OLEH
KRISTINA TABUI
150210017
[Type here]
PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN
TERHADAP PRILAKU DEFISIT PERAWATAN DIRI
PADA LANSIA DENGAN DEPRESI DI PANTI
SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI MULIA 3
JAKARTA SELATAN
TAHUN 2019
Skripsi ini Diajukan Untuk Melengkapi Sebagai Persyaratan Menjadi Sarjana
Ilmu Keperawatan
OLEH
KRISTINA TABUI
150210017
i
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Agama : Khatolik
Telepon : 081348205913
Kewarganegaraan : Indonesia
Email : Kristinatabui@gmail.com
Riwayat pendidikan
ii
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji dan syukur kepada TUHAN yang telah
melimpahkan rahmat, nikmat dan karunianya, sehingga peneliti dapat
menyelesaikan skripsi penelitian yang berjudul “Pengaruh Pendidikan Kesehatan
Terhadap Prilaku Defisit Perawatan Diri Pada Lansia Dengan Depresi Di Panti
Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 Tangerang Selatan 2019”
1. Bapak dr. Resna A. Soerawidjaja, MScPH selaku ketua Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Banten.
2. Bapak DR. dr. Fikri Effendi selaku pembimbing metodologi penelitian yang
telah mengarahkan, memberi masukan dan motivasi dalam penyusunan skripsi
ini.
3. Ibu Ns. Sri Supami,S.Kep.M.Kesselaku pembimbing materi yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan kesabaran serta memberikan ilmu dan
motivasi dalam mengarahkan dan memberikan masukan dalam penyusunan
skripsi ini.
4. Kepada pihak Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 yang telah
memberikan izin untuk melakukan penelitian.
5. Seluruh Bapak dan Ibu dosen Fakultas S1 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Banten yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada
semua mahasiswa khususnya peneliti.
6. Yang terkasih dan tercinta kedua orang tua penulis Bapak Sebastianus Kapat
dan Ibu Lusiana Anayang selalu memberikan doa, kasih sayang, dukungan
dan semangat.
7. Kepada teman-teman kuliah Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Banten terutama
Herman Ady Wibowo, Edita Randuk, Herkulanus Tumbung serta teman-
iii
teman keperawatan 8A dan Keperawatan 8B lainnya yang telah membantu
dan memberikan dukungan serta semangat kepada penulis.
8. Terimah kasih kepada Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 Jakarta
Selatan selaku pembimbing lapangan Ns.Yunur Nawasih,S.Kep. MAP selaku
penguji siding skripsi
9. Kepada sahabat-sahabat saya serta yang lainnya. Terimakasih telah
membantu, mendoakan, memberi motivasi, serta memberikan semangat dalam
penyusunan skripsi.
Penulis
Kristina Tabui
iv
LEMBAR PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk diujikan dihadapan sidang penguji skripsi
Program Studi Ilmu Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Banten
Pembimbing Lapangan
v
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi ini telah disetujui dan dipertahankan dihadapan sidang penguji skripsi
Program Studi Ilmu Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Banten
Tim Penguji
Penguji I Penguji II
() (Ns.Yunur Nawangsih,S.Kep.MAP)
vi
MANUSKRIP
PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN
TERHADAP PRILAKU DEFISIT PERAWATAN DIRI
PADA LANSIA DENGAN DEPRESI DI PANTI
SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI MULIA 3
JAKARTA SELATAN
TAHUN 2019
ABSTRAK
Pendahuluan: Defisit perawatan diri merupakan suatu keadaan seseorang
mengalami kelainan dalam kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan
aktivitas kehidupan sehari-hari secara mandiri, tidak ada keinginan untuk mandi
secara teratur, tidak menyisir rambut, pakaian kotor, bau badan, bau napas, dan
penampilan tidak rapi. Strategi pelaksanaan pada pasien defisit perawatan diri
yaitu dengan melatih pasien cara perawatan kebersihan diri mandi, melatih pasien
berdandan atau berhias, melatih pasien makan dan minum secara mandiri dan
mengajarkan pasien melakukan buang air besar dan buang air kecil secara
mandiri untuk mengoptimalkan kemampuan pasien dalam perawatan diri, maka
petugas memberikanreward atau rein-forcement kepada pasien berupa pujian
yang dapat memotivasi pasien untuk melakukan kebersihan diri. (Madalise,
Seniaty, dkk., 2015). Metode:Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif,
menggunakan desain pra eksperimental, dengan pendekatan one group pretest
dan posttest design, dengan metode purposive sampling, didapatkan sampel 32
responden, pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan lembar kuesioner.
Uji statistic menggunakan uji Wilcoxon. Hasil Penelitian: Terdapat pengaruh
yang signifikan terhadap defisit perawatan diri sebelum dan sesudah di lakukan
pendidikan kesehatan dengan nilai (p volue=0,00). Saran:Penelitian ini
diharapkan bisa menjadi pertimbangan bagi Panti Sosial Tresna Werdha Budi
Mulia 03 Jakarta Selatan diharapkan dapat memberikan pengetahuan mengenai
lansia dan keterampilan keperawatan, dalam hal ini adalah pendidikan perawatan
diri di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 03 Jakrta Selatan.
vii
MANUSCRIPT
THE INFLUENCE OF HEALTH EDUCATION ON
SELF-CARE DEFICIT BEHAVIOR IN THE ELDERLY
WITH DEPRESS AT TRESNA WERDHA BUDI
MULIA 3 SOCIAL INSTITUTIONS JAKARTA SOUTH
IN 2019
ABSTRACT
Introduction: Self-care deficit is a condition of a person experiencing an
abnormality in the ability to perform or complete activities of daily life
independently, there is no desire to bathe regularly, do not comb my hair, dirty
clothes, body odor, breath odor, and appearance is not neat. The implementation
strategy in patients with self-care deficit is to train patients how personal hygiene
toiletries, train patients to dress up or ornate, train the patient to eat and drink
independently and teaches the patient defecate and urinate independently to
optimize the patient's ability to care themselves, the officers give rewards or
reinforcement to the patient in the form of praise to motivate patients to perform
personal hygiene. (Madalise, Seniaty, et al., 2015). Methods: type of research is
quantitative, using pre-experimental design, with approach one group pretest and
posttest, purposive sampling method, obtained a sample of 32 respondents, data
collection is done by using a questionnaire. Statistical test using test Wilcoxon.
Result: There is a significant impact on self-care deficit before and after in doing
health education with value (p volue = 0.00). Recommendations:This study is
expected to be a consideration for Elderly Social Institution Tresna Budi Mulia 03
South Jakarta is expected to provide knowledge about the elderly and nursing
skills, in that it is self-care education in Tresna Elderly Social Institution Budi
Mulia Jakrta 03 South.
viii
DAFTAR ISI
COVER
PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP PRILAKU
DEFISIT PERAWATAN DIRI PADA LANSIA DENGAN DEPRESI DI
PANTI BUDI MULIA 3 JAKARTA SELATAN TAHUN 2019 ........................ II
DAFTAR RIWAYAT HIDUP .............................................................................. II
KATA PENGANTARA .................................................................................................. iii
LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................................. V
LEMBAR PENGESAHAN.................................................................................. VI
ABSTRAK ....................................................................... Error! Bookmark not defined.
