Anda di halaman 1dari 102

STUDI KOMPARATIF TINGKAT NYERI PERAWATAN LUKA DI

RUMAH DIBANDINGKAN DI RUMAH SAKIT PADA PASIEN ULCUS


DIABETES MELITUS

SKRIPSI

Disusun untuk memenuhi sebagian syarat memperoleh gelar sarjana


keperawatan Pada Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Karya Husada Semarang

OLEH :
Veny Kristine Winanti
NIM : 1707084

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARYA HUSADA
SEMARANG
2018
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Veny Kristine Winanti

NIM : 1707084

Program Studi : Program Studi S1 Keperawatan

Institusi : Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Karya Husada Semarang

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Skripsi Program Studi S1 Keperawatan yang

saya tulis ini adalah benar-benar merupakan hasl karya sendiri dan bukan merupakan

pengambilan alihan tulisan atau pikiran orang lain yang saya aku sebagai hasil tulisan

atau pikiran saya sendiri.

Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Skripsi Program Studi S1

Keperawatan ini hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan

tersebut.

Mengetahui Semarang, Februari 2019


Pembimbing Pembuat Pernyataan

(Ns.Eni Kusyati, S.Kep,M.Si.Med) (Veny Kristine Winanti)

ii
LEMBAR PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan


dihadapan tim penguji Skripsi Program Studi S1 Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Karya Husada Semarang

Pembimbing I Pembimbing II

(Ns. Sri Puji Lestari, M.Kep,Sp.Kep.J) (Ns.Eni Kusyati, S.Kep,M.Si.Med)

iii
LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan dihadapan


tim penguji Proposal Skripsi Program Studi S1 Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Karya Husada Semarang

Pada tanggal

Februari 2019

Tim Penguji

1. Ns. M. Jamaluddin, M.Kep : …………………………………

2. Ns. Sri Puji Lestari, M.Kep,Sp.Kep.J : …………………………………

3. Ns.Eni Kusyanti, S.Kep,M.Si.Med : …………………………………

iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Yesus Kristus yang telah melimpahkan

kasih dan saying-Nya kepada kita, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi

Program Studi S1 Keperawatan yang berjudul “Studi Komparatif Tingkat Nyeri

Perawatan Luka Dirumah Dibandingkan Di Rumah Sakit Pada Pasien Ulcus

Diabetes Militus”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan dalam

menyelesaikan jenjang pendidikan Program Studi Sarjana Keperawatan Sekolah

Tinggi Ilmu Kesehatan Karya Husada Semarang pada tahun 2018.

Selama penyusunan Skripsi Program Studi S1 Keperawatan ini penulis

banyak mendapatkan bimbingan, motivasi, dan semangat dari berbagai pihak, untuk

itu perkenankan penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ns. Fery Agusman, M.M,M.Kep, Sp.Kom selaku ketua Sekolah Tinggi Ilmu

Kesehatan Karya Husada Semarang.

2. Ns.Eni Kusyanti, S.Kep,M.Si.Med selaku dosen pembimbing penyusunan

Proposal Karya Tulis Ilmiah Program Studi S1 Keperawatan serta memberikan

semangat yang luar biasa.

3. Ns. M. Jamaluddin, M.Kep dan Ns. Sri Puji Lestari, M.Kep,Sp.Kep.J selaku tim

penguji yang telah memberikan arahan dan tambahan sebagai pedoman dalam

penyusunan Proposal Karya Tulis Ilmiah Program Studi S1 Keperawatan.

4. Bapak dan Ibu Dosen serta staf Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Karya Husada

Semarang yang telah memberikan motivasi dan semangat.

v
5. Kedua orang tua yang senantiasa selalu mendoakan memberi nasihat dan

motivasi, serta memberi dukungan baik dalam segi moral dan materil sehingga

penulis dapat menlanjutkan pendidikan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Karya

Husada Semarang hingga saat ini.

6. Teman-teman angkatan yang selalu memberikan warna kehidupan, selalu

mendukung dan memberikan semangat yang tiada henti-hentinya.

Penulis menyadari bahwa Skripsi Program Studi S1 Keperawatan ini banyak

kekurangan dan keterbatasan pengetahuan dan kemampuan. Oleh sebab itu penulis

mengharapakan kritik dan saran yang dapat membangun dari berbagai pihak untuk

memperbaikai Tugas Ahkir ini.

Semarang, Februari 2019

Penulis

vi
STUDI KOMPARATIF TINGKAT NYERI PERAWATAN
LUKA DI RUMAH DIBANDINGKAN DI RUMAH SAKIT
PADA PASIEN ULCUS DIABETES MELITUS

Veny Kristine.*, Ns.Eni Kusyati, S.Kep,M.Si.Med **, Ns. Sri Puji Lestari, M.Kep,Sp.Kep.J **
*Departemen Keperawatan, STIKES Karya Husada Semarang
**Departemen Keperawatan, STIKES Karya Husada Semarang

Abstrak
Latar Belakang. Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari
kerusakan jaringan yang aktual atau potensial. Perawatan luka adalah melakukan tindakan perawatan terhadap
luka mengganti balutan untuk membantu dalam proses penyembuhan luka. Tujuan. Penelitian ini adalah
mengetahui ada atau tidaknya pengaruh tingkat nyeri sebelum dan sesudah perawatan luka di rumah dan di rumah
sakit. Metode. Dimana peneliti memberikan perlakuan perawatan luka ulkus DM dengan rancangan two group
pretest-posttes. Hasil Penelitian. Dalam penilaian ini berdsarkan analisa bivariat dengan menggunkan uji korelasi
Mann Whitney P value 0,85 < 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima maka dapat disimpulkan tidak ada pengaruh
skala nyeri terhadap perawatan luka ulkus DM di rumah dan dirumah sakit.
Kata kunci: Tingkat Nyeri, Perawatan Luka, Ulkus DM

Abstract
Background.Pain is an unpleasant sensory and emotional experience due to actual or potential tissue damage.
Wound care is to take care of replace bandages to assist in the process of wound healing. The Purpose Of The
Research. This study was to determine whwther or not the influence of the level of pain before and after wound
care at home and hospital. Where research provides treatment of DM ulcer Treatment with the design two group
pretest-posttes. Research Meathoads.This assessment based on bivariate analysis using the correlation test Mann
Whitney P value 0,85 < 0,05 then Ho rejected and Ha be accepted it can be concluded that there was no effect on
the scale of pain on the treatment of DM ulcer wounds at home and hospital.
Keywords : level of pain, wound care, DM ulcer

vii
DAFTAR ISI

Halaman Sampul .......................................................................................... i


Halaman Pernyataan Keaslian ..................................................................... ii
Halaman Persetujuan ................................................................................... iii
Halaman pengesahan ................................................................................... iv
Halaman kata pengantar .............................................................................. v

Abstrak ........................................................................................................ vii

Halaman Daftar Isi ....................................................................................... viii


Halaman Daftar Tabel ................................................................................. x
Halaman Daftar Gambar .............................................................................. xi
Halaman Daftar Lampiran ........................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................... 1

A. Latar Belakang .......................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ..................................................................... 8

C. Tujuan Penelitian ..................................................................... 8

D. Manfaat Penelitian ................................................................... 9

E. Originalitas Penelitian .............................................................. 10


BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................... 12

A. Konsep Nyeri ............................................................................ 12

B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nyeri ............................... 12

C. Klasifikasi Nyeri ...................................................................... 18

D. Manifestasi Klinis .................................................................... 22

E. Fisiologi Nyeri ......................................................................... 22

F. Respon Terhadap Nyeri ........................................................... 23

G. Penilaian Respon Intensitas Nyeri ........................................... 28

II. Konsep Perawatan Luka ........................................................... 35

viii
III. Hospitalisasi ............................................................................. 37

IV. Home Care ............................................................................... 42

H. V. Kerangka Konsep Hipotesis .............................................. 46


BAB III METODE PENULISAN............................................................ 48

A. Jenis dan Desain Penelitian ............................................................. 48

B. Waktu & Tempat Penelitian............................................................ 49

C. Definisi Operasional........................................................................ 49

D. Populasi dan Sampel………………………………………………. 50

E. Instrumen Penelitian ....................................................................... 53

F. Teknik Pengumpulan Data ............................................................. 54

G. Cara Pengelolaan ........................................................................... 57

H. Analisis Data.................................................................................. 58

I. Etika Studi Kasus ........................................................................... 60


BAB IV HASIL PENULISAN DAN PEMBAHASAN ......................... 62

A. Hasil Penelitian .............................................................................. 62

B. Pembahasan ................................................................................... 66
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 75

A. Simpulan ...................................................................................... 75

B. Saran .............................................................................................. 76
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………... 77

LAMPIRAN

ix
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Respon Fisiologis Nyeri ................................................................... 24


Tabel 2.2 Respons Perilaku Nyeri pada Klien ………………………………. 25

Tabel 3.1 Rancangan Penelitian ……………………………………………… 48

Tabel 3.2 Definisi Operasional ………………………………………………. 49

x
Tabel 4.1 Distribusi frekuensi skala nyeri sebelum perawatan luka ulkus 62

DM di rumah ……………………………………………………….

Tabel 4.2 Distribusi frekuensi skala nyeri sesudah perawatan luka ulkus 62
DM di rumah ……………………………………………………….

Tabel 4.3 Distribusi frekuensi skala nyeri sebelum perawatan luka ulkus 63
DM di rumah sakit ………………………………………………..

Tabel 4.4 Distribusi frekuensi skala nyeri sesudah perawatan luka ulkus
63
DM di rumah sakit ………………………………………………..

Tabel 4.5 Perbedaan skala nyeri sebelum dan sesudah dilakukan


64
perawatan luka ulkus DM di rumah ……………………………..

Tabel 4.6 Perbedaan skala nyeri sebelum dan sesudah dilakuakan perawatan
65
luka ulkus DM di rumah sakit …………………………………..

Tabel 4.7 Pengaruh modern dressing skala nyeri sebelum dilakuakan


65
perawatan luka ulkus DM di rumah dan di rumah sakit ………….

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Pengukuran Skala Nyeri 29

…...........................................................
Gambar 2.2 Skala analog visual ….................................................................. 31

Gambar 2.3 Kerangka Teori …....................................................................... 46


Gambar 2.5 Kerangka Konsep ….................................................................... 47

xi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Formulir Observasi Tingkat Nyeri Pasien

Lampiran 2 : Lembar Observasi Tingkat Nyeri Perawatan Luka Pada Pasien Ulcus

DM

Lampiran 3 : Lembar Cheklist Tingkat Nyeri

xii
Lampiran 4 : Informed Concent (Persetujuan menjadi partisipan)

Lampiran 5 : Standar Operasional Prosedur (Sop) Perawatan Luka Diabetes

Melitus

xiii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hospitalisasi merupakan keadaan dimana orang sakit berada pada

lingkungan rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan dalam perawatan

atau pengobatan sehingga dapat mengatasi atau meringankan penyakitnya.

Hospitalisasi menjadi sangat penting saat seseorang mengalami perubahan

kondisi kesehatan, terlebih pada pasien dengan kasus penyakit kronis.

Bagi sebagian orang, terkadang menjalani perawatan inap di rumah sakit

atau pelayanan kesehatan lain dapat memicu timbulnya berbagai efek

psikologis yang negatif, diantaranya stress, cemas, depresi, bahkan harga

diri rendah.

Hospitalisasi dapat menyebabkan seseorang keluar dari rutinitas

sehari-harinya. Perubahan kebiasaan tersebut yang dapat memicu

munculnya stress. Hal tersebut diduga terjadi karena individu merasakan

adanya perubahan peran yang tidak seperti rutinitas hariannya, dan yang

tidak kalah penting adalah faktor keuangan akibat penyakit juga akan

menambah stressor.[1]

Dalam kaitannya dengan masalah hospitalisasi, Diabetes melitus

adalah salah satu penyakit yang kronis dan berhubungan dengan masalah

psikologi, apalagi jika diabetes melitus tersebut diikuti dengan ulkus

1
2

diabetic yang akan mengakibatkan perawatan jangka lama. Pada penelitian

oleh Rosi Indriani terdapat hubungan lama dan derajat ulkus diabetikum

dengan tingkat stres pada klien diabetisi. Semakin lama mengalami ulkus

dan semakin berat derajat ulkus, maka semakin tinggi pula tingkat stres

yang dialami oleh diabetisi.[2] Nemeth et al.melakukan survey pada pasien

dengan luka kaki untuk prevalen nyeri dan menemukan bahwa rata-rata

setengah dari mereka mengalami nyeri dan berkembang berdampak pada

kualitas hidup mereka.[3] Stuart dan Laraia meneliti bahwa penurunan

kesehatan menjadi faktor resiko terjadinya stres.[4] Menurut Tarwoto, stress

pada ulkus diabetikum terkait dengan kenyamanan dan penilaian

masyarakat. Ulkus diabetic menyebabkan nyeri yang berkepanjangan

sehingga menyebabkan stress pada diabetisi dalam melakukan

aktifitasnya.[5]

Diabetes melitus merupakan masalah kesehatan yang terjadi

hampir di seluruh lapisan masyarakat di dunia yang memicu krisis

kesehatan terbesar abad ke-21 (American Diabetes Association).

International Diabetes Federation (IDF) tahun 2015 melaporkan, 415 juta

orang dewasa dengan diabetes, kenaikan 4 kali lipat dari 108 juta di

1980an. Pada tahun 2040 di perkirakan jumlahnya akan menjadi 642 juta

(IDF Atlas 2015). Pada tahun 2015, Indonesia menempati peringkat ke

tujuh di dunia untuk prevalensi penderita diabetes tertinggi di dunia

bersama dengan China, India, Amerika Serikat, Brazil, Rusia dan Meksiko

dengan jumlah estimasi sebesar 10 juta orang (IDF Atlas 2015).[6]


3

Berdasarkan Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian

Kesehatan RI, terakhir tahun 2013 sudah mencapai angka 9,1 juta jiwa.

Dan jumlah ini terus bertambah, diprediksi pada tahun 2030 akan

mencapai 21,3 juta jiwa.[7] Data yang didapat dari Dinkes Jateng prevalensi

Diabetes Mellitus di Jawa Tengah pada tahun 2015 penyakit Hipertensi

masih menempati proporsi terbesar dari seluruh PTM yang dilaporkan,

yaitu sebesar 57,87 persen, sedangkan urutan kedua terbanyak adalah

Diabetes Mellitus sebesar 18,33%.[8] Berdasarkan data profil dinas

kesehatan kota Semarang tahun 2015 Diabetes Melitus merupakan

rangking ke -5 berdasarkan pola 10 besar penyakit di Puskesmas

Semarang dan rangking ke-7 pada pola 10 besar penyakit di Rumah Sakit

Semarang, dan di tahun 2016 Kasus PTM tertinggi pada penyakit

Hipertensi dan Diabetes Mellitus. Kasus Hipertensi sebanyak 46.670

kasus dan Diabetes Mellitus sebanyak 15.250 kasus.[9] Data Rekam Medis

RSU “William Booth” Semarang pada tahun 2017 terdapat 701 pasien

dengan Diabetes Mellitus.[10] Rowland dan Singh menyebutkan bahwa

15% diabetisi akan mengalami setidaknya satu kali ulkus kaki diabetes

selama hidupnya. Ulkus kaki diabetes merupakan penyebab utama (85%)

dari seluruh amputasi pada ekstremitas bawah. Data tersebut diperkuat

dengan data dari WHO (2008) yang menyebutkan bahwa amputasi tungkai

terjadi 10 kali lebih banyak pada diabetisi dibandingkan non-diabetisi. Di

Indonesia sendiri, menurut data dari Perkumpulan Endokrin Indonesaia

(PERKENI) (2009), di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM),


4

hampir 70% dari pasien DM dirawat dengan diagnosis ulkus kaki diabetes.

Hal ini menunjukkan bahwa diabetisi pada umumnya baru mengunjungi

pelayanan kesehatan jika sudah mengalami komplikasi kaki yang sudah

terdapat luka[45]. Dari data tersebut, salah satu komplikasi yang sering

terjadi pada penderita Diabetes Melitus adalah neuropati (kerusakan

syaraf) di kaki yang meningkatkan kejadian ulkus kaki dan infeksi.

Dasar dari perawatan ulkus diabetes meliputi 3 hal yaitu

debridement, offloading dan kontrol infeksi. Ulkus kaki pada pasien

diabetes harus mendapatkan perawatan karena ada beberapa alasan,

misalnya untuk mengurangi resiko infeksi dan amputasi, memperbaiki

fungsi dan kualitas hidup, dan mengurangi biaya pemeliharaan kesehatan.

Tujuan utama perawatan ulkus diabetes sesegera mungkin didapatkan

kesembuhan dan pencegahan kekambuhan setelah proses penyembuhan.

