Anda di halaman 1dari 42

EFEKTIVITAS MEDIA PENYULUHAN ULAR TANGGA

T E R H A D A P PENGETAHUAN PEMELIHARAAN
KESEHATAN GIGI DAN MULUT PADA ANAK
TUNAGRAHITA SLBN PROF. SRI. SOEDEWI
MASJCHUN SOFWAN, SH

PROPOSAL PENELITIAN

Oleh :

KHOIRUNISA AULIA AYUNINGTYAS


PO71251200030

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAMBI
PRODI TERAPI GIGI PROGRAM
SARJANA TERAPAN
2023
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian dari kesehatan tubuh

yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya karena akan

mempengaruhi kesehatan seluruh tubuh. Hal ini dipengaruhi oleh faktor

perilaku masyarakat yang kurang peduli akan kebersihan gigi dan mulut

yang dijadikan suatu kebiasaan dan budaya (Agusta, dkk, 2015). Kesehatan

bagi anak tidak terlepas dari pengertian pada umumnya. Kesehatan itu

sendiri merupakan keadaan sejahtera dan badan, jiwa, dan sosial yang

kemungkinan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi.

Kesehatan gigi dan mulut sangat penting karena apabila gigi dan gusi yang

rusak dan tidak dirawat bisa menyebabkan rasa sakit, gangguan pada

pengunyahan serta kesehatan lainnya (Febriany, dkk, 2021).

Menurut Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 masalah

kesehatan gigi dan mulut yang dialami oleh masyarakat Indonesia adalah

57,6 % dengan prevalensi karies sebesar 45,3 % dan proporsi masalah

kesehatan gigi dan mulut di Provinsi Jambi sebesar 45 % dengan prevalensi

karies gigi adalah 37,7 % (Kemenkes RI, 2018).

Pendidikan kesehatan gigi dan mulut (PKG) merupakan upaya untuk

mempengaruhi seorang supaya berperilaku baik dan memotivasi buat

menjaga kesehatan gigi dan mulut, dan menaikkan pencerahan masyarakat


akan pentingnya kesehatan gigi dan mulut, dan memberikan pengertian

cara-cara memelihara kesehatan gigi dan mulut pendidikan kesehatan ini

adalah suatu proses pendidikan yang muncul atas dasar kebutuhan kesehatan

gigi dan mulut yang bertujuan untuk membuat kesehatan gigi dan mulut

yang baik (Hamdalah, 2013), dengan demikian pendidikan kesehatan ini

adalah suatu proses dimana pendidikan yang muncul atas dasar kebutuhan

kesehatan gigi dan mulut yang bertujuan untuk membuat kesehatan gigi dan

mulut yang baik dan menaikkan tingkat hidup (Kantohe, dkk, 2016).

Dalam proses pendidikan termasuk pendidikan kesehatan gigi dan

mulut, individu memperoleh pengalaman atau pengetahuan melalui banyak

sekali media pendidikan. Menurut Edgar Dale yang digambarkan lewat

‘Kerucut Pengalaman Dale’, proses pendidikan menggunakan lebih banyak

alat akan lebih gampang diterima dan diingat oleh para target pendidikan.

Pemberian pendidikan kesehatan pun akan lebih efektif dan hasilnya

optimal ketika memakai metode dan media pendidikan kesehatan yang

sempurna dan melibatkan lebih banyak alat (Ramadhan dkk, 2016).

Pengetahuan merupakan hasil pengindraan manusia atau hasil daro

objek melalui indra yang dimiliknya (mata, hidung, dan sebagainya).

Otomatis saat pengindraan sampai menghasilkan pengetahuan ini sangat

dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek.

Umumnya pengetahuan manusia didapatkan melalui indra pendengar

(telinga) dan indra penglihatan (mata) (Agustini, 2014). Kurangnya

pengetahuan pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut dapat ditingkatkan


melalui promosi kesehatan (Kurniawan, dkk, 2019). Promosi kesehatan

adalah tindakan atau kegiatan yang bertujuan meningkatkan kemampuan

atau kegiatan individu, kelompok, dan masyarakat dalam hal pengetahuan,

sikap, dan keterampilan untuk mencapai standar hidup sehat terbaik.

Pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut merupakan salah satu upaya

untuk meningkatkan status kesehatan gigi dan mulut. Semua orang dapat

mengalami masalah gigi dan mulut. Namun, anak berkebutuhan khusus

lebih berisiko mengalami masalah gigi dan mulut karena keterbatasan dalam

mendapatkan informasi serta melakukan aktivitas, salah satunya mengenai

kesehatan gigi dan mulut sehingga banyak penelitian yang menyatakan

bahwa angka karies pada anak berkebutuhan khusus masih cukup tinggi

(Nailul Husna dan Prasko, 2019).

Anak berkebutuhan Khusus (ABK) merupakan anak yang mengalami

gangguan fisik, mental, inteligensi serta emosi sehingga diharuskan

pembelajaran secara khusus (Atmaja, 2018). Anak berkebutuhan khusus

memiliki resiko tingkat tinggi terhadap masalah kesehatan dan kebersihan

gigi dan mulut dibandingkan dengan individu normal (Octaria, 2018).

Kebersihan gigi dan mulut merupakan suatu keadaan dimana gigi didalam

rongga mulut dalam keadaan bersih,bebas dari plak, karang gigi, sisa

makanan serta tidak tercium bau tidak sedap dari mulut (Hermanto, 2021).

Tunagrahita adalah anak yang kemampuan belajar dan adaptasi

sosialnya dibawah rata-rata kemampuan anak pada umumnya. Tunagrahita

biasanya disebut retardasi mental (mental retardation) ditandai oleh ciri


utamanya yaitu kelemahan dalam berfikir dan bernalar. Akibat dari

kelemahan tersebut anak tunagrahita memiliki kemampuan belajar dan

adaptasi sosial berada dibawah rata-rata (Juwono, 2018). Tunagrahita

dengan kategori ringan dapat dilatih dan dididik setara pendidikan dasar

diantaranya yaitu membaca, menulis, berhitung dan keterampilan sehari-hari

(Machdarini dan Hidayat, 2021).

Hasil penelitian Julia (2018), menyatakan bahwa anak tunagrahita

hanya mengetahui cara menyikat gigi seperti yang diajarkan oleh orang tua,

guru, maupun pengasuhnya. Anak tunagrahita cenderung tidak mengetahui

apa dari tujuan menyikat gigi, bagaimana cara menyikat gigi yang benar dan

menjaga kesehatan gigi dan mulut yang baik. Menurut hasil penelitian

Saputri R (2021), menunjukkan bahwa media penyuluhan ular tangga

merupakan media yang efektif digunakan untuk menyampaikan informasi

pembelajaran, sehingga dapat meningkatkan motivasi belajar serta

keterampilan pada anak tunagrahita dalam melakukan kegiatan menyikat

gigi.

