Anda di halaman 1dari 85

Penyuluhan Kesehatan Gigi.

(Skripsi)
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Masalah kesehatan gigi dan mulut menjadi perhatian yang penting dalam pembangunan
kesehatan yang salah satunya disebabkan oleh rentannya kelompok anak usia sekolah dari
gangguan kesehatan gigi. Usia sekolah merupakan masa untuk meletakkan landasan kokoh
bagi terwujudnya manusia berkualitas dan kesehatan merupakan faktor penting yang
menentukan kualitas sumber daya manusia (Warni, 2009).
Hasil studi Surkesnas Balitbangkes Depkes RI (2002) dalam Warni (2009)
menyimpulkan bahwa masalah kesehatan gigi dan mulut yang paling dikeluhkan adalah
penyakit karies gigi. Dari Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001
disebutkan pula bahwa prevalensi karies gigi aktif pada umur 10 tahun ke atas sebesar 52%
dan akan terus meningkat seiring dengan bertambahnya umur hingga mencapai 63% pada
golongan umur 45-54 tahun, Khusus pada kelompok umur anak usia sekolah dasar sebesar
66,8%-69,9% (Depkes RI, 2004). Rahardjo (2007) dalam Kawuryan (2008) juga
membuktikan dalam Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 2001 bahwa terdapat 76,2
persen anak Indonesia pada kelompok usia 12 tahun (kira-kira 8 dari 10 anak) mengalami
gigi berlubang (Kawuryan, 2008).

Propinsi Kalimantan Barat juga memiliki angka karies yang besar yakni mencapai
80,2% (Sumawinata, 1992 dalam Miftah, 2009). Hasil survei tahun 1997 oleh Dinas
Kesehatan Propinsi Kalimantan Barat dalam Miftah (2009) tentang kebersihan gigi dan
mulut siswa Sekolah Dasar menunjukkan bahwa tingkat OHI-S (Oral Hygiene IndexSimplified) 1,5-2,5 (sedang), rendahnya tingkat pengetahuan anak terhadap kesehatan gigi
dan mulut, kegiatan UKGS (Usaha Kesehatan Gigi Sekolah) yang tidak standar. (Depkes
RI, 2004).
Demikian pula Data Survei Dasar Karies Gigi (SDKG) oleh Tim Peneliti Sub Dinas
Bina Program Dinas Kesehatan Kabupaten Ketapang pada siswa Sekolah Dasar umur 12
tahun di Kecamatan Sukadana tahun 2003 diketahui bahwa prevalensi karies pada murid
sekolah dasar umur 12 tahun di Kecamatan Sukadana adalah 93,33%, pada anak laki-laki
91,97%, dan pada anak perempuan sebesar 94,48%. Untuk Desa Simpang Tiga prevalensi
karies anak sekolah dasar umur 12 tahun mencapai 90%. Data tersebut menunjukkan bahwa
masih tingginya angka karies gigi pada murid sekolah dasar di Desa Simpang Tiga
Kecamatan Sukadana (Dinkes Ketapang, 2003). Berdasarkan Survei yang dilakukan oleh
petugas Perawat Gigi Puskesmas Siduk tahun 2010 bahwa 75% siswa di SDN 02 Dusun
Semanai menderita karies, sedangkan di SDN 08 prevelensinya lebih besar mencapai 80%
(Puskesmas Siduk, 2010).
Karies gigi memiliki etiologi dari tiga faktor yaitu Host (gigi dan saliva),
mikroorganisme (plak) dan substrat (diet karbohidrat). Selain faktor yang ada dalam mulut
yang berhubungan langsung dengan karies, terdapat faktor-faktor eksternal yaitu perilaku
yang berhubungan dengan cara menjaga kesehatan gigi (Tarigan, 1991).

Menurut Bahar (2000) dalam Warni (2009) bahwa salah satu faktor utama yang
mempengaruhi kesehatan gigi dan mulut adalah Perilaku. Perilaku yang dapat
mempengaruhi perkembangan karies adalah tentang cara menjaga kesehatan gigi dan mulut
(Petersen, 2005 dalam Warni, 2009). Perilaku sangat dipengaruhi oleh pengetahuan.
Perilaku yang didasari pengetahuan yang benar akan lebih bertahan lama daripada perilaku
yang tidak didasari pengetahuan, termasuk pengetahuan tentang cara menjaga kesehatan
gigi yang benar akan sangat berpengaruh terhadap kejadian karies (Warni, 2009).
Upaya untuk meningkatkan pengetahuan adalah dengan penyuluhan kesehatan.
Penyuluhan dengan berbagai sasaran lebih ditekankan pada kelompok rentan anak sekolah.
Lingkungan sekolah merupakan perpanjangan tangan keluarga dalam meletakkan dasar
perilaku hidup sehat bagi anak sekolah. Disamping itu, jumlah populasi anak sekolah umur
6-12 tahun mencapai 40%-50% dari komunitas umum, sehingga upaya penyuluhan
kesehatan pada sasaran anak sekolah merupakan prioritas pertama dan utama. Penyuluhan
kesehatan di sekolah diintegrasikan dalam program Usaha Kesehatan Sekolah (UKS)
(Notoatmodjo, 2005).
Penyuluhan kesehatan di sekolah meliputi berbagai aspek diantaranya penyuluhan
kesehatan gigi, yang juga merupakan bagian dari program pokok Puskesmas melalui Usaha
Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS). Penyuluhan kesehatan gigi di sekolah dasar wilayah Desa
Simpang Tiga selama ini dilakukan oleh petugas kesehatan gigi Puskesmas Siduk.
Penyuluhan kesehatan gigi yang umum dilakukan oleh petugas Puskesmas adalah
penyuluhan cara menjaga kesehatan gigi (Dinkes Ketapang, 2003).