Dari beberapa penelitian, menunjukkan bahwa perkembangan ulkus

diabetes dapat dicegah.[11]

Internasional Kerja Kelompok Diabetic Foot (IWGDF) telah

mengusulkan neuropati dan angiopati sebagai faktor risiko utama untuk

development DFU. Peran faktor risiko ini telah dijelaskan secara

biomekanik dan secara biologis. Di Barat, neuropati ditentukan oleh faktor

demografi, sedangkan pengembangan DFU terutama terkait trauma,

neuropati dan kelainan bentuk. Namun, sebagian besar studi focus hanya

pada neuropati. Tidak seperti di negara-negara Barat di Indonesia, hanya

ada sedikit studi yang berkaitan dengan prevalensi, faktor terkait untuk
5

kehadiran risiko dan DFU. Studi sebelumnya diakhiri  yang

utama Komplikasi DM di Indonesia adalah neuropati (13%-78%),

komplikasi mikrovaskular (16%-53%) dan DFU (7,3%-24%). Namun, di

sana adalah informasi yang tidak memadai terkait dengan faktor-faktor

yang berhubungan dengan kehadiran risiko dan DFU. Sebagai

tambahan, eksternal data dari studi negara Barat tidak bisa digeneralisasi

di Indonesia karena karakteristik mereka, gaya hidup dan perilaku

berbeda.[12]

Pada penelitian Katherine M. Raspovic, et al.tidak ada perbedaan

signifikan yang ditemukan saat membandingkan 2 kelompok yang

memanfaatkan SF-36 dan FAAM dengan pengecualian bahwa pasien CN

tanpa borok kaki memiliki skor rata-rata yang lebih rendah di Bodily Pain

Subscale. Kedua kelompok menunjukkan dampak negatif pada QOL fisik

dan Fungsi ekstremitas bawah ke tingkat yang lebih tinggi daripada QOL

mental.[13]

Menurut penelitian Augustin dan Maier, nyeri dan stress saling

berhubungan karena nyeri dapat meningkatkan stress dan stress dapat

meningkatkan nyeri. Menurut Ebbeskog dan Ekman takut nyeri dapat

menyebabkan kecemasan bagi pasien. Adanya peningkatan pengenalan

efek nyeri bagi pasien dengan luka kronis, khususnya luka pada kaki.[14]

Dalam kasus Diabetes Melitus, hasil penelitian Firdaus

mengatakan bahwa semakin lama pasien menderita DM menjadikan

diabetisi penuh stress dan depresi.[15] Seperti yang dikutip Rosi dari
6

penelitian Aris mengenai gambaran psikologi stress dan depresi pada

penderita Diabetes Melitus juga menjelaskan semakin lama diabetisi

mengalami ulkus diabetic maka semakin tinggi pula tingkat stress yang

dialaminya. Nurhakim meneliti bahwa pasien di rawat inap mengalami

kecemasan baik ringan, sedang dan berat dan paling banyak mengalami

cemas sedang.[16] Dan diketahui juga bahwa kecemasan dapat memicu

nyeri. Guntur juga meneliti tentang tingkat intensitas nyeri pada perawatan

pasien ulkus diabetes bahwa ada perbedaan intensitas nyeri pasien yang

dilakukan sebelum dan sesudah teknik relaksasi nafas dalam di rumah

sakit.[17]

Pada konsep pain free hospital di katakan meskipun selama

beberapa dekade terakhir telah banyak kemajuan menyangkut penelitian

dan penanganan nyeri, nyeri masih sering di anggap remeh dan jarang di

tangani secara baik, di rumah sakit ataupun dalam praktek klinis medis

sehari-hari. Hal ini nampaknya disebabkan oleh tiga alasan utama yang

meliputi : nyeri sering dianggap tak terhindarkan, nyeri tidak dianggap

prioritas dan pengetahuan staff medis mengenai nyeri masih kurang.[18]

Perawatan kesehatan di rumah merupakan salah satu jenis dari

perawatan jangka panjang (long term care) yang dapat diberikan oleh

tenaga professional maupun non professional yang telah mendapatkan


[19]
pelatihan . Pelayanan home care merupakan komponen keperawatan

yang berkesinambungan dan komprehensif yang bertujuan meningkatkan,

mempertahankan atau memulihkan kesehatan atau memaksimalkan tingkat


7

kemandirian dan meminimalkan akibat dari penyakit kronis, salah satunya

adalah komplikasi Diabetes Melitus yaitu DFU (Diabetes Foot Ulcer).

Pengembangan home care merupakan salah satu peluang untuk

tetap meraih pasien yang sebenarnya masih membutuhkan pelayanan

kesehatan, akan tetapi diberikan di lingkungan tempat pasien berada.

Penelitian yang dilakukan oleh Ricard,et al., mengatakan bahwa tingkat

kepuasan dan kualitas pemulihan pasien ternyata lebih baik pada pasien

yang dirawat di Rumah Sakit. Pelayanan untuk pasien yang ingin dirawat

di luar Rumah Sakit merupakan sebuah pilihan bagi pasien yang

membutuhkan perawatan lebih lanjut. Untuk memenuhi harapan tersebut

maka keberhasilan keperawatannya sangat dipengaruhi oleh pelaksanaan

dan pendekatan tim rehabilitasi yang terdiri dari tenaga multi disiplin yang

bermutu, sehingga kegiatan perawatan dapat dilakukan di rumah. Salah

satu faktor yang mendorong perkembangan perawatan kesehatan di rumah

adalah lingkungan di rumah ternyata dirasakan lebih nyaman bagi

sebagian pasien dibandingkan dengan perawatan di Rumah Sakit, sehingga

dapat mempercepat kesembuhan.[20] Smeltzer dan Bare menyebutkan

pengaruh usia pada persepsi nyeri dan toleransi tidak di ketahui secara

luas[38]. Sedangkan Potter dan Perry menyebutkan bahwa usia sangat

mempengaruhi nyeri,terutama dewasa akhir[39].

Dari data-data yang telah diberikan, menunjukkan bahwa

perawatan di Rumah Sakit dan di rumah mempengaruhi tingkat stress

seorang penderita ulkus diabetes. Skripsi ini hendak meneliti tentang


8

tingkat nyeri yang menurut penelitian tersebut di pengaruhi oleh tingkat

stres atau kondisi psikologi seseorang.

B. Rumusan Masalah

Apakah ada perbedaan tingkat nyeri perawatan luka di rumah di

bandingkan dengan perawatan luka di Rumah Sakit pada pasien Ulkus

DM.

C. Tujuan Umum dan Khusus

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui perbedaan tingkat nyeri perawatan luka di rumah di

bandingkan dengan perawatan luka di Rumah Sakit pada pasien Ulcus

DM.

2. Tujuan Khusus

a. Mendiskripsikan pengukuran tingkat nyeri sebelum dilakukan

perawatan luka di rumah pasien ulkus DM

b. Mendiskripsikan pengukuran tingkat nyeri sesudah dilakukan

perawatan luka di rumah pasien ulkus DM

c. Mendiskripsikan pengukuran tingkat nyeri sebelum dilakukan

perawatan luka di rumah sakit pasien ulkus DM

d. Mendiskripsikan pengukuran tingkat nyeri sebelum dilakukan

perawatan luka di rumah sakit pasien ulkus DM


9

e. Menganalisa perbedaan tingkat nyeri sebelum perawatan luka

dengan metode modern dressing pada pasien di rumah

dibandingkan di rumah sakit .

f. Menganalisa perbedaan tingkat nyeri sesudah perawatan luka

dengan metode modern dressing pada pasien di rumah

dibandingkan di rumah sakit .

g. Menganalisa perbandingan tingkat nyeri dirumah dibandingkan di

rumah sakit perawatan luka dengan modern dressing di rumah dan

di rumah sakit pada pasien dengan ulkus DM.

D. Manfaat

1. Bagi Institusi Pendidikan

Penelitian ini dapat dijadikan referensi dalam pengembangan ilmu

keperawatan, khususnya mengenai perbandingan tingkat nyeri pada

perawatan luka pasien ulkus diabetes di di rumah dan Rumah Sakit.

2. Bagi Pelayanan Kesehatan.

a. Data penelitian untuk membuat kebijakan untuk perawatan luka

yang lebih efektif untuk pasien ulkus DM.

b. Data penelitan dalam membuat promosi kesehatan tentang

perawatan luka pasien ulkus DM.

c. Hasil penelitian dapat digunakan untuk pengembangan homecare

perawatan luka.
10

3. Bagi Penulis.

Penelitian ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan meneliti

tentang perbedaan tingkat nyeri perawatan luka di rumah dibandingkan

dengan di Rumah Sakit pada pasien ulcus DM.

4. Bagi Pasien dan Keluarga.

Penelitian ini dapat menjadikan pemahaman dan peran bagi keluarga

maupun pasien dalam mengambil keputusan mengenai kesehatan dan

perawatan bagi anggota keluarga yang mengalami luka ulkus diabetes.

E. Originalitas Penelitian

NO JUDUL TAHUN HASIL PERBEDAAN


1 Hubungan Lama Sakit Nuniek Terdapat hubungan Desain Penelitian yang
Diabetes Melitus dengan Nizmah signifikan antara lama digunakan adalah
Pengetahuan Perawatan Fajriyah menderita sakit DM crossectional, penelitian saat
Kaki pada Pasien (2017) dengan pengetahuan ini desain yang digunakan
Diabetes Melitus Non perawatan kaki DM yaitu obsevasional analitik,
Ulkus instrumen dengan cheklist,
untuk penelitian ini digunakan
instrument Numerical Rating
Scales, (NRS). Sampel
diambil dengan teknik
pengambilan insidental
sampling yaitu 143 sampel,
perbedaan dari penelitian saat
ini yaitu desain yang
digunakan dengan teknik
Sampel komparatif.
2 Studi Kejadian Ulkus Rosi Terdapat hubungan Penelitian ini menggunakan
Diabetikum dan Tingkat Indriani antara lama ulkus desain cross sectional, sampel
Stres Klien Diabetisi (2017) diabetikum dengan diambil secara accidental
tingkat stress pada klien sampling sebanyak 49 klien
diabetisi dan terdapat ulkus diabetes. Alat penelitian
hubungan derajat ulkus menggunakan penilaian derajat
dengan tingkat stress ulkus menurut Wagner dan
klien diabetisi kuesioner Diabetes Distress
Scale (DSS).
Data dianalisa secara univariat
dan bivariate menggunakan
Kendall’s tau-b. Perbedaan
dari penelitian saat ini
11

dilakukan dengan wawancara


mendalam dan alat penelitian
menggunakan Numerical
Rating Scales, (NRS) dan
penelitian saat ini yaitu jenis
penelitian kuantitatif.
3 Dukungan Sosial Atikah Dukungan sosial dapat Artikel dikumpulkan melalui
"Bezoek" Berkaitan Fatmawat mempengaruhi respon database CINAHL dan
dengan Budaya Indonesia i(2013) stres akibat rawat inap Proquest dengan menggunakan
Sebagai Upaya kata kunci rawat inap, stres,
Mengurangi Stres Rumah dan dukungan sosial. Kriteria
Sakit inklusi adalah penelitian
terhadap jurnal yang
diterbitkan pada periode antara
tahun 2007-2013. Perbedaan
dari penelitian saat ini adalah
metode penelitian yang di
pakai yaitu obsevasional
analitik dengan teknik
proportionate Sampel
komparatif.
4. Dari rumah sakit ke De Wit R. Hasil penelitian Penelitian ini menggunakan
perawatan di rumah: uji & Van menunjukkan bahwa 104 pasien dan 115 perawat
coba terkontrol acak Dam F. kontinuitas perawatan kabupaten, mereka terdaftar
program pendidikan nyeri (2001) buruk karena hanya 36% dalam penelitian terkontrol
untuk pasien kanker yang perawat kabupaten acak prospektif dan
menderita sakit kronis diberi tahu tentang nyeri longitudinal. Perbedaan dari
pasien oleh perawat penelitian saat ini adalah
rumah sakit. Nyeri desain yang digunakan
jarang menjadi alasan obsevasional analitik
untuk merujuk pasien ke
keperawatan setelah
keluar. Meskipun
pengendalian rasa sakit
bukanlah alasan utama
perawat kabupaten
untuk mengunjungi
pasien, rasa sakit
merupakan pokok
bahasan dalam 76%
kunjungan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. Konsep Nyeri

A. Definisi Nyeri

Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak

menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial.

Nyeri adalah alasan utama seseorang untuk mencari bantuan perawatan

kesehatan. Nyeri terjadi bersama banyak proses penyakit atau bersamaan

dengan beberapa pemeriksaan diagnostik atau pengobatan. Nyeri sangat

mengganggu dan menyulitkan lebih banyak orang dibanding suatu penyakit

manapun [21]. Intensitas nyeri gambaran seberapa parah nyeri yang dirasakan

individu. Pengukuran intensitas nyeri sangat subyektif dan individual, dan

kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda

oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan obyektif

yang paling mungkin adalah menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap

nyeri itu sendiri [22].

B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nyeri

Nyeri merupakan hal yang kompleks, banyak faktor yang

mempengaruhi pengalaman seseorang terhadap nyeri. Seorang perawat

harus mempertimbangkan faktor-faktor tersebut dalam menghadapi klien

12
13

yang mengalami nyeri. Hal ini sangat penting dalam pengkajian nyeri

yang akurat dan memilih terapi nyeri yang baik.

1. Usia

Usia adalah variabel penting yang mempengaruhi nyeri terutama

pada anak dan orang dewasa. Perbedaan perkembangan yang

ditemukan antara kedua kelompok umur ini dapat mempengaruhi

bagaimana anak dan orang dewasa bereaksi terhadap nyeri. Anak-anak

kesulitan untuk memahami nyeri dan beranggapan kalau apa yang

dilakukan perawat dapat menyebabkan nyeri. Anak-anak yang belum

mempunyai kosakata yang banyak, mempunyai kesulitan

mendeskripsikan secara verbal dan mengekspresikan nyeri kepada

orang tua atau perawat [23].

Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus

mengkaji respon nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang

melaporkan nyeri jika sudah patologis dan mengalami kerusakan

fungsi [22].

2. Jenis kelamin

Secara umum, laki-laki dan wanita tidak mempunyai perbedaan

secara signifikan mengenai respon mereka terhadap nyeri. Masih

diragukan bahwa jenis kelamin merupakan faktor yang berdiri sendiri

dalam ekspresi nyeri. Misalnya anak laki-laki harus berani dan tidak

boleh menangis dimana seorang wanita dapat menangis dalam waktu


14

[24]
yang sama . Penelitian yang dilakukan Burn, dkk. dikutip dari

Potter & Perry, mempelajari kebutuhan narkotik post operative pada

wanita lebih banyak dibandingkan dengan pria [23].

3. Budaya

Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu

mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa

yang diterima oleh kebudayaan mereka. Hal ini meliputi bagaimana

bereaksi terhadap nyeri [24].

4. Ansietas

Meskipun pada umumnya diyakini bahwa ansietas akan

meningkatkan nyeri, mungkin tidak seluruhnya benar dalam semua

keadaaan. Riset tidak memperlihatkan suatu hubungan yang konsisten

antara ansietas dan nyeri juga tidak memperlihatkan bahwa pelatihan

pengurangan stress praoperatif menurunkan nyeri saat pasca operatif.

Namun, ansietas yang relevan atau berhubungan dengan nyeri dapat

meningkatkan persepsi pasien terhadap nyeri. Ansietas yang tidak

berhubungan dengan nyeri dapat mendistraksi pasien dan secara aktual

dapat menurunkan persepsi nyeri. Secara umum, cara yang efektif

untuk menghilangkan nyeri adalah dengan mengarahkan pengobatan

nyeri ketimbang ansietas [21].

Hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat kompleks. Ansietas

sering meningkatakn persepsi nyeri, suatu bukti menyatakan bahwa

stimulus nyeri mengaktifkan bagian system limbic yang diyakini


15

mengendalikan emosi seseorang, khususnya ansietas. System limbic

dapat memprotes reaksi emosi terhadap nyeri yakni memperburuk atau

menghilangkan nyeri [24].

Penyebab ansietas adalah karena faktor lingkungan dan situasi,

apabila seseorang berada pada lingkungan yang asing akan lebih

mudah mengalami kecemasan dibandingkan dengan ketika berada di

lingkungan yang biasa mereka tempati. Hal ini terjadi pada pasien

yang di rawat di rumah sakit karena keadaan ruangan rumah sakit,


[25]
tempat tidur, lingkungan . Reaksi yang terjadi apabila seseorang

mengalami sakit atau dirawat di Rumah Sakit ada beberapa hal yang

terjadi pada perubahan emosionalnya, antara lain penolakan, depresi,

dan kecemasan.

Pasien dengan penyakit kronis memiliki tingkat kecemasan tinggi,

sehingga perawatan di rumah dapat diberikan, untuk memulihkan diri

setelah perawatan di Rumah Sakit dalam lingkungan yang aman [26].

