah pentingnya adalah

pendidikan bagi keluarga anak retardasi mental. Orang tua

disarankan untuk menjalani konsultasi dengan tujuan mengatasi

frustasi, rasa bersalah, perasaan tidak berdaya, penyangkalan dan

perasaan marah terhadap anak. Selain itu orangtua dapat berbagi

informasi mengenai penyebab, pengobatan dan perawatan anak

kepada tenaga kesehatan.

b) Psikoterapi

Kegiatan psikoterapi ini diwujudkan dalam bentuk latihan dan

pendidikan yang biasanya diterapkan di sekolah luar biasa.

Psikoterapi diberikan kepada anak yang mengalami retardasi

mental baik secara individu ataupun kelompok. Jenis psikoterapi

yang dapat dipilih yaitu terapi baca, terapi perilaku, terapi bicara,

terapi bermain, terapi menulis, terapi okupasi, terapi musik, dan


11

psikoterapi lainnya yang dapat menunjang pengoptimalan

kemampuan anak (Prabowo, 2014).

c) Psikofarmaka

Tidak ada pengobatan khusus untuk anak retardasi mental,

pengobatan dilakukan jika anak mengalami keadaan khusus seperti

gelisah, hiperaktif dan destruktif (Prabowo, 2014). Terapi

farmakologi dipilih bukan sebagai prioritas utama dalam

penatalaksanaan anak retardasi mental.

2) Penatalaksanaan keperawatan jiwa untuk retardasi mental

Terapi keperawatan jiwa yang dapat diterapkan sebagai

penatalaksanaan bagi anak retardasi mental.

a) Terapi individu

Bentuk terapi individu pada anak retardasi mental yaitu terapi

perilaku. Terapi ini digunakan untuk mengintervensi perilaku

individu ke arah yang lebih baik, bisa diberikan dengan latihan

moral dengan memberikan penjelasan kepada anak retardasi mental

tentang apa yang baik dan yang tidak baik dan juga latihan dirumah

berupa pelajaran mengenai makan sendiri, berpakaian sendiri dan

kebersihan badan (Prabowo, 2014)

2. Konsep Anak Kebutuhan Khusus (ABK)

a. Pengertian

Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki perbedaan

dengan anak normal diusianya. Anak dikatakan berkebutuhan khusus jika


12

ada suatu kekurangan atau bahkan lebih dalam dirinya. Penjelasan

tersebut menjelaskan bahwa anak berkebutuhan khusus adalah anak yang

memiliki suatu perbedaan atau lebih yang membedakannya dengan anak

normal diusianya (Supriyanto, 2016).

Anak dengan berkebutuhan khusus merupakan anak yang berbeda

dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukkan pada

ketidakmampuan mental, emosi atau fisik. Istilah lain bagi anak

berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa dan anak yang memiliki

keterbatasan. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang secara

pendidikan membutuhkan layanan yang spesifik yang berbeda dengan

anak-anak pada umumnya (Desiningrum, 2016).

Anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan karakteristik khusus

yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan

ketidakmampuan mental, emosi ataupun fisik. Selanjutnya dijelaskan

pula bahwa anak berkebutuhan khusus adalah anak yang secara

signifikan mengalami penyimpangan/kelainan (mental-intelektual, fisik,

sosial dan emosional) dalam proses pertumbuhkembangannya

dibandingkan dengan anak normal diusianya sehingga membutuhkan

pelayanan pendidikan khusus (Riati, 2017).

Beberapa definisi ddiatas dapat disimpulkan anak berkebutuhan

khusus adalah anak yang memiliki karakteristik unik yang merupakan

kelainan (mental-intelektual, fisik, emosional dan sosial) dalam

perkembangannya sehingga membutuhkan pelay nan pendidikan khusus.


13

b. Jenis Anak Kebutuhan Khusus

Ada beberapa klasifikasi anaka kebutuhan khusus menurut Riati

(2017, antara lain

1) Kelainan Mental

a) Mental Tinggi

Sering dikenal dengan anak berbakat intelektual, dimana selain

memiliki kemampuan intelektual di atas rerata normal yang

signifikan juga memiliki kreativitas dan tanggung jawab terhadap

tugas.

b) Mental rendah

Kemampuan mental rendah atau kapasitas intelektual (IQ) di

bawah rerata dapat dibagi menjadi 2 kelompok yaitu anak lamban

belajar (slow learners) yaitu anak yang memiliki IQ antara 70 – 90.

Sedangkan anak yang memiliki IQ di bawah 70 dikenal dengan

anak berkebutuhan khusus dalam kelompok tunagrahita.

c) Berkesulitan Belajar Spesifik

Berkesulitan belajar berkaitan dengan prestasi belajar (achivement)

yang diperoleh siswa. Anak berkesulitan belajar spesifik adalah

anak yang memiliki kapasitas intelektualnormal ke atas tetapi

memiliki prestasi belajar rendah pada bidang akademik tertentu

2) Kelainan Fisik

a) Kelainan Tubuh (Tunadaksa)

Adanya kondisi tubuh yang menghambat proses interaksi dan

sosialisasi individu meliputi kelumpuhan yang dikarenakan polio,


14

dan gangguan pada fungsi syaraf otot yang disebabkan kelayuhan

otak (cerebral palsy), serta adanya kehilangan organ tubuh

(amputasi).

b) Kelainan indera Penglihatan (Tuna netra)

Seseorang yang sudah tidak mampu menfungsikan indera

penglihatannya untuk keperluan pendidikan dan pengajaran

walaupun telah dikoreksi dengan lensa. Kelainan penglihatan dapat

dikelompokkan menjadi 2 yaitu buta dan low vision.

c) Kelaianan Indera Pendengaran (Tuna rungu) Kelainan pendengaran

adalah seseorang yang telah mengalami kesulitan untuk

menfungsikan pendengaranya untuk interaksi dan sosialisasi

dengan lingkungan termasuk pendidikan dan pengajaran. Kelainan

pendengaran dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu tuli (the deaf)

dan kurang dengar (hard of hearing).

d) Kelainan Wicara

Seseorang yang mengalami kesulitan dalam mengungkapkan

pikiran melalui bahasa verbal, sehingga sulit bahkan tidak dapat

dimengerti orang lain. Kelainan wicara ini dapat bersifat fungsional

dimana mungkin disebabkan karena ketunaruguan, dan organik

yang memang disebabkan adanya ketidaksempurnaan organ wicara

maupun adanya gangguan pada organ motoris yang berkaitan

dengan wicara
15

3) Kelainan Emosi

a) Gangguan Perilaku

Mengganggu di kelas, tidak sabaran–terlalu cepat bereaksi, tidak

menghargai–menentang, menyalahkan orang lain, kecemasan

terhadap prestasi di sekolah, dependen pada orang lain, pemahaman

yang lemah, reaksi yang tidak sesuai, melamun, tidak ada

perhatian, menarik diri

b) Gangguan Konsentrasi (ADD/Atention Deficit Disorder)

Enam atau lebih gejala inattention, berlangsung paling sedikit 6

bulan, ketidakmampuan untuk beradaptasi, dan tingkat

perkembangannya tidak konsisten. Gejala-gejala inattention

tersebut ialah, sering gagal untuk memperhatikan secara detail, atau

sering membuat kesalahan dalam ekerjaan sekolah atau aktivitas

yang lain.Sering kesulitan untuk memperhatikan tugas-tugas atau

aktivitas permainan.Sering tidak mendengarkan ketika orang lain

bicara.Sering tidak mengikuti instruksi untuk menyelesaikan

pekerjaan sekolah.Kesulitan untuk mengorganisir tugas-tugas dan

aktivitas-aktivitas. Tidak menyukai pekerjaan rumah dan pekerjaan

sekolah.Sering tidak membawa peralatan sekolah seperti pensil

buku dan sebagainya.Sering mudah beralih pada stimulus luar.

Mudah melupakan terhadap aktivitas sehari-hari.


16

c) Anak Hiperaktive (ADHD/Atention Deficit with Hiperactivity

Disorder)

Perlaku tidak bisa diam. Ketidakmampuan untuk memberi

perhatian yang cukup lama. Hiperaktivitas, aktivitas motorik yang

tinggi, mudah buyarnya perhatian, canggung, Infleksibilitas,

toleransi yang rendah terhadap frustrasi, berbuat tanpa dipikir

akibatnya

c. Faktor Anak Berkebutuhan Khusus

Menurut Irwanto, Kasim, dan Rahmi (2010), secara garis besar

faktor penyebab anak berkebutuhan khusus jika dilihat dari masa

terjadinya dapat dikelompokkan dalam 3 macam, yaitu :

1) Faktor penyebab anak berkebutuhan khusus yang terjadi pada pra

kelahiran (sebelum lahir) yaitu masa anak masih berada didalam

kandungan telah diketahui mengalami kelainan dan keturunan.

