Anda di halaman 1dari 40

Faktor- Faktor yang Berkaitan Dengan Kejadian

Hipertensi

Oleh :

Rendy Cendranata

102014017

B7

Fakultas Kedokteran

UKRIDA

Jl. Arjuna utara no.6

Jakarta 2015

1
Kata Pengantar

Puji dan syukur penulis panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat dan rahmat-Nyalah penulis dapat menyelesaikan artikel penelitian
mengenai faktor faktor yang berhubungan dengan kejadian gagal ginjal kronik.
Artikel penelitian ini disusun dalam rangka memenuhi tugas mata pelajaran
metodologi penelitian. Selain itu artikel ini dibuat dengan maksud untuk
menjabarkan apa hubungan antara faktor faktor seperti umur, jenis kelamin,
status gizi, keluhan penyerta, kadar ureum dan kreatinin, tekanan darah, dan
pengobatan atau terapinya dengan kejadian gagal ginjal kronik.

Dalam pembuatan artikel penelitian ini penulis dibantu dan didukung oleh
beberapa pihak, baik yang terlibat secara langsung maupun yang tidak dengan
dukungan mereka secara moral maupun riil. Oleh karena itu penulis ingin
berterima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa, dosen pengajar, dan orang tua
penulis sehingga artikel penelitian ini dapat diselesaikan dalam tenggat waktu
yang telah ditentukan.

Penulis menyadari masih adanya kekurangan dan kelemahan dalam artikel


penelitian ini. Namun penulis masih berharap agar artikel penelitian ini tetap
dapat memberi manfaat dan berguna bagi para pembacanya. Mohon maaf bila ada
kesalahan dalam penulisan kata dan dalam pemakaian bahasa, baik yang disengaja
maupun yang tidak disengaja. Karena ketidak sempurnaan dalam artikel penelitian
ini penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun dari para
pembacanya.

Jakarta, 08 november 2016

Penulis

2
A. Latar Belakang Masalah

Sejalan dengan strategi pembangunan kesehatan untuk mewujudkan

bangsa yang sehat. Tahun 2011 ini peningkatan derajat kesehatan menjadi

salah satu fokus pembangunan di bidang kesehatan. Mewujudkan masyarakat

yang sehat, pembangunan di bidang kesehatan diarahkan kepada semua

lapisan masyarakat. (Depkes RI, 2011).

Sasaran utama pembangunan kesehatan adalah perilaku hidup sehat,

manajemen pembangunan kesehatan dan derajat kesehatan masyarakat pada

saat ini diharapkan adalah bersifat proaktif untuk memelihara dan

meningkatkan kesehatan, mencegah resiko terjadi penyakit serta melindungi

diri dari ancaman serta berpartisipasi aktif dalam kesehatan masyarakat.

(Depkes RI, 2009)

Hipertensi merupakan salah satu penyakit yang mengakibatkan angka

kesakitan yang tinggi. Menurut Adnil Basha (2004) hipertensi adalah suatu

keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di atas

normal yang mengakibatkan angka kesakitan atau morbiditas dan angka

kematian atau mortalitas. Hipertensi akan memberi gejala yang berlanjut

untuk suatu target organ seperti otak (stroke), pembuluh darah jantung

(penyakit jantung koroner), otot jantung (left ventricle hypertrophy) (Bustan,

2000: 31).

Hipertensi sering kali disebut sebagai pembunuh gelap (silent killer)

karena termasuk yang mematikan tanpa disertai dengan gejala-gejalanya lebih

dahulu sebagai peringatan bagi korbannya. Hipertensi adalah faktor risiko

3
utama untuk terjadinya penyakit jantung koroner dan gangguan pembuluh

darah otak yang dikenal dengan stroke. Bila tekanan darah semakin tinggi

maka harapan hidup semakin turun (Wardoyo, 2006).

Menurut WHO batas normal tekanan darah adalah 120140 mmHg

tekanan sistolik dan 80 90 mmHg tekanan diastolik. Seseorang dinyatakan

mengidap hipertensi bila tekanan darahnya > 140/90 mmHg. Sedangkan

menurut JNC VII 2003 tekanan darah pada orang dewasa dengan usia diatas

18 tahun diklasifikasikan menderita hipertensi stadium I apabila tekanan

sistoliknya 140 159 mmHg dan tekanan diastoliknya 90 99 mmHg.

Diklasifikasikan menderita hipertensi stadium II apabila tekanan sistoliknya

lebih 160 mmHg dan diastoliknya lebih dari 100 mmHg sedangakan

hipertensi stadium III apabila tekanan sistoliknya lebih dari 180 mmHg dan

tekanan diastoliknya lebih dari 116 mmHg (Sustrani, 2004).

Banyak faktor yang berperan untuk terjadinya hipertensi meliputi

faktor risiko yang tidak dapat dikendalikan (mayor) dan faktor risiko yang

dapat dikendalikan (minor). Faktor risiko yang tidak dapat dikendalikan

(mayor) seperti keturunan, jenis kelamin, ras dan umur. Sedangkan faktor

risiko yang dapat dikendalikan (minor) yaitu olahraga, makanan (kebiasaan

makan garam), alkohol, stres, kelebihan berat badan (obesitas). (Asep Pajario,

2002).

B. Rumusan Masalah

4
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan konsumsi garam dengan

kejadian hipertensi pada lansia di kota X?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Untuk mengetahui hubungan konsumsi garam dengan kejadian

hipertensi pada kota X

2. Tujuan khusus

a. Diketahuinya konsumsi garam dikota X.

b. Diketahuinya kejadian hipertensi pada lansia di kota X.

c. Diketahuinya hubungan konsumsi garam dengan kejadian hipertensi

pada lansia di Kota X.

