Anda di halaman 1dari 104

HUBUNGAN ASUPAN ENERGI, PROTEIN, ZINK, DAN AKTIVITAS FISIK

DENGAN KEJADIAN WASTING PADA REMAJA DI MTs. NEGERI 2

PONTIANAK

SKRIPSI

Oleh:

FITRI AYU ANGREANI


NPM. 131510453

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONTIANAK

TAHUN 2018
HUBUNGAN ASUPAN ENERGI, PROTEIN, ZINK, DAN AKTIVITAS

FISIK DENGAN KEJADIAN WASTING PADA REMAJA DI MTs.

NEGERI 2 PONTIANAK

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi sebagian persyaratan menjadi


Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)

Oleh:

FITRI AYU ANGREANI


NPM. 131510453

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONTIANAK
TAHUN 2018

i
ii
iii
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Yang bertanda tangan dibawah ini :


Nama : Fitri Ayu Angreani
NPM :131510453
Prodi : Gizi Kesehatan Masyarakat
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang
pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi,
dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang
pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu
dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Segala proses dalam
penyusunan skripsi saya jalankan melalui prosedur dan kaidah yang benar serta
didukung dengan data-data yang dapat dipertanggungjawabkan keabsahannya.
Jika dikemudian hari ditemukan kecurangan, maka saya bersedia untuk menerima
sanksi berupa pencabutan hak terhadap ijasah dan gelar yang saya terima.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Pontianak, Februari 2018

Fitri Ayu Angreani


NPM. 131510453

iv
Motto dan Persembahan
“Aku belajar, aku tegar dan aku berhasil.
Keberhasilan tidak dimenangkan dengan jumlah,
akan tetapi dengan keberanian dan ilmu
pengetahuan”

-Jangan takut akan kesulitan, sebab kesulitan akan menguatkan


hati, membuat kita merasakan nikmatnya sehat, membulatkan
tekat dan mengangkat kedudukan serta akan memunculkan
kesabaran-

Persembahan:
Alhamdulillah, puji syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
hidayahnya yang telah memberikan kekuatan, kesehatan dan kesabaran
untuk saya dalam menyelesaikan skripsi ini.

Saya persembahkan skripsi ini untuk kedua orang tua saya yang telah
menjadi motivasi dan inspirasi dan tiada henti selalu mendo’akan dan
mendukung saya sampai saya bisa menyelesaikan tugas akhir ini. Dan
terima kasih juga saya persembahkan untuk orang terdekat yang selalu
mendorong dan memberi semangat saya dalam pengerjaan skripsi ini.

Seperti kata pepatah, “Tanpa keluarga, sahabat, sendiri di dunia bagai


gemetar dalam dingin”

-Dan Almamaterku-

Universitas Muhammadiyah Pontianak

v
BIODATA PENULIS

Nama : FITRI AYU ANGREANI


Tempat, Tanggal Lahir : Pontianak, 3 Maret 1995
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Nama Orang Tua
Bapak : Iswandi
Ibu : Mursiana S.Ag
Alamat : Jln. Purnama 2 Gg. Purnama Indah 4

JENJANG PENDIDIKAN

1. TK : TK Andhika Putra Pontianak (1999-2001)


2. SD : SD Negeri 34 Pontianak Selatan (2001-2007)
3. SMP : SMP Negeri 2 Pontianak (2007-2010)
4. SMA : SMA Negeri 10 Pontianak (2010-2013)
5. SKM (S1) : Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Pontianak
Peminatan Gizi Kesehatan Masyarakat
(2013 – 2018)

vi
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin, segala puji bagi Allah SWT yang telah


melimpahkan segala rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis
dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Hubungan Asupan
Energi, Protein, Zink, Dan Aktivitas Fisik Dengan Kejadian Wasting Pada
Remaja Putri Di Mts. Negeri 2 Pontianak”

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak


memperoleh bimbingan, koreksi, dorongan motivasi, arahan dan dukungan dari
beberapa pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih sedalam-
dalamnya kepada Ibu Indah Budiastutik, SKM, M.Kes selaku pembimbing
pertama dan Bapak Dedi Alamsyah, SKM, M.Kes (Epid) selaku pembimbing
kedua yang telah bersedia membimbing dengan ketulusan hati dan meluangkan
waktu, tenaga, dan pikiran bersama serta penuh kesabaran memberikan arahan
dan bimbingan yang sangat bermanfaat kepada penulis selama penyusunan skripsi
ini. Pada kesempatan ini, penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada :

1. Bapak Helman Fachri, SE, MM, selaku Rektor Universitas


Muhammadiyah Pontianak.
2. Ibu Dr. Linda Suwarni, SKM, M.Kes selaku Dekan Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pontianak.
3. Bapak Abduh Ridha, SKM, MPH selaku Ketua Prodi Kesehatan
Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Pontianak.
4. Seluruh dosen dan staff pengajar Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Pontianak yang telah membekali dengan pengetahuan dan
memberikan pelayanan akademik.
5. Kepala sekolah, guru-guru dan sisi-siswi MTs. Negeri 2 Pontianak yang
telah mengizinkan penulis untuk melakukan wawancara serta bersedia

vii
memberikan informasi-informasi yang peneliti perlukan dalam studi
pendahuluan.
6. Ayah dan Ibu tercinta yang telah memberikan do’a, semangat, dan
motivasi untuk mengerjakan skripsi ini.
7. Teman-teman terdekat Diah, Dira, Dwi, Eva, Putri dan Mitra yang selalu
memberikan semangat dan dukungan
8. Rekan-rekan satu angkatan di Prodi Kesmas, yang telah banyak mengisi
waktu bersama dengan penuh keakraban selama menjalani proses belajar
di kelas, serta banyak membantu penulis selama masa pendidikan

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari


kesempurnaan. Untuk itu peneliti mengharapkan saran dan kritik dari berbagai
pihak untuk perbaikan skripsi ini. Demikian penulis berharap semoga skripsi ini
dapat bermanfaat bagi pembaca semua demi pengembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi di bidang Kesehatan Masyarakat.

Pontianak, Februari 2018

Penulis

viii
ABSTRAK
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
SKRIPSI, 21 FEBRUARY 2018
FITRI AYU ANGREANI
HUBUNGAN ASUPAN ENERGI, PROTEIN, ZINK DAN AKTIVITAS
FISIK DENGAN KEJADIAN WASTING KEJADIAN WASTING PADA
REMAJA DI MTs. NEGERI 2 PONTIANAK
XVI + 78 Halaman + 24 Tabel + 3 Gambar + 10 Lampiran

Wasting adalah kegagalan untuk mencapai pertumbuhan yang optimal, diukur


berdasarkan IMT/U (Indeks Masa Tubuh menurut Umur). Pengukuran dilakukan
dengan Timbangan (seca) untuk mengukur Berat Badan dan (microtoise ) untuk
mengukur Tinggi Badan dan dibandingkan dengan Umur remaja. Hasil persentase
remaja yang mengalami wasting pada usia 13-15 tahun di Kota Pontianak
menurut indeks IMT/U yang mengalami wasting (gizi kurus) sebesar 6,1 %.
Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan asupan energi, protein, zink dan
aktivitas fisik dengan kejadian wasting di MTs. Negeri 2 Pontianak.

Penelitian ini menggunakan desain cross sectional. Sampel dalam penelitian ini
sebanyak 50 remaja. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik simple
random sampling. Uji statistik yang digunakan adalah uji chi-square dengan
tingkat kepercayaan 95%.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara
asupan energi (pvalue = 0,006 ; PR=1,931 dengan Confident Interval (CI : 95%)
= 1,147-3,251) dan asupan protein (pvalue = 0,000 ; PR=2,476 dengan Confident
Interval (CI : 95%) = 1,341-4,573) dengan kejadian wasting di MTs. Negeri 2
Pontianak. Variabel yang tidak berhubungan yaitu asupan zink (pvalue = 0,597)
dan aktivitas fisik (pvalue = 1,000).

Disarankan untuk pihak sekolah meningkatkan program pendidikan gizi seimbang


melalui penyuluhan atau pendidikan gizi kepada remaja mengenai pentinggnya
asupan energi, protein dan gizi seimbang, melalui penyusunan program Usaha
Kesehatan Sekolah (UKS), sebagai upaya peningkatan status gizi dan memberikan
keterampilan dalam mengkonsumsi makanan yang sehat dan benilai gizi tinggi.

Kata kunci : Asupan energi, asupan protein, remaja, wasting

Pustaka : 37 (2003-2016)

ix
ABSTRACT

FACULTY OF HEALTH SCIENCES

FEBRUARY 2018

FITRI AYU ANGREANI

ENERGY, PROTEIN, ZINC AND PHYSICAL ACTIVITY


RELATIONSHIP WASTING EVENTS WASTING EVENT IN
ADOLESCENT IN MTs. STATE 2 PONTIANAK

XVI + 78 Pages + 24 Table + 3 Figures + 10 Attachments

Wasting is a failure to achieve optimal growth, measured by IMT / U (Body-


Based Age Index). Measurements were performed with Scales (seca) to measure
Weight and (microtoise) to measure Height and compared with adolescence. The
percentage of adolescents who experienced wasting at 13-15 years old in
Pontianak according to index IMT / U, adolescents who experienced wasting
(nutritional thin) of 6.1%. This study aims to determine the relationship of energy
intake, protein, zinc and physical activity with the incidence of wasting in MTs.
Negeri 2 Pontianak.

The study used cross sectional design. The sample in this study were 50
adolescents. Sampling technique using simple random sampling technique. The
statistical test used is chi-square test with 95% confidence level.

The results showed that there is a significant relationship between energy intake
(pvalue = 0.006; PR = 1,931 with Confident Interval (CI: 95%) = 1,147-3,251)
and protein intake (pvalue = 0,000; PR = 2,476 with Confident Interval (CI : 95%)
= 1,341-4,573) with the incidence of wasting in MTs. Negeri 2 Pontianak.
Unrelated variables are zinc intake (p value = 0,597) and physical activity (pvalue
= 1,000).

It is recommended that the school improve the balanced nutrition education


program through counseling or nutrition education to adolescents regarding the
pentinggnya intake of energy, protein and balanced nutrition, through the
preparation of School Health Effort program (UKS), as an effort to improve the
nutritional status and provide skills in consuming healthy and high nutritional
value.

Keywords : Energy intake, protein intake, adolescents, wasting

Bibliography : 37 (2003-2016)

x
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL…............................. ............................................................ i


HALAMAN PENGESAHAN............................................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN .............................................................................. iii
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI.......................................... ..................... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ........................................................................ v
BIODATA.................................................................................... ......................... vi
KATA PENGANTAR .......................................................................................... vii
ABSTRAK.................................................................................... ........................ ix
ABSTRACT.................................................................................... ...................... x
DAFTAR ISI ......................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ................................................................................................. xiii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xv
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xvi

BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar belakang..................................................... .............................. 1
I.2 Rumusan Masalah.............................................................................. 7
I.3 Tujuan Penelitian ............................................................................... 8
I.4 Manfaat Penelitian ............................................................................. 9
I.5 Keaslian Penelitian ............................................................................ 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


II.1 Wasting.......................... ................................................................... 12
II.2 Remaja.............................................................................................. 14
II.3 Faktor Mempengaruhi Wasting Pada Remaja .................................. 16
II.4 Kerangka Teori................................................................................. 29

xi
BAB III KERANGKA KONSEPTUAL
III.1 Kerangka Konsep............... ............................................................. 30
III.2 Variabel Penelitian .......................................................................... 30
III.3 Definisi Operasional ....................................................................... 31
III.4 Hipotesis Penelitian ........................................................................ 32

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN


IV.1 Desain Penelitian ............................................................................ 33
IV.2 Lokasi dan Waktu Penelitian .......................................................... 33
IV.3 Populasi dan Sampel Penelitian ...................................................... 33
IV.4 Teknik Pengambilan Sampel .......................................................... 35
IV.5 Teknik Instrument Pengumpulan Data ........................................... 36
IV.6 Teknik Pengolahan dan Penyajian Data ......................................... 42
IV.7 Teknik Analisa Data ....................................................................... 44

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN


V.1 Hasil Penelitian ................................................................................ 47
V.2 Pembahasan...................................................................................... 61
V.3 Keterbatasan Penelitian .................................................................... 72

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN


VI.1 Kesimpulan ..................................................................................... 73
VI.2 Saran ............................................................................................... 73

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 75


LAMPIRAN

xii
DAFTAR TABEL

Tabel 1.5 Keaslian Penelitian .......................................................................... 10

Tabel 2.1 Angka Kecukupan Energi ................................................................ 17

Tabel 2.2 Angka Kecukupan Protein ............................................................... 18

Tabel 2.3 Angka Kecukupan Zink ................................................................... 19

Tabel 2.4 Tingkat Aktivitas Fisik .................................................................... 24

Tabel 3.3 Definisi Operasional ........................................................................ 31

Tabel 4.1 Jumlah Sampel Per Kelas ................................................................ 35

Tabel 4.2 Kategorik Dan Ambang Batas Status Gizi ...................................... 39

Tabel 4.3 Kategorik Aktivitas Fisik Berdasarkan Nilai PAR .......................... 41

Tabel 4.4 Kategorik Tingkat Aktivitas Fisik Berdasarkan PAL ...................... 41

Tabel 5.1 Distribusi Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin di MTs.


Negeri 2 Pontianak .......................................................................... 51

Tabel 5.2 Gambaran Umum Umur Remaja 13-15 tahun di MTs. Negeri 2
Pontianak ........................................................................................ 52

Tabel 5.3 Distribusi Karakteristik Responden Menurut Umur di MTs. Negeri 2


Pontianak ......................................................................................... 52

Tabel 5.4 Distribusi Karakteristik Pendidikan Orang Tua Responden............. 53

Tabel 5.5 Distribusi Karakteristik Pekerjaan Orang Tua Responden ............... 53

Tabel 5.6 Gambaran Status Gizi Responden di MTs. Negeri 2 Pontianak ....... 54

Tabel 5.7 Distribusi Asupan Energi Remaja Di MTs. Negeri 2 Pontianak ..... 55

Tabel 5.8 Distribusi Asupan Protein Remaja Di MTs. Negeri 2 Pontianak .... 56

xiii
Tabel 5.9 Distribusi Asupan Zink Remaja Di MTs. Negeri 2 Pontianak ........ 57

Tabel 5.10 Distribusi Aktivitas Fisik Remaja Di MTs. Negeri 2 Pontianak .... 57

Tabel 5.11 Tabulasi Silang Hubungan Asupan Energi Dengan Kejadian Wasting
di MTs. Negeri 2 Pontianak ............................................................. 58

Tabel 5.12 Tabulasi Silang Hubungan Asupan Protein Dengan Kejadian


Wasting di MTs. Negeri 2 Pontianak ............................................... 59

Tabel 5.13 Tabulasi Silang Hubungan Asupan Zink Dengan Kejadian Wasting
di MTs. Negeri 2 Pontianak ............................................................. 60

Tabel 5.14 Tabulasi Silang Hubungan Aktivitas Fisik Dengan Kejadian Wasting
di MTs. Negeri 2 Pontianak ............................................................. 61

xiv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.4 Kerangka Teori............................................................................ 29

Gambar 3.1 Kerangka Konsep ........................................................................ 30

Gambar 5.1.2 Alur Penelitian ........................................................................... 50

xv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Daftar Singkatan


Lampiran 2 Lembar Persetujuan Menjadi Responden (Informed Consent)
Lampiran 3 Jadwal Kegiatan Penelitian
Lampiran 4 Surat Penelitian dari Universitas Muhammadiyah Pontianak
Lampiran 5 Surat Penelitian dari MTs. Negeri 2 Pontianak

Lampiran 6 Instrument Penelitian (Kuesioner)


Lampiran 7 Rekapitulasi Data Responden

Lampiran 8 Analisi Univariat

Lampiran 9 Analisis Bivariat

Lampiran 10 Dokumentasi Penelitian

xvi
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Salah satu keadaan yang terkait dengan masalah gizi yaitu wasting (gizi

kurus). Wasting (gizi kurus) adalah semua hal yang berkaitan dengan

ketidakcukupan makanan (diet), termasuk penyerapan dan pencernaan makanan

yang tidak sempurna sehingga mengakibatkan timbulnya penyakit yang muncul

sebagai gejala klinis serta makanan yang tidak mencukupi secara kualitas atau

kuantitas (Khumaidi, 1989). Wasting (gizi kurus) merupakan ketidacukupan

konsumsi makanan (energi, protein dan zink) dalam periode yang lama dan

berlanjut dengan keadaan berat badan yang rendah dan menimbulkan dampak

kurus (Akiyeni dkk, 2009).

Berat Badan (Kg) menurut Tinggi Badan (Cm) atau BB/TB² dan IMT/U

merupakan salah satu indeks yang digunakan untuk menentukan status gizi kini

atau kurang gizi akut yang dikelompokkan dalam empat kategori yaitu gemuk,

normal, kurus dan kurus sekali. Pada keadaan yang baik berat badan remaja akan

berbanding lurus dengan tinggi badannya, dengan kata lain berat badan akan

seimbang dengan tinggi badannya. Jika ada gangguan dimana BB dan TB tidak

seimbang, itu disebut dengan wasting (gizi kurus) (Muljati & Sandjaja, 2008).