DAFTAR ISI..................................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................................xii
DAFTAR RUMUS ........................................................................................................ xiii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................................. xiv
BAB 1 ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ....................................................................................................... 1
1.2 Rumusan masalah .................................................................................................. 6
1.3 Pertanyaan Penelitian ............................................................................................. 7
1.4 Tujuan Penelitian ................................................................................................... 7
1.5 Tujuan Khusus ....................................................................................................... 8
1.5.1Mengetahui disrtibusi frekuensi karakteristik responden .............................. 8
1.5.2Mengetahuin pengaruh sebelum di berikan pendidikan perawatan diri
pada lansia.............................................................................................................. 8
1.5.3Mengetahuin pengaruh sesudah di berikan pendidikan perawatan diri
pada lansia.............................................................................................................. 8
1.5.4Mengetahui pengarug sebelum dan sesudah di berikan pendidikan
perawatan ............................................................................................................... 8
1.6 Manfaat Penelitian ................................................................................................. 8
1.6.1Bagi Profesi Keperawatan.............................................................................. 8
1.6.2Bagi Ilmu Pengetahuan .................................................................................. 8
1.6.3Bagi Peneliti Selanjutnya ............................................................................... 8
1.6.4Bagi Tempat Penelitian .................................................................................. 8
BAB II..................................................................................................................... 9
ix
LANDASAN TEORI ............................................................................................. 9
2.1 Lanjut Usia ............................................................................................................. 9
2.1.1Definisi........................................................................................................... 9
2.1.2Proses Menua ............................................................................................... 10
2.1.3Perubahan Psikososial .................................................................................. 15
2.1.4Faktor-faktor yang mempengaruhi proses menua ........................................ 16
2.2 Depresi Pada Lansia............................................................................................. 17
2.2.1Definisi Depresi Pada Usia Lanjut ............................................................... 17
2.2.2Faktor depresi pada Usia Lanjut .................................................................. 18
2.2.3 Proses Terjadinya Masalah ......................................................................... 19
2.3 Penelitian Yang Terkait .............................................................................................. 21
2.4 Kerngka Teori ............................................................................................................ 24
BAB III ................................................................................................................. 25
DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN ............................................................... 25
3.1 Profil Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulia 3 .................................. 25
3.2 Sejarah Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 .............................................. 25
3.3 Landasan Hukum ................................................................................................. 25
3.4 Visi dan Misi ........................................................................................................ 26
3.4.1 Visi ............................................................................................................. 26
3.4.2 Misi .....................................................................................................................26
3.5 Tugas Pokok ........................................................................................................ 26
3.6 Tujuan .................................................................................................................. 26
3.7 Sasaran di Panti Tresna Werdha Budi Mulia 3 .................................................... 27
3.8 Persyaratan Penerimaan Lanjut Usia di Panti SosialTresna Werdha Budi
Mulia 3 ................................................................................................................. 27
3.9 Fasilitas Pelayanan di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 ....................... 27
3.10 Progam Kegiatan di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 .......................... 28
3.11 Jumlah Lansia Di PSTW Budi Mulia 3 Tahun 2019 ........................................... 28
3.12 Gambaran Distribusi Penyakit yang Diderita oleh Lansia di PSTW Budi Mulia 3
Tahun 2019 .......................................................................................................... 29
BAB IV METODE PENELITIAN ..................................................................... 30
4.1 Kerangka Konsep ................................................................................................. 30
4.2 Hipotesis Penelitian ............................................................................................. 31
4.3 Definisi Operasional ............................................................................................ 31
4.4 Desain Penelitian ................................................................................................. 34
4.5 Populasi Dan Sampel ........................................................................................... 34
x
4.5.1Populasi ........................................................................................................ 34
4.5.2Sampel ......................................................................................................... 35
4.5.3Teknik Pengambilan Sampel ....................................................................... 35
4.5.4Rumus besar ................................................................................................. 36
4.6 Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................................. 36
4.7 Jenis Data yang Digunakan .................................................................................. 37
4.8 Instrumen Penelitian ............................................................................................ 37
4.9 Etika Penelitian .................................................................................................... 37
4.10 Langkah-Langkah Dalam Penelitian (Alur Penelitian) ........................................ 39
4.11 Fase Persiapan...................................................................................................... 39
4.11.1Fase Pelaksanaan ....................................................................................... 41
4.11.2Fase Evaluasi ............................................................................................. 42
4.11.3Pengolahan Data ........................................................................................ 42
4.12 Analisa data.......................................................................................................... 44
4.12.1Distribusi frekuensi .................................................................................... 44
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ..................................... 46
5.1Hasil Penelitian ............................................................................................................46
5.2Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Usia, Dan Jenis KelaminDi
Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 Jakarta SelatanTahun 2019...............48
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 61
6.1 Kesimpulan .......................................................................................................... 61
6.2 Saran .................................................................................................................... 62
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 64
LAMPIRAN 1. LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN ............ 66
LAMPIRAN 2. SAP ............................................................................................. 67
LAMPIRAN 3. DEFISIT PERAWATAN DIRI .................................................. 74
LAMPIRAN 4. KUSIONER ................................................................................ 75
///////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////
///////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////
///////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////
///////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////
//////////////////////////////////////////////
xi
DAFTAR GAMBAR
xii
DAFTAR RUMUS
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
xiv
BAB 1
PENDAHULUAN
1
Data dari WHO pada 2015 menunjukkan bahwa prevalensi depresi
terbanyak justru berada pada rentang usia 60-64 tahun dan trennya
cenderung stagnan hingga turun kembali pada usia di atas 80 tahun.
Sebuah penelitian juga menyatakan bahwa prevalensi major depressive
disorder pada orang tua mencapai 1-5% di seluruh dunia. Kendati
demikian, hal ini seringkali terabaikan baik oleh keluarga serta pengasuh
lansia, petugas medis, maupun penderitanya sendiri. Padahal, depresi pada
lansia dapat pula menimbulkan konsekuensi yang cukup berbahaya.
(Bromet, R. C, 2013). Depresi merupakan kondisi emosi yang biasanya
ditandai dengan kesedihan yang sangat mendalam, perasaan tidak berarti
dan bersalah, menarik diri dari orang lain, tidak dapat tidur, kehilangan
selera makan, hasrat seksual, dan minat serta kesenangan dalam aktivitas
yang biasa dilakukan. Faktor penyebab depresi pada lansia antara lain
adalah faktor biologi, faktor genetik, dan faktor psikososial.
2
pasangan yang menderita penyakit kronis turut berperan dalam membuat
lansia semakin rentan terhadap kondisi depresi. Hal lain yang sering
menjadi penyebab depresi pada lansia adalah penyakit-penyakit kronis
yang dideritanya. Ketika menua, tubuh kita perlahan-lahan mulai
kehilangan fungsi-fungsi normalnya, terutama apabila kita tidak
membiasakan gaya hidup sehat semasa muda. Penurunan fungsi inilah
yang pada akhirnya membuat orang tua sering menderita penyakit kronis
(Fiske, A., Wetherell, J. L., & Gatz, M, 2009).
3
gangguan macam penyakit kulit (kadas, kurap, kudis, panu, bisul, kusta).
b. Kuku yang kurang terawat dan kotor sebagai tempat bibit penyakit yang
masuk ke dalam tubuh. Terutama penyakit alat pernapasan. Disamping itu
kuku yang kotor sebagai tempat bertelur cacing, dan sebagai penyakit
cacing pita, cacing tambang. c. Gigi dan mulut yang kurang terawat akan
berakibat pada gigi berlubang, bau mulut, dan penyakit gusi. d. Gangguan
lain yang mungkin muncul seperti gastritis kronis (karenan kegagalan
dalam makan), penyebaran penyakit dari orofecal (karena hygiene
BAB/BAK sembarangan) (Wahit Iqbal, dkk.,2015). Sedangkan menurut
(Tarwoto dan Wartonah, 2010) akibatnya adalah dampak fisik Banyak
gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak terpeliharanya
kebersihan perorangan dengan baik, gangguan fisik yang sering terjadi
adalah gangguan integritas kulit, gangguan 9 membran mukosa mulut,
infeksi pada mata dan telinga, gangguan fisik pada kuku.
4
berusia 60-70 tahun (Cavallini et al, 2003). Insiden lansia di Netherlands
yang mengalami penurunan daya ingat berjumlah 93 lansia dengan usia 65
tahun (Ekkers et al, 2011). Insiden lansia di Norwaygia yang mengalami
penurunan daya ingat terdapat 27% dengan diagnosis gangguan daya ingat
subyektif dan sebanyak 19 lansia berusia rerata 60,9 tahun (Braekhus et al,
2011). Insiden lansia di Hongkong yang mengalami penurunan daya ingat
daya berjumlah 20 lansia berusia 80 tahun (Lim, et al, 2012). Penelitian
pada anak sekolah dasar di Surabaya terdapat peningkatan daya ingat yang
signifikan (Erviyanti, 2007).
5
Hasil penelitian (Novita Pinedendi, Julia Villy Rottie, Ferdinand
Wowiling, 2016) yang berjudul Pengaruh penerapan asuhan keperawatan
defisit perawatan diri terhadap kemandirian personal hygiene pada pasien
RSJ. PROF. V. L. Ratumbuysa hasilnya menunjukkan bahwa paling
banyak berada pada kategori ketergantungan sedang, maka dari itu
sebaiknya kontribusi pada perawatan agar selalu memberikan dukungan
menerapkan asuhan keperawatan lebih optimal agar kemandirian personal
hygiene lebih mandiri.
6
Prevalensi depresi pada usia lanjut di dunia sekitar 8-15%, hasil
survei dari berbagai negara di dunia diperoleh prevalensi rata-rata depresi
pada usia lanjut adalah 13,5% dengan perbandingan wanita dan pria
14,1:8,5. Sementara prevalensi depresi pada usia lanjut yang menjalani
perawatan di RS dan Panti Perawatan sebesar 30 – 45%.4.
7
1.5 Tujuan Khusus
1.5.1 Mengetahui disrtibusi frekuensi karakteristik responden?
1.5.2 Mengetahui pengaruh sebelum di berikan pendidikan perawatan
diri pada lansia?
1.5.3 Mengetahui pengaruh sesudah di berikan pendidikan perawatan
diri pada lansia?
1.5.4 Mengetahui pengaruh sebelum dan sesudah di berikan pendidikan
perawatan?
1.6 Manfaat Penelitian
1.6.1 Bagi Profesi Keperawatan
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wacana baru atau
menjadikan acuan dalam salah satu penatalaksaan tindakan
dalam mengoptimalkan pendidikan kesehatan tentangdefisit
perawatan diri kepada lansia.
8
BAB II
LANDASAN TEORI
9
sebagai tahap akhir kehidupan manusia (Maryam dkk, 2008). Klasifikasi
lansia dibagi menjadi 5, yaiitu :
a. Pralansia (prasenalis)
Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun
b. Lansia
Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih
c. Lansia Resiko Tinggi
Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih atau seseorang yang berusia
60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan
d. Lansia Potensial
Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan kegiatan yang
dapat menghasilkan barang atau jasa
e. Lansia Tidak Potensial
Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya
bergantung pada bantuan orang lain.
