Anda di halaman 1dari 106

Kesalahan

1. Halaman iv: 1 kesalahan spasi


2. Halaman vii: 2 kesalahan sepasi dan ukuran
3. Halaman viii: 2 kesalahan spasi dan penulisan
4. Halaman 3: 1 kesalahan spasi
5. Halaman 6: 1 kesalahan spasi
6. Halaman 48: 1 kesalahan perbaikan kalimat
7. Halaman 52: 2 kesalahan perbaikan kalimat dan spasi
8. Halaman 53: 1 kesalahan perbaikan kalimat
9. Halaman 56: 1 kesalahan perbaikan kalimat
10. Halaman 58: 1 kesalahan perbaikan kalimat
SKRIPSI

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN


TERHADAP PRILAKU DEFISIT PERAWATAN DIRI
PADA LANSIA DENGAN DEPRESI DI PANTISOSIAL
TRESNA WERDHA BUDI MULIA 3 JAKARTA
SELATAN
TAHUN 2019

OLEH
KRISTINA TABUI
150210017

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN JENJANG S1


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANTEN
TANGERANG SELATAN
TAHUN 2019

[Type here]
PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN
TERHADAP PRILAKU DEFISIT PERAWATAN DIRI
PADA LANSIA DENGAN DEPRESI DI PANTI
SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI MULIA 3
JAKARTA SELATAN
TAHUN 2019
Skripsi ini Diajukan Untuk Melengkapi Sebagai Persyaratan Menjadi Sarjana
Ilmu Keperawatan

OLEH

KRISTINA TABUI

150210017

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN JENJANG S1


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANTEN
TANGERANG SELATAN
2019

i
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Kristina Tabui

Tempat, Tanggal Lahir : Pulau Jambu, 08 juli 1996

Agama : Khatolik

Alamat : Dusun Pulau Jambu, Rt/Rw


003/002, Desa Nanga Tubuk, Kec. Kalis

Telepon : 081348205913

Kewarganegaraan : Indonesia

Email : Kristinatabui@gmail.com

Riwayat pendidikan

1. SD Negeri No. 16 Na. Danau (2002-2007)


2. SMP Negeri 04 Kalis (2007-2009)
3. SMA Karya Budi (2009-2015)
4. Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Banten (2015-2019)

ii
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji dan syukur kepada TUHAN yang telah
melimpahkan rahmat, nikmat dan karunianya, sehingga peneliti dapat
menyelesaikan skripsi penelitian yang berjudul “Pengaruh Pendidikan Kesehatan
Terhadap Prilaku Defisit Perawatan Diri Pada Lansia Dengan Depresi Di Panti
Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 Tangerang Selatan 2019”

Adapun tujuan dari pembuatan penelitian ini adalah untuk diajukan


sebagai skripsi untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan
pendidikan di Program Studi Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Banten. Pada kesempatan ini peneliti ingin menyampaikan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak dr. Resna A. Soerawidjaja, MScPH selaku ketua Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Banten.
2. Bapak DR. dr. Fikri Effendi selaku pembimbing metodologi penelitian yang
telah mengarahkan, memberi masukan dan motivasi dalam penyusunan skripsi
ini.
3. Ibu Ns. Sri Supami,S.Kep.M.Kesselaku pembimbing materi yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan kesabaran serta memberikan ilmu dan
motivasi dalam mengarahkan dan memberikan masukan dalam penyusunan
skripsi ini.
4. Kepada pihak Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 yang telah
memberikan izin untuk melakukan penelitian.
5. Seluruh Bapak dan Ibu dosen Fakultas S1 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Banten yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada
semua mahasiswa khususnya peneliti.
6. Yang terkasih dan tercinta kedua orang tua penulis Bapak Sebastianus Kapat
dan Ibu Lusiana Anayang selalu memberikan doa, kasih sayang, dukungan
dan semangat.
7. Kepada teman-teman kuliah Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Banten terutama
Herman Ady Wibowo, Edita Randuk, Herkulanus Tumbung serta teman-

iii
teman keperawatan 8A dan Keperawatan 8B lainnya yang telah membantu
dan memberikan dukungan serta semangat kepada penulis.
8. Terimah kasih kepada Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 Jakarta
Selatan selaku pembimbing lapangan Ns.Yunur Nawasih,S.Kep. MAP selaku
penguji siding skripsi
9. Kepada sahabat-sahabat saya serta yang lainnya. Terimakasih telah
membantu, mendoakan, memberi motivasi, serta memberikan semangat dalam
penyusunan skripsi.

Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan


dan jauh dari sempurna. Untuk itu kritik dan saran yang sifatnya membangun dari
semua pihak sangat penulis harapkan. Akhirnya dengan segala keterbatasan,
penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi peneliti dan bagi para pembaca
pada umumnya.

Tangerang, April 2019

Penulis

Kristina Tabui

iv
LEMBAR PERSETUJUAN

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN


TERHADAP PRILAKU DEFISIT PERAWATAN DIRI
PADA LANSIA DENGAN DEPRESI DI PANTI
SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI MULIA 3
JAKARTA SELATAN
TAHUN 2019

Skripsi ini telah disetujui untuk diujikan dihadapan sidang penguji skripsi
Program Studi Ilmu Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Banten

Pembimbing Materi Penelitian Pembimbing Metodologi

(Ns.Sri Supami, S.Kep. M.Kes) (Dr.dr Fikri Effendi)

Pembimbing Lapangan

(Ns. Yunur Nawangsih, S.Kep.MAP)

v
LEMBAR PENGESAHAN

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN


TERHADAP PRILAKU DEFISIT PERAWATAN DIRI
PADA LANSIA DENGAN DEPRESI DI PANTI
SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI MULIA 3
JAKARTA SELATAN
TAHUN 2019

Skripsi ini telah disetujui dan dipertahankan dihadapan sidang penguji skripsi
Program Studi Ilmu Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Banten

Tangerang Selatan, 28 Juni 2019

Tim Penguji

Penguji I Penguji II

(Ns.Sri Supami, S.Kep. M.Kes) (Dr.dr. Fikri Effendi)

Penguji III Penguji IV

() (Ns.Yunur Nawangsih,S.Kep.MAP)

vi
MANUSKRIP
PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN
TERHADAP PRILAKU DEFISIT PERAWATAN DIRI
PADA LANSIA DENGAN DEPRESI DI PANTI
SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI MULIA 3
JAKARTA SELATAN
TAHUN 2019

Sri Supami1, Kristina tabui2, Fikri Effendi3


Program Studi Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Banten
(Email :kristinatabui@gmail.com Hp : 081348205913)

ABSTRAK
Pendahuluan: Defisit perawatan diri merupakan suatu keadaan seseorang
mengalami kelainan dalam kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan
aktivitas kehidupan sehari-hari secara mandiri, tidak ada keinginan untuk mandi
secara teratur, tidak menyisir rambut, pakaian kotor, bau badan, bau napas, dan
penampilan tidak rapi. Strategi pelaksanaan pada pasien defisit perawatan diri
yaitu dengan melatih pasien cara perawatan kebersihan diri mandi, melatih pasien
berdandan atau berhias, melatih pasien makan dan minum secara mandiri dan
mengajarkan pasien melakukan buang air besar dan buang air kecil secara
mandiri untuk mengoptimalkan kemampuan pasien dalam perawatan diri, maka
petugas memberikanreward atau rein-forcement kepada pasien berupa pujian
yang dapat memotivasi pasien untuk melakukan kebersihan diri. (Madalise,
Seniaty, dkk., 2015). Metode:Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif,
menggunakan desain pra eksperimental, dengan pendekatan one group pretest
dan posttest design, dengan metode purposive sampling, didapatkan sampel 32
responden, pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan lembar kuesioner.
Uji statistic menggunakan uji Wilcoxon. Hasil Penelitian: Terdapat pengaruh
yang signifikan terhadap defisit perawatan diri sebelum dan sesudah di lakukan
pendidikan kesehatan dengan nilai (p volue=0,00). Saran:Penelitian ini
diharapkan bisa menjadi pertimbangan bagi Panti Sosial Tresna Werdha Budi
Mulia 03 Jakarta Selatan diharapkan dapat memberikan pengetahuan mengenai
lansia dan keterampilan keperawatan, dalam hal ini adalah pendidikan perawatan
diri di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 03 Jakrta Selatan.

Kata kunci:Lansia, Pendidikan Perawatan Diri

vii
MANUSCRIPT
THE INFLUENCE OF HEALTH EDUCATION ON
SELF-CARE DEFICIT BEHAVIOR IN THE ELDERLY
WITH DEPRESS AT TRESNA WERDHA BUDI
MULIA 3 SOCIAL INSTITUTIONS JAKARTA SOUTH

IN 2019

Sri Supami1, Kristina Tabui2, Fikri Effendi3


The Nursing Science Program College of Health Sciences Banten
(Email: kristinatabui@gmail.com Hp: 081348205913)

ABSTRACT
Introduction: Self-care deficit is a condition of a person experiencing an
abnormality in the ability to perform or complete activities of daily life
independently, there is no desire to bathe regularly, do not comb my hair, dirty
clothes, body odor, breath odor, and appearance is not neat. The implementation
strategy in patients with self-care deficit is to train patients how personal hygiene
toiletries, train patients to dress up or ornate, train the patient to eat and drink
independently and teaches the patient defecate and urinate independently to
optimize the patient's ability to care themselves, the officers give rewards or
reinforcement to the patient in the form of praise to motivate patients to perform
personal hygiene. (Madalise, Seniaty, et al., 2015). Methods: type of research is
quantitative, using pre-experimental design, with approach one group pretest and
posttest, purposive sampling method, obtained a sample of 32 respondents, data
collection is done by using a questionnaire. Statistical test using test Wilcoxon.
Result: There is a significant impact on self-care deficit before and after in doing
health education with value (p volue = 0.00). Recommendations:This study is
expected to be a consideration for Elderly Social Institution Tresna Budi Mulia 03
South Jakarta is expected to provide knowledge about the elderly and nursing
skills, in that it is self-care education in Tresna Elderly Social Institution Budi
Mulia Jakrta 03 South.

Keywords :Elderly, Self-Care Educatio

viii
DAFTAR ISI

COVER
PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP PRILAKU
DEFISIT PERAWATAN DIRI PADA LANSIA DENGAN DEPRESI DI
PANTI BUDI MULIA 3 JAKARTA SELATAN TAHUN 2019 ........................ II
DAFTAR RIWAYAT HIDUP .............................................................................. II
KATA PENGANTARA .................................................................................................. iii
LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................................. V
LEMBAR PENGESAHAN.................................................................................. VI
ABSTRAK ....................................................................... Error! Bookmark not defined.
DAFTAR ISI..................................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................................xii
DAFTAR RUMUS ........................................................................................................ xiii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................................. xiv
BAB 1 ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ....................................................................................................... 1
1.2 Rumusan masalah .................................................................................................. 6
1.3 Pertanyaan Penelitian ............................................................................................. 7
1.4 Tujuan Penelitian ................................................................................................... 7
1.5 Tujuan Khusus ....................................................................................................... 8
1.5.1Mengetahui disrtibusi frekuensi karakteristik responden .............................. 8
1.5.2Mengetahuin pengaruh sebelum di berikan pendidikan perawatan diri
pada lansia.............................................................................................................. 8
1.5.3Mengetahuin pengaruh sesudah di berikan pendidikan perawatan diri
pada lansia.............................................................................................................. 8
1.5.4Mengetahui pengarug sebelum dan sesudah di berikan pendidikan
perawatan ............................................................................................................... 8
1.6 Manfaat Penelitian ................................................................................................. 8
1.6.1Bagi Profesi Keperawatan.............................................................................. 8
1.6.2Bagi Ilmu Pengetahuan .................................................................................. 8
1.6.3Bagi Peneliti Selanjutnya ............................................................................... 8
1.6.4Bagi Tempat Penelitian .................................................................................. 8
BAB II..................................................................................................................... 9

ix
LANDASAN TEORI ............................................................................................. 9
2.1 Lanjut Usia ............................................................................................................. 9
2.1.1Definisi........................................................................................................... 9
2.1.2Proses Menua ............................................................................................... 10
2.1.3Perubahan Psikososial .................................................................................. 15
2.1.4Faktor-faktor yang mempengaruhi proses menua ........................................ 16
2.2 Depresi Pada Lansia............................................................................................. 17
2.2.1Definisi Depresi Pada Usia Lanjut ............................................................... 17
2.2.2Faktor depresi pada Usia Lanjut .................................................................. 18
2.2.3 Proses Terjadinya Masalah ......................................................................... 19
2.3 Penelitian Yang Terkait .............................................................................................. 21
2.4 Kerngka Teori ............................................................................................................ 24
BAB III ................................................................................................................. 25
DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN ............................................................... 25
3.1 Profil Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulia 3 .................................. 25
3.2 Sejarah Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 .............................................. 25
3.3 Landasan Hukum ................................................................................................. 25
3.4 Visi dan Misi ........................................................................................................ 26
3.4.1 Visi ............................................................................................................. 26
3.4.2 Misi .....................................................................................................................26
3.5 Tugas Pokok ........................................................................................................ 26
3.6 Tujuan .................................................................................................................. 26
3.7 Sasaran di Panti Tresna Werdha Budi Mulia 3 .................................................... 27
3.8 Persyaratan Penerimaan Lanjut Usia di Panti SosialTresna Werdha Budi
Mulia 3 ................................................................................................................. 27
3.9 Fasilitas Pelayanan di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 ....................... 27
3.10 Progam Kegiatan di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 .......................... 28
3.11 Jumlah Lansia Di PSTW Budi Mulia 3 Tahun 2019 ........................................... 28
3.12 Gambaran Distribusi Penyakit yang Diderita oleh Lansia di PSTW Budi Mulia 3
Tahun 2019 .......................................................................................................... 29
BAB IV METODE PENELITIAN ..................................................................... 30
4.1 Kerangka Konsep ................................................................................................. 30
4.2 Hipotesis Penelitian ............................................................................................. 31
4.3 Definisi Operasional ............................................................................................ 31
4.4 Desain Penelitian ................................................................................................. 34
4.5 Populasi Dan Sampel ........................................................................................... 34

x
4.5.1Populasi ........................................................................................................ 34
4.5.2Sampel ......................................................................................................... 35
4.5.3Teknik Pengambilan Sampel ....................................................................... 35
4.5.4Rumus besar ................................................................................................. 36
4.6 Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................................. 36
4.7 Jenis Data yang Digunakan .................................................................................. 37
4.8 Instrumen Penelitian ............................................................................................ 37
4.9 Etika Penelitian .................................................................................................... 37
4.10 Langkah-Langkah Dalam Penelitian (Alur Penelitian) ........................................ 39
4.11 Fase Persiapan...................................................................................................... 39
4.11.1Fase Pelaksanaan ....................................................................................... 41
4.11.2Fase Evaluasi ............................................................................................. 42
4.11.3Pengolahan Data ........................................................................................ 42
4.12 Analisa data.......................................................................................................... 44
4.12.1Distribusi frekuensi .................................................................................... 44
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ..................................... 46
5.1Hasil Penelitian ............................................................................................................46
5.2Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Usia, Dan Jenis KelaminDi
Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 Jakarta SelatanTahun 2019...............48
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 61
6.1 Kesimpulan .......................................................................................................... 61
6.2 Saran .................................................................................................................... 62
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 64
LAMPIRAN 1. LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN ............ 66
LAMPIRAN 2. SAP ............................................................................................. 67
LAMPIRAN 3. DEFISIT PERAWATAN DIRI .................................................. 74
LAMPIRAN 4. KUSIONER ................................................................................ 75

///////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////
///////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////
///////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////
///////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////
//////////////////////////////////////////////

xi
DAFTAR GAMBAR

2.4 Gambaran Kerangka Teori ........................................................................ 24


4.1 Gambaran Kerangka Konsep .................................................................... 30
4.1 One Group Pretest Posttes ........................................................................ 34

xii
DAFTAR RUMUS

4.5.4 Rumus Besar Sempel ................................................................................ 36


4.1 Rumus Distribusi Frekuensi ...................................................................... 44
4.1 Rumus Uji Wilcoxon Singend Rank Tes ................................................... 44

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 LEMBARAN PERSETUJUAN 65

Lampiran 2 SAP DEFISIT PERAWATAN DIRI ...…………….66

Lampiran 3 DEFINISI PERAWATAN DIRI …..………………73

Lampiran 4 KUSIONER ………………………..……………...74

Lampiran 5 STASTISTIK RESPONDEN FREQUENSI..……...78

Lampiran 6 DOKUMENTASI ………...………..……………...84

xiv
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Lanjut usia adalah suatu proses alami yang akan dialami oleh semua
orang dan tidak dapat di hindari. Menua (aging) merupakan proses
menghilangnya secara peralahan-lahan kemampuan jaringan untuk
memperbaiki dari atau mengganti diri dan mempertahankan struktur dan
fugsi normal (Stanley, 2006). Boleh saja perkembangan fisik berhenti
sampai masa remaja, tetapi perkembangan psikologis, sosial, dan spiritual
tidak akan pernah berhenti. Manusia selalu belajar dari pengalamannya
sejak lahir sampai mendekati akhir hayatnya. Ia akan selalu belajar dan
berubah untuk menyesuaikan diri dengan segala hal yang dihadapinya. Ia
akan bersedia mengganti pola tingkah laku yang kurang sesuai dengan
pola tingkah laku yang lebih sesuai dengan tuntutan kenyataan dan
lingkungan. Hanya kadang-kadang agak sulit bagi manusia lansia untuk
bersedia berubah seperti itu.