D. Manfaat penelitian.

1. Bagi Puskesmas

Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi puskesmas dalam

upaya meningkatkan informasi dan usaha pencegahan hipertensi pada

masyarakat

2. Bagi masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan menambah pengetahuan ibu-ibu

rumah tangga tentang bagaimana menggunakan garam yang baik dan juga

menambah wawasan ibu-ibu rumah tangga tentang hipertensi.

3. Bagi penulis

5
Penelitian ini akan bisa menambah wawasan penulis tentang

hipertensi, selain itu penelitian ini merupakan langkah awal dalam

pengabdian penulis sebagai calon perawat dalam memberikan kontribusi

ilmu pengetahuan tentang kesehatan, khususnya tentang penanggulangan

penyakit hipertensi

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Garam
1. Pengertian

6
Garam dapur atau garam dalam pengertian sehari-hari, terdiri dari

unsur mineral natrium (Na) alias sodium dan klorida (Cl), yang bergabung

menjadi satu molekul bernama natrium klorida (NaCl). Jumlah sodium

dalam garam dapur sekitar 40 persen, dan sisanya adalah ion klorida.

Natrium dalam garam (NaCl) sebenarnya bermanfaat untuk

menjaga regulasi volume dan tekanan darah, menjaga kontraksi otot,

transmisi sel syaraf, serta membantu keseimbangan air, asam dan basa

dalam tubuh. Namun, berdasarkan Panduan Umum Gizi Seimbang 2003,

konsumsi garam tidak boleh lebih dari 6 gram (1 sendok teh) dalam 1 hari,

atau sama dengan 2.300 mg natrium untuk kebutuhan tiap orang. Garam

sangat erat dengan hipertensi. Setengah sendok teh garam saja, bisa

menaikkan tekanan sistolik sebesar 5 poin dan tekanan diastolik naik 3

poin. (Susanto, 2010)

Asupan garam yang tinggi ini berkaitan erat dengan terjadinya

tekanan darah tinggi. Riset menunjukkan kenaikan 1/2 sendok teh garam

akan menaikkan tekanan sistolik 5 poin dan tekanan diastolik 3 poin.

Sebaliknya mengurangi garam menjadi kurang dari 1 sendok teh akan

menurunkan tekanan sistolik 7 poin dan diastolik 4 poin.

Selain memicu hipertensi konsumsi garam yang tinggi juga bisa

mengganggu kerja ginjal. Sebenarnya tubuh punya mekanisme untuk

mengeluarkan kelebihan garam, tapi karena tingginya garam yang diasup

ginjal jadi kesulitan untuk mengeluarkan. Akibatnya jumlah natrium di

7
dalam tubuh sangat banyak. Padahal, natrium memiliki sifat mengikat

cairan (retensi cairan) (Susanto, 2010).

Ketika jumlah natrium dalam tubuh tinggi, maka jumlah cairannya

ikut meningkat sehingga volume darah bertambah dan tekanannya

semakin besar. Jika ditambah dengan konsumsi lemak berlebih yang

mengakibatkan pembuluh darahnya mengecil. Akibatnya bisa fatal karena

pembuluh darahnya bisa pecah (Kompas, 2011).

Perhimpunan Hipertensi Indonesia (Ina SH) mencatat, konsumsi

garam rata-rata orang Indonesia tiga kali lebih besar dari anjuran badan

kesehatan dunia (WHO) yang maksimal 5 gram atau satu sendok teh

seharian. Konsumsi garam rata-rata masyarakat Indonesia sebesar 15 gram

per hari.

2. Bahaya garam bagi kesehatan.

Garam, khususnya ion natrium, yang masuk ke tubuh akan

langsung diserap ke dalam pembuluh darah, sehingga konsentrasi ion

natrium dalam darah akan meningkat. Ion natrium itu mempunyai sifat

retensi air (menahan air), sehingga menyebabkan volume darah menjadi

naik dan hal itu secara otomatis menyebabkan tekanan darah menjadi naik.

Mengonsumsi terlalu banyak garam dapat menyebabkan masalah

kesehatan yang serius. Ada tujuh langkah yang perlu ketahui agar bisa

mengurangi jumlah garam dalam makanan.

8
a. Baca terlebih dahulu kandungan nutrisi pada kemasan makanan. Ini

merupakan cara termudah untuk mengurangi konsumsi garam. Jika

kadar garam atau sodium dalam makanan tinggi, Anda harus

menghindari membelinya.
b. Perhatikan label dalam kemasan makanan. Jika makanan tersebut

bebas dari natrium, tidak mengandung garam atau kadar sodium yang

terbatas maka makanan tersebut lebih baik daripada makanan lain

dengan kadar garam yang lebih tinggi.


c. Disiplin dengan jumalah natriun yang Anda kosnsumsi. American

Heart Association hingga National Academy of Science di Amerika

Serikat menganjurkan konsumsi garam dibatasi tidak lebih dari 2.400

mg dalam sehari.
d. Selalu perhatikan makanan Anda. Daging tanpa kulit, susu skim, buah

dan sayuran segar. Daging tanpa kulit, susu skim, buah dan sayuran

segar mengandung sedikit garam. Sementara sayuran, buah, sup dan

daging dalam kemasan memiliki salinitas yang jauh lebih tinggi.


e. Sajikan makanan tanpa menggunakan garam. Saat Anda memasak,

sebaiknya gunakan berbagai macam bumbu dapur untuk memperkaya

rasa masakan bukan dengan menambahkan banyak garam.


f. Hindari menaruh garam diatas meja makan. (Medicastore, 2010)
B. Hipertensi
1. Pengertian

Menurut WHO (2006) hipertensi adalah tekanan darah yang berada

di atas 160/95 mmHg dinyatakan sebagai hipertensi (Halim, 2003)

Hipertensi adalah masalah kesehatan masyarakat. Hipertensi yang

tidak terkontrol dapat memicu timbulnya penyakit degeneratif, seperti

gagal jantung congestive, gagal ginjal, dan penyakit vaskuler. Hipertensi

9
disebut silent killer karena sifatnya asimptomatik dan setelah beberapa

tahun menimbulkan stroke yang fatal atau penyakit jantung. Meskipun

tidak dapat diobati, pencegahan dan penatalaksanaan dapat menurunkan

kejadian hipertensi dan penyakit yang menyertainya. (Susalit, 2002)

Tabel 2. Batasan Normal Tekanan Darah dari Usia.