2.1.2 Proses Menua
Proses menua merupakan proses yang tarsus-menerus (berlanjut)
secara alamiah. Dimulai sejak lahir dan umumnya dialami semua makhluk
hidup (Muhith &Siyoto, 2016). Menua adalah suatu proses menghilangnya
secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau
mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat
bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang di derita
(Bandiyah, 2009). Perubahan Fisik (Azizah, 2011; Kozier, 2010; Fitriani,
2015; Artinawati, 2014).
1. Sel
Pada lansia, jumlah selnya akan lebih sedikit dan ukurannya akan lebih
besar. Cairan tubuh dan cairan intraseluler akan berkurang, proporsi
protein di otak, ginjal, darah, dan hati juga ikut berkurang, jumlah sel
otak akan menurun, mekanisme perbaikan sel akan terganggu, dan otak
menjadi atrofi.
2. Sistem Persarafan
10
Sistem susunan saraf mengalami perubahan anatomi dan atrofi yang
progresif pada serabut saraf lansia. Lansia mengalami penurunan
koordinasi dan kemampuan dalam melakukan aktifitas sehari-hari.
Penuaan menyebabkan penurunan presepsi sensori dan respon motorik
pada susunan saraf pusat dan penurunan reseptor proprioseptif, hal ini
terjadi karenan susunan saraf pusat pada lansia mengalami perubahan
morfologis dan biokimia, perubahan tersebut mengakibatkan penurunan
fungsi kognitif. Koordinasi keseimbangan; kekuatan otot, refleks,
perubahan postur, dan peningkatan waktu reaksi. Hal ini dapat dicegah
dengan pemberian latihan koordinasi dan keseimbangan serta latihan
untuk menjaga mobilitas dan postur (Surini & Utomo, 2003).
3. Sistem Pendengaran
Gangguan pada pendengaran (presbiakusis), membrane timpani
mengalami atrofi, terjadi pengumpulan dan pengerasan serumen karena
peningkatan keratin, pendengaran menurun, terutama terhadap bunyi
suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit
dimengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas 60 tahun.
4. Sistem Penglihatan
Timbul sklerosis pada sfingter pupil dan hilangnya respon terhadap
sinar, kornea lebih berbentuk seperti bola (sferis), lensa lebih suram
(keruh) dapat menyebabkan katarak, meningkatnya ambang,
pengamatan sinar dan daya adaptasi terhadap kegelapan menjadi lebih
lambat dan sulit untuk melihat dalam keadaan gelap, hilangnya daya
akomodasi, menurunnya lapang pandang, dan menurunnya daya untuk
membedakan antara warna biru dengan hijau pada skala pemeriksaan.
Otot penyangga lensa lemah, ketajaman penglihatan dan daya
akomodasi dari jarak jauh atau dekat berkurang, penggunaan kacamata
dan sistem penerangan yang baik dapat digunakan.
5. Sistem Kardiovaskular
Elastisitas dinding aorta menurun, katup jantung menebal dan menjadi
kaku, kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun
sesudah berumur 20 tahun. Hal ini menyebabkan menurunnya kontraksi
11
volumenya. Kehilangan elastisitas pembuluh darah, kurangnya
efektivitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi, sering terjadi
postural hipotensi, tekanan darah meningkat diakibatkan oleh
meningkatnya resistensi dari pembuluh darah perifer. Latihan berguna
untuk meningkatkan VO2 maksimum, mengurangi tekanan darah, dan
berat badan.
6. Sistem Pengaturan Suhu Tubuh
Suhu tubuh menurun (hipotermia) secara fisiologis lebih kurang 350C,
hal ini diakibatkan oleh metabolisme yang menurun, keterbatasan
refleks menggigil, dan tidak dapat memproduksi panas yang banyak
sehingga terjadi rendahnya aktifitas otot.
7. Sistem Pernafasan
Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku,
menurunnya aktifitas dari silia, paru-paru kehilangan elastisitas
sehingga kapasitas residu meningkat, menarik napas lebih berat,
kapasitas pernafasan maksimum menurun, dan kedalaman bernafas
menurun, ukuran alveoli melebar dari normal dan jumlahnya berkurang,
oksigen pada arteri menurun menjadi 75 mmHg, kemampuan untuk
batuk berkurang, dan penurunan kekuatan otot pernafasan.
8. Sistem Gastrointestinal
Kehilangan gigi, indra pengecapan mengalami penurunan, esofagus
melebar, sensitivitas akan rasa lapar menurun, produksi asam lambung
dan waktu pengosongan lambung menurun, peristaltic lemah dan
biasanya timbul konstipasi, fungsi absorbsi menurun, hati (liver)
semakin mengecil dan menurunnya tempat penyimpanan, serta
berkurangnya suplai aliran darah.
9. Sistem Genitourinaria
Ginjal mengecil dan nefron menjadi atrofi, aliran darah ke ginjal
menurun hingga 50%, fungsi tubulus berkurang (berakibat pada
penurunan kemampuan ginjal untuk mengosentrasikan urine, berat jenis
urin menurun, proteinuria biasanya + 1), blood urea nitrogen (BUN)
meningkat hingga 21 mg%, nilai ambang ginjal terhadap glukosa
12
meningkat. Otot-otot kandung kemih (vesica urinaria) melemah,
kapasitasnya menurun hingga 200 ml dan menyebabkan frekuensi
buang air kecil meningkat, kandung kemih sulit dikosongkan sehingga
meningkatkan retensi urin. Pria dengan usia 65 tahun ke atas sebagian
besar mengalami pembesaran prostat hingga lebih kurang 75% dari
besar normalnya.
10. Sistem Endokrin
Menurunnya produksi ACTH, TSH, FSH, dan LH, aktifitas tiroid, basal
metabolic rate (BMR), daya pertukaran gas, produksi aldosterone, serta
sekresi hormon kelamin seperti progesterone, estrogen, dan
testosterone.
11. Sistem Integumen
Kulit menjadi keriput akibat kehilangan jaringan lemak, permukaan
kulit kasar dan bersisik, menurunnya respons terhadap trauma,
meknisme protein kulit menurun, kulit kepala dan rambut menipis serta
berwarna kelabu, rambut dalam hidung dan telinga menebal,
berkurangnya elastisitas akibat menurunnya cairan dan vaskularisasi,
pertumbuhan kuku lebih lambat, kuku jari menjadi keras dan rapuh,
kuku kaki tumbuh secara berlebihan dan seperti tanduk, kelenjar
keringat berkurang jumlahnya dan fungsinya, kuku menjadi pudar dan
kurang bercahaya. Perubahan kulit lebih banyak dipengaruhi oleh faktor
lingkungan antara lain angin dan matahari, terutama sinar ultraviolet.
12. Sistem Musculoskeletal
Perubahan pada sistem muskuloskeletall pada lansia antara lain sebagai
berikut :
a. Jaringan Penghubung (Kolagen dan elastin).
Kolagen sebagai pendukung utama pada kulit, tendon,
tulang, kartilago dan jaringan pengikat mengalami perubahan
menjadibentangan yang tidak teratur. Perubahan pada kolagen
tersebut merupakan penyebab turunnya fleksibilitas pada lansia
sehingga menimbulkan dampak berupa nyeri, penurunan
kemampuan untuk meningkatkan kekuatan otot, kesulitan bergerak
13
dari duduk berdiri, jongkok dan berjalan dan hambatan dalam
melakukan kegiatan sehari-hari.Upaya fisioterapi untuk mengurangi
dampak tersebut adalah memberikan latihan untuk menjaga
mobilitas.
b. Kartilago.
Jaringan kartilago pada persendian lunak dan mengalami granulasi
dan akhirnya permukaan sendi menjadi rata, kemudian kemampuan
kartilago untuk regenerasi berkurang dan degenerasi yang terjadi
cenderung kearah progresif, konsekuensinya kartilago pada
persendian menjadi rentan terhadap gesekan. Perubahan tersebut
sering terjadi pada sendi besar penumpu berat badan. Akibatnya
perubahan itu sendi mengalami peradangan, kekakuan nyeri,
keterbatasan gerak, dan terganggunya aktivitas sehari-hari.
c. Tulang
Tulang kehilangan kepadatannya (density) dan semakin rapuh,
kifosis, persendian membesar dan menjadi kaku, tendon mengerut
dan mengalami sclerosis, atrofi serabut otot sehingga gerak
seseorang menjadi lambat, otot-otot kram menjadi tremor. Kondisi
ini menyebabkan keterbatasan mobilitas pada lansia. Lansia dengan
mobilitas terbatas yaitu lansia dengan kondisi bedrest.
d. Otot
Perubahan struktur otot pada penuaan sangat bervariasi, penuaan
jumlah dan ukuran serabut otot, peningkatan jaringan penghubung
dan jaringan lemak pada otot mengakibatkan efek negative.
Penurunan kekuatan otot yang disebabkan oleh penurunan massa
otot (atrofi otot). Ukuran otot mengecil dan penurunan massa otot
lebih banyak terjadi pada ekstremitas bawah. Sel otot yang mati
digantikan oleh jaringan ikat dan lemak. Kekuatan atau jumlah daya
yan dihasilkan oleh otot menurun dengan bertambahnya usia.