Salah satu penyebabnya adalah adanya perasaan bahwa ia telah


banyak makan garam. Jadi karena ketuaannya ia merasa lebih tabu dari
pada mereka yang muda ia merasa tidak perlu belajar lagi. Anggapannya
bahwa apa yang diketahuinya telah cukup untuk menghadapi kehidupan
sehari-hari. Mungkin pula karena keterbatasan ingatan, ia tidak mampu
lagi belajar. Ini yang kadang-kadang menghambat kelenturannya untuk
berubah, sehingga terkesan kaku. WHO (2009) menyatakan masa lanjut
usia menjadi empat golongan, yaitu usia pertengahan (middle age) 45-59
tahun, lanjut usia (elderly) 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) 75–90 tahun
dan usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun.

Menurut Setyonegoro (dalam Efendi, 2009) lanjut usia (getriatric


age) dibagi menjadi 3 batasan umur, yaitu young old (usia 70-75 tahun),
old (usia 75-80 tahun), dan very old (usia > 80 tahun).

1
Data dari WHO pada 2015 menunjukkan bahwa prevalensi depresi
terbanyak justru berada pada rentang usia 60-64 tahun dan trennya
cenderung stagnan hingga turun kembali pada usia di atas 80 tahun.
Sebuah penelitian juga menyatakan bahwa prevalensi major depressive
disorder pada orang tua mencapai 1-5% di seluruh dunia. Kendati
demikian, hal ini seringkali terabaikan baik oleh keluarga serta pengasuh
lansia, petugas medis, maupun penderitanya sendiri. Padahal, depresi pada
lansia dapat pula menimbulkan konsekuensi yang cukup berbahaya.
(Bromet, R. C, 2013). Depresi merupakan kondisi emosi yang biasanya
ditandai dengan kesedihan yang sangat mendalam, perasaan tidak berarti
dan bersalah, menarik diri dari orang lain, tidak dapat tidur, kehilangan
selera makan, hasrat seksual, dan minat serta kesenangan dalam aktivitas
yang biasa dilakukan. Faktor penyebab depresi pada lansia antara lain
adalah faktor biologi, faktor genetik, dan faktor psikososial.

Adapun faktor psikososial penyebab depresi pada usia lanjut dalam


penelitian ini antara lain adalah stressor lingkungan, tipe kepribadian, dan
dukungan keluarga. Gejala yang sering muncul antara lain: perasaan tidak
senang terhadap kehidupannya, perasaan bahwa dirinya tidak berguna atau
perasaan bersalah, gangguan tidur, gangguan memori dan konsentrasi, dan
kelelahan.

Gejala-gejala seperti nyeri otot atau nyeri sendi juga kerap


ditemukan. Beberapa gejala di atas sering disalahartikan sebagai bagian
dari proses penuaan dan merupakan hal yang dianggap wajar sehingga
tidak mendapatkan perhatian yang serius. Beberapa hal dapat
mempengaruhi kejadian depresi pada lansia.

Faktor resiko yang sering dijumpai antara lain perempuan, tidak


menikah, berasal dari sosiol ekonomi rendah, memiliki penyakit kronis,
rasa kesepian, dan riwayat depresi pada keluarga. Selain itu, menjadi
lansia pun tidak luput dari menyaksikan berbagai kemalangan terjadi di
sekitarnya. Mulai dari kematian orang-orang tercinta, kepergian keluarga
terdekat yang akan menjalani hidup masing-masing, bahkan mengurus

2
pasangan yang menderita penyakit kronis turut berperan dalam membuat
lansia semakin rentan terhadap kondisi depresi. Hal lain yang sering
menjadi penyebab depresi pada lansia adalah penyakit-penyakit kronis
yang dideritanya. Ketika menua, tubuh kita perlahan-lahan mulai
kehilangan fungsi-fungsi normalnya, terutama apabila kita tidak
membiasakan gaya hidup sehat semasa muda. Penurunan fungsi inilah
yang pada akhirnya membuat orang tua sering menderita penyakit kronis
(Fiske, A., Wetherell, J. L., & Gatz, M, 2009).

Defisit perawatan diri merupakan suatu keadaan seseorang


mengalami kelainan dalam kemampuan untuk melakukan atau
menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-hari secara mandiri, tidak ada
keinginan untuk mandi secara teratur, tidak menyisir rambut, pakaian
kotor, bau badan, bau napas, dan penampilan tidak rapi.

Strategi pelaksanaan pada pasien defisit perawatan diri yaitu dengan


melatih pasien cara perawatan kebersihan dirimandi, melatih pasien
berdandan atau berhias, melatih pasien makan dan minum secara mandiri
dan mengajarkan pasien melakukan buang air besar dan buang air kecil
secara mandiri untuk mengoptimalkan kemampuan pasien dalam
perawatan diri, maka petugas memberikan reward atau reinforcement
kepada pasien berupa pujian yang dapat memotivasi pasien untuk
melakukan kebersihan diri(Madalise, Seniaty, dkk., 2015).

Pemeliharaan personal hygiene berarti tindakan memelihara


kebersihan dan kesehatan diri seseorang untuk kesejahteraan fisik dan
psikisnya. Seseorang dikatakan memiliki personal hygiene baik apabila,
orang tersebut dapat menjaga kebersihan tubuhnya yang meliputi
kebersihan kulit, gigi dan mulut, rambut, mata, hidung, dan telinga, kaki
dan kuku, genitalia, serta kebersihan dan kerapihan pakaiannya (Arif,
2008). mandiri seperti mandi, berpakaian, makan, BAK/BAB (Fitria,
2009). Defisit perawatan diri adalah gangguan pemeliharaan kesehatan.
Gangguan pemeliharaan kesehatan ini bentuknya bisa bermacam-macam.
sebagai berikut: a. Kulit yang kurang bersih merupakan penyebab berbagai

3
gangguan macam penyakit kulit (kadas, kurap, kudis, panu, bisul, kusta).
b. Kuku yang kurang terawat dan kotor sebagai tempat bibit penyakit yang
masuk ke dalam tubuh. Terutama penyakit alat pernapasan. Disamping itu
kuku yang kotor sebagai tempat bertelur cacing, dan sebagai penyakit
cacing pita, cacing tambang. c. Gigi dan mulut yang kurang terawat akan
berakibat pada gigi berlubang, bau mulut, dan penyakit gusi. d. Gangguan
lain yang mungkin muncul seperti gastritis kronis (karenan kegagalan
dalam makan), penyebaran penyakit dari orofecal (karena hygiene
BAB/BAK sembarangan) (Wahit Iqbal, dkk.,2015). Sedangkan menurut
(Tarwoto dan Wartonah, 2010) akibatnya adalah dampak fisik Banyak
gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak terpeliharanya
kebersihan perorangan dengan baik, gangguan fisik yang sering terjadi
adalah gangguan integritas kulit, gangguan 9 membran mukosa mulut,
infeksi pada mata dan telinga, gangguan fisik pada kuku.

Dampak psikososial Masalah yang berhubungan dengan personal


hygiene adalah gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan
mencintai, kebutuhan harga diri, aktualisasi diri, dan gangguan interaksi
sosial.

Menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO), saat ini sekitar 5-


10% orang di dunia mengalami depresi yang merupakan masalah mental
yang paling banyak ditemui pada usia lanjut. Prevalensi depresi pada usia
lanjut di dunia sekitar 8-15%, hasil survei dari berbagai negara di dunia
diperoleh prevalensi rata-rata depresi pada usia lanjut adalah 13,5%
dengan perbandingan wanita dan pria 14,1:8,5, sementara prevalensi
depresi pada usia lanjut yang menjalani perawatan di RS dan Panti
Perawatan sebesar 30 – 45%.4.

Insiden lansia di Brazil yang mengalami penurunan fungsi kognitif


berjumlah 123 sampel lansia (Montoril et al, 2015). Insiden lansia di
Amerika yang mengalami penurunan fungsi kognitif (daya ingat)
berjumlah 47 lansia berusia 50-67 tahun (Lesch, 2003). Insiden lansia di
Italia yang mengalami penurunan daya ingat terdapat 20 sampel lansia

4
berusia 60-70 tahun (Cavallini et al, 2003). Insiden lansia di Netherlands
yang mengalami penurunan daya ingat berjumlah 93 lansia dengan usia 65
tahun (Ekkers et al, 2011). Insiden lansia di Norwaygia yang mengalami
penurunan daya ingat terdapat 27% dengan diagnosis gangguan daya ingat
subyektif dan sebanyak 19 lansia berusia rerata 60,9 tahun (Braekhus et al,
2011). Insiden lansia di Hongkong yang mengalami penurunan daya ingat
daya berjumlah 20 lansia berusia 80 tahun (Lim, et al, 2012). Penelitian
pada anak sekolah dasar di Surabaya terdapat peningkatan daya ingat yang
signifikan (Erviyanti, 2007).

Lansia secara fisiologis terjadi penurunan fungsi kognitif (daya


ingat) yang bersifat ireversibel. Kondisi ini disebabkan oleh proses
penuaan dan perubahan degeneratif yang mungkin progresif (Gething et al,
2004; Lovell, 2006). Masalah mengenai perubahan terkait usia pada proses
penuaan dapat menurunkan fungsi kognitif (daya ingat) pada lansia karena
lansia yang semakin bertambah usia diharapkan fungsi daya ingat dapat
terpelihara dengan baik sehingga fungsi dan kualitas hidup lansia sebagai
individu kompleks dan unik dapat berfungsi dan sejahtera. Permasalahan
di Unit Pelaksana Teknis Panti Sosial Lanjut Usia (UPT PSLU) Kabupaten
Jember bahwa terdapat penurunan fungsi kognitif (daya ingat) pada lansia.
Lansia menyatakan bahwa permasalahan mengenai penurunan daya ingat
yang dialami dan dirasakan sudah sejak lama. Sampai saat ini perawatan
terhadap penurunan daya ingat pada lansia di UPT PSLU Jember
menggunakan terapi modalitas keperawatan pijat punggung masih belum
pernah diberikan.

Hasil penelitian (Taamu, Nurjannah, Abd Syukur Bau, La Banudi,


2017) yang berjudul Penyebab Defresi Pada Usia Lanjut Di Panti Sosial
Tresna Werdha Minaula hasilnya menunjukan bahwa variabel independen
yang paling dominan berhubungan dengan depresi pada usia lanjut yaitu
variabel tipe kepribadian dengan nilai kemaknaan Exp(B) = 2,726.
Kesimpulan penelitian adalah adanya hubungan antara stressor
lingkungan, tipe kepribadian dan dukungan keluarga dengan depresi pada
usia lanjut.

5
Hasil penelitian (Novita Pinedendi, Julia Villy Rottie, Ferdinand
Wowiling, 2016) yang berjudul Pengaruh penerapan asuhan keperawatan
defisit perawatan diri terhadap kemandirian personal hygiene pada pasien
RSJ. PROF. V. L. Ratumbuysa hasilnya menunjukkan bahwa paling
banyak berada pada kategori ketergantungan sedang, maka dari itu
sebaiknya kontribusi pada perawatan agar selalu memberikan dukungan
menerapkan asuhan keperawatan lebih optimal agar kemandirian personal
hygiene lebih mandiri.

Hasil penelitian (Seniaty Madalise, Hendro Bidjuni, Ferdinan


Wowiling, 2015) yang berjudul pengaruh pemberian pendidikan kesehatan
pada pasien gangguan jiwa (defisit perawatan diri) terhadap pelaksanaan
ADL (ACTIVITY OF DAYLI LIVING) kebersihan gigi dan mulut di RSJ
prof.Dr. V. L. Ratumbuysang penelitian ini menjunkkan lebih
meningkatkan mutu kesehatan pada pasien gangguan jiwa, terlebih khusus
kesehatan gigi dan mulut.

Dari studi pendahuluan yang dilakukan di Panti Sosial Tresna


Werdha Budi Mulia 3 Jakarta Selatan pada tanggan 21 Februari 2019
didapatkan data lansia berjumlah 349 lansia. Lansia yang berjenis kelamin
laki-laki 120 orang dan lansia yang berjenis kelamin perempuan 229
orang.

Berdasarkan latar belakang di atas tentang “pengaruh pendidikan


kesehatan terhadap prilaku defisit perawatan diri pada lansia dengan
depresi di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 Jakarta Selatan”

1.2 Rumusan masalah


Lanjut usia adalah suatu proses alami yang akan dialami oleh semua
orang dan tidak dapat dihindari. Menua (aging) merupakan proses
menghilangnya secara peralahan-lahan kemampuan jaringan untuk
memperbaiki atau mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fugsi
normal (Stanley, 2006).

6
Prevalensi depresi pada usia lanjut di dunia sekitar 8-15%, hasil
survei dari berbagai negara di dunia diperoleh prevalensi rata-rata depresi
pada usia lanjut adalah 13,5% dengan perbandingan wanita dan pria
14,1:8,5. Sementara prevalensi depresi pada usia lanjut yang menjalani
perawatan di RS dan Panti Perawatan sebesar 30 – 45%.4.

Defisit perawatan diri merupakan suatu keadaan seseorang


mengalami kelainan dalam kemampuan untuk melakukan atau
menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-hari secara mandiri, tidak ada
keinginan untuk mandi secara teratur, tidak menyisir rambut, pakaian
kotor, bau badan, bau napas, dan penampilan tidak rapi.

Berdasarkan latar belakang di atas tentang “Pengaruh Pendidikan


Kesehatan Terhadap Prilaku Defisit Perawatan Diri Pada Lansia Dengan
Depresi Di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3Jakarta Selatan”

1.3 Pertanyaan Penelitian


1.3.1 Bagaimana disrtibusi frekuensi karakteristik responden?
1.3.2 Bagaimana pengaruh sebelum di berikan pendidikan perawatan diri
pada lansia?
1.3.3 Bagaimana pengaruh sesudah di berikan pendidikan perawatan diri
pada lansia?
1.3.4 Bagaimana pengaruh sebelum dan sesudah di berikan pendidikan
perawatan diri?
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Diketahui pengaruh pendidikan kesehatan meningkatkan terhadap
prilaku defisit perawatan diri pada lansia dengan depresi.

7
1.5 Tujuan Khusus
1.5.1 Mengetahui disrtibusi frekuensi karakteristik responden?
1.5.2 Mengetahui pengaruh sebelum di berikan pendidikan perawatan
diri pada lansia?
1.5.3 Mengetahui pengaruh sesudah di berikan pendidikan perawatan
diri pada lansia?
1.5.4 Mengetahui pengaruh sebelum dan sesudah di berikan pendidikan
perawatan?
1.6 Manfaat Penelitian
1.6.1 Bagi Profesi Keperawatan
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wacana baru atau
menjadikan acuan dalam salah satu penatalaksaan tindakan
dalam mengoptimalkan pendidikan kesehatan tentangdefisit
perawatan diri kepada lansia.

1.6.2 Bagi Ilmu Pengetahuan


Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi dalam
menambah wawasan terkait permasalahan pada lansia khususnya
defisit perawtan diri yang tidak tertangani dengan baik tentunya
akan membuat munculnya masalah kesehatan bagi lansia.

1.6.3 Bagi Peneliti Selanjutnya


Penelitian ini dapat menjadi acuan dalam penulisan peneliti
selanjutnya dan sebagai wadah untuk mencari informasi terkait
permasalahan defisit perawatan diri pada lansia. Sehingga untuk
kedepannya dapat mengalami perbaikan dan penambahan
intervensi untuk masalah defisit perawatan diri.

1.6.4 Bagi Tempat Penelitian


Penelitian ini diharapkan dapat menjadi saran untuk mengetahui
masalah defisit perawatan diri yang di alami lansia. Sehingga
pihak-pihak di panti dapat berkontribusi dalam proses penelitian
serta menjadi pengawas untuk lansia yang megalami defisit
perawatan diri.

8
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Lanjut Usia


2.1.1 Definisi
Lanjut usia adalah bagian dari proses tumbuh kembang manusia
tidak secara tiba-tiba menjadi tua, tetapi berkembang dari bayi, anak-anak,
dewasa dan akhirnya menjadi tua. Lansia dikatakan sebagai tahap akhir
perkembangan pada daur kehidupan manusia. Proses menua sudah mulai
berlangsung sejak seseorang mencapai usia dewasa, misalnya dengan
terjadinya kehilangan jaringan pada otot, susunan syaraf, dan jaringan lain
sehingga tubuh mati sedikit demi sedikit. Menurut UU No. 13 tahun 1998
tentang kesejahteraan lansia disebutkan bahwa lansia adalah seseorang
yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun. Berdasarkan definisi secara
umum, seseorang dikatakan lanjut usia (lansia) apabila usianya 65 tahun
ke atas (Dewi, 2014; Azizah, 2011; Setisnto, 2004).
Lansia bukan suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari
suatu proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan
tubuh untuk beradaptasi dengan stress lingkungan. Lansia adalah keadaan
yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk mempertahankan
keseimbangan terhadap kondisi stress fisiologis, kegagalan ini berkaitan
dengan penurunan daya kemampuan untuk hidup serta peningkatan
kepekaan secara individual (Pudjiastuti, 2003; Surini & Utomo, 2003
dalam Azizah, 2011; Hawari, 2001 dalam Ferry, 2009)
Berdasarkan definisi secara umum, seseorang yang dikatakan lanjut
usia apabila berusia 65 tahun ke atas, lansia bukan merupakan sebuah
penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari sebuah kehidupan yang
ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan
lingkungan (Widuri, 2010).Usia lanjut dapat dikatakan usia emas, karena
tidak semua orang dapat mencapai usia tersebut. Usia lanjut dikatakan

9
sebagai tahap akhir kehidupan manusia (Maryam dkk, 2008). Klasifikasi
lansia dibagi menjadi 5, yaiitu :
a. Pralansia (prasenalis)
Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun
b. Lansia
Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih
c. Lansia Resiko Tinggi
Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih atau seseorang yang berusia
60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan
d. Lansia Potensial
Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan kegiatan yang
dapat menghasilkan barang atau jasa
e. Lansia Tidak Potensial
Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya
bergantung pada bantuan orang lain.
2.1.2 Proses Menua
Proses menua merupakan proses yang tarsus-menerus (berlanjut)
secara alamiah. Dimulai sejak lahir dan umumnya dialami semua makhluk
hidup (Muhith &Siyoto, 2016). Menua adalah suatu proses menghilangnya
secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau
mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat
bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang di derita
(Bandiyah, 2009). Perubahan Fisik (Azizah, 2011; Kozier, 2010; Fitriani,
2015; Artinawati, 2014).

