PENDAHULUAN
1.1 Latarbelakang
Lanjut usia (lansia) merupakan suatu kejadian yang pasti dialami secara
fisiologis oleh semua orang yang dikaruniai usia panjang. Lansia akan
mengalami Proses penuaan,yang merupakan proses terus menerus (berlanjut)
secara alamiah. Mulaidari lahir sampai meninggal dan umumnya dialami pada
semua mahluk hidup. Menua (menjadi tua) ditandai dengan menghilangnya
secaraperlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri dan
mempertahankan fungsi normalnya,sehingga tidak dapat bertahan terhadap
infeksi.1
Dari aspek biologis lansia mengalami kehilangan dan kerusakan
banyak sel-sel syaraf, sehingga lansia seringkali terdiagnosis penyakit akibat
kombinasi dari beberapa gejala lain selain penyakit yang diderita. Sedangkan
dari faktor psikologis adalah timbulnya rasa kurang percaya diri,
kecenderungan perenung atau pemikir, suka menyendiri dan memikirkan
kesukaran dalam hidupnya. Dengan adanya perubahan-perubahan
tersebut,mayoritas lansia akan rentan mengalami depresi.2
Depresi akan menjadi salah satu penyakit mental yang banyak dialami
dan depresi berat akan menjadi penyebab kedua terbesar kematian setelah
serangan jantung. Adanya depresiyang berkelanjutan akan mengakibatkan
krisis mental dengan disertai gejala rasa putus asa, rasa cemas yang hebat, rasa
tidak berharga, gangguan nafsu makan, gangguan tidur berat, serta aktivitas
lain yang apabila tidak segera teratasi maka lansia tersebut akan jatuh ke
keadaan yang lebih burukdan berisiko percobaan bunuh diri.1
Alat penyembuh yang bermanfaat serta mudah ditemukan biasanya
terlupakan adalah kekuatan musik. Gabungan antara jenis musik yang tepat dan
imajinasi yang terarah dan/atau meditasi, pengaruhnya terhadap penderita
depresi sangat menakjubkan.3
Musik keroncong dengan melibatkan responden untuk ikut bernyanyi
adalah membantu mengekspresikan perasaan, membantu rehabilitasi fisik,
memberi pengaruh positif terhadap kondisi suasana hati dan emosi,
meningkatkan memori, serta menyediakan kesempatan yang unik untuk
berinteraksi dan membangun kedekatan emosional. Sehingga diharapkan dapat
membantu mengatasi stres, mencegah penyakit dan meringankan rasa sakit.4
Pada penelitian yang dilakukan oleh Sri Eko Purbowinoto dan Kartinah
melakukan penelitian tentang Pengaruh Terapi Musik Keroncong Terhadap
Penurunan Tingkat Depresi Pada Lansia di PSTW Budi Luhur Jogyakarta. Dari
penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa ada pengaruh Terapi Musik
Keroncong Terhadap Penurunan Tingkat Depresi Pada Lansia.
Setelah dilakukan studi wawancara dari 5 lansia di wisma palupi,
terdapat lansia yang mengalami susah tidur dan sering kebangun apabila tidur
malam hari, 1 lansia sering menyendiri tidak mau melakukan aktivitas dan
kegiatan di panti dan kadang marah-marah tidak jelas, 1 lansia mengalami
sedih dan sering mengatakan ingin pulang dan kembali dengan keluarganya.
Dari fenomena tersebut, kami akan memberikan perlakuan tentang Pengaruh
Terapi Musik Keroncong Terhadap Penurunan Tingkat Depresi Pada Lansia di
Wisma Palupi Panti Wredha Wening Werdoyo Ungaran.
2.1 Keroncong
2.1.1 Pengertian Keroncong
Musik Keroncong adalah musik Indonesia yang memiliki hubungan
historis dengan sejenis alat musik portugis dan dikenal sebagai "fado".
berdasarkan sejarahnya musik keroncong dapat ditarik hingga akhir abad ke
-16 ketika itu portugis melemah di Nusantara. Musik keroncong ini awalnya
dimainkan oleh para budak portugis di Maluku dan daratan India.
Sedangkan bentuk musik ini dulunya bernama "morecso".