Dampak perubahan morfologis pada otot adalah penurunan
kekuatan, penurunan fleksibilitas, peningkatan waktu reaksi dan
penurunan kemampuan fungsional otot. Untuk mencegah perubahan
14
lebih lanjut, dapat diberikan latihan untuk mempertahankan
mobilitas.
e. Sendi.
Pada lansia, jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon, ligament dan
fasia mengalami penurunan elastisitas. Ligament dan jaringan
periarkular mengalami penurunan daya lentur dan elatisitas. Terjadi
degenerasi, erosi dan klasifikasi pada kartilago dan kapsul sendi.
Sendi kehilangan fleksibilitasnya sehingga terjadi penurunan luas
dan gerak sendi. Kelainan tersebut dapat menimbulkan gangguan
berupa bengkak, nyeri, kekakuan sendi, gangguan jalan dan
aktifitas keseharian lainnya. Upaya pencegahan kerusakan sendi
antara lain dengan member teknik perlindungan sendi, antara lain
dengan memberi teknik perlindungan sendi dalam beraktifitas.
f. Perubahan Mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental adalah
perubahan fisik, kesehatan umum, tingkat pendidikan, keturunan
(hereditas), lingkungan, tingkat kecerdasan, dan kenangan.
Kenangan dibagi menjadi dua, yaitu kenangan jangka panjang
(berjam-jam sampai berhari-hari yang lalu) mencakup beberapa
perubahan dan kenangan jangka pendek atau seketika (0-10 menit)
biasanya dapat berupa kenangan buruk.
2.1.3 Perubahan Psikososial
Perubahan psikososial terjadi terutama setelah seseorang
mengalami pensiun. Berikut ini adalah hal-hal yang akan terjadi pada masa
pensiun :
1. Kehilangan sumber financial atau pemasukan (income) berkurang.
2. Kehilangan status karena dulu mempunyai jabatan posisi yang cukup
tinggi, lengkap dengan segala fasilitasnya.
3. Kehilangan teman atau relasi.
4. Kehilangan pekerjaan atau kegiatan.
5. Merasakan atau kesadaran akan kematian.
15
2.1.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi proses menua
Penuaan dapat terjadi secara fisiologis dan patologis penuaan yang
terjadi sesuai dengan kronologis usia. Faktor yang memengaruhi yaitu
hereditas atau genetik, nutrisi atau makanan, status kesehatan, pengalaman
hidup, lingkungan dan stres (Siti Bandiyah, 2009; Muhith & Siyoto, 2016).
16
Tekanan hidup sehri-hari dalam lingkungan rumah, perkerjaan,
ataupun masyarakat yang tercermin dalam bentuk gaya hidup akan
berpengaruh terhadap proses penuaan (Muhith dan Siyoto, 2016).
17
yang ditandai dengan kemurungan, kelesuan, ketiadaan gairah hidup,
perasaan tidak berguna dan putus asa. Pendapat yang lain bahwa depresi
terjadi pada orang normal dan depresi merupakan suatu kemurungan,
kesedihan, kepatahan semangat, yang ditandai dengan perasaan tidak
sesuai, menurunnya kegiatan dan pesimisme menghadapi masa yang akan
datang. Santrock mengungkapkan bahwa depresi dapat terjadi secara
tunggal dalam bentuk mayor depresi atau dalam bentuk gangguan tipe
bipolar. Depresi mayor adalah suatu gangguan suasana hati atau mood
yang membuat seseorang merasakan ketidakbahagiaan yang mendalam,
kehilangan semangat, kehilangan nafsu makan, tidak bergairah, selalu
mengasihani dirinya sendiri, dan selalu merasa bosan.(Bistok Sihombing,
Reny Fahila , 2010)
Ada tiga jenis depresi yang bisa dialami oleh individu, yaitu mild
depression atau minor depression dan dysthimic disorder, moderate
depression danSevere depression atau major depression. Faktor faktor
yang dapat mempengaruhi depresi adalah faktor kesehatan, kepribadian,
religiusitas, pengalaman hidup yang pahit, harga diri dan dukungan sosial.
Gejala depresi menurut Beck digolongkan dalam empat simtom, yaitu
simtom emosional, simtom kognitif, simtom motivasional dan simtom
fisik. Dewasa akhir (late adulthood) atau lanjut usia, biasanya merujuk
18
pada tahap siklus kehidupan yang dimulai pada usia 65 tahun. Ahli
gerontologi membagi lanjut usia menjadi dua kelompok: young-old,
berusia 65-74 tahun; dan old-old, berusia 75 tahun ke atas. Kadang-kadang
digunakan istilah oldest old untuk merujuk pada orang-orang yang berusia
85 tahun ke atas .
19
Pemeliharaan personal hygiene berarti tindakan memelihara
kebersihan dan kesehatan diri seseorang untuk kesejahteraan fisik dan
psikisnya. Seseorang dikatakan memiliki personal hygiene baik apabila,
orang tersebut dapat menjaga kebersihan tubuhnya yang meliputi
kebersihan kulit, gigi dan mulut, rambut, mata, hidung, dan telinga, kaki
dan kuku, genitalia, serta kebersihan dan kerapihan pakaiannya (Arif,
2008). mandiri seperti mandi, berpakaian, makan, BAK/BAB (Fitria,
2009). Defisit perawatan diri adalah gangguan pemeliharaan kesehatan.
Gangguan pemeliharaan kesehatan ini bentuknya bisa bermacam-macam.
Akibat dari defisit perawat diri adalah sebagai berikut :
20
Menurut Depkes (2000, dalam Dermawan dan Rusdi 2013) faktor-
faktor yang mempengaruhi perawatan diri adalah :
a. Body Image
b. Praktik sosial
c. Status sosial ekonomi
d. Pengetahuan
e. Budaya
f. Kebiasaan seseorang
g. Kondisi fisik dan psikis.
21
baik yang terdiri dari aspek kekuatan ego, aspek pengetahuan dan
kemampuan mengambil keputusan, dan aspek perhatian sedangkan yang
kurang adalah aspek energy dan aspek perasaan.
22
yang tidak dilakukan dengan komunikasi. Aktivasi (Tindakan Aktivasi
Pasien) diukur pada awal dan 6 bulan. Kemanjuran self-care depresi dinilai
pada awal, pada 3 bulan, dan pada 6 bulan. Pemuan utama dalam analisis
cross-sectional multivariabel( n = 215), aktivasi danself-efficacy dikaitkan
dengan bahasa, tempat lahir, kesehatan fisik dan mental yang lebih baik,
latihan individu, kunjungan spesialis, dan penggunaan antidepresi tidak
digunakan. Dalam analisis longitudinal( n= 158), peningkatan aktivasi
dikaitkan dengan peningkatan kepatuhan pengobatan: peningkatan efikasi diri
dikaitkan dengan penggunaan strategi perawatan diri kognitif dan
peningkatan aktivitas sosial dan soliter. Ada peningkatan yang signifikan dari
awal hingga 6 bulan dalam skor aktivasi dan efikasi diri baik di antara
kelompok yang dilatih dan yang tidak. Intervensi perawatan diri tidak
mempengaruhi aktivasi 6 bulan atau efikasi diri tetapi dikaitkan dengan
peningkatan efikasi diri yang lebih cepat.
23
2.4 Kerngka Teori
Lanjut usia
Perubahan Fisik
Proses menua
Faktor-faktor yang
mempengaruhi proses
menua
Hereditas atau
Genetik
Nutrisi Penkes defisit
Pengalaman perawatan diri
Hidup
Lingkungan
stres
Sumber:
(Bandiyah, 2009), (Azizah, 2011; Kozier, 2010; Fitriani, 2015; Artinawati, 2014),
(Siti Bandiyah, 2009; Muhith & Siyoto, 2016), (Muhith dan Siyoto,2016).
24
BAB III
Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 Jakarta Selatan berdiri pada
tahun 1965 di bawah pembinaan Kanwil Departemen Sosial DKI Jakarta dengan
nama Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia Jakarta Timur berlokasi di
kelurahan Ceger karena pembangunan Taman Mini Indonesia Indah (TMII)
maka, panti pindah ke kelurahan Dukuh kecamatan Kramat Jati dengan luas
23.000 m3 dengan sistem pelayanan cottage. Lokasi kelurahan Dukuh ini terletak
pada dataran rendah dan sering dilanda banjir luapan kali Cipinang atau banjir
kiriman dari Bogor maka pada tahun 2002 Panti Sosial Tresna Werdha Budi
Mulia dipindahkan ke jalan Margaguna Radio Dalam Jakarta Selatan dengan
nama Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3.
3.3 Landasan Hukum
25
3. Undang-undang Republik Indonesia No. 11 Tahun 2009 tentang
kesejahteraan sosial.
4. Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 104 Tahun 2008 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta.
3.4.1 Visi
Penyandang masalah kesejahteraan sosial khususnya lanjut usia
terlantar di DKI Jakarta terentas dalam kehidupan yang layak berguna.