1. Sel
Pada lansia, jumlah selnya akan lebih sedikit dan ukurannya akan lebih
besar. Cairan tubuh dan cairan intraseluler akan berkurang, proporsi
protein di otak, ginjal, darah, dan hati juga ikut berkurang, jumlah sel
otak akan menurun, mekanisme perbaikan sel akan terganggu, dan otak
menjadi atrofi.
2. Sistem Persarafan

10
Sistem susunan saraf mengalami perubahan anatomi dan atrofi yang
progresif pada serabut saraf lansia. Lansia mengalami penurunan
koordinasi dan kemampuan dalam melakukan aktifitas sehari-hari.
Penuaan menyebabkan penurunan presepsi sensori dan respon motorik
pada susunan saraf pusat dan penurunan reseptor proprioseptif, hal ini
terjadi karenan susunan saraf pusat pada lansia mengalami perubahan
morfologis dan biokimia, perubahan tersebut mengakibatkan penurunan
fungsi kognitif. Koordinasi keseimbangan; kekuatan otot, refleks,
perubahan postur, dan peningkatan waktu reaksi. Hal ini dapat dicegah
dengan pemberian latihan koordinasi dan keseimbangan serta latihan
untuk menjaga mobilitas dan postur (Surini & Utomo, 2003).
3. Sistem Pendengaran
Gangguan pada pendengaran (presbiakusis), membrane timpani
mengalami atrofi, terjadi pengumpulan dan pengerasan serumen karena
peningkatan keratin, pendengaran menurun, terutama terhadap bunyi
suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit
dimengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas 60 tahun.
4. Sistem Penglihatan
Timbul sklerosis pada sfingter pupil dan hilangnya respon terhadap
sinar, kornea lebih berbentuk seperti bola (sferis), lensa lebih suram
(keruh) dapat menyebabkan katarak, meningkatnya ambang,
pengamatan sinar dan daya adaptasi terhadap kegelapan menjadi lebih
lambat dan sulit untuk melihat dalam keadaan gelap, hilangnya daya
akomodasi, menurunnya lapang pandang, dan menurunnya daya untuk
membedakan antara warna biru dengan hijau pada skala pemeriksaan.
Otot penyangga lensa lemah, ketajaman penglihatan dan daya
akomodasi dari jarak jauh atau dekat berkurang, penggunaan kacamata
dan sistem penerangan yang baik dapat digunakan.
5. Sistem Kardiovaskular
Elastisitas dinding aorta menurun, katup jantung menebal dan menjadi
kaku, kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun
sesudah berumur 20 tahun. Hal ini menyebabkan menurunnya kontraksi

11
volumenya. Kehilangan elastisitas pembuluh darah, kurangnya
efektivitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi, sering terjadi
postural hipotensi, tekanan darah meningkat diakibatkan oleh
meningkatnya resistensi dari pembuluh darah perifer. Latihan berguna
untuk meningkatkan VO2 maksimum, mengurangi tekanan darah, dan
berat badan.
6. Sistem Pengaturan Suhu Tubuh
Suhu tubuh menurun (hipotermia) secara fisiologis lebih kurang 350C,
hal ini diakibatkan oleh metabolisme yang menurun, keterbatasan
refleks menggigil, dan tidak dapat memproduksi panas yang banyak
sehingga terjadi rendahnya aktifitas otot.
7. Sistem Pernafasan
Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku,
menurunnya aktifitas dari silia, paru-paru kehilangan elastisitas
sehingga kapasitas residu meningkat, menarik napas lebih berat,
kapasitas pernafasan maksimum menurun, dan kedalaman bernafas
menurun, ukuran alveoli melebar dari normal dan jumlahnya berkurang,
oksigen pada arteri menurun menjadi 75 mmHg, kemampuan untuk
batuk berkurang, dan penurunan kekuatan otot pernafasan.
8. Sistem Gastrointestinal
Kehilangan gigi, indra pengecapan mengalami penurunan, esofagus
melebar, sensitivitas akan rasa lapar menurun, produksi asam lambung
dan waktu pengosongan lambung menurun, peristaltic lemah dan
biasanya timbul konstipasi, fungsi absorbsi menurun, hati (liver)
semakin mengecil dan menurunnya tempat penyimpanan, serta
berkurangnya suplai aliran darah.
9. Sistem Genitourinaria
Ginjal mengecil dan nefron menjadi atrofi, aliran darah ke ginjal
menurun hingga 50%, fungsi tubulus berkurang (berakibat pada
penurunan kemampuan ginjal untuk mengosentrasikan urine, berat jenis
urin menurun, proteinuria biasanya + 1), blood urea nitrogen (BUN)
meningkat hingga 21 mg%, nilai ambang ginjal terhadap glukosa

12
meningkat. Otot-otot kandung kemih (vesica urinaria) melemah,
kapasitasnya menurun hingga 200 ml dan menyebabkan frekuensi
buang air kecil meningkat, kandung kemih sulit dikosongkan sehingga
meningkatkan retensi urin. Pria dengan usia 65 tahun ke atas sebagian
besar mengalami pembesaran prostat hingga lebih kurang 75% dari
besar normalnya.
10. Sistem Endokrin
Menurunnya produksi ACTH, TSH, FSH, dan LH, aktifitas tiroid, basal
metabolic rate (BMR), daya pertukaran gas, produksi aldosterone, serta
sekresi hormon kelamin seperti progesterone, estrogen, dan
testosterone.
11. Sistem Integumen
Kulit menjadi keriput akibat kehilangan jaringan lemak, permukaan
kulit kasar dan bersisik, menurunnya respons terhadap trauma,
meknisme protein kulit menurun, kulit kepala dan rambut menipis serta
berwarna kelabu, rambut dalam hidung dan telinga menebal,
berkurangnya elastisitas akibat menurunnya cairan dan vaskularisasi,
pertumbuhan kuku lebih lambat, kuku jari menjadi keras dan rapuh,
kuku kaki tumbuh secara berlebihan dan seperti tanduk, kelenjar
keringat berkurang jumlahnya dan fungsinya, kuku menjadi pudar dan
kurang bercahaya. Perubahan kulit lebih banyak dipengaruhi oleh faktor
lingkungan antara lain angin dan matahari, terutama sinar ultraviolet.
12. Sistem Musculoskeletal
Perubahan pada sistem muskuloskeletall pada lansia antara lain sebagai
berikut :
a. Jaringan Penghubung (Kolagen dan elastin).
Kolagen sebagai pendukung utama pada kulit, tendon,
tulang, kartilago dan jaringan pengikat mengalami perubahan
menjadibentangan yang tidak teratur. Perubahan pada kolagen
tersebut merupakan penyebab turunnya fleksibilitas pada lansia
sehingga menimbulkan dampak berupa nyeri, penurunan
kemampuan untuk meningkatkan kekuatan otot, kesulitan bergerak

13
dari duduk berdiri, jongkok dan berjalan dan hambatan dalam
melakukan kegiatan sehari-hari.Upaya fisioterapi untuk mengurangi
dampak tersebut adalah memberikan latihan untuk menjaga
mobilitas.
b. Kartilago.
Jaringan kartilago pada persendian lunak dan mengalami granulasi
dan akhirnya permukaan sendi menjadi rata, kemudian kemampuan
kartilago untuk regenerasi berkurang dan degenerasi yang terjadi
cenderung kearah progresif, konsekuensinya kartilago pada
persendian menjadi rentan terhadap gesekan. Perubahan tersebut
sering terjadi pada sendi besar penumpu berat badan. Akibatnya
perubahan itu sendi mengalami peradangan, kekakuan nyeri,
keterbatasan gerak, dan terganggunya aktivitas sehari-hari.
c. Tulang
Tulang kehilangan kepadatannya (density) dan semakin rapuh,
kifosis, persendian membesar dan menjadi kaku, tendon mengerut
dan mengalami sclerosis, atrofi serabut otot sehingga gerak
seseorang menjadi lambat, otot-otot kram menjadi tremor. Kondisi
ini menyebabkan keterbatasan mobilitas pada lansia. Lansia dengan
mobilitas terbatas yaitu lansia dengan kondisi bedrest.
d. Otot
Perubahan struktur otot pada penuaan sangat bervariasi, penuaan
jumlah dan ukuran serabut otot, peningkatan jaringan penghubung
dan jaringan lemak pada otot mengakibatkan efek negative.
Penurunan kekuatan otot yang disebabkan oleh penurunan massa
otot (atrofi otot). Ukuran otot mengecil dan penurunan massa otot
lebih banyak terjadi pada ekstremitas bawah. Sel otot yang mati
digantikan oleh jaringan ikat dan lemak. Kekuatan atau jumlah daya
yan dihasilkan oleh otot menurun dengan bertambahnya usia.
Dampak perubahan morfologis pada otot adalah penurunan
kekuatan, penurunan fleksibilitas, peningkatan waktu reaksi dan
penurunan kemampuan fungsional otot. Untuk mencegah perubahan

14
lebih lanjut, dapat diberikan latihan untuk mempertahankan
mobilitas.
e. Sendi.
Pada lansia, jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon, ligament dan
fasia mengalami penurunan elastisitas. Ligament dan jaringan
periarkular mengalami penurunan daya lentur dan elatisitas. Terjadi
degenerasi, erosi dan klasifikasi pada kartilago dan kapsul sendi.
Sendi kehilangan fleksibilitasnya sehingga terjadi penurunan luas
dan gerak sendi. Kelainan tersebut dapat menimbulkan gangguan
berupa bengkak, nyeri, kekakuan sendi, gangguan jalan dan
aktifitas keseharian lainnya. Upaya pencegahan kerusakan sendi
antara lain dengan member teknik perlindungan sendi, antara lain
dengan memberi teknik perlindungan sendi dalam beraktifitas.
f. Perubahan Mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental adalah
perubahan fisik, kesehatan umum, tingkat pendidikan, keturunan
(hereditas), lingkungan, tingkat kecerdasan, dan kenangan.
Kenangan dibagi menjadi dua, yaitu kenangan jangka panjang
(berjam-jam sampai berhari-hari yang lalu) mencakup beberapa
perubahan dan kenangan jangka pendek atau seketika (0-10 menit)
biasanya dapat berupa kenangan buruk.
2.1.3 Perubahan Psikososial
Perubahan psikososial terjadi terutama setelah seseorang
mengalami pensiun. Berikut ini adalah hal-hal yang akan terjadi pada masa
pensiun :
1. Kehilangan sumber financial atau pemasukan (income) berkurang.
2. Kehilangan status karena dulu mempunyai jabatan posisi yang cukup
tinggi, lengkap dengan segala fasilitasnya.
3. Kehilangan teman atau relasi.
4. Kehilangan pekerjaan atau kegiatan.
5. Merasakan atau kesadaran akan kematian.

15
2.1.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi proses menua
Penuaan dapat terjadi secara fisiologis dan patologis penuaan yang
terjadi sesuai dengan kronologis usia. Faktor yang memengaruhi yaitu
hereditas atau genetik, nutrisi atau makanan, status kesehatan, pengalaman
hidup, lingkungan dan stres (Siti Bandiyah, 2009; Muhith & Siyoto, 2016).

a. Hereditas atau Genetik


Kematian sel merupakan program kehidupan yang dikaitkan
dengan peran DNA yang penting dalam mekanisme pengendalian
fungsi sel. Secara genetic, perempuan ditentukan oleh sepasang
kromosom X sedangkan laki-laki oleh satu kromosom X. Kromosom X
ini ternyata membawa unsur kehidupan sehingga perempuan lebih
berumur panjang dari pada laki-laki (Muhith dan Siyoto, 2016).

b. Nutrisi atau Makanan


Berlebihan atau kekurangan menggangu keseimbangan reaksi
kekebalan (Muhith dan Siyoto,2016).
c. Status Kesehatan
Penyakit yang selama ini selalu dikaitkan dengan proses menuanya
itu sendiri, tetapi lebih disebabkan oleh faktor luar yang merugikan
yang berlangsung tetap dan berkepanjangan (Muhith dan Siyoto, 2016).
d. Pengalaman Hidup
Paparan sinar matahari: kulit yang tidak terlindungi sinar matahari
akan mudah ternoda oeleh flek, kerut, dsn menjadi kusam. Kurang
olahraga: olahraga membuat pembentukan otot dan menyebabkan
lancarnya sirkulasi darah. Mengonsusi alcohol: alkohol dapat
memperbesar pembuluh darah kecil permukaan kulit (Muhith dan
Siyoto, 2016).
e. Lingkungan
Proses menua secara biologic berlangsung secara alami dan tidak
dapat dihindari, tetapi seharusnya dapat tetap dipertahankan dalam
status sehat (Muhith dan Siyoto, 2016).
f. Stres

16
Tekanan hidup sehri-hari dalam lingkungan rumah, perkerjaan,
ataupun masyarakat yang tercermin dalam bentuk gaya hidup akan
berpengaruh terhadap proses penuaan (Muhith dan Siyoto, 2016).

2.2 Depresi Pada Lansia


2.2.1 Definisi Depresi Pada Usia Lanjut
Depresi yang terjadi pada usia lanjut, banyak disertai organik
patologis, seperti kelainan neurologis, kelainan struktur otak dan
pembuluh darah subkortikal, adanya penebalan intima-media dari arteri
karotis yang merupakan marker artherosklerotik. Pasien yang seperti ini
bervariasi dalam tampilan gejala klinisnya, perjalanan penyakitnya dan
respon terhadap pengobatan tergantung pada penyakit yang mendasarinya.
Pasien dengan depresi tipe vaskular menunjukkan penurunan kognitif
secara negatif, lebih lambat psikomotornya, lebih apatis, gangguan fungsi
eksekutif dan respon terhadap pengobatan lebih buruk.(Gallagher D,
Mhaolain AN, Greene E, Walsh C, Denihan A, Bruce I, Golden J, 2009)

Depresi tanpa kesedihan sering terdapat pada usia lanjut, sindroma


penurunan (depletion syndrome) berupa penarikan diri, apatis, kekurangan
energi atau kurang aktif. Bentuk lain adalah gangguan distimia, berupa
gangguan kronik (selama lebih dari 2 tahun) yang kurang intensitasnya di
bawah gangguan depresi mayor. Keadaan ini dapat berawal sebelum usia
lanjut dan menetap hingga usia lanjut(Blazer, 2003).

Depresi merupakan kondisi emosi yang biasanya ditandai dengan


kesedihan yang sangat mendalam, perasaan tidak berarti dan bersalah,
menarik diri dari orang lain, tidak dapat tidur, kehilangan selera makan,
hasrat seksual, dan minat serta kesenangan dalam aktivitas yang biasa
dilakukan. Faktor penyebab depresi pada lansia antara lain adalah faktor
biologi, faktor genetik, dan faktor psikososial. Adapun faktor psikososial
penyebab depresi pada usia lanjut dalam penelitian ini antara lain adalah
stressor lingkungan, tipe kepribadian, dan dukungan keluarga.(Taamu,
Nurjannah, Abd Syukur Bau, La Banudi, 2017) Depresi adalah salah satu
bentuk gangguan kejiwaan pada alam perasaan (affective mood disorder),

17
yang ditandai dengan kemurungan, kelesuan, ketiadaan gairah hidup,
perasaan tidak berguna dan putus asa. Pendapat yang lain bahwa depresi
terjadi pada orang normal dan depresi merupakan suatu kemurungan,
kesedihan, kepatahan semangat, yang ditandai dengan perasaan tidak
sesuai, menurunnya kegiatan dan pesimisme menghadapi masa yang akan
datang. Santrock mengungkapkan bahwa depresi dapat terjadi secara
tunggal dalam bentuk mayor depresi atau dalam bentuk gangguan tipe
bipolar. Depresi mayor adalah suatu gangguan suasana hati atau mood
yang membuat seseorang merasakan ketidakbahagiaan yang mendalam,
kehilangan semangat, kehilangan nafsu makan, tidak bergairah, selalu
mengasihani dirinya sendiri, dan selalu merasa bosan.(Bistok Sihombing,
Reny Fahila , 2010)

2.2.2 Faktor Depresi Pada Usia Lanjut


Faktor risiko timbulnya gejala depresi pada lansia selain karena
faktor usia adalah wanita (tak menikah dan janda), lebih banyak disabilitas
fisik (adanya penyakit fisik, ada gangguan kognitif atau demensia,
problem tidur kronik dan ansietas), status sosial ekonomi yang kurang,
adanya kehilangan (pasangan atau orang terdekat), stres kronik atau
mengalami kehidupan yang penuh stresor, kurangnya dukungan
psikososial (loneliness social isolation). Sedangkan abnormalitas
kepribadian, riwayat gangguan psikiatri sebelumnya, disfungsi perkawinan
lebih sebagai faktor risiko pada depresi dengan onset yang lebih muda
(Blazer, 2003; Gallagher et al, 2009)

Ada tiga jenis depresi yang bisa dialami oleh individu, yaitu mild
depression atau minor depression dan dysthimic disorder, moderate
depression danSevere depression atau major depression. Faktor faktor
yang dapat mempengaruhi depresi adalah faktor kesehatan, kepribadian,
religiusitas, pengalaman hidup yang pahit, harga diri dan dukungan sosial.
Gejala depresi menurut Beck digolongkan dalam empat simtom, yaitu
simtom emosional, simtom kognitif, simtom motivasional dan simtom
fisik. Dewasa akhir (late adulthood) atau lanjut usia, biasanya merujuk

18
pada tahap siklus kehidupan yang dimulai pada usia 65 tahun. Ahli
gerontologi membagi lanjut usia menjadi dua kelompok: young-old,
berusia 65-74 tahun; dan old-old, berusia 75 tahun ke atas. Kadang-kadang
digunakan istilah oldest old untuk merujuk pada orang-orang yang berusia
85 tahun ke atas .