Anak-anak memiliki sifat mudah jenuh sehingga untuk mengajak

anak-anak belajar biasanya para guru dan orang tua cenderung

mempergunakan berbagai alat peraga dan permainan sebagai pemancing

minat anak untuk belajar. Untuk belajar yang efektif tidak cukup jika hanya

dengan memberikan informasi saja, tetapi kepada pelajar tersebut perlu

diberikan pengalaman (Notoatmodjo, 2003).


Salah satu media yang dapat digunakan dalam memberikan

pengetahuan tentang kesehatan gigi terhadap anak berkebutuhan khusus

adalah menggunakan metode media permainan. Metode belajar sambil

bermain menjadi salah satu yang sering digunakan anak-anak termasuk anak

disabilitas tunagrahita karena dengan menggunakan media pembelajaran ini

lebih menarik perhatian dan menyenangkan (Setiawan, dkk, 2018), sehingga

mereka mudah memahami materi yang disampaikan. Selain itu, belajar

sambil bermain memiliki banyak manfaat diantaranya membangun

kreativitas diri, menghilangkan stress dalam lingkungan belajar dan

meningkatkan proses belajar (Yusuf dan Auliya , 2011).

Permainan ular tangga merupakan permainan umum yang sudah

diketahui banyak orang ataupun berbagai kalangan. Melalui permainan ini,

anak akan dilatih berkonsentrasi dalam menghadapi masalah, bersosialisasi,

serta mengembangkan intelektualitas anak. Permainan ular tangga berupa

gambar yang menarik dengan tulisan pesan yang disampaikan dapat

dilakukan untuk dua orang atau lebih. Permainan ular tangga dilakukan

dengan cara mengocok dadu terlebih dahulu setelah itu baru menjalankan

pionnya. Pembelajaran dengan menggunakan media permainan ular tangga

tidak hanya mengembangkan aspek kognitif saja, tetapi juga dapat

mengembangkan keterampilan sosial (Chabib M, dkk, 2017).

Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk meneliti

efektifitas media penyuluhan ular tangga dalam meningkatkan pengetahuan

kesehatan gigi dan mulut anak tunagrahita. Peneliti memilih SLBN Prof.
Sri Soedewi Masjchun Sofwan, SH Kota Jambi sebagai objek penelitian

karena pengetahuan anak tunagrahita di SLBN Prof. Sri Soedewi

Masjchun Sofwan, SH Kota Jambi masih rendah serta belum ada

dilakukan penyuluhan kesehatan gigi dan mulut menggunakan media ular

tangga, menurut peneliti sebelumnya media ular tangga dapat melatih

konsentrasi sehingga anak tunagrahita lebih mudah memahami

pembelajaran yang didapatkan.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana efektifitas media penyuluhan ular tangga terhadap

pengetahuan pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut anak tunagrahita SLBN

Prof. Sri Soedewi Masjchun Sofwan, SH Kota Jambi ?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui efektivitas media penyuluhan ular tangga terhadap

pengetahuan kesehatan gigi dan mulut anak tunagrahita SLBN Prof. Sri

Soedewi Masjchun Sofwan, SH Kota Jambi.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui pengetahuan anak tunagrahita SLBN Prof. Sri

Soedewi Masjchun Sofwan, SH Kota Jambi sebelum dan

sesudah diberikan penyuluhan menggunakan media ular tangga.


b. Mengetahui perbedaan pengetahuan anak tunagrahita SLBN Prof.

Sri Soedewi Masjchun Sofwan, SH Kota Jambi sebelum dan

sesudah diberikan penyuluhan menggunakan media ular tangga.

c. Mengetahui efektivitas penyuluhan menggunakan media ular

tangga terhadap pengetahuan kesehatan gigi dan mulut anak

tunagrahita di SLBN Prof. Sri Soedewi Masjchun Sofwan, SH

Kota Jambi.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Anak Tunagrahita

Diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan pemeliharaan

kesehatan gigi dan mulut menggunakan metode pembelajaran ular

tangga.

2. Bagi Jurusan Kesehatan Gigi Poltekkes Kemenkes Jambi

Diharapkan metode pembelajaran ular tangga yang dihasilkan

melalui penelitian ini bisa digunakan dalam edukasi kesehatan gigi

dipraktek pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut.

3. Peneliti Selanjutnya

Diharapkan dari hasil penelitian dapat dilanjutkan ke penelitian

yang lebih lanjut.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan suatu domain dari hal yang dapat membentuk

suatu perilaku. Pengetahuan ini juga merupakan hasil dari ”tahu” dan terjadi

setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu

(Saputra, dkk, 2016).

Menurut Notoatmodjo (2018), pengetahuan merupakan hasil ”tahu”

seseorang terhadap objek yang dilakukan melalui indera yang dimilikinya

yakni indra pendengaran (telinga), indra penciuman (hidung), indra

penglihatan (mata), dan indra peraba. Pada waktu penginderaan sampai

dengan sendirinya menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi

oleh intensitas perhatian dan presepsi terhadap objek. Sebagian besar

pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera pendengaran (telinga) dan

indera penglihatan (mata).

Berdasarkan teori Stimulus-Organism-Response (S-O-R),

pengetahuan termasuk ke dalam respon tertutup suatu organisme setelah

menerima stimulus. Respon tersebut belum dapat diamati orang lain secara

jelas. Oleh karena itu, untuk mengukur pengetahuan yaitu dengan

menggunakan pertanyaan-pertanyaan tertulis atau angket.


Menurut Notoatmodjo (2018), pengetahuan tercakup dalam domain

kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu :

a. Tahu (Know)

Pengetahuan yang didapatkan seseorang sebatas hanya mengingat

kembali apa yang telah dipelajari sebelumnya, sehingga dapat di artikan

pengetahuan pada tahap ini adalah tingkatan paling rendah.

b. Memahami (Comprehension)

Pengetahuan yang menjelaskan sebagai suatu kemampuan

menjelaskan objek atau sesuatu dengan benar.

c. Aplikasi (Application)

Pengetahuan yang dimiliki pada tahap ini adalah dapat

mengaplikasikan atau menerapkan materi yang telah dipelajari.

d. Analisis (Analysis)

Kemampuan menjabarkan suatu materi atau suatu objek ke dalam

sebuah komponen-komponen yang ada kaitan satu sama lain.

e. Sintesis (Synthesis)

Adalah sebuah pengetahuan yang dimiliki kemampuan seseorang

dalam mengaitkan berbagai fungsi elemen atau unsur pengetahuan yang

ada menjadi suatu pola baru yang lebih menyeluruh.

f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi merupakan kemapuan untuk memberikan penilaian terhadap

suatu objek atau materi yang didasari oleh kriteria tertentu.


