Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan kesehatan gigi dan mulut bertujuan untuk

meningkatkan kesehatan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang

agar terwujudnya derajat kesehatan masyarakat yang optimal sehingga

terciptanya masyarakat yang hidup dengan perilaku hidup bersih dan

sehat. Faktor utama yang mempengaruhi kesehatan gigi dan mulut ialah

perilaku kesehatan (Warni, 2019).

Kesehatan mulut merupakan hal penting untuk kesehatan secara

umum dan kualitas hidup. Mulut sehat berarti terbebas kanker

tenggorokan, infeksi dan luka pada mulut, penyakit gusi, kerusakan gigi,

kehilangan gigi, dan penyakit lainnya, sehingga tidak terjadi gangguan

yang membatasi dalam menggigit, mengunyah, tersenyum, berbicara, dan

kesejahteraan psikososial. Salah satu kesehatan mulut adalah kesehatan

gigi (Prasasti, 2016).

Prevalensi anak berkebutuhan khusus yaitu sebanyak 6,2%. Angka

anak disabilitas di Indonesia yang terdapat di berbagai provinsi cukup

memprihatinkan. Angka ABK tertinggi terdapat di provinsi Sulawesi

Tengah 7,0%, Gorontalo 5,4%, Sulawesi Selatan 5,3%, banten 5,0%,

Sumatera Barat 5,0%. Sedangkan di pulau Jawa, Jawa Barat mendapatkan

posisi kelima setelah DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Jawa Timur dan Jawa

Tengah yaitu sebanyak 2,8% (Kemenkes, 2018).

1
2

Anak merupakan usia rentan terhadap kesehatan mulut karena masih

memerlukan bantuan dari orang tua maupun keluarga untuk membimbing

dalam menjaga kebersihan gigi dan mulutnya begitu pula pada anak

berkebutuhan khusus yang memiliki resiko yang sangat tinggi pada

masalah kebersihan gigi dan mulutnya karena memiliki keterbatasan

dalam dirinya termasuk juga dalam tingkat kemandirian (Nugraheni,

2020).

Kemandirian pada anak terutama usia sekolah berbeda dengan

kemandirian pada usia remaja atau dewasa. Kemandirian pada anak usia

sekolah adalah kemampuan yang terkait dengan tugas perkembangannya

yang meliputi belajar makan, berbicara, koordinasi tubuh, kontak perasaan

dengan lingkungan, pembentukan pengertian dan belajar moral. Anak jika

mampu dalam melakukan tugas perkembangan, maka anak tersebut

memenuhi syarat kemandirian (Anggraini, 2016).

Kemandirian bagi anak berkebutuhan khusus bertujuan untuk

mempersiapkan diri (tidak bergantung pada orang lain), bertanggung

jawab, kreatif dan aktif serta dapat berdiri sendiri sesuai dengan kondisi

dan kemampuan yang dimiliki. Kemandirian pada anak berkebutuhan

khusus meliputi berbagai aspek dalam kehidupan, salah satunya adalah

kemandirian dalam aspek kesehatan yaitu kemandirian dalam melakukan

perilaku sehat salah satunya kesehatan gigi dan mulut (Widyawati, 2016).

Kesehatan gigi dan mulut merupakan salah satu bagian yang tidak

dapat dipisahkan dari kesehatan tubuh secara keseluruhan. Salah satu

indikator kesehatan gigi dan mulut yaitu tingkat kebersihan gigi dan
3

mulut. Kesehatan gigi dan mulut adalah hal terpenting dalam kesehatan

secara keseluruhan. Perawatan kesehatan gigi menjadi hal yang perlu di

perhatikan bagi semua manusia, tidak terkecuali pada anak berkebutuhan

khusus (ABK) (Christiono, 2018).

Hal tersebut apabila tidak dicegah akan mengalami beberapa

masalah dalam gigi sebagai berikut pelikel, materi alba, debris, kalkulus,

dan plak gigi. Plak merupakan deposit lunak yang membentuk lapisan

biofilm dan melekat pada permukaan gigi dan gusi serta permukaan

jaringan keras yang buruk dapat meningkatkan terjadinya karies dan

penyakit periodontal. Pada anak kebutuhan khusus dalam menjaga

kebersihan mulut sangat perlu diperhatikan karena beda dengan anak

normal pada umunya (Ticoalu, 2017).

Anak berkebutuhan khusus merupakan anak yang memiliki

keterbatasan mental, fisik dan emosi yang berbeda dengan anak normal.

Anak berkebutuhan khusus mengalami gangguan dalam berkembang, baik

dari segi fisik maupun mental serta memerlukan pelayanan yang spesifik.

Berbeda dengan anak pada umumnya, mereka mengalami hambatan dalam

belajar dan perkembangan baik permanen (Nugraheni, 2020).