Indikator BB/TB² dan IMT/U memberikan indikasi masalah gizi yang

sifatnya akut sebagai akibat dari peristiwa yang terjadi dalam waktu yang tidak

lama (singkat), misalnya: terjadi wabah penyakit dan kekurangan makan

(kelaparan) yang mengakibatkan remaja menjadi kurus. Konsekuensi jangka

1
panjang penderita wasting adalah gangguan pertumbuhan pada usia selanjutnya

dan deficit tingkat kecerdasan. Masih tingginya prevalensi wasting mempunyai

implikasi bahwa Indonesia menghadapi resiko generasi yang hilang. Kondisi ini

akan berpengaruh terhadap rendahnya kualitas sumber daya manusia (Muljati &

Sandjaja, 2008).

Program Sustainable Development Goals (SDGs) yang dicanangkan PBB

salah satunya program pengurangan mortalitas remaja. Menurut Food Agriculture

Organization (FAO) pada tahun 2010 – 2012 diperkirakan sekitar 870 juta orang

dari 7,1miliar penduduk dunia atau satu dari delapan orang penduduk dunia

menderita wasting (gizi kurus). Mortalitas remaja terkait dengan masalah gizi,

seperti yang dipublikasikan oleh WHO bahwa sepertiga dari kematian remaja

berhubungan langsung dengan malnutrisi (WHO, 2010).

Populasi remaja merupakan kelompok penduduk yang cukup besar,

penduduk Indonesia cukup didominasi oleh remaja. Jumlah penduduk Indonesia

Usia 10-19 tahun sebesar 22,2% dari total penduduk. Masalah kependudukan

sekarang tidak lagi sepenuhnya terpusat pada jumlah penduduk, melainkan pada

kualitas penduduknya. Remaja merupakan aset bangsa untuk terciptanya generasi

yang memiliki sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan memiliki daya

saing, dan status gizi sangat berperan dalam hal tersebut, melalui asupan energi

yang baik dan benar (Waryana, 2010). Kekurangan gizi yang terjadi di rentang

usia 13-15 tahun akan berdampak pada pertumbuhan remaja yang kurus pendek

dan akan melahirkan bayi dengan berat badan rendah (DepKes RI, 2015).

2
Berdasarkan kategori kekurusan umur 13-15 tahun penilaian status gizi

berdasarkan IMT, Indonesia mempunyai prevalensi kekurusan 12,1%. Angka

tersebut merupakan rata-rata kejadian wasting di 33 provinsi, NTB merupakan

salah satu provinsi yang mempunyai angka wasting tertinggi yaitu, 17,7%

(Riskesdas, 2010). Pada tahun 2010, status gizi pada remaja umur 13-15 tahun

menunjukkan prevalensi kurus 10,1%, (2,7% sangat kurus dan 7,4% kurus).

Sebanyak 13 Provinsi dengan prevalensi remaja kurus (IMT/U) di atas prevalensi

Nasional (Riskesdas, 2010), sedangkan pada tahun 2013 menunjukkan prevalensi

kurus 11,1% , (3,3% sangat kurus dan 7,8% kurus). Sebanyak 17 provinsi dengan

prevalensi remaja sangat kurus (IMT/U) di atas prevalensi Nasional (Riskesdas,

2013).

Dari data Riskesdas 2013 diketahui berdasarkan proporsi aktivitas fisik

tergolong kurang aktif secara umum adalah 26,1%. DKI Jakarta termasuk ke

dalam provinsi dengan penduduk aktivitas fisik tergolong kurang aktif berada di

atas rata-rata Indonesia dan menduduki posisi lima tertinggi dengan persentasi

44,2% (Riskesdas, 2013). Menurut Djoko Pekik (2007), bahwa aktivitas fisik

remaja atau usia sekolah pada umumnya memiliki tingkat aktvitas fisik ringan,

sebab kegiatan yang sering dilakukan adalah belajar. Remaja yang kurang

melakukan aktivitas fisik sehari-hari menyebabkan tubuhnya kurang

mengeluarkan energi.

Berdasarkan hasil penelitian Khairunnisa di Kabupaten Semarang didapat

bahwa status wasting (gizi kurus) lebih banyak terjadi pada responden laki-laki

yaitu sebesar 8,9%. Hal ini dapat disebabkan oleh karena tingginya aktivitas fisik

3
yang dilakukan, tetapi tidak diimbangi dengan asupan makanan yang dikonsumsi,

serta semakin meningkatnya perilaku merokok pada remaja yang dapat menekan

nafsu makan, menyempitkan saluran pencernaan sehingga mengganggu proses

penyerapan makanan yang dikonsumsi (Khairunnisa, 2016).

Penelitian selanjutnya tentang status gizi berdasarkan indeks massa tubuh

(IMT) yang dilakukan di SMU PGRI Maros menunjukan bahwa jumlah siswa

yang tergolong kurus mencapai 34,5% yang terdiri atas 9,7% berstatus wasting

(gizi kurus) tingkat berat, 24,8% kurus tingkat ringan (Fanny, dkk, 2010).

Hasil persentase remaja yang mengalami wasting pada usia 13-15 tahun di

Kota Pontianak menurut indeks IMT/U, remaja yang mengalami wasting (gizi

kurus) sebesar 6,1 % dari 14 Kota/Kabupaten (Dinas Kesehatan Kota Pontianak,

2016).

Penyebab status wasting (gizi kurus) khususnya keadaan kurus dapat

disebabkan faktor primer dan faktor sekunder. Faktor primer berupa kekurangan

makanan, baik kualitas maupun kuantitas yang dihitung berdasarkan kebutuhan

seseorang sedangkan faktor sekunder berupa kondisi yang dapat menyebabkan zat

gizi tidak sampai disel tubuh setelah makanan dikonsumsi misal penurunan daya

absorpsi pada saluran pencernaan dan adanya infeksi parasit yang menurunkan

kandungan zat gizi dalam tubuh dan aktifitas fisik (Almatsier, 2005).

Dampak wasting (gizi kurus) pada remaja antara yaitu gangguan

pertumbuhan, remaja yang mengalami gizi kurus tidak akan tumbuh menurut

potensialnya. Hal ini disebabkan karena protein lebih banyak digunakan sebagai

zat pembakar dan zat pembangun, sehingga otot-otot menjadi lembek. Kondisi

4
status wasting (gizi kurus) dapat mengakibatkan perubahan fisiologis tubuh

berupa perubahan biokimia, fungsional, dan anatomi. Jika jumlah energi yang

diperoleh tidak cukup, maka tubuh akan melakukan penghematan terhadap

pemakaian energi, untuk menjamin berbagai reaksi biokimia dalam tubuh tetap

berlangsung secara normal. Akibat kekurangan gizi terhadap proses tubuh

bergantung pada zat-zat gizi apa yang kurang. Kekurangan gizi secara umum

menyebabkan gangguan pada proses-proses antara lain, proses pertumbuhan,

produksi tenaga, pertambahan tubuh, struktur dan fungsi otak, dan perilaku

(Moehji, 2003).

Timbulnya masalah gizi pada remaja pada dasarnya dikarenakan perilaku

gizi yang salah, yakni ketidakseimbangan antara konsumsi gizi dengan kecukupan

gizi yang dianjurkan. Bila konsumsi gizi selalu kurang dari kecukupan maka

seseorang akan mengalami masalah gizi kurus sehingga berdampak seseorang

lebih terlihat kurus (wasting). Remaja yang kurus penampilannya malah

cenderung kurang menarik, mudah letih dan beresiko sakit (Sulistyoningsih,

2011).

Status gizi dapat dipengaruhi oleh faktor langsung dan tidak langsung.

Faktor langsung yaitu asupan energi, asupan protein dan asupan zink (Supariasa,

2012). Asupan energi, protein, zink dan asupan makanan kurang dari yang

dibutuhkan akan menyebabkan tubuh menjadi kurus (wasting) dan rentan terhadap

penyakit. Sedangkan faktor tidak langsungnya yaitu ketersedian bahan pangan dan

pendapatan, dan jenis kelamin yang juga mempengaruhi tubuh menjadi kurus

(wasting) (Sulistyoningsih, 2011).

5
Kebutuhan gizi remaja relatif besar, karena mereka masih mengalami

pertumbuhan. Selain itu remaja umumnya melakukan aktifitas fisik lebih tinggi

dibanding usia lainnya, sehingga diperlukan zat gizi yang lebih banyak. Remaja

dan eksekutif muda yang aktif dan banyak melakukan olahraga memerlukan

asupan energi yang lebih besar dibandingkan yang kurang aktif, begitu pula

dengan asupan protein. Kebutuhan protein juga meningkat pada masa remaja,

karena proses pertumbuhan yang sedang terjadi dengan cepat. Masih banyaknya

asupan energi dan asupan protein yang kurang terlihat dari status gizinya.

(Sayogo, 2006).

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan di MTs. Negeri 1

Pontianak, kategorik IMT/U remaja yang memiliki status gizi kurus (wasting)

sebanyak 4 orang (40%) sedangkan yang memiliki status gizi normal sebanyak 6

orang (60%). Melalui recall 24 jam remaja yang memiliki status gizi kurus

(wasting) rata-rata kekurangan asupan energi sebanyak 3 orang (30%) ,

kekurangan asupan protein sebanyak 2 orang (20%), kekurangan asupan zink

sebanyak 2 orang (20%) dan yang memiliki aktivitas fisik berat sebanyak 3 orang

(30%). Sedangkan pada studi pendahuluan di MTs. Negeri 2 Pontianak, kategorik

IMT/U remaja yang memiliki status gizi kurus (wasting) sebanyak 7 orang (70%)

sedangkan yang memiliki status gizi normal sebanyak 3 orang (30%) . Melalui

recall 24 jam remaja yang memiliki status gizi kurus (wasting) rata-rata

kekurangan asupan energi sebanyak 6 orang (60%), kekurangan asupan protein

sebanyak 5 orang (50%), kekurangan asupan zink sebanyak 3 orang (30%) dan

yang memiliki aktifitas fisik berat sebanyak 4 orang (40%).

6
Berdasarkan hasil studi pendahuluan di 2 MTs Negeri yang ada di Kota

Pontianak, maka peneliti menetapkan hasil penelitian di MTs. Negeri 2 Pontianak

dengan mengangkat judul penelitian tentang “Hubungan Asupan Energi, Protein,

Zink, Dan Aktifitas fisik Dengan Kejadian Wasting Pada Remaja Di MTs. Negeri

2 Pontianak”. Dasar dari pemilihan MTs. untuk penelitian ini karena pada usia 13-

15 adalah masa pertumbuhan remaja karena bertambahnya kebutuhan nutrisi zat

gizi dan kalori akibat meningkatnya pertumbuhan dan perkembangan fisik dalam

waktu yang relatif singkat dan merupakan masa yang sangat rentan dalam

kekurangan maupun kelebihan gizi.

I.2 Rumusan Masalah

Status wasting (gizi kurus) pada remaja berhubungan dengan berbagai

macam faktor yang mempengaruhinya, diantaranya adalah asupan energi, protein

dan zink, aktifitas fisik, ketersedian pangan dan waktu istirahat yang dialami

remaja.

Dari hasil studi pendahuluan di Mts. Negeri 2 Pontianak remaja dilakukan

pengukuran BB/TB m² sebanyak 10 siswa yang dipilih secara acak sebagai survei

pendahuluan untuk mengetahui status wasting (gizi kurus), menunjukan 70%

remaja mengalami gizi kurang (wasting) dan 30% mengalami gizi normal. Dan

melalui recall 24 jam remaja yang memiliki status gizi kurus (wasting) rata-rata

kekurangan asupan energi sebanyak 6 orang (60%), kekurangan asupan protein

sebanyak 5 orang (50%), kekurangan asupan zink sebanyak 3 orang (30%) dan

yang memiliki aktifitas fisik berat sebanyak 4 orang (40%). (Data Primer, 2017).

7
Berdasarkan hal tersebut, maka yang menjadi rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah apakah terdapat “Hubungan Asupan Energi, Protein, Zink

Dan Aktivitas Fisik Dengan Kejadian Wasting Pada Remaja Di Mts. Negeri 2

Pontianak.”

I.3 Tujuan Penelitian

I.3.1 Tujuan Umum

Tujuan penelitian secara umum untuk mengetahui hubungan asupan

energi, protein, zink dan aktifitas fisik dengan kejadian wasting (gizi kurus) pada

remaja di MTs. Negeri 2 Pontianak.

I.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui hubungan antara asupan energi dengan kejadian wasting

pada remaja di MTs. Negeri 2 Pontianak.

2. Mengetahui hubungan antara asupan protein dengan kejadian wasting

pada remaja di MTs. Negeri 2 Pontianak.

3. Mengetahui hubungan antara asupan zink dengan kejadian wasting

pada remaja di MTs. Negeri 2 Pontianak.

4. Mengetahui hubungan antara aktifitas fisik dengan kejadian wasting

pada remaja di MTs. Negeri 2 Pontianak.

8
I.4 Manfaat Penelitian

I.4.1 Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sarana pembelajaran untuk

menerapkan ilmu yang didapatkan selama perkuliahan dan dapat meningkatkan

pengetahuan tentang hubungan asupan energi, asupan protein, asupan zink dan

aktifitas fisik remaja tentang wasting (gizi kurus).

I.4.2 Bagi Siswa-Siswi MTs. Negeri 2 Pontianak

Memberikan wawasan tentang apa itu wasting (gizi kurus), dan menjadi

pengetahuan agar remaja dapat mempertahankan asupan makanan dan aktifitas

fisik yang dijalankan sehingga kebutuhan asupan yang diperulukan cukup bagi

tubuh.

I.4.3 Bagi Orang Tua Siswa

Diharapkan dapat memberikan informasi kepada pihak orang tua tentang

status wasting (gizi kurus) pada remaja dan sebagai bahan masukan agar pihak

orang tua serta remaja dapat mengenal masalah wasting (gizi kurus) dan dapat

menanggulangi permasalahan wasting (gizi kurus) yang ada pada remajanya.

I.4.4 Bagi Pihak Sekolah

Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan informasi kepada pihak

sekolah tentang wasting (gizi kurus) pada remaja dan sebagai bahan masukan agar

pihak sekolah serta remaja dapat mengenal masalah wasting (gizi kurus) dan dapat

menanggulangi permasalahan wasting (gizi kurus) yang ada. Dan menjadi bahan

promosi kesehatan masalah gizi remaja.

9
I.5 Keaslian Penelitian
Tabel I.5 Keaslian Penelitian
Penulisan
Judul
dan Metode Variabel Hasil Persamaan Perbedaan
Penelitian
Tahun
Hubungan Amelia, Desain Variabel Terdapat Metode Penelitian
Asupan R,. dkk,. Penelitian Bebas : hubungan Penelitian : dilakukan
Energi Dan (2013) Cross Asupan antara Cross pada Santri
Zat Gizi Sectional energi, asupan Sectional Putri Yayasan
Dengan protein, energi, Variabel Pondok
Status Gizi zink, dan protein dan Bebas: Pesantren
Santri Putri status gizi zink dengan Asupan Hidayatullah
Yayasan lainnya status gizi energi, Makasar
Pondok Variabel santri protein dan
Pesantren Terikat : (p : <0,05) zink
Hidayatullah Status gizi Variabel
kurus pada Terikat:
santri Gizi kurus
(wasting)
pada remaja
Hubungan Warius., Desain Variabel Terdapat Metode Variabel
antara asupan dkk Penelitian Bebas: hubungan Penelitian : Bebas :
energi dan (2015) Cross Asupan antara Cross Asupan
zat gizi Sectional energi, asupan Sectional karbohidrat
makro karbohidrat, energi, Variabel dan lemak
dengan status protein dan ptotein Bebas:
gizi pelajar lemak dengan Asupan Penelitian
Variabel status gizi energi dan dilakukan di
Terikat : IMT/U protein SMP Negeri
Status gizi (p>0,05) Variabel 13 Kota
pelajar PR = 0,917 Terikat : Manado
Status gizi
wasting
pada pelajar
remaja
Faktor-Faktor Khairunni Desain Variabel Ada Metode Variabel
Yang sa., dkk Penelitian Bebas: hubungan Penelitian : Bebas :
Berhubungan (2016) Cross Pengetahua antara Cross Pengetahuan
Dengan Sectional n gizi, pengetahua Sectional gizi,
Status Gizi pendidikan n gizi, Variabel pendidikan
Pada Siswa ibu, pendidikan Terikat : ibu,
SMA pendapatan ibu, Status gizi pendapatan
orang tua, pendapatan kurus orang tua, jenis
jenis orang tua (wasting) kelamin dan

10
kelamin dan dengan kebiasaan
kebiasaan status gizi olahraga
olahraga pada siswa
Variabel (p value = Penelitian
Terikat : 0,382) Dilakukan Di
Status gizi Sma
kurus dan Kabupaten
obesitas Semarang
Hubungan Pujiati., Desain Variabel Hasil Metode Variabel
Antara dkk Penelitian Bebas: penelitian Penelitian : Bebas :
Perilaku (2015) Cross Umur dan menunjukan Cross Umur dan
Makan Sectional perilaku tidak ada Sectional perilaku
Dengan makan hubungan Variabel makan remaja
Status Gizi remaja antara Terikat :
Pada Remaja perilaku Status gizi Penelitian
Putri Variabel makan remaja dilakukan di
Terikat : dengan RW 5 Kel.
Status gizi status gizi Cinta Raja
pada remaja (p value = Kec. Sail Kota
putri 0,331) Pekanbaru
Hubungan Assa, N., Desain Variabel Terdapat Metode Penelitian
Antara dkk Penelitian Bebas : hubungan Penelitian : dilakukan di
Asupan (2015) : Cross Asupan yang Cross SMP Negeri 8
Energi Dan Sectional energi, bermakna Sectional Manado
Protein protein, antara Variabel
Dengan zink dan asupan Bebas :
Status Gizi aktivitas energi, Asupan
Pada Pelajar fisik protein dan energi,
zink dengan protein,
Variabel status gizi zink dan
Terikat : (IMT/U) aktivitas
Status gizi (p = 0,05) fisik
kurus Variabel
(wasting) Terikat:
pada remaja Status gizi
kurus
(wasting)
pada remaja

11
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Wasting (Gizi Kurus)

II.1.1 Pengertian Wasting (Gizi Kurus)

Wasting adalah kegagalan untuk mencapai pertumbuhan yang optimal,

diukur berdasarkan IMT/U (Indeks Masa Tubuh menurut Umur) (BAPPENAS

2011). Remaja yang wasting ditandai dengan badan yang kurus akibat kurangnya

asupan zat gizi sehingga massa tubuh tidak sesuai dengan tinggi badan remaja.