Kelainan yang terjadi pada masa prenatal, berdasarkan

periodisasinya dapat terjadi pada periode embrio, periode janin

muda, dan periode aktini (sebuah protein yang penting dalam

mempertahankan bentuk sel dan bertindak bersama-sama dengan

mionin untuk menghasilkan gerakan sel). Antara lain gangguan

Genetika (kelainan kromosom, Transformas). Infeksi kehamilan,

usia ibu hamil, keracunan saat hamil, keguguran dan lahir

prematur.

2) Faktor penyebab ABK yang terjadi selama proses kelahiran yang

dimaksud adalah anak mengalami kelaianan pada saat proses


17

melahirkan. Ada beberapa sebab kelainan saat anak dilahirkan,

antara lain anak lahir sebelum waktunya, lahir dengan bantuan alat,

posisi bayi tidak normal, analgesik (penghilang nyeri) dan

anesthesia (keadaan nekrosis), kelainan ganda atau karena

kesehatan bayi yang kurang baik. Proses kelahiran lama, prematur,

kekurangan oksigen, kelahiran dengan alat bantu dan kehamilan

terlalu lama >40 minggu.

3) Faktor penyebab ABK yang terjadi setelah proses kelahiran yaitu

masa dimana kelainan itu terjadi setelah bayi dilahirkan atau saat

anak dalam masa perkembangan. Ada beberapa sebab kelainan

setelah anak dilahirkan antara lain infeksi bakteri (TBC/virus).

Kekurangan zat makanan (guzi, nutrisi), kecelakaan dan keracunan.

3. Kesehatan Gigi dan Mulut

a. Pengertian

Gigi dan mulut merupakan bagian penting yang harus dipertahankan

kebersihannya sebab melalui organ ini berbagai kuman dapat masuk.

Higiene mulut membantu mempertahankan status kesehatan mulut, gigi,

gusi, dan bibir, menggosok dan membersihkan gigi dari partikel-partikel

makanan, plak, bakteri, memasase gusi, dan mengurangi

ketidaknyamanan yang dihasilkan dari bau dan rasa yang tidak nyaman.

Beberapa penyakit yang mungkin muncul akibat perawatan gigi dan

mulut yang buruk adalah karies, gingivitis (radang gusi), dan sariawan.
18

Higiene mulut yang baik memberikan rasa sehat dan selanjutnya

menstimulasi nafsu makan (Mubarak, 2015).

Gosok gigi merupakan upaya atau cara yang terbaik untuk perawatan

gigi dan dilakukan paling sedikit dua kali dalam sehari yaitu pagi dan

pada waktu akan tidur. Dengan menggosok gigi yang teratur dan benar

maka plak yang ada pada gigi akan hilang. Hindari kebiasaan menggigit

benda-benda yang keras dan makan makanan yang dingin dan terlalu

panas. Gigi yang sehat adalah gigi yang rapi, bersih, bercahaya, gigi tidak

berlubang, dan didukung oleh gusi yang kencang dan berwarna merah

muda. Pada kondisi normal, dari gigi dan mulut yang sehat ini tidak

tercium bau tak sedap. Kondisi ini hanya dapat dicapai dengan perawatan

yang tepat (Rahmawati, 2019).

b. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesehatan Gigi dan Mulut

Faktor yang mempengaruhi kebersihan gigi dan mulut yaitu adanya

penumpukan sisa-sisa makanan, plak, kalkulus, material alba dan stain

pada permukaan gigi geligi menurut mahfoezd (2016) sebagai berikut

1) Sisa-sisa makanan (food debris)

Sisa-sisa makanan akan segera dilarutkan oleh enzim-enzim

bakterial, dan dibersihkan dari rongga mulut, namun masih terdapat

sisa-sisa makanan yang tertinggal pada gigi dan mukosa. Hal-hal yang

mempengaruhi kecepatan pembersihan makanan dalam mulut ialah

aliran saliva, lidah, pipi serta susunan gigi geligi dalam lengkung

rahang.
19

2) Plak

Plak adalah semua yang tertinggal pada gigi dan gingiva setelah

berkumur kuat. Plak yang sangat tipis (kurang dari 10-20 μ) baru

kelihatan dengan pewarnaan. Plak terdiri dari warna putih lunak,

kekuning-kuningan, hijau maupun berbutiran.

3) Kalkulus

Kalkulus adalah massa yang mengalami kalsifikasi yang

terbentuk dan melekat pada permukaan gigi, dan objek solid lainnya

yang ada dalam rongga mulut, misalnya gigi tiruan dan restorasi

4) Material Alba

Material alba merupakan deposit yang jarang dan lunak, berwarna

kekuningan, dan dapat ditemukan pada rongga mulut yang kurang

terjaga kebersihannya.

5) Stain Gigi

Substansi yang membentuk stain yang melekat erat pada

permukaan gigi sangat banyak dan harus dibersihkan secara khusus.

Stain mempunyai estetik yang kurang baik tetapi tidak menyebabkan

iritasi gingiva maupun berfungsi sebagai fokus deposisi plak.

c. Cara Merawat Gigi dan Mulut

Ada beberapa cara merawat gigi dan mulut menurut Rahmawaty

(2019), antara lain :

1) Tidak makan makanan yang terlalu manis dan asam.

2) Tidak menggunakan gigi untuk menggigit atau mencongkel benda

keras (misal membuka tutup botol).


20

3) Menghindari kecelakaan seperti jatuh yang dapat menyebabkan gigi

patah.

4) Memakai sikat gigi yang berbulu banyak, halus, dan kecil sehingga

dapat menjangkau bagian dalam gigi.

5) Meletakkan sikat pada sudut 45º di pertemuan antara gigi dan gusi dan

sikat menghadap ke arah yang sama dengan gusi.

6) Menyikat gigi dari atas ke bawah dan seterusnya.

d. Langkah-Langkah Merawat Gigi

Langkah-langkah merawat gigi menurut Rahmawaty (2019), antara

lain :

1) Ambil sikat gigi dan pasta gigi, peganglah sikat gigi dengan cara anda

sendiri, oleskan pasta gigi di sikat gigi.

2) Bersihkan permukaan gigi bagian luar yang menghadap ke bibir dan

pipi dengan cara menjalankan sikat gigi pelan-pelan dan naik turun.

Mulai pada rahang atas dan lanjutkan ke rahang bawah.

3) Bersihkan seluruh bagian gigi graham pada lengkung gigi sebelah

kanan dan kiri dengan gerakan maju mundur sebanyak 10-20 kali.

Lakukan pada rahang atas terlebih dahulu kemudian dilanjutkan

dengan rahang bawah.

4) Bersihkan permukaan gigi yang menghadap ke lidah dan langit-langit

dengan menggunakan teknik moditifikasi bass untuk lengkung gigi

sebelah kanan dan kiri. Lengkung gigi bagian depa dapat dilakukan

dengan cara memegang sikat gigi secara vertikal menghadap ke

depan. Menggunakan ujung sikat dengan gerakan menarik dari gusi


21

kearah mahkota gigi. Dilakukan pada rahang atas dan dilanjutkan

rahang bawah.

5) Terakhir sikat juga lidah dengan menggunakan sikat gigi atau sikat

lidah yang bertujuan untuk membersihkan permukaan lidah dari

bakteri dan membuat nafas menjadi segar. Berkumur sebagai langkah

terakhir untuk menghilangkan bakteri-bakteri sisa dari proses

menggosok gigi.

e. Pemeliharaan Kesehatan Gigi dan Mulut

1) Biasakan menyikat gigi pagi setelah makan dan sebelum tidur

2) Kurangi makanan manis dan lengket

3) Mengkonsumsi sayuran dan buah-buahan yang berserat dan berair

4) Cara menyikat gigi yang benar

5) Gunakan pasta gigi yang mengandung floride

6) Periksa gigi ke dokter gigi minimal 6 bulan sekali

4. Kemandirian

a. Pengertian

Istilah “kemandirian” berasal dari kata dasar “diri” yang mendapat

awalan “ke” dan akhiran “an”, kemudian membentuk satu kata keadaan

atau kata benda. Karena kemandirian berasal dari kata “diri”, maka

pembahasan mengenai kemandirian tidak bisa lepas dari pembahasan

tentang perkembangan diri itu sendiri, yang dalam konsep Carl Rogers

disebut dengan istilah self, karena diri itu merupakan inti dari

kemandirian (Desmiati, 2016)


22

Istilah kemandirian menunjukan adanya kepercayaan akan sebuah

kemampuan diri dalam menyelesaikan masalah tanpa bantuan dari orang

lain. Individu yang mandiri sebagai individu yang dapat menyelesaikan

masalah-masalah yang dihadapinya, mampu mengambil keputusan

sendiri, mempunyai inisiatif dan kreatif, tanpa mengabaikan lingkungan

disekitarnya. Menurut beberapa ahli “kemandirian” menunjukan pada

kemampuan psikososial yang mencakup kebebasan untuk bertindak,

tidak tergantung dengan kemampuan orang lain, tidak terpengaruh

lingkungan, dan bebas mengatur kebutuhanya sendiri (Nurhayati, 2016)

b. Bentuk-Bentuk Kemandirian

Menurut Robert Havighurst sebagaimana di kutip Desmita,

membedakan kemandirian atas empat bentuk kemandirian, yaitu :

1) Kemandirian Emosi

Merupakan kemampuan mengontrol emosi sendiri dan tidak

tergantung kebutuhan emosi orang lain

2) Kemandirian Ekonomi

Kemandirian ekonomi yaitu kemampuan meengatur ekonomi sendiri

dan tidak tergantungnya kebutuhan ekonomi pada orang lain.