Usia Batas normal
20 - 60 tahun 90 - 100 mm Hg
Di atas 65 tahun 100 - 110 mm Hg
Sumber : Sumosardjuno, 2008

2. Etiologi

Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi 2 golongan,

yaitu: hipertensi esensial atau hipertensi primer dan hipertensi sekunder

atau hipertensi renal (Waluyo, 2004).

a. Hipertensi esensial

Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui

penyebabnya, disebut juga hipertensi idiopatik. Terdapat sekitar 95%

kasus. Banyak faktor yang mempengaruhinya seperti genetik,

lingkungan, hiperaktifitas sistem saraf simpatis, sistem renin

angiotensin, defek dalam ekskresi Na, peningkatan Na dan Ca

intraseluler dan faktor-faktor yang meningkatkan resiko seperti

obesitas, alkohol, merokok, serta polisitemia. Hipertensi primer

biasanya timbul pada usia 30 50 tahun.

b. Hipertensi sekunder

Hipertensi sekunder atau hipertensi renal terdapat sekitar 5 %

kasus. Penyebab spesifik diketahui, seperti penggunaan estrogen,

10
penyakit ginjal, hipertensi vaskular renal, hiperaldosteronisme primer,

dan sindrom cushing, feokromositoma, koarktasio aorta, hipertensi

yang berhubungan dengan kehamilan, dan lain lain.

3. Gejala Klinis

Peninggian tekanan darah kadang-kadang merupakan satu-satunya

gejala pada hipertensi esensial dan tergantung dari tinggi rendahnya

tekanan darah, gejala yang timbul dapat berbeda-beda. Kadang-kadang

hipertensi esensial berjalan tanpa gejala, dan baru timbul gejala setelah

terjadi komplikasi pada organ target seperti pada ginjal, mata, otak dan

jantung (Underwood, 2000).

Perjalanan penyakit hipertensi sangat berlahan. Penderita

hipertensi mungkin tidak menunjukkan gejala selama bertahun tahun.

Masa laten ini menyelubungi perkembangan penyakit sampai terjadi

kerusakan organ yang bermakna. Bila terdapat gejala biasanya hanya

bersifat spesifik, misalnya sakit kepala atau pusing. Gejala lain yang sering

ditemukan adalah epistaksis, mudah marah, telinga berdengung, rasa berat

di tungkuk, sukar tidur, dan mata berkunang-kunang. Apabila hipertensi

tidak diketahui dan dirawat dapat mengakibatkan kematian karena payah

jantung, infark miokardium, stroke atau gagal ginjal. Namun deteksi dini

dan parawatan hipertensi dapat menurunkan jumlah morbiditas dan

mortalitas.

4. Patogenesis

11
Tekanan darah terutama dikontrol oleh sistem saraf simpatik

(kontrol jangka pendek) dan ginjal (kontrol jangka panjang). Mekanisme

yang berhubungan dengan penyebab hipertensi melibatkan perubahan

perubahan pada curah jantung dan resistensi vaskular perifer. Pada tahap

awal hipertensi primer curah jantung meninggi sedangkan tahanan perifer

normal. Keadaan ini disebabkan peningkatan aktivitas simpatik. Saraf

simpatik mengeluarkan norepinefrin, sebuah vasokonstriktor yang

mempengaruhi pembuluh arteri dan arteriol sehingga resistensi perifer

meningkat. Pada tahap selanjutnya curah jantung kembali ke normal

sedangkan tahanan perifer meningkat yang disebabkan oleh refleks

autoregulasi. Yang dimaksud dengan refleks autoregulasi adalah

mekanisme tubuh untuk mempertahankan keadaan hemodinamik yang

normal. Oleh karena curah jantung yang meningkat terjadi konstriksi

sfingter pre-kapiler yang mengakibatkan penurunan curah jantung dan

peninggian tahanan perifer. Pada stadium awal sebagian besar pasien

hipertensi menunjukkan curah jantung yang meningkat dan kemudian

diikuti dengan kenaikan tahanan perifer yang mengakibatkan kenaikan

tekanan darah yang menetap.

Mekanisme patofisiologi yang berhubungan dengan peningkatan

hipertensi esensial antara lain (Waluyo, 2004):

a. Curah jantung dan tahanan perifer

Keseimbangan curah jantung dan tahanan perifer sangat

berpengaruh terhadap kenormalan tekanan darah. Pada sebagian besar

12
kasus hipertensi esensial curah jantung biasanya normal tetapi tahanan

perifernya meningkat. Tekanan darah ditentukan oleh konsentrasi sel

otot halus yang terdapat pada arteriol kecil. Peningkatan konsentrasi

sel otot halus akan berpengaruh pada peningkatan konsentrasi kalsium

intraseluler. Peningkatan konsentrasi otot halus ini semakin lama akan

mengakibatkan penebalan pembuluh darah arteriol yang mungkin

dimediasi oleh angiotensin yang menjadi awal meningkatnya tahanan

perifer yang irreversible.

b. Sistem Renin-Angiotensin

Ginjal mengontrol tekanan darah melalui pengaturan volume

cairan ekstraseluler dan sekresi renin. Sistem Renin-Angiotensin

merupakan sistem endokrin yang penting dalam pengontrolan tekanan

darah. Renin disekresi oleh juxtaglomerulus aparantus ginjal sebagai

respon glomerulus underperfusion atau penurunan asupan garam,

ataupun respon dari sistem saraf simpatetik.

Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya

angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I-converting enzyme

(ACE). ACE memegang peranan fisiologis penting dalam mengatur

tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi

hati, yang oleh hormon renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah

menjadi angiotensin I (dekapeptida yang tidak aktif). Oleh ACE yang

terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II

(oktapeptida yang sangat aktif). Angiotensin II berpotensi besar

13
meningkatkan tekanan darah karena bersifat sebagai vasoconstrictor

melalui dua jalur, yaitu:

1) Meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus.

ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja

pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan

meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar

tubuh (antidiuresis) sehingga urin menjadi pekat dan tinggi

osmolalitasnya. Untuk mengencerkan, volume cairan ekstraseluler

akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian

instraseluler. Akibatnya volume darah meningkat sehingga

meningkatkan tekanan darah.

2) Menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron

merupakan hormon steroid yang berperan penting pada ginjal.

Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan

mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya

dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan

kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler

yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan

darah.

c. Sisten Saraf Otonom

Sirkulasi sistem saraf simpatetik dapat menyebabkan

vasokonstriksi dan dilatasi arteriol. Sistem saraf otonom ini

14
mempunyai peran yang penting dalam pempertahankan tekanan darah.

Hipertensi dapat terjadi karena interaksi antara sistem saraf otonom

dan sistem renin-angiotensin bersama sama dengan faktor lain

termasuk natrium, volume sirkulasi, dan beberapa hormon.

d. Disfungsi Endotelium

Pembuluh darah sel endotel mempunyai peran yang penting

dalam pengontrolan pembuluh darah jantung dengan memproduksi

sejumlah vasoaktif lokal yaitu molekul oksida nitrit dan peptida

endotelium. Disfungsi endotelium banyak terjadi pada kasus hipertensi

primer. Secara klinis pengobatan dengan antihipertensi menunjukkan

perbaikan gangguan produksi dari oksida nitrit.

e. Substansi vasoaktif

Banyak sistem vasoaktif yang mempengaruhi transpor natrium

dalam mempertahankan tekanan darah dalam keadaan normal.

Bradikinin merupakan vasodilator yang potensial, begitu juga

endothelin. Endothelin dapat meningkatkan sensitifitas garam pada

tekanan darah serta mengaktifkan sistem renin-angiotensin lokal.

Arterial natriuretic peptide merupakan hormon yang diproduksi di

atrium jantung dalam merespon peningkatan volum darah. Hal ini

dapat meningkatkan ekskresi garam dan air dari ginjal yang akhirnya

dapat meningkatkan retensi cairan dan hipertensi.

f. Hiperkoagulasi

15
Pasien dengan hipertensi memperlihatkan ketidaknormalan dari

dinding pembuluh darah (disfungsi endotelium atau kerusakan sel

endotelium), ketidaknormalan faktor homeostasis, platelet, dan

fibrinolisis. Diduga hipertensi dapat menyebabkan protombotik dan

hiperkoagulasi yang semakin lama akan semakin parah dan merusak

organ target. Beberapa keadaan dapat dicegah dengan pemberian obat

anti-hipertensi.

g. Disfungsi diastolik

Hipertropi ventrikel kiri menyebabkan ventrikel tidak dapat

beristirahat ketika terjadi tekanan diastolik. Hal ini untuk memenuhi

peningkatan kebutuhan input ventrikel, terutama pada saat olahraga

terjadi peningkatan tekanan atrium kiri melebihi normal, dan

penurunan tekanan ventrikel.

5. Faktor Risiko Hipertensi

Sampai saat ini penyebab hipertensi secara pasti belum dapat

diketahui dengan jelas. Secara umum, faktor risiko terjadinya hipertensi

yang teridentifikasi antara lain (Tambayong, 2002):

a. Keturunan

Dari hasil penelitian diungkapkan bahwa jika seseorang

mempunyai orang tua atau salah satunya menderita hipertensi maka

orang tersebut mempunyai risiko lebih besar untuk terkena hipertensi

daripada orang yang kedua orang tuanya normal (tidak menderita

hipertensi). Adanya riwayat keluarga terhadap hipertensi dan penyakit

16
jantung secara signifikan akan meningkatkan risiko terjadinya

hipertensi pada perempuan dibawah 65 tahun dan laki laki dibawah

55 tahun.

b. Usia

Beberapa penelitian yang dilakukan, ternyata terbukti bahwa

semakin tinggi usia seseorang maka semakin tinggi tekanan darahnya..

Hal ini disebabkan elastisitas dinding pembuluh darah semakin

menurun dengan bertambahnya usia. Sebagian besar hipertensi terjadi

pada usia lebih dari 65 tahun. Sebelum usia 55 tahun tekanan darah

pada laki laki lebih tinggi daripada perempuan. Setelah usia 65

tekanan darah pada perempuan lebih tinggi daripada laki-laki.1 Dengan

demikian, risiko hipertensi bertambah dengan semakin bertambahnya

usia (Susalit, 2001).

c. Jenis kelamin

Jenis kelamin mempunyai pengaruh penting dalam regulasi

tekanan darah. Sejumlah fakta menyatakan hormon sex mempengaruhi

sistem renin angiotensin. Secara umum tekanan darah pada laki laki

lebih tinggi daripada perempuan. Pada perempuan risiko hipertensi

akan meningkat setelah masa menopause yang mununjukkan adanya

pengaruh hormon.

