SKRIPSI
Oleh:
ANANIAS AGUS DWI LEKSONO
NPM: 141510750
SKRIPSI
Oleh:
i
MOTTO
PERSEMBAHAN:
v
BIODATA PENULIS
JENJANG PENDIDIKAN
vi
PENGALAMAN KERJA
1. Oktober 1996- Juni 1998 : Sebagai Paramedis di Pustu Sepan Mengaret desa Kerta
Sari kecamatan Ketungau Tengah.
2. Juni 1998-Desember 1998 : Sebagai Para medis di pustu Batang Antu desa
Panding Jaya kecamatan Ketungau Tengah
3. Tahun 1999-2003 : Sebagai Paramedis di Pustu Nanga Beloh desa Sumber Sari
kecamatan Ketungau Tengah.
4. Tahun 2004-2009 : Sebagai Paramedis di Pustu Nanga Enteloi desa Gut Jaya Bakti
kecamatan Ketungau Tengah
5. Tahun 2010-2012 : Sebagai Paramedis di Pustu Sekapat desa Tirta Karya
kecamatan Ketungau Tengah.
6. Tahun 2013-Mei 2014 : Sebagai Para Medis di Pustu Batang Antu desa Panding
Jaya kecamatan Ketungau Tengah.
7. Juni 2014 sampai saat ini sebagai staff UPTD Puskesmas Kebong kecamatan
Kelam Permai.
vii
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang
telah melimpahkan berkat-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul “FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN
PENINGKATAN KEJADIAN TB ANAK (Studi di Wilayah Kerja UPTD
Puskesmas Kebong Kecamatan Kelam Permai Kabupaten Sintang)” tepat
pada waktunya.
Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini, peneliti banyak
memperoleh bimbingan, koreksi, dorongan motivasi dan arahan serta dukungan
dari beberapa pihak. Peneliti mengucapkan terima kasih kepada bapak Gandha
Sunaryo Putra, SKM, M.Kes selaku pembimbing pertama dan ibu Ria Risti
Komala Dewi, SKM, M.Kes selaku pembimbing kedua yang telah bersedia
membimbing dengan ketulusan hati dan meluangkan waktu, tenaga dan pikiran
serta dengan penuh ketelitian dan kesabaran memberikan arahan dan bimbingan
yang sangat bermanfaat kepada peneliti selama penyusunan skripsi ini. Pada
kesempatan ini peneliti juga mengucapkan terima kasih kepada:
viii
7. Ibu-ibu kader Posyandu yang telah membantu dan memudahkan dalam
menemui responden.
8. Florensius Agri Dwi Sasmito putera bungsu terkasih dan Ibu Nurul Hikmah
Alhidayati selaku rekan penelitian yang selalu memberikan, motivasi,
semangat, saran dan tempat bertukar pikiran, selama proses penelitian.
9. Bunda Supriyati terkasih, yang senantiasa mendoakan dan mendampingi
dengan tulus selama menempuh pendidikan di Universitas Muhammadiyah
Kampus Sintang serta keluarga yang selalu memberikan semangat dan
dukungannya.
10. Rekan satu angkatan prodi kesmas, yang telah banyak mengisi waktu
bersama dengan penuh keakraban serta kekeluargaan selama menjalani
proses belajar di program studi ini, serta telah banyak membantu penulis
memberikan motivasi serta inspirasi selama masa pendidikan.
Juga kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu,
semoga amal kebaikannya diberikan imbalan yang berlimpah penuh kasih dari
Tuhan Yang Maha Esa. Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan. Kritik, masukan dan saran yang membangun, penulis harapkan
guna menyempurnakan penyusunan skripsi ini. Semoga tulisan ini bermanfaat
bagi semua pihak demi pengembangan ilmu pengetahuan dan promosi kesehatan
ke depannya untuk membangun sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas.
Peneliti
ix
ABSTRAK
x
ABSTRACT
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................ iii
PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN .................................................. iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................... v
BIODATA ...................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR .................................................................................... viii
ABSTRAK ..................................................................................................... x
ABSTRACT ..................................................................................................... xi
DAFTAR ISI .................................................................................................. xii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................xvii
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar belakang Masalah ............................................................. 1
I.2 Rumusan Masalah ...................................................................... 7
I.3 Tujuan penelitian ....................................................................... 7
I.4 Manfaat Penelitian ..................................................................... 9
I.5 Keaslian penelitian ..................................................................... 10
xii
IV.6 Teknik Analisis Data ............................................................... 64
BAB V PEMBAHASAN
V.1 Hasil Penelitian ........................................................................ 70
V.2 Gambaran Proses Penelitian ..................................................... 72
V.3 Karakteristik Responden........................................................... 75
V.4 Analisis Univariat ..................................................................... 79
V.5 Analisis Bivariat ....................................................................... 83
V.5 Pembahasan ............................................................................. 87
V.6 Keterbatasan Penelitian ............................................................ 96
xiii
DAFTAR TABEL
xiv
Tabel V.14 Distribusi frekuensi berdasarkan kelembaban udara pada
kelompok kasus dan kontrol................................................. 82
Tabel V.15 Distribusi frekuensi berdasarkan suhu ruangan pada kelompok
kasus dan kontrol ................................................................. 82
Tabel V.16 Distribusi frekuensi berdasarkan kepadatan hunian pada
kelompok kasus dan kontrol................................................. 83
Tabel V.17 Hasil analisis hubungan antara riwayat Asi eksklusif terhadap
kejadian TB anak ................................................................. 84
Tabel V.18 Hasil analisis hubungan antara pengetahuan terhadap kejadian
TB anak ............................................................................... 84
Tabel V.19 Hasil analisis hubungan antara status ekonomi terhadap kejadian
TB anak ............................................................................... 85
Tabel V.20 Hasil analisis hubungan antara kelembaban ruangan terhadap
kejadian TB anak ................................................................. 86
Tabel V.21 Hasil analisis hubungan antara suhu ruangan terhadap kejadian
TB anak ............................................................................... 87
Tabel V.22 Hasil analisis hubungan antara kepadatan hunian terhadap
kejadian TB anak ................................................................. 88
xv
DAFTAR GAMBAR
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
xvii
1
BAB I
PENDAHULUAN
paru-paru sebagai tempat infeksi primer. TB Paru bisa juga menyerang kulit,
kelenjar limfe, tulang, dan selaput otak. TB paru merupakan penyakit dengan
tingkat morbiditas yang tinggi dan sangat mudah menyebar di udara melalui
sputum (air ludah) yang dibuang sembarang oleh penderita TB paru. TB paru
sampai saat ini masih menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat di dunia
dengan penderita TB Paru terbanyak kedua di dunia yaitu sebanyak 10% dari total
Goals) pada tanggal 21 Oktober 2015 tergambar dalam tujuan ketiga yaitu
menggalakan hidup sehat dan mendukung kesejahteraan untuk semua. Salah satu
insidensi TB Paru yang lebih cepat, dari hanya sekitar 1-2% per tahun menjadi 3-
4% per tahun dan penurunan angka mortalitas lebih dari 4-5% per tahun, sehingga
diharapkan Indonesia pada tahun 2020 target penurunan insidensi sebesar 20% dan
1
2
angka mortalitas sebesar 25% dari angka insidensi tahun 2015, bisa tercapai
Paru mengalami peningkatan sebesar 2 juta kasus dari tahun 2015. Estimasi kasus
baru tuberculosis sebesar 10,4 juta atau 142 kasus/100.000 populasi, dengan kasus
peringkat dua dengan kasus baru penderita TB Paru terbanyak setelah India,
(WHO, 2016).