3) Kemandirian Intelektual

Kemandirian itelektual yaitu kemampuan untuk mengatasi berbagai

masalah yang dihadapi

4) Kemandirian Sosial

Kemandirian sosial merupakan kemampuan untuk mengadakan

interaksi dengan orang lain dan tidak bergantung pada aksi orang lain.
23

c. Ciri-Ciri Kemandirian

1) Mandiri emosi adalah aspek kemandirian yang berhubungan dengan

perubahan pendekatan atau keterkaitan hubungan emosional individu

terutama sekali dengan orang tua atau orang dewasa lainya yang

banyak melakukan interaksi dengan dirinya

2) Mandiri bertindak adalah kemampuan untuk membuat keputusan

secara beba, menindaklanjuti, serta bertanggung jawab.

3) Mandiri berfikir adalah kebebasan memaknai seperangkat prinsip

tentang benar-salah, baik-buruk, dan apa yang berguna bagi dirinya.

d. Tingkat dan Karakteristik Kemandirian

Perkembangan kemandirian seseorang berlangsung secara bertahap

sesuai dengan tingkat perkembangan kemndirian tersebut. Menurut

Lovinger sebagaimana di kutip Desmita, mengemukakan tingkat

kemandirian dan karakteristik, yaitu :

1) Tingkat pertama adalah tingkat impulsif dan melindungi diri, yang

artinya seorang peserta didik bertindak spontanitas tanpa berfikir

terlebih dahulu. Ciri-cirinya adalah sebagai berikut :

a) Peduli terhadap kontrol dan keuntungan yang dapat diperoleh dari

interaksinya dengan orang lain

b) Mengikuti aturan secar sepontanistik dan hedonistic

c) Berfikir tidak logis dan tertegun pada cara berfikir tertentu

d) Cenderung meliht kehidupan sebagai zero-sum games

e) Cenderung menyalahkan orang lain dan mencela orang lain serta

lingkunganya
24

2) Tingkat kedua, adalah tingkat konformistik artinya seseorang

cenderung mengikuti penilaian orang lain. Ciri-cirinya sebagai

berikut:

a) Peduli terhadap penampilan diri dan penerimaan sosial

b) Cenderung berfikir streotype dan klise

c) Peduli dan konformatif terhadap aturan eksterna

d) Bertindak dengan motif yang dangkal untuk memperoleh pujian

e) Menyamar diri dalam ekspresi emosi dan kurangnya intropeksi

Perbedaan kelompok didasarkan atas ciri eksternal

f) Takut tidak diterima kelompok

g) Tidak sensitif terhadap keindividuan.

3) Tingkat ketiga, adalah tingkat sadar diri artinya proses mengenali

kepribadian dalam diri. Ciri-cirinya sebagai berikut :

a) Mampu berfikir alternative

b) Melihat berbagai harapan dan kemungkinan dalam situasi

c) Peduli untuk mengambil manfaat dari kesempatan yang ada

d) Menekan pada pentingnya memecahkan masalah

e) Memikirkan cara hidup.

4) Tingkat keempat adalah tingkat saksama (conscientious). Ciri-cirinya

sebagai berikut :

a) Bertindak atas dasar-dasar nilai internal

b) Mampu melihat diri sebagai pembuat pilihan dan pelaku tindakan

c) Mampu melihat keragaman emosi

d) Sadar akan tanggung jawab


25

e) Mampu melakukan kritik dan penilaian diri

f) Peduli akan hubungan mutualistic

g) Cenderung melihat peristiwa dalam kontek sosial

h) Berfikir lebih kompleks dan atas dasar pola analitis.

5) Tingkat kelima adalah tingkat individualitas artinya kepribadian yang

dapat membedakan diri dengan orang lain. Ciri-cirinya sebagai

berikut:

a) Peningkatan kesadaran individualitas

b) Kesadaran akan konflik emosional antara kemndirian dan

ketergntungan

c) Menjadi lebih toleran terhadap diri sendiri dan orang lain

d) Mengenal eksistensi perbedaan individual

e) Mampu bersikap toleran terhadap pertentangan dalam sebuah

kehidupan

f) Membedakan kehidupan internal dan kehidupan luar dirinya

g) Peduli akan perkembangan dan masalah-masalah sosial.


26

B. Kerangka Teori

Kerangka teori pada dasarnya merupakan penjelasan tentang teori yang

dijadikan landasan dalam suatu penelitian, dapat berupa rangkuman dari

berbagai teori yang dijelaskan dalam tinjauan pustaka (Dharma, 2016).


Retardasi mental Anak Kemandirian
berkebutuhan
Karakteristik : khusus Ciri-ciri kemandirian :
Ringan Emosi

Sedang Kebersihan gigi Ekonomi


dan mulut
Berat Intelektual
Sosial
Sangat berat

Gambar 2.3
Kerangka Teori

C. Kerangka Konseptual Penelitian

Definisi konseptual penelitian adalah suatu uraian dan visualisasi

hubungan dan kaitan antara variabel yang satu dengan yang lainnya

(Notoatmojo, 2018) pada konsep penelitian ini yang menjadi variabel

independen adalah kemandirian peningkatan dan variabel dependennya adalah

kesehatan gigi dan mulut pada anak berkebutuhan khusus

Variabel indenpenden Variabel dependen


Tingkat retardasi mental Tingkat kemandirian kesehatan
gigi dan mulut pada anak
berkebutuhan khusus

Gambar 2.3
Kerangka Konseptual Penelitian
27

D. Hipotesis

Hipotesis adalah suatu jawaban sementara dari pertanyaan hipotesis

berfungsi untuk menentukan ke arah pembuktian, artinya hipotesis ini

merupakan pertanyaan yang harus dibuktikan (Notoatmodjo, 2016). Hipotesis

dalam penelitian ini adalah ada :

1. HI : Ada hubungan tingkat retardasi mental dengan tingkat kemandirian

kebersihan gigi dan mulut pada anak berkebutuhan khusus di SLBN 01

Kijang Lama Tanjungpinang.


BAB III
METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Rancangan penelitian adalah keseluruhan rencana untuk mendapatkan

jawaban atas pertanyaan yang sedang dipelajari dan untuk menangani berbagai

tantangan terhadap bukti penelitian yang layak. Dalam merancang penelitian

ini, peneliti memutuskan mana yang spesifik yang akan diadopsi dan apa yang

akan mereka lakukan untuk meminimalkan dan meningkatkan interpretabilitas

hasil (Nursalam, 2020)

Penelitian ini menggunakan desain analitik korelasional yang mengkaji

hubungan antara variabel. Peneliti dapat mencari, menjelaskan suatu hubungan

antara variabel. Penelitian korelasional bertujuan mengungkapkan hubungan

korelatif antara variabel, dengan demikian pada rancangan penelitian

korelasional peneliti melibatkan minimal dua variabel (Sugiyono, 2016).

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di SLBN 01 Kijang Lama Tanjungpinang. Penelitian

terdiri dari tiga tahap yaitu

1. Tahap persiapan

Tahap persiapan dilakukan mulai Maret sampai April 2021. Kegiatan

pada tahap ini adalah pengajuan judul, studi pendahuluan, studi

kepustakaan, pengurusan surat izin pengambilan data, menyusun proposal,

konsultasi dengan pembimbing l dan pembimbing ll sampai mendapatkan

persetujuan.

28
29

2. Tahap pelaksanaan

Tahap pelaksanaan dilakukan mulai bulan Mei sampai Juni 2021.

Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah pengurusan surat izin

validitas dan reliabilitas, setelah itu membuat surat izin penelitian, kontrak

waktu dan tempat untuk melakukan penelitian, membagi lembar kuesioner

dan responden mengisi lembar kuesioner. Kemudian, data yang sudah

terkumpul akan dilakukan analisis.