Hasil wawancara peneliti (Januari 2008) dengan Perawat gigi di Puskesmas Siduk,
diketahui bahwa penyuluhan kesehatan gigi di sekolah dasar Desa Simpang Tiga dilakukan
dengan metode ceramah menggunakan media papan tulis. Namun dari hasil survei karies
gigi di sekolah dasar wilayah Desa Simpang Tiga masih menunjukkan angka prevalensi
karies yang tinggi terutama di SDN 08 Siduk, artinya penyuluhan kesehatan gigi yang
selama ini dilakukan belum efektif meningkatkan pengetahuan siswa tentang kesehatan gigi
sehingga dapat membantu menurunkan angka karies gigi siswa sekolah dasar di Desa
Simpang Tiga.
Berdasarkan observasi peneliti bahwa di SDN 08 Siduk belum memiliki poster maupun
media kesehatan lainnya disetiap ruang kelas, sehingga penyuluhan yang dilakukan terbatas
dengan metode ceramah menggunakan media papan tulis, metode ceramah hanya
melibatkan 20% dari indra sasaran penyuluhan, oleh karenanya perlu diberikan penyuluhan
dengan alat bantu yang dapat memaksimalkan pengindraan siswa pada isi penyuluhan agar
memudahkan pemahaman (Maulana, 2009).
Menurut Notoatmodjo (2003) bahwa seseorang dapat mempelajari sesuatu dengan lebih
baik apabila menggunakan lebih dari satu indera ketika menerima penyuluhan, apa yang
diingat dari isi penyuluhan adalah 50% dari apa yang didengar dan dilihat. Semakin banyak
menggunakan pengindraan dalam belajar maka akan semakin baik, panca indra yang paling
banyak menyalurkan pengetahuan ke otak adalah mata (kurang lebih sampai 87%),
sedangkan 13% pengetahuan manusia diperoleh atau disalurkan melalui indra lainnya
(Depkes RI, 2008).

Untuk memaksimalkan pemanfaatan indra sasaran diperlukan alat bantu penyuluhan


yang ditentukan oleh tujuan penyuluhan karena setiap alat bantu memiliki intensitas yang
berbeda. Jika tujuan penyuluhan pada aspek pengertian/pengetahuan maka pesan yang
disampaikan cukup dengan lisan namun harus menggunakan alat peraga yang dapat
menarik minat sasaran penyuluhan. Untuk meningkatkan pengetahuan kesehatan gigi siswa
SDN 08 Siduk diperlukan penyuluhan kesehatan gigi dengan alat bantu yang dapat menarik
minat siswa dan memaksimalkan penggunaan indra siswa, salah satunya adalah media
poster karena selain berisikan materi penyuluhan juga disertai gambar yang diharapkan
lebih menarik minat siswa dari aspek visual. Berbeda dengan alat bantu leaflet yang lebih
dominan pada tulisan konten materi penyuluhan daripada gambar (Maulana, 2009).
Berdasarkan uraian di atas, perlu dilakukan penelitian untuk melihat perbedaan
efektifitas antara penggunaan media poster dengan media leaflet dalam penyuluhan
kesehatan gigi dengan sasaran penyuluhan adalah kelas V dan VI siswa SDN 08 Siduk.
Pemilihan Subjek penelitian didasarkan angka prevalensi karies terbesar adalah di SDN 08
Siduk, sedangkan kelas V dan VI adalah sasaran yang umumnya berumur 10-12 tahun,
dimana usia anak kelas V dan VI merupakan usia anak-anak yang mudah dijangkau
sebelum meninggalkan sekolah dasar dan lebih bermanfaat secara promotif dan preventif
dalam aspek kesehatan gigi sebelum meninggalkan jenjang sekolah dasar, selain itu
sebagian besar gigi permanent pada usia tersebut telah erupsi kecuali molar tiga
(Warni,2009).
I.2 Rumusan masalah

Berdasarkan Survei oleh petugas Perawat Gigi di Puskesmas Siduk tahun 2010 bahwa
prevalensi karies di SDN 08 mencapai 80% (Puskesmas Siduk, 2010). Menurut Bahar
(2000) karies disebabkan oleh perilaku. Perilaku kesehatan gigi dipengaruhi oleh
pengetahuan tentang cara menjaga kesehatan gigi. Upaya meningkatkan pengetahuan
kesehatan gigi adalah dengan penyuluhan menggunakan alat bantu yang lebih mampu
memaksimalkan pengindraan siswa, salah satunya adalah media poster dan leaflet (Warni,
2009).
Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk mengetahui efektifitas penyuluhan
kesehatan gigi dengan media poster dan leaflet terhadap peningkatan pengetahuan siswasiswi kelas V dan VI di Sekolah Dasar Negeri 08 Siduk Desa Simpang Tiga, dengan cara
melihat apakah ada perbedaan pengetahuan kesehatan gigi antara siswa yang diberikan
penyuluhan menggunakan poster dengan siswa yang diberikan penyuluhan menggunakan
leaflet pada saat sebelum dan sesudah diberikan penyuluhan ?
I.3 Tujuan
I.3.1 Tujuan umum
Untuk mengetahui efektifitas penyuluhan kesehatan gigi menggunakan media poster dan
leaflet terhadap peningkatan pengetahuan siswa-siswi kelas V dan VI di SDN 08 Desa
Simpang Tiga Kecamatan Sukadana Kabupaten Kayong Utara.
I.3.2 Tujuan khusus