tahun 2000 hingga 2015, TB Paru tetap menjadi salah satu penyebab dari 10
penyebab kematian tertinggi di dunia pada tahun 2015. WHO telah menargetkan
insidens sebesar 80% pada tahun 2030 dibandingkan dengan tahun 2014. Kasus
Paru, dengan perkiraan kejadian 1,3 juta kasus baru pertahunnya karena anak
BCG, diharapkan menjadi kebal terhadap penularan dan infeksi bakteri TB (WHO,
2016).
2
3
kasus. Di Indonesia jumlah kasus tertinggi terdapat di Provinsi Jawa Barat, Jawa
Timur dan Jawa Tengah dengan penduduknya yang padat dan berjumlah besar.
Ditemukan sebesar 60,5% dari jumlah seluruh kasus baru di Indonesia dengan
kasus berjenis kelamin laki-laki lebih tinggi yaitu 1,4 kali dibandingkan pada
perempuan. Dari kelompok umur, pada tahun 2017 kasus TB Paru terbanyak
ditemukan pada kelompok umur 45-54 tahun sebesar 20,05%, diikuti kelompok
umur 35-44 sebesar 19,05% dan kelompok umur 25-34 sebesar 19,03% dan
ditemukan kasus TB anak sebanyak 36.348 kasus, 19.191 kasus pada anak laki-
laki dan 17.157 kasus pada anak perempuan (Profil Kesehatan Indonesia, 2017).
penderita TB tercatat jumlah kasus baru TB paru sebanyak 3.327 kasus di tahun
penderita TB paru dengan BTA positif sebesar 68,31%, dengan rincian dari 3.440
temukan sebanyak 262 kasus dengan angka prevalensi kasus baru sebesar 20,48/
kasus dari sasaran sebesar 832 kasus pada tahun 2015, mengalami penurunan
kasus menjadi 272 kasus dari sasaran sebesar 845 kasus pada tahun 2016 dan turun
kembali pada tahun 2017 menjadi 161 kasus dari sasaran sebesar 855 kasus
3
4
dengan angka prevalensi kasus baru tahun 2017 sebesar 36,53/ 100.000 penduduk.
Target kasus baru TB (BTA positif) yang disembuhkan dalam Renstra Dinas
Jumlah kasus TB semua tipe dari data Dinkes Sintang mengalami penurunan
dalam tiga tahun terakhir, namun menurut data TB di UPTD Puskesmas Kebong
Kecamatan Kelam Permai kasus TB pada tahun 2015 berjumlah 15 orang dan
tidak ditemukan TB anak, pada tahun 2016 kasus TB paru meningkat menjadi 30
kasus dengan TB anak sebanyak 10 orang, dan pada tahun 2017 kasus TB paru
dengan angka prevalensi kasus baru sebesar 3,44/1000 penduduk. Penemuan kasus
baru pada TB anak maka perbaikan kualitas kesehatan sejak dini terancam gagal
status gizi, terhambat tumbuh kembang dan terganggunya konsentrasi belajar bagi
Paru,tetapi lebih banyak mengalami sakit TB kelenjar. Ada beberapa faktor yang
risiko antara lain usia, infeksi baru, malnutrisi, keadaan imuno kompromais
imunosupresi), diabetes melitus, dan gagal ginjal kronik. Resiko sakit TB paru ini
4
5
2013). Anak yang terinfeksi akan berdampak berkembang menjadi kasus infeksi
laten TB paru yang di masa depan dapat terjadi reinfeksi (infeksi kembali) atau
reaktivasi jika tidak diobati sampai tuntas, sehingga meningkatkan kejadian kasus
baru TB paru dewasa. Infeksi TB paru pada anak perlu dilakukan penanganan dan
pengobatan segera dan cepat, karena selain paru-paru, otak juga dapat terinfeksi
2013).
paru dengan kejadian TB anak usia 0-14 tahun (p= 0,012 dan OR= 8,25), ada
hubungan antara sikap ibu dengan kejadian TB anak usia 0-14 tahun (p= 0,015
dan OR= 12,6), ada hubungan antara perilaku ibu dengan kejadian TB anak usia 0-
14 tahun (p= 0,044 dan OR= 6,07). Kesimpulan penelitian ini adalah ada
hubungan antara pengetahuan, sikap dan perilaku ibu dengan kejadian TB anak
bandung barat dengan nilai p= 0,001. Sejalan dengan hasil penelitian yang
5
6
dilakukan oleh Luzia 2012 menunjukan bahwa terdapat hubungan antara sosial
dengan TB anak menunjukkan nilai OR=2,25 (OR>1) artinya anak dengan ASI
eksklusif berisiko 2,25 kali lebih besar terkena tuberkulosis dibandingkan anak
dengan non ASI eksklusif tetapi dari nilai Interval Kepercayaan (CI) 95% (0,726-
6,976) serta nilai p=0,129 (p<0,005) menunjukkan hasil penelitian yang tidak
bermakna secara statistik (Rahmawati dkk, 2015). Penelitian yang dilakukan oleh
Mudiyono dkk pada tahun 2015 menemukan hubungan yang signifikan antara
lingkungan fisik rumah dengan kejadian TB Paru anak yaitu variabel kepadatan
hunian (p value= 0,001), luas ventilasi (p value= 0,004), suhu ruangan (p value=
Kebong kepada 10 ibu yang memiliki balita dengan kasus TB, ditemukan 100%
balita positif TB anak, diperoleh hasil bahwa 70% anak tidak mendapatkan ASI
ruangan <310 >370C dan 60% rumah responden memiliki kepadatan hunian
6
7
Barat. Tahun 2017 kasus TB di Kabupaten Sintang menjadi 161 kasus dengan
angka prevalensi kasus baru tahun 2017 sebesar 36,53/ 100.000 penduduk. Data
kasus baru. Dari uraian dan penjelasan di atas, maka rumusan masalah yang akan
dibahas dalam Penelitian ini adalah faktor-faktor apa saja yang berhubungan
7
8
Kebong.