Wasting merupakan masalah gizi serius yang perlu diatasi di Indonesia. Dampak

wasting pada remaja adalah mengalami penurunan daya ekspolasi terhadap

lingkungannya, peningkatan frekuensi menangis, kurang bergaul dengan teman-

temannya, kurang perasaan gembira, dan cenderung menjadi apatis. Dalam jangka

panjang, remaja tersebut akan mengalami gangguan kognitif, penurunan prestasi

belajar, gangguan tingkah laku, bahkan peningkatan resiko kematian (Pramudya

& Bardosono, 2012).

II.1.2 Penyebab Wasting (Gizi Kurus)

Penyebab status wasting (gizi kurus) khususnya keadaan kurus dapat

disebabkan faktor primer dan faktor sekunder. Faktor primer berupa kekurangan

makanan, baik kualitas maupun kuantitas yang dihitung berdasarkan kebutuhan

seseorang sedangkan faktor sekunder berupa kondisi yang dapat menyebabkan zat

gizi tidak sampai disel tubuh setelah makanan dikonsumsi misal penurunan daya

12
absorpsi pada saluran pencernaan dan adanya infeksi parasit yang menurunkan

kandungan zat gizi dalam tubuh (Almatsier, 2005).

II.1.3 Dampak Wasting (Gizi Kurus)

Kondisi status gizi kurus dapat mengakibatkan perubahan fisiologis tubuh

berupa perubahan biokimia, fungsional, dan anatomi. Jika jumlah energi yang

diperoleh tidak cukup, maka tubuh akan melakukan penghematan terhadap

pemakaian energi, untuk menjamin berbagai reaksi biokimia dalam tubuh tetap

berlangsung secara normal. Akibat kekurangan gizi terhadap proses tubuh

bergantung pada zat-zat gizi apa yang kurang. Kekurangan gizi secara umum

menyebabkan gangguan pada proses-proses antara lain, proses pertumbuhan,

produksi tenaga, pertambahan tubuh, struktur dan fungsi otak, dan perilaku

(Moehji, 2003).

Remaja yang pada saat remaja-remaja pernah menderita wasting (gizi

kurus) dalam jangka waktu yang lama cenderung lebih pendek dari remaja

seusianya yang tidak pernah menderita wasting (gizi kurus). Remaja yang

menderita wasting (gizi kurus) cenderung sangat lambat dan lamban dalam

menerima pelajaran disekolah dibandingkan dengan remaja yang gizinya baik.

Mereka tidak mampu bersaing dengan teman sekelasnya. Dampak wasting (gizi

kurus) pada remaja antara yaitu gangguan pertumbuhan, remaja yang mengalami

gizi kurus tidak akan tumbuh menurut potensialnya. Hal ini disebabkan karena

protein lebih banyak digunakan sebagai zat pembakar dan zat pembangun,

sehingga otot-otot menjadi lembek (Moehji, 2003).

13
II.2 Remaja

I.3.2 Pengertian Remaja

Remaja merupakan masa peralihan pada periode pertumbuhan dan

terjadinya perkembangan fisik secara pesat. Remaja adalah masa atau salah satu

periode dalam kehidupan manusia yang sangat penting dan merupakan masa

transisi sebagai generasi penerus dan penerima tongkat estafet pembangunan

bangsa. Pada masa remaja terjadi perubahan yang sangat berarti baik secara fisik

maupun psikologi diantaranya terjadi proses pertumbuhan yang cepat sehingga

kebutuhan zat gizi remaja perlu mendapat perhatian. Sudah seharusnya remaja

mendapatkan komponen nutrisi penting yang dibutuhkan untuk berkembang.

Namun banyak remaja tidak memperdulikan kebutuhan gizi termasuk jenis dan

jumlah yang dikonsumsi setiap hari. Beberapa diantara remaja putri

mempraktikkan diet untuk menjaga bentuk tubuhnya dengan cara yang kurang

benar dan tanpa pedoman, seperti mengurangi jumlah dan frekuensi makan agar

tidak menjadi gemuk (Maemunah,2003).

II.2.2 Karakteristik Remaja

Pertumbuhan fisik selama remaja terlihat pada karakteristik penampilan

dan ukuran tubuh. Remaja putri akan terlihat pertambahan ukuran pada area dada

diikuti dengan tumbuhnya rambut pubis seiring juga dengan pertumbuhan rambut

di ketiak. Remaja putri umumnya mencapai kematangan fisik lebih dulu

dibanding remaja laki-laki dan dimulai dengan terjadinya menstruasi pertama

(menarche). Menarche biasanya terjadi pada usia 9 dan 15 tahun (James &

Ashwill, 2007).

14
Masa remaja terbagi menjadi tiga fase berdasarkan perkembangan

psikososialnya, yaitu : (Brown,2005).

1. Remaja Awal (Early Adolescence) : umur 11-14 tahun.

2. Remaja Menengah (Middle Adoelescence) : umur 15-17 tahun.

3. Remaja Lanjut (Late Adoelescence) : umur 18-21 tahun.

Masa remaja muda ditandai dengan pemikiran yang konkret, egosentris,

dan perilaku yang impulsif. Kemampuan berpikir remaja belum berkembang

dengan sempurna, sehingga pemahaman mereka terhadap kesehatan gizi masih

terbatas (Brown, 2005).

II.2.3 Gizi Remaja

Remaja memerlukan makanan yang mengandung zat gizi untuk hidup,

tumbuh, berkembang, bergerak dan memelihara kesehatannya. Status gizi

seseorang dipengaruhi oleh jenis makanan yang dikonsumsi serta pola hidup yang

biasa dilakukannya setiap hari. Status gizi merupakan ekspresi dari keadaan

keseimbangan dalam bentuk variable tertentu pada seseorang (Supariasa, 2002).

Suatu perubahan utama pada masa remaja adalah timbulnya masa

pubertas, yaitu suatu periode dimana organ reproduksi mulai aktif berfungsi dan

mulai menampakkan karakteristik sexual sekunder. Keadaan ini mempengaruhi

kebutuhan gizi dan absorbs serta penggunaan zat gizi. Perubahan hormon yang

menjadi perantara dari pubertas juga menyebabkan perubahan fisik secara

umum yang mempengaruhi kebutuhan zat gizi pada remaja (Guthrie, 2005).

15
Masalah gizi remaja sangatlah rentan dan harus segera dilakukan upaya

pencegahan dan tetap dilakukan intervensi. Ada 3 alasan yang mendukung

pernyataan bahwa remaja termasuk dalam kelompok yang rentan, yaitu:

1. Percepatan pertumbuhan dan perkembangan tubuh memerlukan energi dan zat

gizi yang lebih banyak.

2. Perubahan gaya hidup dan kebiasaan pangan menuntut penyesuaian masukan

energi dan zat gizi.

3. Kehamilan, keikutsertaan dalam olahraga, kecanduan alkohol dan obat-obatan,

akan berdampak pada peniingkatannya kebutuhan, serta pula remaja yang

makan secara berlebihan sehingga terjadilah obesitas (Arisman, 2010).

II.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Wasting Pada Remaja

II.3.1 Faktor Penyebab Langsung

A. Asupan Makan

Asupan makanan merupakan zat gizi yang dikonsumsi baik berupa jumlah,

jenis dan frekuensi yang diserap oleh tubuh untuk beraktifitas serta untuk

mencapai kesehatan yang optimal. Dalam kenyataannya sampai saat ini dalam

masyarakat masih terdapat penderita beragai tingkat kekurangan gizi. Masalah

gizi tersebut merupakan refleksi konsumsi energy dan zat-zat gizi lai yang belum

mencapai kebutuhan tubuh (Permatasari, 2009).

Konsumsi zat gizi sehari-hari dipengaruhi oleh ketersediaan bahan pangan

dalam keluarga. Ketersediaan bahan makanan dalam rumah tangga tergantung

dari pendidikan, kemampuan, untuk membeli dan ketersediaan bahan makanan di

16
pasaran dan produksi. Konsumsi makanan berpengaruh terhadap status gizi

seseorang. Status gizi yang optimal apabila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi

yang dapat digunakan secara efisien. Berikut ini merupakan penjelasan dari

asupan energi, protein, dan zink :

1) Energi

Energi berfungsi sebagai zat tenaga untuk metabolisme, pertumbuhan,

pengaturan suhu dan kegiatan fisik. Kekurangan energi yang berasal dari

makanan, menyebabkan seseorang kekurangan tenaga untuk bergerak, bekerja,

dan melakukan aktivitas. Remaja menjadi malas, merasa lemas dan prestasi

belajar menurun. Selain itu, dampak yang timbul akibat wasting (gizi kurus)

menyebabkan daya tahan terhadap tekanan atau stess menurun. Sistem imunitas

dan antibodi berkurang, sehingga mudah terserang infeksi penyakit (Almatsier,

2004).

Berikut merupakan angka kecukupan energi untuk remaja usia 13-15 tahun

menurut AKG 2013 (Kemenkes, 2014):

Tabel 2.1 Angka Kecukupan Energi (kkal) Remaja Usia 13-15 Tahun
Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi 2013

Asupan Energi Asupan Energi


Jenis Kelamin (kkal) (kkal)
100% 80%
Laki-laki 2475 1980
Perempuan 2125 1700
Sumber: Kemenkes (2014)

17
Untuk memenuhi asupan energi diatas, dibutuhkan bahan makanan yang

mengandung energi tinggi. Sumber energi berkonsentrasi tinggi adalah bahan

makanan sumber lemak, seperti lemak dan minyak, kacang-kacangan dan biji-

bijian. Selain itu bahan makanan sumber karbohidrat yang mengandung energi

tinggi, seperti padi-padian, umbi-umbian, dan gula murni (Almatsier, 2004).

2) Protein

Protein berperan penting dalam pertumbuhan dan kekuatan otot. Setiap

harinya, seorang remaja membutuhkan 45-60 g protein. Kekurangan konsumsi

protein pada remaja kecil dapat menyebabkan terganggunya pertumbuhan tubuh

remaja.

Tabel 2.2 Angka Kecukupan Protein (g) Remaja Usia 13-15 Tahun
Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi 2013

Asupan Protein Asupan Protein


Jenis Kelamin (g) (g)
100% 80%
Laki-laki 72 57.6
Perempuan 69 55.2
Sumber: Kemenkes (2014)

Untuk memenuhi asupan protein diatas, dibutuhkn bahan makanan yang

memiliki kandungan protein tinggi. Sumber utama protein yang bersumber dari

makanan seperti daging, ayam, telur, susu dan produknya, kacang, tahu dan

kedelai (Almatsier, 2004).

18
3) Zink

Zink dalam makanan sebagian besar terikat dengan protein dan asam

nukleat. Makanan yang kaya protein utamanya daging merah dan kerang

merupakan makanan sumber zink yang paling baik. Ikatan senyawa zink dengan

protein seringkali sangat stabil sehingga memerlukan aktivitas substansial dalam

pencernaan agar zink terlepas dan dapat diserap. Kekurangan zink pada usia

remaja dapat berakibat gangguan pertumbuhan fisik dan perkembangan sel otak.

Tabel 2.3 Angka Kecukupan Zink (mg) Remaja Usia 13-15 Tahun
Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi 2013

Asupan Zink Asupan Zink


Jenis Kelamin (mg) (mg)
100% 80%
Laki-laki 18 14.4
Perempuan 16 12.8
Sumber: Kemenkes (2014)

Untuk memenuhi asupan zink diatas, dibutuhkn bahan makanan yang

memiliki kandungan zink tinggi. Sumber utama zink yang bersumber dari bayam,

kepiting, kacang-kacangan, biji-bijian, daging merah, dan kuning telur

(Almatsier, 2004).

4) Recall

Kecukupan gizi adalah rata-rata asupan zat gizi harian yang cukup untuk

memenuhi kebutuhan hampir semua orang (97,5%) orang sehat dalam kelompok

umur, jenis kelamin, dan fisiologis tertentu. Dengan pengucualian tentang

kebutuhan protein dan zink, hanya sedikit bukti yang menunjukan bahwa

19
kebutuhan zat-zat gizi berdistribusi normal. Untuk itu, kecukupan undtuk energi

diterapkan dengan cara berbeda daripada kecukupan yang perlu diketahui adalah

dengan recall 24 jam hanya dilakukan 2 kali (2x24 jam), maka data yang

diperoleh cenderung lebih bersifat kualitatif dan kurang representatif untuk

menggambarkan kebiasaan makanan individu.

Oleh karena itu, untuk mendapatkan data kuantitatif, maka jumlah

konsumsi makanan individu dinyatakan secara teliti dengan menggunakan alat

URT (sendok, gelas, piring, dan lain-lain) atau ukuran yang biasa dipergunakan

sehari-hari. Sementara pada recall 24 jam dapat dilakukan minimal 2 kali 24 jam

berturut-turut, agar menghasilkan gambaran asupan zat gizi yang lebih optima dan

memberikan variasi yang lebih besar tentang intake harian individu (Supariasa

dkk, 2012).

Tahapan teknik wawancara pada pelaksanaan recall 24 jam, sebagai

berikut:

1. Quick list (membuat daftar ringkas) bahan makanan yang dikonsumsi sehari

kemarin.

2. Review kembali kelengkapan quick list bersama responden.

3. Gali hidangan yang dikonsumsi dikaitkan waktu dan aktifitas fisik.

4. Tanyakan rincian hidangan menurut jenis bahan makanan, jumlah, berat, dan

sumber perolehannya yang dikonsumsi kemarin.

5. Review kembali jawaban untuk menghindari kemungkinana masih ada

makanan dikonsumsi tapi terlupakan.

20
Metode recall 24 jam ini mempunyai kelebihan dan kekurangan, sebagai

berikut (Supariasa dkk, 2012) :

a. Kelebihan Metode Recall 24 Jam :

1. Mudah melaksanakannya serta tidak terlalu membebani responden.

2. Biaya relatif murah, karena tidak memerlukan peralatan khusus dan tempat

yang luas untuk wawancara.

3. Cepat, sehingga dapat mencakup banyak responden.

4. Dapat digunakan untuk responden yang buta huruf.

5. Dapat memberikan gambaran nyata yang benar-benar dikonsumsi individu

sehingga dapat dihitung intake zat gizi sehari.

b. Kekurangan Metode Recall 24 Jam :

1. Tidak dapat menggambarkan asupan makanan sehari-hari, bila hanya

melakukan recall satu hari.

2. Ketepatannya sangat bergantung pada daya ingat responden. Oleh karena

itu responden harus mempunyai daya ingat yang baik, sehingga metode ini

tidak cocok dilakukan pada remaja usia di bawah 7 tahun, orang tua

berusia 70 tahun dan orang yang hilang ingatan atau orang yang pelupa.

3. The flat slope syndrome, yaitu kecenderungan bagi responden yang kurus

untuk melaporkan kosumsinya lebih banyak (over estimate) dan bagi

responden yang gemuk cenderung melaporkan lebih sedikit (under

estimate).

4. Membutuhkan tenaga tau petugas yang teratih dan terampil dalam

menggunakan alat URT dan ketepatan alat bantu yang dipakai menurut

21
kebiasaan masyarakat. Pewawancara harus dilatih untuk dapat secara tepat

menanyakan apa-apa yang dimakan oleh responden, dan mengenal cara-

cara pengolahan makanan serta pola pangan daerah yang akan diteliti

secara umum.