5. Pengalaman masa lalu dengan nyeri

Seringkali individu yang lebih berpengalaman dengan nyeri yang

dialaminya, makin takut individu tersebut terhadap peristiwa

menyakitkan yang akan diakibatkan. Individu ini mungkin akan lebih

sedikit mentoleransi nyeri, akibatnya ia ingin nyerinya segera reda

sebelum nyeri tersebut menjadi lebih parah. Reaksi ini hampir pasti
16

terjadi jika individu tersebut mengetahui ketakutan dapat meningkatkan

nyeri dan pengobatan yang tidak adekuat.

Cara seseorang berespon terhadap nyeri adalah akibat dari banyak

kejadian nyeri selama rentang kehidupannya. Bagi beberapa orang,

nyeri masa lalu dapat saja menetap dan tidak terselesaikan, seperti pada

nyeri berkepanjangan atau kronis dan persisten.

Efek yang tidak diinginkan yang diakibatkan dari pengalaman

sebelumnya menunjukkan pentingnya perawat untuk waspada terhadap

pengalaman masa lalu pasien dengan nyeri. Jika nyerinya teratasi

dengan tepat dan adekuat, individu mungkin lebih sedikit ketakutan

terhadap nyeri dimasa mendatang dan mampu mentoleransi nyeri

dengan baik [21].

6. Efek placebo

Efek plasebo terjadi ketika seseorang berespon terhadap

pengobatan atau tindakan lain karena sesuatu harapan bahwa

pengobatan tersebut benar -benar bekerja. Menerima pengobatan atau

tindakan saja sudah merupakan efek positif.

Harapan positif pasien tentang pengobatan dapat meningkatkan

keefektifan medikasi atau intervensi lainnya. Seringkali makin banyak

petunjuk yang diterima pasien tentang keefektifan intervensi, makin

efektif intervensi tersebut nantinya. Individu yang diberitahu bahwa

suatu medikasi diperkirakan dapat meredakan nyeri hampir pasti akan


17

mengalami peredaan nyeri dibanding dengan pasien yang diberitahu

bahwa medikasi yang didapatnya tidak mempunyai efek apapun.

Hubungan pasien –perawat yang positif dapat juga menjadi peran yang

amat penting dalam meningkatkan efek plasebo [21].

7. Keluarga dan Support Sosial

Faktor lain yang juga mempengaruhi respon terhadap nyeri adalah

kehadiran dari orang terdekat. Orang-orang yang sedang dalam keadaan

nyeri sering bergantung pada keluarga untuk mensupport, membantu

atau melindungi.

Ketidakhadiran keluarga atau teman terdekat mungkin akan

membuat nyeri semakin bertambah. Kehadiran orangtua merupakan hal

khusus yang penting untuk anak-anak dalam menghadapi nyeri [23].

8. Pola koping

Ketika seseorang mengalami nyeri dan menjalani perawatan di

rumah sakit adalah hal yang sangat tak tertahankan. Secara terus-

menerus klien kehilangan kontrol dan tidak mampu untuk mengontrol

lingkungan termasuk nyeri. Klien sering menemukan jalan untuk

mengatasi efek nyeri baik fisik maupun psikologis.

Penting untuk mengerti sumber koping individu selama nyeri.

Sumber-sumber koping ini seperti berkomunikasi dengan keluarga,

latihan dan bernyanyi dapat digunakan sebagai rencana untuk

mensupport klien dan menurunkan nyeri klien.Sumber koping lebih dari


18

sekitar metode teknik. Seorang klien mungkin tergantung pada support

emosional dari anak-anak, keluarga atau teman.

Meskipun nyeri masih ada tetapi dapat meminimalkan kesendirian.

Kepercayaan pada agama dapat memberi kenyamanan untuk berdo’a,

memberikan banyak kekuatan untuk mengatasi ketidaknyamanan yang

datang [23].

C. Klasifikasi Nyeri

1. Secara kualitatif membagi nyeri menjadi 2 jenis yakni [24] :

a. Nyeri Fisiologis

Nyeri fisiologis sensor normal yang berfungsi sebagai alat

proteksi tubuh.

b. Nyeri Patologis.

Nyeri patologis merupakan sensor abnormal yang dirasakan

oleh seseorang yang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor

diantaranya adanya trauma dan infeksi bakteri ataupun virus.

Nyeri patologis merupakan sensasi yang timbul sebagai

konsekuensi dari adanya kerusakan jaringan atau akibat adanya

kerusakan syaraf. Jika proses inflamasi mengalami proses

penyembuhan normal sehingga menghilang sesuai dengan proses

penyembuhan di sebut sebagai adaptif pain yang lazim di kenal

sebagai nyeri akut. Di lain pihak kerusakan syaraf justru

berkembang menjadi intractable pain setelah penyembuhan selesai,


19

disebut sebagai maladaptive pain atau neuropathy pain

lanjut/kronik.

2. Klasifikasi nyeri berdasarkan durasi,dibagi menjadi 2 yaitu :

a. Nyeri Akut

Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi setelah cedera akut,

penyakit, atau intervensi bedah dan memiliki awitan yang cepat,

dengan intensitas yang bervariasi (ringan sampai berat) dan


[21]
berlangsung untuk waktu yang singkat . Fungsi nyeri akut ialah

memberi peringatan akan cedera atau penyakit yang akan datang.

Nyeri akut akan berhenti dengan sendirinya(self-limiting) dan

akhirnya menghilang dengan atau tanpa pengobatan setelah

keadaan pulih pada area yang terjadi kerusakan.

Nyeri akut berdurasi singkat kurang dari 6 bulan, memiliki

omset yang tiba-tiba dan terlokalisasi. Nyeri ini biasanya

disebabkan karena trauma bedah, atau inflamasi. Kebanyakan

orang mengalami nyeri jenis ini, seperti pada saat sakit kepala,

sakit gigi, terbakar, tertusuk duri, pasca persalinan, pasca

pembedahan, dan lain sebagainya.

Nyeri akut terkadang disertai oleh aktivasi system saraf simpatis

yang akan memperlihatkan gejala-gejals seperti peningkatan

respirasi, peningkatan tekanan darah, peningkatan denyut jantung,

diaphoresis, dan dilatasi pupil. Secara verbal, klien yang


20

mengalami nyeri akan melaporkan adanya ketidaknyamanan

berkaitan dengan nyeri yang dirasakannya. Klien yang mengalami

nyeri akut biasanya juga akan memperlihatkan respon emosi dan

perilaku seperti menangis, mengerang, mengerutkan wajah, atau

menyeringai.

b. Nyeri Kronik

Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermitten yang

menetap sepanjang suatu periode waktu. Nyeri kronik berlangsung

lama, intensitas yang bervariasi, dan biasanya berlangsung lebih

dari 6 bulan[23] . Nyeri kronik tidak mempunyai awitan yang

ditetapkan dengan tepat dan sering sulit untuk diobati karena

biasanya nyeri ini tidak memberikan respon terhadap pengabatan

yang diarahkan pada penyebabnya.

Nyeri kronis dibagi menjadi dua, yaitu nyeri kronik non malignan
[23]
dan malignan . Nyeri kronis non malignan merupakan nyeri

yang timbul akibat cedera jaringan yang tidak progresif atau yang

menyembuh, bisa timbul tanpa penyebab yang jelas, misalnya nyeri

pinggang bawah, dan nyeri yang didasari atas kondisi kronis,

misalnya osteoarthritis. Sementara nyeri kronik malignan yang

disebut juga nyeri kanker memiliki penyebab nyeri yang dapat

diidentifikasi, yaitu terjadi akibat perubahan pada saraf akibat


21

metastase sel-sel kanker maupun pengaruh zat-zat kimia yang

dihasikan oleh kanker itu sendiri [24].

D. Manifestasi klinis [24]

Yang tampak pada nyeri kronis sangat berbeda dengan yang

diperlihatkan oleh nyeri akut. Dalam pemeriksaan tanda-tanda vital, sering

didapatkan masih dalam batas normal dan tidak disertai dilatasi pupil.

Manifestasi yang muncul biasanya berhubungan degan respon psikososial,

seperti rasa keputusasaan, kelesuan, penurunan libido (gairah seksual),

penurunan berat badan, perilaku menarik diri, iritabel, mudah tersinggung,

marah, dan tidak tertarik pada aktifitas fisik. Secara verbal klien mungkin

akan melaporkan adanya ketidaknyamanan, kelemahan, dan kelelahan.

Klien yang mengalami nyeri kronik sering mengalami periode

remisi (gejala hilang sebagian atau keseluruhan) dan eksarsebasi

(keparahan meningkat). Sifat nyeri kronik yang tidak dapat di prediksi ini,

membuat klien frustasi dan sering mengarah pada depresi psikologis.

E. Fisiologi Nyeri

Ada tiga jenis sel saraf dalam proses penghantaran nyeri yaitu sel

syaraf aferen atau neuron sensori, serabut konektor atau interneuron dan

sel saraf eferen atau neuron motorik.Sel-sel syaraf ini mempunyai reseptor

pada ujungnya yang menyebabkan impuls nyeri dihantarkan ke sum-sum

tulang belakang dan otak. Reseptor-reseptor ini sangat khusus dan


22

memulai impuls yang merespon perubahan fisik dan kimia tubuh.

Reseptor-reseptor yang berespon terhadap stimulus nyeri disebut

nosiseptor. Stimulus pada jaringan akan merangsang nosiseptor

melepaskan zat-zat kimia, yang terdiri dari prostaglandin, histamin,

bradikinin, leukotrien, substansi p, dan enzim proteolitik. Zat-zat kimia ini

akan mensensitasi ujung syaraf dan menyampaikan impuls ke otak [28].

Kornu dorsalis dari medula spinalis dapat dianggap sebagai tempat

memproses sensori. Serabut perifer berakhir disini dan serabut traktus

sensori asenden berawal disini. Juga terdapat interkoneksi antara sistem

neural desenden dan traktus sensori asenden. Traktus asenden berakhir

pada otak bagian bawah dan bagian tengah dan impuls-impuls dipancarkan

ke korteks serebri. Agar nyeri dapat diserap secara sadar, neuron pada

sistem asenden harus diaktifkan. Aktivasi terjadi sebagai akibat input dari

reseptor nyeri yang terletak dalam kulit dan organ internal. Terdapat

interkoneksi neuron dalam kornu dorsalis yang ketika diaktifkan,

menghambat atau memutuskan taransmisi informasi yang menyakitkan

atau yang menstimulasi nyeri dalam jaras asenden. Seringkali area ini

disebut “gerbang”. Kecendrungan alamiah gerbang adalah membiarkan

semua input yang menyakitkan dari perifer untuk mengaktifkan jaras

asenden dan mengaktifkan nyeri. Namun demikian, jika kecendrungan ini

berlalu tanpa perlawanan, akibatnya sistem yang ada akan menutup

gerbang. Stimulasi dari neuron inhibitor sistem asenden menutup gerbang

untuk input nyeri dan mencegah transmisi sensasi nyeri [21]. Teori gerbang
23

kendali nyeri merupakan proses dimana terjadi interaksi antara stimulus

nyeri dan sensasi lain dan stimulasi serabut yang mengirim sensasi tidak

nyeri memblok transmisi impuls nyeri melalui sirkuit gerbang

penghambat. Sel-sel inhibitor dalam kornu dorsalis medula spinalis

mengandung eukafalin yang menghambat transmisi nyeri [21].

F. Respon Terhadap Nyeri

Nyeri merupakan campuran dari berbagai respon, baik fisiologis

maupun perilaku. Respons ini timbul ketika seseorang terpapar dengan

stimulus nyeri. Masing-masing individu mempunyai karakteristik yang

berbeda dalam dalam merespon nyeri tersebut. Berikut ini penjelasan

respons fisiologis dan respons perilaku yang terjadi ketika seseorang

terpapar dengan ketidaknyaman atau nyeri.

1. Respons Fisiologis Nyeri

Perubahan/respons fisiologis dianggap sebagai indikator nyeri yang

lebih akurat dibanding laporan verbal pasien. Respons fisiologis harus

digunakan sebagai pengganti untuk laporan verbal dari nyeri pada pasien

tidak sadar dan jangan digunakan untuk mencoba memvalidasi laporan

verbal dari nyeri individu.

Respons fisiologis terhadap nyeri dapat sangat membahayakan individu.

Pada saat impuls nyeri naik ke medulla spinalis menuju kebatang otak dan

hipotalamus, system saraf otonom menjadi terstimulasi sebagai bagian dari

respon stress. Stimulasi pada cabang simpatis pada sistem saraf otonom
24

menghasilkan respon fisiologis. Apabila nyeri berlangsung terus-menerus,

berat, dalam, dan melibatkan organ-organ dalam/visceral, system saraf

simpatis akan menghasilkan suatu aksi.

Tabel berikut ini menunjukkan respons fisiologis terhadap nyeri.

Tabel 1

Tabel Respon Fisiologis Nyeri

Respons Stimulus Simpatik* Penyebab atau efek


Dilatasi saluran broncheolus dan Menyebabkan peningkatan asupan oksigen
peningkatan frekuensi pernafasan.
Peningkatan frekuensi denyut jantung. Menyebabkan peningkatan transport
oksigen
Fase kontriksi perifer (pucat, peningkatan Meningkatkan tekanan darah disertai
tekanan darah) perpindahan suplai darah dari perifer dan
visera ke otot-otot skeletal dan otak
Peningkatan kadar glukosa darah Menghasilkan energy tambahan
Diaphoresis Mengontrol temperature tubuh selama
stress
Peningkatan ketegangan otot Mempersiapkan otot untuk melakukan aksi
Dilatasi pupil Memungkinkan penglihatan yang lebih
baik
Penurunan motilitas saluran cerna Membebaskan energy untuk melakukan
aktifitas dengan lebih cepat
Stimulasi parasimpatik**
Pucat Menyebabkan suplai darah berpindah dari
perifer
Ketegangan otot Akibat keletihan
Penurunan denyut jantung dan tekanan Akibat stimulasi fagal
darah
Pernafasan yang cepat dan tidak teratur Menyebabkan pertahanan tubuh gagal
akibat stress nyeri yang terlalu lama
Mual dan muntah Mengembangkan fungsi saluran cerna
Kelemahan atau kelelahan Akibat pengeluaran energy fisik
Sumber : Perry & Potter,2006
* Nyeri dengan intensitas ringan sampai moderat dan nyeri superfisial
** Nyeri yang berat dan dalam

2. Respon Perilaku Terhadap Nyeri

Respons perilaku yang ditunjukkan oleh pasien sangat beragam.

Meskipun respon perilaku pasien dapat menjadi indikasi pertama bahwa


25

ada sesuatu yang tidak beres, respons perilaku seharusnya tidak boleh

digunakan sebagai pengganti untuk mengukur nyeri kecuali dalam situas

yang tidak lazim, yang mana pengukuran tidak memungkinkan

(misal,orang tersebut menderita retardasi mental yang berat atau tidak

sadar). Respons perilaku nyeri pada klien dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2

Respons Perilaku Nyeri pada Klien

Vokalisasi 1. Mengaduh
2. Menangis
3. Sesak nafas
4. Mendengkur
Ekspresi wajah 1. Meringis
2. Menggeletukkan gigi
3. Mengerenyitkan dahi
4. Menutup mata atau mulut dengan rapat atau
membuka mata atau mulut dengan lebar
5. Menggigit bibir
Gerakan tubuh 1. Gelisah
2. Imobilisasi
3. Ketegangan otot
4. Peningkatan gerakan jari dan tangan
5. Aktifitas melangkah yang tanggal ketika berlari
atau berjalan
6. Gerakan ritmik atau gerakan menggosok
7. Gerakan melindungi bagian tubuh
Interaksi social 1. Menghindari percakapan
2. Focus hanya pada aktifitas untuk menghilangkan
nyeri
3. Menghindari kontak social
4. Penurunan rentang perhatian
Sumber : Perry & Potter,2006

3. Efek Membahayakan dari Nyeri

Nyeri merupakan kejadian ketidaknyamanan yang dalam

perkembangannya akan mempengaruhi berbagai komponen dalam tubuh.


26

Efek nyeri dapat berpengaruh terhadap fisik, perilaku, dan pengaruhnya

pada aktifitas sehari-hari.

a. Efek Fisik

1) Nyeri Akut

Pada nyeri akut, nyeri yang tidak diatasi secara

adekuat mempunyai efek yang membahayakan di luar

ketidaknyamanan yang disebabkannya. Selain merasakan

ketidaknyamanan dan mengganggu, nyeri akut yang tidak

kunjung mereda dapat mempengaruhi system pulmonary,

kardiovaskuler, gastrointestinal, endokrin, dan

imunologik[21].

Pada kondisi ini, terkadang respons stress (respons

neuroendokrin terhadap stress) pasien terhadap trauma bisa

juga meningkat. Luasnya perubahan endokrin, imunologi,

dan inflamasi yang terjadi dengan disertai respons stress

yang berlebihan dapat menimbulkan efek negative yang

sangat signifikan dan complicated bagi pasien.