Menurut Notoatmodjo (2018) ada faktor yang mempengaruhi

pengetahuan antara lain yaitu :

a. Umur

Umur seseorang akan berpengaruh pada pertambahan pengetahuan

yang dimilikinya, tetapi pada tingkatan umur tertentu akan semakin

bertambahnya umur perkembangan tidak akan secepat seperti saat

berusia belasan tahun.

b. Intelegensi

Merupakan suatu kemampuan untuk berfikir yang berguna untuk

beradaptasi disituasi yang baru. Intelegensi merupakan salah satu faktor

yang mempengaruhi hasil dari proses belajar. Setiap orang memiliki

perbedaan intelegensi sehingga berpengaruh terhadap tingkat

pengetahuan yang dimiliki.

c. Lingkungan

Pengetahuan yang dimiliki seseorang juga dipengaruhi oleh faktor

lingkungan. Lingkungan yang kondusif dan baik dengan lingkungan yang

buruk akan mempengaruhi pada cara berfikir seseorang.

d. Sosial Budaya

Sosial budaya merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi

pengetahuan yang dimiliki seseorang. Kebudayaan yang dimiliki setiap

orang beragam sehingga pengetahuan yang dimiliki setiap orang dapat

berbeda.
e. Pendidikan

Pendidikan adalah kegiatan atau proses pembelajaran yang diharapkan

dapat meningkatkan kemampuan sesorang.

f. Informasi

Pengetahuan seseorang dapat meningkat dan berkembang karena

melibatkan informasi yang baik dari berbagai media massa.

g. Pengalaman

Pengalaman merupakan faktor yang penting untuk mempengarhui

pengetahuan seseorang. Permasalahan yang dimiliki setiap orang dapat

terpecahkan dengan berbagai pengalaman yang dihadapi pada masa lalu.

h. Pekerjaan

Pekerjaan seseorang akan menentukan gaya hidup serta kebiasaan dari

masing-masing individu dalam hal ini pekerjaan mempunyai peranan

yang penting dan berkaitan dengan pemikiran sesorang untuk

menentukan jenis kontrasepsi yang akan digunakan. .

B. Penyuluhan Kesehatan Gigi dan Mulut

Penyuluhan yang merupakan bagian dari promosi kesehatan pada

hakikatnya yaitu suatu kegiatan atau usaha menyampaikan pesan kesehatan

kepada masyarakat, kelompok atau individu dengan harapan bahwa dengan

adanya pesan tersebut maka masyarakat, kelompok atau individu dapat

memperoleh pengetahuan tentang kesehatan yang lebih baik. Pengetahuan

tersebut pada akhirnya diharapkan dapat berpengaruh terhadap perilaku.


Dengan adanya promosi kesehatan diharapkan dapat membawa akibat

terhadap perubahan perilaku dari sasaran (Alini dan Indrawati, 2018).

Penyuluhan kesehatan adalah kegiatan pendidikan kesehatan yang

dilakukan dengan menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan sehingga

seseorang tidak hanya sadar, tahu dan mengerti tetapi mampu melakukan

anjuran yang ada hubungannya dengan kesehatan. Penyuluhan merupakan

kegiatan yang sering digunakan dalam pendidikan kesehatan gigi dan mulut

(Pratiwi, dkk, 2013)

Penyuluhan kesehatan harus mengacu pada kebutuhan

sasaran/masyarakat yang akan dibantu. Penyuluhan kesehatan juga harus

mengarah pada terciptanya kemandirian masyarakat, tidak menciptakan

ketergantungan masyarakat terhadap penyuluh, penyuluh harus mengacu

kepada perbaikan kualitas hidup dan kesejahteraan sasaran, tidak

mengutamakan target-target fisik yang tidak banyak manfaatnya bagi

perbaikan kualitas hidup sasaran (Waryana, 2017).

Pelaksanaan penyuluhan kesehatan memerlukan metode dan media

yang tepat untuk membantu mencapai tujuan. Media dapat memudahkan

pemahaman materi yang akan disampaikan. Media yang dipilih harus

bergantung pada jenis sasaran, tingkat pendidikan sasaran, aspek yang ingin

dicapai, metode yang digunakan dan sumber daya yang ada. Media

penyuluhan kesehatan gigi yang dilakukan saat ini masih menggunakan

pendekatan konvensional dan cenderung kurang menarik minat anak,

walaupun media penyuluhan yang ada saat ini sudah menerapkan prinsip
modeling, tetapi pemilihan media yang digunakan dirasakan kurang

menggugah , monoton, dan tidak menarik bagi anak-anak serta cenderung

mudah untuk dilupakan (Notoadmojo, 2018)

Menurut Notoatmodjo (2012), media sebagai alat bantu

menyampaikan pesan-pesan kesehatan. Alat-alat bantu tersebut mempunyai

manfaat sebagai berikut:

a. Menimbulkan minat sasaran pendidikan.

b. Mencapai sasaran yang lebih banyak.

c. Membantu dalam mengatasi banyak hambatan dalam pemahaman.

d. Menstimulasi sasaran pendidikan untuk meneruskan pesan-pesan

yang diterima orang lain.

e. Mempermudah penyampaian bahan atau informasi kesehatan.

f. Mempermudah penerimaan informasi oleh sasaran/ masyarakat.

g. Mendorong keinginan orang untuk mengetahui, kemudia lebih

mendalami, dan akhirnya mendapatkan pengertian yang lebih baik

h. Membantu menegakkan pengertian yang diperoleh.

Menurut Notoatmodjo (2012), ada beberapa bentuk media

penyuluhan antara lain :

a. Berdasarkan stimulasi indra

1) Alat bantu lihat (visual aids) yang berguna dalam membantu

menstimulasi indra penglihatan.


2) Alat bantu dengar (audio aids) yaitu alat yang dapat membantu

untuk menstimulai indra pendengar pada waktu penyampaian

bahan pendidikan pengajaran.

3) Alat bantu lihat-dengar (audio visual aids)

b. Berdasarkan pembuatannya dan penggunaannya

1) Alat peraga atau media yang rumit, seperti film, film strip, slide,

dan lain sebagainya yang memerlukan listrik dan proyektor

2) Alat peraga sederhana, yang mudah dibuat sendiri dengan

bahan-bahan setempat.

3) Berdasarkan fungsinya sebagai penyalur media kesehatan

4) Media cetak, seperti: leaflet, booklet, flyer (selembaran), flip

chart (lembar balik), rubik (tulisan-tulisan surat kabar), poster,

photo, spanduk.

5) Media elektronik seperti: video dan film strip, slide.

6) Media papan

C. Media Pembelajaran Ular Tangga

Media adalah semua sarana atau upaya untuk menampilkan pesan

atau informasi yang ingin disampaikan oleh komunikator (Alini dan

Indrawati, 2018). Salah satu unsur penting yang perlu diperhatikan dalam

penyelenggaraan penyuluhan adalah pemilihan media penyuluhan. Dimana

media penyuluhan merupakan segala sesuatu yang berisi pesan atau

informasi yang dapat membantu kegiatan penyuluhan (Leilani, dkk, 2017).