5. Responden harus diberi motivasi dan penjelasan tentang tujuan dari

penelitian.

Karena keberhasilan metode recall 24 jam sangat ditentukan oleh daya

ingat reponden dan kesungguhan serta kesabaran dari pewawancara, maka untuk

dapat meningkatkan mutu data recall 24 jam dilakukan selama beberapa kali pada

hari yang yang berbeda (tidak berturut-turut), tergantung dari variasi menu

keluarga dari hari ke hari.

B. Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang meningkatkan

pengeluaran tenaga dan energi sehingga menyebabkan pembakaran energi. Energi

yang diperlukan untuk aktivitas fisik bervariasi menurut tingkat intensitas dan

lama melakukan aktivitas fisik, makin berat dan lama aktivitas fisik, makin tinggi

energi yang diperlukan untuk mengantarkan zat-zat gizi dan oksigen keseluruh

tubuh dan untuk mengeluarkan sisa-sisa dari tubuh. (Sandjaja dkk., 2009).

Menurut Djoko Pekik (2007) bahwa aktivitas fisik remaja atau usia

sekolah pada umumnya memiliki tingkat aktvitas fisik ringan, sebab kegiatan

yang sering dilakukan adalah belajar. Remaja yang kurang melakukan aktivitas

fisik sehari-hari menyebabkan tubuhnya kurang mengeluarkan energi. Aktivitas

fisik pada remaja dapat mempunyai hubungan dengan peningkatan rasa percaya

22
diri, self concept, dan rasa cemas dan stress yang rendah. Aktivitas fisik sebaiknya

dilakukan 3 kali atau lebih dalam seminggu dengan tingkat olahraga ringan

sampai berat dan dilakukan minimal 30 menit setiap hari (Brown, 2013).

Kurangnya aktivitas fisik pada remaja dapat disebabkan karena perilaku

sedentari atau perilaku tidak banyak gerakan. Proporsi kelompok umur ≥10 tahun

dengan perilaku aktivitas sedentari 3-5,9 jam di Jawa Tengah yaitu 43,2%,

sedangkan proporsi aktivitas fisik tergolong kurang aktif secara umum adalah

26,1%, untuk di Jawa Tengah adalah 20,5%. Sementara kurangnya aktivitas fisik

dapat memicu timbulnya berbagai macam ppenyakit tidak menular, seperti

obesitas, diabetes, tekanan darah tinggi, dan kolesterol tinggi (Kepmenkes RI,

2013).

Berdasarkan hasil penelitian Khairunnisa bahwa status wasting (gizi

kurus) lebih banyak terjadi pada responden laki-laki yaitu sebesar 8,9%. Hal ini

dapat disebabkan oleh karena tingginya aktivitas fisik yang dilakukan, tetapi tidak

diimbangi dengan asupan makanan yang dikonsumsi, serta semakin meningkatnya

perilaku merokok pada remaja yang dapat menekan nafsu makan, menyempitkan

saluran pencernaan sehingga mengganggu proses penyerapan makanan yang

dikonsumsi (Khairunnisa, 2016).

Menurut FAO/WHO/UNU (2001), besarnya aktivitas fisik yang dilakukan

seseorang dalam 24 jam dinyatakan dalam PAL (Physical Activity Level) atau

tingkat aktivitas fisik yang dikategorikan menjadi 3 kategori, yaitu :

23
Tabel 2.4 Tingkat Aktivitas Fisik
No Kategori Nilai PAL
1 Aktivitas ringan (sedentary) 1,40 – 1,69
2 Aktivitas sedang (moderate) 1,70 – 1,99
3 Aktivitas berat (vigorous) 2,00 – 2,40
Sumber : FAO/WHO/UNU (2004)

Salah satu faktor yang mempengaruhi status gizi adalah aktivitas fisik.

Asupan energi, protein dan zink yang berlebihan dan tidak diimbangi dengan

pengeluaran energi yang seimbang (dengan kurang melakukan aktivitas fisik)

akan menyebabkan terjadinya penambahan atau penurunan berat badan (Hidayati

dkk, 2010).

II.3.2 Faktor Penyebab Tidak Langsung

A. Ketersediaan Bahan Pangan dan Pendapatan

Pangan merupakan kebutuhan pokok bagi manusia. Tingginya

ketersediaan pangan di tingkat Nasional belum dapat menjamin ketersediaan

pangan ditingkat rumah tangga. Masih banyaknya kasus kasus gizi buruk

menunjukan bahwa masih adanya kesenjangan antara akses pangan dengan

keterediaan pangan di Indonesia (Banita dkk, 2013).

Menurut Kurnia dkk (2008) dalam (Banita dkk, 2013), pangan merupakan

rata-rata pangan dalam jumlah yang memenuhi kebutuhan konsumsi di tingkat

wilayah dan rumah tangga. Ketersediaan pangan pokok khususnya beras sebagai

makanan pokok sebagian besar masyarakat Indonesia merupakan saah satu

indikator keberhasilan ketahanan pangan (Banita dkk, 2013).

24
Besar kecilnya pendapatan akan menentukan jenis pangan yang akan

dikonsumsi oleh suatu rumah tangga. Jenis pangan yang akan dikonsumsi rumah

tangga akan menentukan pola konsumsi rumah tangga tersebut. Besarnya

ketersediaan pangan pokok diukur dengan cara menginvestarisasikan pangan pkok

yang tersedia di dalam keluarga, baik yang diperoleh dari input yaitu produksi

usaha tani, pembelian dan pemberian yang dikurangi dengan output rumah tangga

yaitu dijual, aktivitas sosial, dan diberikan kepada pihak lain (Banita dkk, 2013).

Pendapatan merupakan faktor penting dalam menentukan jumlah dan

macam bahan makanan yang tersedia dalam rumah tangga. Pendapatan

merupakan faktor penentu utama baik atau buruknya status gizi seseorang atau

kelompok (Berg, 2007). Pendapatan didalam suatu keluarga seringkali

dihubungkan dengan bagaimana kemampuan keluarga dalam hal pemenuhan

kebutuhan gizi dimana hal pemenuhan gizi tersebut akan berkaitan pula dengan

status gizi remaja. Oleh karena itu, biasanya keluarga yang mempunyai

pendapatan lebih dari cukup akan secara otomatis mempengaruhi keadaan status

gizi anggota keluarga terutama remajanya (Almatsier, 2010).

Beradasarkan hasil penelitian Khairunnisa menunjukan bahwa ada

hubungan yang signifikan antara pendapatan orangtua dengan status gizi pada

siswa SMA di Kabupaten Semarang (p=0,015, C=0,146), berarti pendapatan

orang tua yang tinggi akan mempengaruhi status gizi remaja menjadi baik.

Pendapatan berpengaruh terhadap status gizi. Setiap kenaikan pendapatan

umumnya mempunyai dampak langsung terhadap status gizi penduduk.

Pendapatanmerupakan faktor yang paling menentukan kualitas dan kuantitas

25
makanan. Pendapatan keluarga yang memadai akan menunjang tumbuh kembang

remaja karena orang tua dapat menyediakan semua kebutuhan remaja baik primer

maupun sekunder. Jika tingkat pendapatan naik, jumlah dan jenis makanan

cenderung membaik pula (Khairunnisa, 2016).

B. Penyakit Infeksi

Tubuh manusia secara kontinu terpajan pada berbagai macam organisme

mikroba yang berpotensi patogenik baik di lingkungannya maupun di dalam

dirinya sendiri, namun sebagian besar orang tidak mengalami infeksi yang

berulang atau terus-menerus. Hal ini disebabkan oleh adanya seperangkat

mekanisme pertahanan yang kompleks (Mandal, 2008). Penyakit infeksi dapat

mempengaruhi status gizi seseorang karena ada hubungan yang sinergis antara

infeksi (bakteri, virus, dan parasit) dengan malnutrisi (Supariasa, 2002).

Sumber penyakit infeksi adalah semua benda, termasuk orang atau

binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada seseorang. Sumber penyebab

penyakit ini dapat dikelompokan menjadi :

a. Golongan virus, misalnya influenza, trachoma, cacar, dan sebagainya.

b. Golongan riketsia, misalnya thypus.

c. Golongan bakteri, misalnya disentri.

d. Golongan protozoa,misalnya malaria, filaria, schistosoma, dan sebagainya.

e. Golongan jamur, yaitu bermacam-macam panu, kurap, dan sebagainya.

f. Golongan cacing, yaitu bermacam-macam cacing perut seperti ascaris

(cacing gelang), cacing kremi, cacing pita, cacing tambang, dan

sebagainya.

26
Selain itu penyakit-penyakit ini dapat bersumber dari manusia sendiri seperti

campak (measles), cacar air (small pox), thypus (thypoid), miningitis, gonoirhoea

dan shypilis. Manusia sebagai reservoar dapat menjadi kasus yang aktif dan

carrier (Notoatmodjo, 2003)

C. Olahraga

Kebiasaan olahraga secara tidak teratur banyak terjadi di masyarakat

disebabkan karena perilaku sedentari atau perilaku tidak banyak gerakan. Perilaku

sedentari merupakan salah satu perilaku berisiko terhadap terjadinyapenyakit

penyumbatan pembuluhdarah, penyakit jantung dan bahkan mempengaruhi umur

harapan hidup. Menurut Riskesdas (2013), prevalensi penduduk berumur ≥10

tahun dengan perilaku aktivitas sedentari 3-5,9 jam di Jawa Tengah yaitu sebesar

43,2%. Hal ini menunjukkan bahwa hampir separuh dari remaja dewasa Indonesia

kurang melakukan aktivitas fisik (olahraga) sehari-hari, sehingga hal ini dapat

memicu terjadinya peningkatan berbagai penyakit tidak menular seperti obesitas,

hipertensi, diabetes, dan lainnya (Kepmenkes RI, 2013)

Menurut (Kurniasih dkk, 2010), olahraga mampu merangsang

perkembangan otot-otot sehingga berpengaruh terhadap pertumbuhan yang

optimal. Aktivitas fisik olahraga diperlukan remaja untuk menjaga berat badan

ideal dan kebugaran tubuh. Status gizi remaja akan semakin baik jika disertai

dengan olahraga secara teratur dan pola makan gizi seimbang. Olahraga dapat

membantu dalam meningkatkan metabolisme tubuh yang menyebabkan cadangan

energi yang tertimbun dalam tubuh berupa zat lemak dapat terbakar sebagai

kalori. Sementara menurut (Brown, 2005), olahraga sebaiknya dilakukan secara

27
teratur sebanyak 3 kali atau lebih dalam seminggu dengan tingkatan olahraga

sedang sampai berat. Olahraga sebaiknya dilakukan minimal 30 menit setiap hari

agar dapat mencegah kelebihan berat badan. Berdasarkan hasil penelitian

(Khairunnisa, 2016) menunjukan bahwa gangguan status gizi, lebih banyak di

alami oleh responden yang memiliki kebiasaan olahraga secara tidak teratur yaitu

sebesar 7,2% (status gizi kurus) dan 8,0% (status gizi gemuk). Kebiasaan olahraga

cukup besar pengaruhnya terhadap kestabilan berat badan.Kebiasaan olahraga

yang tidak seimbang dengan energi yang dikonsumsi, dapat mengakibatkan berat

badan tidak normal, yaitu dapat mengalami kekurangan ataupun kelebihan berat

badan yang dapat meningkatkan resiko berkembangnya beberapa penyakit kronis

seperti penyakit hati, tekanan darah tinggi dan diabetes (Depkes RI, 2012).

28
II.4 Kerangka Teori

Wasting
Dampak
(Gizi Kurus)

Asupan Makanan Penyakit Infeksi

Penyebab

Langsung
Sanitasi dan air bersih atau
Tidak cukup Pola asuh anak
pelayanan kesehatan dasar tidak
ketersedian tidak memadai
memadai
pangan

Kurang Pendidikan, Pengetahuan Dan Keterampilan

Penyebab
Kurang pemberdayaan wanita dan keluarga, kurang
Tidak pemanfaatan sumber daya masyarakat

Langsung

Pengangguran, Inflasi, Kurang Pemanfaatan Sumber Daya Masyarakat

Pokok Masalah Krisis Ekonomi,


Politik dan Sosial

Gambar II.4 Kerangka Teori

(sumber : Modifikasi Kerangka Teori Penyebab Wasting (gizi kurus)

(UNICEF 1998, WNPG 2004, dalam Palupi. MP 2012)

29
BAB III

KERANGKA KONSEP

III.1 Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah model pendahuluan dari sebuah masalah

penelitian, dan merupakan refleksi dari hubungan variabel-variabel yang diteliti

(Swarjana, 2012). Kerangka konsep merupakan konsep yang dipakai sebagai

landasan berpikir dalam kegiatan ilmu (Nursalam, 2008). Konsep dapat diamati

dan diukur melalui konstruk atau yang lebih dikenal dengan nama variable.

Variable adalah sebuah konsep yang dioperasionalkan yaitu operasional properti

dari sebuah objek, agar dapat dioperasionalkan, diaplikasikan dan menjadi

properti dari objek (Nursalam, 2008).

Variabel Independen

1. Asupan Energi Variabel Dependen

2. Asupan Protein Wasting

3. Asupan Zink (Gizi Kurus)

4. Aktivitas Fisik
III.1 Bagan Kerangka Konsep

III.2 Variabel Penelitian

Variabel dependen dalam penelitian ini yaitu kejadian wasting (gizi

kurus). Wasting (gizi kurus) merupakan kegagalan untuk mencapai pertumbuhan

yang optimal, diukur berdasarkan IMT/U (berat badan (kg) menurut tinggi badan

30
(cm) dibandingkan umur). Sedangkan variabel independen pada penelitian ini

meliputi asupan energi, protein, zink dan aktivitas fisik.

III.3 Definisi Operasional


Tabel III.3 Definisi Operasional

N V Definis C A Hasil Ukur S


o a i a l k
r Operas r a a
i ional a t l
a a
b U U
e k k
l u u
r r
Variabel Bebas
1 A Rata- R F0. Kurang, <80% AKG O
. s rata e o laki-laki : (<1980 r
u energi c o kkal), perempuan : d
p yang a d (<1700 kkal) i
a biasa l 1. Cukup, ≥80% AKG n
n dikonsu l R laki-laki : (≥1980 a
msi e kkal), perempuan : l
E oleh c (≥1700 kkal)
n respond a
e en l (Kemenkes,
r dalam l 2014)
g sehari
i dibandi 2
ngkan x
dengan 2
kecuku 4
pan
AKG j
dalam a
sehari m

31
2 A Rata- R F0. Kurang, <80% AKG O
. s rata e o laki-laki : (<57,6 g), r
u protein c o perempuan : d
p yang a d (<55,2 g) i
a biasa l 1. Cukup, ≥80% AKG n
n dikonsu l R laki-laki (≥57,6 g), a
msi e perempuan : l
P oleh c (≥55,2 g)
r respond a
o en l (Kemenkes,
t dalam l 2014)
e sehari
i dibandi 2
n ngkan x
dengan 2
kecuku 4
pan
AKG j
dalam a
sehari m
3 A Rata- R F0. Kurang, <80% AKG O
. s rata e o laki-laki : (<14,4 r
u zink c o mg), perempuan : d
p yang a d (<12,8 mg) i
a biasa l 1. Cukup, ≥80% AKG n
n dikonsu l R laki-laki : (≥14,4 a
msi e mg), perempuan : l
Z oleh c (≥12.8 mg)
i respond a
n en l (Kemenkes,
k dalam l 2014)
sehari
dibandi 2
ngkan x
dengan 2
kecuku 4
pan
AKG j
dalam a
sehari m
4 A Setiap W P1. Aktivitas ringan O
. k gerakan a A (sedentary) : 1,40 – r
t tubuh w L 1,69 d
i yang a ( 2. Aktivitas sedang i
v membu n P (moderate) : 1,70 – n
i tuhkan c h 1,99 a

32
t pengelu a y l
a aran r s 3. Aktivitas berat
s kalori a i (vigorous) : 2,00 –
(pemba c 2,40
F karan a (Sjostrom, 2004)
i kalori), l Dikelompo
s seperti kan
i duduk, A menjadi :
k berjala c 0. Berat
n, t 1. Ringan
berlari, i
dsb. v
i
t
y

L
e
v
e
l
)
R
e
c
a
l
l

2
4

j
a
m
Variable Terikat
5 S Suatu P T Z-score : O
. t keadaa e i a) Kurus -3 SD - r
a n gizi n m <-2 SD d
t kurus g b b) Normal -2 SD – i
u (wastin u a 1 SD n
s g) pada k n a
remaja u g l
g dengan r a
i memba a n
z ndingk n

33
i an (
IMT/U A s
k jika n e
u Kurus - t c
r 3 SD - r a
u <-2 SD, o )
s dan p
Normal o u
( -2 SD – m n
w 1 SD, e t
a t u
s r k
t i
i m
n e
g n
) g
u
p k
a u
d r
a
B
r B
e
m d
a a
j n
a
(
m
i
c
r
o
t
o
i
s
e

u
n
t

34
u
k

m
e
n
g
u
k
u
r

T
B

III.4 Hipotesis Penelitian

1. Ada hubungan antara asupan energi dengan kejadian wasting (gizi kurus)

pada remaja di MTs. Negeri 2 Pontianak.