d. Merokok

Merokok dapat meningkatkan beban kerja jantung dan

menaikkan tekanan darah. Menurut penelitian, diungkapkan bahwa

merokok dapat meningkatkan tekanan darah. Nikotin yang terdapat

17
dalam rokok sangat membahayakan kesehatan, karena nikotin dapat

meningkatkan penggumpalan darah dalam pembuluh darah dan dapat

menyebabkan pengapuran pada dinding pembuluh darah. Nikotin

bersifat toksik terhadap jaringan saraf yang menyebabkan peningkatan

tekanan darah baik sistolik maupun diastolik, denyut jantung

bertambah, kontraksi otot jantung seperti dipaksa, pemakaian O2

bertambah, aliran darah pada koroner meningkat dan vasokontriksi

pada pembuluh darah perifer (Smeltzer & Bare, 2001).

e. Obesitas

Kelebihan lemak tubuh, khususnya lemak abdominal erat

kaitannya dengan hipertensi. Tingginya peningkatan tekanan darah

tergantung pada besarnya penambahan berat badan. Peningkatan risiko

semakin bertambah parahnya hipertensi terjadi pada penambahan berat

badan tingkat sedang. Tetapi tidak semua obesitas dapat terkena

hipertensi. Tergantung pada masing masing individu. Peningkatan

tekanan darah di atas nilai optimal yaitu > 120 / 80 mmHg akan

meningkatkan risiko terjadinya penyakit kardiovaskuler.

Penurunan berat badan efektif untuk menurunkan hipertensi,

Penurunan berat badan sekitar 5 kg dapat menurunkan tekanan darah

secara signifikan (Martono, 2004).

f. Stress

Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalaui saraf

simpatis yang dapat meningkatkan tekanan darah secara intermiten.

18
Apabila stres berlangsung lama dapat mengakibatkan peninggian

tekanan darah yang menetap. Pada binatang percobaan dibuktikan

bahwa pajanan terhadap stres menyebabkan binatang tersebut menjadi

hipertensi.

g. Aktifitas Fisik

Orang dengan tekanan darah yang tinggi dan kurang aktifitas,

besar kemungkinan aktifitas fisik efektif menurunkan tekanan darah.

Aktifitas fisik membantu dengan mengontrol berat badan. Aerobik

yang cukup seperti 30 45 menit berjalan cepat setiap hari membantu

menurunkan tekanan darah secara langsung. Olahraga secara teratur

dapat menurunkan tekanan darah pada semua kelompok, baik

hipertensi maupun normotensi.

h. Asupan

1) Asupan Natrium

Natrium adalah kation utama dalam cairan extraseluler

konsentrasi serum normal adalah 136 sampai 145 mEg / L, Natrium

berfungsi menjaga keseimbangan cairan dalam kompartemen

tersebut dan keseimbangan asam basa tubuh serta berperan dalam

transfusi saraf dan kontraksi otot.

2) Asupan Kalium

19
Kalium merupakan ion utama dalam cairan intraseluler, cara

kerja kalium adalah kebalikan dari Na. konsumsi kalium yang

banyak akan meningkatkan konsentrasinya di dalam cairan

intraseluler, sehingga cenderung menarik cairan dari bagian

ekstraseluler dan menurunkan tekanan darah.

3) Asupan Magnesium

Magnesium merupakan inhibitor yang kuat terhadap

kontraksi vaskuler otot halus dan diduga berperan sebagai

vasodilator dalam regulasi tekanan darah. The joint national

Committee on Prevention, detection, Evaluation and Treatment of

High Blood Presure (JNC) melaporkan bahwa terdapat hubungan

timbal balik antara magnesium dan tekanan darah.

4) Kalsium

Sejumlah penelitian menyebutkan bahwa tidak ada hubungan

yang signifikan antara diet kalsium dengan prevalensi hipertensi.

Hubungan diet kalsiun dengan hipertensi tampak pada perempuan

ras Afrika Amerika. Peningkatan konsumsi per hari (untuk total

asupan kalsium 1500 mg per hari) tidak memberikan pengaruh

terhadap tekanan darah pada laki-laki. Dengan demikian, peran

suplementasi kalsium untuk mencegah hipertensi tidak terbukti.

Namun, JNC VI merekomendasikan peningkatan asupan kalium,

magnesium dan kalsium untuk pencegahan dan pengelolaan

20
hipertensi. Asupan kalsium yang direkomendasikan sebesar 1000

sampai 2000mg par hari.

6. Penanggulangan hipertensi

a. Penatalaksanaan farmakologis

b. Penatalaksanaan non farmakologis ( diet)

Penatalaksanaan non farmakologis (diet) sering sebagai pelengkap

penatalaksanaan farmakologis, selain pemberian obat-obatan

antihipertensi perlu terapi dietetik dan merubah gaya hidup.

Tujuan dari penatalaksanaan diet

1) Membantu menurunkan tekanan darah secara bertahap dan

mempertahankan tekanan darah menuju normal.

2) Mampu menurunkan tekanan darah secara multifaktoral

3) Menurunkan faktor resiko lain seperti BB berlebih, tingginya kadar

asam lemak, kolesterol dalam darah.

4) Mendukung pengobatan penyakit penyerta seperti penyakit ginjal,

dan DM.

Prinsip diet penatalaksanaan hipertensi :

1) Makanan beraneka ragam dan gizi seimbang

2) Jenis dan komposisi makanan disesuaikan dengan kondisi

penderita

3) Jumlah garam dibatasi sesuai dengan kesehatan penderita dan jenis

makanan dalam daftar diet

21
Konsumsi garam dapur tidak lebih dari - sendok teh/hr atau

dapat menggunakan garam lain diluar natrium.