Respons stress pada umumnya terdiri atas peningkatan laju

metabolism dan curah jantung, kerusakan respon insulin,

peningkatan produksi kortisol, dan meningkatnya retensi

cairan. Respons stress juga dapat meningkatkan resiko

pasien terhadap gangguan fisiologis, seperti infark miokard,

infeksi paru, tromboembolisme, ileus paralitik, dan


27

sebagainya. Pasien dengan kondisi complicated seperti ini

jelas nanti akan menggangu proses penyembuhan pasien.

2). Nyeri Kronis

Seperti halnya nyeri akut, nyeri kronis juga

mempunyai efek negative dan merugikan. Supresi atau

penekanan yang terlalu lama pada fungsi imun yang

berkaitan dengan nyeri kronis dapat meningkatkan

pertumbuhan tumor.

Pada nyeri kronis, nyeri terjadi sepanjang waktu dan

berlangsung dalam waktu yang lama. Hal ini sering

mengakibatkan seseorang menjadi depresi dan

ketidakmampuan/ketidakberdayaan dalam melakukan

setiap aktifitasnya. Ketidakmampuan dapat berkisar dari

membatasi keikutsertaan dalam aktifitas fisik sampai tidak

mampu memenuhi kebutuhan pribadi, seperti makan dan

berpakaian.

b. Efek Perilaku

Seorang individu yang mengalami nyeri akan menunjukkan

respons perilaku yang abnormal. Hal utama yang bisa diamati oleh

perawat adalah respon vocal, ekspresi wajah, gerakan tubuh, dan

interaksi social.
28

c. Pengaruh Pada Aktivitas Sehari-Hari

Pasien yang mengalami nyeri setiap hari kurang mampu dalam

berpartisipasi dalam aktivitas rutin. Nyeri juga dapat membatasi

mobilisasi pasien pada tingkatan tertentu. Kemampuan individu

dalam bekerja secara serius pun terancam karena nyeri yang

dirasakan. Semakin banyak aktifitas fisik yang dibutuhkan dalam

suatu pekerjaan, semakin besar juga resiko ketidaknyamanan yang

di rasakan apabila nyeri disebabkan oleh perubahan pada

musculoskeletal dan pada bagian visceral (organ dalam) tertentu.

G. Penilaian Respon Intensitas Nyeri

Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri

dirasakan oleh individu. Pengukuran intensitas nyeri sangat subyektif dan

individual. Selain itu, kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama

dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri

dengan pendekatan obyektif yang paling mungkin adalah menggunakan

respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri. Namun, pengukuran

dengan teknik ini juga tidak dapat memberikan gambaran pasti tentang

nyeri itu sendiri [22].

Penilaian intensitas nyeri dapat dilakukan dengan menggunakan skala

sebagai berikut:
29

1. Skala Numeric

Skala penilaian numeric (Numerical Rating Scales, NRS)lebih

digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsian kata. Dalam hal

ini, klien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Skala

paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum

dan setelah intervensi terapeutik.

Tidak nyeri Sangat nyeri

1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Keterangan [29] :

Skala 0 : tidak ada keluhan

Skala 1 : terasa nyeri di bagian luka,tetapi masih dapat ditolerir

karena masih diambang rangsang.

Skala 2 (tidak menyenangkan) : nyeri ringan,nyeri yang dirasakan

hilang timbul dan masih bisa melakukan aktifitas sehari- hari.

Skala 3 ( bisa ditolerasi ) : nyeri sangat terasa, nyeri akan hilang

menggunakan obat penghilang nyeri dan aktifitas sehari- hari

terganggu.

Skala 4 ( menyedihkan) : kuat, nyeri yang dalam, nyeri menyebar

pada bagian tubuh lain.

Skala 5 ( sangat menyedihkan) : nyeri pada luka menyebar pada

anggota tubuh lain.


30

Skala 6 (intens) : nyeri yang begitu kuat hingga mempengaruhi

sebagian indra,yang menyebabkan tidak focus.

Skala 7( sangat intens) : tidak dapat berkomunikasi dengan baik

dan tak mampu melakukan perawatan diri, sebagian besar aktifitas

terganggu.

Skala 8 ( benar-benar mengerikan) :nyeri begitu kuat sehingga

mengalami perubahan kepribadian seperti mudah marah, rasa

nyeri yang dirasakan berlangsung lama.

Skala 9 ( menyiksa tak tertahankan) : nyeri begitu kuat,tidak dapat

di tolerir sehingga sulit beraktifitas, berusaha menghilangkan nyeri

dengan cara apapun tidak peduli efek sampingnya.

Skala 10 ( sakit tak terbayangkan tak dapat diungkapkan) : nyeri

begitu kuat,tidak dapat di tolerir sehingga sulit beraktifitas, hingga

tak sadarkan diri, nyeri harus di tangani oleh dokter.

2. Skala analog visual

Skala analog visual (Visual Analog Scale, VAS) adalah suatu

garis lurus/horizontal sepanjang 10cm,yang mewakili intensitas

nyeri yang terus- menerus dan pendeskripsi verbal pada setiap

ujungnya. Untuk menilai hasil, sebuah penggaris di letakkan di

sepanjang garis dan jarak yang di buat pasien pada garis dari “tidak

ada nyeri” diukur dan ditulis dalam sentimeter [21].

Untuk mengukur skala intensitas nyeri pada anak-anak,

dikembangkan alat yang dinamakan Oucher.


31

Wong Baker mengembangkan skala wajah untuk mengkaji

nyeri pada anak-anak awalnya, para peneliti mulai meneliti

penggunaan skala wajah ini pada orang dewasa. Skala deskriptif

bermanfaat bukan saja dalam upaya mengkaji tingkat keparahan

nyeri, melainkan pula mengevaluasi perubahan kondisi klien.

Keterangan :

a. ekspresi wajah 1 : tidak merasa nyeri sama sekali

b. ekspresi wajah 2 : nyeri hanya sedikit

c. ekspresi wajah 3 : sedikit lebih nyeri

d. ekspresi wajah 4 : jauh lebih nyeri

e. ekspresi wajah 5 : jauh lebih nyeri sangat

f. ekspresi wajah 6 :sangat nyeri luar biasa hingga penderita

menangis.

II. Konsep Ulcus Diabetes

A. Definisi

Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lendir dan

ulkus adalah kematian jaringan yang luas dan disertai invasif kuman

saprofit. Adanya kuman saprofit tersebut menyebabkan ulkus berbau,

ulkus diabetikum juga merupakan salah satu gejala klinik dan perjalanan

penyakit DM dengan neuropati perifer,[42] ulkus kaki diabetes merupakan


32

komplikasi DM kronik yang lebih sedikit terjadi dibandingkan komplikasi

lain, namun memiliki efek yang besar pada kondisi diabetisi di seluruh

dunia[40]. Singh, Armstrong dan Lipsky menjelaskan efek yang ditimbukan

bagi diabetisi yang mengalami ulkus kaki diabetes yaitu terganggunya

kondisi fisik, emosional, produktivitas, dan finansial[41].

B. Klasifikasi

Klasifikasi Diabetes yang utama menurut Smeltzer dan Bare, adalah


sebagai berikut :
1. Tipe 1 Diabetes Mellitus tergantung insulin (Insulin Dependent
Diabetes Mellitus)
2. Tipe II Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (Non-Insulin
Dependent Diabetes Mellitus)
3. Diabetes Mellitus yang berhubungan dengan sindrom lainnya.
4. Diabetes Mellitus Gestasional (Gestasional Diabetes Mellitus)

C. Etiologi

Menurut Smeltzer dan Bare, penyebab dari diabetes mellitus adalah:


1.      Diabetes Tipe I
a.       Faktor genetik
b.      Faktor imunologi.
c.       Faktor lingkunngan.
2.      Diabetes Tipe II
a.       Usia.
b.      Obesitas.
c.       Riwayat keluarga.
d.      Kelompok genetik.

Faktor-faktor yang berpengaruh atas terjadinya ulkus diabetikum dibagi


menjadi factor endogen dan ekstrogen.
33

1.      Faktor endogen


a.       Genetik, metabolik.
b.      Angiopati diabetik.
c.       Neuropati diabetik.
2.      Faktor ekstrogen
a.       Trauma.
b.      Infeksi.
c.       Obat.

Faktor utama yang berperan pada timbulnya ulkus Diabetikum


adalah angipati, neuropati dan infeksi.adanya neuropati perifer akan
menyebabkan hilang atau menurunnya sensai nyeri pada kaki, sehingga
akan mengalami trauma tanpa terasa yang mengakibatkan terjadinya ulkus
pada kaki gangguan motorik juga akan mengakibatkan terjadinya atrofi
pada otot kaki sehingga merubah titik tumpu yang menyebabkan ulsestrasi
pada kaki klien. Apabila sumbatan darah terjadi pada pembuluh darah
yang lebih besar maka penderita akan merasa sakit pada tungkainya
sesudah ia berjalan pada jarak tertentu. Adanya angiopati tersebut akan
menyebabkan terjadinya penurunan asupan nutrisi, oksigen serta
antibiotika sehingga menyebabkan terjadinya luka yang sukar sembuh,
infeksi sering merupakan komplikasi yang menyertai Ulkus Diabetikum
akibat berkurangnya aliran darah atau neuropati, sehingga faktor angipati
dan infeksi berpengaruh terhadap penyembuhan Ulkus Diabetikum[43].

D. Klasifikasi[44]

Wagner membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan , yaitu:


1. Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan
kemungkinan disertai kelainan bentuk kaki seperti “ claw,callus “.
2. Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
34

3. Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.


4. Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
5. Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan
atau tanpa selulitis.
6. Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai

III. Konsep Perawawatan Luka

A. Definisi Perawatan Luka


Perawatan luka adalah melakukan tindakan perawatan terhadap

luka penggantian/mengganti balutan untuk membantu dalam proses

penyembuhan luka. Perawatan luka telah mengalami perkembangan sangat

pesat terutama dalam dua dekade terakhir, ditunjang dengan kemajuan

teknologi kesehatan. Di samping itu, isu terkini manajemen perawatan

luka berkaitan dengan perubahan profil pasien yang makin sering disertai

dengan kondisi penyakit degeneratif dan kelainan metabolik. Kondisi

tersebut biasanya memerlukan perawatan yang tepat agar proses

penyembuhan bisa optimal [30].

Manajemen perawatan luka modern sangat mengedepankan isu

tersebut. Hal ini di tunjang dengan makin banyaknya inovasi terbaru

produk-produk perawatan luka. Pada dasarnya, pemilihan produk yang

tepat harus berdasarkan pertimbangan biaya (cost), kenyamanan (comfort),

dan keamanan (safety) [31].

B. Tujuan Perawatan Luka [32]

1. Mencegah infeksi pada luka

2. Mempercepat penyembuhan pada luka.


35

3. Menghilangkan sekresi yg menumpuk & jaringan mati pada luka

insisi.

C. Faktor Yang Mempengaruhi Proses Penyembuhan Luka [33]

1. Status imunologi atau kekebalan tubuh:

Penyembuhan luka adalah proses biologis yang kompleks,

terdiri dari serangkaian peristiwa berurutan bertujuan untuk

memperbaiki jaringan yang terluka. Peran sistem kekebalan tubuh

dalam proses ini tidak hanya untuk mengenali dan memerangi

antigen baru dari luka, tetapi juga untuk proses regenerasi sel.

2. Kadar gula darah:

Peningkatan gula darah akibat hambatan sekresi insulin,

seperti pada penderita diebetes melitus, juga menyebabkan nutrisi

tidak dapat masuk ke dalam sel, akibatnya terjadi penurunan

protein dan kalori tubuh.

3. Rehidrasi dan pencucian luka:

Dengan dilakukan rehidarasi dan pencucian luka, jumlah

bakteri di dalam luka akan berkurang, sehingga jumlah eksudat

yang dihasilkan bakteri akan berkurang.

4. Nutrisi:

Nutrisi memainkan peran tertentu dalam penyembuhan

luka. Misalnya, vitamin C sangat penting untuk sintesis kolagen,

vitamin A meningkatkan epitelisasi, dan seng (zinc)diperlukan

untuk mitosis sel dan proliferasi sel. Semua nutrisi, termasuk


36

protein, karbohidrat, lemak, vitamin, dan mineral, baik melalui

dukungan parenteral maupun enteral, sangat dibutuhkan.

Malnutrisi menyebabkan berbagai perubahan metabolik yang

mempengaruhi penyembuhan luka.

5. Kadar albumin darah:

Albumin sangat berperan untuk mencegah edema, albumin

berperan besar dalam penentuan tekanan onkotik plasma darah.

Target albumin dalam penyembuhan luka adalah 3,5-5,5 g/dl.

6. Suplai oksigen dan vaskulerisasi:

Oksigen merupakan prasyarat untuk proses reparatif,

seperti proliferasi sel, pertahanan bakteri, angiogenesis, dan

sintesis kolagen. Penyembuhan luka akan terhambat bila terjadi

hipoksia jaringan.

7. Nyeri:

Rasa nyeri merupakan salah satu pencetus peningkatan

hormon glukokortikoid yang menghambat proses penyembuhan

luka.

8. Kortikosteroid:

Steroid memiliki efek antagonis terhadap faktor-faktor

pertumbuhan dan deposisi kolagen dalam penyembuhan luka.

Steroid juga menekan sistem kekebalan tubuh/sistem imun yang

sangat dibutuhkan dalam penyembuhan luka.


37

9. Stress

Stress juga sangat berpengaruh pada berbagai kesehatan,

yaitu perubahan yang diakibatkan oleh stress secara langsung

mempengaruhi fisik dan sistem tubuh. Stress juga secara tidak

langsung mempengaruhi perilaku individu tersebut sehingga

menyebabkan timbulnya penyakit atau memperburuk situasi yang


[34]
sudah ada . Dalam hal ini, dikarenakan stress sangat

mempengaruhi proses penyembuhan luka diabetes melitus,

manajemen stress sangat diperlukan oleh para penderita luka

diabetes melitus.

D. Pengkajian [29]

1. Mengkaji program/instruksi medik mengenai prosedur rawat luka,

type balutan, & frekuensi ganti balut.

2. Mengkaji type & lokasi luka/insisi.

3. Mengkaji tingkat nyeri klien & kapan terakhir mendapat obat

penghilang nyeri.

4. Mengkaji riwayat alergi pada obat atau plester.

IV. Hospitalisasi

A. Definisi Hospitalisasi

Hospitalisasi merupakan keadaan dimana orang sakit berada pada

lingkungan rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan dalam perawatan

atau pengobatan sehingga dapat mengatasi atau meringankan penyakitnya.


38

Tetapi pada umumnya hospitalisasi dapat menimbulkan ketegangan dan

ketakutan serta dapat menimbulkan gangguan emosi atau tingkah laku

yang mempengaruhi kesembuhan dan perjalanan penyakit selama dirawat

di rumah sakit.

Hospitalisasi adalah suatu proses yang karena suatu alasan yang

berencana atau darurat, mengharuskan untuk tinggal di rumah sakit,

menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah.

Stressor yang mempengaruhi permasalahan di atas timbul sebagai

akibat dari dampak perpisahan, kehilangan kontrol ( pembatasan aktivitas),

perlukaan tubuh dan nyeri, dimana stressor tersebut tidak bisa

diadaptasikan karena belum mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan

baru dengan segala rutinitas dan ketidakadekuatan mekanisme koping

untuk menyelesaikan masalah sehingga timbul prilaku maladaptif.

Dampak sakit dan hospitalisasi menyebabkan perubahan peran,

emosional dan perilaku pada seseorang. Selain itu, individu mengalami

keterbatasan melakukan aktivitas secara mandiri dan mengatur sendiri

kebutuhannya sehingga individu membutuhkan orang lain [23].

Untuk mengurangi dampak rawat inap di rumah sakit, peran

perawat sangat berpengaruh dalam mengurangi ketegangan pasien. Usaha-

usaha yang dilakukan untuk mengurangi dampak stress hospitalisasi antara

lain :

a.     Meminimalkan dampak perpisahan

b.     Mengurangi kehilangan kontrol


39

c.      Meminimalkan rasa takut terhadap perlukaan tubuh dan nyeri.

Untuk dapat mengambil sikap sesuai dengan peran perawat dalam

usahanya meminimalkan stress akibat hospitalisasi, perlu adanya

pengetahuan sebelumnya tentang stress hospitalisasi, karena keberhasilan

suatu asuhan keperawatan sangat tergantung dari pemahaman dan

kesadaran mengenai makna yang terkandung dalam konsep-konsep

keperawatan serta harus memiliki pengetahuan, sikap dan keterampilan

dalam menjalankan tugas sesuai dengan perannya. Untuk itu, penelitian ini

dibuat untuk mengetahui perbandingan tingkat nyeri pada perawatan luka

di rumah dengan perawatan luka di rumah sakit .