2.2.3 Proses Terjadinya Masalah

Rentang Respon Emosional

Respon adaptif Respon


maladaptive

Respon Reaksi Reaksi


Depresi
emosional berduka berduka
mania
rumit tertunda
2.4 Defisit Perawatan Diri

Defisit perawatan diri merupakan suatu keadaan seseorang


mengalami kelainan dalam kemampuan untuk melakukan atau
menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-hari secara mandiri, tidak ada
keinginan untuk mandi secara teratur, tidak menyisir rambut, pakaian
kotor, bau badan, bau napas, dan penampilan tidak rapi. Strategi
pelaksanaan pada pasien defisit perawatan diri yaitu dengan melatih pasien
cara perawatan kebersihan diri mandi, melatih pasien berdandan atau
berhias, melatih pasien makan dan minum secara mandiri dan
mengajarkan pasien melakukan buang air besar dan buang air kecil secara
mandiri untuk mengoptimalkan kemampuan pasien dalam perawatan diri,
maka petugas memberikan reward atau reinforcement kepada pasien
berupa pujian yang dapat memotivasi pasien untuk melakukan kebersihan
diri.(Madalise, Seniaty, dkk., 2015)

19
Pemeliharaan personal hygiene berarti tindakan memelihara
kebersihan dan kesehatan diri seseorang untuk kesejahteraan fisik dan
psikisnya. Seseorang dikatakan memiliki personal hygiene baik apabila,
orang tersebut dapat menjaga kebersihan tubuhnya yang meliputi
kebersihan kulit, gigi dan mulut, rambut, mata, hidung, dan telinga, kaki
dan kuku, genitalia, serta kebersihan dan kerapihan pakaiannya (Arif,
2008). mandiri seperti mandi, berpakaian, makan, BAK/BAB (Fitria,
2009). Defisit perawatan diri adalah gangguan pemeliharaan kesehatan.
Gangguan pemeliharaan kesehatan ini bentuknya bisa bermacam-macam.
Akibat dari defisit perawat diri adalah sebagai berikut :

a. Kulit yang kurang bersih merupakan penyebab berbagai gangguan


macam penyakit kulit (kadas, kurap, kudis, panu, bisul, kusta, patek
atau frambosa, dan borok).
b. Kuku yang kurang terawat dan kotor sebagai tempat bibit penyakit
yang masuk ke dalam tubuh. Terutama penyakit alat-alat pernapasan.
Disamping itu kuku yang kotor sebagai tempat bertelur cacing, dan
sebagai penyakit cacing pita, cacing tambang, dan penyakit perut.
c. Gigi dan mulut yang kurang terawat akan berakibat pada gigi
berlubang, bau mulut, dan penyakit gusi
d. Gangguan lain yang mungkin muncul seperti gastritis kronis (karenan
kegagalan dalam makan), penyebaran penyakit dari orofecal (karena
hygiene BAB/BAK sembarangan) (Wahit Iqbal, dkk,2015).
Sedangkan menurut (Tarwoto dan Wartonah, 2010) akibatnya adalah
dampak fisik Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang
karena tidak terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik,
gangguan fisik yang sering terjadi adalah gangguan integritas kulit,
gangguan 9 membran mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga,
gangguan fisik pada kuku. Dampak psikososial Masalah yang
berhubungan dengan personal hygiene adalah gangguan kebutuhan
rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan harga diri,
aktualisasi diri, dan gangguan interaksi social.

20
Menurut Depkes (2000, dalam Dermawan dan Rusdi 2013) faktor-
faktor yang mempengaruhi perawatan diri adalah :

a. Body Image
b. Praktik sosial
c. Status sosial ekonomi
d. Pengetahuan
e. Budaya
f. Kebiasaan seseorang
g. Kondisi fisik dan psikis.

2.3 Penelitian Yang Terkait


Berdasarkan hasil penelitian (Syairi, 2013) yang berjudul Tingkat
pengetahuan keluarga tentang self-care(perawatan dari) pada angkatan
keluarga yang mengalami stroke di rsud kabupaten tangerang hasil penelitian
ini menunjukan 36,1% responden berpengaruh kurang, diikuti 33,3%
berpengaruh cukup dan 30,6% berpengaruh baik.

Berdasarkan hasil penelitian (Freyti Mariyani Emanuela Tumanduk,


Sanfia Tesabela Messakh, H Sukardi, 2006)dari yang diperoleh nilai koefisien
korelasi pearson sebesar 0,617 yang artinya menunjukan bahwa arah korelasi
positif dengan kekuatan kuat, kemudian nilai sig 0.000 maka yang H0 ditolak
dan H1 diterima yang artinya bahwa ada hubungan yang signifikan antara
tingkat kemampuan perawatan diri dengan tingkat depresi pada pasien depresi
di bangsal Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta.

Berdasarkan hasil dari penelitian (Dian Prawesti, Jefri Christiawan,


2015) yang berjudul Self-Care Agency Pada Lansia Dengan Rheumatoid
Artritis Berdasarkan Teori Dorothea E. Oremmenunjukkan lansia dengan
rheumatoid memiliki self-care agency baik (56,4%), meliputi aspek kekuatan
ego baik (56,4%), aspek penilaian kesehatan baik (56,4%), aspek
pengetahuan dan kemampuan mengambil keputusan baik (61,8%), aspek
energi kurang (50,9%), aspek perasaan kurang (58,2%), dan aspek perhatian
(50,9%). Diskusi lansia dengan rheumatoid artritis memiliki self-care agency

21
baik yang terdiri dari aspek kekuatan ego, aspek pengetahuan dan
kemampuan mengambil keputusan, dan aspek perhatian sedangkan yang
kurang adalah aspek energy dan aspek perasaan.

Berdasarkan hasil dari penelitian (Hoesny, 2011) yang berjudul faktor-


faktor yang berhubungan dengan defisit perawatan diri pada pasien halusinasi
pendengaran dan penglihatan di rumah sakit khusus daerah (rskd) provinsi
sulawesi selatan. Penelitian ini menggunakan Chi-Square dengan tingkat
kemaknaan (α) 0,05 menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara
pengetahuan dengan perawatan diri pasien halusinasi dengan nilai
signifikansi ((p) 1,000), tidak ada hubungan antara dukungan keluarga dengan
perawatan diri pasien halusinasi dengan nilai signifikansi ((p) 1,000), dan
tidak ada hubungan antara pelayanan Rumah Sakit dengan perawatan diri
pasien halusinasi dengan nilai signifikansi ((p) 1,000). Hal ini disebabkan
oleh beberapa faktor seperti kurangnya motivasi pada pasien untuk
melakukan perawatan diri, kurangnya pengetahuan keluarga pasien tentang
pentingnya perawatan diri, dan keterbatasan sarana Rumah Sakit yang dapat
menunjang perawatan diri pasien, serta peran perawat yang kurang optimal
dalam mengatasi defisit perawatan diri pada pasien halusinasi

Berdasarkan hasil penelitian (Agustina, 2015) pengaruh terapi kognitif


terhadap perubahan personal hygine pada penyalahgunaan napza di
puskesmas kendal sari malang Dari hasil penelitian pada penyalahgunaan
napza uji signifikansi paired sample T-test didapatkan P value asymp signt =
0,000 (P value < 0,05), maka H0 ditolak. Didapatkan hasil penelitian bahwa
sebagian besar responden mengalami peningkatan perilaku personal hygine.

Hasil penelitian (Jane McCusker,, Sylvie D. Lambert ,, Sylvie D.


Lambert ,PhD, Martin G. Cole ,, Sylvie D. Lambert ,PhD, Martin G. Cole
,MD, Antonio Ciampi, 2016) yang berjudul Activation and Self-Efficacy in a
Randomized Trial of a Depression Self-Care Intervention mendapatkan
Analisis sekunder dari aktivasi dan data self-efficacy dikumpulkan sebagai
bagian dari uji coba secara acak untuk membandingkan efek dari intervensi
perawatan mandiri depresi berbasis telepon yang dilatih dengan intervensi

22
yang tidak dilakukan dengan komunikasi. Aktivasi (Tindakan Aktivasi
Pasien) diukur pada awal dan 6 bulan. Kemanjuran self-care depresi dinilai
pada awal, pada 3 bulan, dan pada 6 bulan. Pemuan utama dalam analisis
cross-sectional multivariabel( n = 215), aktivasi danself-efficacy dikaitkan
dengan bahasa, tempat lahir, kesehatan fisik dan mental yang lebih baik,
latihan individu, kunjungan spesialis, dan penggunaan antidepresi tidak
digunakan. Dalam analisis longitudinal( n= 158), peningkatan aktivasi
dikaitkan dengan peningkatan kepatuhan pengobatan: peningkatan efikasi diri
dikaitkan dengan penggunaan strategi perawatan diri kognitif dan
peningkatan aktivitas sosial dan soliter. Ada peningkatan yang signifikan dari
awal hingga 6 bulan dalam skor aktivasi dan efikasi diri baik di antara
kelompok yang dilatih dan yang tidak. Intervensi perawatan diri tidak
mempengaruhi aktivasi 6 bulan atau efikasi diri tetapi dikaitkan dengan
peningkatan efikasi diri yang lebih cepat.

Hasil penelitian (Ali Navidian, Fariba Yaghoubinia , Alireza Ganjali,


Sadegh Khoshsimaee, 2015) yang berjudul The effect of self-care education
on the awareness, attitude, and adherence to self-care behaviors in
hospitalized patients due to heart failure with and without depression dengan
hasil statistik menunjukkan perbedaan yang signifikan dalam skor rata-rata
kesadaran, sikap, dan kepatuhan terhadap perilaku perawatan diri antara
kedua kelompok (P <0,0001).

23
2.4 Kerngka Teori

Lanjut usia

Perubahan Fisik

Proses menua

Faktor-faktor yang
mempengaruhi proses
menua
 Hereditas atau
Genetik
 Nutrisi Penkes defisit
 Pengalaman perawatan diri
Hidup
 Lingkungan
 stres

Deprsi lansia Definisi Depresi Pada


Usia Lanjut

Faktor depresi pada Usia


Lanjut

Sumber:

(Bandiyah, 2009), (Azizah, 2011; Kozier, 2010; Fitriani, 2015; Artinawati, 2014),
(Siti Bandiyah, 2009; Muhith & Siyoto, 2016), (Muhith dan Siyoto,2016).

24
BAB III

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

3.1 Profil Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulia 3

Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 merupakan unit pelayanan


teknik bidang kesejahteraan sosial lanjut usia Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta.
Sebagai lembaga pelayanan masyarakat, Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia
3 adalah lembaga pemerintahan yang memberikan pelayanan kepada masyarakat,
khususnya lanjut usia yang tidak mampu atau kurang beruntung dengan sumber
dana APBD Provinsi DKI Jakarta.
3.2 Sejarah Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3

Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 Jakarta Selatan berdiri pada
tahun 1965 di bawah pembinaan Kanwil Departemen Sosial DKI Jakarta dengan
nama Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia Jakarta Timur berlokasi di
kelurahan Ceger karena pembangunan Taman Mini Indonesia Indah (TMII)
maka, panti pindah ke kelurahan Dukuh kecamatan Kramat Jati dengan luas
23.000 m3 dengan sistem pelayanan cottage. Lokasi kelurahan Dukuh ini terletak
pada dataran rendah dan sering dilanda banjir luapan kali Cipinang atau banjir
kiriman dari Bogor maka pada tahun 2002 Panti Sosial Tresna Werdha Budi
Mulia dipindahkan ke jalan Margaguna Radio Dalam Jakarta Selatan dengan
nama Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3.
3.3 Landasan Hukum

Adapun landasan hukum yang mendasari pendirian Panti Sosial Tresna


Werdha Budi Mulia 3 adalah sebagai berikut:
1. Undang-undang Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 34.

2. Undang-undang No.3 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia.

25
3. Undang-undang Republik Indonesia No. 11 Tahun 2009 tentang
kesejahteraan sosial.

4. Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 104 Tahun 2008 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta.

5. Peraturan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 57 Tahun 2010


tentang Pembentukkan Organisasi dan Tata Kerja Panti Sosial Tresna
Werdha Budi Mulia 3.

3.4 Visi dan Misi

3.4.1 Visi
Penyandang masalah kesejahteraan sosial khususnya lanjut usia
terlantar di DKI Jakarta terentas dalam kehidupan yang layak berguna.
3.4.2 Misi
Misi yang pertama yaitu mencegah, mengurangi tumbuh kembang
dan meluasnya masalah kesejahteraan sosial lanjut usia terlantar. Kedua
yaitu mengentaskan dalam melaksanakan usaha kesejahteraan sosial.
Keempat yaitu meningkatkan kualitas pelayanan lanjut usia terlantar yang
meliputi kesehatan fisik, sosial, mental, dan agama.penyandang masalah
kesejahteraan sosial lanjut usia terlantar dalam kehidupan yang layak.
Ketiga yaitu pembinaan dan meningkatkan peran serta masyarakat.
3.5 Tugas Pokok

Tugas pokok Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 adalah


memberikan pelayanan dan perawatan jasmani dan rohani kepada lanjut usia
terlantar agar dapat hidup secara wajar.

3.6 Tujuan

Terpenuhinya kebutuhan hidup bagi lanjut usia yang disantuni seperti


kebutuhan jasmani, rohani, dan sosial dengan baik sehingga mereka menikmati
hari tuanya dengan meliputi ketentraman lahir dan batin.

26
3.7 Sasaran di Panti Tresna Werdha Budi Mulia 3

1. Lanjut usia terlantar umur 60 tahun keatas.


2. Keluarga yang tidak mampu atau terlantar.
3. Masyarakat yang mau dan mampu berpartisipasi dalam pembinaan
kesejahteraan lanjut usia.

3.8 Persyaratan Penerimaan Lanjut Usia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi
Mulia 3

1. Warga DKI Jakarta.


2. Umur minimal 60 tahun.
3. Terlantar karena tidak ada keluarga atau tidak diurus oleh keluarga.
4. Bersedia memenuhi peraturan yang ada di panti

3.9 Fasilitas Pelayanan di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3

1. Kantor.
2. Ruang WBS (Warga Binaan Sosial).
3. Aula dan lobby terbuka.
4. Poliklinik.
5. Dapur umum.
6. Mushola.
7. Ruang dan sarana olahraga.
8. Ruang keterampilan.
9. Ruang observasi dan psikotik.
10. Kendaraan operasional.
11. Ruang pemulasaran jenazah.
12. Lapangan tenis.
13. Ruang bimbingan sosial.
14. Ruang PKL.
15. Ruang pramusosial.
16. Ruang pelayanan subsidi silang.

27
3.10 Progam Kegiatan di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3

1. Pelayanan pemakaman.
2. Bimbingan Sosial.
3. Bimbingan rohani.
4. Bimbingan keterampilan.
5. Bimbingan fisik.
6. Pelayanan kesehatan.
7. Kesenian.
8. Rekreasi.
9. Reunifikasi.
10. Pemulasaran jenazah

3.11 Jumlah Lansia Di PSTW Budi Mulia 3 Tahun 2019

Tabel 3.11

Distribusi Jumlah Lansia Berdasarkan Jenis Kelamin di PSTW Budi


Mulia 3 Tahun 2019

Jenis Kelamin Jumlah Lansia


Laki- laki 120 orang
Perempuan 229 orang
Total 349 orang
(Sumber data: Mobilitas WBS PSTW Budi Mulia 3 di bulan Maret 2019)

28
3.12 Gambaran Distribusi Penyakit yang Diderita oleh Lansia di PSTW Budi
Mulia 3 Tahun 2019

Tabel 3.12

11 Penyakit Terbanyak di PSTW Budi Mulia 3 Tahun 2019

Nama Penyakit Jumlah Penderita Persentase


Asam Urat 1 orang 0,4 %
Osteoartritis 24 orang 9,8%
Dermatitis 41 orang 16,7%
Hipertensi 43 orang 17,6%
Diabetes Terkontrol 7 orang 2,9%
Psikotik 83 orang 33,9%
Gastritis 5 orang 2%
Asthma 6 orang 2%
Post Stroke 4 orang 1,6%
Post Fraktur 13 orang 5,3%
Katarak 18 orang 7,3%
(Sumber data: Mobilitas WBS PSTW Budi Mulia 3 di bulan Maret 2019).

29
BAB IV
METODE PENELITIAN

4.1 Kerangka Konsep


Istilah khusus untuk menggambarkan secara tepat fenomena yang
hendak diteliti dari suatu masalah yang menarik perhatian inilah yang disebut
konsep, yakni istilah dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan
secara abstrak, kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi pusat
perhatian (Sumantri, 2011). Kerangka konsep dapat didefinisikan sebagai
susunan kontruksi logika yang dibuat untuk menjelaskan setiap variabel yang
akan diteliti. Kerangka konsep akan membahas ketergantungan antar variabel
yang dianggap perlu untuk melengkapi dinamika situasi atau hal-hal yang
diteliti (Pamungkas & Usman, 2017). Sesuai dengan tujuan penelitian maka
dibuat kerangka konsep seperti berikut:

Gambar 4. 1 Kerangka Konsep

Intervensi
Penkes defisit Penkes defisit
Penkes defisit
keperawatan diri keperawatan diri
keperawatan diri
pre test post test

Keterangan :

: Variabel

: Gambaran intervensi

30
4.2 Hipotesis Penelitian
Hipotesis, sesuai dengan asal katanya (hypo berarti di bawah; thesis
berarti dalil, hukum), merupakan pernyataan tentang suatu dalil atau kaidah,
tetapi yang kebenarannya belum terujikan secara empirik. Dengan demikian,
dikaitkan dengan masalah penelitian, hipotesis merupakan jawaban
sementara terhadap permasalahan yang diajukan, yang kebenaran jawaban
ini akan dibuktikan secara empirik dengan penelitian yang dilakukan
(Sumantri, 2011). Dalam statistik dan penelitian terdapat dua macam
hipotesis yaitu Hipotesis nol (H0) diartikan sebagai tidak adanya hubungan
atau perbedaan antara dua fenomena yang diteliti dan hipotesis alternatif
(Ha) adalah lawannya hipotesis nol, yang berbunyi adanya perbedaan atau
adanya hubungan antara dua fenomena yang diteliti (Setiadi, 2013).