Kebong.
Kebong.
Kebong.
8
9
Paru, bagaimana cara pengobatan TB Paru yang Tepat dan Benar, serta
sehat.
Tuberculosis.
kampus Sintang yang dapat dijadikan sebagai informasi bagi riset maupun
Sintang belum pernah dilakukan oleh orang lain, adapun penelitian sebelumnya
10
11
11
12
12
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya (Kemenkes
berpindah dari satu orang ke orang lain baik secara langsung maupun
13
14
Jenseen, Ogawa.
di bawah mikroskop.
ultraviolet.
8) Dalam dahak pada suhu antara 300 sampai 370 C akan mati dalam
pada setiap bagian paru sedangkan pada dewasa di daerah apeks dan infra
14
15
Paru, kuman TB Paru dalam percik renik (droplet nuclei) yang ukuranya
sangat kecil (<5 µm) akan terhirup dan dapat mencapai alveolus. Kuman
ini berbentuk batang mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam
pada pewarnaan yang disebut juga sebagai basil tahan asam (BTA). Kuman
TB Paru cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat hidup
beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh
kuman ini dapat dormant tertidur lama selama beberapa hari (Putra, 2011).
Basil ini tidak berspora sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan, sinar
spesifik, akan tetapi pada sebagian kasus lainnya tidak dapat dihancurkan,
15
16
fokus primer ghon. Dari fokus primer Ghon, kuman TB menyebar melalui
saluran limfe menuju kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang
2016).
Positif selama 3-6 bulan dapat menularkan kepada 10-15 orang lainnya
pada awal infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut,
16
17
17
18
Sumber:
18
19
terdiagnosis secara klinis yaitu anak yang tidak memenuhi kriteria terdiagnosis
secara bakteriologis sebagai pasien TB paru oleh dokter dan diputuskan untuk
umum atau sesuai organ terkait. Gejala umum TB pada anak yang sering
dijumpai adalah batuk persiten, berat badan turun, atau gagal tumbuh,
demam lama serta lesu dan tidak aktif. Gejala-gejala tersebut sering
dianggap tidak khas karena juga dijumpai pada penyakit lain. Gejala TB
paru sebenarnya bersifat khas yaitu menetap (batuk lebih dari 2 minggu)
atau anti malaria untuk demam, antibiotika atau obat asma untuk batuk
lama, dan pemberian nutrisi yang adekuat untuk masalah berat badan)
gizi
19
20
Pada TB ekstra paru dapat dijumpai gejala dan tanda klinis yang
a. Tuberkulosis Kelenjar
(konfluens)
20
21
(gibbus)
d. Tuberkulosis mata
e. Tuberkulosis kulit
infeksi TB.
21
22
1. Pemeriksaan Bakteriologis
anak berusia lebih dari lima tahun, HIV positif, dan gambaran
asam, tetapi sulit pada bayi dan anak. Bahan pemeriksaan dapat
diambil dari sputum (pada anak besar), bilasan lambung pagi hari
22
23
2. Pemeriksaan Penunjang
a. Uji Tuberkulin
b. Foto Toraks
3) Efusi pleura
23
24
4) Milier
5) Atelektasis
6) Kavitas
8) Tuberkuloma
c. Pemeriksaan Hispatologi
(Sunarjo, 2009).
1) Konfirmasi bakteriologis TB
24
25
dari penyakit tuberculosis pada anak, maka salah satu yang diterapkan
yang digunakan dalam sistem skoring ini adalah: riwayat kontak dengan
yang sulit untuk pemeriksaan uji tuberkulin dan foto toraks, diagnosis TB
pada alur diagnosis TB anak (gambar II.2) alur diagnosis ini digunakan
dengan maupun tanpa kontak TB, pada anak yang tidak bergejala tetapi
25
26
Parameter 0 1 2 3
Laporan
Tidak keluarga, BTA
Kontak TB - BTA(+)
Jelas (-)/ BTA tidak
jels/tidak tahu
Positif (≥10
Uji mm atau ≥5
Tuberkulin Negatif - - mm pada
(Mantoux) imunokompro
mais
Klinis gizi
buruk atau
Berat Badan/ BB/TB<90% atau
- BB/TB<70% -
Keadaan Gizi BB/U<80%
atau BB/U
<60%
Demam yang
tidak - ≥2 minggu - -
diketahui
Pembesaran
Kelenjar limfe ≥1 cm, > 1 KGB,
- - -
kolli, aksila, tidak nyeri
inguinal
Pembengkaka
Ada
n tulang/sendi - - -
pembengkakan
panggul, lutut
Normal/ Gambaran
Foto toraks Kelainan sugestif - -
tidak (mendukung) TB
Skor Total
26
27
Keterangan:
*) Dapat dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan sputum
**) Kontak TB paru dewasa dan kontak TB paru anak terkonfirmasi
bakteriologis
***) Evaluasi respon pengobatan, Jika tidak ada respon dengan pengobatan
adekuat, evaluasi ulang diagnosis TB dan adanya komorbiditas atau rujuk.
27
28
OAT.
a. Jika tidak ada fasilitas atau tidak ada akses untuk uji tuberkulin
foto toraks.
b. Jika tersedia fasilitas untuk uji tuberkulin dan foto toraks, hitung
dengan OAT
28
29
2) Jika skor total < 6, dengan uji tuberkulin positif atau ada
3) Jika skor total < 6, dan uji tuberkulin negatif atau tidak ada
1) Tuberkulosis paru
jaringan paru.
29
30
tuberculosis.
terakhir, yaitu;
30
31
terakhir.
atau default).
1) Mono resisten (TB MR): resistan terhadap salah satu jenis OAT
31
32
2) Poli resisten (TB PR): resisten terhadap salah satu jenis OAT
bersamaan.
dan minimal salah satu dari OAT lini kedua jenis suntikan
(konvensional).
2016):
1) HIV positif
2) HIV negatif
32
33
1. Tuberkulosis Meningitis
gejala sisa pada anak. Gejala umum yang ditemukan : demam lama,
(spondilitis TB), sendi panggul (koksitis), dan sendi lutut (gonitis). Pada
tidak nyeri tekan, dan menimbulkan abses dingin (Kemenkes RI, 2016).