3. Tahap penyusunan laporan

Penyusunan laporan dilakukan mulai bulan Juli sampai September

2021, pada tahap ini membuat hasil pengolahan data, menyusun laporan

hasil penelitian, konsultasi pembimbing l dan pembimbing ll sampai

mendapat persetujuan

4. Tempat penelitian

Di SLBN 01 Kijang Lama Tanjungpinang.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dijelaskan secara spesifik tentang siapa atau golongan mana

yang menjadi sasaran penelitian tersebut (Notoatmodjo, 2018). Populasi

dalam penelitian ini di SLBN 01 Kijang Lama Tanjungpinang pada anak

berkebutuhan khsusus kelas 1 dan 4 yaitu 56 orang.

2. Sampel

Sampel adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh

populasi (Notoatmodjo, 2018). Teknik pengambilan sampel pada penelitian


30

ini adalah dengan teknik total sampling. Prinsip utama total sampling adalah

pengambilan sampel bukan secara acak dimana pengambilan sampel yang

tidak didasarkan atas kemungkinan yang dapat diperhitungkan, tetapi

semata-mata hanya berdasarkan kepada segi-segi kepraktisan belaka.

Sampel dalam penelitian ini adalah keseluruhan anak berkebutuhan khusus

kelas 1-4 di SLBN 01 Kijang Lama Tanjungpinang berjumlah 56 orang.

a. Kriteria inklusi :

1) Anak dengan berkebutuhan khusus

2) Bersedia menjadi responden

3) Anak sedang tidak cacat fisik

b. Kriteria ekslusi

1) Anak yang sakit

2) Anak yang tidak bisa komunikasi

D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

1. Variabel Penelitian

Variabel adalah perilaku karakteristik yang memberikan nilai beda

terhadap sesuatu (benda, manusia dan lainnya) (Nursalam 2020).

a. Variabel indenpenden (Bebas)

Variabel indenpenden adalah variabel yang mempengaruhi atau

nilainya menentukan variabel lain (Nursalam, 2020). Variabel bebas

variabel yang mendahului atau mempengaruhi variabel terikat. Dalam

penelitian ini variabel bebasnya adalah tingkat kemandirian.


31

b. Variabel dependen (terikat)

Variabel yang dipengaruhi nilainya ditentukan oleh variabel lain

(Nursalam, 2020). Variabel terikat merupakan variabel yang menjadi

akibat tergantung pada variabel yang didahului. Dalam penelitian ini

vriabel terikatnya adalah kesehatan gigi dan mulut

2. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah suatu batasan yang digunakan untuk

membatasi ruang lingkup variabel-variabel yang diamati. Definisi

operasional digunakan untuk mengukur atau menilai variabel penelitian,

kemudia memberikan gambaran tentang variabel tersebut. Sehingga penting

untuk menjelaskan variabel penelitian meliputi variabel yang diteliti,

definisi operasional serta bagaimana melakukan pengukuran atau penilaian

terhadap variable.

Table 3.1
Definisi Oprasional

Variable Definisi Cara Ukur Alat Hasil Ukur Skala


Operasional Ukur

Independen Suatu Data Kuesioner 1. Ringan Ordinal


Tingkat ketidakmamp sekunder 2. Sedang
retardasi uan fungsi 3. Berat
mental intelektual

Dependen Tindakan Pengisian Kuesioner 1. Baik Ordinal


Tingkat untuk kuesioner 76-
kemandiria mengetahui dengan 100%
n kesehatan kebersihan pilihan : 2. Cukup
gigi dan gigi dan 1. Ya 56-
mulut pada mulut anak dengan 75%
anak retardasi nilai 1 3. Kurang
berkebutuh mental 2. Tidak < 56%
an khsusus dengan
nilai 0
32

E. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan oleh penulis sendiri. Rangkaian kegiatan

selama penelitian yaitu sebagai berikut :

1. Membuat jadwal penelitian

2. Membuat surat izin pengambilan data di SLBN 01Kijang Lama

Tanjungpinang

3. Mendapatkan surat balasan izin pengambilan data

4. Membuat surat izin di SLBN 01 Kijang Lama Tanjungpinang untuk

melakukan penelitian dengan membagi lembar kuesioner yang untuk uji

validitas dan reliabilitas.

5. Membuat surat izin penelitian di SLBN 01 Kijang Lama Tanjungpinang

6. Menjelaskan prosedur penelitian memberikan kuesioner

7. Membagikan lembar persetujuan untuk bersedia menjadi responden dalam

penelitian

8. Membagikan kuesioner tingkat kemandirian kesehatan gigi dan mulut.

F. Alat Pengumpulan Data

Instrumen merupakan alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti

dalam kegiatannya mengumpulkan data agar kegiatan tersebut menjadi

sistematis dan dipermudah olehnya (Arikunto, 2016). Alat yang digunakan

pada penelitian ini adalah dengan menggunakan kuesioner. Kuesioner

merupakan daftar pertanyaan yang sudah tersusun dengan baik, sudah matang

dan memberikan jawaban atau dengan memberikan tanda-tanda tertentu


33

(Notoatmodjo, 2018). Instrument yang digunakan pada penelitian ini adalah

dengan menggunakan lembar kuesioner berupa tingkat kemandirian kesehatan

gigi dan mulut dengan 15 pertanyaan.

G. Uji validitas dan reliabilitas

1. Uji validitas

Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar-

benar mengukur apa yang diukur (Notoatmodjo, 2018). Uji validitas akan

dilakukan di SLBN 01 Kota Piring Tanjungpinang. Uji valid menggunakan

person kolerasi diketahui valid jika p value ≤ 0,05.

Pada lembar kuesioner tingkat kemandirian kesehatan gigi dan mulut

pada anak berkebutuhan khusus terdapat 20 item pertanyaan dan valid

semuanya.

2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat

mengukur dapat dipercayai atau dapat diandalkan. Uji Reliabilitas adalah uji

yang dilakukan untuk mengetahui sebuah instrumen yang digunakan telah

reliabel. Suatu instrumen dianggap telah reliabel apabila instrumen tersebut

dapat dipercayai sebagai alat ukur data penelitian.

Penelitian uji reliabilitas dilakukan dengan rumus Croanbach’s Alpha

(Notoatmodjo, 2018). Hasil uji reabilitas di dapatkan nilai Croanbach’s

Alpha 0,953 > 0,60 di nyatakan reliabel.


34

H. Teknik Analisis Data

1. Prosedur Pengolahan Data

Dalam suatu penelitian, pengolahan data merupakan salah satu langkah

yang penting. Hal ini disebabkan karena data yang diperoleh langsung dari

penelitian masih mentah, belum memberikan informasi apa-apa dan belum

siap untuk disajikan. Untuk memperoleh penyajian data sebagai hasil yang

berarti dan kesimpulan yang baik, diperlukan pengolahan data

(Notoatmodjo, 2018). Setelah mengumpulkan data, maka dilakukan

pengolahan data dengan komputerisasi dengan tahap-tahap pengolahan data

sebagai berikut:

a. Editing

Pada tahap ini hasil dari kuesioner harus dilakukan penyuntingan

(editing) terlebih dahulu. Editing adalah kegiatan untuk pengecekan dan

perbaikan isian formulir atau kuesioner tersebut. Pada penelitian, peneliti

memeriksa kembali kuesioner yang telah diisi oleh responden.

b. Coding

Setelah semua kuesioner diedit atau disunting, selanjutnya dilakukan

peng “kodean” atau “coding”, yakni mengubah data berbentuk kalimat

atau huruf menjadi data angka atau bilangan. Pada penelitian umur 7-12

tahun diberi kode 1, sedangkan 13-17 tahun diberi kode 2. Jenis kelamin

diberikan kode “L” sedangkan perempuan diberi kode “P”. Variabel

tingkat retardasi mental diberikan kode ringan = 2, sedang = 2, berat = 3.


35

Variabel tingkat kemandirian diberi kode baik = 1, cukup = 2, kurang =

3.

c. Data Entry

Entry data, yakni memasukkan jawaban-jawaban dari kuesioner yang

diisi responden dimasukkan ke dalam program pengolahan data agar

dapat dianalisis. Data yang telah dimasukkan diolah dengan

menggunakan program komputer ke dalam master tabel. Setelah semua

isian kuesioner terisi penuh dan benar serta sudah melewati proses

pengkodingan maka langkah selanjutnya peneliti memproses data agar

dapat dianalisis.

d. Scoring

Data yang diolah telah dimasukkan dan diberikan penilaian angka

masing-masing sehingga data tersebut dapat dianalisis.

e. Cleanning

Apabila semua data dari setiap sumber data atau responden selesai

dimasukkan, perlu dicek kembali untuk melihat kemungkinan-

kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan kode, ketidaklengkapan dan

sebagainya, kemudian dilakukan pembetulan atau koreksi (Notoatmodjo,

2018).