B. Reaksi Hospitalisasi

Reaksi yang terjadi apabila seseorang mengalami sakit atau dirawat

di rumah sakit ada beberapa hal yang terjadi pada perubahan

emosionalnya, antara lain penolakan, depresi dan kecemasan. Kecemasan

merupakan salah satu bentuk emosi individu yang berkenaan dengan

adanya rasa terancam oleh sesuatu,biasanya dengan objek ancaman yang

tidak begitu jelas. Kecemasan dengan intensitas yang wajar dapat

dianggap memiliki nilai positif sebagai motivasi. Apabila intensitasnya

sangat kuat dan bersifat negatif, justru malah akan menimbulkan kerugian

dan dapat mengganggu keadaan fisik dan psikis individu yang

bersangkutan [35].
40

Tingkat kecemasan yang terjadi pada pasien, berbeda-beda ada yang

kecemasan ringan seperti takut, kelelahan, kecemasan sedang seperti

denyut jantung dan pernapasan meningkat, konsentrasi menurun, ansietas,

mudah tersinggung, tidak sabar, mudah lupa, marah dan menangis dan

kecemasan berat seperti insomnia, sering kencing, bingung, berfokus pada

dirinya sendiri dan keinginan untuk menghilangkan kecemasan tinggi,

disorientasi, kemudian yang terakhir adalah panik seperti ketakutan, pucat,

berteriak, menjerit dan kadang-kadang mengalami halusinasi dan delusi.

Banyak faktor yang membuat pasien selama dirawat mengalami

kecemasan, antara lain; terjadinya perubahan peran dalam keluarga,

terganggunya masalah psikologis, masalah keuangan, masalah sosial

seperti merasa kesepian dan perpisahan, perubahan gaya hidup, privasi

serta otonomi diri.

Faktor pengetahuan menjadi salah satu faktor yang menyebabkan

pasien merasa cemas selama di rawat di rumah sakit, seperti pengetahuan

terkait dengan penyakit yang diderita oleh pasien, pengetahuan terkait

dengan alokasi biaya perawatan di rumah sakit, pengetahuan terkait

dengan lama tidaknya perawatan selama di rumah sakit dan tindakan yang

akan dilakukan. Semakin banyak pengetahuan yang dimiliki seseorang

maka seseorang tersebut akan lebih siap menghadapi sesuatu dan dapat

mengurangi kecemasan.
41

Stress dan kecemasan dapat terjadi pada individu dengan tingkat

pengetahuan yang rendah, disebabkan karena kurangnya informasi yang

diperoleh [32].

Menurut Hambly menyebutkan bahwa penyebab lain seseorang

mengalami kecemasan adalah karena faktor lingkungan dan situasi apabila

dimana seseorang berada pada lingkungan yang asing akan lebih mudah

mengalami kecemasan dibandingkan dengan ketika berada di lingkungan

yang biasa mereka tempati. Hal ini terjadi pada pasien yang di rawat di

rumah sakit karena keadaan ruangan rumah sakit, tempat tidur,

lingkungan[33].

Faktor lain yang menyebabkan pasien merasa cemas pada saat di

rumah sakit adalah stress yang ada sebelumnya, misalkan perubahan

pekerjaan tertentu, kekhawatiran akan kondisi keuangan, permasalahan

keluarga dan kecemasan ini akan semakin meningkat apabila dukungan

selama sakit terbatas. Diketahui faktor proses penyembuhan luka di

pengaruhi oleh psikologis pasien dimana cemas bisa meningkatkan nyeri.

V. Home Care

A. Definisi Home Care

Home care adalah komponen dari pelayanan kesehatan yang

komprehensif dimana pelayanan kesehatan disediakan untuk individu

dan keluarga di tempat tinggal mereka dengan tujuan mempromosikan,

mempertahankan atau memaksimalkan level kemandirian serta


42

meminimalkan efek ketidakmampuan dan kesakitan termasuk di

dalamnya penyakit terminal. Definisi ini menggabungkan komponen

dari home care yang meliputi pasien, keluarga, pemberi pelayanan

professional (multidisiplin) dan tujuannnya, yaitu untuk membantu

pasien kembali pada level kesehatan optimum dan kemandirian. Neis

dan Mc.Ewen menyatakan home care adalah system dimana pelayanan

kesehatan dan pelayanan social diberikan di rumah kepada orang-orang

cacat atau orang-orang yang harus tinggal di rumah karena kondisi

kesehatannya [35].

Menurut American Medical Association, home care merupakan

penyediaan peralatan dan jasa pelayanan keperawatan kepada pasien di

rumah yang bertujuan untuk memulihkan dan mempertahankan secara

maksimal tingkat kenyamanan dan kesehatan. Dalam kasus apapun,

efektifitas perawatan berbasis rumah membutuhkan upaya kolaboratif

pasien, keluarga, dan professional. Sedangkan Departemen Kesehatan

menyebutkan bahwa home care adalah pelayanan kesehatan yang

berkesinambungan dan komprehensif yang diberikan kepada individu

dan keluarga di tempat tinggal mereka yang bertujuan untuk

meningkatkan, mempertahankan atau memaksimalkan tingkat

kemandirian dan meminimalkan akibat dari penyakit.

Pelayanan keperawatan kesehatan di rumah mencakup upaya

untuk menyembuhkan, mempertahankan, memelihara, dan

meningkatkan kesehatan fisik, mental atau emosi pasien.


43

Perawatan kesehatan di rumah merupakan salah satu jenis dari

perawatan jangka panjang( Long term care) yang dapat diberikan oleh

tenaga professional maupun non professional yang telah mendapatkan

pelatihan. Perawatan di rumah merupakan lanjutan asuhan keperawatan

yang dilakukan di rumah sakit yang sudah termasuk dalam rencana

pemulangan(discharge planning) dan dapat dilaksanakan oleh perawat

dari rumah sakit semula, perawat komunitas diman pasien berada, atau

tim keperawatan khusus yang menangani perawatan di rumah.

Perawatan di rumah harus diberikan sesuai dengan kebutuhan individu

dan keluarga, direncanakan, dikoordinasiakan, dan disediakan oleh

pemberi pelayanan yang diorganisir untuk memberi pelayanan rumah

melalui pengaturan berdasarkan perjanjian.

B. Faktor-faktor yang mendorong perkembangan perawatan

kesehatan di rumah adalah [14]:

1. Kasus-kasus penyakit terminal di anggap tidak efektif dan tidak

efisien lagi apabila di rawat di institusi pelayanan kesehatan.

Misalnya pasien kanker stadium akhir yang secara medis belum

ada upaya yang dapat dilakukan untuk mencapai kesembuhan.

2. Keterbatasan masyarakat untuk membiayai pelayanan pada kasus-

kasus penyakit degenerative yang memerlukan perawatan yang

relatif lama. Dengan demikian berdampak pada makin

meningkatnya kasus-kasus yang memerlukan tindak lanjut


44

keperawatan dirumah. Misalnya pasien pasca stroke yang

mengalami komplikasi kelumpuhan dan memerlukan pelayanan

rehabilitasi yang membutuhkan waktu relatif lama.

3. Manajemen rumah sakit yang berorientasi pada profit, merasakan

bahwa perawatan pasien yang sangat lama(lebih 1 minggu) tidak

menguntungkan bahkan menjadi beban bagi manajemen.

4. Banyak orang merasakan bahwa di rawat inap di institusi

pelayanan kesehatan membatasi kehidupan manusia, karena

seseorang tidak dapat menikmati kehidupan secara optimal karena

terikat dengan aturan-aturan yang ditetapkan.

5. Lingkungan di rumah ternyata dirasakan lebih nyaman bagi

sebagian pasien dibandingkan dengan perawatan di rumah sakit,

sehingga dapat mempercepat kesembuhan.

C. Tujuan Home Care

Menurut Stanhope, tujuan utama dari home care adalah

untuk mencegah terjadinya suatu penyakit dan meningkatkan

kesehatan pasien[35]. Pada seminar nasional 2007 menyebutkan

bahwa tujuan khusus home care :

1. Terpenuhinya kebutuhan dasar bagi pasien secara bio-psiko-

sosio-spiritual.

2. Meningkatnya kemandirian pasien dan keluarga dalam

pemeliharaan dan perawatan anggota keluarga yang memiliki

masalah kesehatan.
45

3. Terpenuhinya kebutuhan pelayanan keperawatan kesehatan di

rumah sesui kebutuhan pasien.

D. Manfaat Home Care [14]

Manfaat dari pelayanan home care bagi pasien antara lain adalah :

1. Pelayanan akan lebih sempurna, holistik dan komprehensif.

2. Pelayanan lebih professional.

3. Pelayanan keperawatan mandiri bisa diaplikasikan dengan di

bawah naungan legal dan etik keperawatan.

4. Kebutuhan pasien akan dapat terpenuhi sehingga pasien akan

lebih nyaman dan puas dengan asuhan keperawatan yang

professional.

Sehingga perawatan home care dapat mempengaruhi psikologis

pasien, mengurangi kecemasan yang dapat menimbulkan nyeri

berlebih.

E. Kendala Home Care [14]

Masalah yang dapat timbul dalam program pelayanan home

care antara lain :

1. Pertolongan yang diberikan kepada pasien masih terbatas.

Namun hal ini di coba diatasi dengan penyediaan sarana dan

prasarana yang cukup dari tim RR (menyewakan alat seperti di

rumah sakit, dll).


46

2. Panggilan kunjungan yang tidak diperlukan. Kejadian ini dapat

diatasi jika sejak awal sudah dilakukan assesmen dan di buat

program/rencana penanganan sekaligus target yang diharapkan.

Dengan program yang tidak terjadi ( karena akan membuang

waktu, tenaga dan biaya).

3. Ketergantungan penderita dan atau keluarga. Hal ini dapat

diatasi dengan edukasi yang jelas dan pembuatan program serta

pelaksanaan RR yang terpadu dan terarah.

KERANGKA KONSEP HIPOTESIS

Kerangka Teori

Faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan ulkus

1. Lingkungan yang lembab


2. Stress
3. Kurang tidur/istirahat
4. Obat-obatan
5. Infeksi
6. Usia,Sistem imun
7. Rokok
8. Gizi dan nutrisi
9. Glukosa darah
10. Vaskularisasi perifer

Ulkus Kaki Diabetik

Moist dressing; Mengurangi rasa nyeri

Perawatan luka di rumah Perawatan luka di rumah sakit


47

Gambar 2.3
(Diah,Elder & Veves, 2011; Harris, et al., 2010; Maharaj, et al., 2005; Mayuani,
2013; Monteiro, et al., 2012; Suradi, 2015; Syabariyah, 2015; Waaijman, et al.,
2014; Younes, 2006)
Hipotesis penelitian:

1. Ha : Ada pengaruh modern dressing pada tingkat nyeri sesudah


dilakukan perawatan di rumah.
2. Ho : Tidak ada pengaruh modern dressing pada tingkat nyeri sesudah
dilakukan perawatan di rumah.
3. Ha : Ada pengaruh modern dressing pada tingkat nyeri sesudah
dilakukan perawatan di Rumah Sakit.
4. Ho : Tidak ada pengaruh modern dressing pada tingkat nyeri sesudah
dilakukan perawatan di Rumah Sakit.
Kerangka Konsep
5.
6.
Mengobservasi tingkat
7. sebelum dan sesudah
nyeri Perawatan Mengobservasi tingkat nyeri
saat dirumah luka modern sebelum dan sesudah saat di
8. Gambar 2.4 dresing Rumah Sakit
Gambar 2.4
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah rancangan Eksperimen semu

(Quasi Eksperiment) dimana peneliti memberikan perlakuan perawatan luka

ulkus DM dengan rancangan two group pretest-posttes, observasi dilakukan

dua kali yaitu sebelum eksperimen (O1) disebut pretest, dan sesudah

eksperimen (O2) disebut dengan posttes.

Pretest Perlakuan Postte

Kel. Di rumah s
O1 X1 O2
Kel. Di RS O1 X2 O2
Keterangan :
Tabel 3.1 Rancangan Penelitian

O1 = Skala nyeri sebelum dilakukan perawatan luka di Rumah

X1 = Perlakuan perawatan luka ulkus DM di rumah

O2 = Skala nyeri sesudah dilakukan perawatan luka di rumah

O1 = Skala nyeri sebelum dilakukan perawatan luka di Rumah sakit

X2 = Perlakuan perawatan luka ulkus DM di rumah sakit

O2 = Skala nyeri sesudah dilakukan perawatan luka di rumah

48
49

B. Waktu dan Tempat Penelitian

1. Waktu Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini dimuali bulan November 2018

2. Tempat Penelitian.

Penelitian dilaksanakan di RSU William Booth Semarang karena

menurut data rekam medis RSU William Booth pada tahun 2017

terdapat 701 pasien dengan Diabetes Melitus. Dan RSU William Booth

Semarang bersedia dijadikan tempat untuk penelitian. Sedangkan untuk

penelitian pasien homecare, peneliti akan bekerjasama dengan Klinik

home care Anak Lanang.

C. Definisi Operasional

Tabel 3.2
Definisi Operasional
No Variable Definisi Alat Hasil Skala ukur
. Operasional Ukur Ukur
1. Nyeri Respon yang Numeric NSP Rasio : Skala 0 – 10
diukur dengan NPS pain Keterangan :
pada saat dilakukan score Skala 0: tidak ada keluhan
perawatan luka. Skala 1: terasa nyeri di bagian luka,
tetapi masih dapat ditolerir karena
masih diambang rangsang.
Skala 2: nyeri ringan, nyeri yang
dirasakan hilang timbul dan masih
bisa melakukan aktifitas sehari-hari.
Skala 3: nyeri sangat terasa,nyeri
akan hilang menggunakan obat
penghilang nyeri dan aktifitas sehari-
hari terganggu.
Skala 4: kuat, nyeri yang dalam,
nyeri menyebar pada bagian tubuh
50

lain
Skala 5: nyeri pada luka menyebar
pada anggota tubuh lain
Skala 6; nyeri yang begitu kuat
hingga mempengaruhi sebagian
indra, yang menyebabkan tidak focus
Skala 7:tidak dapat berkomunikasi
dengan baik dan tak mampu
melakukan perawatan diri, sebagian
besar aktivitas terganggu.
Skala 8:nyeri begitu kuat sehingga
mengalami perubahan kepribadian
seperti mudah marah, rasa nyeri
yang dirasakan berlangsung lama.
Skala 9:nyeri begitu kuat, tidak dapat
ditolerir sehingga sulit beraktifitas,
berusaha menghilangkan nyeri
dengan cara apapun tidak peduli efek
sampingnya.
Skala 10:nyeri begitu kuat, tidak
dapat ditolerir sehingga sulit
beraktifitas, hingga taksadarkan diri,
nyeri harus ditangani oleh dokter
2. Perawatan tindakan SPO - 1
Luka di keperawatan yang
rumah berupa mengganti
balutan dan
membersihkan luka
baik pada luka
kotor maupun
bersih.
3. Perawatan tindakan SPO - 2
Luka keperawatan yang
dirumah berupa mengganti
sakit balutan dan
membersihkan luka
baik pada luka
kotor maupun
bersih.

D. Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling

1. Populasi

Menurut Sugiono populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas:

objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang


51

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulannya .

Populasi yang diambil adalah pasien dengan ulkus Diabetes Melitus di

RSU William Booth, populasi pasien ulkus Diabetes Melitus pada bulan

Januari 2017 sampai dengan Desember 2017 sebanyak 146 pasien

Sedangkan populasi pasien dengan ulkus DM pada perawatan home care

dari klinik Anak Lanang pada bulan Januari sampai dengan bulan

Desember 2017 sebanyak 120 pasien.

2. Sampel Penelitian

Endang Mulyatiningsih menyatakan sampel adalah cuplikan atau bagian

dari populasi. Sugiyono juga mengatakan sampel didefinisikan sebagai

bagian dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut.

Pada pengambilan sampel yang digunakan adalah teori Quasi

Eksperimen dengan rancangan ini merupakan bentuk desain eksperimen

yang lebih baik validitas internalnya daripada rancangan

preeksperimental dan lebih lemah dari true experimental.

Berdasarkan pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa quasi

experimental design adalah jenis desain penelitian yang akan digunakan

oleh peneliti karena memiliki kelompok kontrol dan kelompok

eksperimen tidak dipilih secara random. Untuk mendapatkan responden

yang memadai dari populasi yang ada, maka besar sampel yang

digunakan dalam penelitian menggunkan rumus Federer yaitu :

(t-1) (n-1) > 15


52

(t-1) (n-1) > 15

(2-1) (n-1) > 15 Keterangan :

1 (n-1) >15 n = jumlah sampel

n >15+1 t = jumlah pengelompokan

n > 16
Maka berdasarkan dar hitungan maka setiap kelompok memiliki

sampel maksimal 16 pasien, pada penelitian ini mempunyai dua

kelompok. Peneliti memerlukan 32 pasien dengan ulkus DM sesuai

dengan teknik non equivalent control group sampling.