3. Tuberkulosis Kelenjar
terjadi, dan terbanyak pada kelenjar limfe leher. Kasus akan timbul 6-9
bersifat kenyal, tidak keras, discrete, dan tidak nyeri. Ukuran besar
(lebih dari 2x2 cm), biasanya terlihat jelas bukan hanya teraba, pada
atasnya.
4. Tuberkulosis Pleura
serosa, bentuk ini yang paling banyak dijumpai dan Empisema TB, yang
primer.
34
35
5. Skrofuloderma
6. Tuberkulosis Abdomen
abdomen, foto toraks, foto polos abdomen, analisis cairan asites dan
35
36
diseminata.
8. Tuberkulosis Ginjal
tubulus, massa yang besar akan terbentuk dekat dengan korteks ginjal,
9. Tuberkulosis Jantung
terapi yaitu:
1. Terapi
36
37
2. Profilaksis
1) Menyembuhkan pasien TB
3) Mencegah TB relaps
5) Menurunkan transmisi TB
mungkin
monoterapi
37
38
Anak yang terinfeksi TB tidak selalu akan mengalami sakit TB, 10%-15%
yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB. Pemberian terapi pencegahan pada
tubuh yang lemah, sosial dan ekonomi yang rendah, kemiskinan, perumahan
gizi kurang, serta kebersihan lingkungan. Disamping itu, ada faktor lain, seperti
jumlah kuman memegang peran penting dalam sakit TB paru (Setyanto dan
Rahajoe, 2008).
adalah daya tahan tubuh yang rendah, di antaranya infeksi HIV/AIDS dan
38
39
(Depkes RI, 2009). Faktor yang berperan dalam kejadian penyakit TB paru
diantaranya adalah faktor anak, faktor orang tua, dan faktor lingkungan (Febrian,
2015).
1. Status Gizi
lemahnya daya tahan tubuh anak yang kurang gizi. TB Paru juga dapat
39
40
paru. Kontak erat dengan pasien TB paru dewasa dapat dilihat dari 2
aspek yaitu aspek jarak seperti menggunakan kriteria “satu tempat tidur”
dan aspek waktu “intensitas waktu < / > 8 jam/hari” (Diani, Darmawan, &
Nurhanzah, 2010).
pada balita yang berobat jalan di RST dr Soedjono dan RSU Tidar
40
41
0,008 dan anak yang tidak diberi ASI eksklusif mempunyai kemungkinan
terkena suspek TB 4,297 kali lebih besar dibandingkan anak yang diberi
4. Imunisasi BCG
terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang
2010).
41
42
(Wahab, 2012).
kognitif, dalam arti subjek tahu terlebih dahulu terhadap stimulus yang
dengan nilai p=0,026 < α=0,05. Hasil uji statistik diperoleh nilai
42
43
menderita TB paru BTA postif 2,5 kali lebih besar dibandingkan dengan
keadaan seseorang atau suatu masyarakat yang ditinjau dari segi sosial
43
44
masyarakat.
44
45
Rumah sehat adalah kondisi fisik, kimia, biologi di dalam rumah dan
sebagai berikut :
1) Lantai
dari semen atau ubin, keramik atau cukup tanah biasa yang di
kemarau dan tidak becek pada musim hujan. Lantai yang basah
2) Dinding
b) Di kamar mandi dan tempat cuci harus kedap air dan mudah
dibersihkan .
45
46
3) Atap
genteng, maka atap daun rumbia atau daun kelapa yang digunakan
1. Luas Ventilasi
2. Cahaya
46
47
juga merupakan media atau tempat yang baik untuk hidup dan
(Ginanjar, 2008).
4. Kelembaban
rumah minimal 40% - 70% dan suhu ruangan yang ideal 18– 30 ºC
(Halim dkk, 2015). Penelitian yang dilakukan oleh Rusnoto pada tahun
2008 dan Lisa pada tahun 2013, yang mengungkapkan bahwa terdapat
syarat 1.20 kali dibanding anak yang tinggal pada rumah dengan
48
49
5. Suhu Ruangan
memenuhi syarat kesehatan akibat dari luas ventilasi yang kurang dari
10% luas lantai. Salah satu usaha untuk menjaga suhu rumah adalah
memasang ventilasi yang cukup yaitu 10% dari luas lantai. Adanya
(Hera, 2013).
Wilayah kerja Puskesmas Wara Utara Kota Palopo bahwa variabel suhu
masyarakat yang suhu ruangan nya <180C atau >300C ( tidak normal
49
50
juga sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Siti Fatimah
6. Kepadatan Penghuni
m2 dan tidak dianjurkan digunakan lebih dari dua orang tidur dalam satu
ruang tidur, kecuali anak di bawah umur 5 tahun (Kemenkes RI, 2014).
meningkat jika ada gerakan udara yang terbatas diruang yang tertutup.
(Roeswandi, 2009).
dengan kejadian TB paru anak dengan nilai p value : 0,001 dan anak
kesehatan (<8m2/orang) berisiko 3,379 kali lebih besar dari pada anak
50
51
(Mudiyono, 2015).