Pada abad ke 16 keroncong mulai ada dipulau jawa ketika itu portugis
mulai bertapak di Asia Tenggara dan alat musik gamelan sangat disukai
dipulau Jawa, sehingga alat-alat musik baratpun juga memainkan lagu
daerah seperti gamelan.
2.2 Depresi
2.2.1 Pengertian Depresi
Depresi adalah perasaan sedih, ketidakberdayaan, dan pesimis, yang
berhubungan dengan suatu penderitaan. Dapat berupa serangan yang
ditujukan kepada diri sendiri atau perasaan marah yang dalam (Nugroho,
2008). Depresi merupakan gangguan mental yang sering terjadi dalam
kehidupan seseorang yang ditandai dengan emosi, motivasi, fungsional
gerakan tingkah laku, dan kognitif (Pieter dkk, 2011). Depresi adalah
keadaan emosional yang ditandai kesedihan yang sangat, perasaan
bersalah dan tidak berharga, menarik diri dari orang lain, serta kehilangan
minat untuk tidur dan melakukan hubungan seks juga hal-hal
menyenangkan lainnya. Depresi adalah perasaan sedih, pesimis, dan
merasa sendirian yang merupakan bagian dari depresi mayor dan
gangguan mood lainnya. (5)
2.2.2 Gambaran Klinis Depresi
Gambaran Klinis Depresi pada lansia adalah proses patoligis, bukan
merupakan proses normal dalam kehidupan. Umumnya orang-orang akan
menanggulanginya dengan mencari dan memenuhi rasa kebahagiaan.
Bagaimanapun, lansia cenderung menyangkal bahwa dirinya mengalami
depresi. Gejala umumnya, banyak diantara mereka muncul dengan
menunjukkan sikap rendah diri, dan biasanya sulit untuk didiagnosa.(5)
Perubahan Fisik
1. Penurunan nafsu makan.
2. Gangguan tidur.
3. Kelelahan dan kurang energi
4. Agitasi.
5. Nyeri, sakit kepala, otot keran dan nyeri, tanpa penyebab fisik.
Perubahan Pikiran
Perubahan Perasaan
Ringan 2 2 Baik -
a. Faktor Fisik
1. Faktor Genetik
Seseorang yang dalam keluarganya diketahui menderita depresi
berat memiliki risiko lebih besar menderita gangguan depresi
dari pada masyarakat pada umumnya.
2. Susunan Kimia Otak dan Tubuh
Beberapa bahan kimia di dalam otak dan tubuh memegang
peranan yang besar dalam mengendalikan emosi kita. Pada
orang yang depresi ditemukan adanya perubahan akibat
pengaruh bahan kimia seperti mengkonsumsi obat-obatan,
minum-minuman yang beralkohol, dan merokok.
3. Faktor Usia
Berbagai penelitian mengungkapkan bahwa golongan usia
muda yaitu remaja dan orang dewasa lebih banyak terkena
depresi. Namun sekarang ini usia rata-rata penderita depresi
semakin menurun yang menunjukkan bahwa remaja dan anak-
anak semakin banyak terkena depresi.
4. Gender
Wanita dua kali lebih sering terdiagnosis menderita depresi
dari pada pria. Bukan berarti wanita lebih mudah terserang
depresi, karena wanita lebih sering mengakui adanya depresi
dari pada pria dan dokter lebih dapat mengenali depresi pada
wanita.
5. Gaya Hidup
Banyak kebiasaan dan gaya hidup tidak sehat berdampak pada
penyakit misalnya penyakit jantung juga dapat memicu
kecemasan dan depresi.
6. Penyakit Fisik
Penyakit fisik dapat menyebabkan penyakit. Perasaan terkejut
karena mengetahui seseorang memiliki penyakit serius dapat
mengarahkan pada hilangnya kepercayaan diri dan
penghargaan diri (self-esteem), juga depresi.
7. Obat-obatan Terlarang
Obat-obatan terlarang telah terbukti dapat menyebabkan
depresi karena mempengaruhi kimia dalam otak dan
menimbulkan ketergantungan.
8. Kurangnya Cahaya Matahari
Kebanyakan dari seseorang merasa lebih baik di bawah sinar
mataharidari pada hari mendung, tetapi hal ini sangat
berpengaruh pada beberapa individu. Mereka baik-baik saja
ketika musim panas tetapi menjadi depresi ketika musim dingin.