Kriteria responden adalah sebagai berikut :

a. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subyek penelitian dari

suatu populasi target dan terjangkau yang akan diteliti

Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:

1) Pasien dengan usia 35-70 tahun

2) Pasien yang di diagnosa oleh dokter DM

3) Pasien yang mempunyai ulkus DM

4) Pasien dengan skala wagner 2.

5) Pasien yang dilakukan GB dengan modern dressing sesuai SPO

6) Pasien yang dilakukan perawatan luka hari kedua

7) Pasien yang belum pernah mendapatkan perawatan luka dengan

modern dressing.
53

8) Pasien kooperatif dan bersedia menjadi responden.

b. Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi adalah keadaan yang menyebabkan subyek

penelitian tidak dapat diikutsertakan dalam penelitian karena

mengganggu pengukuran dan interprestasi, mengganggu kemampuan

dalam pelaksanaan, hambatan etis dan subyek menolak

berpartisipasi. Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah pasien

yang mengalami neuropati.

3. Teknik Sampling

Pada penelitian menggunakan non equivalent control group sampling,

pengambilan sampel penelitian ini diobservasi terlebih dahulu sebelum

diberi perlakuan, kemudian setelah diberikan perlakuan sampel tersebut

diobservasi kembali. Sampel pada penelitian ini adalah pasien yang

mempunyai ulcus Diabetus Militus. Pengambilan sampel juga dilakukan

tanpa sengaja (Accidental Sampling) merupakan pengambilan sampel

didasarkan pada kenyataan bahwa mereka yag dianggap tepat dan secara

kebetulan bertemu peneliti dapat dijadikan sampel, seperti hal nya

peneliti mengambil pasien saat dirumah dengan melakukan home care

sedangka pasien yang di rumah sakit dengan cara mendapatkan di poli

bedah saat pasein kontrol atau ingin di program rawat inap. Sampel

diambil atas dasar seandainya saja, tanpa direncanakan lebih dahulu.

Juga jumlah sampel yang dikehendaki tidak berdasarkan pertimbangan


54

yang dapat dipertanggung jawabkan, asal memenuhi keperluan saja.

Kesimpulan yang diperoleh bersifat kasar dan sementara saja.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian ini adalah observasi dan lembar

cheklist tingkat nyeri Numerical Rating Scales, (NRS). Data responden

meliputi umur, jenis kelamin, pekerjaan, alamat dan lembar observasi

perawatan luka dan lembar Numerical Rating Scales( NRS) untuk

mengetahui tingkat nyeri responden dengan melakukan :

1. Mengukur tingkat nyeri dengan Numerical Rating Scales( NRS)

sebelum dan sesudah di lakukan tindakan perawatan luka di rumah,

dengan responden mengisi lembar NRS sesuai nyeri yang di rasakan

responden.

2. Mengukur tingkat nyeri dengan Numerical Rating Scales( NRS)

sebelum dan sesudah di lakukan tindakan perawatan luka di Rumah

Sakit, dengan responden mengisi lembar NRS sesuai nyeri yang di

rasakan responden.

F. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah suatu proses pengumpulan karakteristik

subyek yang diperlukan dalam suatu penelitian, diantaranya :

1. Jenis Data

a. Data Primer
55

Pengumpulan data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari

responden dengan mengukur tingkat nyeri sebelum dan sesudah

tindakan perawatan luka dirumah maupun di rumah sakit,

kemudian data yang diperoleh di tulis di lembar observasi.

b. Data Sekunder

Pengumpulan data sekunder yaitu data yang di dapat dari sumber

pustaka atau literature yang berupa data statistic atau angka

kejadian penyakit DM ditahun 2017.

2. Prosedur Pengumpulan Data pada Penelitian ini adalah :

a. Peneliti mengajukan surat permohonan pada STIKES Karya

Husada Semarang untuk melakukan penelitian di RSU William

Booth Semarang.

b. Peneliti mengajukan surat permohonan pada STIKES Karya

Husada Semarang untuk melakukan penelitian di klinik home care

Anak Lanang Semarang.

c. Peneliti mengajukan ijin kepada kantor Litbang (Penelitian dan

Pengembangan) Semarang.

d. Peneliti mengajukan ijin kepada Direktur RSU William Booth

Semarang.

e. Menjelaskan maksud, tujuan, dan waktu penelitian pada kepala

ruang atau perawat penanggung jawab di tempat penelitian dan

meminta persetujuan untuk melibatkan responden.


56

f. Penulis memberikan informasi kepada responden penelitian

tentang tujuan dan sifat keikutsertaan responden penelitian dalam

kegiatan penelitian.

g. Responden diminta untuk menandatangani persetujuan responden

dan informed consent.

3. Tahap Pelaksanaan.

a. Fase Pre Test

1) Mengidentifikasi atau mendiskusikan dengan subyek

tentang tingkat nyeri yang akan dilakukan perawatan luka

di Rumah Sakit dan di rumah.

2) Melakukan pengkajian awal tingkat nyeri pasien sebelum

dilakukan perawatan luka.

b. Fase Intervensi

1) Melakukan observasi skala nyeri pasien setiap dilakukan

perawatan luka.

2) Setelah melakukan perawatan luka, dilakukan pengkajian

ulang untuk pengukuran tingkat nyeri (hari pertama).

3) Peneliti menggunakan enumerator dengan kriteria sama

dengan peneliti,bekerja > 3th, memiliki sertifikat

perawatan luka CWCCA dan memiliki kemampuan

perawatan luka di rumah.

c. Fase Post Test


57

Dilakukan pengkajian / pengukuran tingkat nyeri tahap 2 (hari

kedua) dengan perawatan luka yang sama dengan mengamati

ekspresi responden.

d. Terminasi

a. Melakukan cek data ulang, memastikan data lengkap

semua.

b. Melakukan pengolahan data.

c. Menyajikan hasil pengolahan data atau hasil studi kasus

dalam bentuk tabel dan narasi.

G. Cara Pengolahan

Cara pengolahan data yang dilakukan dalm penelitian ini

menggunakan teori dari Notoadmojo yang menyatakan bahwa langkah-

langkah pengolahan data dilakukan secara manual dan pengolahan dengan

komputer secara rinci sebagai berikut :

1. Editing.

Editing merupakan kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan

pengisian cheklist. Jawaban responden dalam menjawab cheklist harus

dilakukan penyuntingan terlebih dahulu.

2. Coding.

Coding adalah mengedit atau menyunting semua cheklist yang

terkumpul, selanjutnya dilakukan pengkodean atau koding dengan

memberikan nilai pada setiap jawaban.


58

Pengkodean dalam penelitian yaitu :

a. Perawatan luka

Pengkodean perawatan luka yaitu :

1) Perawatan luka di rumah : kode 1

2) Perawatan luka di Rumah Sakit : kode 2

3. Entry Data.

Entry data adalah memasukkan cheklist dari masing-masing

responden yang dalam bentuk kode(angka) di masukkan dalam

program komputer untuk dianalisis.

4. Pembersihan Data.

Pembersihan data adalah pengecekan kembali pada semua data dari

semua sumber sudah dimasukkan untuk melihat kemungkinan adanya

kesalahan kode, ketidaklengkapan dan sebagainya kemudian dilakukan

pembetulan atau koreksi.

H. Analisis data

1. Analisis Univariat

Analisis univariat penelitian ini menggunakan analisis tendensi sentral

adalah pengukuran statistik untuk menentukan skor tunggal yang

menetapkan pusat dan distribusi. Tujuan tendensi central yaitu untuk

menentukan skor tunggal yang paling khusus atau paling representative

dalam kelompok. Data numerik yaitu untuk mengetahui nilai mean,

median, standart deviasi, minimum dan maksimum. Analisa univariat


59

dilakukan untuk mencari distribusi tingkat nyeri pasien yang dilakukan

perawatan luka. Menganalisa tingkat nyeri sebelum dilakukan perawatan

luka di rumah pasien ulkus DM. Menganalisa tingkat nyeri sesudah

dilakukan perawatan luka di rumah pasien ulkus DM. Menganalisa

tingkat nyeri sebelum dilakukan perawatan luka di rumah sakit pasien

ulkus DM. Menganalisa tingkat nyeri sebelum dilakukan perawatan luka

di rumah sakit pasien ulkus DM.

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat merupakan analisis untuk mengetahui perbedaan

tingkat nyeri perawatan luka di rumah dibandingkan di RS pada pasien

Ukus DM.

Sebelum dilakukan analisis bivariat untuk menentukan uji hipotesis

statistik, maka dilakukan uji normalitas,uji normalitas adalah uji statistik

yang dilakukan untuk mengetahui bagaimana sebaran sebuah data.

Peneliti menggunakan uji Shapiro-wilk dimana jumlah populasi sampel

< 50 yaitu 32 sampel, hasil uji normalitas menunjukan sebelum

perawatan luka di rumah 0,001 dan sesudah 0,000 <0,05 sehingga data

disimpulkan terdistribusi tidak normal sehingga menggunkan uji korelasi

Wilcoxon Signed Ranks Test, maka didapatkan hasil p value sebesar 0,001

< 0,05 sehingga maka Ho ditolak atau Ha diterima, maka ada pengaruh

skla nyeri terhadap perawatan luka ulkus DM di rumah. Hasil uji

normalitas menunjukan sebelum perawatan luka di rumah sakit 0,001

dan sesudah 0,001 <0,05 sehingga data disimpulkan terdistribusi tidak


60

normal sehingga menggunkan uji korelasi Wilcoxon Signed Ranks Test,

maka didapatkan hasil p value sebesar 0,001 < 0,05 sehingga maka Ho

ditolak atau Ha diterima, maka ada pengaruh skala nyeri terhadap

perawatan luka ulkus DM di rumah sakit. Berdsarkan Analisa bivariat

dengan menggunkan uji korelasi Mann Whitney P value 0,85 < 0,05

sehingga maka Ho ditolak atau Ha diterima maka dapat disimpulkan

tidak ada pengaruh skala nyeri terhadap perawatan luka ulkus DM di

rumah dan dirumah sakit.

I. Etika Studi Kasus

Beberapa prinsip penelitian pada manusia yang harus dipahami antara lain:

1. Informed Consent

Subyek penelitian harus mendapatkan informasi secara lengkap tentang

tujuan penelitian yang akan dilakukan, mempunyai hak untuk bebas

berpartisipasi atau menolak menjadi responden. Pada Informed Consent

juga perlu dicantumkan bahwa data yang di peroleh hanya akan

digunakan untuk pengembangan ilmu. Pengisian informed consent pasien

perlu didampingi oleh keluarga di ruangan yang tertutup, informed

consent di berikan sebelum tindakan pengukuran tingkat nyeri pada

perawatan luka di rumah dan di rumah sakit. Tanda tangan tidak memakai

materai dan didampingi keluarga.

2. Anominity (tanpa nama)

Peneliti memberikan jaminan dengan tidak mencantumkan nama

responden pada lembar ukur atau cheklist responden, hanya menuliskan


61

kode saat lembar kuisioner di kumpulkan atau saat pengolahan dan

penyajian data.

3. Prinsip Manfaat

Peneliti dilaksanakan tanpa mengakibatkan penderita kepada subyek,

selain itu peneliti berhati-hati dalam mempertimbangkan resiko dan

keuntungan yang akan berakibat kepada subyek pada setiap tindakan.

4. Prinsip menghargai hak asasi manusia (respect human dignity)

Subyek dilakukan secara manusiawi yang mempunyai hak memutuskan

untuk bersedia menjadi subyek atau tidak, tanpa adanya sanksi ataupun

yang dapat mengganggu kesembuhannya (Right to self determination).

5. Keadilan (right to justice)

Subyek diperhatikan secara adil, baik sebelum, selama, dan sesudah

keikutsertaan dalam penelitian tanpa adanya deskriminasi. Subyek juga

mempunyai hak agar data yang di berikan harus dirahasiakan, untuk itu

perlu adanya tanpa nama (anonimity) dan rahasia penelitian yang

dilaksanakan, selanjutnya peneliti memberikan informed consent yang

diwakilkan kepada kepala ruangan.


BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Penelitian

1. Analisis Univariat

1. Skala nyeri sebelum dilakukan perawatan luka ulkus DM di rumah

Tabel 4.1 Distribusi frekuensi skala nyeri sebelum perawatan luka ulkus
DM di rumah (n=16)
Intervensi
Skala Nyeri
Median ±SD Min-Max CI%
Sebelum 5.00 ± .957 4-7 4,75-5
Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa skala nyeri pada

pasien luka ulkus DM sebelum diberikan perawatan luka di rumah

didapatkan nilai median sebesar 5.00, Standar deviasi sebesar .957, nilai

minimal sebesar 4, nilai maksimal sebesar 7, CI% sebesar 4,75-5.

2. Skala nyeri sesudah dilakuakan perawatan luka ulkus DM di rumah

Tabel 4.2 Distribusi frekuensi skala nyeri sesudah perawatan luka ulkus
DM di rumah (n=16)
Intervensi
Skala Nyeri
Median ±SD Min-Max CI%
Sesudah 3.00 ± .981 2-5 3.07-3.26
Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa skala nyeri pada

pasien luka ulkus DM sesudah diberikan perawatan luka di rumah

didapatkan penurunan nilai median sebesar 3.00, Standar deviasi sebesar .

981, nilai minimal sebesar 2, nilai maksimal sebesar 5, CI% sebesar 3.07-

3.26.

3. Skala nyeri sebelum dilakukan perawatan luka ulkus DM di rumah


sakit

62
63

Tabel 4.3 Distribusi frekuensi skala nyeri sebelum perawatan luka ulkus
DM di rumah sakit (n=16)
Intervensi
Skala Nyeri
Median ±SD Min-Max CI%
Sebelum 6.00 ± 1.153 4–7 5.46-5.63
Berdasarkan tabel 4.3 dapat diketahui bahwa skala nyeri pada

pasien luka ulkus DM sebelum diberikan perawatan luka di rumah sakit

didapatkan nilai median sebesar 6.00, Standar deviasi sebesar 1.153, nilai

minimal sebesar 4, nilai maksimal sebesar 7, CI% sebesar 5.46-5.63.

4. Skala nyeri sesudah dilakukan perawatan luka ulkus DM di rumah


sakit

Tabel 4.4 Distribusi frekuensi skala nyeri sesudah perawatan luka ulkus
DM di rumah sakit (n=16)
Intervensi
Skala Nyeri
Median ±SD Min-Max CI%
Sesudah 4.00 ± 1.153 2-5 3.07-3.26
Berdasarkan tabel 4.4 dapat diketahui bahwa skala nyeri pada

pasien luka ulkus DM sesudah diberikan perawatan luka di rumah sakit

didapatkan nilai median sebesar 4.00, Standar deviasi sebesar 1.153, nilai

minimal sebesar 2, nilai maksimal sebesar 5, CI% sebesar 3.07-3.26.

2. Analisa Bivariate

Sebelum dilakukan analisa bivariat terlebih dahulu dilakukan uji

normalitas untuk menentukan alat ukur yang digunakan dalam analisa

bivariate. Hasil uji normalitas menunjukan sebelum dilakukan perawatan

luka ulkus DM di rumah dengan nilai p value 0,001< 0,05 dan sesudah

dilakukan perawatan luka ulkus DM di rumah menunjukkan nilai p value


64

0,000 < 0,05 sehingga disimpulkan data terdistribusi tidak normal

sehingga analisa selanjutnya dilakukan dengan uji Wilcoxon. Demikian

juga dilakukan uji normalitas pada perawatan luka ulkus DM di rumah

sakit dengan nilai sebelum p value 0,001 < 0,05 dan sesudah perawatan

luka ulkus DM di rumah sakit menunjukkan nilai p value 0,001 < 0,05

sehingga data disimpulkan terdistribusi tidak normal sehingga analisa

selanjutnya dilakukan dengan uji Wilcoxon. Untuk menguji adanya

pengaruh perawatan luka ulkus DM di rumah dengan di rumah sakit

terhadap nyeri maka digunakan uji Mann Whitney.

a. Perbedaan skala nyeri sebelum dan sesudah dilakukan perawatan

luka ulkus DM di Rumah

Tabel 4.5 Perbedaan skala nyeri sebelum dan sesudah dilakukan


perawatan luka ulkus DM di rumah
Variabel Perawatan luka ulkus DM di rumah
Skala nyeri n Mean Rank P value
Sebelum
16 8.50 0.000
Sesudah
Berdasarkan tabel 4.5 didapatkan hasil penelitian bahwa nilai mean

rank skala nyeri sebelum dan sesudah perawatan luka pada pasien ulkus

DM mengalami perbedaan skala nyeri sebelum dan sesudah sebesar 8.50,

dengan uji statistik didapatkan nilai P value 0,000<0,05 hal ini

menunjukan bahwa ada perbedaan yang signifikan rata-rata skala nyeri

sebelum dan sesudah pemberian terapi perawatan luka di rumah.

b. Perbedaan skala nyeri sebelum dan sesudah dilakukan perawatan

luka ulkus DM di rumah sakit

Tabel 4.6 Perbedaan skala nyeri sebelum dan sesudah dilakuakan


65

perawatan luka ulkus DM di rumah sakit


Variabel Perawatan luka ulkus DM di rumah
Skala nyeri N Mean Rank P value
Sebelum
16 8.50 0.000
Sesudah
Berdasarkan tabel 4.6 didapatkan hasil penelitian bahwa nilai mean

rank skala nyeri sebelum dan sesudah perawatan luka pada pasien ulkus

DM mengalami perbedaan skala nyeri sebelum dan sesudah sebesar 8.50,

dengan uji statistik didapatkan nilai P value 0,000<0,05 hal ini

menunjukan bahwa ada perbedaan yang signifikan rata-rata skala nyeri

sebelum dan sesudah pemberian terapi perawatan luka di rumah sakit.

c. Pengaruh Moderen Dressing skala nyeri yang dilakukan perawatan

luka ulkus DM baik di rumah dan di rumah sakit

Tabel 4.7 Pengaruh modern dressing skala nyeri sebelum dilakuakan


perawatan luka ulkus DM di rumah dan di rumah sakit
Perawatan luka ulkus DM di rumah
Kelompok
n Mean Rank P value
Rumah 16 13.75
0.85
RS 16 19,25
Berdasarkan tabel 4.7 didapatkan hasil penelitian bahwa nilai mean

skala nyeri perawatan luka pada pasien ulkus DM baik di rumah dan di

rumah sakit menunjukan hasil data mean rank sebesar 13,75 dan 19,25

dengan uji statistik didapatkan nilai P value 0,850>0,05 hal ini

menunjukan bahwa ada pengaruh yang signifikan rata-rata skala nyeri

sebelum dan sesudah pemberian terapi perawatan luka baik dirumah dan di

rumah sakit.