3.4.2 Misi
Misi yang pertama yaitu mencegah, mengurangi tumbuh kembang
dan meluasnya masalah kesejahteraan sosial lanjut usia terlantar. Kedua
yaitu mengentaskan dalam melaksanakan usaha kesejahteraan sosial.
Keempat yaitu meningkatkan kualitas pelayanan lanjut usia terlantar yang
meliputi kesehatan fisik, sosial, mental, dan agama.penyandang masalah
kesejahteraan sosial lanjut usia terlantar dalam kehidupan yang layak.
Ketiga yaitu pembinaan dan meningkatkan peran serta masyarakat.
3.5 Tugas Pokok
3.6 Tujuan
26
3.7 Sasaran di Panti Tresna Werdha Budi Mulia 3
3.8 Persyaratan Penerimaan Lanjut Usia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi
Mulia 3
1. Kantor.
2. Ruang WBS (Warga Binaan Sosial).
3. Aula dan lobby terbuka.
4. Poliklinik.
5. Dapur umum.
6. Mushola.
7. Ruang dan sarana olahraga.
8. Ruang keterampilan.
9. Ruang observasi dan psikotik.
10. Kendaraan operasional.
11. Ruang pemulasaran jenazah.
12. Lapangan tenis.
13. Ruang bimbingan sosial.
14. Ruang PKL.
15. Ruang pramusosial.
16. Ruang pelayanan subsidi silang.
27
3.10 Progam Kegiatan di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3
1. Pelayanan pemakaman.
2. Bimbingan Sosial.
3. Bimbingan rohani.
4. Bimbingan keterampilan.
5. Bimbingan fisik.
6. Pelayanan kesehatan.
7. Kesenian.
8. Rekreasi.
9. Reunifikasi.
10. Pemulasaran jenazah
Tabel 3.11
28
3.12 Gambaran Distribusi Penyakit yang Diderita oleh Lansia di PSTW Budi
Mulia 3 Tahun 2019
Tabel 3.12
29
BAB IV
METODE PENELITIAN
Intervensi
Penkes defisit Penkes defisit
Penkes defisit
keperawatan diri keperawatan diri
keperawatan diri
pre test post test
Keterangan :
: Variabel
: Gambaran intervensi
30
4.2 Hipotesis Penelitian
Hipotesis, sesuai dengan asal katanya (hypo berarti di bawah; thesis
berarti dalil, hukum), merupakan pernyataan tentang suatu dalil atau kaidah,
tetapi yang kebenarannya belum terujikan secara empirik. Dengan demikian,
dikaitkan dengan masalah penelitian, hipotesis merupakan jawaban
sementara terhadap permasalahan yang diajukan, yang kebenaran jawaban
ini akan dibuktikan secara empirik dengan penelitian yang dilakukan
(Sumantri, 2011). Dalam statistik dan penelitian terdapat dua macam
hipotesis yaitu Hipotesis nol (H0) diartikan sebagai tidak adanya hubungan
atau perbedaan antara dua fenomena yang diteliti dan hipotesis alternatif
(Ha) adalah lawannya hipotesis nol, yang berbunyi adanya perbedaan atau
adanya hubungan antara dua fenomena yang diteliti (Setiadi, 2013).
31
Table 4.1
32
diri klien item tentang 3. Semi mandiri
menyiapkan kemampuan 4. Ketergantung
pakaian klien berpakaian an sebagian
5. Ketergantung
an total
3 Makan Tingkat Menggunakan Ordinal
kemampuan lembar observasi 1. Mandiri total
perawatan yang terdiri dari 2. Perlu alat
diri klien 5 item tentang bantu
melakukan kemampuan 3. Semi mandiri
aktivitas klien makan 4. Ketergantuan
makan gan sebagian
5. Ketergantung
an total
4 Eliminasi Tingkat Menggunakan 1. Mandiri total Ordinal
kemampuan lembar observasi 2. Perlu alat
perawat diri yang terdiri dari bantu
klien 5 item tentang 3. Semi mandiri
melakukan kemampuan 4. Ketergantuan
kegiatan buang air besar gan sebagian
eliminasi : dan buang air 5. Ketergantung
buang air kecil an total
besar dan
buang air
kecil
33
4.4 Desain Penelitian
Desain penelitian merupakan rencana penelitian yang disusun
sedemikian rupa sehingga penelitian dapat memperoleh jawaban terhadap
pernyataan penelitian (Setiadi, 2013). Desain penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian pre experimental design
dengan rancangan one group pretest posttest.
Pretest Posttest
01 02
Intervensi
X
Keterangan:
01 : Sebelum Penkes defisit keperawatan diri.
X : Intervensi (Penkes defisit keperawatan diri)
02 : Sesudah Penkes defisit keperawatan diri
4.5 Populasi Dan Sampel
4.5.1 Populasi
Populasi merupakan seluruh objek atau subjek yang memiliki kualitas
dan karakteristik tertentu yang sudah ditentukan oleh peneliti sebelumnya
(Donsu J. T., 2016). Menurut Mazhindu dan Scott (2005) dalam (Swarjana,
2012) popuasi adalah kumpulan dari individu atau objek atau fenomena yang
secara potensial dapat diukur sebagai bagian dari penelitian.
34
Populasi dalam penelitan ini adalah seluruh pasien yang defisit
perawatan diridi Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulia 3Jakarta
Selatan.
4.5.2 Sampel
Sampel penelitian adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili
seluruh populasi (Notoadmojo, 2012). Sampel dalam ilmu keperawatan
ditentukan oleh sampel kriteria inklusi dan kriteria ekslusi. Sampel kriteria
inklusi menurut Nursalam, dalam bukunya yang berjudul pendekatan praktis
metodologi riset keperawatan, sampel merupakan kriteria yang menentukan
subjek penelitian mewakili sampel penelitian yang memenuhi kriteria sampel.
Kriteria eksklusi merupakan kriteria yang menentukan subjek penelitian yang
tidak dapat mewakili sebagai sampel, karena tidak memenuhi syarat sebagai
sampel. Kriteria eksklusi disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya, tidak
bersedia karena sikap yang tidak sesuai (Donsu J. T., 2016). Kriteria sampel
yang ditetapkan pada penelitian ini adalah:
Kriteria inklusi:
Kriteria eksklusi:
35
sampel yaitu sampel probalitas (probality sampling) atau sering disebut
dengan random sampling dan sampel nonprobalitas (non probality sampling).
Pada penelitian ini teknik yang digunakan adalah non probability sampling
jenis purposive sampling. Pengambilan sampel secara purposive dilakukan
pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri,
berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya
yaitu kriteria insklusi dan eksklusi (Dharma K. K., 2011).
36
4.7 Jenis Datayang Digunakan
Dalam penelitian ini jenis data yang digunakan ini adalah data primer
dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari
responden yang memenuhi karakter penelitian.
37
Dalam penelitian ini menggunakan etika penelitian keperawatan (Hidayat
A. A, 2008), yaitu:
1. Informed Consent
38
3. Confidentiality (kerahasiaan)
39
untuk mendapatkan persetujuan pengambilan data maupun melakukan
penelitian di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Muli 3 Jakarta Selatan.
40
7. Peneliti melakukan komunikasi terapeutik dengan memperkenalkan diri
terhadap responden, menjelaskan prosedur, tujuan dan manfaat yang akan
dilakukan.
41
5. Setelah dilakukan pendidikan kesehatan pada pertemuan pertama, penkes
tersebut diperbolehkan untuk di lakukan oleh responden sebagai media
pembelajaran.
42
artian semua pertanyaan sudah terisi, apakah jawaban atau tulisan masing-
masing pertanyaan cukup jelas atau terbaca, dan apakah jawabannya
relavan dengan pertanyaannya (Notoatmodjo, 2012).
43
4.12 Analisa data
4.12.1 Distribusi frekuensi
𝑓
Rumus : 𝑝 = 𝑛 𝑥 100 %
Keterangan:
P = Presentase.
f = Frekuensi dari setiap kategorik.
n = Jumlah responden.
1. Uji Wilcoxon
44
𝑁(𝑁𝐼1)
𝑇 𝜎ᴛ 𝑇− 4
𝑍− −
𝜎ᴛ 𝑁(𝑁−1)(2𝑁+1)
√
24
Keterangan
45
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
46
Setelah melakukan post test, peneliti memberitahu dan menjelaskan
kepada responden bahwa peneliti sudah selesai melakukan pendidikan
kesehatan mengenai praktik defisit perawatan diri dan memberikan motivasi
kepada seluruh responden di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 Jakarta
Selatan. Keterbatasan peneliti dalam melakukan penelitian ini adalah
pendekatan dengan responden yang pada awalnya masih malu-malu saat
dilakukan penilaian praktik defisit perawatan diri menggunakan lembar
observasi langkah-langkah praktik defisit perawatan diri dan banyak
responden yang sulit ditemui serta dihubungi untuk menanyakan hal yang
bersangkutan dengan penelitian ini karena masing-masing responden
mempunyai kegiatannya masing-masing.