Mereka disebut menderita seasonal affective disorder (SAD).
b. Faktor Psikologis
1. Kepribadian
Aspek-aspek kepribadian ikut pula mempengaruhi tinggi
rendahnya depresi yang dialami serta kerentanan terhadap
depresi. Ada narapidana yang lebih rentan terhadap depresi,
yaitu yang mempunyai konsep diri serta pola pikir yang negatif,
pesimis, juga tipe kepribadian introvert salah satu aspek
kepribadian itu adalah penyesuaian diri. Penyesuaian diri adalah
suatu proses yang dipengaruhi oleh banyak faktor, baik berasal
dari diri seseorang seperti keluarga, masyarakat, dan luar diri
individu seperti lingkungan sosial, antara lain melalui gambaran
diri yang positif, hubungan interpersonal yang baik dengan
keluarga dan lingkungan sosial, kemampuan mengontrol emosi
dan rasa percaya diri.
2. Pola Pikir
Pada tahun 1967 psikiatri Amerika Aaron Beck
menggambarkan pola pemikiran yang umum pada depresi dan
dipercaya membuat seseorang rentan terkena depresi. Secara
singkat, dia percaya bahwa seseorang yang merasa negatif
mengenai diri sendiri rentan terkena depresi.
3. Harga Diri (self-esteem)
Harga diri yang rendah akan berpengaruh negatif pada
seseorang yang bersangkutan dan mengakibatkan seseorang
tersebut akan menjadi stres dan depresi.
4. Stres
Kematian orang yang dicintai, kehilangan pekerjaan, pindah
rumah, atau stres berat yang lain dianggap dapat menyebabkan
depresi. Reaksi terhadap stres sering kali di tangguhkan dan
depresi dapat terjadi beberapa bulan sesudah peristiwa itu
terjadi.
5. Lingkungan Keluarga
Ada tiga hal seseorang menjadi depresi di dalam lingkungan
keluarga yaitu dikarenakan kehilangan orangtua ketika masih
anak-anak, jenis pengasuhan yang kurang kasih saying ketika
kecil, dan penyiksaan fisik dan seksual ketika kecil.
6. Penyakit Jangka Panjang
Ketidaknyamanan, ketidakmampuan, ketergantungan, dan
ketidakamanan dapat membuat seseorang cenderung menjadi
depresi. Berdasarkan faktor-faktor penyebab depresi yang
dipaparkan sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan bahwa
faktor yang mempengaruhi depresi dapat terjadi karena
beberapa faktor, yaitu faktor fisik dan faktor psikologis. Semua
faktor depresi ini pada umumnya dikarenakan stres yang
berkepanjangan, sehingga menimbulkan depresi dengan faktor
yang berbeda-beda.
c. Faktor Budaya
Merupakan hal-hal yang menyebabkan perubahan sosial ekonomi
dan nilai sosial masyarakat pada saat ini, sehingga membuat lansia
menjadi bebab dalam kehidupan, seperti lansia sudah tidak produktif
lagi, atau peristiwa kehidupan yang dialami yang berat ringannya
diperhitungkan berdasarkan presepsi lansia
d. Faktor Status Perkawinan
Depresi mayor mungkin mengikuti beberapa kejadian dalam
kehidupan terutama pada orang-orang yang kehilangan atau tidak
memiliki hubngan interpersonal yang penting atau model dalam
kehidupan.
1. Faktor Psikologis
2. Faktor Budaya
Confounding variable
Ket.
: Yang diteliti
: Yang mempengaruhi
3.2 Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
Ha : Ada pengaruh terapi musik keroncong terhadap penurunan
tingkat depresi pada lansia di Panti Wredha Wening Wardoyo
Ungaran.
3.5.2 Waktu
Penelitian dilakukan pada:
Hari/tanggal : Kamis, 4 Januari 2018 – Jumat, 5 Januari 2018
2. Analisa Bivariat
Analisa bivariat dilakukan untuk menganalisa pengaruh terapi
musik keroncong terhadap penurunan tingkat depresi pada lansia
di Panti Wredha Wening Wardoyo Ungaran dengan menggunakan
uji hipotesis komparatif kategorik tidak berpasangan dengan
menggunakan Uji Chi-Square.