7. Pencegahan hipertensi

Resiko seseorang untuk mendapatkan hipertensi dapat dikurangi

dengan cara:

a. Memeriksa tekanan darah secara teratur

b. Menjaga berat badan dalam rentang normal

c. Mengatur pola makan, antara lain dengan mengkonsumsi makanan

berserat, rendah lemak dan mengurangi garam.

d. Hentikan kebiasaan merokok dan minuman beralkohol

e. Berolahraga secara teratur

f. Hidup secara teratur

g. Mengurangi stress dan emosi

h. Jangan terburu-buru

i. Mengurangi makanan berlemak

C. Lansia

Usia lanjut merupakan suatu proses alarm yang tidak dapat

dihindarkan. Umur manusia sebagi makhluk hidup terbatas oleh suatu

peraturan alam, maksimal sekitar 6 (enam) x masa bayi sampai dewasa, atau 6

x 20 tahun = 120 tahun. Didalam struktur anatomik proses menjadi tua terlihat

sebagai kemunduran didalam sel semu. Semua orang akan mengalami proses

22
menjadi tua dan masa tua merupakan masa hidup manusia yang terakhir. Pada

masa ini seeorang mengalami kemunduran fisik, mental, dan sosial sedikit

demi sedikit sampai tidak dapat melakukan tugasnya sehari-hari, sehingga

bagi kebanyakan orang masa tua merupakan masa yang kurang

menyenangkan. (Nugroho, 2008).

Proses mi berlangsung secara ilmiah, terus menerus dan

berkesinambungan, yang selanjutnya akan menyebabkan perubahan anatomis,

fisiologis dan biokemis pada janngan tubuh dan akhirnya akan mempengaruhi

fungsi dan kemampuan badan secara keseluruhan, (DEPKES RJ 1999).

Gerontologi berpendapat bahwa lansia bukan merupakan suatu penyakit tapi

merupakan suatu masa atau tahap - tahap hidup manusia : Masa Bayi, Anak-

anak, dewasa, tua, usia lanjut, (Nugroho, 2008)

1. Pengertian Lanjut Usia

Menua atau menjadi tua adalah suatu proses keadaan yang terjadi

di dalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang

hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak

permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan suatu proses alamiah yang

berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya, yaitu anak,

dewasa, dan tua. Tiga tahap ini berbeda baik secara psikologis maupun

biologis. Memasuki usia tua berarti mengalami kemunduran, misalnya

kemunduran fisik yang ditandai dengan kulit mengendur, rambut memutih,

gigi mulai ompong, pendengaran kurang jelas, penglihatan semakin

23
memburuk. Gerakan lamban dan figur tubuh yang tidak profesional.

(Nugroho, 2008)

Usia lanjut bukan merupakan suatu penyakit dalam proses menua

tersebut bukanlah merupakan suatu penyakit yang harus ditolak dan

dihindari, sebab proses menuanya menusia merupakan proses yang alami

dan kemunduran hukum alam yang pasti terjadi. Sebagaimana yang

terdapat dalam buku tata laksana perawatan kesehatan masyarakat

dijelaskan bahwa beberapa teori tentang lanjut usia yaitu :

a. Teori psikoldinamis, menyatakan bahwa proses ketuaan merupakan

masa penurunan bertahap dan masa puncak kedewasaan seseorang

sampai kematian.
b. Teori pemisahan diri, menyatakan situasi menjadi usia lanjut secara

normal adalah merupakan suatu pemisahan (pengunduran) diri dan

orang lain dalam sistem sosial.


c. Teori Kegiatan, mengemukakan moril tinggi pada para usia ianjut

dapat dipertahankan apabila mereka ikut aktif dalam kegiatan sehari-

hari
d. Konsep pengembangan, menyatakan bahwa proses menjadi tua adalah

merupakan tahap pengembangan yang normal dan memiliki ciri-ciri

tersendiri sebagaimana tahap perkembangan sebelumnya.


2. Batas-Batas Lanjut Usia

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia.

Usia lanjut meliputi :

a. Usia pertengah (Middle Age) ialah kelompok usia antara 45 s/d 59

tahun.
b. Lanjut usia (elderly) ialah antara 60 s/d 74 tahun

24
c. Lanjut usia tua (Old) ialah antara 75 s/d 90 tahun
d. Usia sangat tua (Very Old) ialah diatas 90 tahun
3. Perubahan - perubahan yang terjadi pada Lanjut Usia.
a. Perubahan Fisik

Perobahan Fisik seperti rambut memutih, kulit

berkerut,penglihatan dan pendengaran berkurang,tulang mudah patah,

persendian menjadi kaku dan kurang jelas, kemampuan berpikir

menurun, kekuatan jantung dan paru berkurang, sering buang air besar,

cepat lelah dan sebagamya atau secara umumnya seluruh sistem organ

tubuh fungsinya menurun.

b. Perubahan Mental

Akibat Manifestasi kemunduran kerja otak dan susunan

persyarafan orang tua sering mengeluh pelupa, tetapi mereka senang

menceritakan apa-apa pengalamannya berulang. Hal ini sering

dijumpai adalah disorientasi Perobahan waktu, tempat, dan seseorang.

Bila perobahan fungsi mental belum mengalami kelainan patologik

maka belum dikatkan dimensia. Untuk itu besar sekali peran keluarga

dan pengasuh atau perawat menerima usia lanjut.

c. Perubahan Sosial.

Perobahan sosial terutama bagi mereka memasuki usia pensiun

yang dianggap sudah terputus dengan dunia pekerjaannya sehingga

setatus sosial mereka berkurang, tingkat penghasilan rendah, dikaitkan

dengan peranan dalam pekerjaan. Bagi mereka yang kurang siap

menerima kenyataan ini mengalami kegoncangan yang berakibat

25
kurang senang berhubungan dengan tetangga, teman sebaya dan

senang menyendin serta hubungan sosial terputus.