FAKTOR ANAK
1. Status Gizi
2. Riwayat Kontak dengan
Penderita TB Dewasa
3. Status Imunisasi BCG
4. Riwayat ASI Eksklusif
FAKTOR LINGKUNGAN
1. Luas Ventilasi
2. Cahaya
3. Luas Bangunan
4. Kelembaban
5. Suhu Ruangan
6. Kepadatan Penghuni
Gambar II.3
Kerangka Teori Penelitian (Modifikasi kerangka teori Achmadi
(2009), Darmanto, (2007), Notoatmojo (2003) dan Corwin, (2009)
51
52
BAB III
Kelembaban Ruangan
Kelembaban Ruangan
Suhu Ruangan
Kelembaban Ruangan
Kepadatan Hunian
Gambar III.1
Kerangka Konsep Penelitian
52
53
Variabel Penelitian adalah suatu ciri, sifat dan ukuran yang dimiliki
suatu anggota kelompok dan tidak didapatkan dari anggota kelompok kain
(Notoadmojo, 2010). Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau
nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang
3. Status Ekonomi
4. Kelembaban Ruangan
5. Suhu Ruangan
6. Kepadatan Hunian
53
54
melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau
Variabel Terikat
Kejadian TB anak (+) pada
anak usia 0- 5 tahun yang telah
0= Ya
menunjukka gejala klinis dan Register
Kejadian TB disertai dengan pemeriksaan Observa TB Paru
1 1 = Tidak Nominal
anak (+) penunjang yang diperoleh dari si dan Rekam
catatan medik Puskesmas Medik
Kebong tahun 2017
Variabel Bebas
0= Tidak
Jika non ASI
Praktik pemberian ASI
eksklusif
selama 6 bulan tanpa
Riwayat ASI
2 pemberian makanan Wawancara Kuesioner Nominal
eksklusif 1= Ya
tambahan lain selain
Jika ASI
ASI
eksklusif
0= kurang baik
Jika skor x ≤
Tingkat pengetahuan ibu
mean (9,29)
atau bapak mengenai
Pengetahuan 1= Baik
3 Definisi, cara penularan, Wawancara Kuesioner Ordinal
Orang Tua Jika skor x >
pencegahan penyakit TB
mean (9,29)
Paru
54
55
N Skala
Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur
o Ukur
0 =Rendah
Pendapatan bulanan Jika UMR <
yang diperoleh keluarga Rp2.025.000
dalam satuan rupiah
Status
4 yang dikategorikan Wawancara Kuesioner 1 =Tinggi Ordinal
Ekonomi
dengan UMR Jika UMR ≥
Kabupaten Sintang =Rp Rp 2.025.000
2.025.000 (Disnakertrans,
2017)
0= Tidak
memenuhi
syarat
Jika <40 dan
Kandungan uap air >70%
5 Kelembaban Observasi Hygrometer Ordinal
dalam ruangan
1= Memenuhi
syarat
Jika 40-70%
0= Tidak
memenuhi
syarat
Suhu ruangan yang Jika < 310C
Suhu Termometer
6 diukur pada saat Observasi >370C Ordinal
Ruangan Ruangan
penelitian
1= memenuhi
syarat
Jika 310 -370
0= Tidak
memenuhi
syarat
Jumlah orang yang
Jika ruang tidur
hidup serumah dengan
Kepadatan <9 m2/2 org
7 anak minimal 3 bulan Wawancara Kuesioner Ordinal
Hunian 1= memenuhi
yang melebihi batas
syarat
normal
Jika ruang tidur
≥9 m2/2org
55
56
Kelam Permai
Kelam Permai
Kelam Permai
Kelam Permai
Permai
56
57
BAB IV
METODE PENELITIAN
studi retrospektif karena faktor risiko diukur dengan melihat kejadian masa
lampau untuk mengetahui ada tidaknya faktor risiko yang dialami (Saryono,
2010).
kasus adalah balita penderita TB anak dan kelompok kontrol adalah balita
dan khusus pada kelompok kasus juga dilakukan penyuluhan kesehatan tentang
apakah terinfeksi bakteri TB. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui besar
57
58
2018.
September 2018.
58
59
IV.3.1. Populasi
2017.
IV.3.2. Sampel
dalam penelitian ini adalah seluruh anak yang tercatat dengan TB anak
1. Sampel Kasus
Kriteria inklusi:
59
60
2017
Kebong
Kriteria eksklusi:
2. Sampel Kontrol
Kriteria inklusi:
catatan medik
Kebong
60
61
Kriteria eksklusi:
catatan rekam medik, buku KIA dan KK (kartu keluarga) keluarga balita
sebagai acuan catatan kesehatan dan data balita dan data keluarga meliputi
nama, usia, dan jumlah anggota keluarga. Alat yang digunakan sebagai
61
62
1. Jenis Data
a. Data Primer
kuesioner.
b. Data Sekunder
Kebong
a. Pengamatan (Observasi)
(Notoatmodjo, 2012)
62
63
b. Pengukuran
serta Hygrometer.
1. Editing (memeriksa)
63
64
tabular, yaitu mendiskripsikan analisa dari hasil uji statistik dan tabel.
berikut:
f
P= x 100%
n
Keterangan:
P= Proporsi
f= Frekuensi kategori
n= Jumlah sampel
64
65
kebetulan.
berikut:
65
66
Continuity correction.
nilai p value > 0,05 maka Ho diterima dan Ha ditolak, rumus uji
(Chandra, 2008).
(0i-Ei)2
X2 = ∑
E
66
67
Keterangan:
adalah rasio antar odds dari yang terpapar dengan odds dari yang
67
68
(Andrade, 2015):
Keterangan:
68
69
dikotom.
2. Jika nilai OR > 1 ; nilai confient interval (CI) jika CI > 1 maka
3. Jika nilai OR < 1 ; nilai confient interval (CI) jika CI < 1 maka
69
70
BAB V
V.1.1.1 Geografi
1. Letak geografis
tapi jalan menuju desa masih masih banyak yang belum diaspal
2017).
2. Letak Wilayah
3. Batas Wilayah
70
71
Kapuas Hulu
V.1.1.2 Demografi
Tabel V.1
Distribusi penduduk menurut jenis kelamin di wilayah kerja
UPTD Puskesmas Kebong Tahun 2016
Jumlah Penduduk Total Penduduk
No Nama Desa Laki-laki Perempuan (jiwa)
1 Kebong 1.092 1.030 2.122
2 Sepan Lebang 349 327 676
3 Pelimping 574 541 1.115
4 Sungai Pukat 353 333 686
5 Bengkuang 500 471 971
6 Sungai Maram 770 725 1.495
7 Baning Panjang 853 804 1.657
8 Ensaid Panjang 306 289 595
9 Gemba Raya 517 489 1.006
10 Merpak 527 497 1.024
11 Kelam Sejahtera 297 280 577
12 Sungai Labi 293 277 570
13 Landau Kodam 215 202 417
Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Sintang, 2016
71
72
sebagai berikut:
Tabel V.2
Jenis Ketenagaan di UPTD Puskesmas Kebong Tahun 2016