1. Mengetahui gambaran tingkat pengetahuan siswa tentang kesehatan gigi sebelum dan
sesudah diberikan penyuluhan.
2. Mengetahui perbedaan pengetahuan siswa sebelum dan sesudah diberikan penyuluhan
dengan media poster.
3. Mengetahui perbedaan pengetahuan siswa sebelum dan sesudah diberikan penyuluhan
dengan media leaflet.
I.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari hasil penelitian adalah :
I.4.1 Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Kayong Utara
Memberikan masukan informasi bagi pemegang program Usaha Kesehatan Gigi Sekolah
(UKGS) di Dinas Kesehatan Kabupaten Kayong Utara tentang penyuluhan kesehatan gigi.
I.4.2 Bagi Institusi Puskesmas
Memberikan masukan bagi puskesmas tentang peningkatan pelaksanaan program Usaha
Kesehatan Gigi Sekolah terutama kegiatan penyuluhan kesehatan gigi.
I.4.3 Bagi Institusi Sekolah
Membantu meningkatkan pengetahuan kesehatan gigi bagi murid dan pihak
sekolah dalam upaya pencegahan kerusakan gigi.
I.4.4 Bagi Institusi Pendidikan

Menambah khazanah referensi hasil penelitian yang ada, selanjutnya dapat digunakan
sebagai tambahan referensi bagi penelitian yang lain.
I.4.5 Bagi Peneliti
Memperoleh pengalaman nyata

dalam proses

penerapan

penelitian

berdasarkan

pengetahuan yang diperoleh selama pendidikan dan memberikan tambahan referensi bagi
penelitian selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Penyuluhan Kesehatan
II.1.1 Batasan Penyuluhan Kesehatan
Menurut Ewless (1994) dalam Maulana (2009) bahwa konsep penyuluhan
kesehatan seringkali cenderung disama-artikan dengan konsep Promosi Kesehatan dan
pendidikan kesehatan, walaupun hakekatnya ketiga istilah tersebut memiliki pengertian
yang berbeda. Promosi Kesehatan lebih identik dengan lingkup program kesehatan yang
cakupannya lebih luas dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat atau
individu, melalui upaya pemberdayaan masyarakat/individu sehingga mampu mengontrol
dan memperbaiki aspek-aspek kehidupan mereka yang mempengaruhi kesehatan.
Promosi Kesehatan juga merupakan istilah yang lebih luas daripada pendidikan
kesehatan dan penyuluhan kesehatan. Committee on Health Education and Promotion

Terminology (CHEPT) (2001) dalam Kenzie (2007) mendefinisikan Promosi Kesehatan


sebagai kombinasi yang terencana dari apapun mekanisme pendidikan, politik, lingkungan,
peraturan, maupun mekanisme organisasi yang dapat mendukung tindakan dan kondisi
kehidupan yang kondusif untuk kesehatan individu, kelompok dan masyarakat. Green dan
Ottoson (1998) dalam Maulana (2009) memberikan definisi Promosi Kesehatan sebagai
kombinasi berbagai dukungan menyangkut aspek pendidikan, organisasi, kebijakan, dan
peraturan

perundang-undangan

untuk

perubahan

lingkungan

dan

perilaku

yang

menguntungkan kesehatan, sedangkan WHO (1984) dalam Maulana (2009) mendefinisikan


Promosi Kesehatan sebagai proses yang bertujuan memungkinkan individu meningkatkan
kontrol terhadap kesehatan dan meningkatkan kesehatannya berbasis filosofi yang jelas
mengenai pemberdayaan diri sendiri (self empowerment).
Dari keseluruhan definisi Promosi Kesehatan di atas dapat disimpulkan bahwa
Promosi Kesehatan melingkupi aspek pendidikan kesehatan termasuk juga penyuluhan
kesehatan. Sedangkan istilah pendidikan kesehatan merupakan pengaplikasian konsep
pendidikan dalam bidang kesehatan, sehingga pendefinisiannya pun memisahkan konsep
pendidikan dan pendidikan kesehatan. Banyak definisi tentang pendidikan secara umum,
salah satunya dikemukakan oleh Notoatmodjo (2003) bahwa pendidikan adalah segala
upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain sehingga mereka melakukan apa
yang diharapkan oleh pelaku pendidik yang meliputi unsur input (sasaran pendidikan),
proses dan output (hasil). Sedangkan pendidikan kesehatan menurut Wood (1926) dalam
Notoatmodjo (2005) adalah sejumlah pengalaman yang berpengaruh secara menguntungkan
terhadap kebiasaan, sikap dan pengetahuan terkait dengan kesehatan individu masyarakat
dan bangsa.

Berbeda halnya dengan promosi kesehatan maupun pendidikan kesehatan.