Menurut Buku Pedoman Pembinaan Usia Lanjut bagi petugas

puskesmas dinyatakan permasalahan yang khusus yang terjadi pada

Lanjut usia

1) Proses ketuaan yang terjadi secara alami dengan Konsekwensi

timbulnya masalah mental fisik dan sosial.


2) Perobahan Sisialisasi karena Produktifitas yang mulai menurun,

berkurangnya kesibukan sosial dan integrasi dengan lingkungan.


3) Produktifitas yang menurun dengan keterampilan menurun,

namun kebutuhan hidup terus meningkat.


4) Kebutuhan pelayanan kesehatan terutama untuk kelainan

degeneratif yang memerlukan biaya tinggi.


5) Perubahan sosial masyarakat yang mengarah kepada tatanan

masyarakat Individualistic

Para lanjut usia kurang mendapatkan perhatian sehingga tersisih

dari kehidupan masyarakat dan menjadi terlantar.

Berbagai upaya pembinaan kesehatan lansia telah dicanangkan

oleh pemerintah untuk kesejahteraan bagi lansia terutama lansia yang

terlantar seperti dengan menyelenggarakan Panti Jompo, sarana

pengobatan gerontik, posyandu lansia yang dilaksanakan setiap bulan

dan sebagainya.yang semuanya itu adalah untuk kesejahteraan bagi

lansia menghadapi usia lanjut yang bahagia.

D. Kerangka Konsep

26
Kerangka konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah model

pendekatan sistem variabel independen dan variabel dependen. Yaitu ingin

melihat hubungan variabel independen (konsumsi garam) dengan variabel

dependen (kejadian hipertensi). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat kerangka

konsep dibawah ini:

Variable Independen Variable Dependen


Konsumsi Kejadian
Garam Hipertensi

E. Defenisi Operasional

Cara Skala
Variabel Pengertian Alat Ukur Hasil Ukur
ukur ukur
Konsumsi Kebiasaan lansia Indra perasa Tes rasa Ordinal Normal
garam
dalam = rasa masakan
mengkonsumsi tidak asin
garam pada Tidak normal
makanan sehari- = rasa masakan
hari asin
Kejadian tekanan darah yang Tensimeter Observasi Nominal Hipertensi
hipertensi
berada di atas 100 - Tekanan darah >
110 mm Hg 100 - 110 mm Hg
dinyatakan sebagai mmHg
hipertensi
Tidak hipertensi
Tekanan darah <

27
100 - 110 mm Hg

F. Hipotesis Penelitian

{{Ha diterima, artinya ada hubungan yang bermakna antara variabel

independent dengan dependen.

H0 ditolak, artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara variabel

independent dengan dependen (Gulo, 2003.78)}}

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Metode penelitian yang dipakai adalah survey analitik. Survey ini

adalah suatu survey atau penelitian yang mencoba menggali bagaimana dan

mengapa fenomena kesehatan itu terjadi. Didalam penelitian survey analitk ini

pendekatan yang dipakai adalah cross sectional. Cross sectional adalah suatu

penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko

dengan efek. (Notoadmodjo,2005 : 145).

B. Tempat dan Waktu Penelitian

28
Tempat melakukan penelitian di Kota X dan waktu penelitian

direncanakan pada bulan november s/d Mei 2016.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek dari penelitian (Arikunto,

1993:102) sesuai dengan judul penelitian. Maka yang menjadi populasi

adalah seluruh lansia yang ada di Kota X.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti

(Arikunto,1993:102). Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini

adalah secara random sampling. Sesuai dengan teori dari Notoatmodjo

(2003) bahwa apabila populasi dalam penelitian lebih dari 100 maka

sebaiknya sampel diambil sebanyak 20-30%. Dengan kriteria sampel

sebagai berikut:

a. Lansia yang berusia 65 tahun ke atas yang ada di Kota X.

b. Bersedia menjadi responden.

D. Teknik Pengumpulan Data.

1. Data primer

Data primer adalah data yang diperoleh dengan cara menanyakan

langsung kepada objek yang diteliti (responden). Dalam penelitian ini

pengambilan data dengan cara mendatangi sampel secara door to door,

29
untuk mengetahui bagaimanan konsumsi garam pada responden, penulis

minta izin pada responden untuk mencicipi masakan yang ada di

rumahnya, penulis juga mewawancarai beberapa orang dari responden

sebagai tambahan data dalam penelitian ini. Untuk mendapatkan data

tentang kejadian hipertensi, penulis mengukur tensi ibu.

2. Data sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dengan cara tidak

meminta secara langsung kepada objek yang diteliti. Dalam penelitian ini

data sekunder diperoleh dari Puskesmas kota X.

E. Teknik Pengolahan data.

Teknik pengolahan data dilakukan seecara manual dengan langkah-

langkah sebagai berikut :

1. Editing, (Pemeriksaan data).

Setelah quisioner diisi dan dikembalikan oleh responden pada peneliti,

maka semua pertanyaan diperiksa kembali apakah semua pertanyaan

sudah di jawab.

2. Coding,

Setelah dipastikan kelengkapan data lalu dilakukan pemberian kode untuk

masing-masing data yang termasuk kategori yang sama.

3. Tabulasi,

Setelah semua data terkumpul dengan baik, data tersebut di Fres dan

diklasifikasikan kedalam beberapa kelompok menurut subvariasi

penelitian..