No Jenis Ketenagaan Tahun 2016
1 Kepala Puskesmas 1
2 Kepala Tata Usaha 1
3 Dokter Umum 2
4 Dokter Gigi 1
5 Perawat Kesehatan 28
6 Perawat Gigi 1
7 Bidan Puskesmas 4
8 Bidan Desa 9
9 Bendahara Puskesmas 2
10 Petugas Gizi 1
11 Petugas Farmasi 1
12 Petugas Laboratorium 1
13 Petugas Kesehatan Lingkungan 1
14 Tenaga Tata Usaha 1
15 Tenaga Promkes (kontrak dinkes) 1
Jumlah 55
72
73
surat ijin penelitian. Data primer dalam penelitian ini didapat dari hasil
anak, data orang tua, pengetahuan, dan pengukuran langsung meliputi luas
Tabel V.3
Kegiatan Pelaksanaan Penelitian di wilayah kerja UPTD Puskesmas
Kebong Tahun 2018
No Kegiatan Lokasi Sasaran Waktu pelaksanaan
1 Penentuan sampel Kebong 28 kasus 9 September 2018
menggunakan total 28 kontrol
sampling
2 Mengatur jadwal Kebong 13 Desa 10 September 2018
penelitian
3 Pengumpulan data Kebong 28 kasus 12 – 20 September
28 kontrol 2018
4 Pengolahan data Sintang Coding, Entry data 21-26 September 2018
73
74
Populasi Studi
Kasus Kontrol
Target Target
Studi Studi
Inform Consent
Wawancara (Kuesioner)
Pengukuran Langsung Fisik Rumah
Dokumentasi
Pengolahan Data:
Editing
Coding
Entry Data
Cleaning
Analisis Data
Hasil dan
pembahasan
74
75
sampel yang digunakan adalah anak sebanyak 28 anak pada kelompok kasus
1. Pendidikan
Tabel V.4
Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan
Pendidikan
Pendidikan n %
Tidak sekolah 1 1,8
SD 22 39,3
SMP 9 16,1
SMA 15 26,8
Diploma/Perguruan Tinggi 9 16,1
Total 56 100,0
Sumber: Data Primer, 2018
2. Pekerjaan
75
76
Tabel V.5
Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan
Pekerjaan
Pekerjaan N %
Tidak bekerja/IRT 12 21,4
PNS 1 1,8
Pegawai swasta 3 5,4
Petani 29 51,8
Wiraswasta 8 14,3
lainnya 3 5,4
Total 56 100,0
Sumber: Data Primer, 2018
1. Jenis Kelamin
Tabel V.6
Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Kelompok Kasus Dan
Kontrol
Jenis kelamin N %
Laki-laki 22 39,3
Perempuan 34 60,7
Total 56 100,0
Sumber: Data Primer, 2018
76
77
2. Umur Anak
Tabel V.7
Distribusi Frekuensi Umur Anak Kelompok Kasus Dan Kontrol
Umur anak N %
12-35 bulan 18 32,1
36-59 bulan 38 67,9
Total 56 100,0
Sumber: Data Primer, 2018
anak,sebagian besar usia anak berada pada umur 36-59 bulan yaitu
67% dan sebagian kecil usia anak berada pada kelompok umur 12-35
<2500 gr dan kategori normal jika berat lahir >2500 gr. Dapat dilihat
77
78
Tabel V.8
Distribusi Frekuensi Berat Badan Lahir Anak Kelompok Kasus
Dan Kontrol
lahir normal yaitu 85,7% dan sebagian kecil memiliki riwayat BBLR
berikut:
Tabel V.10
Distribusi Frekuensi Riwayat kontak Anak Kelompok Kasus Dan
Kontrol
Riwayat Kontak Penderita n %
Ada 19 33,9
Tidak ada 37 66,1
Total 56 100,0
Sumber: Data Primer 2018
Tabel V.10 dapat dilihat bahwa sebagian besar anak tidak memiliki
78
79
riwayat pemberian makanan lain selain air susu ibu (ASI) sebelum 6
lain termasuk air putih dan kategori eksklusif apabila bayi hanya
diberikan ASI saja sampai dengan usia 6 bulan. Dapat dilihat pada
Tabel V.9
Distribusi Frekuensi Riwayat ASI ekslusif Anak Kelompok
Kasus Dan Kontrol
sebesar 10,7%.
1. Status Ekonomi
rendah yaitu penghasilan responden yang kurang dari UMR yaitu sebesar
Rp. 2.025.000,- dan kategori tinggi jika penghasilan perbulan lebih dari
79
80
Tabel V.11
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status Ekonomi
Status Ekonomi n %
Rendah 44 78,6
Tinggi 12 21,4
Total 56 100,0
Sumber: Data Primer, 2018
21,4%.
2. Pengetahuan Ibu
nilai mean (≤9,29) dan baik jika lebih besar dari nilai mean (>9,29).
Tabel V.12
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan
Pengetahuan N %
Kurang Baik 28 50,0
Baik 28 50,0
Total 56 100,0
Sumber: Data Primer, 2018
80
81
Tabel V.13
Analisis Per Item Pertanyaan Kuesioner Pengetahuan
Salah Benar
No Pertanyaan
F % f %
1 Definisi TB anak 5 8,9 51 91,1
2 Penyebab TB anak 27 48,2 29 51,8
3 Cara penularan TB 29 51,8 27 48,2
4 Cara pencegahan TB anak 20 35,7 36 64,3
5 Risiko penularan TB anak 23 41,1 33 58,9
6 Lingkungan fisik rumah yang sehat 8 14,3 48 85,7
7 Perilaku pencegahan TB 28 50,0 28 50,0
8 Manfaaf pola makan yang sehat 25 44,6 31 55,4
9 Cara membuang dahak yang benar 30 53,6 26 46,4
10 Kebiasaan yang dianjurkan 17 30,4 39 69,6
11 Ciri dan gejala TB anak 27 48,2 29 51,8
12 Manfaat imunisasi BCG 40 71,4 16 28,6
13 Yang harus dilakukan jika terinfeksi TB 5 8,9 51 91,1
14 TB anak bis adisembuhkan 10 17,9 46 82,1
15 Standar rumah sehat 26 46,4 30 53,6
Sumber: Data Primer, 2018
mengetahui manfaat dari imunisasi BCG yaitu sebesar 71,4% dan masih
definisi TB anak yaitu sebesar 91,1% dan mengetahui tindakan yang harus
3. Kelembaban Udara
rentang suhu ruangan antara 40%- 70% dan tidak memenuhi syarat jika
81
82
kurang dari 40% dan lebih dari 70%. Distribusi frekuensi kelembaban
Tabel V.14
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kelembaban Udara
Kelembaban Udara N %
Tidak memenuhi syarat 17 30,4
Memenuhi syarat 39 69,9
Total 56 100,0
Sumber: Data Primer, 2018
Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat pada tabel V.15 bahwa sebagian
besar terdapat anak tinggal di ruangan yang kelembaban udara memenuhi syarat
yaitu sebesar 69,9% dan sebagian kecil yang tidak memenuhi syarat yaitu sebesar
30,4%.