Walaupun penyuluhan kesehatan merupakan bagian dari kegiatan Promosi Kesehatan dan
pendidikan kesehatan. Namun penekanan konsep penyuluhan kesehatan lebih pada upaya
mengubah perilaku sasaran agar berperilaku sehat utamanya pada aspek kognitif saja
(pengetahuan dan pemahaman sasaran), sehingga ketika pengetahuan sasaran penyuluhan
telah sesuai dengan yang diharapkan oleh pelaku penyuluh kesehatan maka tugas
penyuluhan selesai dan penyuluhan pun akan diulang bilamana diperlukan atau ditempatkan
pada sasaran lain (Maulana, 2009).
Definisi penyuluhan kesehatan menurut Effendy (1998) bahwa penyuluhan
kesehatan adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan dengan cara menyebarkan pesan,
menanamkan keyakinan, sehingga masyarakat tidak saja sadar, tahu dan mengerti, tetapi
juga mau dan bisa melakukan suatu anjuran yang ada hubungannya dengan kesehatan.
Definisi lainnya, penyuluhan kesehatan diartikan sebagai gabungan berbagai kegiatan dan
kesempatan yang berlandaskan prinsip-prinsip belajar untuk mencapai suatu keadaan,
dimana individu, keluarga, kelompok atau masyarakat secara keseluruhan ingin hidup sehat,
tahu bagaimana caranya dan melakukan apa yang bisa dilakukan, secara perorangan
maupun secara kelompok (Suliha, 2002).
Penyuluhan secara umum merupakan terjemahan dari Counseling yang berarti
bimbingan, yaitu proses pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan secara
berkesinambungan supaya individu tersebut dapat memahami diriya sendiri. Penyuluhan
juga dapat diartikan sebagai hubungan timbal balik antara dua individu (penyuluh dan klien)

untuk mencapai pengertian tentang diri sendiri dalam hubungan dengan masalah-masalah
yang dihadapi pada waktu yang akan datang (Machfoedz, 2005 dalam Maulana, 2009).
Dalam konsepsi kesehatan secara umum, penyuluhan kesehatan diartikan sebagai
kegiatan pendidikan kesehatan yang dilakukan dengan cara menyebarluaskan pesan dan
menanamkan keyakinan, dengan demikian masyarakat tidak hanya sadar, tahu, dan
mengerti, tetapi juga mau dan dapat melakukan anjuran yang berhubungan dengan
kesehatan (Azwar, 1983 dalam Maulana, 2009).
II.1.2 Tujuan Penyuluhan Kesehatan
Tujuan penyuluhan kesehatan pada hakekatnya sama dengan tujuan pendidikan
kesehatan, dimana menurut Effendy (1998) tujuan penyuluhan kesehatan adalah :
1. Tercapainya perubahan perilaku individu, keluarga dan masyarakat dalam membina dan
memelihara perilaku hidup sehat dan lingkungan sehat, serta berperan aktif dalam upaya
mewujudkan derajat kesehatan yang optimal.
2. Terbentuknya perilaku sehat pada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat yang
sesuai dengan konsep hidup sehat baik fisik, mental dan sosial sehingga dapat
menurunkan angka kesakitan dan kematian.
3. Menurut WHO (1954) dalam Effendy (1998) tujuan penyuluhan kesehatan adalah untuk
merubah perilaku perseorangan dan masyarakat dalam bidang kesehatan.

Sedangkan menurut Maulana (2009) tujuan penyuluhan kesehatan terbagi menjadi


tujuan jangka panjang yaitu status kesehatan yang optimal, tujuan jangka menengah adalah
perilaku sehat, dan tujuan jangka pendek adalah tercapainya pengertian, sikap dan norma.
II.1.3 Langkah-langkah Penyuluhan Kesehatan
Dalam melakukan penyuluhan kesehatan, maka penyuluh yang baik harus melakukan
penyuluhan sesuai dengan langkahlangkah dalam penyuluhan kesehatan sebagai berikut
(Effendy, 1998) :
1. Mengkaji kebutuhan kesehatan sasaran
2. Menetapkan masalah kesehatan sasaran
3. Memprioritaskan masalah
4. Menyusun perencanaan penyuluhan
a. Menetapkan tujuan
b. Penentuan sasaran utama
c. Menyusun materi/isi penyuluhan
d. Memilih metode yang tepat
e. Menentukan jenis alat peraga yang akan digunakan
f. Penentuan kriteria evaluasi

g. Pelaksanaan penyuluhan
h. Penilaian hasil penyuluhan
i. Tindak lanjut dari hasil penyuluhan.
Menurut Maulana (2009) langkahlangkah dalam merencanakan penyuluhan kesehatan
adalah :
1. Mengenal masalah
2. Menentukan tujuan penyuluhan
3. Menentukan sasaran penyuluhan
4. Menentukan isi penyuluhan
5. Menentukan metode penyuluhan yang akan digunakan
6. Memilih alat peraga atau media penyuluhan
7. Menyusun rencana penilaian
8. Menyusun rencana pelaksanaan
II.1.4 Metode Penyuluhan
Menurut Notoatmodjo (2003) metode yang dapat dipergunakan dalam penyuluhan
kesehatan adalah :