30
F. Teknik Analisa Data.

a. Univariat

1. Konsumsi Garam

Hasil yang penilaian terhadap konsumsi garam pada responden

penulis lakukan dengan cara mencicipi langsung masakan responden,

responden dikelompokkan dalam 2 kategori, yaitu

Normal = apabila rasa masakah tidak asin

Tidak normal = apabila rasa masakan terasa asin

2. Hipertensi

Hasil yang penilaian terhadap kejadian hipertensi, penulis

lakukan dengan cara mengukur tekanan darah responden, responden

dikelompokkan dalam 2 kategori, yaitu

hipertensi = apabila tekanan darah > 100 - 110 mm Hg

tidak hipertensi = apabila Tekanan darah < 100 - 110 mm Hg

b. Analisis Bivariat

Analisis bivariat adalah untuk mencari ada atau tidaknya hubungan

variable independen dengan variable dependent. Pada analisis ini

digunakan uji ehi Square (x) dengan derajat kepereayaan. 0,05,dk 1 =

3,841. Hubungan dikatakan bermakna apabila x hitung > x tabel,

digunakan rumus :

(0 E)
x =
E

31
Keterangan :

keterangan rumus :

x = chi square yang dicari

= jumlah total

0 = frekuensi observasi

E = frekuensi harapan

(Sumber Arikunto s, 2002)

Untuk mendapatkan hasil kemaknaan perhitungan sebagai berikut :

a. P value < 0,05, maka Ha diterima dan terdapat hubungan konsumsi

garam dengan kejadian hipertensi pada lansia di Kota X.


b. P value > 0,05, maka Ho diterima dan tidak terdapat hubungan

konsumsi garam dengan kejadian hipertensi pada lansia di Kota X.

HUBUNGAN KONSUMSI GARAM DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI


PADA LANSIA DI KORONG PASAR USANG WILAYAH KERJA
PUSKESMAS PASAR USANG KABUPATEN PADANG PARIAMAN

Proposal Karya Tulis Ilmiah

32
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Menyelesaikan
Program Pendidikan sarjana kedokteran

Nama : Rendy cendranata


NIM : 102014017
Judul : hubungan konsumsi garam dengan kejadian hipertensi pada
lansia di Kota X.

Nama Pembimbing : Dr. Elly ingkriwang.

No Hari/tanggal Bagian yang direvisi Paraf pembimbing

33
PERNYATAAN PERSETUJUAN

Proposal Karya Tulis Ilmiah yang berjudul Hubungan konsumsi garam

dengan kejadian hipertensi pada lansia di Kota X, akan diujikan di depan Dewan

Penguji pada tanggal .. november 2016

Pembimbing :

Dr. Elly ingkriwang.

Mengetahui blablabla kota X

PENGESAHAN PENGUJI
i

34

vi
Proposal Karya Tulis Ilmiah yang berjudul : Hubungan konsumsi garam

dengan kejadian hipertensi pada lansia di Kota X, akan diujikan di depan Dewan

Penguji pada tanggal 08 november 2016

Penguji I Dr. Elly ingkriwang.

Penguji II

Penguji III

35
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................

DAFTAR ISI ....................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 1

A. Latar Belakang........................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................. 6
C. Tujuan Penelitian..................................................................................... 6
D. Manfaat Penelitian................................................................................... 7
E. Ruang lingkup penelitian ....................................................................... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................... 9

A. Garam...................................................................................................... 9

B. Hipertensi................................................................................................ 10

C. Lansia ..................................................................................................... 23

D. Kerangka Konsep.................................................................................... 28

E. Defenisi Operasional............................................................................... 28

F. Hipotesis.................................................................................................. 29

BAB III METODE PENELITIAN................................................................... 30

A. Desain Penelitian.................................................................................. 30

B. Tempat dan waktu penelitian................................................................ 30

C. Populasi dan Sampel............................................................................. 30

D. Teknik Pengumpulan Data................................................................... 31

E. Teknik Pengolahan Data....................................................................... 32

F. Teknik Analisa Data ............................................................................. 33

36
DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

DAFTAR PUSTAKA

Asep Pajario, 2002. Penatalaksanaan Hipertensi pada Lansia. Jakarta : EGC

Bustan, 2000 Diet Pencegah Hipertensi

37
Depkes RI, 2005. Profil Kesehatan Indonesia Sehat 2010

Depkes RI, 2011. Profil Indonesia Sehat. Jakarta, PT Rineka Cipta

Depkes Sumbar, 2010. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas

Halim, 2003. Diet Sehat untuk Penderita Hipertesni. Jakarta, PT Rineka Cipta

Martono, 2004. Penuntun Diet edisi baru. Jakarta Gramedia

Notoatmodjo, Metedologi Penelitian. Jakarta, PT Rineka Cipta

Nugroho, 2008. Panduan Kesehatan untuk Lansia. Jakarta Gramedia

Smeltzer & Bare, 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Vol.2.
Jakarta : EGC

Suharsimi Arikunto. Prosedur Penelitian. Jakarta, PT Rineka Cipta

Sadoso Sumosardjuno, 2008, Pengetahuan Praktis Kesehatan Dalam Olahraga 3.


Jakarta. Gramedia

Susalit, 2002. Hipertensi Pada Lansia. Bandung. PT Citra Aditya

Susanto, 2010. Hindari Hipertensi, Konsumsi Garam 1 Sendok per Hari. Jakarta
Gramedia

Sustrani, 2004. Tekanan Darah Tinggi (Hipertensi). Jakarta. Raja Grasindo Pers

Tambayong, 2002. Penyakit di Usia Lanjut. Renata. Jakarta: EGC

Waluyo, 2004. Antisipasi Hipertensi pada Lansia. Balai Penerbit Fakultas


Kedokteran Universitas

Wardoyo, 2006. Kesehatan Lansia dan Masalahnya. Jakarta. Citra Parsindo

38
LEMBAR CHECKLIST

N Rasa masakan
Nama Lansia Tekanan darah
O Asin Normal
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39

39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58

40

Anda mungkin juga menyukai