2. Ada hubungan antara asupan protein dengan kejadian wasting (gizi kurus)

pada remaja di MTs. Negeri 2 Pontianak.

3. Ada hubungan antara asupan zink dengan kejadian wasting (gizi kurus)

pada remaja di MTs. Negeri 2 Pontianak.

4. Ada hubungan antara aktivitas fisik dengan wasting (gizi kurus) pada

remaja di MTs. Negeri 2 Pontianak.

35
BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

IV.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan

pendekatan cross sectional. Studi ini dilakukan untuk melihat gambaran dan

hubungan antara asupan energi, protein, zink dan aktivitas fisik dengan kejadian

wasting pada remaja di MTs. Negeri 2 Pontianak. Dimana variabel bebas dalam

penelitian adalah asupan energi, protein, zink dan aktifitas fisik sedangkan

variabel terikatnya adalah kejadian wasting pada remaja di MTs. Negeri 2

Pontianak (Notoatmodjo, 2010).

IV.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

IV.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini mengambil lokasi di MTs. Negeri 2 Pontianak.

IV.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dari tanggal 16 Oktober hingga 26 Oktober

tahun 2017.

IV.3 Populasi Dan Sampel Penelitian

IV.3.1 Populasi Penelitian

Populasi adalah keseluruhan dari individu atau objek atau fenomena yang

secara potensial dapat diukur sebagai bagian dari penelitian (Swarjana, 2012).

33
Populasi pada penelitian ini seluruh remaja kelas VIII yang bersekolah di MTs.

Negeri 2 Pontianak, remaja putra dan putri yang berumur 13-15 tahun berjumlah

435 responden.

IV.3.2 Sampel Penelitian

Sampel merupakan bagian dari elemen populasi yang dihasilkan dari

strategi sampling untuk diteliti (Swarjana, 2012). Sampel penelitian adalah bagian

dari populasi yaitu sebagian dari remaja VIII di MTs. Negeri 2 Pontianak. Simple

random sampling nantinya akan mengambil sampel secara acak setelah semua

populasi terkumpul. Besar sampel minimal ditentukan menurut rumus Lemeshow

sebagai berikut :

n= (Z1-α/2)2 PqN

d2(N-1) + (Z1-α/2)2 Pq

= (1,64)2 x 0,7 x 0,3 x 435

(0,1)² (435) + (1,64)2 x 0,7 x 0.3

= 246

4,35 + 0,56

= 246 = 50 sampel

4,91

Keterangan:

n = Besar sampel minimum

Z = Tingkat kepercayaan yang sebesar 90% = 1,64

P = Proporsi subyek dari hasil studi pendahuluan di MTs. Negeri 2 Pontianak

70% = 0,7

34
q = 1-p = 0,3

N = Banyak populasi = 435

d = Tingkat presisi yang sebesar 10% = 0,1

Berdasarkan perhitungan sampel diatas didapatkan jumlah sampel dalam

penelitian ini sebanyak 50 responden.

Proporsi jumlah sampel per kelas :

Rumus :

Σ siswa perkelas
x Σ sampel
Σ populasi

Tabel 4.1 Jumlah Sampel Per Kelas

Jumlah Populasi Hasil


No Kelas Siswa Per Seluruh Sampel Pembagian
Kelas Remaja Sampel
1. VIII A 36 435 50 4
2. VIII B 36 435 50 4
3. VIII C 36 435 50 4
4. VIII D 37 435 50 5
5. VIII E 37 435 50 5
6. VIII F 37 435 50 5
7. VIII G 37 435 50 4
8. VIII H 37 435 50 4
9. VIII I 37 435 50 4
10 VIII J 37 435 50 4
11. VIII K 36 435 50 4
12. VIII L 36 435 50 4
Jumlah Sampel 50

IV.4 Teknik Pengambilan Sampel

Mengingat keterbatasan waktu dan biaya yang dimiliki peneliti, maka

pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling

35
yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2008).

Mekanisme pengambilan sampel dilakukan dengan pengumpulan jumlah remaja

kelas VIII yang berumur 13-15 tahun di MTs. Negeri 2 Pontianak.

IV.4.1 Kriteria Inklusi

a. Responden berjenis kelamin wanita dan laki-laki.

b. Responden bersekolah di Mts. Negeri 2 Pontianak remaja kelas VIII

c. Responden berusia remaja, yaitu berusia 13-15 tahun.

d. Responden dalam keadaan sehat jasmani-rohani.

e. Responden menyetujui menjadi responden.

IV.4.2 Kriteria Ekslusi

a. Responden yang telah memenuhi kriteria inklusi tetapi pada saat

pengambilan data tidak masuk.

IV.5 Teknik Dan Instrument Pengumpulan Data

IV.5.1 Sumber Data

Jenis sumber data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data

primer. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari responden yaitu

data gizi kurus (wasting) yang dikumpulkan dengan menggunakan pengukuran

IMT/U (Indeks Masa Tubuh) BB kg (Berat Badan) menggunakan timbangan dan

TB m² (Tinggi Badan) menggunakan Microtoise menurut U (Umur), dan akan

diperoleh hasil ukur jika gizi kurus (wasting) -3 SD - <-2 SD. Sedangkan pada

asupan zat gizi, dikumpulkan melalui recall 2x24 jam yaitu dengan menggunakan

36
3 tahapan wawancara, food model dan foto gambar makanan dan aktivitas fisik

menggunakan PAL (Physical Activity Level).

IV.5.2 Cara Pengumpulan Data

a. Data Primer

Pengumpulan data primer dilakukan dengan bantuan instrumen penelitian.

Data yang diperoleh langsung dari responden yaitu data gizi kurus (wasting)

dikumpulkan dengan mengukur tinggi badan (TB) dan berat badan (BB)

berbanding umur (U), dan akan dioeroleh hasil ukur jika gizi kurus (wasting)

Kurus -3 SD - <-2 SD. Sedangkan pada asupan energi, protein, dan zink,

instrumen yang digunakan adalah kuesioner. Kuesioner dalam penelitian ini, yaitu

koesioner recall 2x24 jam makanan dan recall aktivitas fisik yang dilakukan

dengan cara wawancara.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari rekapan Sekolah MTs.

Negeri 2 Pontianak seperti jumlah siswa siswi dan pengukuran IMT/U siswa

siswi.

IV.5.3 Instrument Pengumpulan Data

Instrumen penelitian yang digunakan untuk pengumpulan data adalah

pengukuran tinggi badan (TB), berat badan (BB) dan koesioner. Pengumpulan

data dilakukan dengan teknik pengumpulan sampel yang akan diteliti yaitu

dengan menanyakan satu persatu siswa siswi untuk dilakukan wawancara.

37
Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data berdasarkan variabel yang

diteliti sebagai berikut :

1. Wasting (Gizi Kurus)

Data untuk variabel status gizi dilihat dari indeks IMT/U. Data didapatkan

dari hasil pengukuran antropometri, yang dilakukan dengan penimbangan berat

badan (dalam kg) menggunakan timbangan dan pengukuran tinggi badan (dalam

cm) menggunakan microtoise di bandingkan dengan umur.

Dalam melakukan penimbangan berat badan, responden diukur tanpa

menggunakan alas kaki. Sedangkan dalam melakukan pengukuran tinggi badan,

responden berdiri tegak dengan posisi membelakangi dinding (kepala, tulang

belikat, pinggul dan tumit menempel pada dinding), microtoise harus berada tepat

di tengah kepala serta arah pandang responden harus tepat lurus kedepan.

Batas IMT orang dewasa berbeda dengan anak-anak. Pada anak-anak

(IMT menurut usia) dibedakan berdasarkan jenis kelamin karena pertumbuhan

keduanya berbeda. IMT menurut usia dan jenis kelamin ini digunakan pada anak-

anak usia 2-20 tahun setelah itu IMT anak dimasukkan pada grafik. Kemudian,

hasil dari kedua pengukuran tersebut dihitung dengan menggunakan rumus IMT

dan dibandingkan dengan usia (U). Hasil dari pengukuran tersebut dikelompokkan

menjadi 4 (empat) kategori berdasarkan Standar Antropometri Penilaian Status

Gizi Anak (2011).

Indonesia saat ini menggunakan standar antropometri penilaian status gizi

anak berdasarkan WHO/MGRS 2005 yang dibakukan dengan SK Menteri

38
Kesehatan tahun 2011. Dalam SK Menteri Kesehatan 2011 untuk mengetahui

status gizi anak usia 13-15 tahun digunakan standar penilaian indeks massa

tubuh menurut umur (IMT/U) dengan kategori dan ambang batas seperti pada

tabel di bawah ini :

Tabel 4.2 Kategori Dan Ambang Batas Status Gizi Anak Berdasarkan
IMT/U

Indeks Kategori Ambang Batas (Z-Score)


Sangat kurus <-3 SD
Kurus -3 SD sampai dengan <-2 SD
IMT/U usia
Normal -2 SD sampai dengan 1 SD
13-15 tahun
Gemuk >1SD sampai dengan 2 SD
Obesitas >2 SD
Sumber : SK Kemenkes, 2011

2. Asupan Energi, Protein Dan Zink

Data untuk variabel asupan zat gizi mikro didapatkan dari pengisian

kuesioner food recall 2x24 jam oleh peneliti. Dalam penggunaannya, setelah

kuesioner tersebut diisi, kemudian peneliti melakukan input data bahan makanan

yang dikonsumsi responden ke dalam software khusus untuk menghitung asupan

zat gizi. Kemudian software tersebut akan menghasilkan zat-zat gizi total dari

makanan yang dikonsumsi oleh responden. Hasil ukur dari variabel ini dibagi

menjadi dua kategori, yaitu : 1. Kurang, jika < 80% AKG; 2. Cukup, jika > 80%

AKG (Kemenkes, 2014).

39
3. Aktivitas Fisik

Data aktivitas fisik didapatkan dengan cara metode kuisioner dan

wawancara recall aktivitas fisik 24 jam secara langsung dan hasilnya diolah

dengan cara mengalikan bobot nilai per aktivitas fisik dikalikan dengan lamanya

waktu yang digunakan untuk beraktivitas. Menurut FAO/WHO/UNU (2004),

besarnya aktivitas fisik yang dilakukan seseorang dalam 24 jam dinyatakan dalam

PAL (Physical Activity Level) atau tingkat aktivitas fisik yang didapat dengan

menggunakan rumus PAL sebagai berikut :

(PAR x (alokasi waktu tiap aktivitas) / 60


PAL =
24 jam
Sumber : FAO/WHO/UNU (2004)

Keterangan :

PAL : Physical Activity Level (tingkat aktivitas fisik)

PAR : Physical Activity Ratio (jumlah energi yang dikeluarkan untuk jenis

aktivitas per satuan waktu tertentu)

Jenis aktivitas yang dilakukan sampel dikategorikan menjadi 18 jenis

kategori berdasarkan PAR seperti yang disajikan pada tabel :

40
Tabel 4.3 Kategorik Aktivitas Fisik Berdasarkan Nilai PAR

No Keterangan PAR PAR


Perempuan Laki-laki
1 Tidur ( tidur siang dan tidur malam ) 1.0 1.0
2 Berpakaian dan mandi 3.3 2.4
3 Tidur-tiduran (tidak tidur), duduk diam dan 1.2 1.2
membaca
4 Duduk sambil menonton TV 1.72 1.64
5 Berdiri diam, beribadah, menunggu (berdiri) 1.5 1.4
berhias
6 Makan dan minum 1.6 1.4
7 Jalan santai 3.0 2.8
8 Berbelanja (membawa beban) 4.6
9 Mengendarai kendaraan 2.4 2.7
10 Menjaga anak 2.5
11 Melakukan pekerjaan rumah (besih-bersih dan 2.8 2.8
lain-lain)
12 Setrika pakaian (duduk) 1.7 3.5
13 Kegiatan berkebun 2.7 3.3
14 Office worker (duduk depan meja, menulis dan 1.8 1.8
mengetik)
15 Office worker (berjalan mondar-mandir sambil 1.6 1.6
membawa arsip)
16 Olahraga (bulutangkis) 4.85 5.8
17 Olahraga (jogging, lari jarak jauh) 6.55 8.21
18 Olahraga (bersepeda) 3.6 3.8
19 Olahraga (aerobik, berenang, sepak bola dan 7.5 8.0
lain-lain)
Sumber : FAO/WHO/UNU, (2004)

Physical Activity Level (PAL) selanjutnya diaktegorikan menjadi 3

kategori menurut FAO/WHO/UNU, (2004), seperti yang tersaji pada tabel 5 :

Tabel 4.4 Kategori Tingkat Aktivitas Fisik Berdasarkan PAL

No Kategori Nilai PAL


1 Aktivitas ringan (sedentary) 1,40 – 1,69
2 Aktivitas sedang (moderate) 1,70 – 1,99
3 Aktivitas berat (vigorous) 2,00 – 2,40
Sumber : Sjostrom, (2004)

41
IV.6 Teknik Pengolahan Dan Penyajian Data

IV.6.1 Teknik Pengolaha Data

Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan langkah-langkah

sebagai berikut (Saepudin, 2011) :

1. Editing

Memeriksa kelengkapan data, kesinambungan data keseragaman data

secara keseluruhan dari variabel-variabel penelitian, baik kuisioner mapun hasil

pengamatan secara langsung semua termuat dalam formulir secara survei dan

pemerikasaan kesesuaian jawaban.

2. Scoring

Data yang akan dikatagorikan dengan skala ordinal diberikan skor untuk

memudahkan pengelompokan data. Teknik scoring yaitu member nilai pada setia

pertanyaan.

3. Coding

Mengklasifikasikan data-data dari masing-masing variabel dengan kode-

kode tertentu dari ukuran penelitian yang digunakan.

a. Untuk variabel Dependent (terikat) yaitu :

Kode 0 : Kurus, apabila -3 SD - <-2 SD

Kode 1 : Normal, apabila -2 SD – 1 SD

42
b. Untuk variabel Independent (bebas) yang meliputi :

1) Asupan Energi

Kode 0 : Kurang ≤80% AKG

Kode 1 : Cukup ≥80 – 100% AKG

2) Asupan Protein

Kode 0 : Kurang ≤80% AKG

Kode 1 : Cukup ≥80 – 100% AKG

3) Asupan Zink

Kode 0 : Kurang ≤100% AKG

Kode 1 : Cukup ≥100% AKG

4) Aktifitas Fisik

Aktivitas ringan (sedentary) : 1,40 – 1,69

Aktivitas berat (vigorous) : 2,00 – 2,40

4. Tabulating

Mengelompokan data tersebut ke dalam labeltertentu menurut sifat-sifat

yang dimilikinya sesuai dengan tujuan penelitian.

5. Entry Data

Data yang diperoleh diinputdalam bentuk narasi atau tulisan, data tersebut

berupa data primer dan sekunder. Data primer merupakan data yang di peroleh

langsung oleh peneliti dengan cara trun langsung di lapangan dengan

menggunakan koesioner, sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari

instansi terkait.

43
IV.6.2 Teknik Penyajian Data

Data dalam penelitian ini disajikan dalam beberapa bentuk, yaitu :

1. Bentuk Tabel

Penyajian data dalam bentuk table dipilih untuk memudahkan pembacaan

data sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian.

2. Bentuk Teks atau Narasi

Penyajian data dalam bentuk teks atau narasi dilakukan untuk

mendeskripsikan penjelasan dari data yang telah disajikan.

IV.7 Teknik Analisis Data

Terdapat dua analisis data yang digunakan pada penelitian ini, yaitu

analisis univariat dan bivariat. Dalam menganalisis keduanya peneliti

menggunakan program komputer, yaitu software uji statistik. Berikut penjelasan

masing-masing analisis data, antara lain:

IV.7.1 Analisis Univariat

Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan

karakteristik setiap variabel penelitian (Notoatmodjo, 2010). Analisis univariat

adalah sebuah analisis yang bertujuan untuk menjelaskan atau menggambarkan

karakteristik (distribusi frekuensi) setiap variabel penelitian yang mencakup

variabel dependen wasting (gizi kurus) dan variabel independen (asupan energi,

protein, zink dan aktivitas fisik). Analisa ini ditampilkan dalam bentuk persentase

yang disajikan dalam grafik dan tabel.

44
IV.7.2 Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan terhadap dua variabel (masing-masing) telah

didistribusikan dalam analisis univariat), yang diduga berhubungan atau

berkorelasi (Notoatmodjo, 2010).

Analisis bivariat merupakan analisis yang dilakukan dengan meggunakan

uji statistik untuk menguji hipotesis penelitian. Uji statistik yang digunakan pada

penelitian ini adalah chi square test karena variabel dependen dan independen

yang ada dalam penelitian ini bersifat kategorik.