Permainan pada umumnya memiliki tujuan utama untuk memelihara

perkembangan atau pertumbuhan optimal pada anak. Manfaat dari bermain

sendiri diantaranya sebagai penyalur energi lebih yang dimiliki oleh anak,

membangun energi yang hilang untuk menyegarkan badan kembali,

memperoleh kompensasi yang tidak diperoleh sebelumnya melalui

permainan anak-anak memuaskan keinginan yang terpendam, untuk

melepaskan emosi, dan pertumbuhan stimulus yang normal (Jatmika S, dkk,

2019)

Permainan ular tangga adalah permainan yang menggunakan dadu

untuk menentukan berapa langkah yang harus dijalani bidak. Dengan

menciptakan suasana yang menyenangkan bagi anak-anak, dan teknik

permainan ular tangga dapat dikembangakan untuk membantu penguasaan

anak-anak terhadap aspek-aspek perkembangana (Raysia, 2016). Permainan

ini dalam kategori “board game” atau permainan papan sejenis dengan

permainan monopoli halma, ludo, dan sebagainya. Papan berupa petak-

petak yang terdiri dari baris dan 10 kolom dengan nomor 1-100, serta

bergambar ular dan tangga (Husna, 2009).

Permainan ular tangga ini memilik tujuan untuk memberikan

motivasi belajar kepada peserta didik agar senantiasa mempelajari atau

mengulang kembali materi-materi yang telah dipelajari sebelumnya.

Kemudian peserta didik akan diuji melalui permainan ular tangga tesebut

sehingga dengan mengulang materi menjadi lebih menyenangkan dan tidak

memberatkan bagi peserta didik (Rosela, 2016).


Menurut Mulyati (2009), model pembelajaran dengan menggunakan

metode ular tangga mempunyai beberapa manfaat, yang diantaranya yaitu :

a. Dapat menciptakan suasana pembelajaran yang fun atau menyenangkan

b. Lebih merangsang siswa dalam melakukan aktivitas belajar individual

maupun kelompok

c. Dapat mengembangkan kreativitas

d. Kemandirian siswa menciptakan komunikasi timbal balik

e. Dapat membina tanggung jawab dan disiplin siswa

f. Struktur pengetahuan yang diperoleh siswa sebagai hasil dari proses

belajar bermakna akan stabil

Menurut Novaria (2010), kelebihan dari permainan ular tangga

adalah :

a. Perserta lebih tertarik untuk mengikuti proses pembelajaran,

b. Media dapat digunakan di dalam kelas maupun diluar kelas, dan

c. Dapat merangsang aktivitas secara kelompok maupun individu.

Menurut Novaria (2010), kekurangan dari permainan ular tangga

adalah :

a. Terlalu banyak waktu terbuang untuk menjelaskan pada anak.

b. Permainan ular tangga tidak dapat mengembangkan semua materi

pembelajaran.

c. Kurangnya pemahaman mengenai aturan permainan membuat suasana

menjadi ricuh.

Proses pembuatan permainan ular tangga yaitu :


a. Ular tangga dibuat dalam ukuran 3 x 3 meter terdiri dari 30 kotak. Ular

tangga ini dicetak dengan bahan untuk spanduk.

b. Setiap kotak ular dan tangga berisi macam-macam gambar yang

berhubungan dengan pemeliharaan kesehatan gigi, meliputi makanan

yang sehat untuk kesehatan gigi, makanan yang tidak sehat untuk

kesehatan gigi, cara menyikat gigi dengan baik dan benar, kapan saja

menyikat gigi yang benar, buah dan sayur yang berhubungan tentang

kesehatan gigi.

c. Ular tangga ini dibuat bernuansa gambar gigi. Gambar yang terdapat

pada ular tangga adalah macam-macam pemeliharaan kesehatan gigi

sehingga gigi menjadi sehat ataupun tidak sehat. kemudian ular tangga

ini lebih mengajak anak-anak untuk membiaskaan dirinya memelihara

kesehatan gigi dalam sehari-hari.

d. Kotak-kotak ular dan tangga yang berisi gambar merupakan gambaran

tentang perilaku. Pesan perbuatan baik akan membawa mereka naik ke

kotak yang lebih tinggi untuk menuju gigi yang sehat sedangkan

perbuatan buruk akan dihukum dengan turun ke kotak yang lebih

rendah, selain itu ular tangga ini lebih mengarahkan kepada cara

pemeliharaan kesehatan gigi dalam sehari-hari.

e. Permainan ini menggunakan anak sebagai bidaknya

f. Permainan ini akan dimulai dengan terlebih dahulu melempar dadu

g. Dadu dibuat dalam ukuran 20 x 20 Sentimeter persegi dan

menggunakan bahan karton.


h. Setiap sisi dadu berisikan perintah angka yang membuat anak agar jalan

menuju kotak selanjutnya.

D. Pemeliharaan Kesehatan gigi dan mulut

Masalah kesehatan gigi dan mulut dapat dicegah dengan beberapa hal

cara yaitu dengan :

1. Menyikat gigi
Menurut Putri, dkk, (2008), mengatakan bahwa menyikat gigi

adalah tindakan membersihkan gigi dan mulut dari sisa makanan dan

debris yang bertujuan untuk mencegah terjadinya penyakit pada

jaringan kesras maupun jaringan lunak pada gigi.

Menurut Putri, dkk, (2008), syarat-syarat sikat gigi dan penggunaan

pasta gigi yang benar dan baik yaitu :

a. Tangkai sikat nyaman di pegang dan lurus, pegangan sikat harus

cukup lebar dan cukup tebal.

b. Kepala sikat yang terlalu besar, untuk orang dewasa maksimal 25-

29 mm x 10 mm, untuk anak-anak 15-24 mm x 8 mm.

c. Tekstur harus memungkinkan sikat digunakan dengan efektif tanpa

merusak jaringan lunak maupun jaringan keras.

d. Pasta gigi biasanya digunakan bersama-sama dengan sikat gigi

untuk membersihkan serta menghaluskan permukaan gigi geligi,

serta memberikan rasa nyaman dalam rongga mulut karena aroma

yang terkandung dalam pasta nyaman dan menyegarkan. Pasta gigi

biasanya mengandung bahan-bahan abrasive seperti pembersih,


bahan penambah rasa dan warna, seta pemanis, selain itu juga dapat

ditambahkan bahan pengikat, pelembab, pengawet, flour dan air.

Penggunaan pasta gigi hanya diberikan sebesar biji jagung. Waktu

yang terbaik untuk menyikat gigi yaitu setelah makan dan sebelum

tidur.

Menyikat gigi setelah makan bertujuan menyikat gigi ini untuk

mengangkat sisa-sisa makanan yang menempel dipermukaan maupun di

sela-sela gigi dan gusi. Sedangkan menyikat gigi sebelum tidur,

bertujuan untuk menahan bakteri berkembang biak didalam rongga

mulut, karena dalam keadaan tidur, rongga mulut tidak memproduksi

air ludah yang berfungsi untuk membersihkan gigi dan mulut secara

alami.