1. Metode Ceramah, adalah suatu cara dalam menerangkan dan menjelaskan suatu ide,
pengertian atau pesan secara lisan kepada sekelompok sasaran sehingga memperoleh
informasi tentang kesehatan.
2. Metode Diskusi Kelompok, pembicaraan yang direncanakan dan telah dipersiapkan
tentang suatu topik pembicaraan diantara 5 20 peserta (sasaran) dengan seorang
pemimpin diskusi yang telah ditunjuk.
3. Metode Curah Pendapat, yakni suatu bentuk pemecahan masalah di mana setiap anggota
mengusulkan semua kemungkinan pemecahan masalah yang terpikirkan oleh masingmasing peserta, dan evaluasi atas pendapat-pendapat tadi dilakukan kemudian.
4. Metode Panel, yaitu pembicaraan yang telah direncanakan di depan pengunjung atau
peserta tentang sebuah topik, diperlukan 3 (tiga) orang atau lebih panelis dengan seorang
pemimpin.
5. Metode Bermain Peran, metode ini berupa memerankan sebuah situasi dalam kehidupan
manusia dengan tanpa diadakan latihan, dilakukan oleh dua orang atu lebih untuk dipakai
sebagai bahan pemikiran oleh kelompok.
6. Metode Demonstrasi, adalah suatu cara untuk menunjukkan pengertian, ide dan prosedur
tentang sesuatu hal yang telah dipersiapkan dengan teliti untuk memperlihatkan
bagaimana cara melaksanakan suatu tindakan, adegan dengan menggunakan alat peraga.
Metode ini digunakan terhadap kelompok yang tidak terlalu besar jumlahnya.

7. Metode Simposium, adalah serangkaian ceramah yang diberikan oleh 2 sampai 5 orang
dengan topik yang berlebihan tetapi saling berhubungan erat.
8. Metode Seminar, adalah suatu cara di mana sekelompok orang berkumpul untuk
membahas suatu masalah dibawah bimbingan seorang ahli yang menguasai bidangnya.
II.1.5 Media Penyuluhan Kesehatan
Media penyuluhan meruupakan alat bantu penyuluhan yang berfungsi sebagai
perantara yang dapat dipercaya menghubungkan antara penyuluh dengan sasaran sehingga
pesan atau informasi akan lebih jelas dan nyata. Dalam penyuluhan dikenal beragam media
atau alat bantu penyuluhan, seperti benda (sample, model tiruan), barang cetakan (brosur,
poster, photo, leaflet, sheet), gambar diproyeksikan (slide, film, film-strip, video, moviefilm) dan lambing grafika (grafik batang dan garis, diagram, skema, peta). Media
penyuluhan kesehatan hakikatnya juga merupakan adalah alat bantu dalam pendidikan
kesehatan sehingga disebut juga media pendidikan kesehatan, karena alat-alat tersebut
merupakan saluran untuk menyampaikan informasi kesehatan dan karena alat-alat tersebut
digunakan untuk mempermudah penerimaan pesan-pesan kesehatan bagi sasaran
penyuluhan kesehatan (Sudrajat, 2009).
Menurut Notoatmodjo (2003) bahwa alat penyalur pesan-pesan kesehatan berdasarkan
fungsinya dibagi menjadi 3, yaitu media cetak, media elektronik dan media papan.
1. Media Cetak, adalah alat bantu menyampaikan pesan-pesan kesehatan dengan berbagai
variasi diantaranya :

a. Booklet, adalah suatu media untuk menyampaikan pesan-pesan kesehatan dalam


bentuk buku, baik tulisan maupun gambar.
b. Leaflet, adalah bentuk penyampaian informasi atau pesan kesehatan melalui lembaran
yang dilipat, isi informasi dapat berupa kalimat maupun gambar atau kombinasi dari
keduanya.
c. Flyer (selebaran), bentuknya seperti leaflet, tapi tidak dilipat
d. Flif Chart (lembar balik), media penyampaian pesan atau informasi kesehatan dalam
bentuk lembar balik
e. Rubrik atau tulisan-tulisan pada surat kabar atau majalah yang membahas suatu
masalah kesehatan, atau hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan
f. Poster, yaitu bentuk media cetak yang berisi pesan-pesan/informasi kesehatan, yang
biasanya ditempel di tembok-tembok, atau di tempat-tempat umum atau di kendaraan
umum.
g. Foto-foto yang mengungkapkan informasi kesehatan
2. Media Elektronik
Media elektronik sebagai sasaran untuk informasi untuk menyampaikan pesan-pesan
kesehatan yang terdiri dari: Televisi, radio, Video, Slide, dan Film Strip.
3. Media Papan (Billboard), biasanya dipasang di tempat-tempat umum dapat diisi dengan
pesa-pesan atau informasi-informasi kesehatan.

Djuita (1995) menjelaskan lebih rinci tentang media cetak Leaflet, yaitu :
1. Leaflet adalah selebaran kertas yang berisi tulisan cetak tentang suatu masalah khusus
untuk suatu sasaran dengan tujuan tertentu
2. Bentuk Leaflet, terdiri dari 200-400 huruf dengan tulisan cetak, biasanya diselingi dengan
gambar. Isi leaflet harus dapat dibaca sekali pandang, dan ukurannya sekitar 20x30 CM
3. Penggunaan Leaflet untuk mengingatkan kembali kepada audiens tentang materi yang
yang disampaikan, biasanya leaflet diberikan setelah sasaran mendapatkan penyuluhan.
4. Keuntungan Leaflet, diantaranyan dapat disimpan lama, isi dipercaya karena biasanya
dikeluarkan oleh instansi resmi, jangkauannya jauh dan dapat membantu jangkauan
media lain, dapat dicetak ulang ketika diperlukan, dan dapat dipakai untuk bahan diskusi
pada kesempatan yang berbeda.
5. Kerugian Leaflet, bila dicetak dengan design kurang menarik dapat mengurangi daya
tarik, sebagian orang sulit membaca leaflet jika tampilan huruf kecil dan kurang menarik,
selain itu leaflet tidak bias digunakan oleh sasaran yang buta huruf.
Sedangkan Poster merupakan sehelai kertas atau papan yang berisikan gambar-gambar
dengan sedikit kata-kata. Kata-kata dalam poster harus jelas artinya, tepat pesannya dan
dapat dengan mudah dibaca pada jarak kurang lebih 6 meter. Poster biasanya ditempelkan
pada suatu tempat yang mudah dilihat dan banyak dilalui orang misalnya di dinding balai
desa, pinggir jalan, papan pengumuman, dan lain-lain. Gambar dalam poster dapat berupa
lukisan, ilustrasi, kartun, gambar atau photo. Keuntungan Poster adalah dibuat untuk