Interpretasi hasil dari chi square adalah dengan melihat p-value. Jika p-

vaue > 0,05, maka keputusannya adalah Ho gagal ditolak, artinya Ho diterima

atau tidak ada hubungan antara independen dengan variabel dependen. Sebaliknya

jika p-value < 0,05, maka keputusannya adalah Ho ditolak atau hipotesis

penelitian diterima artinya ada hubungan antara variabel independen dengan

variabel dependen.

Adapun rumus Chi-Square :

X² = Σ (O-E)²

Keterangan :
X² = Chi Square

O = nilai pengamatan

E = nilai expected / yang diharapkan

Interpretasi PR dengan CI 90% :

45
1. Bila PR > 1, maka artinya sebagai faktor penyebab kejadian wasting.

2. Bila PR = 1, maka artinya bukan sebagai faktor penyebab kejadian

wasting.

3. Bila PR < 1, maka artinya sebagai protektif atau penyebab kejadian

wasting.

46
BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

V.1 Hasil Penelitian

V.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Penelitian ini di laksanakan di MTs. Negeri 2 Pontianak yang terakreditasi

A, berada di wilayah Provinsi Kalimantan Barat beralamat di Jalan Prof. Dr. M

Yamin Kota Baru Pontianak. MTs. Negeri 2 Pontianak berdiri sejak tahun 1978.

Sekolah ini menggunakan Agama Islam sebagai pegangan utama pendidikan

Agamanya.

a. Letak Geografis

MTs. Negeri 2 Pontianak terletak di Jalan Prof. Dr. M Yamin Kota baru

Kelurahan Sungai Bangkong Pontianak Kota. Luas lahan 15.720 m² dengan luas

bangunan MTs. Negeri 2 Pontianak adalah 6.370 m², luas halaman 3.800 m², luas

lapangan olahraga 386 m² dan luas lahan kosong 5.164 m². Secara geografis,

MTs. Negeri 2 Pontianak berbatasan dengan :

- Sebelah utara : Jalan Danau Sentarum

- Sebelah timur : Jalan Sultan Syahrir Abdurahman

- Sebelah selatan : Jalan Purnama

- Sebelah barat : Jalan Perdamaian

47
b. Jumlah Guru dan Murid

MTs. Negeri 2 Pontianak dipimpin oleh Kepala Sekolah dan memiliki

guru-guru yang menagajar berbagai mata pelajaran sesuai dengan kurikulum.

Jumlah guru yang mengajar tahun 2017/2018 yaitu 54 guru PNS dan 18 guru non

PNS, serta 8 TU PNS dan 13 TU non PNS. Jumlah siswa pada tahun ajaran

2017/2018 berjumlah siswa dan siswi yang di didik di sekolah ini yaitu sebanyak

1271 siswa. Dengan jumlah kelas VII sebanyak 430 siswa, kelas VIII sebanyak

435 siswa, dan kelas IX sebanyak 406 siswa. Pada penelitian ini sampel yang

diambil adalah kelas VIII yang berjumlah 50 responden dengan jumlah seluruh

siwa kelas VIII yang terdiri dari jumlah siswa laki-laki sebanyak 211 siswa dan

jumlah siswa perempuan sebanyak 219 siswa.

V.1.2 Gambaran Penelitian

Penelitian ini diawali dengan melakukan studi pendahuluan untuk

mengetahui apakah sekolah MTs. Negerti 2 terdapat reamaja yang mengalami

wasting (gizi kurus) dengan pengadaan kuisioner dan pengukuran berat badan

(BB) dan pengukuran tinggi badan (TB) disbanding dengan umur. Kemudian

dilakukan pemilihan sampel dengan teknik purposive sampling yaitu teknik

penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2008). Teknik

purposive sampling pada penelitian ini dilakukan dengan penentuan responden

berdasarkan kelas dengan pemilihan secara acak yang dilakukan oleh peneliti.

Setelah didapatkan responden yang bersedia sampel maka dilakukanlah

pengukuran berat badan menggunakan timbangan digital dan pengukuran tinggi

48
badan menggunakan stature meter dibandingkan dengan umur responden untuk

mengetahui apakah responden remaja mengalami wasting (gizi kurus).

Dalam penelitian ini pengukuran konsumsi makanan dilakukan dengan

recall 2x24 peneliti dibantu oleh 2 orang enumerator dari D3 Jurusan Gizi

Poltekkes dan dilakukan dengan hari yang tidak berturut-turut. Recall ke-1

dilakukan pada hari pertama penelitian dan recall ke-2 dilakukan pada hari ke tiga

penelitian. Selingan hari pada di recall 2x24 jam dilakukan agar dapat mengitung

kecukupan asupan energi, protein dan zink apakah responden mengalami wasting

atau tidak. Sedangkan untuk aktivitas fisik dilakukan pengadaan kuisioner

aktivitas fisik selama 24 jam penuh yang di tanyakan oleh peneliti, untuk

menentukan aktivitas responden selama 24 jam tergolongan ringan atau berat.

Populasi seluruh siswa-siswi kelas VIII di MTs. Negeri 2 Pontianak

sebanyak 435 orang, Jumlah sampel pada penelitian ini adalah 50 responden

diambil berdasarkan dengan usia 13-15 tahun. Pengambilan sampel dilakukan

pada tanggal 16-26 Oktober 2017 pada saat jam sekolah berlangsung. Hal ini

menjadi kendala waktu penelitian karena berada di jam belajar.

49
V.1.2 Alur Penelitian

Perencanaan Tahap Persiapan Pemilihan


Proposal Penelitian Penelitian Sampel

Pengukuran Berat Pengadaan Kuisioner


Proses Penelitian Badan dan Tinggi Wasting 2x24 Jam dan
Badan Aktivitas Fisik 24 Jam

Tahap Pengumpulan Data

Tahap Pengolahan Data Interpretasi Data

Hasil Penelitian

V.1.2. Bagan Alur Penelitian

50
V.1.3 Gambaran Karakteristik Responden

1. Jenis Kelamin Responden

Responden dalam penelitian ini adalah remaja di MTs. Negeri 2

Pontianak yang terpilih sebagai sampel yaitu berjenis kelamin laki-laki dan

perempuan. Hasil penelitian mengenai karakteristik responden berdasarkan

jenis kelamin yang diperoleh melalui kuesioner yang disebarkan pada 50

remaja., dapat dilihat pada tabel 5.1 :

Tabel 5.1 Distribusi Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin di


MTs. Negeri 2 Pontianak

Jenis Jumlah Persentase


Kelamin (n) (%)
Laki-laki 18 36 %
Perempuan 32 64 %
Total 50 100 %
Sumber : Data Primer, 2017

Berdasarkan tabel 5.1 dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden

berjenis kelamin perempuan sebanyak 32 remaja dengan persentase sebesar 64%

sedangkan responden berjenis kelamin laki-laki sebanyak 18 remaja dengan

persentase sebesar 36%.

2. Umur Responden

Umur responden pada penelitian ini yaitu berusia 13–15 tahun. Hasil

penelitian mengenai karakteristik responden berdasarkan umur yang diperoleh

melalui kuesioner yang disebarkan pada 50 remaja., dapat dilihat pada tabel

5.2 :

51
Tabel 5.2 Gambaran Umum Umur Remaja 13-15 Tahun di MTs. Negeri 2
Pontianak

Umur
Remaja
(Tahun)
Nilai 13
Minimum
Nilai 14,11
Maksimum
Mean 13,2
Median 13,1
Sumber : Data Primer, 2017

Berdasarkan tabel 5.2 dapat disimpulkan bahwa remaja usia 13-15 tahun di

MTs. Negeri 2 Pontianak rata-rata berumur 13,2 tahun, memiliki nilai tengah 13,1

tahun, memiliki umur maksimum 14,11 tahun dan umur minimum 13 tahun.

Tabel 5.3 Distribusi Karakteristik Responden Menurut Umur


di MTs. Negeri 2 Pontianak

Usia Jumlah Persentase


(n) (%)
13 – 26 52 %
13,5
tahun
13,6 – 16 32 %
13,11
tahun
14 – 3 6%
14,5
tahun
14,6 – 5 10 %
14,11
tahun
Total 50 100 %
Sumber : Data Primer, 2017

52
Berdasarkan tabel 5.3 dapat disimpulkan bahwa sebagian besar proporsi

usia responden terbesar yaitu usia 13 tahun sebesar 84%. Sedangkan proporsi usia

responden terkecil yaitu usia 15 tahun sebesar 8%.

3. Karakteritik Orang Tua Responden

a. Pendidikan Orang Tua

Tabel 5.4 Distribusi Karakteristik Pendidikan Orang Tua


Responden

Pendidik Juml Persenta


an ah (n) se (%)
SD 7 14 %
SMP 6 12 %
SMA 3 6%
D3 29 58 %
S1 4 8%
S2 1 2%
Total 50 100
Sumber : Data Primer, 2017

Berdasarkan tabel 5.4 dapat disimpulkan bahwa sebagian besar proporsi

pendidikan orang tua responden terbesar yaitu pendidikan SMA sebesar 58%.

Sedangkan proporsi pendidikan SD yaitu sebesar 2%.

b. Pekerjaan Orang Tua

53
Tabel 5.5 Distribusi Karakteristik Pekerjaan Orang Tua Responden

Pekerjaa Jumla Persenta


n h (n) se (%)
PNS 8 16 %
Swasta 37 74 %
Buruh 4 8%
Petani 1 2%
Total 50 100
Sumber : Data Primer, 2017

Berdasarkan tabel 5.5 dapat disimpulkan bahwa sebagian besar

proporsi pekerjaan orang tua responden terbesar yaitu swasta sebesar 74%.

Sedangkan proporsi terkecil yaitu petani sebesar 2%.

V.1.4 Gambaran Status Gizi Responden

Gambaran status gizi siswi di MTs. Negeri 2 Pontianak didapatkan dari

hasil pengukuran tinggi badan dan berat badan. Kemudian hasil pengukuran

diolah untuk mengetahui status gizi menggunakan indikator Indeks Massa Tubuh

menurut umur (IMT/U) dimana bila nilai Z-score < -3 SD termasuk kategori

sangat kurus, -3 SD s/d <-2 SD tergolong kurus, -2 SD s/d +1 SD tergolong

normal, dan bila > +1 SD s/d +2 SD termasuk kategori overweight, dan >+2 SD

termasuk kategori obes.(Kemenkes, 2011).

Tabel 5.6 Gambaran Status Gizi Responden di MTs. Negeri 2 Pontianak


Berdasarkan Pengelompokan 2 Kategori

Status Jumlah Persentase


Gizi (n) (%)
Kurus 33 66 %
Normal 17 34 %

54
Total 50 100 %
Sumber : Data Primer, 2017

Berdasarkan tabel 5.6 menunjukan bahwa remaja laki-laki dan perempuan

yang memiliki status gizi kurus (wasting) 66% lebih besar di bandingkan remaja

yang memiliki status gizi normal 34%.

V.1.5 Analisis Univariat

Analisis univariat dari hasil penelitian dilakukan untuk mengetahui

gambaran distribusi frekuensi variabel-variabel yang diteliti baik variabel

dependen yaitu wasting (gizi kurus), maupun variabel independen yang

meliputi asupan energi, asupan protein, asupan zin, dan aktivitas fisik remaja.

Hasil univariat ditampilkan dalam sebagai distribusi frekuensi yang disajikan

dalam bentuk tabel.

1. Asupan Energi

Asupan energi merupakan jumlah energi dari makanan yang dimakan per

hari dalam satuan kkalori (kkal). Asupan dinilai dengan menghitung 80% dari

angka Kecukupan Gizi (AKG). Apabila nilai asupan energi kurang dari 80% AKG

maka dikatakan asupan energi kurang sedangkan apabila lebih dari sama dengan

80% AKG maka dikatakan asupan energi cukup.

Tabel 5.7 Distribusi Asupan Energi Remaja di MTs. Negeri 2 Pontianak

Asupan Energi Jumlah Persentase


(%)
Kurang (<80% 30 60 %
AKG)

55
Cukup (≥80% 20 40 %
AKG)
Total 50 100 %
Sumber : Data Primer, 2017

Berdasarkan tabel 5.7 diketahui bahwa dari 50 responden menunjukkan

bahwa remaja yang memiliki asupan energi dengan jumlah yang kurang (60%)

lebih banyak dibandingkan remaja yang memiliki asupan energi dalam jumlah

cukup (40%).

2. Asupan Protein

Asupan protein adalah jumlah protein dari makanan yang dimakan per hari

dalam satuan gram (g). Asupan dinilai dengan menghitung 80% dari Angka

Kecukupan Gizi (AKG). Apabila nilai asupan protein kurang dari 80%AKG maka

dikatakan asupan protein kurang sedangkan apabila lebih dari sama dengan 80%

AKG maka dikatakan asupan protein cukup.

Kebutuhan protein anak remaja dipengaruhi oleh jumlah protein yang

diperlukan untuk memelihara jaringan massa badan, pertumbuhan, perkembangan

tubuh. Kerena kebutuhan protein seseorang berbeda menurut derajat tingkat

perkembangan dan pertumbuhan sehingga kebutuhan protein berdasarkan pada

umur akan lebih akurat dibanding AKG (Brown, 2005).

Tabel 5.8 Distribusi Asupan Protein Remaja di MTs. Negeri 2 Pontianak

Asupan Jumlah Persentase


Protein (%)
Kurang (<80% 31 62 %
AKG)

56
Cukup (≥80% 19 38 %
AKG)
Total 50 100 %
Sumber : Data Primer, 2017

Berdasarkan tabel 5.8 diketahui bahwa dari 50 responden menunjukkan

bahwa remaja yang memiliki asupan protein dengan jumlah yang kurang (62%)

lebih banyak dibandingkan remaja yang memiliki asupan protein dalam jumlah

cukup (38%). Remaja banyak mengkonsumsi sumber protein berupa tempe dan

tahu.

3. Asupan Zink

Asupan zink adalah jumlah zink dari makanan yang dimakan per hari

dalam satuan miligram (mg). Asupan dinilai dengan menghitung 80% dari Angka

Kecukupan Gizi (AKG). Apabila nilai asupan zink kurang dari 80%AKG maka

dikatakan asupan zink kurang sedangkan apabila lebih dari sama dengan 80%

AKG maka dikatakan asupan zink cukup.

Tabel 5.9 Distribusi Asupan Protein Remaja di MTs. Negeri 2 Pontianak

Asupan Zink Jumlah Persentase


(%)
Kurang (<80% 46 92 %
AKG)
Cukup (≥80% 4 8%
AKG)
Total 50 100 %
Sumber : Data Primer, 2017

Berdasarkan tabel 5.9 diketahui bahwa dari 50 responden menunjukkan

bahwa remaja yang memiliki asupan zink dengan jumlah yang kurang (92%) lebih

57
banyak dibandingkan remaja yang memiliki asupan zink dalam jumlah cukup

(8%).

4. Aktivitas Fisik

Besarnya aktivitas fisik yang dilakukan seseorang dalam 24 jam

dinyatakan dalam PAL (Physical Activity Level) atau tingkat aktivitas fisik yang

dikategorikan menjadi 2 kategori yaitu aktivitas fisik ringan dan aktivitas fisik

berat.

Tabel 5.10 Distribusi Aktivitas Fisik Remaja di MTs. Negeri 2 Pontianak

Aktivitas Fisik Jumlah Persentase


(%)
Berat 32 64 %
Ringan 18 36 %
Total 50 100 %
Sumber : Data Primer, 2017

Berdasarkan tabel 5.10 diketahui bahwa dari 50 responden menunjukan

bahwa remaja yang memiliki aktivitas fisik berat sebesar (64%), sedangkan

remaja yang memliki aktivitas fisik ringan sebesar (36%).

V.1.6 Analisis Bivariat

1. Hubungan Asupan Energi Dengan Kejadian Wasting Pada Remaja di

MTs. Negeri 2 Pontianak

Tabel 5.11 Tabulasi Silang Hubungan Asupan Energi Dengan Kejadian


Wasting Pada Remaja di MTs. Negeri 2 Pontianak

A Wasting T P PR
s K N o v CI
u u o t a :

58
p r r a l 95
a u m l u %
n s a e
l
E
n
e
N % N % N %
r
g
i
K 2 8 5 1 2 1
u 4 2 7 9 0
r , , 0
a 8 2
n
g 1,9
C 9 4 1 5 2 1 0 31
u 2 2 7 1 0 , (1,
k , , 0 0 14
u 9 1 0 7-
p 8 3,2
51
T 3 6 1 3 5 1
o 3 6 7 4 0 0
t , , 0
a 0 0
l
Sumber : Data Primer Tahun 2017

Berdasarkan tabel 5.11 diketahui bahwa asupan energi kurang cenderung

mengalami wasting yaitu 82,8% lebih besar dibandingkan dengan asupan energi

cukup yaitu 4,29%. Berdasarkan hasil perhitungan uji statistik Continuity

Correction diperoleh pvalue sebesar = 0,008 (p ≥ 0,05) yang artinya Ho ditolak

(Ha diterima), jadi dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara

59
hubungan asupan energi dengan kejadian wasting pada remaja di MTs. Negeri 2

Pontianak .