Adapun hipotesis dalam penelitian ini yaitu adanya pengaruh


pendidikan kesehatan terhadap prilaku defisit perawatan diri pada lansia
dengan depresi di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 Jakrta Selatan

4.3 Definisi Operasional


Definisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan
bagaimana caranya mengukur variabel. Definisi operasional adalah semacam
petunjuk pelaksanaan bagaimana mengukur suatu variabel. Definisi
operasional adalah suatu informasi ilmiah yang membantu peneliti lain yang
ingin menggunakan variabel yang sama. Dengan informasi tersebut akan
mengetahui bagaimana caranya pengukuran atas variabel itu dilakukan
(Siswanto, 2013). Definisi operasioanal dari masing-masing variable
penelitian dapat di uraikan seperti pada table 4.1:

31
Table 4.1

Definisi Operasional Penelitian

No Variabel Definisi Alat Ukur Dan Hasil Ukur Skala


Operasional Cara Ukur Ukur
Definisi Tingkat Menggunakan 0 : Mandiri total Ordinal
perawatan kemampuan lembar 1-4 : perlu alat
diri pada perawatan kuesioner bantu
lansia diri klien 5-8 : semi mandiri
untuk Ketergantungan
melakukan sebagian
perawatan 13-16:
diri :mandi, ketergantungan total
berpkaian,
makan,
eliminasi
1 Mandi Tingkat Menggunakan 1. Mandiri total Ordinal
kemampuan lembar observasi 2. Perlu alat
perawatan yang terdiri dari bantu
diri klien 5 item tentang 3. Semi mandiri
menyediakan kemampuan 4. Ketergantung
peralatan mandi klien an sebagian
mandi dan 5. Ketegantung
membersihka gan total
n tubuh
2 Berpakaia Tingkat Menggunakan 1. Mandiri total Ordinal
n kemampuan lembar observasi 2. Perlu alat
perawatan yang terdiri 5 bantu

32
diri klien item tentang 3. Semi mandiri
menyiapkan kemampuan 4. Ketergantung
pakaian klien berpakaian an sebagian
5. Ketergantung
an total
3 Makan Tingkat Menggunakan Ordinal
kemampuan lembar observasi 1. Mandiri total
perawatan yang terdiri dari 2. Perlu alat
diri klien 5 item tentang bantu
melakukan kemampuan 3. Semi mandiri
aktivitas klien makan 4. Ketergantuan
makan gan sebagian
5. Ketergantung
an total
4 Eliminasi Tingkat Menggunakan 1. Mandiri total Ordinal
kemampuan lembar observasi 2. Perlu alat
perawat diri yang terdiri dari bantu
klien 5 item tentang 3. Semi mandiri
melakukan kemampuan 4. Ketergantuan
kegiatan buang air besar gan sebagian
eliminasi : dan buang air 5. Ketergantung
buang air kecil an total
besar dan
buang air
kecil

33
4.4 Desain Penelitian
Desain penelitian merupakan rencana penelitian yang disusun
sedemikian rupa sehingga penelitian dapat memperoleh jawaban terhadap
pernyataan penelitian (Setiadi, 2013). Desain penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian pre experimental design
dengan rancangan one group pretest posttest.

Gambar4.4One Group Pretest Posttest

Pretest Posttest
01 02

Intervensi
X

Keterangan:
01 : Sebelum Penkes defisit keperawatan diri.
X : Intervensi (Penkes defisit keperawatan diri)
02 : Sesudah Penkes defisit keperawatan diri
4.5 Populasi Dan Sampel
4.5.1 Populasi
Populasi merupakan seluruh objek atau subjek yang memiliki kualitas
dan karakteristik tertentu yang sudah ditentukan oleh peneliti sebelumnya
(Donsu J. T., 2016). Menurut Mazhindu dan Scott (2005) dalam (Swarjana,
2012) popuasi adalah kumpulan dari individu atau objek atau fenomena yang
secara potensial dapat diukur sebagai bagian dari penelitian.

34
Populasi dalam penelitan ini adalah seluruh pasien yang defisit
perawatan diridi Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulia 3Jakarta
Selatan.

4.5.2 Sampel
Sampel penelitian adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili
seluruh populasi (Notoadmojo, 2012). Sampel dalam ilmu keperawatan
ditentukan oleh sampel kriteria inklusi dan kriteria ekslusi. Sampel kriteria
inklusi menurut Nursalam, dalam bukunya yang berjudul pendekatan praktis
metodologi riset keperawatan, sampel merupakan kriteria yang menentukan
subjek penelitian mewakili sampel penelitian yang memenuhi kriteria sampel.
Kriteria eksklusi merupakan kriteria yang menentukan subjek penelitian yang
tidak dapat mewakili sebagai sampel, karena tidak memenuhi syarat sebagai
sampel. Kriteria eksklusi disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya, tidak
bersedia karena sikap yang tidak sesuai (Donsu J. T., 2016). Kriteria sampel
yang ditetapkan pada penelitian ini adalah:

Kriteria inklusi:

1. Pasien Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulia 3 Jakarta


Selatan
2. Yang kurang memahami defisit perawatan diri.
3. Bersedia menjadi responden.

Kriteria eksklusi:

1. Pasien yang tidak mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir.

4.5.3 Teknik Pengambilan Sampel


Metode sampling adalah proses seleksi sampel yang digunakan dalam
penelitian dari populasi yang ada, sehingga jumlah sampel akan mewakili
keseluruhan populasi yang ada. Secara umum ada dua jenis pengambilan

35
sampel yaitu sampel probalitas (probality sampling) atau sering disebut
dengan random sampling dan sampel nonprobalitas (non probality sampling).
Pada penelitian ini teknik yang digunakan adalah non probability sampling
jenis purposive sampling. Pengambilan sampel secara purposive dilakukan
pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri,
berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya
yaitu kriteria insklusi dan eksklusi (Dharma K. K., 2011).

4.5.4 Rumus besar


Rumus sampel :

n = {Z1 – 𝛼√Po(1 − Po) + Z1 – 𝛽√Pa(1 − pa)}²


(Pa-Po)2
n = {1,96√00,19(1 − 0,19) + 1,64√0,45(1 − 0,45)}2
(0,19-0,5)2
n = 32
Keterangan:
n : Besar Sampel minimum.
Z1- α : Nilai distribusi normal baku (tabel z) pada α tertentu = 1,96.
Z1- β : Nilai distribusi normal baku (tabel z) pada β tertentu = 1,28.
Po : Proporsi di populasi = 0,45.
Pa : Perkiraan proporsi di populasi = 0,19
Pa-Po : Perkiraan selisih proporsi yang diteliti dengan proporsi di
populasi.
Berdasarkan hitungan diatas didapatkan besaran sampel minimum defisit
perawatan diri yang akan di jadikan responden sebanyak 32 sampel.
4.6Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulia 3
Jakarta Selatan tanggal 25 dan 26 Maret 2019

36
4.7 Jenis Datayang Digunakan
Dalam penelitian ini jenis data yang digunakan ini adalah data primer
dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari
responden yang memenuhi karakter penelitian.

Penelitian ini mengukur defisit keperawatan diri sebelum dan sesudah


dilakukan pendidikan kesehatan dengan media penkes terhadap responden di
Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulia 3 Jakarta Selatan dengan
menggunakan lembar observasi. Sedangkan data sekunder digunakan untuk
mendapatkan data mengenai lokasi penelitian dan data jumlah yang digunakan
oleh peneliti sebagai data pendukung dalam penelitian ini. Sedangkan data
sekunder data yang diperoleh dari pihak lain yaitu data mengenai lokasi
penelitian, jumlah responden, laporan kinerja di Panti Sosial Tresna Werdha
(PSTW) Budi Mulia 3 Jakarta Selatan.

4.8 Instrumen Penelitian


Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk observasi,
mengukur dan menilai suatu fenomena. Data diperoleh dari pengukuran serta
dianalisis dan dijadikan sebagai bukti dari suatu penelitian (Dharma K. K., 2011).

Jenis instrument yang digunakan dalam penelitian ini yaitu lembar


observasi dimana cara pengambilan data dengan menggunakan alat indra
(penglihatan dan pendengaran).

4.9 Etika Penelitian


Masalah etika penelitian keperawatan merupakan masalah yang sangat
penting dalam penelitian, mengingat penelitian keperawatan berhubungan
langsung dengan manusia, maka segi etika penelitian harus diperhatikan
(Hidayat A. A, 2008). Etika dalam penelitian menunjuk pada prinsip-prinsip
etis yang diterapkan dalam kegiatan penelitian yang mencakup perilaku
peneliti atau perlakuan peneliti terhadap subjek penelitian serta sesuatu yang
dihasilkan oleh peneliti bagi masyarakat (Notoatmodjo, 2012).

37
Dalam penelitian ini menggunakan etika penelitian keperawatan (Hidayat
A. A, 2008), yaitu:

1. Informed Consent

Informed Consent merupakan prosedur persetujuan informasi,


yang memberi calon peserta informasi yang dibutuhkan untuk membuat
keputusan tentang partisipasi, biasanya melibatkan penandatanganan
formulir persetujuan untuk mendokumentasikan partisipasi sukarela dan
informasi (Polit & Beck, 2003).

Informed Consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti


dengan responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan.
Informed consent tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan
memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan
informed consent adalah agar subjek mengerti maksud dan tujuan
penelitian, mengetahui dampaknya. Jika subjek bersedia, maka mereka
harus menandatangani lembar persetujuan. Jika responden tidak bersedia,
maka peneliti harus menghormati hak pasien (Hidayat A. A, 2008).

2. Anomality (tanpa nama)

Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan


jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak
memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur
dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil
penelitian yang akan disajikan (Hidayat A. A, 2008). Dalam penelitian
ini, peneliti tidak mencantumkan nama klien saat dilakukan penelitian.
Tetapi peneliti hanya menuliskan inisial nama klien dalam lembar
observasi.

38
3. Confidentiality (kerahasiaan)

Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan


jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-
masalah lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin
kerahasiannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan
dilaporkan pada hasil riset (Hidayat A. A, 2008). Pada saat penelitian
dimulai sampai dengan penelitian selesai peneliti tidak akan menyebar
luaskan informasi yang diperoleh dari responden. Peneliti hanya
memberikan hasil riset pada pihak terkait seperti institusi tempat peneliti
menjalani proses pendidikan.

4. Right to justice (prinsip keadilan)

Prinsip keterbukaan dan adil perlu dijaga oleh peneliti dengan


kejujuran keterbukaan, dan kehati-hatian. Prinsip keadilan ini menjamin
bahwa semua subjek penelitian memperoleh perlakuan dan keuntungan
yang sama, tanpa membedakan gender, agama, etnis, dan sebagainya
(Notoatmodjo, 2012). Peneliti tidak akan membedakan status agama,
etnis bahkan status tingkat ekonomi dan social, semua responden akan
mendapatkan perlakuan yang sama.

4.10 Langkah-Langkah Dalam Penelitian (Alur Penelitian)


Langkah-langkah yang dilakukan peneiliti dimulai dari pengumpulan
data, pada fase persiapan, fase kerja, dan fase terminasi seperti berikut:

4.11 Fase Persiapan


1. Setelah judul disetujui oleh pembimbing materi dan metodologi penelitian,
peneliti mengajukan surat permohonan izinpermohonan kepada pihak
program studi ilmu keperawatan Stikes Banten untuk mendapatkan izin.
Setelah mendapatkan surat permohonan dari program studi, kemudian
peneliti menyerahkan surat tersebut kepada Panti Sosial Tresna Werdha
(PSTW) Budi Mulia 3 yang ditujukan kepada Kepala Dinas Kesehatan

39
untuk mendapatkan persetujuan pengambilan data maupun melakukan
penelitian di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Muli 3 Jakarta Selatan.

2. Setelah surat yang diserahkan mendapatkan balasan dari Dinas Kesehatan


Kota Tangerang Selatan, peneliti memberikan surat balasan tersebut ke
Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulia 3 Jakarta Selatan, maka
peneliti diperbolehkan untuk pengambilan data berupa profil Panti Sosial
Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulia 3Jakarta Selatan.

3. Peneliti menetapkan lokasi yang akan digunakan sebagai tempat penelitian,


yaitu masyarakat di wilayah kerja Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW)
Budi Mulia 3Jakarta Selatan.

4. Sebelum melaksanakan penelitian di wilayah kerja Panti Sosial Tresna


Werdha (PSTW) Budi Mulia 3Jakarta Selatantanggal 25 dan 26 Maret
2019, peneliti melaporkan diri dan meminta izin kepada kepala Panti Sosial
Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulia 3 Jakarta Selatan lalu terjun ke
lapangan lalu mengobservasi wilayah mana yang akan dijadikan peneliti
sebagai tempat penelitian.

5. Setelah mengobservasi wilayah penelitan, peneliti melakukan penentuan


pengambilan sampel yang memenuhi kriteria inklusi untuk dijadikan
responden.

6. Setelah ditetapkan sampel penelitian pada masyarakat yang memenuhi


kriteria, peneliti menyiapkan sarana dan prasarana yang diperlukan selama
penelitian berupa dan informed consent,lembar daftar hadir dan lembar
observasi.

40
7. Peneliti melakukan komunikasi terapeutik dengan memperkenalkan diri
terhadap responden, menjelaskan prosedur, tujuan dan manfaat yang akan
dilakukan.

8. Peneliti meminta persetujuan kepada responden, maka peneliti meminta


kesediaan responden menandatangani lembar informed consent serta
menuliskan nama dan umur.
4.12 Fase Pelaksanaan
1. Setelah responden ditetapkan sesuai dengan kriteria inklusi, peneliti akan
melakukan pretest pada kelompok intervensi berdasarkan prosedur yang
berlaku. Peneliti mempersiapkan alat ukur yang akan digunakan.

2. Pada saat pretest, peneliti mengidentifikasi penkes difisit perawatan diri


pada responden dengan lembar observasi.

3. Setelah melakukan pretest, peneliti menentukan situasi dan kondisi pada


kelompok intervensi di sekitar tempat penelitian karena diharapkan
responden fokus pada penkes saat intervensi dimulai. Peneliti mendatangi
masing-masing responden kelompok intervensi untuk melakukan
intervensi berupa pendidikan kesehatan dengan media penkes yang
dilakukan sebanyak 2 kali pertemuan dalam 1 minggutanggal 25 dan 26
Maret 2019. Pada tahap pelaksanaan intervensi, responden dan peneliti
melakukan konseling dengan memaparkan materi mengenai defisit
keperawatan diri selama 10 menit serta memberikan penkes selama 30
menit .

4. Pada saat memberikan intervensi, peneliti melakukan observasi pada


kelompok intervensi guna mengontrol langkah-langkah yang dipraktikkan
oleh responden setelah di berikanpenkes.

41
5. Setelah dilakukan pendidikan kesehatan pada pertemuan pertama, penkes
tersebut diperbolehkan untuk di lakukan oleh responden sebagai media
pembelajaran.

6. Setelah selesai pada pertemuan ketiga, peneliti kemudian mencatat


kemampuan pasien mengenai defisit perawatan diri.

4.11.2 Fase Evaluasi


1. Setelah proses pengumpulan data selesai, dan di bantu dengan 3 orang
teman peneliti untuk melakukan pengecekan ulang untuk mengetahui
apakah ada kekurangan data, serta peneliti mengucapkan terima kasih
kepada responden dan pihak Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3
Jakarta Selatan yang telah mengizinkan peneliti untuk melakukan
penelitian di wilayah tersebut.

2. Setelah data tidak ada kekurangan, data langsung di proses dengan


menggunakan SPSS.

3. Data dilakukan sesuai dengan uji yang telah ditentukam.

4.11.3 Pengolahan Data


Pengolahan data pada dasarnya merupakan suatu proses untuk memperoleh
data atau data ringkasan berdasarkan suatu kelompok data mentah dengan
menggunakan rumus tertentu sehingga menghasilkan informasi yang
diperlukan. Ada lima tahap untuk pengolahan data menurut (Setiadi, 2013).
Berikut merupakan tahapan-tahapan dalam pengolahan data antara lain:

1. Editing (Penyuntingan Data)

Editing adalah memeriksa daftar pertanyaan yang telah diserahkan


oleh para pengumpul data (Setiadi, 2013). Hasil wawancara ataupun angket
yang diperoleh melalui kuesioner perlu disunting (edit) terlebih dahulu.
Pada penyuntingan ini merupakan kegiatan untuk pengecekan dan
perbaikan isian formulir atau kuesioner tersebut apakah lengkap dalam

42
artian semua pertanyaan sudah terisi, apakah jawaban atau tulisan masing-
masing pertanyaan cukup jelas atau terbaca, dan apakah jawabannya
relavan dengan pertanyaannya (Notoatmodjo, 2012).

2. Coding (Membuat Lembaran Kode)

Coding adalah mengklasifikasikan jawaban-jawaban dari responden


ke dalam bentuk angka/bilangan (Setiadi, 2013). Setelah semua kuesioner
disunting, maka selanjutnya adalah melakukan peng”kodean” untuk
mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau
bilangan. Coding atau pemberian kode ini berguna untuk memasukan data
(data entry) (Notoatmodjo, 2012).