mempengaruhi orang banyak dengan tampilam visual gambar yang besar namun
memberikan pesan singkat. Sehingga harus menarik, sederhana dan hanya berisikan satu ide
atau satu kenyataan saja.
Poster yang baik adalah poster yang mempunyai daya tinggal lama dalam ingatan orang
yang melihatnya serta dapat mendorong untuk bertindak. Namun kelemahan poster adalah
sulit dipahami dengan mudah karena terkadang lebih didominasi gambar sehingga tidak
semua sasaran mudah memahami maksud pesan dari poster, selain juga bahwa poster hanya
ditempatkan pada dinding atau tempat-tempat umum sehingga tidak semua sasaran dapat
dengam mudah melihatnya, berbeda dengan leaflet yang bias dengan mudah dibawa pulang
dan disimpan dimana saja (Depkes RI, 2008)
II.2 Kesehatan Gigi
Kesehatan gigi meliputi aspek yang luas. Upaya kesehatan gigi pada dasarnya diarahkan
pada upaya menjaga kesehatan gigi, termasuk juga pada tataran UKGS yang umumnya
berupa kegiatan-kegiatan yang bersifat promotif dan preventif, seperti penyuluhan cara
menjaga kesehatan gigi disamping pengetahuan tentang gigi, kegiatan sikat gigi massal,
pemberian tablet fluor dan kegiatan preventif lainnya. Ada banyak cara yang dapat
dilakukan untuk menjaga kesehatan gigi. Dalam buku Pedoman Upaya Kesehatan Gigi
Masyakarat (UKGM) (2004) disebutkan bahwa upaya menjaga kesehatan gigi pada
dasarnya dikelompokkan menjadi 3 (tiga) cara, yaitu membersihkan gigi dengan menyikat
gigi secara benar dan teratur, memperkuat gigi dengan fluoridasi air minum atau melalui
penggunaan pasta gigi berfluoride serta pemberian tablet fluor bagi anak sekolah, kemudian

diet kontrol dalam mengkonsumsi makanan yang manis dan lengket serta membiasakan
mengkonsumsi makanan berserat dan menyehatkan gigi.
1. Membersihkan Gigi dengan menyikat gigi secara benar dan teratur
Cara menyikat gigi sangat mempengaruhi tingkat kebersihan gigi, karena cara menyikat
gigi yang benar dan teratur mampu mengontrol pembentukan plak gigi yang merupakan
penyebab terjadinya karies gigi. Terdapat beberapa metode menyikat gigi berdasarkan
cara menggerakkan sikat gigi yang dianjurkan oleh para ahli, diantaranya oleh
Rahmadhan (2010) menguraikan cara menyikat gigi sebagai berikut :
a. Memegang sikat gigi secara horisontal dan meletakkan kepala sikat gigi pada
permukaan gigi, lebih tepatnya di tepi gusi (batas gigi dengan gusi), karena pada
daerah tersebut banyak plak menumpuk.
b. Memiringkan kepala sikat gigi kira-kira sebesar 45 derajat menghadap permukaan gigi.
Tujuannya agar bulu sikat dapat masuk ke celah antara gigi dengan gusi yang disebut
saku gusi, dan membersihkan plak yang ada di dalamnya.
c. Menggerakan sikat secara horisontal dengan jarak yang sangat pendek atau kecil
seperti suatu getaran dan dengan tekanan yang lembut.
d. Menyikat gigi dengan gerakan sebanyak 10-20 kali gosokan kemudian berpindah ke
gigi-gigi disebelahnya.
Kemp dan Walters (2004) menguraikan cara menyikat gigi yang mudah dilakukan oleh
anak-anak yaitu :

a. Memulai dengan permukaan gigi luar atas, diawali dengan geraham belakang,
kemudian perlahan-lahan bergerak ke bagian tengah dan menyeberang ke sisi lain,
posisi sikat gigi disesuaikan sehingga bulu sikat agak miring pada baris gusi dan
gerakan melingkar dengan lembut pada satu atau dua gigi sekaligus.
b. Membersihkan permukaan gigi dalam atas dengan cara menyikat gigi dari belakang ke
tengah,kemudian beralih ke sisi lain. Sikat gigi dipegang secara vertikal dan
menggunakan bagian depan sikat, digerakkan sekali lagi dengan gerakan melingkar
yang lembut.
c. Untuk permukaan mengunyah adalah dengan mendatarkan sikat gigi agar dapat
membersihkan alur dan celah alamiah di geraham gigi .
d. Untuk gigi geligi pada rahang bawah umumnya sama dengan teknik di atas.
Dalam Pedoman Pelaksanaan UKGS (1997) juga dijelaskan pedoman sederhana dalam
menyikat gigi, yaitu :
a. Menggunakan Sikat gigi yang kecil dan pasta gigi yang mengandung fluor
b. Berkumur-kumur sebelum menyikat gigi
c. Menyikat permukaan gigi atas dan bawah dengan gerakan maju mundur dan pendek
selama 2 menit dan sedikitnya 8 kali gerakan untuk setiap 3 permukaan.
d. Menyikat permukaan gigi yang menghadap ke langit-langit, mulut dan lidah dengan
gerakan mencungkil.

