Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas penyuluhan dengan metode
demonstration and video animation (davim) dalam meningkatkan pengetahuan menyikat gigi pada anak tunagrahita ringan yang didapatkan hasil terdapat hubungan yang signifikan yang kemudian akan dibahas sebagai berikut :
6.1 Kesehatan Gigi dan Mulut Anak Tunagrahita
Dari distribusi data yang didapatkan pada penelitian ini, diketahui karakteristik responden dalam penelitian ini berusia 12-15 tahun, dan siswa dengan jenis kelamin laki – laki lebih banyak dari pada perempuan. Data tersebut hampir sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Eldarita, et al (2021) yang menyatakan bahwa responden berjenis kelamin laki-laki dan umur 10-12 tahun kelompok terbanyak. Karakteristik ini sesuai dengan penelitian oleh Maulidiyah (2020) yang menjelaskan bahwa tuna grahita ringan yaitu anak tunagrahita yang kecerdasan kognitifnya mencapai anak usia 7 sampai 12 tahun, mereka mampu hidup dengan cara mereka sendiri, anak tuna grahita ringan cukup dapat berkomunikasi dengan baik, mereka juga cukup mampu memberikan sedikit penjelasan, yang paling terlihat dari tanda-tanda anak tunagrahita ringan adalah perkembangan mereka, semakin bertambahnya umur mereka keterlambatan perkembangan mereka akan semakin terlihat. Anak tunagrahita memiliki tingkat keparahan masalah kesehatan gigi dan mulut 30% lebih tinggi dibanding anak normal. Terlihat dari penelitian ini bahwa nilai pre test kelompok kontrol nilai pengetahuan responden 76,9% pada kategori kurang dan serupa dengan nilai pengetahuan saat pre test pada kelompok intervensi yaitu 69,2% pada kategori kurang, hal ini dikarenakan adanya gangguan fungsi kognitif dan psikomotorik pada anak tunagrahita, sehingga perlu adanya upaya dalam meningkatkan kesehatan gigi dan mulutnya. Persentase masalah kesehatan gigi dan mulut pada anak tunagrahita lebih tinggi 30% dibanding anak normal. Pada anak tunagrahita usia mentalnya akan lebih rendah dari usia kronologisnya sehingga akan mempengaruhi perkembangan kemampuan kognitif dan psikomotorik yang menyebabkan keterbatasan dalam fungsi tersebut. Keterbatasan tersebut menyebabkan anak tunagrahita mengalami kesulitan dalam merawat diri, salah satunya yaitu dalam membersihkan gigi dan mulutnya sehingga menyebabkan tingkat keparahan kesehatan gigi dan mulut yang tinggi (Pratiwi et al, 2019). Siswa tunagrahita juga memiliki hambatan perkembangan pada segi sosial, kognitif, adaptif dan konseptual. Siswa tunagrahita merupakan suatu kondisi dimana siswa memiliki hambatan berupa keterlambatan dalam perkembangan kognitif dan pada perkembangan mentalnya, fungsi perkembangan intelektual siswa tunagrahita dibawah perkembangan siswa reguler seusianya. Siswa tunagrahita terbilang lamban dalam mengerjakan tugas – tugas yang sederhana, kesulitan dalam mengurus diri sendiri, juga bergantung pada orang di lingkungan sekitar. (Sasongko et al, 2021) Dari apa yang dijelaskan tersebut maka penulis berpendapat bahwa kesehatan gigi dan mulut pada anak tunagrahita harus diperhatikan karena tingkat keparahannya yang cukup tinggi dibandingkan dengan anak normal. Dengan keterbatasan kemampuan kognitif yang dimiliki anak tunagrahita maka dibutuhkan pendidikan kesehatan gigi dan mulut yang efektif dan lebih menarik minat mereka. 6.2 Demonstration and Video Animation Media dalam pembelajaran adalah faktor penting untuk proses berlangsungnya sebuah kegiatan pembelajaran yang terlaksana di ruang kelas. Kegiatan pembelajaran yang dikemas secara inovatif, kreatif, dan komunikatif dapat mendukung peningkatan hasil belajar milik siswa. Kata Medium ialah bentuk jamak dan merupakan pengertian dalam bahasa latin dari kata “Media” yang apabila diterjemahkan secara harfiah berarti “Pengantar atau Perantara”. Media dalam kegiatan pembelajaran ialah wahana penyampaian informasi belajar atau penyalur pesan yang berisikan makan materi pembelajaran. (Sasongko et al, 2021). Media yang digunakan pada penelitian ini sebagai sarana pendidikan kesehatan gigi dan mulut pada anak tunagrahita ialah Demostration and Video Animation untuk lalu kemudian di uji dengan Mc Nemar dan didapatkan p-value 0,008 yang menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan dari intervensi yang dilakukan terhadap pengetahuan anak tunagrahita. Siswa tunagrahita memerlukan sarana berupa media dalam pembelajaran yang dapat menarik perhatian, mudah dipahami, konkrit, dan tidak membuat siswa cepat bosan. Maulidiyah (2020) berpendapat bahwa salah satu media pembelajaran interaktif yang dapat dimanfaatkan ialah video, hal ini dikarenakan video dapat memuat materi menjadi lebih sederhana, konkrit, menampilkan visual disertai audio yang menarik perhatian siswa, dan penyampaian materi bisa dikembangkan lebih bertahap serta dapat diulang kembali pemutarannya. Upaya meningkatkan keterampilan menyikat gigi pada anak tungarahita dengan menggunakan media video dapat mempermudah anak dalam mempelajari cara menggosok gigi. Dari video tersebut, anak-anak akan mengikuti langkah-langkah menggosok gigi dengan sendirinya sehingga memudahkan anak dalam memahami materi yang disampaikan. Tunagrahita tidak mudah bosan saat kegiatan berlangsung serta dapat diulang kapan saja dan dimana saja yang memungkinkan tunagrahita dapat mengingat edukasi yang diberikan karena hal ini berkaitan dengan kelemahan ingatan jangka pendek yang dimiliki. (AzZahrah et al, 2021) Hasil penelitian Maulidiyah (2020) menjelaskan bahwa penggunaan multimedia interaktif meliputi audio dan visual dapat membantu menciptakan situasi pembelajaran menyenangkan, meningkatkan antusiasme, memicu daya ingat siswa dan secara signifikan mempengaruhi hasil belajar siswa.