4. Suhu Ruangan
rentang suhu antara 18o-30o dan tidak memenuhi syarat jika kurang dari
18o dan lebih dari 30o. Distribusi frekuensi suhu ruangan dapat dilihat pada
Tabel V.15
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Suhu Ruangan
Suhu Ruangan N %
Tidak memenuhi syarat 17 30,4
Memenuhi syarat 39 69,6
Total 56 100,0
Sumber: Data Primer, 2018
sebagian besar anak sudah tinggal di suhu ruangan yang memenuhi syarat
yaitu sebesar 69,6% dan sebagian kecil anak tinggal di suhu ruangan yang
82
83
5. Kepadatan Hunian
tidur lebih dari 9 m2/orang dan tidak memenuhi syarat jika kurang dari 9
sebagai berikut:
Tabel V.16
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kepadatan Hunian
Kepadatan Hunian N %
Tidak memenuhi syarat 30 53,6
Memenuhi syarat 26 46,4
Total 56 100,0
Sumber: Data Primer, 2018
Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat pada tabel V.14 bahwa sebagian
besar anak tinggal di rumah yang luas, ruang tidurnya tidak memenuhi syarat pada
yaitu sebesar 60,7% dan sebagian kecil anak ruang tidurnya memenuhi syarat
Tabel V.17
Hasil analisis hubungan antara riwayat ASI eksklusif terhadap
kejadian TB anak
Riwayat ASI Kasus Kontrol Total P value OR 95%
Eksklusif f % f % N % CI
Tidak Asi 26 92,9 24 85,7 50 89,3 0,669 2,167 0,363-
Eksklusif 2 7,1 4 14,3 6 10,7 12,922
Asi Eksklusif
Total 28 100 28 100 56 100
Sumber: Data primer, 2018
83
84
85,7%. Berdasarkan hasil uji chi square menunjukkan bahwa nilai p value
sebesar 0,669 yang artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara
Tabel V.18
Hasil analisis hubungan antara pengetahuan terhadap
kejadian TB anak
Pengetahuan Kasus Kontrol Total P OR 95% CI
F % f % N % value
Kurang Baik 24 85,7 4 14,3 28 50 0,000 36,000 8,057-
Baik 4 14,3 24 85,7 28 50 160,849
Total 28 100 28 100 56 100
Sumber: Data primer, 2018
yaitu sebesar 14,3%. Hasil uji chi square menunjukkan nilai p value
yang berarti orang tua yang pengetahuannya kurang baik berisiko 36 kali
84
85
Tabel V.19
Hasil analisis hubungan antara status ekonomi terhadap kejadian TB
anak
Status Ekonomi Kasus Kontrol Total P OR 95%
f % f % N % value CI
Rendah (<UMR) 24 85,7 20 71,4 44 78,6 0,329 2,400 0,629-
Tinggi (>UMR) 4 14,3 8 28,6 12 21,4 9,156
Total 28 100 28 100 56 100
Sumber: Data primer, 2018
71,4%. Hasil uji chi square menunjukkan nilai p value sebesar 0,329
yang berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara status ekonomi
Tabel V.20
Hasil analisis hubungan antara kelembaban ruangan terhadap
kejadian TB anak
Kelembaban Kasus Kontrol Total P OR 95%
Ruangan F % f % N % value CI
a. Tidak memenuhi 10 35,7 7 25,0 17 30,4 0,561 1,667 0,52
syarat (<40% dan 6-
>70%) 5,27
b. Memenuhi syarat 18 64,3 21 75,0 39 69,6 9
(40%-70%)
Total 28 100 28 100 56 100
Sumber: Data primer, 2018
85
86
sebesar 0,561 yang artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara
Tabel V.21
Hasil analisis hubungan antara suhu ruangan terhadap
kejadian TB anak
Suhu Ruangan Kasus Kontrol Total P OR 95%
F % f % N % value CI
a. Tidak memenuhi 9 32,1 8 28,6 17 30,4 1,000 1,184 0,378-
syarat (<18o dan 3,705
>30o) 19 67,9 20 71,4 39 69,6
b. Memenuhi syarat
(18o-30o)
Total 28 100 28 100 56 100
Sumber: Data primer, 2018
tidak menderita TB anak yaitu sebesar 28,6%. Berdasarkan hasil uji chi
tidak ada hubungan yang signifikan antara suhu ruangan rumah dengan
kejadian TB anak .
86
87
Tabel V.22
Hasil analisis hubungan antara kepadatan hunian terhadap kejadian
TB anak
Kepadatan Kasus Kontrol Total P OR 95%
Hunian f % f % N % value CI
a. Tidak 17 60,7 13 46,4 30 53,6 0,421 1,783 0,617-
memenuhi syarat 5,155
(<9m2/org) 11 39,3 15 53,6 26 46,4
b. Memenuhi
syarat (>9m2/org)
Total 28 100 28 100 56 100
Sumber: Data primer, 2018
tidak menderita TB anak yaitu sebesar 46,4%. Berdasarkan hasil uji chi
square menunjukkan bahwa nilai p value sebesar 0,421 yang artinya tidak
kejadian TB anak .
V.5 Pembahasan
87
88
bayi dari penyakit infeksi, baik bakteri, virus, parasit dan jamur.
Pemberian ASI eksklusif akan mengurangi risiko terkena sakit yang berat,
memberikan ASI secara eksklusif kepada anaknya. Hal ini di dukung oleh
pengakuan ibu sebesar 73,2% pada saat wawancara bahwa bayi <6 bulan
menurut responden boleh diberikan air putih, 25% ibu mengatakan boleh
diberikan susu formula agar bayi cepat gemuk, 25% ibu mengatakan
boleh diberikan nasi pirit atau kole-kole, 12,5% ibu mengatakan boleh
memberikan nasi lumat agar bayi cepat tumbuh kuat badannya, 8,9% ibu
memberikan air tajin atau air nasi,5,4% ibu mengatakan bayi harus diberi
madu, dan 1,8% ibu mengatakan harus diberi ramuan tradisional agar bayi
sehat.
kejadian TB anak dan nilai OR sebesar 36,00 yang artinya anak yang
88
89
dengan orang tua berpengetahuan kurang baik berisiko 0,25 kali untuk
mendapatkan hasil yang sama yaitu ada hubungan pengetahuan orang tua
mencegah penyakit.
mempunyai gambaran seperti apa penyakit TB anak itu dan menjadi lebih
sadar, peka serta waspada terhadap diri sendiri, anggota keluarga, maupun
89
90
penyakit TB, cara penularannya dan cara pencegahannya serta cara hidup
statistik antara status ekonomi orang tua dengan kejadian TB anak dengan
nilai odds ratio sebesar 2,400 yang artinya anak yang memiliki orang tua
dengan penghasilan rendah akan berisiko 2,4 kali lebih besar akan
kelompok ekonomi rendah atau miskin. Secara teori penelitian ini berbeda
miskin saja. Penyakit ini bisa menyerang semua usia, semua golongan
90
91
berpenghasilan tinggi.
dalam sebulan.
syarat 1,667 kali dibanding dengan anak yang tinggal di rumah dengan
ventilasi yang cukup, karena jika pada rumah ada anggota keluarga
91
92
(+).
analisa baik kasus maupun kontrol sebagian besar anak tinggal pada
sebesar 64,3% pada kelompok kasus dan 75,0% pada kelompok kontrol.
sebesar 1,184 yang artinya jika suhu ruangan tidak memenuhi syarat
besar dibandingkan anak yang tidur pada ruangan yang memenuhi syarat.
mati pada pemanasan suhu 60oC selama 15-20 menit. Ketahanan hidup
Kuman akan mati jika terkena cahaya matahari langsung selama 2 jam.