47
5.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Usia, Dan
Jenis KelaminDi Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 Jakarta
SelatanTahun 2019
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti terhadap 32
responden di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 Jakarta Selatan pada
tanggal 25 Maret2019 samapai 26 Mei 2019, diperoleh hasil distribusi
frekuensi karakteristik responden berdasarkan usia, berdasarkan jenis kelamin,
pendidikan dan status yang ditunjukan pada tabel 5.2 adalah sebagai berikut
Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Usia, Jenis
Kelamin Di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 Jakarta
SelatanTahun 2019
Karakteristik
Responden Frekuensi Presentase (%)
Usia 50 Tahun 1 3,1
56 Tahun 1 3,1
59 Tahun 3 9,4
60 Tahun 4 12,5
61 Tahun 1 3,1
64 Tahun 2 6,3
66 Tahun 2 6,3
67 Tahun 2 6,3
69 Tahun 5 15,6
70 Tahun 3 9,4
72 Tahun 4 12,5
75 Tahun 1 3,1
79 Tahun 1 3,1
80 Tahun 2 6,3
Total 32 100.0
Jenis Laki-laki 2 6,3
Kelamin Perempuan 30 93,8
Total 32 100.0
48
Berdasarkan tabel 5.2 diatas dapat diketahui bahwa pada kelompok
Intervensi yang berdasarkan distribusi frekuensi usia lanjut dapat disimpulkan
bahwa usia responden pada kelompok Intervensi dalam penelitian ini
berjumlah sampel 32 responden paling banyak di usia 69 tahun dengan
persentase (15.6%), sedangkan pada kelompok lansia yang berusia
56,61,75,79, 80 dan 50 tahun sebanyak (3,1%). Maka di simpulkan usia yang
paling banyak 69 tahun dibandingkan usia 50 tahun yang defisit perawatan
diri. Penelitian yang dilakukan di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3
Jakarta Selatan Tahun 2019.
Menurut Kozier (2004) dalam Nurhidayat (2012), Usia merupakan
Faktor yang dapat mempengaruhi persepsi seseorang. Seseorang melihat
sebuah target dan mencoba untuk memberikan interpretasi persepsi dari objek
yang dilihatnya dengan berbeda-beda. Karakteristik individu seperti usia dapat
mempengaruhi interpretasi persepsi seseorang, sehingga setiap orang yang
usianya berbeda mempunyai persepsi yang berbeda terhadap suatu objek atau
stimulus. Usia merupakan dapat memepengaruhi daya tangkap seseorang dan
pola fikir seseorang. Semakin bertambah usia seseorang maka semakin
berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya. Belum ada penelitian
sebelumnya yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan usia seseorang
yaitu dengan usia tua maupun usia muda dalam mempersepsikan kinerja
jumantik. Namun penelitian Pratiwi (2011) menyatakan bahwa terdapat
perbedaan yang bermakna secara statistik antara persepsi Child Abuse
berdasarkan umur tua di dusun Mantaran Trimulyo Sleman Yogyakarta.
49
yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya yaitu masa anak,
masa dewasa dan masa tua (Nugroho, 2008). Usia lanjut dikatakan sebagai
tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia. Sedangkan menurut
Pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13 Tahun 1998 tentang kesehatan dikatakan
bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60
tahun (Maryam dkk, 2008). Berdasarkan secara umum, seseorang dikatakan
lanjut usia (lansia) apabila usianya 65 tahun ke atas. Lansia bukan suatu
penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang
ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres
lingkungan. Lansia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang
untuk mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis.
Kegagalan ini berkaitan dengan penurunan daya kemampuan untuk hidup
serta peningkatan kepekaan secara individual (Efendi, 2009).
Berdasarkan tabel 5.2 diatas distribusi frekuendi karakteristik jenis
kelamin dapat diketahui bahwa jenis kelamin responden yang berkategori
berjenis kelamin laki-laki sebanyak 2 orang dengan presentase (6.3%) dan
berjenis kelamin perempuan sebanyak 30 orang dengan presentase (93,8 %).
Jadi didapatkan kesimpulan bahwa jenis kelamin responden dalam penelitian
ini dengan jumlah sampel 32 responden paling banyak berjenis kelamin
perempuan dengan 30 orang dengan presentase (93.8%) di Panti Sosial Tresna
Werdha Budi Mulia 3 Jakarta Selatan Tahun 2019
Menurut Hungu (2007) jenis kelamin (seks) adalah perbedaan antara
perempuan dengan laki-laki secara biologis sejak seseorang lahir. Seks
berkaitan dengan tubuh laki-laki dan perempuan, dimana laki-laki
memproduksikan sperma, sementara perempuan menghasilkan sel telur dan
secara biologis mampu untuk menstruasi, hamil dan menyusui. Perbedaan
biologis dan fungsi biologis laki-laki dan perempuan tidak dapat
dipertukarkan diantara keduanya, dan fungsinya tetap dengan laki-laki dan
perempuan pada segala ras yang ada di muka bumi. Laki-laki lebih sering
sakit dibandingkan perempuan, tetapi belum diketahui secara pasti mengapa
50
demikian, mungkin sebabnya adalah perbedaan kromosom antara laki-laki
(xy) dan perempuan (xx). Pertumbuhan fisik berbeda antara anak laki-laki dan
perempuan. Laki-laki lebih aktif bila dibandingkan dengan perempuan
(Soetjiningsih, 2013). Faktor jenis kelamin tidak dapat diabaikan pengaruhnya
dalam perkembangan fisik dan usia. Jika diperhatikan dengan seksama,
perempuan lebih suka melakukan aktivitas yang melibatkan keterampilan
sedangkan anak laki-laki cenderung suka melakukan aktivitas yang
melibatkan keterampilan dan tentu saja hal itu dapat mempengaruhi
perkembangan fisik mereka (Wiyani, 2014).
Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan
Di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 Jakarta Selatan
Tahun 2019
51
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa proporsi tingkat
pendidikan pada kelompok intervensi menunjukkan dengan pendidikan
terakhir yang banyak adalah SD sebanyak 20 (62,5%), dan pendidikan yang
paling sedikit adalah pendidikan perguruan tinggi sebanyak 1 (3,1%).
Menurut hasil penelitian Ahmad Miftakhul Aziz tahun 2018
berdasarkan tingkat pendidikan responden menunjukkan sebagian besar
responden memiliki latar belakang pendidikan SMA sejumlah 41 orang
(44%), diikuti pendidian SD 32 responden (34%), kemudian pendidikan SMP
sejumlah 13 orang (14%) dan perguruan tinggi 7 orang (8%).
Menurut hasil penelitian Noorman Wahyu Arfany, dkk tahun 2014
menunjukkan bahwa sebagian besar tingkat pendidikan responden dalam
penelitian ini adalah pendidikan menengah (SMP dan SMA) yaitu 17 orang
(70,8%). Selanjutnya responden dengan tingkat pendidikan dasar berjumlah 5
orang (20,8%), dan responden dengan tingkat pendidikan tinggi berjumlah 2
orang (8,3%).
Menurut hasil penelitian Nurchayati tahun 2010 didapati bahwa
jenjang pendidikan yang paling banyak ialah SMA dan Perguruan Tinggi
dimana sebanyak 55 orang (57,9%). Hasil ini juga diperkuat dengan
penelitian Septiwi tahun 2010 yang menyebutkan bahwa 56,4% pasien yang
menjalani hemodialisa di RSUD Margono Soekarjo Purwokerto mempunyai
tingkat pendidikan tinggi (SMA dan PT), sedangkan 43,6% pasien
berpendidikan rendah (SD dan SMP).
Pendidikan adalah upaya persuasi atau pembelajaran kepada
masyarakat agar masyarakat mau melakukan tindakan-tindakan untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatannya (Notoatmodjo, 2010). Status
pendidikan seseorang menjadi salah satu faktor penting dalam menentukan
status kesehatan seseorang. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka
kesadaran akan pentingnya kesehatan pun akan semakin tinggi. Tingkat
pendidikan sejatinya membuat seseorang akan sangat mudah dalam menerima
setiap perubahan, termasuk kesehatan. Makin tinggi pendidikan pasien, maka
52
akan semakin cepat tanggap dengan perubahan kondisi kesehatannya, dengan
demikian lebih cepat menyesuaikan diri dan selanjutnya akan mengikuti
perubahan yang terjadi (Notoatmojo, 2007).
53
lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 Jakarta Selatan. Defisi
perawatan diri jika nilai lansia bisa melakukan defisit perawatan diri yaitu 0
dikatakan mandiri penuh, dan dikatakan membutuhkan alat bantu 1-4, 5-8
membutuhkan pertolongan orang lain untuk bantuan, pengawasan,
pendidikan, 9-12 membutuhkan pertolongan orang lain dan peralatan atau alat
bantu, 13-16 ketergantungan, tidak dapat berpartisipasi dalam aktivitas, dalam
penilaian defisit perawatan diri.