Hasil analisis diperoleh pula nilai PR=1,931 dengan Confident Interval

(CI : 95%) = 1,147-3,251 yang artinya responden yang memiliki asupan energi

kurang berisiko 1,931 kali lebih besar untuk mengalami wasting (gizi kurus)

dibandingkan dengan responden yang memiliki asupan energi normal.

2. Hubungan Asupan Protein Dengan Kejadian Wasting Pada Remaja di

MTs. Negeri 2 Pontianak

Tabel 5.12 Tabulasi Silang Hubungan Asupan Protein Dengan Kejadian


Wasting Pada Remaja di MTs. Negeri 2 Pontianak

A Wasting
s N
T
u K o
o
p u r
t
a r m P
a PR
n u a v
l CI
s l a
:
P l
95
r u
%
o e
t
N % N % N %
e
i
n
K 2 8 4 1 3 1
2,4
u 6 6 3 3 0
0 76
r , , 0
, (1,
a 7 3
0 34
n
0 1-
g
1 4,5
C 7 3 1 6 1 1
73)
u 5 3 5 7 0

60
k , , 0
u 0 0
p

T 3 6 1 3 5 1
o 3 6 7 4 0 0
t , , 0
a 0 0
l
Sumber : Data Primer Tahun 2017

Berdasarkan tabel 5.12 diketahui bahwa asupan protein kurang cenderung

mengalami wasting yaitu 86,7% lebih besar dibandingkan dengan asupan protein

cukup yaitu 35,0%. Berdasarkan hasil perhitungan uji statistik Continuity

Correction diperoleh pvalue sebesar = 0,001 (p ≥ 0,05) yang artinya Ho ditolak

(Ha diterima), jadi dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara

hubungan asupan protein dengan kejadian wasting pada remaja di MTs. Negeri 2

Pontianak .

Hasil analisis diperoleh pula nilai PR=2,476 dengan Confident Interval

(CI : 95%) = 1,341-4,573 yang artinya responden yang memiliki asupan protein

kurang berisiko 2,476 kali lebih besar untuk mengalami wasting (gizi kurus)

dibandingkan dengan responden yang memiliki asupan protein normal.

3. Hubungan Asupan Zink Dengan Kejadian Wasting Pada Remaja di

MTs. Negeri 2 Pontianak

Tabel 5.13 Tabulasi Silang Hubungan Asupan Zink Dengan Kejadian


Wasting Pada Remaja di MTs. Negeri 2 Pontianak

A Wasting T P PR
s K N o v CI

61
u u o t a :
p r r a l 95
a u m l u %
n s a e
l
Z
i
n N % N % N %
k
K 3 6 1 3 4 1
u 1 7 5 2 6 0
r , , 0
a 4 6
n
g 1,3
C 2 5 2 5 4 1 0 48
u 0 0 0 , (0,
k , , 0 5 49
u 0 0 9 6-
p 7 3,6
65)
T 4 6 4 3 5 1
o 6 6 4 0 0
t , , 0
a 0 0
l
Sumber : Data Primer Tahun 2017

Berdasarkan tabel 5.13 diketahui bahwa asupan energi zink cenderung

mengalami wasting yaitu 67,4% lebih besar dibandingkan dengan asupan ZINK

cukup yaitu 50,0%. Berdasarkan hasil perhitungan uji statistik Continuity

Correction diperoleh pvalue sebesar = 0,597 (p ≥ 0,05) yang artinya Ho diterima

(Ha ditolak), jadi dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna

antara hubungan asupan zink dengan kejadian wasting pada remaja di MTs.

Negeri 2 Pontianak.

62
4. Hubungan Aktivitas Fisik Dengan Kejadian Wasting Pada Remaja di

MTs. Negeri 2 Pontianak

Tabel 5.14 Tabulasi Silang Hubungan Aktivitas Fisik Dengan Kejadian


Wasting Pada Remaja di MTs. Negeri 2 Pontianak

A Wasting
k N
K T
t o
u o
i r
r t
v m
u a P
i a PR
s l v
t l CI
a
a :
l
s 95
u
%
e
F
i N % N % N %
s
i
k
B 2 6 1 3 3 1 0,9
e 1 5 1 4 2 0 1 84
r , , 0 , (0,
a 6 4 0 65
t 0 2-
0 1,4
R 1 6 6 3 1 1 86)

63
i 2 6 3 8 0
n , , 0
g 7 3
a
n

T 3 6 1 3 5 1
o 3 6 7 4 0 0
t , , 0
a 0 0
l
Sumber : Data Primer Tahun 2017

Berdasarkan tabel 5.14 diketahui bahwa aktivitas fisik ringan cenderung

mengalami wasting yaitu 66,7% lebih besar dibandingkan dengan Aktivitas fisik

berat yaitu 65,6%. Berdasarkan hasil perhitungan uji statistik Chi Square

(Continuity Correction) pada tabel 5.11 diperoleh pvalue sebesar = 1,000 (p ≥

0,05) yang artinya Ho diterima (Ha ditolak), jadi dapat disimpulkan bahwa tidak

ada hubungan yang bermakna antara hubungan aktivitas fisik dengan kejadian

wasting pada remaja di MTs. Negeri 2 Pontianak .

V.2 Pembahasan

Wasting merupakan masalah gizi serius yang perlu diatasi di Indonesia.

Dampak wasting pada remaja adalah mengalami penurunan daya ekspolasi

terhadap lingkungannya, peningkatan frekuensi menangis , kurang bergaul dengan

teman-temannya, kurang perasaan gembira, dan cenderung menjadi apatis. Dalam

jangka panjang, remaja tersebut akan mengalami gangguan kognitif, penurunan

prestasi belajar, gangguan tingkah laku, bahkan peningkatan resiko kematian

(Pramudya & Bardosono, 2012).

64
Indikator status gizi yang digunakan dalam penelitian ini pengukuran

antropometri berat badan dan tinggi badan dan kemudian disajikan dalam Indeks

Massa Tubuh menurut Umur (IMT/U). IMT dihitung berdasarkan rumus :

IMT = Berat Badan (kg)


Tinggi badan (m) x Tinggi Badan (m)

Status gizi merupakan manifestasi dari keadaan tubuh yang dapat

mencerminkan hasil dari makanan yang dikonsumsi setiap hari. Konsumsi

makanan yang tidak memenuhi kecukupan akan mengakibatkan terjadinya

kekurangan gizi. Pada penelitian ini wasting (gizi kurus) dikelompokkan menjadi

status gizi kurang dengan cut off point <-2 SD dan status gizi cukup dengan cut off

point -2 SD s/d > 2 SD.

Hasil penelitian ini terlihat bahwa prevalensi responden yang mengalami

wasting (gizi kurus) cukup rendah yaitu 66% dibandingkan dengan status gizi

normal sebesar 34%. Dapat dilihat bahwa rata-rata status gizi remaja termasuk

kurus (wasting). Dari hasil penelitian ini menunjukkan jumlah remaja yang

memiliki status gizi kurus (wasting) termasuk tinggi dibandingkan prevalensi gizi

normal.

V.2.1 Hubungan Asupan Energi Dengan Kejadian Wasting Pada Remaja di

MTs. Negeri 2 Pontianak

65
Hasil analisis dari tabel bivariat dapat diketahui bahwa dari 50 responden

yang memiliki asupan energi kurang sebesar 24 (82,8%) remaja. Berdasarkan

hasil perhitungan uji statistik Chi Square (Continuity Correction) pada tabel 5.10

diperoleh pvalue sebesar = 0,008 (p ≥ 0,05) yang artinya Ho ditolak (Ha diterima),

jadi dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara hubungan

asupan energi dengan kejadian wasting pada remaja di MTs. Negeri 2 Pontianak .

Hasil analisis diperoleh pula nilai PR=1,931 dengan Confident Interval

(CI : 95%) = 1,147-3,251 yang artinya responden yang memiliki asupan energi

kurang berisiko 1,931 kali lebih besar untuk mengalami wasting (gizi kurus)

dibandingkan dengan responden yang memiliki asupan energi normal. Hal ini

sejalan dengan Indriasari (2005) dan Nizar (2002) yang menemukan adanya

hubungan bermakna antara asupan energi dengan status gizi kurus (wasting).

Pada penelitian ini persentase status gizi kurus (wasting) lebih besar pada remaja

yang memiliki asupan energi kurang dari 80% AKG (82,8%) dibandingkan

remaja yang memiliki asupan energi cukup (17,2%).

Hasil penelitian ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh

Soedioetama (2008), bahwa asupan energi yang rendah dari kebutuhan serta

penyakit infeksi merupakan penyebab langsung terjadinya kekurangan gizi

(wasting). Pranadji, dkk (2000) menemukan bahwa ada hubungan yang bermakna

antara tingkat asupan energi dengan status gizi. Semakin rendah asupan energi

seseorang maka semakin rendah pula status gizinya. Bila asupan energi rendah

maka cadangan energi yang tersimpan didalam tubuh akan dikuras untuk

menghasilkan energi dan akhirnya akan berakibat pada penurunan berat badan dan

66
menurunkan status gizi menjadi kurus (wasting). Rata-rata tingkat asupan energi

remaja dengan status gizi kurus (wasting) sebesar 34% dari AKG (868.65 kkal)

dan rata-rata asupan energi remaja dengan status gizi cukup sebesar 66% dari

AKG (3384.20 kkal).

Dari hasil recall 2x24 jam yang dilakukan, rata-rata remaja lebih senang

mengkonsumsi mie instan dari pada mengkonsumsi sayur-sayuran, senang dengan

makanan junk food dan fast food serta sering tidak makan dengan alasan ingin

diet. Sehingga rata-rata remaja kekurangan energi dan mempengaruhi berat badan

mereka. Kekurangan asupan energi dapat terjadi jika tubuh mengkonsumsi energi

melalui makanan kurang dari energi yang dikeluarkan, sehingga berat badan

berkurang jika dibandingkan dengan berat badan yang seharusnya, dan juga bisa

menurunkan produktivitas kerja. Apabila kekurangan energi pada bayi dan anak

bisa mengakibatkan pertumbuhannya terganggu dan jika kekuranagan energi juga

terjadi pada orang dewasa akan mengakibatkan penurunan berat badan dan

kerusakan jaringan tubuh. Hal ini dikarenakan oleh fungsi energi dalam tubuh

yaitu untuk proses pertumbuhan dan mempertahankan jaringan tubuh.

Asupan energi seseorang diperlukan dalam menutupi pengeluaran

energinya. Asupan energi akan berdampak pada keadaan gizi seseorang. Asupan

energi yang rendah dapat berpengaruh pada keadaan gizi yang tidak baik atau

kecenderungan untuk memiliki tubuh yang kurus (wasting). Menurut FAO/WHO

(2012) asupan energi harus disesuaikan dengan tingkat aktivitas yang sesuai agar

dicapai keadaan sehat dalam jangka panjang.

67
Upaya untuk memperbaiki asupan energi yang kurang pada remaja

sebaiknya lebih banyak mengkonsumsi makanan yang memiliki energi yang

tinggi seperti bahan makanan yang mengandung sumber lemak, seperti lemak

ikan, daging, ayam dan minyak, kacang-kacangan dan biji-bijian. Selain itu juga

mengkonsumsi bahan makanan sumber karbohidrat yang mengandung energi

tinggi, seperti padi-padian, umbi-umbian, dan gula murni. Angka kecukupan

energi yang dianjurkan untuk dikonsumsi perhari remaja usia 13-15 tahun yaitu

remaja laki-laki sebesar 2475 kkal perhari dan remaja perempuan sebesar 2125

kkal perhari (AKG, 2013)

V.2.2 Hubungan Asupan Protein Dengan Kejadian Wasting Pada Remaja di

MTs. Negeri 2 Pontianak

Hasil analisis dari tabel bivariat dapat diketahui bahwa dari 50 responden

yang memiliki asupan protein kurang sebesar 26 (86,7%) remaja. Berdasarkan

hasil perhitungan uji statistik Chi Square (Continuity Correction) pada tabel 5.11

diperoleh pvalue sebesar = 0,001 (p ≥ 0,05) yang artinya Ho ditolak (Ha diterima),

jadi dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara hubungan

asupan energi dengan kejadian wasting pada remaja di MTs. Negeri 2 Pontianak .

Hasil analisis diperoleh pula nilai PR=2,476 dengan Confident Interval

(CI : 95%) = 1,341-4,573 yang artinya responden yang memiliki asupan protein

kurang berisiko 2,476 kali lebih besar untuk mengalami wasting (gizi kurus)

dibandingkan dengan responden yang memiliki asupan protein normal. Penelitian

68
ini sejalan dengan Zahara (2011) dan Indriasari (2005) yang menemukan ada

hubungan antara asupan protein dengan status gizi kurus (wasting) pada remaja.

Hasil penelitian ini menunjukkan persentase status gizi kurus lebih besar

pada remaja yang memiliki asupan protein kurang dari 60% dari 80%AKG yaitu

(25.95 g) dibandingkan dengan remaja yang memiliki asupan protein cukup 40%

dari 80% AKG yaitu (134.50 g). Hal ini dapat mengambarkan hubungan antara

asupan protein dengan status gizi kurus (wasting). Rata-rata asupan energi lebih

rendah pada kelompok remaja yang asupan proteinnya kurang dari pada remaja

yang memiliki asupan protein cukup. Hal ini dapat mengambarkan bahwa asupan

protein yang rendah berdampak pada asupan energi yang rendah juga.

Secara Nasional, berdasarkan Riskesdas 2010 prevalensi asupan protein

kurang pada remaja umur 13-15 tahun <dari 80% AKG yaitu sebanyak 38,1%.

Prevalensi asupan protein kurang di Sumatera Barat yaitu sebanyak 35,5%.

Protein sebagai zat pembangun merupakan zat gizi esensial dalam

mempengaruhi status gizi seseorang. Seseorang yang memiliki asupan protein

yang rendah cenderung memiliki keseimbangan nitrogen negatif. Keseimbangan

nitrogen negatif yaitu apabila pengeluaran nitrogen dalam tubuh lebih besar dari

asupan nitrogen (protein) kurang. Hal ini mempengaruhi kadar protein dalam

tubuh. Selain itu, tubuh akan beradaptasi dengan pengeluaran nitrogen yang

rendah (urea) di urin.

Asupan makanan pada anak perempuan lebih sedikit dari pada anak laki-

laki, termasuk asupan protein, padahal bagi remaja perempuan membutuhkan

69
asupan protein lebih banyak karena lebih membutuhkan asupan zat besi yang

berada pada protein, karena pada remaja perempuan mengalami mentruasi

(Arisman, 2004).

Dari hasil recall 2x24 jam yang dilakukan, remaja wasting jarang

mengkonsumsi makanan yang kaya akan protein seperti ikan, daging serta

kacang-kacangan sehinggi asupan ptotein didalam tubuh mereka kurang. Asupan

protein yang kurang umumnya menjadi bagian penyebab gizi kurus (wasting).

Jika asupan protein terus menerus kurang, maka protein didalam tubuh tidak

tersedia lagi untuk pemeliharaan jaringan ataupun pertumbuhan. Selanjutnya,

apabila asupan protein seseorang berlebih maka protein akan diubah menjadi

lemak untuk disimpan. Hal ini menjadikan seseorang yang memilik kemungkinan

untuk cadangan lemak yang sedikit terlebih kekurangan ini diiringi oleh zat gizi

makro lainnya. Bila kekurangan protein ini berlangsung lama akan menyebabkan

pengurangan berat badan (Almatsier, 2005).

Untuk memenuhi asupan protein yang kurang, dibutuhkn bahan makanan

yang memiliki kandungan protein tinggi. Menurut sumbernya terdapat dua macam

protein, yaitu protein hewani yang bersumber dari bahan pangan hewani seperti

daging, ikan, telur, susu, dan protein nabati yang berasal dari tumbuhan seperti

kacang-kacangan, tahu, kedelai. (Sandjaja dkk, 2009). Angka kecukupan protein

yang dianjurkan untuk dikonsumsi perhari remaja usia 13-15 tahun yaitu remaja

laki-laki sebesar 72 gram perhari dan remaja perempuan sebesar 69 gram perhari

(AKG, 2013).

70
V.2.3 Hubungan Asupan Zink Dengan Kejadian Wasting Pada Remaja di

MTs. Negeri 2 Pontianak

Hasil analisis dari tabel bivariat dapat diketahui bahwa dari 50 responden

yang memiliki asupan zink kurang sebesar 31 (67,4%) remaja. Berdasarkan hasil

perhitungan uji statistik Chi Square (Continuity Correction) pada tabel 5.12

diperoleh pvalue sebesar = 0,597 (p ≥ 0,05) yang artinya Ho diterima (Ha ditolak),

jadi dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara

hubungan asupan zink dengan kejadian wasting pada remaja di MTs. Negeri 2

Pontianak.