Menurut Putri, dkk, (2008), menggosok gigi terbagi menjadi

beberapa teknik, salah satunya yaitu teknik kombinasi. Pada umumnya

teknik kombinasi ini paling sering digunakan masyarakat.

Menggabungkan teknik horizontal (maju mundur), teknik vertical (atas

bawah) serta teknik sirkular (memutar). Teknik ini termasuk kategori

baik karena dengan menggunakan teknik yang berbeda tiap gigi

berdasarkan letaknya (Erwana, 2015).

Menurut Putri, dkk, (2011), mengemukakan bahwa dalam

penyikatan gigi hal-hal yang harus diperhatikan sebagai berikut:

a. Teknik penyikatan gigi harus dapat membersihkan semua permukaan

gigi dan gusi secara efisien terutama daerah saku gusi dan interdental.
b. Pergerakkan sikat gigi tidak boleh menyebabkan kerusakan jaringan

gusi atau abrasi gigi.

c. Teknik penyikatan harus sederhana, tepat, dan efisien waktu.

Menurut Pratiwi (2009), secara umum meyimpulkan bahwa cara

menyikat gigi yang paling efektif adalah mengkombinasikan metode-

metode tersebut dengan metode kombinasi. Metode kombinasi tersebut

meliputi:

a) Pada gerakan vertikal, bulu sikat diletakan tegak lurus dengan

permukaan fasial gigi dan digerakan dari atas ke bawah atau

sebaliknya. Gerakan ini dilakukan di daerah permukaan fasial gigi

dari depan sampai belakang. Gerakan vertikal bertujuan melepaskan

sisa makanan yang terselip diantara lekukan permukan gigi dan

antara gigi dengan gusi. Bulu sikat bergerak dari perbatasan garis

gusi dan gigi atas kearah mahkota gigi dan gerak sebaliknya pada

gigi bawah, hal ini dilakukan untuk mencegah iritasi gusi dan

pembersihan yang tidak efektif.

b) Gerakan vertical juga dilakukan pada permukaan dalam gigi yaitu

permukaan palatal pada gusi atas dan lingul pada gigi bawah.

c) Gerakan horizontal dilakukan pada permukaan kunyah (permukaan

oklusal) pada gigi geraham (premolar dan molar). Bulu sikat

digerakan maju mundur secara berulang-ulang.


d) Gerakan memutar dilakukan pada permukaan fasial gigi atas sampai

bawah dari belakang kiri, ke belakang dan kanan. Gerakan ini

dilakukan pada saat posisi gigi atas berkontak dengan bawah.

e) Setelah itu, dilakukan penyikatan pada lidah di seluruh

permukaanya, terutama bagian atas lidah. Pada umumnya gerakan

pada lidah tidak ditentukan namun biasanya adalah dari pangkal

lidah sampai ujung lidah.

f) Seluruh gerakan ini dilakukan berulang-ulang, tanpa perlu berurutan

seperti diatas.

Gambar 2.1 : Teknik Menyikat Gigi


Sumber : dinkes.wonogirikab

2. Mengurangi Makanan Manis

Menurut Maulida, dkk, (2001), makanan kariogenik merupakan

makanan manis yang mengandung karbohidrat (gula) sehingga dapat

menyebabkan karusakan gigi apabila dikonsumsi secara terus

menerus. Sifat dari makanan kariogenik ini yaitu lengket dan mudah

hancur saat dikonsumsi.


Makanan yang dapat menyebabkan gigi berlubang yaitu makanan

yang mengandung gula seperti roti, permen, coklat, kue dan pie

merupakan contoh makanan yang dapat menyebabkan gigi berlubang.

Tinggi kadar gula yang dikandung oleh berbagai macam makanan dan

minuman harus dicegah atau dibatasi konsumsinya untuk mencegah

terjadinya karies gigi pada seseorang.

3. Memperbanyak konsumsi sayur dan buah

Makanan non kariogenik merupakan makanan yang banyak

mengandung protein dan lebih sedikit karbohidrat dan tidak lengket.

Makanan yang mengandung serat dan air sangat baik dikonsumsi

setiap hari bertujuan untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut seperti

apel, tomat, semangka dll. Buah ini dapat membantu membersihkan

gigi dan mulut yang dapat menyebabkan kerusakan pada gigi dan

mulut karena dapat merangsang sekresi saliva.

4. Rutin periksa gigi kepelayanan kesehatan

Rutin periksa kesehatan gigi dan mulut secara teratur ke pelayanan

kesehatan gigi maupun dokter maka waktu yang diperlukan untuk

bakteri berkembang biak bisa dihentikan, misalnya dengan butuh

mengontrol kesehatan gigi enam bulan sekali.

E. Tunagrahita

Tunagrahita adalah keadaan keterbelakangan mental biasa disebut

dengan retardasi mental. Seperti hal kita ketahui terdapat beberapa kelainan

yang dapat terjadi pada anak baik bawaan lahir maupun kelainan yang
terjadi karena penyakit yang diderita selama masa perkembangan.

Tunagrahita termasuk kedalam salah satu jenis kelainan yang cukup banyak

dialami oleh anak- anak karena kelainan genetik dan kelainan kromosom

selama masa kehamilan orang tua maupun akibat kejadian setelah mereka

dilahirkan seperti kelainan gizi, infeksi atau keracunan maupun pengaruh

trauma dan zat radio aktif yang menyebabkan terjadi kelainan pada bagian

fikiran anak- anak tunagrahita tersebut.

Tunagrahita adalah suatu kondisi anak yan kecerdasannya jauh di

bawah rata-rata dan ditandai oleh ketebatasan inteligensi dan

ketidakcakapan dalam komunikasi sosial. Anak berkebutuhan khusus ini

juga sering dikenal dengan istilah terbelakangan mental karena keterbatasan

kecerdasannya, akibatnya anak berkebutuhan khusus tungrahita ini sukar

untuk mengikuti pendidikan disekolah biasa.

Tunagrahita merupakan suatu kondisi dimana anak yang

kecerdasannya jauh dibawah rata-rata yang ditandai oleh keterbelakangan

intelegensi dan ketidakcakapan dalam komunikasi sosial. Hal ini dapat

diakibatkan anak berkebutuhan khusus tunagrahita sukar untuk mengikuti

pendidikan di sekolah biasa (Atmaja, 2018).

Tunagrahita digolongkan menjadi 4 golongan :

a. Tunagrahita ringan

Tunagrahita ringan disebut juga moron atau debil. Menurut skala

binet, kelompok ini memiliki IQ antara 52-68, sedangkan menurut skala

Wescher (WISC) memiliki IQ 55-69. Mereka masih dapat belajar


membaca, menulis, dan berhitung sederhana. Bimbingan dan

pendidikan yang baik, anak terbelakang mental ringan pada saatnya

akan memperoleh penghasilan untuk diri sendiri.