Variable defisit perawatan diri :


a. Defisit , kodenya (1)
b. Tidak defisit, kodenya (2)

3. Entry data (memasukan data)

Data merupakan jawaban-jawaban dari masing-masing responden


yang dalam bentuk “kode” dimasukkan kedalam program atau “software”
komputer. Software komputer biasanya menggunakan paket program SPSS
for Window (Notoatmodjo, 2012).

4. Cleaning (Membersihkan Data)

Apabila data dari setiap sumber data atau responden selesai


dimasukkan, perlu dicek kembali untuk melihat kemungkinan-
kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan kode, ketidaklengkapan, dan
sebagainya yang kemudian dilakukan pembetulan atau koreksi. Pada proses
ini disebut dengan pembersihan data (data cleaning). Dalam proses
pembersihan data kita dapat mengetahui missing data (data yang hilang),
mengetahui variasi data dan mengetahui konsistensi data (Notoatmodjo,
2012). Di data tidak terdapat missing.

43
4.12 Analisa data
4.12.1 Distribusi frekuensi

Distribusi frekuensi adalah data yang telah diproleh dari suatu


penelitian yang masih berupa data acak yang dapat dibuat menjadi data yang
berkelompok, yaitu data yang telah disusun kedalam kelas-kelas tertentu.
Daftar yang memuat data berkelompok disebut distribusi frekuensi atau tabel
frekuensi. Distribusi frekuensi adalah susunan data menurut kelas interval
tertentu atau menurut kategorik tertentu dalam sebuah daftar (Hasan, 2002).
Distribusi frekuensi merupakan penyusunan atas dasar nilai variabel dan
frekuensi tiap-tiap nilai dari variabel tersebut (Santoso, 2016).

𝑓
Rumus : 𝑝 = 𝑛 𝑥 100 %

Keterangan:
P = Presentase.
f = Frekuensi dari setiap kategorik.
n = Jumlah responden.

Pengetahuan yang membahas tentang cara-cara pengumpulan data,


penyajian data, pengolahan/analisis data, dan penarikan kesimpulan (Wasis,
2008).

1. Uji Wilcoxon

Wilcoxon dapat digunakan untuk menguji perbedaan perlakuan


yang diberikan kepada objek penelitian dengan mempertimbangkan arah
dan magnitude relatif perbedaan dari dua sampel berpasangan. Kekuatan
pengukuran pada wilcoxon adalah bahwa tiap subjek sebagai pengontrol
dirinya sendiri. Untuk menguji signifikansi perbedaan pada uji wilcoxon
gunakan rumus sebagai berikut:

44
𝑁(𝑁𝐼1)
𝑇 𝜎ᴛ 𝑇− 4
𝑍− −
𝜎ᴛ 𝑁(𝑁−1)(2𝑁+1)

24

Keterangan

T: jumlah ranking positif atau jumlah wilcoxon negatif terkecil.

N: banyaknya pasangan yang tidak sama nilainya.

2. Uji Mann Whitney


Uji Mann Whitney merupakan alternative lain untuk menguji
mean dari dua sampel. Pertama-tama, perlu diidentifikasi apakah
seberan data masing-masing kelompok normal atau tidak. Apabila
minimal salah satu kelompok mempunyai sebaran data tidak normal, uji
statistic yang dipilih adalah uji mann whitney. Apabila kedua kelompok
mempunyai sebaran data yang normal, selanjutnya perlu
mengidentifikasi varian antar kedua kelompok (Dahlan, 2010).

45
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3
Jakarta SelatanTahun 2019 pada tanggal 25 maret sampai 26 meidengan
menggunakan intervensi penkes defisit perawaran diri, selama 2 kali
pertemuan dalam 1 minggu. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian
pre eksperimen dengan pendekatan one group pre-post test design dengan
menggunakan teknik purposive sampling. Data dianalisis menggunakan uji
Wilcoxon Signed RankTest. Reponden dalam penelitian ini berjumlah 32
orang yang memenuhi kretiera untuk dijadikan responden dan dilakukan
penkes defisif perawatan diri. Responden mengikuti aktivitas penkes defisit
perawaran mulai pukul 12.30 sampai pukul 13.00
Penelitian memberikan intervensi penkes defisit perawaran kemudian
sebelum dilakukan intervensi peneliti melakukan informed consent terlebih
dahulu untuk meminta persetujuan dari responden dan menjelaskan
manfaatnya. Selanjutnya peneliti melakukan Pre Test dengan menilai praktik
defisit perawatan diri menggunakan kuesioner dan pertanyaan untuk
mengetahui sejauh mana kemampuan melakukan defisit perawatan diri yang
responden mampu serta melakukan intervensi yaitu memberikan pendidikan
kesehatan pada kelompok intervensi dengan media lembar balik.
Setelah diberikan pendidikan kesehatan dengan media lembar balik
selama 2 kali dalam 1 minggu, peneliti melakukan Post Test pada responden.
Sebelum dilakukan post test, peneliti mendata ulang masing-masing
responden untuk mengetahui bahwa responden mampu atau tidak melakukan
defisit perawatan diri. Jika peneliti telah mendapatkan informasi bahwa
responden pada kelompok intervensi, peneliti kembali melakukan post test
untuk mengkaji apakah responden melakukan praktik defisit perawatan diri

46
Setelah melakukan post test, peneliti memberitahu dan menjelaskan
kepada responden bahwa peneliti sudah selesai melakukan pendidikan
kesehatan mengenai praktik defisit perawatan diri dan memberikan motivasi
kepada seluruh responden di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 Jakarta
Selatan. Keterbatasan peneliti dalam melakukan penelitian ini adalah
pendekatan dengan responden yang pada awalnya masih malu-malu saat
dilakukan penilaian praktik defisit perawatan diri menggunakan lembar
observasi langkah-langkah praktik defisit perawatan diri dan banyak
responden yang sulit ditemui serta dihubungi untuk menanyakan hal yang
bersangkutan dengan penelitian ini karena masing-masing responden
mempunyai kegiatannya masing-masing.

47
5.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Usia, Dan
Jenis KelaminDi Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 Jakarta
SelatanTahun 2019
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti terhadap 32
responden di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 Jakarta Selatan pada
tanggal 25 Maret2019 samapai 26 Mei 2019, diperoleh hasil distribusi
frekuensi karakteristik responden berdasarkan usia, berdasarkan jenis kelamin,
pendidikan dan status yang ditunjukan pada tabel 5.2 adalah sebagai berikut
Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Usia, Jenis
Kelamin Di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 Jakarta
SelatanTahun 2019

Karakteristik
Responden Frekuensi Presentase (%)
Usia 50 Tahun 1 3,1
56 Tahun 1 3,1
59 Tahun 3 9,4
60 Tahun 4 12,5
61 Tahun 1 3,1
64 Tahun 2 6,3
66 Tahun 2 6,3
67 Tahun 2 6,3
69 Tahun 5 15,6
70 Tahun 3 9,4
72 Tahun 4 12,5
75 Tahun 1 3,1
79 Tahun 1 3,1
80 Tahun 2 6,3
Total 32 100.0
Jenis Laki-laki 2 6,3
Kelamin Perempuan 30 93,8
Total 32 100.0

48
Berdasarkan tabel 5.2 diatas dapat diketahui bahwa pada kelompok
Intervensi yang berdasarkan distribusi frekuensi usia lanjut dapat disimpulkan
bahwa usia responden pada kelompok Intervensi dalam penelitian ini
berjumlah sampel 32 responden paling banyak di usia 69 tahun dengan
persentase (15.6%), sedangkan pada kelompok lansia yang berusia
56,61,75,79, 80 dan 50 tahun sebanyak (3,1%). Maka di simpulkan usia yang
paling banyak 69 tahun dibandingkan usia 50 tahun yang defisit perawatan
diri. Penelitian yang dilakukan di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3
Jakarta Selatan Tahun 2019.
Menurut Kozier (2004) dalam Nurhidayat (2012), Usia merupakan
Faktor yang dapat mempengaruhi persepsi seseorang. Seseorang melihat
sebuah target dan mencoba untuk memberikan interpretasi persepsi dari objek
yang dilihatnya dengan berbeda-beda. Karakteristik individu seperti usia dapat
mempengaruhi interpretasi persepsi seseorang, sehingga setiap orang yang
usianya berbeda mempunyai persepsi yang berbeda terhadap suatu objek atau
stimulus. Usia merupakan dapat memepengaruhi daya tangkap seseorang dan
pola fikir seseorang. Semakin bertambah usia seseorang maka semakin
berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya. Belum ada penelitian
sebelumnya yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan usia seseorang
yaitu dengan usia tua maupun usia muda dalam mempersepsikan kinerja
jumantik. Namun penelitian Pratiwi (2011) menyatakan bahwa terdapat
perbedaan yang bermakna secara statistik antara persepsi Child Abuse
berdasarkan umur tua di dusun Mantaran Trimulyo Sleman Yogyakarta.

Berdasarkan teori mengatakan bahwa dengan bertambahnya usia


seseorang akan terjadi perubahan pada aspek fisik dan psikologis (mental).
Pertumbuhan dan perkembangan pada fisik secara garis besar ada empat
kategori perubahan yaitu perubahan ukuran, perubahan proporsi, hilangnya
ciri-ciri lama dan timbulnya ciri-ciri baru, ini akibat pematangan fungsi organ
(Mubarok, 2007). Pada hakekatnya menjadi tua merupakan proses alamiah

49
yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya yaitu masa anak,
masa dewasa dan masa tua (Nugroho, 2008). Usia lanjut dikatakan sebagai
tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia. Sedangkan menurut
Pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13 Tahun 1998 tentang kesehatan dikatakan
bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60
tahun (Maryam dkk, 2008). Berdasarkan secara umum, seseorang dikatakan
lanjut usia (lansia) apabila usianya 65 tahun ke atas. Lansia bukan suatu
penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang
ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres
lingkungan. Lansia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang
untuk mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis.
Kegagalan ini berkaitan dengan penurunan daya kemampuan untuk hidup
serta peningkatan kepekaan secara individual (Efendi, 2009).
Berdasarkan tabel 5.2 diatas distribusi frekuendi karakteristik jenis
kelamin dapat diketahui bahwa jenis kelamin responden yang berkategori
berjenis kelamin laki-laki sebanyak 2 orang dengan presentase (6.3%) dan
berjenis kelamin perempuan sebanyak 30 orang dengan presentase (93,8 %).
Jadi didapatkan kesimpulan bahwa jenis kelamin responden dalam penelitian
ini dengan jumlah sampel 32 responden paling banyak berjenis kelamin
perempuan dengan 30 orang dengan presentase (93.8%) di Panti Sosial Tresna
Werdha Budi Mulia 3 Jakarta Selatan Tahun 2019
Menurut Hungu (2007) jenis kelamin (seks) adalah perbedaan antara
perempuan dengan laki-laki secara biologis sejak seseorang lahir. Seks
berkaitan dengan tubuh laki-laki dan perempuan, dimana laki-laki
memproduksikan sperma, sementara perempuan menghasilkan sel telur dan
secara biologis mampu untuk menstruasi, hamil dan menyusui. Perbedaan
biologis dan fungsi biologis laki-laki dan perempuan tidak dapat
dipertukarkan diantara keduanya, dan fungsinya tetap dengan laki-laki dan
perempuan pada segala ras yang ada di muka bumi. Laki-laki lebih sering
sakit dibandingkan perempuan, tetapi belum diketahui secara pasti mengapa

50
demikian, mungkin sebabnya adalah perbedaan kromosom antara laki-laki
(xy) dan perempuan (xx). Pertumbuhan fisik berbeda antara anak laki-laki dan
perempuan. Laki-laki lebih aktif bila dibandingkan dengan perempuan
(Soetjiningsih, 2013). Faktor jenis kelamin tidak dapat diabaikan pengaruhnya
dalam perkembangan fisik dan usia. Jika diperhatikan dengan seksama,
perempuan lebih suka melakukan aktivitas yang melibatkan keterampilan
sedangkan anak laki-laki cenderung suka melakukan aktivitas yang
melibatkan keterampilan dan tentu saja hal itu dapat mempengaruhi
perkembangan fisik mereka (Wiyani, 2014).

5.3 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan


Di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 Jakarta Selatan Tahun 2019
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti terhadap 32
responden di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 Jakarta Selatan pada
tanggal 25 Maret 2019 samapai 26 Mei 2019, diperoleh hasil pengaruh
sebelum di berikan pendidikan perawatan diri yang ditunjukan pada tabel 5.3
adalah sebagai berikut

Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan
Di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 Jakarta Selatan
Tahun 2019

Pendidikan Frekuensi Presentase


(n) (%)
SD 20 62,5
SMP 7 21,9
SMA 4 12,5
Perguruan Tinggi 1 3,1
Total 32 100,0

51
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa proporsi tingkat
pendidikan pada kelompok intervensi menunjukkan dengan pendidikan
terakhir yang banyak adalah SD sebanyak 20 (62,5%), dan pendidikan yang
paling sedikit adalah pendidikan perguruan tinggi sebanyak 1 (3,1%).
Menurut hasil penelitian Ahmad Miftakhul Aziz tahun 2018
berdasarkan tingkat pendidikan responden menunjukkan sebagian besar
responden memiliki latar belakang pendidikan SMA sejumlah 41 orang
(44%), diikuti pendidian SD 32 responden (34%), kemudian pendidikan SMP
sejumlah 13 orang (14%) dan perguruan tinggi 7 orang (8%).
Menurut hasil penelitian Noorman Wahyu Arfany, dkk tahun 2014
menunjukkan bahwa sebagian besar tingkat pendidikan responden dalam
penelitian ini adalah pendidikan menengah (SMP dan SMA) yaitu 17 orang
(70,8%). Selanjutnya responden dengan tingkat pendidikan dasar berjumlah 5
orang (20,8%), dan responden dengan tingkat pendidikan tinggi berjumlah 2
orang (8,3%).
Menurut hasil penelitian Nurchayati tahun 2010 didapati bahwa
jenjang pendidikan yang paling banyak ialah SMA dan Perguruan Tinggi
dimana sebanyak 55 orang (57,9%). Hasil ini juga diperkuat dengan
penelitian Septiwi tahun 2010 yang menyebutkan bahwa 56,4% pasien yang
menjalani hemodialisa di RSUD Margono Soekarjo Purwokerto mempunyai
tingkat pendidikan tinggi (SMA dan PT), sedangkan 43,6% pasien
berpendidikan rendah (SD dan SMP).
Pendidikan adalah upaya persuasi atau pembelajaran kepada
masyarakat agar masyarakat mau melakukan tindakan-tindakan untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatannya (Notoatmodjo, 2010). Status
pendidikan seseorang menjadi salah satu faktor penting dalam menentukan
status kesehatan seseorang. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka
kesadaran akan pentingnya kesehatan pun akan semakin tinggi. Tingkat
pendidikan sejatinya membuat seseorang akan sangat mudah dalam menerima
setiap perubahan, termasuk kesehatan. Makin tinggi pendidikan pasien, maka

52
akan semakin cepat tanggap dengan perubahan kondisi kesehatannya, dengan
demikian lebih cepat menyesuaikan diri dan selanjutnya akan mengikuti
perubahan yang terjadi (Notoatmojo, 2007).

5.4 Pengaruh Sebelum Di Berikan Pendidikan Perawatan Diri Pada Lansia


Di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 Jakarta SelatanTahun 2019
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti terhadap 32
responden di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 Jakarta Selatanpada
tanggal 25 Maret 2019 samapai 26 Mei 2019, diperoleh hasil pengaruh
sebelum di berikan pendidikan perawatan diri yang ditunjukan pada tabel 5.4
adalah sebagai berikut
Table 5.4
Pengaruh Sebelum Di Berikan Pendidikan Perawatan Diri Pada
Lansia Di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 Jakarta Selatan
Tahun 2019
Perilaku defisit diri Frekuensi Presentase
(n) (%)
Defisit perawatan diri 32 100.0
Tidak defisit 0 0
perawatan diri
Total 32 100.0

Dari tabel 5.4 di atas menunjukkan bahwa sebelum dilakukan


pendidikan perwatan diri di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 Jakarta
Selatan yaitu lansia yang mengalami defisit perawatan diri sebanyak 32
lansia dengan persentase (100%), dan lansia yang tidak mengalami defisit
perawatan diri sebanyak 0 dengan persentase (0%). Data di atas mengatakan
bahwa pengaruh sebelum di berikan pendidikan perawatan diri pada lansia
tahun 2019 menunjukan sebagaian besar lansia yang dikatakan defisit
perawatan diri sebanyak 32 lansia dengan presentase (100%) dari total 32

53
lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 Jakarta Selatan. Defisi
perawatan diri jika nilai lansia bisa melakukan defisit perawatan diri yaitu 0
dikatakan mandiri penuh, dan dikatakan membutuhkan alat bantu 1-4, 5-8
membutuhkan pertolongan orang lain untuk bantuan, pengawasan,
pendidikan, 9-12 membutuhkan pertolongan orang lain dan peralatan atau alat
bantu, 13-16 ketergantungan, tidak dapat berpartisipasi dalam aktivitas, dalam
penilaian defisit perawatan diri.
Hasil penelitian oleh (Tani, Siwu, Rompas, 2017) yang berjudul
“Hubungan Konsep Diri Dengan Perawatan Diri Pada Lansia Di BPLU Cerah
Provinsi Sulawesi Utara” Hasil survey data awal yang ada di BPLU Senja
Cerah Propinsi Sulawesi Utara Kota Manado, bahwa jumlah lansia terdiri dari
50 orang namun untuk saat ini, sekitar 38 orang saja. Perempuan 23 dan laki-
laki 15 orang. Dari hasil wawancara yang dilakukan dengan petugas Panti,
diketahui bahwa lansia yang tinggal di BPLU Senja Cerah mempunyai
perawatan diri yang kurang dan terkadang membutuhkan bantuan orang lain
seperti mandi, mengontrol BAB, mengontrol BAK dan mengenakan pakaian
bersih tetapi ada juga sebagian lansia yang melakukan perawatan diri secara
mandiri tanpa bantuan orang lain seperti mandi dilakukan secara mandiri,
mampu mengontrol BAB, mampu mengontrol BAK dan mengenakan pakaian
yang bersih dan sesuai.
Kesimpulan yaitu berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di
BPLU Senja Cerah Provinsi Sulawesi Utara disimpulkan bahwa konsep diri
lanjut usia di BPLU Senja Cerah Provinsi Sulawesi Utara dengan presentase
terbanyak pada konsep diri kurang baik, perawatan diri lanjut usia di BPLU
Senja Cerah Provinsi Sulawesi Utara dengan presentase terbanyak yaitu pada
perawatan diri kurang baik dan terdapat hubungan yang signifikan antara
konsep diri dengan perawatan diri pada Lansia di BPLU Senja Cerah Provinsi
Sulawesi Utara.
Defisit perawatan diri adalah suatu keadaan dimana seseorang
mengalami hambatan atau gangguan dalam kemampuan untuk melakukan

54
atau menyelesaikan aktivitas perawatan diri, seperti mandi, berpakaian,
makan, dan eliminasi untuk diri sendiri (Wilkinson, 2007). Perawatan diri
merupakan perawatan diri sendiri yang dilakukan untuk mempertahankan
kesehatan, baik secara fisik maupun psikologis (Hidayat, 2009). Lansia perlu
mendapatkan perhatian dengan mengupayakan agar mereka tidak terlalu
tergantung kepada orang lain dan mampu mengurus diri sendiri (mandiri).
Hasil yang di dapat oleh peneliti, pada pengukuran awal ada 32 lansia
yang dikatakan tidak mampu di karenakan pendidikan perawatan diri yang
dapat diberikan pada lansia dengan aktivitas lansia yang mendukung tentang
defisit perawatan diri, dimana pada lansia usia lanjut merupakan proses menua
pada lansia.
Defisit perawatan diri adalah suatu keadaan dimana seseorang
mengalami hambatan atau gangguan dalam kemampuan untuk melakukan
atau menyelesaikan aktivitas perawatan diri, seperti mandi, berpakaian,
makan, dan eliminasi untuk diri sendiri. Maka diperlukan adanya tindakan
yang bersifat secara langsung seperti memberikkan pendidikan defisit
perawatan diri.