e. Menyikat permukaan gigi yang menghadap pipi dan bibir rahang atas dan bawah
f. menyikat permukaan gigi yang dipakai untuk mengunyah makanan dengan gerakan
maju mundur
g. setelah menyikat gigi berkumur 1 kali saja agar sisa fluor masih melekat pada gigi
h. Membersihkan sikat gigi dan menyimpan sikat gigi tegak dengan posisi kepala sikat di
atas.
Menurut Andlaw (1992) dari keseluruhan cara menyikat gigi yang ada tidak terdapat
satu pun cara menyikat gigi bisa dikatakan lebih baik dari yang lain dalam hal
menghilangkan plak gigi, karena semua cara menyikat gigi memerlukan keterampilan
tersendiri sehingga tidak dianjurkan memaksakan satu metode yang sulit dilakukan oleh
anak untuk menyikat gigi.
2. Pemberian Fluor pada Gigi
Fluor adalah zat mineral yang efektif mencegah terjadinya karies gigi dalam konsentrasi
rendah dipertahankan dalam mulut. Fluoridasi adalah upaya menjaga kesehatan gigi
dengan cara memberikan zat fluor pada gigi (Djuita, 1995). Fluor dapat mencegah karies
dengan efektif karena mempunyai beberapa cara kerja yang berbeda. Fluor dapat bekerja
secara sistemik melalui makanan, minuman. Fluor juga dapat dikonsumsi dalam bentuk
tablet dengan cara kerja sistemik dalam dosis-dosis tertentu, selain juga dapat digunakan
secara topikal langsung pada permukaan gigi (Depkes RI, 1997).
Menurut Djuita (1995) ada beberapa macam cara upaya fluoridasi yaitu :

a. Fluoridasi Air Minum, adalah pemberian fluor dalam dosis tertentu yang dimasukkan
kedalam air minum yang digunakan sehari-hari, pemberian fluor dengan cara ini
dilakukan secara sistemik.
b. Fluoridasi dengan Topikal Aplikasi, yaitu pemberian fluor pada gigi dengan cara
pengolesan pada seluruh permukaan gigi dalam mulut, jadi perawatan Topikal
Aplikasi bersifat lokal pada permukaan gigi. Selain dengan metode topical dapat juga
melalui kegiatan kumur-kumur larutan fluor di sekolah.
c. Fluoridasi melalui Pasta Gigi, umumnya seluruh pasta gigi yang digunakan saat ini
sudah mengandung zat fluor, sehingga penggunaan pasta gigi diharapkan dapat
membantu fluoridasi bila digunakan dengan prosedur menyikat gigi yang benar.
d. Fluoridasi dalam bentuk Tablet, artinya zat fluor dikemas dalam bentuk Tablet minum
dalam dosis-dosis optimal yang dapat diberikan pada anak-anak sekolah melalui
program UKGS maupun ibu-ibu hamil sebagai upaya menjaga kesehatan gigi agar
dapat mencegah terjadinya karies gigi. Fluoridasi dalam bentuk Tablet dianjurkan
dengan menghisap tablet sebelum di telan karena efek preventif terhadap karies dapat
lebih maksimal (Depkes RI, 1997).
3. Diet Kontrol
Faktor penting lain dalam upaya menjaga kesehatan gigi adalah diet control yang
berkaitan dengan frekuensi mengkonsumsi makanan dan yang mengandung karbohidrat.
Tujuan pentingnya adalah mendorong sasaran penyuluhan agar mengendalikan frekuensi
makanan berkarbohidrat, dimana karbohidrat dan gula merupakan faktor penting

penyebab terjadinya karies gigi (Tambun, 2002) . Menurut Djuita (1995) diet kontrol
dimaksud adalah mengupayakan mengkonsumsi jenis makanan yang berserat dan baik
untuk kesehatan gigi karena mampu membersihkan gigi serta menghindari jenis makanan
yang dapat merusak gigi atau membantu terjadinya karies gigi.
Menurut penelitian Dinkes Ketapang (2003) menyimpulkan bahwa jika gula
dikonsumsi diantara waktu makan, frekuensi karies akan lebih tinggi jika dibandingkan
dengan konsumsi gula yang hanya terbatas pada saat makan saja. Pengaturan jenis
makanan dan frekuensi makan merupakan cara efektif untuk mencegah karies. Pada
dasarnya pengaturan jenis makanan terkait dengan jenis makanan yang mengandung gula
jenis sukrosa, karena terjadinya karies membutuhkan faktor zat gula untuk
difermentasikan menjadi asam sehingga memudahkan gigi berlubang.
Beberapa jenis makanan yang baik untuk menjaga kesehatan gigi diantaranya
(Melindacare, 2010) :
a. Menghindari terlalu banyak makan permen, kue kering, coklat, peanut butter, dan
makanan manis lainnya. Tidak dianjurkan untuk menjadi makanan camilan.
b. Mengkonsumsi buah dan sayur yang banyak mengandung air, seperti buah Pir, Melon,
Mentimun, Selendri.
c. Mengkonsumsi makanan yang mampu menghasilkan banyak air liur, sehingga
membantu membersihkan sisa-sisa makanan di dinding gigi.