2. Analisa data

a. Analisa Univariat

Analisis univariat bertujun untuk menjelaskan atau mendeskripsikan

karakteristik setiap variabel penelitian. Bentuk analisis univariat

tergantung dari jenis datanya (Notoatmodjo, 2018). Pada penelitian ini


36

analisis univariat dilakukan untuk mendeskripsikan karakteristik

responden menggunakan data kategorik, dan disajikan dalam bentuk

jumlah dan persentase. Adapun analisa univariat yang akan

dideskripsikan yaitu usia, jenis kelamin, pendidikan terakhir, agama dan

penyakit yang dialami.

b. Analisa Bivariat

Analisa bivariate merupakan analisa untuk mengetahui apakah ada

hubungan tingkat kemandirian kesehatan gigi dan mulut pada anak

berkebutuhan khusus. Analisa data penelitian ini menggunakan uji

spearman rank karena skala-skala datanya ordinal.

1) Dasar Pengambilan Keputusan

Jika nilai sig < 0,05 maka dapat disimpulkan terdapat korelasi

yang signifikan antara variabel yang dihubungkan. Sebaliknya, jika

nilai > 0,05 maka, dapat disimpulkan tidak terdapat korelasi yang

signifikan antara variabel yang dihubungkan.

2) Kriteria Tingkat Kekuatan Korelasi

1) 0,00 = tidak ada korelasi

2) 0,00 – 0,25 = korelasi sangat lemah

3) 0,26 – 0,50 = korelasi cukup

4) 0,51 – 0,75 = korelasi kuat

5) 0,76 – 0,99 = korelasi sangat kuat

6) 1,00 = korelasi sempurna

3) Kriteria Arah Korelasi


37

Jika koefisien korelasi bernilai positif, maka hubungan kedua

variabel dikatakan searah. Sebaliknya, jika koefisien korelasi bernilai

negatif maka hubungan kedua variabel tersebut tidak searah.

I. Pertimbangan Etik

Penelitian ini dilakukan setelah mendapatkan persetujuan komite etik dan

ijin penelitian dari SLBN 01 dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip etika

penelitian yaitu The five right of human subjects in research (Polit & Beck

dalam Kurniawan, 2015) lima hak tersebut adalah:

1. Respect for Autonomy

Responden memiliki hak untuk membuat keputusan secara sadar untuk

menerima atau menolak menjadi partisipan. Peneliti menjelaskan kepada

responden tentang proses penelitian yang meliputi pengisan koesioner

berupa data dan pernyataan serta melakukan tindakan lalu selanjutnya

responden diberi kebebasan untuk menentukan apakah bersedia atau

menolak berpartisipasi dalam penelitian.

2. Privacy atau dignity

Responden memiliki hak untuk dihargai tentang apa yag mereka

lakukan dan apa yang dilakukan terhadap mereka serta untuk mengontrol

kapan dan bagaimana informasi tentang mereka dibagi dengan orang lain.

Peneliti hanya melakukan wawancara pada waktu yang telah disepakati

dengan partisipan. Setting pemberian koesioner dan tindakan dibuat

berdasarkan pertimbangan terciptanya suasana santai, tenang dan kondusif

serta tidak diketahui oleh orang lain, kecuali keluarga responden.

3. Anonymity dan Confidentialy


38

Peneliti menjelaskan kepada responden bahwa identitasnya terjamin

kerahasiaannya dengan menggunakan pengkodean sebagai pengganti

identitas dari responden. Selain itu peneliti menyimpan seluruh dokumen

hasil pengumpulan data berupa lembar persetujuan mengikuti penelitian,

biodata, hasil transkip koesioner dalam tempat khusus yang hanya dapat

diakses oleh peneliti. Semua bentuk data hanya digunakan untuk keperluan

proses analisis sampai penyusunan laporan penelitian sehingga responden

tidak perlu takut data yang bersifat rahasia dan pribadi diketahui orang lain.

4. Justice

Peneliti memberikan kesempatan yang sama bagi responden yang

memenuhi kriteria untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Selain itu,

peneliti memberikan kesempatan yang sama dengan responden untuk

mengungkapkan perasaannya baik sedih maupun senang dan

mengungkapkan seluruh pengalamannya terkait pola asuh orang tua dengan

motivasi belajar pada pembelajaran daring

5. Benef icence dan Nonmaleficence

Penelitian ini tidak membahayakan responden dan peneliti telah

berusaha melindungi responden dari bahaya ketidaknyamanan (Protection

From Discomfort). Peneliti menjelaskan tujuan, manfaat, penggunaan

koesioner dan penggunaan data penelitian sehingga dapat dialami oleh

partisipan dan bersedia menandatangani surat ketersediaan berpartisipasi

atau Informed Consent. Selama proses penelitian berlangsung peneliti

memperhatikan beberapa hal yang dapat merugikan partisipan antara lain

kenyamanan, dan perubahan perasaan.


39
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data

Bab ini menguraikan tentang hasil penelitian Hubungan Tingkat

Retardasi Mental dengan Tingkat Kemandirian Kesehatan Gigi dan Mulut

pada Anak Berkebutuhan Khusus di SLBN 01 Kijang Lama Tanjungpinang,

terhadap 56 siswa/siswi yang memenuhi kriteria inklusi sampel penelitian.

Deskripsi data dari hasil penelitian menggunakan analisis univariat

bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik umur dan jenis kelamin.

Analisis bivariat bertujuan untuk melihat Hubungan Tingkat Retardasi Mental

dengan Tingkat Kemandirian Kesehatan Gigi dan Mulut pada Anak

Berkebutuhan Khusus. Penelitian ini menggunakan uji korelasi Spearman

Rank.

1. Analisa Univariat

Analisa univariat pada penelitian ini menggunakan frekuensi dimana

uji tersebut untuk mengetahui distrbusi karakteristik responden.

Berdasarkan perhitungan hasil analisa univariat sebagai berikut.

a. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin di

SLBN 01 Kijang Lama Tanjungpinang

Tabel 4.1
Karakteristik responden berdasarkan umur dan jenis kelamin
di SLBN 01 Kijang Lama Tanjungpinang

Karakteristik f %
Umur
7-12 52 92.9%
13-17 4 7,1%

39
40

Karakteristik f %
Jenis Kelamin
Laki-laki 31 55,4%
Perempuan 25 44,6%
Total 56 100%

Berdasarkan karakteristik responden umur dan jenis kelamin pada

tabel 4.1 dari 56 reponden terdapat sebagian besar responden berumur

7-12 tahun yaitu 52 responden (92,9%), dan sebagian besar responden

berjenis kelamin laki-laki yaitu 31 responden (55,4%).

b. Distribusi frekuensi tingkat retardasi mental pada anak kebutuhan

khusus di SLBN 01 Kijang Lama Tanjungpinang

Tabel 4.2

Distribusi frekuensi tingkat retardasi mental pada anak kebutuhan


khusus di SLBN 01 Kijang Lama Tanjungpinang

Tingkat Retardasi
F %
Mental
Ringan 16 28,6%
Sedang 35 62,5%
Berat 5 8,9%
Total 56 100%

Berdasarkan tabel 4.2 didapatkan sebagian besar responden dengan

retardasi mental sedang yaitu 35 repsonden (62,5%).

c. Distribusi frekuensi tingkat kemandirian kesehatan gigi dan mulut pada

anak kebutuhan khusus di SLBN 01 Kijang Lama Tanjungpinang


41

Tabel 4.3

Distribusi frekuensi tingkat kemandirian kesehatan gigi dan


mulut pada anak kebutuhan khusus di SLBN 01
Kijang Lama Tanjungpinang

Tingkat kemandirian
f %
kesehatan gigi dan mulut
Baik 0 0%
Cukup 0 0%
Kurang 56 100%
Total 56 100%

Berdasarkan tabel 4.3 didapatkan seluruh responden tingkat

kemandirian kesehatan gigi dan mulut kurang yaitu 56 responden

(100%).

2. Analisa Bivariat

Pada penelitian ini peneliti menggunakan uji korelasi Spearman Rank

untuk mengetahui Hubungan Tingkat Retardasi Mental dengan Tingkat

Kemandirian Kesehatan Gigi dan Mulut pada Anak Berkebutuhan Khusus.

Berdasarkan perhitungan hasil analisa bivariat sebagai berikut:

Tabel 4.4

Hubungan tingkat retardasi mental dengan tingkat kemandirian


kesehatan gigi dan mulut pada anak berkebutuhan khusus
di SLBN 01 Kijang Lama Tanjungpinang

Variabel Independen Koefisien Korelasi ρ value


Tingkat Retardasi Mental 0,727 0,001

Berdasarkan tabel 4.4 didapatkan ada hubungan yang signifikan

antara tingkat retardasi mental dengan tingkat kemandirian kesehatan

gigi dan mulut pada anak berkebutuhan khusus di SLBN 01 Kijang Lama

Tanjungpinang dengan p value 0,001 < (0,05) nilai koefisien korelasi


42

0,727 menyatakan kekuatan hubungan kuat dan arah hubungan positif.