55
5.5 Pengaruh Sesudah Di Berikan Pendidikan Perawatan Diri Pada Lansia
Di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 Jakarta SelatanTahun 2019
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti terhadap 32
responden di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 Jakarta Selatan pada
tanggal 25 Maret 2019 samapai 26 Mei 2019, diperoleh hasil pengaruh
sesudah di berikan pendidikan perawatan diri yang ditunjukan pada tabel 5.5
adalah sebagai berikut.

Table .5.5
Pengaruh Sesudah Di Berikan Pendidikan Perawatan Diri Pada
Lansia Di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 Jakarta Selatan
Tahun 2019
Perilaku defisit diri Frekuensi Presentase
(n) (%)
Defisit 6 18.8
Tidak defisit 26 81.3
Total 32 100.0

Dari table 5.4 diatas menunjukan hasil di peroleh yang defisit


sebanyak 6 orang dengan nilai persentase sebanyank 18.8 % dan yang di kata
kan tidak defisit 26 orang dengan nilai persentase sebanyak 81,3%.
Kesimpulannya frekuensi sesudah dilakukan pendidikan perawatan diri pada
lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 Jakarta Selatan. Hasil ini
menunjukan bahwa adanya peningkatan pada lansia sesudah mendapatkan
pendidikan perawatan diri.

Hasil penelitian oleh (Pinedendi, Rottie, Wowiling, 2016) yang


berjudul “Pengaruh Penerapan Asuhan Keperawatan Defisit Perawatan Diri
Terhadap Kemandirian Personal Hygiene Pada Pasien Di Rsj. Prof. V. L.

56
Ratumbuysang Manado” Hasil Penelitian terdapat pengaruh yang signifikan
terhadap penerapan asuhan keperawatan defisit perawatan diri pada pasien
(p=0.003).

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa personal


hygiene sebelum dan sesudah diberikan intervensi menunjukan paling banyak
berada pada kategori ketergantungan, maka dari itu sebaiknya kontribusi pada
perawat agar selalu memberikan dukungan menerapkan asuhan keperawatan
lebih optimal agar kemandirian personal hygiene lebih mandiri.

Defisit perawatan diri merupakan suatu kondisi pada seseorang yang


mengalami kelemahan kemampuan dalam melakukan atau melengkapi
aktifitas perawatan diri secara mandiri seperti mandi, berpakaian, makan,
BAK/BAB (Fitria, 2009) Perawatan diri atau kebersihan diri merupakan
perawatan diri sendiri yang dilakukan untuk mempertahankan kesehatan baik
fisik maupun psikologis, pemenuhan perawatan diri dipengaruhi oleh budaya,
nilai sosial pada individu atau keluarga, pengetahuan (Hidayat, 2007).

Berdasarkan hasil dari pendidikan defisit perawatan diri tersebut,


perbedaan pendidikan defisit perawatan ini disebabkan karena ketertarikan
lansia pada saat kegiatan di berikan, sehingga dalam proses kegiatan terutama
pendidikan defisit perawatan diri lansia dapat mengerti dan memahami yang
diberikan. Melalui lembar balik, lansia dapat melakukan mandi,
berpakaian,makan dan eliminasi dengan baik. Pada penelitian yang telah di
lakukan sebelum di berikan pendidikan defisit perawatan diri, responden
memiliki defisit. Ada 6 responden yang dikatakan defisit, karna tidak
mengerti tentang defisit perawatan diri, faktor penyebab dari lansia yang
defisit tidak dapat melakukan mandi, berpakaian, makan dan eliminasi yaitu
lansia tidak memperhatikan yang di ajarkan, malas dan kurang mengerti
tentang defisit perawatan diri. Sedangkan 26 responden yang di katakan tidak
defisit yang dapat melakukan mandi, berpakaian, makan dan eliminasi.

57
5.6 Pengaruh Sebelum Dan Sesudah Di Berikan Pendidikan Perawatan Diri
Pada Lansia Di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 Jakarta
SelatanTahun 2019
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti terhadap 32
responden di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 Jakarta Selatan pada
tanggal 25 maret 2019 samapai 26 mei 2019, diperoleh hasil pengaruh
sebelum dan sesudah di berikan pendidikan perawatan diri yang ditunjukan
pada tabel 5.6 adalah sebagai berikut

Table 5.6
Pengaruh Sebelum Dan Sesudah Di Berikan Pendidikan
Perawatan Diri Pada Lansia Di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia
3 Jakarta Selatan Tahun 2019

Kelompok Kategorik N Rata-rata Jumla P Z


intervensi rank rank rank value
sing
Postes < Negative 0 0.00 0.00
pretest DPD rang
Postes >
pretest DPD Positive 26 13.50 351.00 0.000 -
Postes = ranks 5.099
pretest
Tites 6

Total 32

Dari hasil Tabel. 5.4 diatas terdapat 6 responden yang tidak


mengalami peningkatan dengan nilai tites 6 pada kategori peringatan pretest

58
and postest, berdasarkan fenomena nilai tites didapat dilapangan hasil
penilitian dari observasi bahwa 6 lansia yang mengalami penurunan di
karenakan lansia tesebut malas atau kurang memahami, memperhatikan saat
pendidikan perawatan diri dengan melakukan mengikuti selalu hal tersebut
terdapat dengan skor peringatan yang berarti tidak mampu melakukan
perawatan diri. Hal ini karena tidak diberikan perlakuan pada saat pendidikan
perawatan diri seperti pada kelompok intervensi. Jadi ada perbedaan yang
signifikan antara defisit perawatan diri sesudah dan sebelum diberikan
pendidikan perawatan diri sebagai perkembangan pada lansia di Panti Sosial
Tresna Werdha Budi Mulia 3 Jakarta Selatan diketahui bahwa nilai P value
(2-tailed) sebesar 0.000 karena P value(2-tailed) < p (0,05) pada taraf
signifikasikan 5% maka hipotesis penelitian ini adalah hipotesis nol (H0)
ditolak yang berarti terdapat ada perbedaan antara sebelum dan sesudah di
berikan pendidikan perawatan diri dapat menjadi salah satu alternative dalam
memberikan asuhan keperawatan untuk mengoptimalkan kemampuan defisit
perawatan diri lansia.

Hasil penelitian oleh (Pinedendi, Rottie, Wowiling, 2016) yang


berjudul “Pengaruh Penerapan Asuhan Keperawatan Defisit Perawatan Diri
Terhadap Kemandirian Personal Hygiene Pada Pasien Di Rsj. Prof. V. L.
Ratumbuysang Manado” Hasil Penelitian terdapat pengaruh yang signifikan
terhadap penerapan asuhan keperawatan defisit perawatan diri pada pasien
(p=0.003). Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa
personal hygiene sebelum dan sesudah diberikan intervensi menunjukan
paling banyak berada pada kategori ketergantungan sedang, maka dari itu
sebaiknya kontribusi pada perawat agar selalu memberikan dukungan
menerapkan asuhan keperawatan lebih optimal agar kemandirian personal
hygiene lebih mandiri.

59
Menurut analisa dari hasil observasi yang peneliti lakukan pada lansia
defisit perawatan diri di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 Jakarta
Selatan Tahun 2019 sebagian besar mereka sudah bisa mengerti tentang
pendidikan defisit perawatan diri yang tidak mampu melakukan defisit
perawatan diri 1- 4 dan yang di kata mampu melakukan defisit perawatan diri
0. Pada lansia yang bias mengikuti pendidikan defisit perawatan diri seperti
bias mandi, berpakaian, makan, BAK/BAB sesuai dengan pendidikan defisit
perawatan diri pada lansia pendidikan defisit perawatan diri dapat
mempengaruhi lingkungan sekitarnya. Defisit perawatan diri dapat terlatih
pada lansia dalam aktivitas sehari-hari di Panti Sosial Tresna Werdha Budi
Mulia 3 Jakarta Selatan Tahun 2019 pendidikan defisit perawatan diri yang
belum tercapai mengalami kegagalan 6 lansia di katakana tidak mampu karna
malas, tidak percaya diri, dan tidak memperhatikan pada saat melakukan
pendidikan defisit perawatan diri.

60
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan kepada 32 reponden di
Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 Jakarta Selatan dari hasil uji
analisis data menunjukan bahwa pendidikan perawatan diri berperan terhadap
peningkatan kemampuan defisit perawatan diri lansia dapat dilihat dari
peningkatan kategori setelah pretest dan postes kemampuan defisit perawatan
diri lansia. Hal ini dibuktikan dengan data menurut distribusi frekuensi
kemampuan defisit perawatan diri lansia yang dapat disimpulkan sebagai
berikut.
1. Diketahui distribusi frekuensi responden dalam usia 69 tahun merupakan
yang terbanyak yaitu 15,6%. Sebagian responden berjenis kelamin
perempuan adalah sebanyak 30 lansia dengan persentase 93,8 %.
2. Pengaruh sebelum diberikan pendidikan perawatan diri pada lansi pada
32 responden adalah lansia yang defisit sebanyak 100% dan lansia yang
tidak defisit sebanyak 0%.
3. Pengaruh sesudah diberikan pendidikan perawatan diri pada lansi setelah
diberikan pendidikan perawatan diri pada 32 responden adalah lansia
yang defisit sebanyak 18,8% dan yang tidak defisit sebanyak 81,3%.
4. Ada perbedaan yang signifikan antara pengaruh sesudah dan sebelum
diberikan pendidikan perawatan diri sebagai kemampuan defisit
perawatan diri lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 Jakarta
Selatan Tahun 2019 diketahui bahwa nilai P value (2-tailed) sebesar
0.000 karena P value(2-tailed) < p (0,05) pada taraf signifikasikan 5%
maka hipotesis penelitian ini adalah hipotesis nol (H0) ditolak yang
berarti terdapat ada perbedaan antara sebelum dan sesudah di berikan di
berikan pendidikan perawatan diri dapat menjadi salah satu alternatif

61
dalam memberikan asuhan keperawatan untuk mengoptimalkan
kemampuan defisit perawatan diri lansia.
6.2 Saran
Berberapa saran yang ditujukan berdasarkan kesimpulan dan hasil
penelitian”Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Perilaku Defisit
Perawatan Diri Pada Lansia Dengan Depresi Di Panti Budi Mulia 3 Jakarta
Selatan Tahun 2019, yaitu :

1. Bagi Ilmu Pengetahuan

Setelah dilakukannya penelitian tentang, Pengaruh Pendidikan


Kesehatan Terhadap Perilaku Defisit Perawatan Diri Pada Lansia Dengan
Depresi diharapkan dapat memberikan pengetahuan mengenai lansia dan
keterampilan keperawatan, dalam hal ini adalah pendidikan perawatan diri
di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 03 Jakrta Selatan.

2. Bagi Profesi Keperawatan

Aplikasi teknik keperawatan mencakup berbagai lapisan usia,


termasuk pada usia lanjut. Diharapkan melalui hasil penelitian ini dapat
meningkatkan pengetahuan dan kemampuan perawat dalam
mengaplikasikan proses asuhan keperawatan kepada lansia.

3. Bagi Tempat Penelitian

Diharapkan lansia dapat melakukan defisit perawatan diri dengan


bantuan dan pengawasan petugas pantidan memperhatikan perawatan diri
pada lansia secara berkala serta faktor-faktor yang dapat memicu defisit
perawatan diri.

62
4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Diharapkan dapat mengembangkan hasil penelitian dengan responden


dan konsep yang berbeda, serta meneliti faktor-faktor lainnya yang dapat
mempengaruhi defisit perawatan diri pada lansia.

63
DAFTAR PUSTAKA

Agustina, I. A. (2015). Pengaruh Terapi Kognitif Terhadap Perubahan Personal


Hygine Pada Penyalahgunaan Napza Di Puskesmas Kendal Sari Malang.
Ali Navidian, Fariba Yaghoubinia , Alireza Ganjali, Sadegh Khoshsimaee. (2015).
The Effect Of Self-Care Education On The Awareness, Attitude, And
Adherence To Self-Care Behaviors In Hospitalized Patients Due To Heart
Failure With And Without Depression.
Bistok Sihombing, Reny Fahila . (2010). Depresi Pada Lansia.
Blazer. (2003).Depression In Late Review And Commentary Journal Of
Gerontology;Medical Sciences.
Bromet, R. C. (2013). The Epidemiology Of Depression Across Cultures. Annual
Review Of Public Health , 34, 119–138. Doi: 10.1146/Annurev-Publhealth-
031912-114409.
Dian Prawesti, Jefri Christiawan. (2015).Self-Care AgencyPada Lansia Dengan
Rheumatoid Artritis.
Donsu, J. T. (2016). Metodologi Penelitian Keperawatan . Yogyakarta: Pustaka Baru
Press.
Fiske, A., Wetherell, J. L., & Gatz, M. (2009). Depression In Older Adults. Annual
Review Of Clinical Psychology .
Freyti Mariyani Emanuela Tumanduk, Sanfia Tesabela Messakh, H Sukardi. (2006).
Hubungan Tingkat Kemampuan Perawatan Diri Dengan Tingat Depresi Pada
Pasien Depresi Di Bangsal Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta.
Gallagher D, Mhaolain AN, Greene E, Walsh C, Denihan A, Bruce I, Golden J,.
(2009).Late Life Depression: A Comparison Of Risk Factors And Symptoms
According To Age Of Onset In Community Dwelling Older Adults. Int J
Geriatr Psychiatry. Www. Interscience.Wiley.Com. .
Hasan, M. I. (2002). Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian Dan Aplikasinya .
Bogor: Ghalia Indonesia.
Hoesny, R. (2011). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Defisit Perawatan
Diri Pada Pasien Halusinasi Pendengaran Dan Penglihatan Di Rumah Sakit
Khusus Daerah (Rskd).
Jane McCusker,, Sylvie D. Lambert ,, Sylvie D. Lambert ,PhD, Martin G. Cole ,,
Sylvie D. Lambert ,PhD, Martin G. Cole ,MD, Antonio Ciampi. (2016).

64
Activation And Self-Efficacy In A Randomized Trial Of A Depression Self-
Care Intervention.
Madalise, Seniaty, dkk. (2015). Pengaruh Pemberian Pendidikan Kesehatan Pada
Pasien Gangguan Jiwa (Defisit Keperawatan Diri) Terhadap Pelaksanaan.
Maryam dkk. (2008).Lanjut Usia Dan Perawatannya.Jakarta: Salemba.
Notoadmojo. (2012). Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka cipta.
Notoatmodjo, S. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmojo. (2012). Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Pamungkas, R. A., & Usman, A. M. (2017). Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta:
Trans Info Media.
Pinedendi, Rottie, wowiling. (2016). Pengaruh Penerapan Asuhan Keperawatan
Defisit Perawatan Diriterhadap Kemandirian Personal Hygiene Pasa Pasien
Di Rsj. Prof, V. L, Ratumbuysang Manado.
Polit, D. F., & Beck, C. T. (2003). Nursing Research : Principles and Methods;
seventh Edition .
Santoso. (2016). Statistika hospitalisasi.Yogyakarta: Deepublish.
Siswanto. (2013). Metode Penelitian Kesehatan dan Kedokteran. Yogjakarta: Bursa
ilmu.
Sumantri, A. (2011). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Prenada Media
Group.
Taamu, Nurjannah, Abd Syukur Bau, La Banudi. (2017). Penyebab Depresi Pada
Usia Lanjut Di Panti Sosial.
Tani, Siwu, Rompas. (2017). Hubungan Konsep Perawatan Diri Pada Lansia Di
BPLU Senja Cerah Provinsi Sulauwesi Utara.
Wasis. (2008). pedoman riset praktik untuk profesi keperawatan (1 ed.). Jakarta:
EGC.
Widuri, H. (2010). Asuhan Keperawatan Pada Lanjut Usia Ditatanan
Klinik.Yogyakarta: Fitramaya.