Jika dalam spuntum dapat bertahan 20-30 menit. Sebaiknya rumah yang
92
93
Utara Kota Palopo bahwa variabel suhu secara satistik bermakna dimana
odds ratio sebesar 9,117 dimana masyarakat yang suhu ruangan nya
memenuhi syarat) (Hera, 2013). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Siti
dan OR=2,674 .
besar anak baik kasus maupun kontrol tinggal di rumah dengan suhu yang
sudah memenuhi syarat yaitu sebesar 67,9% pada kasus dan 71,4% pada
kontrol.
nilai OR sebesar 1,783 yang artinya anak yang tinggal di rumah yang
padat hunian <9m2/org berisiko 1,7 kali lebih besar menderita TB anak
93
94
paparan juga meningkat jika ada gerakan udara yang terbatas diruang
sehat dimana luas kamar tidur minimal 9m2 dan tidak dianjurkan
yang terjadi bisa melewati batuk, bersin dilontar melalui droplet nuclei
yang melayang diudara dalam waktu lama sehingga dapat dihisap oleh
nilai P value 0,422 < 0,05 berarti tidak ada hubungan antara kepadatan
Kabupaten Sleman.
94
95
rata- rata kepadatan hunian rumah 45m2, hal ini masih memenuhi syarat
95
96
1. Penelitian hanya meneliti beberapa faktor saja dari sekian banyak faktor
rinci
96
97
BAB VI
VI.1 Kesimpulan
sebesar 66,1% dan sebagian kecil anak yang memiliki riwayat kontak
3. Sebagian besar anak tinggal di rumah yang luas, ruang tidurnya tidak
memenuhi syarat pada yaitu sebesar 60,7% dan sebagian kecil anak
udara memenuhi syarat yaitu sebesar 69,9% dan sebagian kecil yang
syarat yaitu sebesar 69,6% dan sebagian kecil anak tinggal di suhu
97
98
7. Tidak ada hubungan yang signifikan antara status ekonomi orang tua
10. Tidak ada hubungan yang signifikan antara suhu ruangan dengan
11. Tidak ada hubungan yang signifikan antara kelembaban udara dengan
VI.2 Saran
tuberkulosis
98
99
99
100
100
101
DAFTAR PUSTAKA
Aditya, Ig. Dodiet. 2009. Handout: “Metodologi Research” Untuk Prodi D III
Kebidanan Poltekkes Surakarta. Semester V Tahun Akademik 2008 /
2009
Centers for Disease Control and Prevention (CDC). 2013. Latent Tuberculosis
Infection: A Guide for Primary Health Care Providers. Available:
www.cdc.gov/tb/publications/ltbi/.../targetedltbi.p.diakses tanggal 27
juli 2018
Darmawan BS, Rifan Fauzie. 2013. Sistem Respirasi. In :Editors. Nelson. Ilmu
Kesehatan Anak Esensial. Ed.6. Ikatan Dokter Anak Indonesia:
Saunders;2013.p.552- 558
Dinkes Sintang, 2017. Profil Kesehatan Kabupaten Sintang tahun 2017. Sintang:
Pemerintah Kabupaten Sintang
Halim, Roni Naning, Dwi Budi Satrio. 2015. Faktor Risiko Kejadian Tb Paru
Pada Anak Usia 1 – 5 Tahun Di Kabupaten Kebumen. Fakultas
Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi. Volume 17, Nomor
2, Hal. 26-39 ISSN:0852-8349 Juli – Desember 2015
Idreswari dan Kholifah. 2015. Faktor Terjadinya Tuberkulosis Paru Pada Anak
Berdasarkan Riwayat Kontak. Visikes Jurnal Kesehatan Masyarakat
Vol 14, No 2 tahun 2015 ISSN 2549-6557
102
103
Kemenkes RI, 2017. Profil Kesehatan Indonesia tahun 2017. Jakarta: Kemenkes
RI
Maryunani, A. 2010. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : CV. Trans Info Media
Mudiyono dkk. 2015. Hubungan Antara Perilaku Ibu Dan Lingkungan Fisik
Rumah Dengan Kejadian Tuberkulosis Paru Anak Di Kota Pekalongan
Nurliza Rohayu, Sartiah Yusran dan Karma Ibrahim. 2016. Analisis Faktor Risiko
Kejadian Tb Paru Bta Positif Pada Masyarakat Pesisir Di Wilayah
Kerja Puskesmas Kadatua Kabupaten Buton Selatan Tahun 2016.
Fakultas Kesehatan Masyarakat: Universitas Halu Oleo
Peraturan Menteri Kesehatan RI. No.033 Tahun 2012. Tentang Bahan Tambahan
Makanan. Kementerian Kesehatan RI. Jakarta
103
104
Rosiana, A.M,. 2013. Hubungan Antara Kondisi Fisik Rumah dengan Kejadian
Tuberkulosis Paru. Unnes Journal of Public Health, 2 (1): 1-8.
Setyanto DB, Rahajoe NN. 2008. Diagnosis tuberkulosis pada anak. Dalam:
Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB, penyunting. Buku Ajar
Respirologi Anak. Edisi ke-1. Jakarta: IDAI
Setyanto DB. 2013. Tantangan diagnosis TB pada anak. Jakarta: Ikatan Dokter
Anak Indonesia
Shulman, S.T., Phair, J.P., Sommers, H.M., Dasar Biologis dan Klinis Penyakit
Infeksi , Ed. Keempat, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta,
1994 Hal.208.
Siti Nurul Kholifah dan Sri Andarini Indreswari. 2015. Faktor Terjadinya
Tuberkolosis Paru Pada Anak Berdasarkan Riwayat Kontak Serumah
104
105
Sunarjo. 2009. Kesulitan Makan Pada Anak, jurnal Kesehatan Anak. Jakarta:
FKUI
Sutiari, N. K & Widarsa, T (2010). Perilaku Makan Dan Pengasuhan Gizi Anak
Balita di Kawasan Pemukiman Kumuh Kota Denpasar. ISBN
978‐602‐8566‐95‐7. Diunduh: Juli 03, 2017. Dari:
https://rusmanefendi.files.wordpress.com
Wahab, A. Samik. 2012. Sistem Imun Imunisasi dan Penyakit Imun. Jakarta:
Widya Medika.
105