6.3 Pengembangan Demonstration And Video Animation (Davim) Dalam
Dhe Sebagai Upaya Peningkatan Pengetahuan Menyikat Gigi Anak Tunagrahita Setelah dilakukan intervensi dan dianalisis hasil dari intervensi kelompok kontrol maupun kelompok intervensi pada penelitian ini didapatkan p-value 0,031 pada kelompok kontrol dan 0,008 pada kelompok intervensi (sig < 0,05), keduanya terbukti terdapat perbedaan yang signifikan terhadap tingkat pengetahuan anak sebelum dan sesudah dilakukan intervensi, namun berdasarkan nilai p-value, dapat disimpulkan bawah dengan intervensi Demonstration and Video Animation (Davim) terbukti lebih efektif meningkatkan pengetahuan anak dibandingkan intervensi yang dilakukan pada kelompok kontrol. Hal ini sependapat dengan penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi et al (2019) yang menyatakan bahwa demostrasi dan video didapatkan pada kedua kelompok intervensi tersebut didapatkan nilai yang signifikan berpengaruh terhadap penurunan skor plak pada anak tunagrahita. Hal yang serupa juga di utarakan oleh Riyadi et al (2020), Sasongko et al (2021), Suharja et al (2019) yang menyatakan terdapat perbedaan yang signifikan antara keterampilan menyikat gigi sebelum dan sesudah penyajian video. Penggunaan metode ataupun media yang digunakan dapat dilakukan dengan menyesuaikan pada karakteristik anak tunagrahita yang umunya memperhatikan dari aspek pemahaman dalam belajar. Penerapan upaya dalam meningkatkan keterampilan menyikat gigi pada anak tunagrahita dapat dilakukan dengan mengaplikasikan langsung kepada anak tunagrahita tersebut atau dapat melalui anggota keluarga atau orang terdekat yang nantinya akan mengajarkan kepada anak tunagrahita dengan bahasa yang mudah mereka mengerti. Efektifitas beberapa upaya tersebut diatas dapat meningkatkan keterampilan menyikat gigi pada anak tunagrahita sehingga kesehatan gigi dan mulut dapat terjaga dan kualitas hidup anak tunagrahita menjadi yang lebih baik. (AzZahrah et al, 2021) Hasil penelitian dari 20 artikel oleh Constantika (2022), terdapat 8 artikel yang menggunakan media video animasi sebagai media pembelajaran. Berdasarkan perhitungan yang dilakukan oleh peneliti, didapatkan persentase total peningkatan pengetahuan kesehatan gigi dan mulut pada anak tunagrahita sebesar 57,86% yang kemudian disimpulkan bahwa media video animasi merupakan media pembelajaran yang efektif untuk meningkatkan pengetahuan kesehatan gigi dan mulut pada anak tunagrahita. Sementara hal kedua intervensi yang peneliti lakukan ini dibandingkan oleh penelitian pada Yuventa et al (2019) yang menyatakan sebelum dilakukan intervensi, sebanyak 7 siswa (70%) pada masing- masing kelompok berada pada kategori baik lalu setelah diberikan intervensi sebanyak 7 siswa (70%) pada masing-masing kelompok meningkat menjadi kategori sangat baik dalam kemampuan menggosok gigi. Metode demonstrasi dengan film animasi tidak ada perbedaan yang signifikan efektivitas metode demonstrasi dan metode film animasi terhadap kemampuan menggosok gigi pada anak tunagrahita. Rosmaya et al (2019) berkesimpulan dalam penelitiannya penggunaan intervensi video interaktif lebih efektif sebagai media pembelajaran dalam meningkatkan kemampuan merawat diri pada anak tuna grahita sedang, namun harus didukung oleh kelengkapan sarana dan prasana.
Efektifitas Edukasi Kesehatan Gigi Dengan Metode Pemutaran Video Animasi Terhadap Pengetahuan Dan Kebersihan Gigi Dan Mulut Anak Tunarungu Di Yayasan Karya Murni Medan