2. Pembahasan
66

Berdasarkan hasil penelitian, peneliti dapat menjabarkan gambaran

tingkat nyeri pada pasien ulkus DM sebelum dan sesudah dilakukan perawatan

luka saat di rumah sakit dan di rumah.

1. Skala nyeri sebelum dilakukan perawatan luka ulkus DM di rumah

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil

median dimana skala nyeri pasien yang mengalami luka ulkus DM di

rumah sebelum dilakukan perawatan luka dengan nilai 5,00. Menurut

penilaian numeric (Numerical Rating Scales, NRS) skala 5 (skala sedang)

yaitu nyeri pada luka menyebar pada anggota tubuh lain. Didukung oleh

teori yang menyatakan bahwa stimulus nyeri mengaktifkan bagian system

limbic yang diyakini mengendalikan emosi seseorang, khususnya ansietas.

Sistem limbik dapat memproses reaksi terhadap nyeri yakni memperburuk

atau menghilangkan nyeri. Sebelum dilakukan medikasi luka pasien ulkus

DM rata-rata tampak kotor, bau tidak sedap, terdapat pus, rasa nyeri yang

dialami pasien pun dengan mengeskpresikan raut wajah yang menahan

rasa nyeri, menunjukkan raut wajah yang menahan nyeri. [29]

Hal tersebut juga sebelumnya sudah dilakukan oleh penelitian

Nuniek Nizmah Fajriyah 2017 Terdapat hubungan signifikan antara lama

menderita sakit DM dengan pengetahuan perawatan kaki DM. Hal ini

sangat berkaitan dengan kecemasan yang dirasakan oleh pasien. Hubungan

antara nyeri dan ansietas seringkali meningkatkan persepsi nyeri, tetapi

nyeri juga dapat menimbulkan suatu perasaan ansietas. [29]

2. Skala nyeri sesudah dilakukan perawatan luka ulkus DM di rumah


67

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil

median 3,00 dimana skala nyeri pasien yang mengalami luka ulkus DM di

rumah sesudah dilakukan perawatan.

Home care adalah komponen dari pelayanan kesehatan yang

komprehensif dimana pelayanan kesehatan disediakan untuk individu dan

keluarga di tempat tinggal mereka dengan tujuan mempromosikan,

mempertahankan atau memaksimalkan level kemandirian serta

meminimalkan efek ketidakmampuan dan kesakitan termasuk di dalamnya

penyakit terminal. Definisi ini menggabungkan komponen dari home care

yang meliputi pasien, keluarga, pemberi pelayanan professional

(multidisiplin) dan tujuannnya, yaitu untuk membantu pasien kembali

pada level kesehatan optimum dan kemandirian. [35]

Neis dan Mc.Ewen menyatakan home care adalah system dimana

pelayanan kesehatan dan pelayanan social diberikan di rumah kepada

orang-orang cacat atau orang-orang yang harus tinggal di rumah karena

kondisi kesehatannya [7].

3. Skala nyeri sebelum dilakukan perawatan luka ulkus DM di rumah

sakit

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil

median dimana skala nyeri pasien yang mengalami luka ulkus DM di

rumah sebelum dilakukan perawatan luka dengan nilai 6,00. Menurut


68

penilaian numeric (Numerical Rating Scales, NRS) skala 6 (sedang) yaitu

nyeri yang mempengaruhi sebagian indra,yang menyebabkan tidak focus.


[29]
Dengan ciri-ciri skala 6 adalah sangat nyeri luar biasa hingga penderita

menangis, rasa nyeri yang dalam, nyeri yang menusuk sehingga

tampaknya cenderung mempengaruhi yang menyebabkan tidak dapat

focus, komunikasi terganggu, menggangu aktivitas normal dalam sehari-

hari. [21]

Salah satu yang berpengaruh dalam intensitas nyeri adalah

pengalaman individu yang mempunyai pengalaman multivel dan

berkepanjangan dengan nyeri akan lebih sedikit gelisah dan lebih toleran

terhadap nyeri dibandingkan orang yang hanya mengalami nyeri sedikit

nyeri. Individu dengan pengalaman nyeri berulang dapat mengetahui

kekuatan peningkatan nyeri dan pengobatannnya yang tidak adekuat.

Pasien yang sudah mempunyai pengalaman tentang nyeri akan lebih siap

menerima perasaan nyeri, sehingga dia merasakan nyeri lebih ringan

daripada pengalaman pertamanya. [22]

4. Skala nyeri sesudah dilakukan perawatan luka ulkus DM di rumah

sakit

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil

median dimana skala nyeri pasien yang mengalami luka ulkus DM di

rumah sesudah dilakukan perawatan luka dengan nilai 4,00. Cara


69

seseorang berespon terhadap nyeri adalah akibat banyaknya kejadian nyeri

selama rentang kehidupannya dan ini dapat kita lihat pada pasien yang

pernah memiliki riwayat nyeri pada luka ulkus DM sebelumnya. Dalam

kaitannya dengan masalah hospitalisasi, Diabetes melitus adalah salah satu

penyakit yang kronis dan berhubungan dengan masalah psikologi, apalagi

jika diabetes melitus tersebut diikuti dengan ulkus diabetic yang akan

mengakibatkan perawatan jangka lama.

Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri saat perawatan luka di

rumah sakit adalah banyak faktor yang membuat pasien selama dirawat

mengalami kecemasan, antara lain; terjadinya perubahan peran dalam

keluarga, terganggunya masalah psikologis, masalah keuangan, masalah

sosial seperti merasa kesepian dan perpisahan, perubahan gaya hidup,

privasi serta otonomi diri. Faktor pengetahuan menjadi salah satu faktor

yang menyebabkan pasien merasa cemas selama di rawat di rumah sakit,

seperti pengetahuan terkait dengan penyakit yang diderita oleh pasien,

pengetahuan terkait dengan alokasi biaya perawatan di rumah sakit,

pengetahuan terkait dengan lama tidaknya perawatan selama di rumah

sakit dan tindakan yang akan dilakukan. Semakin banyak pengetahuan

yang dimiliki seseorang maka seseorang tersebut akan lebih siap

menghadapi sesuatu dan dapat mengurangi kecemasan. Stress dan

kecemasan dapat terjadi pada individu dengan tingkat pengetahuan yang

rendah, disebabkan karena kurangnya informasi yang diperoleh [32].


70

Pada penelitian oleh Rosi Indriani terdapat hubungan lama dan

derajat ulkus diabetikum dengan tingkat stres pada klien diabetisi. Semakin

lama mengalami ulkus dan semakin berat derajat ulkus, maka semakin

tinggi pula tingkat stres yang dialami oleh diabetisi. [2] Nemeth et

al.melakukan survey pada pasien dengan luka kaki untuk prevalen nyeri

dan menemukan bahwa rata-rata setengah dari mereka mengalami nyeri

dan berkembang berdampak pada kualitas hidup mereka.3Stuart dan Laraia

meneliti bahwa penurunan kesehatan menjadi faktor resiko terjadinya

stres.[4]

5. Ada pengaruh tingkat nyeri sebelum dan sesudah dilakukan


perawatan luka di rumah
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil

median dimana skala nyeri pasien yang mengalami luka ulkus DM di

rumah sebelum dan sesudah dilakukan perawatan luka mengalami

penurunan nilai dari 5,00 menjadi 3,00. Pada penelitian di ketahui bahwa

nilai mean rank 8.50, dengan uji statistik didapatkan nilai P value

0,000<0,05 hal ini menunjukan bahwa ada pengaruh yang signifikan rata-

rata skala nyeri sebelum dan sesudah pemberian terapi perawatan luka di

rumah. Menurut American Medical Association, home care merupakan

penyediaan peralatan dan jasa pelayanan keperawatan kepada pasien di

rumah yang bertujuan untuk memulihkan dan mempertahankan secara

maksimal tingkat kenyamanan dan kesehatan. Dalam kasus apapun,

efektifitas perawatan berbasis rumah membutuhkan upaya kolaboratif

pasien, keluarga, dan professional. Sedangkan Departemen Kesehatan


71

menyebutkan bahwa home care adalah pelayanan kesehatan yang

berkesinambungan dan komprehensif yang diberikan kepada individu dan

keluarga di tempat tinggal mereka yang bertujuan untuk meningkatkan,

mempertahankan atau memaksimalkan tingkat kemandirian dan

meminimalkan akibat dari penyakit.[35]

Pelayanan keperawatan kesehatan di rumah mencakup upaya untuk

menyembuhkan, mempertahankan, memelihara, dan meningkatkan

kesehatan fisik, mental atau emosi pasien. Perawatan kesehatan di rumah

merupakan salah satu jenis dari perawatan jangka panjang( Long term

care) yang dapat diberikan oleh tenaga professional maupun non

professional yang telah mendapatkan pelatihan. Perawatan di rumah

merupakan lanjutan asuhan keperawatan yang dilakukan di rumah sakit

yang sudah termasuk dalam rencana pemulangan(discharge planning) dan

dapat dilaksanakan oleh perawat dari rumah sakit semula, perawat

komunitas diman pasien berada, atau tim keperawatan khusus yang

menangani perawatan di rumah. Perawatan di rumah harus diberikan

sesuai dengan kebutuhan individu dan keluarga, direncanakan,

dikoordinasiakan, dan disediakan oleh pemberi pelayanan yang diorganisir

untuk memberi pelayanan rumah melalui pengaturan berdasarkan

perjanjian.[19]

6. Ada pengaruh tingkat nyeri sebelum dan sesudah dilakukan

perawatan luka di rumah sakit


72

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil

median dimana skala nyeri pasien yang mengalami luka ulkus DM di

rumah sakit sebelum dan sesudah dilakukan perawatan luka mengalami

penurunan dari 6,00 menjadi 4,00. Serta didapatkan hasil penelitian bahwa

nilai mean rank skala nyeri sebelum dan sesudah perawatan luka pada

pasien ulkus DM dengan uji statistik didapatkan nilai P value 0,000<0,05

hal ini menunjukan bahwa ada pengaruh yang signifikan rata-rata skala

nyeri sebelum dan sesudah pemberian terapi perawatan luka di rumah

sakit.

Reaksi yang terjadi apabila seseorang mengalami sakit atau dirawat

di rumah sakit ada beberapa hal yang terjadi pada perubahan

emosionalnya, antara lain penolakan, depresi dan kecemasan. Kecemasan

merupakan salah satu bentuk emosi individu yang berkenaan dengan

adanya rasa terancam oleh sesuatu,biasanya dengan objek ancaman yang

tidak begitu jelas. Kecemasan dengan intensitas yang wajar dapat

dianggap memiliki nilai positif sebagai motivasi. Apabila intensitasnya

sangat kuat dan bersifat negatif, justru malah akan menimbulkan kerugian

dan dapat mengganggu keadaan fisik dan psikis individu yang


[35]
bersangkutan . Hal ini diperkuat oleh penelitian dari Yotsu (2014)

bahwakurangnya pengetahuan tentang merawat atau mencegah luka kaki

diabetic dikarenakan kurangnya informasimengenai perawatan dan

komplikasi DM, sehingga pasien harus dikenalkan mengenai karakteristik


73

ulkus diabetic, klasifikasi maupun tanda gejala dari komplikasi seperti

neuropati,iskemik dan neuro iskemik [30].

7. Menganalisa perbandingan tingkat nyeri perawatan luka di rumah


dan di rumah sakit pada pasien dengan ulkus DM.
Perawatan luka di rumah dengan perawatan luka di rumah sakit

dalam menurunkan skala nyeri pada luka ulkus DM, hasil ini memberikan

interpretasi bahwa tidak ada pengaruhnya karena yang diamati pasein

selain merasakan nyeri, pasien tersebut juga mengalami gangguan dalam

psikologinya. Ketika seseorang mengalami nyeri dan menjalani perawatan

di rumah sakit adalah hal yang sangat tak tertahankan. Secara terus-

menerus klien kehilangan kontrol dan tidak mampu untuk mengontrol

lingkungan termasuk nyeri. Klien sering menemukan jalan untuk

mengatasi efek nyeri baik fisik maupun psikologis. Penting untuk mengerti

sumber koping individu selama nyeri. Sumber-sumber koping ini seperti

berkomunikasi dengan keluarga, latihan dan bernyanyi dapat digunakan

sebagai rencana untuk mensupport klien dan menurunkan nyeri klien.

Sumber koping lebih dari sekitar metode teknik. Seorang klien

mungkin tergantung pada support emosional dari anak-anak, keluarga atau

teman. Meskipun nyeri masih ada tetapi dapat meminimalkan kesendirian.

Kepercayaan pada agama dapat memberi kenyamanan untuk berdo’a,

memberikan banyak kekuatan untuk mengatasi ketidaknyamanan yang

datang [23].

Perawatan luka adalah melakukan tindakan perawatan terhadap

luka. Penggantian/mengganti balutan untuk membantu dalam proses


74

penyembuhan luka. Perawatan luka telah mengalami perkembangan sangat

pesat terutama dalam dua dekade terakhir, ditunjang dengan kemajuan

teknologi kesehatan. Di samping itu, isu terkini manajemen perawatan

luka berkaitan dengan perubahan profil pasien yang makin sering disertai

dengan kondisi penyakit degeneratif dan kelainan metabolik. Kondisi

tersebut biasanya memerlukan perawatan yang tepat agar proses

penyembuhan bisa optimal [30].

Manajemen perawatan luka modern sangat mengedepankan isu

tersebut. Hal ini di tunjang dengan makin banyaknya inovasi terbaru

produk-produk perawatan luka. Pada dasarnya, pemilihan produk yang

tepat harus berdasarkan pertimbangan biaya (cost), kenyamanan (comfort),

dan keamanan (safety) [31].

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh De wit R & Van F

pada tahun 2013 membuktikan bahwa perawatan luka dengan modern

dressing dapat menurunkan skala nyeri yang dirasakan pada pasien yang

mempunyai luka DM, hal ini menyebabkan bahwa rasa nyeri akan

menurun bila sudah dilakukan maka terjadilah penurunan hormon

glukokortikoid yang memperlancar proses penyembuhan luka.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

1. Adanya nilai median skala nyeri yang dilakuakan perawatan ulkus DM

sebelum di rumah adalah 5,00

2. Adanya nilai median skala nyeri yang dilakuakan perawatan ulkus DM

sesudah di rumah adalah 3,00

3. Adanya nilai median skala nyeri yang dilakuakan perawatan ulkus DM

sebelum di rumah sakit adalah 6,00

4. Adanya nilai median skala nyeri yang dilakuakan perawatan ulkus DM

sesudah di rumah sakit adalah 4,00

5. Ada perbedaan tingkat nyeri sebelum dan sesudah dilakukan perawatan

luka dengan metode dressing di rumah

6. Ada perbedaan tingkat nyeri sebelum dan sesudah dilakukan perawatan

luka dengan metode dressing di rumah sakit

7. Tidak ada pengaruh perawatan luka di rumah dengan perawatan luka di

rumah sakit dalam menurunkan skala nyeri pada luka ulkus DM. Hasil ini

memberikan interpretasi bahwa tidak ada pengaruhnya karena yang

diamati pasien selain merasakan nyeri, pasien tersebut juga mengalami

gangguan dalam psikologinya

75
76

B. SARAN

Berdasarkan hasil penelitian maka penelitian memberikan saran untuk

pengembangan penelitian ini :

1. Bagi Rumah Sakit

Penelitian ini dapat dijadikan referensi dalam pembahasan SPO,

khususnya mengenai perbandingan tingkat nyeri pada perawatan luka

ulkus diabetes di rumah sakit.