Berdasarkan hasil penelitian Reski (2013) tentang hubungan asupan energi

(karbohidrat, protein, dan lemak) dan zat gizi (kalsium, zat besi, zink, vitamin C,

natrium, dan magnesium) dengan status gizi diketahui bahwa ada hubungan antara

asupan zink dengan status gizi. Sedangkan hasil penelitian yang di lakukan pada

remaja usia 13-15 tahun ini tidak terdapat hubungan antara asupan zink dengan

kejadian wasting di MTs. Negeri 2 Pontianak.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Muchlisa (2013) terhadap

semua remaja UNHAS angkatan 2012 yang berusia 13-15 tahun yang berjumlah

189 orang yang diketahui bahwa korelasi antara asupan zink sebesar (0,356) yang

menunjukan bahwa arah korelasi positif dengan kekuatan korelasi yang lemah.

Zink salah satu mineral penting dengan berbagai macam fungsi di dalam

tubuh manusia. Zink merupakan salah satu komponen pada lebih dari 300 enzim

yang dibutuhkan antara lain untuk pertumbuhan anak, menyembuhkan luka,

71
berperan dalam sintesis protein, membantu reproduksi sel, melindungi

penglihatan, meningkatkan imunitas, dan melindungi tubuh dari radikal bebas.

Kekurangan zink menyebabkan hipogonadisme dan keterlambatan pubertas, tubuh

pendek dan kurus (wasting), dan anemia ringan (Sandjaja dkk, 2009).

Zink dalam makanan sebagian besar terikat dengan protein dan asam

nukleat. Makanan yang kaya protein utamanya daging merah dan kerang

merupakan makanan sumber zink yang paling baik. Ikatan senyawa zink dengan

protein seringkali sangat stabil sehingga memerlukan aktivitas substansial dalam

pencernaan agar zink terlepas dan dapat diserap. Kekurangan zink pada usia

remaja dapat berakibat gangguan pertumbuhan fisik dan perkembangan sel otak

(Almatsier, 2005).

Mengkonsumsi zink akan memperbaiki saliva rasa sehingga nafsu makan

bertambah. Makanan yang mengandung sumber utama zink adalah daging, ikan,

kacang-kacangan dan serealia. Zink memegang peranan esensial dalam banyak

fungsi tubuh. Sebagai bagian dari enzim atau sebagai kofaktor pada kegiatan lebih

dari dua ratus enzim, zink berperan dalam berbagai aspek metabolisme seprti

reaksi-reaksi yang berkaitan dengan sintesis dan degradasi karbohidrat, protein,

lemak, dan asam nukleat. Zink berperan dalam pemeliharaan keseimbangan asam-

basa dengan cara membantu mengeluarkan karbon dioksida dari paru-paru pada

pernapasan.

Zat gizi yang dibutuhkan remaja adalah seluruh zat gizi yang terdiri dari

zat gizi makro seperti karbohidrat, protein, dan lemak serta zat gizi mikro seperti

72
vitamin dan mineral (Devi, 2012). Angka kecukupan gizi zink yang dianjurkan

untuk dikonsumsi perhari remaja usia 13-15 tahun yaitu remaja laki-laki sebesar

18 mg perhari dan remaja perempuan sebesar 16 mg perhari (AKG, 2013).

V.2 Hubungan Aktivitas Fisik Dengan Kejadian Wasting Pada Remaja di

MTs. Negeri 2 Pontianak

Hasil analisis dari tabel bivariat dapat diketahui bahwa dari 50 responden

yang memiliki aktivitas fisik yang berat sebesar 21 (65,6%) remaja. Berdasarkan

hasil perhitungan uji statistik Chi Square (Continuity Correction) pada tabel 5.13

diperoleh pvalue sebesar = 1,000 (p ≥ 0,05) yang artinya Ho diterima (Ha ditolak),

jadi dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara

hubungan aktivitas fisik dengan kejadian wasting pada remaja di MTs. Negeri 2

Pontianak. Menurut WHO (2013), aktivitas fisik remaja atau anak usia sekolah

pada umumnya memiliki tingkat aktivitas fisik ringan, sebab kegiatan yang sering

dilakukan adalah belajar.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Afini (2013) yang

menunjukan bahwa tidak ada hubungan antara aktivitas fisik dengan status gizi

kurus (p=0,663), hasil penelitian Afini menunjukan bahwa responden yang

memiliki aktivitas fisik ringan tetapi mengalami status gizi kurus (wasting). Sama

dengan halnya penelitian Mulia (2013) yang menyatakan tidak ada hubungan

antara aktivitas fisik dengan status gizi kurus (wasting).

Aktivitas fisik penting bagi kesehatan anak dan remaja untuk melakukan

kegiatan sehari-hari. Aktivitas fisik mempunyai pengaruh dalam pengaturan berat

badan. Aktivitas fisik juga merupakan gerakan tubuh yang meningkatkan

73
pengeluaran tenaga dan energi, sehingga menyebabkan pembakaran energi, energi

yang diperlukan untuk aktivitas fisik bervariasi menurut tingkat intensitas dan lam

melakukan aktivitas fisik, makin berat dan lama aktivitas fisik yang dilakukan,

makin tinggi energi yang diperlukan (Sandjaja dkk, 2009).

Menurut Djoko Pekik (2007) bahwa aktivitas fisik remaja atau usia

sekolah pada umumnya memiliki tingkat aktvitas fisik ringan, sebab kegiatan

yang sering dilakukan adalah belajar. Remaja yang kurang melakukan aktivitas

fisik sehari-hari menyebabkan tubuhnya kurang mengeluarkan energi. Aktivitas

fisik pada remaja dapat mempunyai hubungan dengan peningkatan rasa percaya

diri, self concept, dan rasa cemas dan stress yang rendah.

Olahraga atau latihan sebagai suatu kegiatan yang meliputi aktivitas fisik

yang teratur dalam jangka dan intensitas tertentu. Aktivitas fisik penting bagi

kesehatan anak-anak remaja untuk melakukan kegiatan sehari-hari. Aktivitas fisik

juga mempunyai pengaruh dalam pengaturan berat badan. Olahraga sebaiknya

dilakukan secara teratur sebanyak 3 kali atau lebih dalam seminggu dengan

tingkatan olahraga sedang sampai berat. Olahraga sebaiknya dilakukan minimal

30 menit setiap hari agar dapat mencegah kelebihan berat badan.

V.3 Keterbatasan Penelitian

Dalam penyusunan penelitian ini, terdapat beberapa keterbatasan yang

diakui belum dapat dipenuhi dan menjadi kekurangan dalam penelitian ini.

Berbagai kekurangan tersebut terdapat pada :

a. Dalam pengukuran berat badan peneliti kurang memperhatikan kalibrasi

pada alat ukur yang digunakan, dan kurang memperhatikan pakaian

74
seragam sekolah yang digunakan responden sehingga dalam pengukuran

kurang melihat faktor lain yang mempengaruhi hasil dari pengukuran.

b. Metode recall 2x24 jam untuk makanan sehari yang memiliki kekurangan

yaitu tergantung dari daya ingat responden. Siswa perlu diberi contoh

porsi makan siang yang disajikan di sekolah atau bentuk makanan

menggunakan food model. Sedangkan dalam penelitian ini peneliti tidak

mencontohkan food model pada responden.

75
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

VI.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dari pembahasan pada bab V, maka dapat diambil

kesimpulan sebagai berikut :

1. Ada hubungan yang bermakna antara hubungan asupan energi dengan

kejadian wasting pada remaja di MTs. Negeri 2 Pontianak (pvalue sebesar

= 0,006 ; PR=1,931 dengan Confident Interval (CI : 95%) = 1,147-3,251).

2. Ada hubungan yang bermakna antara hubungan asupan protein dengan

kejadian wasting pada remaja di MTs. Negeri 2 Pontianak (pvalue sebesar

= 0,000 ; PR=2,476 dengan Confident Interval (CI : 95%) = 1,341-4,573).

3. Tidak ada hubungan yang bermakna antara hubungan asupan zink dengan

kejadian wasting pada remaja di MTs. Negeri 2 Pontianak (pvalue sebesar

= 0,597).

4. Tidak ada hubungan yang bermakna antara hubungan aktivitas fisik

dengan kejadian wasting pada remaja di MTs. Negeri 2 Pontianak (pvalue

sebesar = 1,000).

VI.2. Saran

Asupan Energi dan Protein Yang Kurang Pada Remaja Wasting :

a. Bagi Orang Tua

Perlu adanya perhatian dari orang tua mengenai asupan zat gizi

makro (energi dan protein) serta mineral (zink) dengan membiasakan anak

73
untuk sarapan pagi sebelum berangkat sekolah disertai dengan

memperhatikan asupan yang masuk kedalam tubuh anak harus sesuai

dengan aktivitas yang dikeluarkan agar tidak terjadi kekurangan gizi.

b. Bagi Pihak Sekolah

Meningkatkan program pendidikan gizi seimbang melalui

memberikan promosi kesehatan berupa penyuluhan atau pendidikan gizi

kepada remaja mengenai pentinggnya asupan energy, protein, dan gizi

seimbang, melalui penyusunan program Usaha Kesehatan Sekolah (UKS),

sebagai upaya peningkatan status gizi dan memberikan keterampilan

dalam mengkonsumsi makanan yang sehat dan benilai gizi tinggi.

c. Bagi Peneliti Selanjutnya

Melihat masih cukup kurangnya asupan zat gizi makro (energi dan

protein) proporsi kejadian wasting (gizi kurus) pada remaja disarankan

agar peneliti lain melakukan penelitian lanjutan dengan menghubungkan

kebiasaan sarapan pagi yang dapat mempengaruhi asupan remaja dan

memperhatikan kalibrasi pada alat ukur yang digunakan.

74
DAFTAR PUSTAKA

Afini, Nursetya. 2013. Hubungan Citra Tubuh , Pola Konsumsi, Dan Aktivitas
Fisik Dengan Status Gizi Pada Siswi Di SMPN 200 Jakarta Tahun 2013.
Skripsi. Universitas Indonesia, Depok

Akiyeni, O., 2009. Assesment Of Nutrional Status Of Queens College Students Of


Lagos State, Nigeria. Pakistan Juornal Of Nutrition 8(7): 937-939.
http://www.pbjbs.org/pjonline/fin1192.pdf

Almatsier, S., 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.

___________., 2005. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka


Umum.

___________., 2010. Gizi Seimbang Dalam Daur Kehidupan. Jakarta: PT


Gramedia Pustaka Umum.

Amelia, A. R., Syam, A., Fatimah, S. T., 2013. Hubungan Asupan Energi Dan Zat
Gizi Dengan Status Gizi Santri Putri Yayasan Pondok Pesantren
Hidayahtullah Makassar Sulawesi Selatan Tahun 2013. Program Studi
Ilmu Gizi Kesehatan Masyarakat, UNHAS, Makassar

Arisman. (2010). Gizi Dalam Daur Kehidupan (Buku Ajar Ilmu Gizi Edisi 2).
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Assa, N., Kapantow, N. H., Kawengian, S. E. S., 2015. Hubungan Antara Asupan
Energi Dan Protein Dengan Status Gizi Pada Pelajar Di SMP Negeri 8
Manado. Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sam Ratulangi
Manado

Brown, J. E., dkk. 2005. Nutrition Trough The Life Cycle2 Nd Edition. United
States of America: Thomson Wadsworth

Departemen Kesehatan RI. 2015. Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan

75
Diaita, N. 2014. Analisis Asupan Energi, Protein, Dan Seng Berdasarkan Status
Wilayah Pada Anak Yang Kurus (Wasting) Usia 7-12 Tahun Di Pulau
Kalimantan (Riskesdas 2010). 6.1. Hal. 32-33

Dinas Kesehatan Kota Pontianak. 2016. Profil Kesehatan Kota Pontianak.

Dinkes. 2014. Hal-Hal Yang Mempengaruhi Kebutuhan Gizi: Kategori Tingkat


Aktivitas. Available : https://dinkes.jogjaprov..go.id/gizi/index.php/home/
halpenting (Accessed 8 Mei 2017)

Djawan, L., Kandou, G. D., Momongan, N. R., 2015. Hubungan Antara Asupan
Energi Dan Protein Dengan Status Gizi Siswa Di Sekolah Menengah
Pertama Negeri 5 Manado. Fakultas Kesehatan Masyarakat, Akedemi
Gizi, Poltekkes Manado

Fanny, dkk, 2010. Tingkat Asupan Zat Gizi Dan Status Gizi Siswa SMU PGRI
Kabupaten Maros Propinsi Sul-Sel.Media Gizi Pangan. IX Edisi 1. 15-19
http:// poltekes.makassar.ac.id. Makassar. (Diakses Pada 10 Januari 2013).

Guthrie, Helen A, Ph.O,RD. (2005). Human Nutrion Missouri. Mosby-year Book,


Inc. St. Louis Missouri

Kemenkes. 2013. Laporan Survei Riset Kesehtan Dasar 2013. Jakarta:


Kementrian Kesehatan RI

_________. 2014. Pedoman Gizi Seimbang. Jakarta, Direktorat Jenderal Bina Gizi
dan Kesehatan Ibu dan Anak Kementrian Kesehatan RI

Khairunnisa, Tarmali, A., Siswanto, Y., 2016. Faktor-Faktor Yang Berhubungan


Dengan Status Gizi Pada Siswa SMA Di Kabupaten Semarang.
Bibliographies : 38 (2000-2015)

Moehji S, 2003. Penanggulangan Gizi Buruk. Papar Sinar Sinanti, Jakarta.

Muchlisa, dkk. 2013. Hubungan Asupan Zat Gizi Dengan Status Gizi Pada
Remaja Putri Di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin

76
Makassar Tahun 2013. Program Studi Ilmu Gizi Kesehatan Masyarakat,
UNHAS, Makassar

Mulia, Dina Dwi. 2013. Hubungan konsumsi makanan dan aktivitas fisik serta
citra tubuh terhadap status gizi pada mahasiswa FKM UI Tahun 2012.
Skripsi. Universitas Indonesia

Notoatmodjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta.EGC

Nursalam. 2008. Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu


Keperawatan Pedoman Skripsi, Tesis, Dan Instrumen Penelitian
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

Palupi, M. P., 2012. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi


Kurang Pada Siswi Di 4 SMA/SMK Terpilih Dikota Depok Jawa Barat
Tahun 2011 (Analisis Data Sekunder). Skripsi. Universitas Indonesia

Permatasari, D., 2009. Body Image Pada Remaja Pelaku Diet. (diaskes 11
Desember http://dyahsari05.com//01/body-image-pada-pemaja-pelaku-
diet.pdf

Pujiati, Arneliwati, Rahmalia, S., 2015. Hubungan Antara Perilaku Makan


Dengan Status Gizi Pada Remaja Putri. Program Studi Ilmu Keperawatan.
Universitas Riau. 2 (2) : 1346

Riskesdas. 2010. Prevalensi Status Gizi Remaja. Jakarta

Rosmalina, Y. 2010. PGM 2010. Hubungan Status Zat Gizi Mikro Dengan Status
Gizi Pada Anak Remaja SLTP. 33.(1). Hal.15

Saepudin, Malik. 2011. Metodologi Penelitian Kesehatan Masyarakat. Jakarta:


CV. Trans Info Media

Sandjaja, Budiman, B., Herartri, R., Afriansyah, N,. Soekatri, M,. Sofia, G,.
Suharyati, Sudikno, Permeasih, D,. 2009. Kamus Gizi. Jakarta : Kompas
Media Nusantara

77
Sediaoetama, A.J. (2008). Ilmu Gizi. Jakarta: Penerbit Dian Rakyat

Soetardjo. 2011. Gizi Seimbang Dalam Daur Kehidupan. Jakarta. PT Gramedia


Pustaka Utama

Sugiyono. 2013. Statistika untuk Penelitian. Bandung : ALFABETA, CV.

Sulistioningsih, H. 2011. Gizi Untuk Kesehatan Ibu Dan Anak. Yogyakarta: Graha
Ilmu

Supariasa, dkk. 2012. Penilaian Status Gizi. Jakarta: Buku Kedokteran. EGC.

Zahara, Nurmalinda. 2001. Hubungan Antara Asupan Makan, Perilaku Makan,


Dan Faktor Lainnya Dengan Status Gizi Kurang (Kurus) Pada Mahasiswa
S1 Reguler Angkatan 2008-2010 Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia (FKM UI) tahun 2011 Skripsi. FKM UI, Depok

Warius, Atika. 2015. Hubungan Antara Asupan Energi Dan Zat Makro Dengan
Status Gizi Pada Pelajar Di SMP Negeri 13 Kota Manado. 4.4. Hal. 304

Waryana. 2010. Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta: EGC

World Health Organisation. (2010). Growth Reference 5-19 Years.


http://www.who.int/growthref/who2010 bmi for age/en/. Diakses pada 30
November 2014

78
DOKUMENTASI PENELITIAN

Pengukuran berat badan pada siswa Pengukuran berat badan pada siswa
permpuan laki-laki

Pengukuran tinggi badan pada siswa Pengukuran tinggi badan pada siswa
laki-laki perempuan

79
Wawancara Recall 1x24 jam dan Wawancara Recall 1x24 jam dan
aktivitas fisik pada siswa laki-laki aktivitas fisik pada siswa perempuan

Wawancara Recall 2x24 jam pada Wawancara Recall 2x24 jam pada
siswa perempuan siswa laki-laki

80
81

Anda mungkin juga menyukai