Hasil penelitian oleh (Tani, Siwu, Rompas, 2017) yang berjudul
“Hubungan Konsep Diri Dengan Perawatan Diri Pada Lansia Di BPLU Cerah
Provinsi Sulawesi Utara” Hasil survey data awal yang ada di BPLU Senja
Cerah Propinsi Sulawesi Utara Kota Manado, bahwa jumlah lansia terdiri dari
50 orang namun untuk saat ini, sekitar 38 orang saja. Perempuan 23 dan laki-
laki 15 orang. Dari hasil wawancara yang dilakukan dengan petugas Panti,
diketahui bahwa lansia yang tinggal di BPLU Senja Cerah mempunyai
perawatan diri yang kurang dan terkadang membutuhkan bantuan orang lain
seperti mandi, mengontrol BAB, mengontrol BAK dan mengenakan pakaian
bersih tetapi ada juga sebagian lansia yang melakukan perawatan diri secara
mandiri tanpa bantuan orang lain seperti mandi dilakukan secara mandiri,
mampu mengontrol BAB, mampu mengontrol BAK dan mengenakan pakaian
yang bersih dan sesuai.
Kesimpulan yaitu berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di
BPLU Senja Cerah Provinsi Sulawesi Utara disimpulkan bahwa konsep diri
lanjut usia di BPLU Senja Cerah Provinsi Sulawesi Utara dengan presentase
terbanyak pada konsep diri kurang baik, perawatan diri lanjut usia di BPLU
Senja Cerah Provinsi Sulawesi Utara dengan presentase terbanyak yaitu pada
perawatan diri kurang baik dan terdapat hubungan yang signifikan antara
konsep diri dengan perawatan diri pada Lansia di BPLU Senja Cerah Provinsi
Sulawesi Utara.
Defisit perawatan diri adalah suatu keadaan dimana seseorang
mengalami hambatan atau gangguan dalam kemampuan untuk melakukan
54
atau menyelesaikan aktivitas perawatan diri, seperti mandi, berpakaian,
makan, dan eliminasi untuk diri sendiri (Wilkinson, 2007). Perawatan diri
merupakan perawatan diri sendiri yang dilakukan untuk mempertahankan
kesehatan, baik secara fisik maupun psikologis (Hidayat, 2009). Lansia perlu
mendapatkan perhatian dengan mengupayakan agar mereka tidak terlalu
tergantung kepada orang lain dan mampu mengurus diri sendiri (mandiri).
Hasil yang di dapat oleh peneliti, pada pengukuran awal ada 32 lansia
yang dikatakan tidak mampu di karenakan pendidikan perawatan diri yang
dapat diberikan pada lansia dengan aktivitas lansia yang mendukung tentang
defisit perawatan diri, dimana pada lansia usia lanjut merupakan proses menua
pada lansia.
Defisit perawatan diri adalah suatu keadaan dimana seseorang
mengalami hambatan atau gangguan dalam kemampuan untuk melakukan
atau menyelesaikan aktivitas perawatan diri, seperti mandi, berpakaian,
makan, dan eliminasi untuk diri sendiri. Maka diperlukan adanya tindakan
yang bersifat secara langsung seperti memberikkan pendidikan defisit
perawatan diri.
55
5.5 Pengaruh Sesudah Di Berikan Pendidikan Perawatan Diri Pada Lansia
Di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 Jakarta SelatanTahun 2019
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti terhadap 32
responden di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 Jakarta Selatan pada
tanggal 25 Maret 2019 samapai 26 Mei 2019, diperoleh hasil pengaruh
sesudah di berikan pendidikan perawatan diri yang ditunjukan pada tabel 5.5
adalah sebagai berikut.
Table .5.5
Pengaruh Sesudah Di Berikan Pendidikan Perawatan Diri Pada
Lansia Di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 Jakarta Selatan
Tahun 2019
Perilaku defisit diri Frekuensi Presentase
(n) (%)
Defisit 6 18.8
Tidak defisit 26 81.3
Total 32 100.0
56
Ratumbuysang Manado” Hasil Penelitian terdapat pengaruh yang signifikan
terhadap penerapan asuhan keperawatan defisit perawatan diri pada pasien
(p=0.003).
57
5.6 Pengaruh Sebelum Dan Sesudah Di Berikan Pendidikan Perawatan Diri
Pada Lansia Di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 Jakarta
SelatanTahun 2019
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti terhadap 32
responden di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 Jakarta Selatan pada
tanggal 25 maret 2019 samapai 26 mei 2019, diperoleh hasil pengaruh
sebelum dan sesudah di berikan pendidikan perawatan diri yang ditunjukan
pada tabel 5.6 adalah sebagai berikut
Table 5.6
Pengaruh Sebelum Dan Sesudah Di Berikan Pendidikan
Perawatan Diri Pada Lansia Di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia
3 Jakarta Selatan Tahun 2019
Total 32
58
and postest, berdasarkan fenomena nilai tites didapat dilapangan hasil
penilitian dari observasi bahwa 6 lansia yang mengalami penurunan di
karenakan lansia tesebut malas atau kurang memahami, memperhatikan saat
pendidikan perawatan diri dengan melakukan mengikuti selalu hal tersebut
terdapat dengan skor peringatan yang berarti tidak mampu melakukan
perawatan diri. Hal ini karena tidak diberikan perlakuan pada saat pendidikan
perawatan diri seperti pada kelompok intervensi. Jadi ada perbedaan yang
signifikan antara defisit perawatan diri sesudah dan sebelum diberikan
pendidikan perawatan diri sebagai perkembangan pada lansia di Panti Sosial
Tresna Werdha Budi Mulia 3 Jakarta Selatan diketahui bahwa nilai P value
(2-tailed) sebesar 0.000 karena P value(2-tailed) < p (0,05) pada taraf
signifikasikan 5% maka hipotesis penelitian ini adalah hipotesis nol (H0)
ditolak yang berarti terdapat ada perbedaan antara sebelum dan sesudah di
berikan pendidikan perawatan diri dapat menjadi salah satu alternative dalam
memberikan asuhan keperawatan untuk mengoptimalkan kemampuan defisit
perawatan diri lansia.
59
Menurut analisa dari hasil observasi yang peneliti lakukan pada lansia
defisit perawatan diri di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 Jakarta
Selatan Tahun 2019 sebagian besar mereka sudah bisa mengerti tentang
pendidikan defisit perawatan diri yang tidak mampu melakukan defisit
perawatan diri 1- 4 dan yang di kata mampu melakukan defisit perawatan diri
0. Pada lansia yang bias mengikuti pendidikan defisit perawatan diri seperti
bias mandi, berpakaian, makan, BAK/BAB sesuai dengan pendidikan defisit
perawatan diri pada lansia pendidikan defisit perawatan diri dapat
mempengaruhi lingkungan sekitarnya. Defisit perawatan diri dapat terlatih
pada lansia dalam aktivitas sehari-hari di Panti Sosial Tresna Werdha Budi
Mulia 3 Jakarta Selatan Tahun 2019 pendidikan defisit perawatan diri yang
belum tercapai mengalami kegagalan 6 lansia di katakana tidak mampu karna
malas, tidak percaya diri, dan tidak memperhatikan pada saat melakukan
pendidikan defisit perawatan diri.
60
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan kepada 32 reponden di
Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 Jakarta Selatan dari hasil uji
analisis data menunjukan bahwa pendidikan perawatan diri berperan terhadap
peningkatan kemampuan defisit perawatan diri lansia dapat dilihat dari
peningkatan kategori setelah pretest dan postes kemampuan defisit perawatan
diri lansia. Hal ini dibuktikan dengan data menurut distribusi frekuensi
kemampuan defisit perawatan diri lansia yang dapat disimpulkan sebagai
berikut.
1. Diketahui distribusi frekuensi responden dalam usia 69 tahun merupakan
yang terbanyak yaitu 15,6%. Sebagian responden berjenis kelamin
perempuan adalah sebanyak 30 lansia dengan persentase 93,8 %.
2. Pengaruh sebelum diberikan pendidikan perawatan diri pada lansi pada
32 responden adalah lansia yang defisit sebanyak 100% dan lansia yang
tidak defisit sebanyak 0%.
3. Pengaruh sesudah diberikan pendidikan perawatan diri pada lansi setelah
diberikan pendidikan perawatan diri pada 32 responden adalah lansia
yang defisit sebanyak 18,8% dan yang tidak defisit sebanyak 81,3%.
4. Ada perbedaan yang signifikan antara pengaruh sesudah dan sebelum
diberikan pendidikan perawatan diri sebagai kemampuan defisit
perawatan diri lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 Jakarta
Selatan Tahun 2019 diketahui bahwa nilai P value (2-tailed) sebesar
0.000 karena P value(2-tailed) < p (0,05) pada taraf signifikasikan 5%
maka hipotesis penelitian ini adalah hipotesis nol (H0) ditolak yang
berarti terdapat ada perbedaan antara sebelum dan sesudah di berikan di
berikan pendidikan perawatan diri dapat menjadi salah satu alternatif
61
dalam memberikan asuhan keperawatan untuk mengoptimalkan
kemampuan defisit perawatan diri lansia.
6.2 Saran
Berberapa saran yang ditujukan berdasarkan kesimpulan dan hasil
penelitian”Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Perilaku Defisit
Perawatan Diri Pada Lansia Dengan Depresi Di Panti Budi Mulia 3 Jakarta
Selatan Tahun 2019, yaitu :
62
4. Bagi Peneliti Selanjutnya
63
DAFTAR PUSTAKA
64
Activation And Self-Efficacy In A Randomized Trial Of A Depression Self-
Care Intervention.