Anak terbelakang mental ringan dapat dididik menjadi tenaga kerja

semi-skiller seperti pekerjaan laundry, pertanian, peternakan, pekerjaan

rumah tangga, bahkan jika dilatih dan dibimbing dengan baik anak

tunagrahita ringan juga dapat bekerja di pabrik-pabrik.

Umumnya anak tunagrahita ringan tidak mengalami gangguan fisik

tampak seperti anak normal pada umumnya, oleh karena itu agak sukar

membedakan secara fisik antara anak tunagrahita ringan dengan anak

normal (Somantri, 2012).

b. Tunagrahita sedang

Golongan ini memiliki IQ 36-51, sesudah dewasa IQ mereka setara

dengan anak-anak usia 4-7 tahun. Mereka dapat dididik mengurus diri

sendiri, melindungi diri sendiri dari bahaya seperti menghindari

kebakaran, berjalan di jalan raya, berlindung dari hujan dan sebagainya.

Anak tunagrahita sedang sangat sulit bahkan tidak dapat belajar

secara akdemik seperti belajar menulis, membaca, dan berhitung

walaupun mereka secara sosial, misalnya menulis nama sendiri, alamat

rumahnya, dan lain-lain. Anak tunagrahita sedang membutuhkan

pengawasan yang terus menerus (Somantri, 2012).

c. Tunagrahita berat
Kelompok anak tungrahita berat sering disebut idiot. Kelompok ini

dapat dibedakan antara anak tungrahita berat dan sangat berat.

Tunagrahita memiliki IQ 20-32 menurut Skala Binet dan menurut Skala

Wescler (WISC) antara 25-39. Tunagrahita sangat berat memiliki IQ

dibawah 19-24. Anak tungrahita berat memerlukan bantuan perawatan

secara total dalam hal berpakaian, mandi, makan dan lain-lain, bahkan

mereka memerlukan perlindungan dari bahaya sepanjang hidupnya

(Somantri, 2012).

F. Kerangka Teori

Penyuluhan kesehatan gigi dilakukan untuk membentuk perilaku

pemeliharaan kesehatan gigi yang lebih baik dari sebelumnya untuk

menjaga dan meningkatkan status kesehatan gigi masyarakat atau sasaran.

Menurut Skiner (1938) dalam Notoadmodjo (2012), merumuskan salah satu

tentang perubahan perilaku adalah teori Stimulus, Organisme dan Respons

(SOR), perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus

(rangsangan dari luar) dan kemudian organisme tersebut memberikan

respon. Selanjutnya teori ini mengatakan bahwa perilaku dapat berubah

hanya apabila stimulus (rangsangan) yang diberikan benar-benar berbeda

dari stimulus semula.

Menurut Hosland (1953) dalam Notoadmojo (2012) mengatakan

bahwa perubahan perilaku pada hakikatnya sama dengan proses belajar.

Proses belajar pada individu terdiri dari :


a. Stimulus atau rangsangan yang diberikan kepada organisme dapat

diterima dan ditolak. Apabila terjadi penerimaan maka stimulus

dikatakan efektif dan begitu pula dengan sebaliknya.

b. Apabila stimulus diterima maka stimulus tersebut akan dilanjutkan

kepada proses berikutnya

c. Setelah itu stimulus diubah menjadi bentuk kesediaan untuk bertindak

(bersikap)

d. Dengan dukungan fasilitas dan lingkungan maka stimulus tersebut

mempunyai efek tindakan dari suatu individu (perubahan perilaku).

Berdasarkan teori ”S-O-R” tersebut, maka perilaku manusia dapat

dikelompokkan menjadi dua , yaitu :

a. Perilaku Tertutup (Cover behavior)

Perilaku tertutup terjadi pada saat respons terhadap stimulus tersebut

masih belum dapat dinikmati orang lain (dari luar) secara jelas. Respons

seseorang masih terbatas dalam bentuk perhatian, perasaan, persepsi,

pengetahuan dan sikap terhadap stimulus yang bersangkutan. Bentuk

”unobservable behaviour” atau ”cover behaviour” yang dapat diukur adalah

pengetahuan.

b. Perilaku Terbuka (Overt behavior)

Perilaku terbuka ini terjadi pada saat respons terhadap stimulus sudah

berupa tindakan, atau praktik ini dapat diamati orang lain dari luar atau

”observable behaviour”, tindakan ini dapat juga berupa keterampilan

seseorang dalam melakukan sesuatu.


Proses perubahan perilaku berdasarkna teori SOR dapat

digambarkan sebagai berikut :

Bagan 2.2 Kerangka Teori


Sumber : Notoadmojo (2012)
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Kerangka Konsep

Variabel Independent Variabel Dependent

Penyuluhan pemeliharaan Pengetahuan pemeliharaan kesehatan


kesehatan gigi dan mulut anak gigi dan mulut anak tunagrahita
tunagrahita menggunakan media SLBN Prof. Sri Soedewi Masjchun
ular tangga. Sofwan, SH Kota Jambi.

Bagan 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

B. Variabel dan Definisi Operasional

1. Variabel Penelitian

a. Variabel Bebas ( independent variabel )

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah penyuluhan pemeliharaan

kesehatan gigi dan mulut anak tunagrahita menggunakan media ular

tangga.

b. Variabel Terikat ( dependent variabel )

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah peningkatan pengetahuan

pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut anak tunagrahita SLBN

Prof. Sri Soedewi Masjchun Sofwan, SH Kota Jambi.


2. Definisi Operasional

Definisi Skala
Variabel Alat ukur Hasil ukur
Operasional pengukuran
Penyuluhan Kegiatan - - -
tentang meyampaikan
pemeliharaan pesan tentang
kesehatan gigi cara
dan mulut pemeliharaan
anak kesehatan gigi
tunagrahita dan mulut
dengan media
ular tangga

Pengetahuan Sesuatu yang Kuesioner Hasil Rasio


tentang diketahui Pengetahuan pengisian
pemeliharaan siswa tentang kuesioner
kesehatan gigi cara didapatkan
dan mulut pemeliharaan nilai tingkat
anak kesehatan gigi pengetahua
tunagrahita di dan mulut n sebelum
SLBN Prof. dan sesudah
Sri Soedewi diberikan
Masjchun penyuluhan
Sofwan, SH Skor :
Kota Jambi. Benar = 1
Salah = 0

C. Hipotesis

Hipotesis adalah penjelasan sementara yang diajukan untuk

menerangkan fenomena problematik atau persoalan yang dihadapi

(Praktiknya, 2007). Berdasarkan uraian yang telah diuangkapkan maka

dapat diambil hipotesisnya sebagai berikut :


1. Bagaimana perbedaan pengetahuan sebelum dan sesudah diberi

penyuluhan menggunakan media ular tangga.