Artinya semakin tinggi tingkat retardasi mental maka semakin rendah

tingkat kemandirian kesehatan gigi dan mulut pada anak berkebutuhan

khusus di SLBN 01 Kijang Lama Tanjungpinang.

B. Pengujian Persyaratan Analisis

Pengujian persyaratan analisis pada penelitian ini untuk menentukan

variabel yang dihubungkan yaitu kategori dengan kategori, dan untuk

menentukan jenis hipotesis yaitu korelatif. Serta menentukan skala variabel

yaitu ordinal dengan ordinal menggunakan uji Non-parametrik.

C. Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis pada penelitian ini menggunakan uji Non-parametric

Spearman Rank yaitu ada hubungan yang signifikan antara tingkat retardasi

mental didapatkan nilai ρ-value 0,001 dengan tingkat kemandirian kesehatan

gigi dan mulut pada anak berkebutuhan khusus di SLBN 01 Kijang Lama

Tanjungpinang.

D. Pembahasan Hasil Penelitian

1. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin di

SLBN 01 Kijang Lama Tanjungpinang

a. Umur

Berdasarkan umur dari 56 reponden terdapat responden berumur 7-

12 tahun yaitu 52 responden (92,9%), sedangkan responden berumur


43

13-17 tahun yaitu 4 responden (7,1%). Usia dalam penelitian ini

termasuk dalam tahap perkembangan anak usia sekolah Usia 6-18

tahun. Anak merupakan usia rentan terhadap karies dan penyakit mulut

lainnya karena masih memerlukan bantuan dari orang tua maupun

keluarga untuk membimbing dalam menjaga kebersihan gigi dan

mulutnya begitu pula pada anak berkebutuhan khusus yang memiliki

resiko yang sangat tinggi pada masalah kebersihan gigi dan mulutnya

karena memiliki keterbatasan dalam dirinya. Anak berkebutuhan khusus

merupakan anak yang memiliki keterbatasan mental, fisik dan emosi

yang berbeda dengan anak normal. Anak berkebutuhan khusus

mengalami gangguan dalam berkembang, baik dari segi fisik maupun

mentalnya serta memerlukan pelayanan yang spesifik. Berbeda dengan

anak pada umumnya, mereka mengalami hambatan dalam belajar dan

perkembangan baik permanen maupun temporer yang disebabkan oleh

faktor lingkungan, faktor dalam diri anak sendiri, atau kombinasi

keduanya (Indahwati dalam Qomariyah, 2020).

Kerusakan gigi yang umumnya terjadi pada usia dini (anak-anak)

biasanya karena faktor makanan/minuman yang manis. Hal ini sesuai

dengan seorang peneliti epidemiologis yang berpendapat bahwa anak-

anak cenderung lebih menyukai makanan manis seperti coklat dan

permen yang dapat menyebabkan karies. Anak-anak sangatlah sulit

menghindari makanan tersebut karena banyaknya bahan makanan yang

ditambah kadar gulanya. Mereka lebih menyukai makanan manis dan

melekat yang biasanya menjadi hidangan sehari-hari di rumah dan di


44

sekolah. Pada umumnya makanan tersebut dipakai sebagai makanan

selingan antara waktu makan dan didukung dengan ketidaktahuan anak

tentang kesehatan gigi yang dapat mempengaruhi status kesehatan gigi

anak (Karmawati et al., 2012).

Menurut hasil penelitian Reca (2020) menunjukkan bahwa

pengetahuan murid tentang kesehatan gigi dan mulut dengan cara

menyikat gigi yang baik benar pada kategori cukup, hal tersebut

mengakibatkan anak akan berisiko terhadap penyakit gigi dan mulut

(karies) sehingga mengakibatkan keadaan kebersihan gigi dan mulut

anak buruk.

Adapun kesimpulan dalam penelitian ini adalah pentingnya peran

orangtua serta pendidik dalam memberikan edukasi maupun konseling

tentang kesehatan gigi dan mulut terhadap anak.

b. Jenis Kelamin

Berdasarkan karakteristik jenis kelamin responden berjenis

kelamin laki-laki yaitu 31 responden (55,4%), sedangkan responden

berjenis kelamin perempuan yaitu 25 responden (44,6%).

Menurut penelitian Essie Octiara (2018) berdasarkan hasil

penelitian diketahui responden pada penelitian ini ditemukan

pengalaman karies gigi sulung pada perempuan lebih tinggi dibanding

anak laki-laki sebesar.

Adapun perbedaan dari hasil penelitian ini dengan penelitian Essie

Octiara (2018) yaitu penelitian penelitian Adhi & Octavia (2013)


45

menemukan bahwa anak laki-laki lebih tinggi pengalaman karies gigi

sulungnya dibandingkan anak perempuan.

2. Tingkat retardasi mental pada anak berkebutuhan khusus di SLBN

01 Kijang Lama Tanjungpinang

Berdasarkan penelitian didapatkan sebagian besar responden dengan

retardasi mental sedang yaitu 35 repsonden (62,5%), responden dengan

retardasi mental ringan yaitu 16 responden (28,6%), dan responden dengan

retardasi mental berat yaitu 5 responden (8,9%). Penyebab Retardasi

Mental terbagi menjadi 2, yaitu :

a. Retardasi mental primer

Kemungkinan faktor keturunan (retardasi mental genetik) dan

kemungkinan tidak diketahui (retardasi mental simpleks).

b. Retardasi mental sekunder

Faktor luar yang diketahui dan mempengaruhi otak (prenatal, perinatal,

dan postnatal) misalnya infeksi/intoksikasi, rudapaksa, gangguan

metabolisme/gizi, penyakit otak, kelainan kromosom, prematuritas,

dan gangguan jiwa berat (Sunaryo, 2012).

Karakteristik umum retardasi mental, yaitu :

a. Retardasi mental ringan mungkin tidak terdiagnosis sampai anak

terkena memasuki sekolah, karena keterampilan sosial dan

komunikasinya mungkin adekuat dalam tahun- tahun prasekolah tetapi

saat anak menjadi lebih besar, defisit kognitif tertentu seperti

kemampuan yang buruk untuk berpikir abstrak dan egosentrik


46

mungkin membedakan dirinya dari anak lain dalam usianya. Walaupun

anak retardasi mental ringan mampu dalam fungsi akademik pada

tingkat pendidikan dasar dan keterampilan kejuruannya adalah

memadai untuk membantu dirinya sendiri dalam beberapa kasus,

asimilasi sosial mungkin sulit. Defisit komunikasi, harga diri yang

buruk, dan ketergantungan mungkin berperan dalam relatif tidak

adanya spontanitas sosialnya.

b. Retardasi mental sedang kemungkinan didiagnosis pada usia yang lebih

muda dibandingkan retardasi mental ringan karena keterampilan

komunikasi berkembang lebih lambat pada orang terretardasi mental

sedang, isolasi sosial dirinya mungkin dimulai pada tahun-tahun usia

sekolah dasar. Walaupun pencapaian akademik biasanya terbatas pada

pertengahan tingkat dasar, anak yang terretardasi mental sedang

mendapatkan keuntungan dari perhatian individual yang dipusatkan

untuk mengembangkan keterampilan menolong diri sendiri. Anak-

anak dengan retardasi mental sedang menyadari kekurangannya dan

seringkali merasa diasingkan oleh teman sebayanya dan merasa

frustasi karena keterbatasanya. Mereka terus membutuhkan

pengawasan yang cukup tetapi dapat menjadi kompeten dalam

pekerjaan yang dilakukan dalam kondisi yang mendukung

c. Retardasi mental berat tergolong diistilahkan sebagai idiot atau perlu

rawat. Anak-anak golongan ini memperlukan pengawasan yang luas

karena keterbatasan mental untuk menolong dirinya sendiri dalam

bertahan hidup, rasanya sulit bagi anak-anak golongan ini. Kadang


47

berjalan, makan, dan membersihkan diri perlu dibantu oleh orang lain.

dan memperlukan pengawasan yang luas.

d. Retardasi mental sangat berat Anak- anak dengan retardasi mental

sangat berat memerlukan pengawasan yang terus menerus dan sangat

terbatas dalam keterampilan komunikasi dan motoriknya.

Berdasarkan penelitian Essie Octiara (2018) prevalensi karies pada

ABK (Anak Berkebutuhan Khusus) sangat tinggi, pengalaman karies gigi

sulung pada kelompok usia 5-8 tahun termasuk kategori tinggi,

pengalaman karies gigi permanen kelompok usia 19-21 tahun termasuk

kategori sangat tinggi, kelompok usia 16-18 tahun kategori tinggi dan

untuk semua kelompok usia memiliki tingkat filling begitu rendah.