4.1 Hasil
Skor Depresi
NO Nama Usia
Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah
1 SM 70 29 22 Depresi Depresi
sedang sedang
2 SS 72 49 28 Depresi Depresi
ekstrim sedang
3 F 94 38 26 Depresi Depresi
parah sedang
4 M 72 16 9 Depresi Depresi
ringan wajar
5 SP 74 23 15 Depresi Depresi
sedang ringan
40 38
29 28
30 26
22 23
20 16 15
9
10
0
SM SS F M SP
Keterangan :
1 - 10 : Naik turun perasaan ini tergolong wajar
sebelum
11-16 : Gangguan mood atau perasaan murung yang ringan
17-20 : Garis batas depresi klinis sesudah
21-30 : Depresi Sedang
31-40 : Depresi Parah
40 ke atas : Depresi Ekstrim
4.2 Pembahasan
Setelah dilakukan penelitian selama dua hari, didapatkan hasil sebelum dan
sesudah diberikan terapi musik keroncong terdapat perbedaan hasil yang pada
setiap responden. Pada responden pertama sebelum dilakukan intervensi hasil
skor depresi 29 dan setelah dilakukan intervensi terjadi penurunan menjadi
skor depresi 22 dengan selisih skor 7. Hal ini disebabkan karena pada saat
dilakukan intervensi responden menikmati setiap alunan musik keroncong dan
ikut menyanyi lagu keroncong, dan responden tampak lebih tenang setelah
dilakukan intervensi.
Pada responden kedua terjadi penurunan setelah dilakukan intervensi
pemberian musik keroncong, skor depresi sebelum 49 dan skor depresi setelah
dilakukan intervensi 28 terjadi penurunan 21 skor. Hal ini dikarenakan
responden sebelum dilakukan intervensi sering marah-marah dan menyendiri
tidak mau berinteraksi dengan responden lainnya, setelah dilakukan intervensi
pemberian musik keroncong responden tampak mengikuti perintah mau
mendengarkan musik serta menyanyi musik keroncong sehingga skor depresi
sebelum sangat tinggi dibandingkan skor depresi setelah dilakukan intervensi
yaitu 28.
Pada responden ketiga terjadi penurunan sebanyak 12 dari skor depresi
sebelum 38 menjadi 26 karena responden menikmati alunan musik keroncong
dan ikut menyanyikan lagu keroncong sehingga responden merasa tenang.
Pada responden keempat terjadi penurunan sebanyak 7 dari 16 menjadi 9.
Pada responden keempat terjadi penurunan skor depresi 7, dari skor
sebelum 16 dan skor setelah dilakukan intervensi 9, terjadi penurunan karena
responden kooperatif dapat mengikuti perintah serta menikmati alunan music
keroncong.
Responden kelima terjadi penurunan skor depresi 8, dari skor 23
menjadi 15. Hal ini dikarenakan responden kooperatif dan ikut serta untuk
menyanyi dan menikmati music keroncong serta dapat berinteraksi baik
dengan responden lainnya.
Adanya penurunan pada skor depresi dikarenakan adanya musik dan
alunan irama lagu yang di terima telinga yang disalurkan oleh syaraf auditori
dimana aktivitas suara tersebut terekam pada EEG (Electri Ensepealo Gram)
yang ada pada lapisan korteks serebri yang superficial. Kemudian dendrit-
dendrit akan bersatu dan menimbulkan aktivitas gelombang alfa pada korteks
serebri melalui hubungan kortikal dengan thalamus yang menyebabkan
peningkatan serotonin. Ketika serotonin meningkat diubah menjadi hormon
melatonin yang menjadia regulasi terhadap relaksasi tubuh yang pada akhirnya
depresi yang dirasakan oleh para responden dapat menurun.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Ada Pengaruh Terapi Musik Keroncong Terhadap Penurunan Tingkat
Depresi Pada Lansia di Wisma Palupi Panti Wredha Wening Werdoyo Ungaran.
5.2 Saran
Masih dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk Pengaruh Terapi Musik
Keroncong Terhadap Penurunan Tingkat Depresi Pada Lansia di Wisma Palupi
Panti Wredha Wening Werdoyo Ungaran dengan sampel yang lebih banyak,
jangka waktu yang lebih lama sehingga hasil penelitian dapat menggambarkan
keadaan yang sesungguhnya dan mampu mengontrol banyak faktor karena pada
penelitian ini banyak faktor yang tidak dapat dikontrol yang mempengaruhi hasil
penelitian.
DAFTAR PUSTAKA