2. Bagaimana efektivitas pengetahuan pemeliharaan kesehatan gigi

dan mulut sebelum dan sesudah diberi penyuluhan menggunakan

media ular tangga.

D. Desain Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan

menggunakan desain penelitian Quasi Experimental Design dengan

rancangan Two Group Pretest Postest. Pengukuran ini dilakukan sebelum

(pretest) dan sesudah (postest) diberi perlakuan. Dengan demikian hasil

perlakuan dapatdiketahui lebih akurat, karena dapat membandingkan antara

keadaan sebelum diberi perlakuan (Shadish, dkk., 2002, dalam Dicky,

2019).

O1 X1 O2

O1 X O2

Keterangan :

O1 = Nilai Pretest ( sebelum diberikan pembelajaran dengan media )

O2 = Nilai Postest ( sebelum diberikan pembelajaran dengan media )

X1 = Perlakuan

X = Kontrol
E. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian ini dilakukan di SLBN Prof. Sri Soedewi

Masjchun Sofwan, SH Kota Jambi dan waktu penelitian pada bulan

Februari - Mei 2023.

F. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah anak tunagrahita di SLBN Prof.

Sri Soedewi Masjchun Sofwan, SH Kota Jambi dengan jumlah 63

siswa.

2. Sampel

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah non random

sampel dengan jenis purposive sampling, yang dimana sampel memnuhi

kriteria inklusi. Soemantri (2006:28), teknik purposive adalah

pengambilan sampel pada anggota yang dilakukan secara karakteristik

atau ciri-ciri tertentu, sehingga hasil pengambilan data sesuai dengan

permasalahan peneliti (Soemantri (2006:28) dalam Brier, dkk, 2020).

Jumlah sampel pada penelitian ini menggunakan rumus Federer.

Rumus Federer (n-1) (t-1) >

Keterangan :

n = Banyaknya sampel setiap kelompok

t = Banyaknya kelompok

Banyaknya sampel penelitian :


(n - 1) (t – 1) > 15

(n – 1) (2 – 1) > 15

(n – 1) (1) > 15

n – 1 > 15

n > 15 + 1

n > 16

Dari rumus federer tersebut diketahui 16 sampel untuk setiap

kelompok, sehingga total sampel keseluruhan yaitu 32 sampel.

Dibagi menjadi dua kelompok, yaitu :

Kelompok kontrol : Penyuluhan menggunakan phantom

Kelompok perilakuan : Penyuluhan menggunakan media ular tangga

Kriteria Inklusi :

a. Bersedia menjadi responden penelitian yang dibuktikan dengan

persetujuan informed consent

b. Anak tunagrahita kelas 4-6

Kriteria Eksklusi :

a. Anak yang tidak masuk sekolah/sakit

G. Instrumen Penelitian

1. Alat Ukur Penelitian

Alat ukur pengetahuan responden terhadap pemeliharaan kesehatan gigi

dan mulut terdiri dari 15 butir pertanyaan. Kusioner merupakan teknik

pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat

pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab.


Jawaban yang benar diberi nilai 1, jawaban yang salah diberi nilai 0

(Sugiyono, 2013)

Kusioner terdiri dari 15 pertanyaan yang sebelum itu telah di uji

validasi. Kisi – kisi pertanyaan tentang menyikat gigi (1,2,3,4,5,6,7,8,9),

makanan yang menyehatkan gigi (10,12), makanan yang merusak gigi

(11,13), pemeriksanaan gigi ke pelayanan kesehatan (14,15).

2. Alat dan Bahan Penelitian

a. Kuesioner

b. Media Ular tangga

c. Pena

H. Teknik Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan adalah data primer. Data primer diperoleh

dari kuesioner (pretest dan postest) yang diisi sendiri oleh Anak Tunagrahita

SLBN Prof. Sri Soedewi Masjchun Sofwan, SH Kota Jambi.

1. Tahap persiapan

a. Meminta surat izin permohonan penelitian dari Jurusan Kesehatan

Gigi Poltekkes Kemenkes Jambi.

b. Surat izin penelitian dari Jurusan Keehatan Gigi dimasukkan untuk

syarat pengajuan Ethical Clearance.

c. Setelah adanya surat Ethical Clearance, peneliti dapat dilakukan.

d. Meminta izin penelitian kepada kepala SLBN Prof. Sri Soedewi

Masjchun Sofwan, SH Kota Jambi dengan melampirkan surat izin

Ethical Clearance.
e. Surat balasan dari SLBN Prof. Sri Soedewi Masjchun Sofwan, SH

Kota Jambi.

f. Menentukan subjek penelitian sesuai dengan kriteria inklusi.

g. Memberikan penjelasan dan alur penelitian kepada 3 teman tim dan

guru pendamping.

h. Menyiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan.

i. Mengkoordinasi dengan kepala sekolah dan guru sebelum

penelitian dan menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan dihari

penelitian.

j. Penelitian dibantu 3 teman sejawat untuk melakukan penelitian.

k. Memberikan penjelasan dan informed consent.

2. Tahap pelaksanaan

a. Membagi anak tunagrahita menjadi 2 kelompok.

b. Kelompok pertama yaitu kelompok perlakuan dan kelompok kedua

yaitu kelompok kontrol.

c. Memberikan pre-test pengetahuan pemeliharaan kesehatan gigi dan

mulut pada kelompok perlakuan.

d. Memberikan pre-test pengetahuan pemeliharaan kesehatan gigi dan

mulut pada kelompok kontrol.

e. Memberikan penyuluhan menggunakan media ular tangga pada

kelompok perlakuan

f. Memberikan penyuluhan menggunakan metode ceramah pada

kelompok kontrol.
g. Memberikan post-test pengetahuan pemeliharaan kesehatan gigi

dan mulut pada kelompok perlakuan.

h. Memberikan post-test pengetahuan pemeliharaan kesehatan gigi

dan mulut pada kelompok kontrol.

i. Mengumpulkan kuesioner pengetahuan pada kelompok perlakuan

dan kelompok kontrol.

I. Teknik Pengolahan Data

Data yang telah dikumpulkan selanjutnya diolah melalui tahapan-

tahapan berikut :

1. Editing

a. Memeriksa kelengkapan data yaitu memeriksa semua pertanyaan

sudah lengkap.

b. Memeriksa kesinambungan data yaitu memeriksa apakah ada

keterangan data yang bertentangan antara satu dengan lainnya.

2. Coding

Merupakan kegiatan mengklarifikasi data dan memberi kode pada

setiap data.

3. Entri Data

Data yang telah diberi kode, dientri dengan menggunakan alat

bantu komputer.
4. Cleaning

Merupakan pembersihan data untukmenghindari kesalahan setelah

dilakukan entri data dan memastikan bahwa semua data yang sudah

dientri siap dianalisa.