Kebutuhan perawatan gigi juga tinggi dengan kebutuhan restorasi yang

paling banyak dibutuhkan.

Anak-anak berkebutuhan khusus merupakan kelompok berisiko

tinggi terhadap masalah kesehatan, sehingga membutuhkan bantuan dan

kerjasama dengan orang lain untuk mendapatkan dan memelihara

kesehatan, termasuk dalam menjaga kesehatan gigi dan mulut mereka.

Kondisi rongga mulut ini sangat dipengaruhi oleh faktor usia (terutama

anak yang masih sangat kecil), keparahan gangguan/kelainan, serta kondisi

lingkungan dimana anak sangat tergantung pada orang tua, saudara

kandung, ataupun pengasuh dalam merawat rongga mulutnya (Essie

Octiara, 2018).
48

3. Tingkat kemandirian kesehatan gigi dan mulut pada anak

berkebutuhan khusus di SLBN 01 Kijang Lama Tanjungpinang

Berdasarkan penelitian didapatkan sebagian besar responden dengan

kemandirian kesehatan gigi dan mulut kurang yaitu 56 responden (100%).

Tidak setiap anak mengalami perkembangan normal. Banyak

diantara mereka yang dalam perkembangannya mengalami hambatan,

gangguan, kelambatan, atau memiliki faktor-faktor resiko sehingga untuk

mencapai perkembangan optimal diperlukan penanganan atau intervensi

khusus. Kelompok inilah yang kemudian dikenal sebagai anak

berkebutuhan khusus. (Suparno dalam lestari, 2020).

Kemandirian bagi anak berkebutuhan khusus bertujuan untuk

mempersiapkan insan yang bebas (tidak bergantung pada orang lain),

bertanggung jawab, kreatif dan aktif serta dapat berdiri sendiri sesuai

dengan kondisi dan kemampuan yang dimiliki. Tunadaksa yang tidak

berhasil mencapai kemandirian akan kesulitan untuk melepaskan diri dari

ketergantungan orang tua, kesulitan untuk mengambil keputusan secara

bebas dan bertanggung jawab terhadap keputusannya. Kemandirian pada

anak berkebutuhan khusus meliputi berbagai aspek dalam kehidupan, salah

satunya adalah kemandirian dalam aspek kesehatan yaitu kemandirian

dalam melakukan perilaku hidup bersih dan sehat (lestari, 2020).

Menurut Puspitasari (2019), Keterampilan ABK dalam melakukan

perawatan diri masih terbatas. Penelitian yang dilakukan oleh Wertalik and

Kubina (2017), yang dilakukan terhadap anak autisme menunjukkan

bahwa keterampilan tentang perawatan diri masih terbatas, seperti mandi,


49

mencuci rambut, dan berpakaian. Sedangkan penelitian lain yang

dilakukan oleh Khatoon et al (2017) yang dilakukan terhadap 800 siswa di

sekolah, hanya 38% anak-anak yang mengetahui cara merawat rambut

dengan baik adalah merupakan bagian dari kebersihan pribadi, sebanyak

50,5% dari siswa sepakat bahwa menggigit kuku dengan gigi itu tidak

sehat untuk gigi kita, sedangkan sebanyak 75% siswa setuju bahwa tidak

perlu mencuci tangan ketika tidak ada kotoran yang terlihat, sebanyak 77%

dari siswa melakukan mandi di alternatif hari dan hanya 13% dari siswa

melakukan mandi setiap hari, dan mengganti pakaian di hari alternatif

sebanyak 79,5% siswa.

Berdasarkan penelitian Pusptasari (2019), ABK dalam melakukan

kebersihan diri diperlukan dukungan dari keluarganya, baik itu dari

orangtua atau saudara terdekatnya, karena ABK mengalami keterbatasan

baik itu dari fisik ataupun intelektual. Dengan adanya dukungan dari

keluarganya diharapkan ABK mampu melakukan kebersihan diri secara

mandiri sehingga mereka dapat menjalani kehidupan seperti anak-anak

pada umumnya.

4. Hubungan Tingkat Retardasi Mental dengan Tingkat Kemandirian

Kesehatan Gigi dan Mulut pada Anak Berkebutuhan Khusus di

SLBN 01 Kijang Lama Tanjungpinang

Berdasarkan hasil pengolahan data didapatkan ada hubungan yang

signifikan antara tingkat retardasi mental dengan tingkat kemandirian

kesehatan gigi dan mulut pada anak berkebutuhan khusus di SLBN 01


50

Kijang Lama Tanjungpinang dengan p value 0,001 < (0,05) nilai koefisien

korelasi 0,727 menyatakan kekuatan hubungan kuat dan arah hubungan

positif.

Menurut Sunaryo (2012) Retardasi mental adalah keadaan dengan

intelegensi kurang (abnormal) sejak masa perkembangan (sejak lahir atau

sejak masa kanak- kanak) atau keadaan kekurangan inteligensi sehingga

daya guna sosial dan dalam pekerjaan seseorang menjadi terganggu.

ABK memiliki masalah kesehatan dan keterbatasan. Sejalan dengan

hal tersebut, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan

Anak (2013) menyebutkan bahwa jenis ABK yaitu anak disabilitas

penglihatan, anak disabilitas pendengaran, anak disabilitas intelektual,

anak disabilitas fisik, anak disabilitas sosial, anak dengan gangguan

pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (GPPH) atau attention deficit and

hyperactivity disorder (ADHD), anak dengan spectrum autisma (autism

spectrum disorder/ASD), anak dengan gangguan ganda, anak lamban

belajar (slow learner), anak dengan kesulitan belajar khusus (specific

learning disabilities), anak dengan gangguan kemampuan komunikasi,

anak dengan potensi kecerdasan dan atau bakat istimewa.

Menurut Falico (1998) dalam Friedman (2010) keluarga besar

lebih kuat dan lebih aktif dalam memberikan dukungan baik secara

emosional maupun instrumental Mundhenke et al. (2014), menyebutkan

bahwa dukungan sosial sangat dibutuhkan oleh ABK, salah satunya yaitu

penelitian yang dilakukan terhadap anak dengan gangguan intelektual

membutuhkan dukungan instrumental dari orang tuanya, misalnya dalam


51

melakukan perawatan diri, selain orang tua mereka menerima dukungan

instrumental dari saudara kandung atau kerabat dekat lainnya.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Limeres et al. (2014) pada

anak berkebutuhan khusus didapatkan data frekuensi menyikat gigi dua

kali sehari dilakukan oleh 19 orang (31,7%) dan tiga atau lebih dari sehari

sebanyak 18 orang (30%) dan yang jarang melakukan gosok gigi sebanyak

10 orang (16,7%), menggunakan sikat gigi manual sebanyak 40% subjek.

Sikat gigi manual adalah sebanyak 48 orang (80%) dan yang

menggunakan sikat gigi listrik sebanyak 7 orang (11,7%), waktu yang

digunakan untuk menggosok gisi kurang dari 1 menit sebanyak (36,7%),

antara satu dan 3 menit (35%) dan tiga menit atau lebih (28,3%), pasta

gigi digunakan oleh 80% sampel dan 28,3% ditambahkan menyikat gigi

dengan menggunakan obat kumur, penggantian sikat gigi dilakukan empat

kali atau lebih dalam setahun sebanyak 45%, sedangkan pengasuh

menunjukkan bahwa sikat gigi diganti ketika menunjukkan tanda-tanda

kerusakan pada 13 kasus (21,6%), Hampir sepertiga dari subyek (30%)

menyikat gigi tanpa bantuan, sedangkan yang dibantu sebanyak 31,7%

kasus dan sebanyak 38,3% yang menyikat gigi sendiri tapi masih dalam

pengawasan.

Kesimpulan dari penelitian adalah bahwa semakin Artinya semakin

tinggi tingkat retardasi mental maka semakin rendah tingkat kemandirian

kesehatan gigi dan mulut pada anak berkebutuhan khusus di SLBN 01

Kijang Lama Tanjungpinang.


52

E. Keterbatasan Penelitian

Peneliti menyadari terdapat banyak kekurangan dalam proses penelitian

ini, yang disebabkan oleh :

1. Adanya keterbatasan penelitian dalam menggunakan kuesioner terkadang

responden tanpa membaca langsung mengisi.

2. Keterbatasan peneliti dalam meneliti pada tahun 2021 adalah penelitian ini

sulitnya untuk mendapatkan responden karena adanya Pemberlakuan

Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang dilakukan pemerintah

karena pademi Corona Virus Disease (covid-19) sehingga susahnya untuk

bertemu dengan responden sehingga responden mengisi kuesioner secara

online.
BAB V
KESIMPULAN, SARAN DAN IMPLIKASI

A. Kesimpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan kepada 56 responden ini di SLBN 01

Kijang Lama Tanjungpinang, peneliti menarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Karakteristik responden berdasarkan umur didapatkan hasil analisa data

yaitu terdapat sebagian besar responden berumur 7-12 tahun yaitu 52

responden (92,9%), dan sebagian besar responden berjenis kelamin laki-

laki yaitu 31 responden (55,4%).