2. Bagi Tenaga Kesehatan

Dapat dilakukan dengan menambah intervensi dalam menangani

psikologis pasien saat mengalami luka ulkus DM, yaitu sumber koping

lebih dari sekitar metode teknik adalah seorang klien mungkin tergantung

pada support emosional dari anak-anak, keluarga atau teman. Meskipun

nyeri masih ada tetapi dapat meminimalkan kesendirian.

3. Bagi Pengelola Klinik

Data dilakukan dan memberi informasi kepada pasien untuk pemberian

tindakan perawatan luka dengan modern dressing untuk menurunkan skala

nyeri yang dialami oleh pasien.

4. Bagi Peneliti selanjutnya

Dapat dilakukan dengan lanjutan modifikasi dengan perlakuan lebih dari

satu kali dan berulang-ulang atau dilakukan bersama untuk melihat

perubahan lebih maksimal penurunan skala nyeri. Peneliti ini dapat

dilakukan dengan variabel lainnya untuk melihat paling efektif dalam

penurunan skala nyeri.


77

DAFTAR PUSTAKA

[1] Atikah Fatmawati;” Social Support “Bezoek” Related to Indonesian Culture


as A Effort to Reduce Stress Hospitalization”,(Oral presentation at Seminar
Ilmiah Nasional Keperawatan,Semarang,2014),29.

[2] Rosi Indriani;”Studi Kejadian Ulkus Diabetikum dan Tingkat Stres Klien
Diabetisi”.Jurnal Keperawatan Vol.9 No 1,Maret 2017,Hal 30-37.

[3] Erfandi Ekaputra; “Evolusi Manajemen Luka”.(Jakarta:Trans Info


Media,2013),30.

[4] Stuart G.W & Laraia M.T.; “Principles and Practice of Phychiatric
Nursing”,Edition 8,Missouri, Mosby Years Book,2013

[5] Tarwoto;”Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem


Endokrin”.Jakarta:Trans Info Medika,2012

[6] World Health Organization; “Diabetes Fakta dan Angka”.(


http://www.searo.who.int/indonesia/topics/8-whd2016-diabetes-facts-and-
numbers-indonesian.pdf, diakses Desember,2017)

[7] Fatimah Eliana,Simposium Kedokteran;”Penatalaksanaan DM Sesuai


Konsensus PERKENI 2015” . file:///C:/Users/VENY/Downloads/SATELIT-
SIMPOSIUM-6.1-DM-UPDATE-DAN-Hb1C-OLEH-DR.-Dr.-Fatimah-Eliana-
SpPD-KEMD.pdf, diakses Desember 2017)

[8] Dinkes Jateng;"Profil Kesehatan Jawa Tengah",diakses Desember 2015

[9] Dinkes Semarang; “Profil Kesehatan Kota Semarang”.(


www.dinkes.semarangkota.go.id ,diakses Desember 2017)

[10] Data Rekam Medis RSU William Booth,2017

[11] Kruse I, Edelman S.;” Evaluation dan Treatmen of Diabetic Foot Ulcer”.
Clinical Diabetes Vol24, Number 2, 2006. p 91-93

[12] Ranjani Somayadi; “The impact of team based interprofessional


comprehensive assessments on the diagnosis and management of diabetic foot
ulcers: A retrospective cohort study”. Interprofessional assessments and diabetic
foot ulcers,Qatar September 26,2017.
78

[13] Katherine M. Raspovic;” Midfoot Charcot Neuroarthropathy in Patients


With Diabetes: The Impact of Foot Ulceration on Self-Reported Quality of Life”.
Foot Ankle Spec . 2015 August ; 8(4): 255–259.

[14] Erfandi Ekaputra;” Evolusi Manajemen Luka”. (Jakarta:Trans Info


Media,2013),30.

[15] Amalia Firdaus ;“HUBUNGAN LAMANYA MENDERITA DIABETES


MELITUS TIPE 2 TERHADAP TINGKAT DEPRESI PADA PASIEN POLI
PENYAKIT DALAM RSD Dr. SOEBANDI JEMBER”.UNEJ Digital Respiratory
2013.diakses melalui http://repository.unej.ac.id/handle/123456789/2343 11 Feb.
2018

[16] Nurhakim Yudhi;” TINGKAT KECEMASAN PASIEN DI RUANG RAWAT


INAP RSUD DR. SOESELO SLAWI” Jurnal Stikes Bhamada Slawi, 2015

[17] Guntur Prasetya;” Perbedaan Intensitas Nyeri Pada Pasien Perawatan Ulkus
Diabetic Sebelum Dan Sesudah Dilakukan Teknik Relaksasi Nafas Dalam Di
RSUD Kota Semarang”, Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan Vol 1, No 1:
Juni 2012.

[18] Indra Chuandy;”Konsep Pain Free Hospital”. Opini CDK-226/vol.42 no. 3


th.2015.

[19] Cecep Tri Wibowo;”Home Care Konsep Kesehatan Masa Kini”.


(Yogyakarta: Nuha Medika,2012),8.

[20] Cecep Tri Wibowo;”Home Care Konsep Kesehatan Masa Kini”.


(Yogyakarta: Nuha Medika,2012),14.

[21] Smeltzer,Suzanne; Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner


&nSuddarthalih Bahasa Agung Waluyo et all. Jakarta:Buku Kedokteran ECG ,
2002,edisi 8 vol 1.

[22] Tamsuri,A.;Konsep dan Penatalaksanaan Nyeri.Jakarta:buku Kedokteran


ECG,2007.

[23] Perry & Potter;Buku Ajar Fundamental Keperawatan:Konsep,Proses dan


Praktik,Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran ECG,2005,Vol. 1,Edisi 4.
79

[24] Sulistyo Andarmoyo & Suharti,; Buku Persalinan Tanpa Nyeri


Berlebihan:Konsep&Aplikasi Manajemen Nyeri,Jogjakarta:Ar-Ruzz
Media,2013,cetakan 1.

[25] Prasetyo; Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri, Graha Ilmu,yogyakarta,


2010.

[26] Torrance, C and Sergison, E.; Surgical Nursing. London : Bailliere Tindal.
1997.

[27] Casey G. ;Modern wound dressings. .Nurs Stand. 2000; 15(5): 47-51.

[28] Kane D.; Chronic wound healing and chronic wound management. In:
Krasner D, Rodeheaver, editors. Health Management Publications; 1990.

[29] SOP Perawatan luka di akses 10/03/2018,askep 33.com


file:///C:/Users/VENY/Downloads/350141266-SOP-Perawatan-Luka-pdf.pdf

[30] Wayne PA, Flanagan.; Managing chronic wound pain in primary care.
Practice Nursing; 2006; 31:12

[31] Astuti;Transaksi Therapeutic Dalam Upaya Pelayanan Medis Di Rumah


Sakit.Bandung,Citra Aditya Bakti,2009.

[32] Hawari, D.; Manajemen Stres Cemas dan Depresi, Jakarta : Balai Penerbit
FKUI, 2008.

[33] Hambly, K.; Psikologi Populer : Bagaimana Mengatasi Ketegangan.Alih


Bahasa : Budiyanto. Jakarta : Arcan, 1986.

[34] Nies and McEwen;Community Heatlh Nursing,W.B. Saunders


Company,Philadelphia,2001.

[35] Stanhope , M. and Knollmueller,R.N.;Handbook of Community and Home


Health Nursing,Mosby Year Books,St.Louis USA,1992.

[36] Nursalam;Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu


Keperawatan,Salemba Medika,Jakarta,2008.

[37] Chandra Budiman;Metodologi Penelitian Kesehatan,Buku Kedokteran


EGC,2008,cetakan :1.
80

[38] Smetlzer,S.C.,& Bare,B.G.;Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner


&Suddart,alih bahasa Agung Waluyo et.al,EGC,Jakarta,2002,volume 1 edisi 8.

[39] Perry,A,G.,& Pottre,P,A.;Fundamental Keperawatan Konsep dan Klinis dan


Praktek,EGC,Jakarta,2006,volume 2 edisi 4.

[40] Brookes, S., O’Leary, B., Feet fi rst: a guide to diabetis foot services. British
Journal of Nursing, (2006).

[41] Boulton, A.J.M., Armstrong, D.G., Albert, S.F., Frykberg, R.G., Hellman, R.,
Kirkman, M.S. Comprehensive foot examination and risk assessment. Diabetes
Care Journal, 31(8), (2008).

[42] Andyagreeni,; Tanda Klinis Penyakit Diabetes Mellitus,Jakarta: CV.Trans Info


Media, (2010).

[43] Askandar,;Hidup Sehat dan Bahagia bersama Diabetes,Jakarta: Gramedia


Pustaka Utama,2001.

[44] Price, A.S ,; Patofisologi: konsep klinis proses-proses penyakit, , Jakarta:


EGC,1995, edisi 4.

[45] Arianti,; Hubungan Antara Perawatan Kaki dengan Risiko Ulkus Kaki
Diabetes di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta,Muhammadiyah
Journal of Nursing,2012,hal.9.
81

FORMULIR OBSERVASI TINGKAT NYERI PASIEN

Nama pasien :

Jenis kelamin / Usia :

Alamat :

Tidak nyeri Sangat nyeri

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Keterangan :

Skala 0 : tidak ada keluhan


Skala 1 : terasa nyeri di bagian luka,tetapi masih dapat ditolerir
karena masih diambang rangsang.
Skala 2 : nyeri ringan,nyeri yang dirasakan hilang timbul dan masih
bisa melakukan aktifitas sehari- hari.
Skala 3 : nyeri sangat terasa, nyeri akan hilang menggunakan obat
penghilang nyeri dan aktifitas sehari- hari terganggu.
Skala 4 : kuat, nyeri yang dalam, nyeri menyebar pada bagian tubuh
lain.
Skala 5 : nyeri pada luka menyebar pada anggota tubuh lain.
Skala 6 : nyeri yang begitu kuat hingga mempengaruhi sebagian
indra,yang menyebabkan tidak focus.
Skala 7 : tidak dapat berkomunikasi dengan baik dan tak mampu
melakukan perawatan diri, sebagian besar aktifitas terganggu.
Skala 8 :nyeri begitu kuat sehungga mengalami perubahan
kepribadian seperti mudah marah, rasa nyeri yang dirasakan
berlangsung lama.
Skala 9 : nyeri begitu kuat,tidak dapat di tolerir sehingga sulit
beraktifitas, berusaha menghilangkan nyeri dengan cara
apapun tidak peduli efek sampingnya.
Skala 10 : nyeri begitu kuat,tidak dapat di tolerir sehingga sulit
beraktifitas, hingga tak sadarkan diri, nyeri harus di tangani
oleh dokter.
Lampiran 2
82

LEMBAR OBSERVASI

TINGKAT NYERI PERAWATAN LUKA PADA PASIEN ULCUS DM

A. Data Identitas Responden

Berilah tanda () pada kotak yang tersedia sesuai dengan keadaan pasien saat

dilakukan observasi.

Nama :

Umur : tahun

Jenis Kelamin : a. Pria

b. Wanita

Pendidikan :

Diagnose Medis :

Tanggal masuk RS :

Tanggal pelaksanaan :

Perawatan luka ke* : 1 2 3 4 5


Lampiran
83 3

B. Lembar Cheklist Tingkat Nyeri

Hari perawatan
Sebelum sesudah Sebelum sesudah
No Skala nyeri skor perawatan luka perawatan luka perawatan luka perawatan
dirumah dirumah di rumah sakit luka di rumah
sakit
Tgl: Tgl: Tgl: Tgl: Tgl: Tgl: Tgl: Tgl:
1 Tidak nyeri 0
2 Minor
Nyeri sangat ringan 1
Nyeri tidak nyaman 2
Nyeri dapat 3
ditoleransi
3 Moderate
Menyusahkan 4
Sangat menyusahkan 5
Nyeri hebat 6
4 Severe
Sangat hebat 7
Sangat menyiksa 8
Tak tertahan 9
Tak dapat 10
diungkapkan
Total Skor
Nama & paraf yang
melakukan penilaian
84 4
Lampiran

INFORMED CONCENT

(Persetujuan menjadi partisipan)

Saya yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa saya telah

mendapat persetujuan penjelasan secara rinci dan telah mengerti mengenai

penelitian yang akan dilakukan oleh Veny Kristine Winanti dengan judul “Studi

Komparatif Tingkat Nyeri Perawatan Luka Dirumah Dan Di Rumah Sakit

Pada Pasien Ulcus Diabetes Militus”.

Saya memutuskan setuju untuk ikut berpartisipasi pada penelitian ini

secara sukarela tanpa paksaan.Bila selama penelitian ini saya menginginkan

mengundurkan diri, maka saya dapat sewaktu-waktu tanpa sanksi apapun.

Saksi Semarang, September 2018

Yang memberikan persetujuan

---------------------------------------- ----------------------------------------

Semarang, September 2017


Peneliti

Veny Kristine Winanti


NIM. 1707084
Lampiran 585

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PERAWATAN LUKA

DIABETES MELITUS

1. Pengertian

Perawatan luka adalah melakukan tindakan perawatan terhadap luka.

Penggantian/mengganti balutan untuk membantu dalam proses penyembuhan

luka.

2. Tujuan

a) Mencegah infeksi pada luka

b) Mempercepat penyembuhan pada luka.

c) Menghilangkan sekresi yg menumpuk & jaringan mati pada luka insisi.

3. Peralatan dan bahan

A. Bak instrument yang berisi :

1) 2 buah pinset anatomi

2) 2 buah pinset chirugris

3) Gunting jaringan

4) 2 buah kom kecil

B. Peralatan lain :

1) Troly

2) Tromol berisi kasa streil

3) 1 pasang sarung tangan bersih

4) 1 pasang sarung tangan steril

5) Hipafiks secukupnya

6) Gunting plester
Lampiran 586

7) Perlak kecil

8) Nacl 0,9%

9) Bengkok

10) Tas plastik kuning kecil

11) Obat sesuai advis

4. Prosedur pelaksanaan

a) Tahap Pra Interaksi

1) Melakukan verifikasi program terapi

2) Mencuci tangan

3) Memakai sarung tangan bersih

4) Menempatkan alat ke dekat pasien

b) Tahap Orientasi

1) Mengucapkan salam dan menyapa klien

2) Menjelaskan maksud dan tujuan tindakan yang akan dilakukan ke

klien

3) Menanyakan kesiapan klien sebelum kegiatan dilakukan

4) Memberi kesempatan bertanya pada klien sebelum tindakan

c) Tahap Kerja

1) Jaga privacy klien

2) Atur posisi klien sehingga luka dapa terlihat dan terjangkau oleh

perawat

3) Buka bak instrument

4) Tuangkan nacl 0,9% kedalam kom kecil


87 5
Lampiran

5) Ambil kasa steril secukupnya, kemudian masukan kedalam kom kecil

yang berisi larutan Nacl 0,9%

6) Ambil sepasang pinset anatomis dan chirugis

7) Peras kasa yang sudah dituangkan kedalam kom

8) Taruh perasan kasa di dalam bak instrument, pasangkan perlak di

bawah luka klien

9) Buka balutan luka klien, sebelumnya basahi dulu plester atau hipafiks

dengan larutan Nacl 0,9%.

10) Masukkan balutan tadi kedalam bengkok atau plastik kuning

11) Observasi keadaan luka klien, jenis luka, luas luka, adanya pus atau

tidak dan kedalaman luka.

12) Buka jaringan yang sudah membusuk (jika ada) menggunakan gunting

jaringan

13) Ganti sarung tangan bersih dengan sarung tangan steril

14) Lakukan perawatan luka dengan kasa yang sudah diberi larutan Nacl

0,9% sampai bersih dari arah dalam keluar

15) Berikan obat luka sesuai klasifikasi dan jenis luka(berdasarkan warna

dasar luka: Red, Yellow, Black)

16) Tutup luka dengan kasa kering steril secukupnya

17) Fiksasi luka dengan hipafiks

18) Rapikan peralatan ke trolly


Lampiran
88 5

d) Tahap terminasi

1) Bereskan peralatan

2) Sampaikan pada klien bahwa tindakan sudah selesai

3) Evaluasi tingkat nyeri sesudah dilakukan ganti balut.

4) Sampaikan terimakasih atas kerjasamanya

5) Lepas sarung tangan

6) Cuci tangan

7) Dokumentasikan kegiatan

Anda mungkin juga menyukai