5. Scoring

Pada saat scoring, setiap jawaban responden diberikan nilai

sedemikian rupa untuk mempermudah analisis data, sebagai berikut :

Variabel pengetahuan pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut

dijabarkan kedalam 15 pertanyaan kuesioner.

J. Teknik Analisa Data

1. Analisa Univariat

Analisa Univariat yaitu untuk melihat gambaran distribusi

frekuensi dan variabel yang diteliti yaitu peningkatan pengetahuan

pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut anak tunagrahita SLBN Prof.

Sri Soedewi Masjchun Sofwan, SH Kota Jambi.

2. Analisa Bivariat

Sebelum dilakukan analisis bivariat, maka terlebih dahulu

dilakukan uji normalitas data numerik untuk varibel pengetahuan

setelah dilakukan uji normalitas


DAFTAR PUSTAKA

Agusta V, M., Ade, I, A, K., Muhammad, D, F., Hubungan pengetahuan

kesehatan gigi dengan kondisi oral hygene anak tunarungu usia sekolah.

Medali jurnal, 2015; 2(1): 64-68

Pantow, B, P., Warouw, S, M., Gunawan, P, N., Pengaruh penyuluhan cara

menyikat gigi terhadap indeks plak gigi pada siswa sd inpres lapangan.

Jurnal Kedokeran Gigi Unpad, 2014

Sherlyta, M., Wardani, R., Susilawati, S., Tingkat kebersihan gigi dan mulut siswa

sekolah dasar negeri di desa tertinggal kabupaten Bandung. Jurnal

kedokteran gigi unpad. 2017; 29(1): 69-76

https://repository.badankebijakan.kemkes.go.id/id/eprint/3514/1/Laporan

%20Riskesdas%202018%20Nasional.pdf

Kantohe, Z. R., Wowor, V. N. S., & Gunawan, P. N. (2016). Perbandingan

efektivitas pendidikan kesehatan gigi menggunakan media video dan flip

chart terhadap peningkatan pengetahuan kesehatan gigi dan mulut anak. E-

GIGI, 4(2), 7–12. https://doi.org/10.35790/eg.4.2.2016.13490

Ramadhan, A., & dkk. (2016). Hubungan Tingkat Pengetahuan Kesehatan Gigi

dan Mulut Terhadap Angka Karies Gigi di SMPN 1 Marabaha.

Kedokteran Gigi, 1(2), 176.

Husna N, Prasko P. Efektivitas Penyuluhan Kesehatan Gigi Dengan

Menggunakan Media Busy Book Terhadap Tingkat Pengetahuan

Kesehatan Gigi Dan Mulut. J Kesehatan Gigi. 2019;6(1):51–55.


Binkley CJ, Johnson KW, Abadi M, Thompson K, Shamblen SR, Young L, et al.

Improving the oral health of residents with intellectual and developmental

disabilities: an oral health strategy and pilot study. Eval Program Plann.

2014;47:54–63.

Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S. (2018) Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

Setiawan I, Mujtaba M, Zuana M, Chalim A. Teaching Vocabulary Using

Modified Snakes and Ladders Game. ALSUNA J Arab English Lang.

2018;1(87):87–95.

Yusuf Y, Auliya U. Sirkuit Pintar : Melejitkan Kemampuan Menghafal

Matematika dan Bahasa Inggris dengan Metode Ular Tangga. cetakan pe.

SR Z, Fauzi I, editors. Jakarta: Visimedia; 2011. 16–17.

Chabib M, Djatmika ET, Kuswandi D. Efektivitas Pengembangan Media. J

Pendidik Teor Penelitian, dan Pengetah. 2017;2:910–8.

Pertiwi F.N, Tirahiningrum P, Nugrahini D., 2013. Efektivitas Penyuluhan dengan

Media Poster dan Animasi Bergambar Terhadap Pengetahuan Kesehatan

Gigi dan Mulut Siswa Usia 7-10 Tahun di MI NU Maudluul Ulum Kota

Malang. Skripsi, Program Studi Pendidikan Dokter Gigi Universitas

Brawijaya, Malang

Jatmika S.E.D., Maulana M., Kuntoro., Martini S. (2019). Buku Ajaran

Pengembangan Media Promosi Kesehatan. K-Media.


KUESIONER PENGETAHUAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT PADA

ANAK TUNAGRAHITA DI SLBN PROF.SRI SOEDEWI MASJCHUN

SOFWAN, SH KOTA JAMBI

Nama Pasien : Hari/Tanggal :

TTL/Umur : Kelas :

Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan memilih salah satu jawaban yang

dianggap benar dengan tanda silang (x)!

1. Berapa kali menyikat gigi dalam sehari?

a. 1 kali saat mandi pagi

b. 2 kali saat mandi pagi dan mandi sore

c. 3 kali saat mandi pagi, mandi sore, dan malam sebelum tidur

d. 2 kali pagi setelah sarapan dan malam sebelum tidur

2. Kapankah waktu yang tepat untuk menyikat gigi?

a. Saat bangun pagi

b. Setelah sarapan pagi dan malam sebelum tidur

c. Kapan saja

d. Saat mandi dan bangun tidur

3. Apa langkah pertama dalam menyikat gigi?

a. Pakai sikat gigi dan pasta

b. Berkumur dengan air

c. Langsung menyikat gigi

d. Gerakan memutar
4. Banyaknya pasta gigi saat menyikat gigi?

a. Secukupnya

b. Sebesar biji jagung

c. Sebesar permukaan sikat gigi

d. Suka-suka

5. Permukaan gigi bagian mana yang harus disikat saat menyikat gigi?

a. Bagian depan saja

b. Bagian depan dan dalam

c. Seluruh bagian gigi

d. Bagian pengunyahan saja

6. Bagaimana cara menyimpan sikat gigi yang benar setalah digunakan?

a. Dibilas dengan air

b. Dibilas dengan air, disimpan ditempat kering dengan posisi bulu sikat tegak

lurus

c. Dibiarkan begiu saja

d. Disimpan ditempat lembab

7. Manakah makanan yang dapat merusak gigi?

a. Permen

b. Cokelat

c. Soda

d. Semua jawaban benar

8. Manakah makanan yang menyehatkan gigi?

a. Buah-buahan dan sayuran


b. Roti manis

c. Cokelat

d. Semua jawaban salah

9. Bagaimana cara pencegahan penyakit gigi dan mulut?

a. Menyikat gigi 2 kali sehari (setelah sarapan dan malam sebelum tidur)

b. Makan buah-buahan dan sayuran

c. Menggunakan obat kumur

d. Semua jawaban benar

10. Kapan waktu yang tepat untuk memeriksaan gigi dan mulut?

a. 6 bulan sekali

b. 3 bulan sekali

c. 1 tahun sekali

d. Jika gigi terasa sakit saja

Sumber : (Rahayu, 2022)

Anda mungkin juga menyukai