2. Distribusi frekuensi tingkat retardasi mental pada anak kebutuhan khusus

didapatkan sebagian besar responden dengan retardasi mental sedang yaitu

35 repsonden (62,5%).

3. Distribusi frekuensi tingkat kemandirian kesehatan gigi dan mulut

seluruhnya kurang yaitu 56 responden (100%).

4. Pada penelitian ini yaitu adanya hubungan perilaku seksual terhadap

kesehatan reproduksi remaja dengan p value 0,001 < 0,05 nilai koefisien

korelasi 0,727 menyatakan kekuatan hubungan kuat dan arah hubungan

positif. Artinya semakin tinggi tingkat retardasi mental maka semakin

rendah tingkat kemandirian kesehatan gigi dan mulut pada anak

berkebutuhan khusus di SLBN 01 Kijang Lama Tanjungpinang.

53
54

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dari kesimpulan, peneliti mengajukan beberapa

saran yaitu :

1. Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai bahan pengetahuan baru bagi mahasiswa dan sebagai

sumber pustaka tentang: “Hubungan Tingkat Retardasi Mental dengan

Tingkat Kemandirian Kesehatan Gigi dan Mulut pada Anak

Berkebutuhan Khusus di SLBN 01 Kijang Lama Tanjungpinang”.

2. Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan

untuk meningkatkan peran orangtua serta pendidik dalam memberikan

edukasi maupun konseling tentang kesehatan gigi dan mulut terhadap

anak.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Peneliti selanjutnya dapat menjadikan penelitian ini sebagai dasar

untuk melakukan penelitian terhadap variabel-variabel lain yang diduga

berhubungan dengan tingkat kemandirian kesehatan gigi dan mulut pada

anak berkebutuhan khusus yang tidak diteliti pada penelitian ini.

C. Implikasi

Hasil penelitian ini menunjukkan adanya Hubungan Tingkat Retardasi

Mental dengan Tingkat Kemandirian Kesehatan Gigi dan Mulut pada Anak

Berkebutuhan Khusus. Implikasi Bagi Responden:


55

1. Disarankan bagi responden agar menyadari pentingnya kesehatan gigi dan

mulut sehingga mampu merawatnya secara mandiri.

2. Implikasi Bagi Peneliti Lain

Disarankan bagi peneliti lain untuk lebih medalami meneliti tentang

penelitian ini dengan mengunkan variabel yang berbeda.


56

DAFTAR PUSTAKA

Alvita Galia, W. (2018). Pengaruh Balance Exercise Terhadap Keseimbangan


Tubuh Lansia di Desa Singocandi Kabupaten Kudus. JIKO (Jurnal
Ilmiah Keperawatan Orthopedi) Vol. 2 No. 2.
Anggraini. (2016). Hubungan Pelaksanaan Peran Keluarga Dengan Activity
Daily Living (ADL) Pada Anak Tunagrahita di SLB. Program Studi
Ilmu Keperawatan: Jember
Christiono. (2018). Efektivitas buku pop-up terhadap pemahaman kesehatan gigi
anak berkebutuhan khusus. Journal of Indonesian Dental Association.
Maret 2018, Volume 1, Number 1
Desiningrum, D. R. (2016). Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus. Yogyakarta:
Psikosain.
Irwanto, Kasim, dan Rahmi. (2010). Analisis Stuasi Penyandang Dan Disabilitas
Di Indonesia. Pusat Kajian Disabilitas. Jakarta: Fakultas ilmu sosial dan
politik.
Kemenkes RI. (2018). Riset Kesehatan Dasar, RISKESDAS. Jakarta: Balitbang
Kemenkes RI
Nugraheni. (2020). Tingkat Pengetahuan Orang Tua tentang Pemeliharaan
Kebersihan Gigi dan Mulut dengan Status Kebersihan Gigi dan Mulut
Anak Berkebutuhan Khusus di SDLB Negeri Wiradesa Kabupaten
Pekalongan. Jurnal Kesehatan Gigi 7 Nomor 1 (2020) 79-82
Nuraskin. (2020). Pelaksanaan Dental Health Education (DHE) dalam
meningkatkan status kebersihan gigi dan mulut pada murid SDN 33
Kota Banda Aceh. SAGO Gizi dan Kesehatan 1(2) Januari – Juni 2020
Riati. (2017). Semua Bisa Berprestasi (Studi Kasus : Gaya Pengasuhan Orang
Tua Padaanak Berkebutuhan Khusus). Program Studi Bimbingan Dan
Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta
Supriyanto, A.(2016). Peran Pengasuhan Orang Tua Anak BerkebutuhanKhusus
Dalam Aktivitas Olah Raga.Prosiding, Seminar Nasional. Yogyakarta:
FIK UNY.
Ticoalu. (2017). Gambaran kebersihan gigi dan mulut pada siswa berkebutuhan
khusus di SLB YPAC Manado. Jurnal e-GiGi (eG), Volume 5 Nomor
1, Januari-Juni 2017
Warni. (2019). Hubungan Perilaku Murid SD Kelas V Dan VI Pada Kesehatan
Gigi Dan Mulut Terhadap Status Karies gigi di Wilayah Kecamatan
Delitua Kabupaten Deli Serdang: Tesis. Medan: USU.
57

Widyawati. (2016). Peningkatan Kemandirian Hygiene Personal Bagi Anak


Berkebutuhan Khusus. Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas
Ilmu Kesehatan Universitas Ngudi Waluyo
Mubarak Wahit Iqbal. (2015). Buku Ajar Ilmu Keperawatan Dasar. Jakarta.
Salemba Medika.
Rahmwati. (2019). Factor-faktor yang berhubungan dengan kemampuan
perawatan diri anak tunagrahita di kabupaten banyumas jawa tengah.
Tesis. Universitas Indonesia.
Mahfoezd. (2016). Menjaga Kesehatan Gigi Dan Mulut Anak-Anak Dan Ibu
Hamil. Yogyakarta: Fitramaya.
Dharma, K.K. (2016). Metodologi penelitan keperawatan (pedoman
melaksanakan dan menerapkan hasil penelitian). Jakarta: CV. Trans
Info Media
Notoadmodjo, S. (2018). Buku Metdologi Penelitian. Jakarta: PT Rineka Cipta
Lampiran 3

LEMBAR KUESIONER
Data Umum Anak
Nama anak :
Jenis kelamin : a. Laki-laki
b. Perempuan

Umur :
Anak ke :
Retardasi mental : Ringan Sedang Berat
Petunjuk pengisian
Isi pertanyaan ini dengan tanda check list ataus silang pada kolom yang sudah
tersedia. Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan jujur dan sesuai dengan
kemandirian kesehatan gigi dan mulut pada anak berkebutuhan khsusus
Bapak/Ibu
Jawaban
No Kegiatan
Ya Tidak
1 Apakah anak anda waktu menyikat gigi yang tepat adalah
pagi setelah sarapan dan malah sebelum tidur
2 Apakah anak anda menggunakan sikat gigi yang
tangkainya lurus, bulu sikat halus, ujung sikat bulat dan
kecil
3 Apakah anak anda menggosok gigi dengan cara bagian
depan digosok dengan gerakan naik turun posisis gigi
tertutup
4 Apakah anda anak menggosok giginya tanpa bantuan
orang lain
5 Apakah anak anda setelah makan membersihkan
mulutnya
6 Apakah anda anda membersihkan sudut bibirnya setelah
makan
7 Apakah anak anda setelah menggosok gigi berkumur-
kumur dengan pembersih mulut
8 Apakah anak anda menjaga pola makan yang merusakan
gigi dan mulut
9 Apakah anak anda menyikat gigi dengan benar
10 Apakah anak anda membersihkan mulut dengan tepat
11 Apakah anak anda menggunakan odol gigi yang tepat
12 Apakah anda anda menggosok gigi dengan odol gigi
13 Apakah anak anda menggosok gigi 2 kali sehari
14 Apakah anak anda menjaga kesehatan gigi dan mulut
sebelum tidur malam
15 Apakah anak anda membersihkan mulut dengan kumur
yang mengandung mint
16 Apakah anak anda rutin menyikat gigi dipagi hari

17 Apakah anak anda rutin menyikat gigi dimalam hari


sebelum tidur
18 Apakah anak anda setelah menyikat gigi selalu berkumur-
kumur dengan pembersih mulut
19 Apakah anak anda berkumur untuk menghilangkan bau
mulut
20 Apakah anak anda setiap mandi pagi mengingat untuk
menyikat gigi

Anda mungkin juga menyukai