Anak berkebutuhan khusus yang mempunyai gangguan

perkembangan antara lain tunanetra (kehilangan indera penglihatan),

tunarungu (keterbatasan pada pendengaran dan berbicara), tunagrahita

(retardasi mental), tunadaksa (keterbatasan pada kondisi fisik atau

motorik), tunalaras (karakteristik anak yang sering membuat keonaran

secara berlebihan), autisme (anak dengan kelainan pada ketidakmampuan


4

berbahasa), hiperaktif (suatu gejala yang diakibatkan oleh faktor kerusakan

pada otak, kelainan emosional dan kurang dengar), anak dengan gangguan

pada waktu belajar (siswa yang sering kali mempunyai prestasi rendah

dalam bidang akademik tertentu seperti membaca, menulis, dan

berhitung), serta anak dengan kelainan perkembangan ganda (tunaganda)

(Prasko, 2020).

Individu berkebutuhan khusus memiliki tingkat kesehatan dan

kebersihan gigi dan mulut yang lebih rendah dibandingkan dengan

individu normal. Tingkat pengetahuan tentang menjaga kesehatan gigi dan

mulut yang rendah menyebabkan tingginya permasalah kesehatan gigi dan

mulut. Hal terpenting menjadi fokus untuk meningkatkan kesehatan

mandiri terhadap kesehatan gigi dan mulut ialah di Sekolah Luar Biasa

(SLB).

Sekolah Luar Biasa (SLB) adalah sekolah khusus bagi anak usia

sekolah yang memiliki ”kebutuhan khusus” dimana Lembaga pendidikan

SLB adalah lembaga pendidikan yang bertujuan membantu peserta didik

yang menyandang kelainan fisik atau mental, perilaku dan sosial agar

mampu mengembangkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan sebagai

pribadi maupun anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal

balik dengan lingkungan sosial, budaya, dan alam sekitar serta dapat

mengembangkan kemampuan dalam dunia kerja atau mengikuti

pendidikan lanjutan

Salah satu indikator kesehatan gigi dan mulut adalah tingkat

kebersihan gigi dan mulut. Hal tersebut dapat dilihat secara klinis dari ada
5

tidaknya deposit-deposit organik, seperti pelikel, materia alba, debris,

kalkulus, dan plak gigi. Plak merupakan deposit lunak yang membentuk

lapisan biofilm dan melekat pada permukaan gigi dan gusi serta

permukaan jaringan keras lainnya dalam rongga mulut. Kebersihan gigi

dan mulut merupakan suatu tindakan untuk membersihkan gigi dan gusi

untuk mencegah penyakit gigi dan mulut (Nuraskin, 2020).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah “Apakah ada hubungan tingkat retardasi mental

dengan tingkat kemandirian kesehatan gigi dan mulut pada anak

berkebutuhan khusus di SLBN 01 Kijang Lama Tanjungpinang tahun

2021?”

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan tingkat retardasi mental dengan tingkat

kemandirian kesehatan gigi dan mulut pada anak berkebutuhan khusus

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui karakteristik responden berdasarkan umur dan jenis

kelamin SLBN 01 Tanjungpinang 2021

b. Diketahui distribusi frekuensi tingkat retardasi mental pada anak

kebutuhan khusus SLBN 01 Tanjungpinang 2021


6

c. Diketahui distribusi frekuensi tingkat kemandirian kesehatan gigi

dan mulut pada anak kebutuhan khusus SLBN 01 Tanjungpinang

2021

d. Diketahui hubungan tingkat retardasi mental dengan tingkat

kemandirian kesehatan gigi dan mulut pada anak berkebutuhan

khusus SLBN 01 Tanjungpinang 2021

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat aplikasi

a. Bagi ilmu keperawatan

Hasil penelitian ini dapat digunakan dalam mengembangkan penge

tahuan ilmu keperawatan terutama mengenai hubungan tingkat

retardasi mental dengan tingkat kemandirian kesehatan gigi dan

mulut pada anak kebutuhan khusus

b. Bagi pelayanan keperawatan

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan

pengetahuan mengenai kesehatan gigi dan mulut.

2. Manfaatkan akademik/teoritis/keilmuan

a. Bagi institusi pendidikan

Diharapkan dapat menjadi bahan masukan, informasi dan umpan

balik bagi proses pembelajaran serta menjadi sumbangan penelitian

atau untuk peneliti yang akan datang.

b. Manfaat bagi peneliti


7

Menambah pengalaman dan pengetahuan mengenai penelitian

hubungan tingkat retardasi mental dengan tingkat kemandirian

kesehatan gigi dan mulut pada anak kebutuhan khusus.

Anda mungkin juga menyukai