Madalise, Seniaty, dkk. (2015). Pengaruh Pemberian Pendidikan Kesehatan Pada
Pasien Gangguan Jiwa (Defisit Keperawatan Diri) Terhadap Pelaksanaan.
Maryam dkk. (2008).Lanjut Usia Dan Perawatannya.Jakarta: Salemba.
Notoadmojo. (2012). Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka cipta.
Notoatmodjo, S. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmojo. (2012). Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Pamungkas, R. A., & Usman, A. M. (2017). Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta:
Trans Info Media.
Pinedendi, Rottie, wowiling. (2016). Pengaruh Penerapan Asuhan Keperawatan
Defisit Perawatan Diriterhadap Kemandirian Personal Hygiene Pasa Pasien
Di Rsj. Prof, V. L, Ratumbuysang Manado.
Polit, D. F., & Beck, C. T. (2003). Nursing Research : Principles and Methods;
seventh Edition .
Santoso. (2016). Statistika hospitalisasi.Yogyakarta: Deepublish.
Siswanto. (2013). Metode Penelitian Kesehatan dan Kedokteran. Yogjakarta: Bursa
ilmu.
Sumantri, A. (2011). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Prenada Media
Group.
Taamu, Nurjannah, Abd Syukur Bau, La Banudi. (2017). Penyebab Depresi Pada
Usia Lanjut Di Panti Sosial.
Tani, Siwu, Rompas. (2017). Hubungan Konsep Perawatan Diri Pada Lansia Di
BPLU Senja Cerah Provinsi Sulauwesi Utara.
Wasis. (2008). pedoman riset praktik untuk profesi keperawatan (1 ed.). Jakarta:
EGC.
Widuri, H. (2010). Asuhan Keperawatan Pada Lanjut Usia Ditatanan
Klinik.Yogyakarta: Fitramaya.
65
Lampiran 1. Lembar persetujuan menjadi responden
(INFORMED CONSENT)
NIM : 150210017
PartisipasiBapak/Ibudalampenelitianinibersifatsukarela dan
tidakadapaksaandaripihakmanapun, jikaBapak/Ibubersediamenjadiresponden,
silahkanmenandatanganisuratpersetujuanini pada tempat yang sudahdisediakan,
sebagaibuktilegalitas Bapak/Ibu buatketersediaanmenjadiresponden pada penelitianini.
Terimakasihatasperhatianya
Peneliti Responden
(Kristina Tabui) ( )
66
Lampiran 2. SAP
Hari/Tanggal :
Waktu :
A. Tujuan pembelajaran
67
3. Materi
4. Metode
1. Ceramah
2. Tanya jawab
3. Diskusi
1. Lembar balik berisi gambar dan tulisan tentang pengertian , penyebab, tanda
dan gejala serta akibat dari defisit perawatan diri
6. Evaluasi pembelajaran
68
7. Proses penyuluhan
No Fase Kegiatan Kegiatan sasaran
1 Pembukaan : Memberikan salam Menjawab salam
5 menit pembuka
Memperkenalkan Memperhatikan
diri
Memperhatikan
Menjelaskan pokok
bahasa dan tujuan
69
Menjelaskan cara
perawatan Memperhatikan
kebersihan diri Bertanya dengan
Memberikan penuh antusias
kesempatan pasien
bertanya
70
4 Teriminasi : Mengucapkan terima Mendengarkan
5 menit kasih atas peran
serta peserta
Mengucapkan salam Menjawab salam
penutup
8. Kriteria Evaluasi
1. Evaluasi sruktur
a. Pasien hadir dalam kegiatan
b. Penyelenggaran penyuluhan diadakan di Panti Sosial Tresna Werdha
Budi Mulia 3Jakarta Selatan
c. Pengorganisasian penyelenggaraan penyuluhan di lakukan sebelumnya
(lembar balik).
2. Evaluasi Proses
a. Pasien antusias terhadap materi penyuluhan
b. Pasien tidak meninggalkan tempat penyuluhan sebelum penyuluhan
selesai
c. Pasien mengajukan pertanyaan secara benar
3. Evaluasi Hasil
a. Pasien istilah menggenal defisit perawatan diri
b. Pasien mengetahui penyebab defisit perawatan diri
c. Pasien mengetahui tanda gejala defisit keperawatan diri
d. Pasien mengetahui komponen kebersihan diri
e. Pasien mengetahui pentingnya kebersihan diri
f. Pasien mengetahui akibat dari defisit perawatan diri
g. Mengetahui cara perawatan kebersihan diri
71
9. Referensi
72
Menurut depkes (2000:20) tanda gejala klien dengan defisit perawatan
diri adalah:
1. Fisik
a. Badan bau, pakian kotor
b. Rambut dan kulit kotor
c. Kuku panjang dan kotor
d. Gigi kotor di sertai mulut bau
e. Penampilan tidak rapih
2. Psikologi
a. Malas, tidak ada instiatif
b. Menarik diri
c. Merasa tak berdaya ,rendah diri dan merasa hina
3. Sosial
a. Interaksi kurang
b. Kegiatan kuarang
c. Tidak mampu berperilaku normal
d. Cara makan tidak teratur
e. BAK dan BAB di sembarang tempat
D. Komponen kebersihan diri
1. Kebersihan rambut dan kulit kepala
2. Kebersihan mata, telingan, dan hidung
3. Kebersihan badan
4. Kebersihan kuku tangan dan kaki
5. Kebersihan pakian
73
Lampiran 3. Defisit Perawatan Diri
A. Pengertian
Kebersihan adalah salah satu keadaan hygiene yang baik. Manusia
perlu menjaga kebersihan lingkungan serta kebersihan diri agar sehat, tidak
bau , tidak malu, tidak memyebarkan kotoran, atau menularkan kuman
penyakit bagi sendiri atau orang lain.Kebersihan badan meliputi dari
kebersihan diri sendiri,seperti mandi sikat gigi, mencuci tangan dan memakai
pakian yang bersih. Mencuci adah salah satu menjaga kebersihan dengan
menggunankan air dan sederajatnanya.mencucu tangan dengan sabun atau
mengunakan produk kebersihan tangan merupakan merupakan cara baik
dalam mengurangi penularan penyakit. Oaring yang memiliki gaya yang jorok
akan di jahui dari pergaulan sehari-hari dan sulit mendapatkan teman, pacar,
jodoh, pekerjaan, percayaan dan lain-lain.
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam
memenuhi kebutuhan guna mempertahankan kehidupanya. Kesehatan dan
kesejateraan sesuai dengan kondisi kesehatanya, klien dinyatakan terganggu
keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan diri ( Depkes :
2000). Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan
aktifitas perawatan diri (mandi, berhias, makan, toilet terening).
(Nurjannah,2004).
Menurut poter perry (2005) personal hygiene adalah suatu tindakan
untuk memelihara kebersihan dan kesejateraan fisik dan psikis, kurang
keperawatan diri adalah kondisi di manah seseorang tidak mampu melakukan
perawatan kebersihan untuk dirinya (Tarwoto dan Wartonah 2000).
74
Lampiran 4. Kusioner
Kuesioner Penelitian
Katholik Hindu
Budha
75
2. Format Pelaksanaan Perawatan Diri
Penilaian hasil observasi kemampuan diri berdasarkan tingkat fungsional pasien
NANDA menggunakan skala berikut :
0 = Mandiri penuh
1 = Membutuhkan peralatan atau alat bantu
2 = Membutuhkan pertolongan orang lanin untuk bantuan, pengawasan,
pendidikan.
3 = Membutuhkan pertolongan orang lain dan peralatan atau alat bantu
4 = Ketergantungan, tidak dapat berpartisipasi dalam aktivitas
Petunjuk penilaian :
Diisi oleh perawata peneliti berdasarkan hasil wawancara dan catatan rekam
medis responden. Berik skor nilai pada kotak yang tersedia.
1. Kemampuan perawatan diri : mandi
Madiri penuh, pasien menyediakan peralatan mandi dan dapat
melakukan perawata mandi sendiri
76
Perawat mempersiapkan pakaian, dapat mengancinkan, merisleting,
atau mengikat pakaian. Pasien dapat mengenakan pakaian sendiri
77
Pasien inkontinensia. Perawat menempatkan pasien pada pispot atau
commode.
Skore:
0 = Mandiri penuh
1-4 = Membutuhkan peralatan atau alat bantu
5-8 = Membutuhkan pertolongan oranglain untuk bantuan,pengawasan,
pendidikan
9-12 = Membutuhkanpertolongan orang lain dan peralatan atau alat bantu
13-16 = Ketergantungan, tidak dapat berpatisipasi dalam aktivita
78
Lampiran 5. Statistik Respondenfrequencies
Statistics
N Valid 32 32 32
Missing 0 0 0
umur responden
79
jenis kelamin responden
pedidikan responden
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
80
Statistics
N Valid 32
Missing 0
Statistics
N Valid 32
Missing 0
81
Perilaku defisit diri
Ranks
Ties 6c
Total 32
82
Test Statisticsa
Z -5.099b
83
Lampiran 6. Dokumentasi
84
85
86
87
88
89
90