65
Lampiran 1. Lembar persetujuan menjadi responden

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

(INFORMED CONSENT)

Judul : Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Prilaku Defisit


Perawatan Diri Pada Lansia Dengan Depresi Di Panti Sosial Budi
Mulia 3 Jakarta SelatanTahun 2019.

Nama Penelitian : Kristina Tabui

NIM : 150210017

Saya mahasiswasekolahtinggiilmukesehatanbanten, program studiilmukeperawatan


yang sedangmelakukanpenelitian. Penelitianinibertujuanuntukmengetahui: Pengaruh
Pendidikan Kesehatan Terhadap Prilaku Defisit Perawatan Diri Pada Lansia Dengan Depresi
Di Panti Sosial Budi Mulia 3 Pondok Indah Tahun 2019. Penelitianinimerupakan salah
satukegiatandalammenyelesaikantugasakhir program
sarjanasekolahtinggiilmukesehatanbanten.

Saya berharap Bapak/Ibudapatberpartisipasidalampenelitianini. Saya


akanmenjaminidentitas dan jawabanBapak/Ibu, informasi yang
Bapak/Ibuberikanhanyaakandigunakanuntuk proses penelitian.

PartisipasiBapak/Ibudalampenelitianinibersifatsukarela dan
tidakadapaksaandaripihakmanapun, jikaBapak/Ibubersediamenjadiresponden,
silahkanmenandatanganisuratpersetujuanini pada tempat yang sudahdisediakan,
sebagaibuktilegalitas Bapak/Ibu buatketersediaanmenjadiresponden pada penelitianini.

Terimakasihatasperhatianya

Tangerang Selatan, …., ……… 2019

Peneliti Responden

(Kristina Tabui) ( )

66
Lampiran 2. SAP

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

Sub. Topik : Defisit Perawatan Diri

Sasaran : Pasien Gangguan Jiwa Dan Keluarga Pasien

Hari/Tanggal :

Waktu :

Tempat : Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3

Peneliti : Kristin Tabui

A. Tujuan pembelajaran

1. Tujuan Instruksional Umum (TIU)


Setelah menerima pendidikan kesehatan defisit perawatan diri ,pasien gangguan
jiawa panti sosial tresna werdha budi mulia 3 pasien mampu memahami dan
menyadari bahaya defisit perawatan diri.

2. Tujuan Instruksional Khusus (Tik)


Setelah menerima pendidikan kesehatan ,diharapkan pasien defisit perawatan
diripanti sosial tresna werdha budi mulia 03 pasien mampu

1. Menjelaskan defisit perawatan diri


2. Menyebutkan penyebab defisit perawatan diri
3. Menyebutkan tanda dan gejala defisit perawatan diri
4. Menyebutkan komponen kebersihan diri
5. Menjelaskan pentingnyan kebersihan diri
6. Menjelaskan akibat dari defisit perawatan diri
7. Menjelaskan cara perawatan kebersihan diri

67
3. Materi

1. Pengertian defisit perawatan diri


2. Penyebab defisit perawatan diri
3. Tanda dan gejala defisit perawatan diri
4. Komponen kebersihan diri
5. Pentingnya kebersihan diri
6. Akibat dari defisit perawatan diri
7. Cara perawatan kebersihan diri

4. Metode

1. Ceramah
2. Tanya jawab
3. Diskusi

5. Media dan Alat bantu

1. Lembar balik berisi gambar dan tulisan tentang pengertian , penyebab, tanda
dan gejala serta akibat dari defisit perawatan diri

6. Evaluasi pembelajaran

1. Tes awal anjurkan pertanyaan lisan


a. Apakah pernah mengenal istilah defisit perawatan diri ?
b. Apa saja penyebab defisit perawatan defisit perawatan diri?
c. Apa saja tanda dan gejala defisit perawatan diri?
d. Apa saja komponen kebersihan diri ?
e. Apa pentingnya kebersihan diri?
f. Apa saja akibat defisit perawatan diri?
2. Tes akhir dengan cara mengajurkan pertanyaan lisa yang sama pertanyaan pada
tes awal.

68
7. Proses penyuluhan
No Fase Kegiatan Kegiatan sasaran
1 Pembukaan :  Memberikan salam  Menjawab salam
5 menit pembuka
 Memperkenalkan  Memperhatikan
diri

 Memperhatikan
 Menjelaskan pokok
bahasa dan tujuan

2 Pelaksanaan :  Menjelaskan defisit  Memperhatikan


25 menit perawatan diri
 Menyebutkan
penyebab defisit  Memperhatikan
perawatan diri
 Menyebutkan tanda
dan gejala defisit  Memperhatikan
perawatan diri
 Menyebutkan
komponen  Memperhatikan
kebersihan diri
 Menjelaskan
pentingnyan  Memperhatikan
kebersihan diri
 Menjelaskan akibat
dari defisit  Memperhatikan
perawatan diri

69
 Menjelaskan cara
perawatan  Memperhatikan
kebersihan diri  Bertanya dengan
 Memberikan penuh antusias
kesempatan pasien
bertanya

3 Evaluasi :  Menanyakan pada  Menjawab


5 menit pasien tentang pertanyaan
materi yang telah
diberikan dan
memberikan
reiforcenenent
kepada sasaran yang
dapat menjawab
pertanyaan.

70
4 Teriminasi :  Mengucapkan terima  Mendengarkan
5 menit kasih atas peran
serta peserta
 Mengucapkan salam  Menjawab salam
penutup

8. Kriteria Evaluasi

1. Evaluasi sruktur
a. Pasien hadir dalam kegiatan
b. Penyelenggaran penyuluhan diadakan di Panti Sosial Tresna Werdha
Budi Mulia 3Jakarta Selatan
c. Pengorganisasian penyelenggaraan penyuluhan di lakukan sebelumnya
(lembar balik).
2. Evaluasi Proses
a. Pasien antusias terhadap materi penyuluhan
b. Pasien tidak meninggalkan tempat penyuluhan sebelum penyuluhan
selesai
c. Pasien mengajukan pertanyaan secara benar
3. Evaluasi Hasil
a. Pasien istilah menggenal defisit perawatan diri
b. Pasien mengetahui penyebab defisit perawatan diri
c. Pasien mengetahui tanda gejala defisit keperawatan diri
d. Pasien mengetahui komponen kebersihan diri
e. Pasien mengetahui pentingnya kebersihan diri
f. Pasien mengetahui akibat dari defisit perawatan diri
g. Mengetahui cara perawatan kebersihan diri

71
9. Referensi

a. Keliat, Budi Anna.2006. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa.Jakarta :


EGC.
b. Perry, Potter. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC.
c. Nurjanah,Intisari.2001.Pedoman Pada Gangguan Jiwa.Yogjakarta: Memodia
B. Penyebab
Menurut tarwoto dan wartonah (2000) penyebab kurang perawatan diri adalah
1. Faktor predisposisi
a. Boilogis: penyakit kronik yang menyebabkan pasien tidak mampu
melakukan perawatan diri
b. Kemampuan realitas tutun: pasien defisit perawatan diri denagn
kemampuan realitas kurang menyebabkan ketidak pedulian dirinya dan
lingkungan termasuk perawatan diri.
c. Sosial kurang dari dukungan dan latian kemampuan perawatan diri
lingkungannya.
2. Faktor presipitasi
Yang merupakan faktor presipitasi definisi perawatan diri adalah
penurunan motivasi,kerusakan kognitif, perseptual,cemas, lemas, yang di
alami individu kurang mampu perawatan diri.
C. Tanda dan gejala
1. Gangguan kebersihan diri, di tandai dengan rambut kotor dan banyak kutu,
badan bau, gigi kotor, kulit berdaki dan bau, kuku panjang dan kotor, serta
tubuh di penuhi dengan penyakit kulit (jamur, koreng, borok, dll)
2. Ketidak mampuan berhias ditandai dengan rambut acak-acakkan.
Penampilan dekil , pakaian kotor dan tidak rapih, pakian tidak sesuai, pada
pasien laki-laki tidak mampu bercukur, pada perempuan tidak berdandan
3. Ketidak mampuan makan serta mandiri
4. Ketidak mampuan eliminasi secara mandiri di tandai dengan buang air kecil
dan buangan air besar

72
Menurut depkes (2000:20) tanda gejala klien dengan defisit perawatan
diri adalah:
1. Fisik
a. Badan bau, pakian kotor
b. Rambut dan kulit kotor
c. Kuku panjang dan kotor
d. Gigi kotor di sertai mulut bau
e. Penampilan tidak rapih
2. Psikologi
a. Malas, tidak ada instiatif
b. Menarik diri
c. Merasa tak berdaya ,rendah diri dan merasa hina
3. Sosial
a. Interaksi kurang
b. Kegiatan kuarang
c. Tidak mampu berperilaku normal
d. Cara makan tidak teratur
e. BAK dan BAB di sembarang tempat
D. Komponen kebersihan diri
1. Kebersihan rambut dan kulit kepala
2. Kebersihan mata, telingan, dan hidung
3. Kebersihan badan
4. Kebersihan kuku tangan dan kaki
5. Kebersihan pakian

73
Lampiran 3. Defisit Perawatan Diri

DEFISIT PERAWATAN DIRI

A. Pengertian
Kebersihan adalah salah satu keadaan hygiene yang baik. Manusia
perlu menjaga kebersihan lingkungan serta kebersihan diri agar sehat, tidak
bau , tidak malu, tidak memyebarkan kotoran, atau menularkan kuman
penyakit bagi sendiri atau orang lain.Kebersihan badan meliputi dari
kebersihan diri sendiri,seperti mandi sikat gigi, mencuci tangan dan memakai
pakian yang bersih. Mencuci adah salah satu menjaga kebersihan dengan
menggunankan air dan sederajatnanya.mencucu tangan dengan sabun atau
mengunakan produk kebersihan tangan merupakan merupakan cara baik
dalam mengurangi penularan penyakit. Oaring yang memiliki gaya yang jorok
akan di jahui dari pergaulan sehari-hari dan sulit mendapatkan teman, pacar,
jodoh, pekerjaan, percayaan dan lain-lain.
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam
memenuhi kebutuhan guna mempertahankan kehidupanya. Kesehatan dan
kesejateraan sesuai dengan kondisi kesehatanya, klien dinyatakan terganggu
keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan diri ( Depkes :
2000). Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan
aktifitas perawatan diri (mandi, berhias, makan, toilet terening).
(Nurjannah,2004).
Menurut poter perry (2005) personal hygiene adalah suatu tindakan
untuk memelihara kebersihan dan kesejateraan fisik dan psikis, kurang
keperawatan diri adalah kondisi di manah seseorang tidak mampu melakukan
perawatan kebersihan untuk dirinya (Tarwoto dan Wartonah 2000).

74
Lampiran 4. Kusioner

Kuesioner Penelitian

Lembar Observasi Tingkat Kemampuan Perawatan


Diri pada pasien Defresi Di Panti Sosial Tresna Werdha
Budi Mulia 3

Nomor Responden :…..(diisi oleh peneliti)


1. Data Demografi
Diisi oleh perawat/peneliti berdasar hasil wawancara dan rekam medis
responden. Beri tanda(√) pada kotak tersedia.
1. Inisial Nama :
2. Usia :…tahun
3. Agama : islam Kristen

Katholik Hindu

Budha

4. Status perkawinan : belum Kawin Kawin


Janda

5. Pendidikan Terakhir : Tidak sekolah SMA


SD Perguruan Tinggi
SMP

6.frekuensi dirawat :…..kali


7. Lama di rawat :….bulan ……. Minggu
8. Lama sakit :….tahun

75
2. Format Pelaksanaan Perawatan Diri
Penilaian hasil observasi kemampuan diri berdasarkan tingkat fungsional pasien
NANDA menggunakan skala berikut :
0 = Mandiri penuh
1 = Membutuhkan peralatan atau alat bantu
2 = Membutuhkan pertolongan orang lanin untuk bantuan, pengawasan,
pendidikan.
3 = Membutuhkan pertolongan orang lain dan peralatan atau alat bantu
4 = Ketergantungan, tidak dapat berpartisipasi dalam aktivitas

Petunjuk penilaian :
Diisi oleh perawata peneliti berdasarkan hasil wawancara dan catatan rekam
medis responden. Berik skor nilai pada kotak yang tersedia.
1. Kemampuan perawatan diri : mandi
Madiri penuh, pasien menyediakan peralatan mandi dan dapat
melakukan perawata mandi sendiri

Pasien hanya membutuhkan peralatan mandi. Pasien dapat melakukan


perawatan mandi sendiri.

Perawat memberikan membrikan seluruh peralatan, mengatur posisi


pasien di tempat tidur/kamar mandi. Pasien dapat mandi sendiri
kecuali untuk bagian punggung dan kaki.

Perawat menyediakan seluruh peralatan, mengatur peralatan, mengatur


posisi pasien, membersihkan punggung, tungkai, perineum, dan semua
bagian tubuh lain sesuai keperluan. Pasien dapat membantu.

Pasien membutuhkan mandi lengkap, tidak dapat dapat sama sekali.

2. Kemampuan perawatan diri : berpakaian


Mandi penuh, pasien mempersiapkan pakaian dan dapat melakukan
perawatan berpakaian sendiri.

Pasien hanya membutuhkan pakaian. Pasien dapat mengenakan


pakaian sendiri.

76
Perawat mempersiapkan pakaian, dapat mengancinkan, merisleting,
atau mengikat pakaian. Pasien dapat mengenakan pakaian sendiri

Perawat menyisir rambut pasien, membantu mengenakan pakaian,


mengancingkan, merisleting pakaian dan mengikat sepatu.

Pasien perlu di kenakan pakaian dan tidak dapat membatu perawat


menyisir rambut pasien

3. Kemampuan perawatan diri: makan

Mandiri penuh, pasien menyediakan peralatan makan dan dapat


melakukan perawatan makan sendiri

Pasien hanya membutuhkan peralatan makan. Pasien dapat melakukan


perawatan makan sendiri

Perawat mengatur posisi pasien, mengambil makanan, memantau


makan.

Perawat memotong makanan, membuka wadah, mengatur posisi


pasien, membantu dan mendorong untuk makan.

Pasien perlu dibantu untuk makan secara total.

4. Kemampuan perawatan diri: eliminasi

Mandi penuh, pasien menyediakan pispot dan melakukan perawatan


eliminasi sendiri

Pasien hanya perawatan membutuhkan pispot, pasien dapat berjalan ke


kamar mandi dan dapat melakukan perawatan eliminasi sendiri.

Pasien dapat berjalan ke kamar mandi/commode denganbantuan.


Perawatan membantu mengenakan atau melepas pakaian.

Perawat menyediakan pispot, menepatkan pasien di pispot atau


mengambil pispost tersebut, menempatkan pasien di commode.

77
Pasien inkontinensia. Perawat menempatkan pasien pada pispot atau
commode.

Skore:
0 = Mandiri penuh
1-4 = Membutuhkan peralatan atau alat bantu
5-8 = Membutuhkan pertolongan oranglain untuk bantuan,pengawasan,
pendidikan
9-12 = Membutuhkanpertolongan orang lain dan peralatan atau alat bantu
13-16 = Ketergantungan, tidak dapat berpatisipasi dalam aktivita

78
Lampiran 5. Statistik Respondenfrequencies

Statistics

umur jenis kelamin pedidikan


responden responden responden

N Valid 32 32 32

Missing 0 0 0

umur responden

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 50 1 3.1 3.1 3.1

56 1 3.1 3.1 6.3

59 3 9.4 9.4 15.6

60 4 12.5 12.5 28.1

61 1 3.1 3.1 31.3

64 2 6.3 6.3 37.5

66 2 6.3 6.3 43.8

67 2 6.3 6.3 50.0

69 5 15.6 15.6 65.6

70 3 9.4 9.4 75.0

72 4 12.5 12.5 87.5

75 1 3.1 3.1 90.6

79 1 3.1 3.1 93.8

80 2 6.3 6.3 100.0

Total 32 100.0 100.0

79
jenis kelamin responden

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid L 2 6.3 6.3 6.3

P 30 93.8 93.8 100.0

Total 32 100.0 100.0

pedidikan responden

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid sd 20 62.5 62.5 62.5

smp 7 21.9 21.9 84.4

sma 4 12.5 12.5 96.9

perguruan tinggi 1 3.1 3.1 100.0

Total 32 100.0 100.0

80
Statistics

Perilaku defisit diri

N Valid 32

Missing 0

Data sebelum di lakukan penkes

Perilaku defisit diri

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid defisit 32 100.0 100.0 100.0

Data sesudah di lakukan penkes

Statistics

Perilaku defisit diri

N Valid 32

Missing 0

81
Perilaku defisit diri

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

V defisit 6 18.8 18.8 18.8


a
l tidak defisit 26 81.3 81.3 100.0
i Total
d 32 100.0 100.0

Sebelum dan Sesudah di lakukan penkes

Ranks

N Mean Rank Sum of Ranks

Perilaku defisit diri Negative Ranks 0a .00 .00


- Perilaku defisit
diri Positive Ranks 26b 13.50 351.00

Ties 6c

Total 32

a. Perilaku defisit diri < Perilaku defisit diri

b. Perilaku defisit diri > Perilaku defisit diri

c. Perilaku defisit diri = Perilaku defisit diri

82
Test Statisticsa

Perilaku defisit diri - Perilaku defisit diri

Z -5.099b

Asymp. Sig. (2-tailed) .000

a. Wilcoxon Signed Ranks Test

b. Based on negative ranks.

83
Lampiran 6. Dokumentasi

84
85
86
87
88
89
90

Anda mungkin juga menyukai