d. Mengurangi makanan yang melekat, seperti kismis, karamel, sirup, ketan, dodol.
Makanan yang melekat sulit dibersihkan karena menempel di gigi. Pada dasarnya diit
control berkaitan tentang pengaturan pola makan dan jenis makanan, dianjurkan
mengkonsumsi makanan berserat dan berair karena bermanfaat untuk membersihkan
gigi ketika digunakan mengunyah makanan, seperti buah tebu sangat baik untuk
membersihkan gigi, buah-buahan yang mengandung air juga dapat membersihkan
gigi. Disamping makanan yang baik untuk gigi juga perlu mengatur frekuensi makan
makanan yang mudah melekat pada gigi serta mengandung zat gula/sukrosa yang
tinggi, karena pembentukan karies gigi sangat terkait erat dengan sisa makanan yang
mengandung gula dan karbohidrat yang mudah menempel pada permukaan gigi
(Depkes RI, 2004).
Djuita (1995) menjelaskan diet kontrol makanan dengan mengklasifikasikan jenis
makanan dalam hubungannya dengan kesehatan gigi, yaitu :
a. Jenis makanan yang keras dan lunak, dapat menghambat pembentukan plak gigi
dibandingkan jenis makanan yang lunak, sehingga tidak mudah terbentuk karies.
b. Jenis makanan yang manis dan asin, makanan manis terutama jenis karbohidrat lebih
disukai bakteri karena memudahkan bakteri dalam mulut untuk diuraikan menjadi zat
asam yang menjadi penyebab kerusakan gigi.
c. Jenis makanan cair dan melekat, makanan cair dapat lebih menghambat pembentukan
plak dan karies gigi daripada jenis makanan yang melekat.

d. Jenis makanan berupa zat tepung dan serat tumbuhan. Jenis makanan dari zat tepung
sangat memudahkan pembentukan plak dan karies, sebaliknya serat tumbuhan justru
mampu membersihkan gigi dari plak yang dapat menimbulkan karies.
Menurut Hamsafir (2010), langkah-langkah untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut
adalah :
1. Menyikat gigi 2 kali sehari
2. Ganti sikat gigi 3-4 bulan sekali. Pilih sikat gigi yang bulunya lembut dengan kepala
sikat yang dapat menjangkau seluruh permukaan gigi
3. Gunakan pasta gigi yang mencantumkan ADA untuk memastikan kandungan fluoride
cukup untuk mencegah gigi berlubang karies
4. Gunakan obat kumur
5. Gunakan alat bantu membersihkan gigi seperti benang.
6. Hindari makan makanan yang banyak gula dan manis seperti syrup, permen dan coklat
7. minum air setelah makan
8. Membiasakan untuk makan buah-buahan segar dan berair karena dapat membantu
mengurangi serat-serat
9. Minum setelah makan.
II.3 Pengetahuan
Pengetahuan (knowledge) merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui

pancaindra, yakni : indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian
besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan merupakan
domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan eseorang (overt behavior).
Penelitian yang dilakukan oleh Rogers (1947) mengungkapkan bahwa sebelum seseorang
mengadopsi perilaku baru, didalam diri seseorang tersebut harus terjadi proses yang
berurutan yaitu: awareness, interest, evaluation, trial, adoption. Apabila adopsi perilaku
didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan
bersifat langgeng (long lasting), sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh
pengetahuan dan kesadaran, tidak akan berlangsung lama (Notoatmodjo, 2003).
II.3.1 Tingkatan Pengetahuan
Pengetahuan merupakan domain penting dalam membentuk perilaku disamping domain
afektif dan psikomotor. Bloom (1908) dalam Maulana (2009) menjelaskan domain
pengetahuan sebagai domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan/perilaku
seseorang. Tingkat pengetahuan di dalam Domain kognitif, menurut Notoatmodjo (2003)
mempunyai 6 tingkatan yaitu :
1) Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, termasuk
kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik
dari seluruh badan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.
2) Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang
objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang
yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan
contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap berbagai objek yang
dipelajari.
3) Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari
pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai
aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam
konteks atau situasi yang lain.
4) Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam
komponen-komponen, tetapi masih didalam satu struktur organisasi, dan masih ada
kaitannya satu sama lain, kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja
seperti

menggambarkan

(membuat

bagan),

membedakan,

memisahkan,

mengelompokkan, dan sebagainya.


5) Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan
bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. dengan kata lain sintesis

merupakan suatu kemampuan untuk menyusun informasi baru dari formulasi-formulasi


yang ada.
6) Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk mempelajari justifikasi atau penilaian
terhadap suatu materi atau objek. penilaian-penilaian ini didasarkan pada suatu criteria
yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.
II.3.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Menurut Sudradjat (2009) bahwa pengetahuan dapat dipengaruhi oleh berbagai fator,
diantaranya :
1) Pengalaman
Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman, baik pengalaman pribadi maupun dari
pengalaman orang lain. Pengalaman ini merupakan suatu cara untuk memperoleh
kebenaran.
2) Ekonomi (pendapatan)
Faktor pendapatan keluarga sangat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan pokok dan
sekunder dalam keluarga. Keluarga dengan status ekonomi baik akan lebih baik tercukupi
bila dibandingkan dengan keluarga dengan status ekonomi rendah. Hal ini akan
mempengaruhi pemenuhan kebutuhan akan kebutuhan informasi pendidikan yang
termasuk dalam kebutuhan sekunder.

3) Lingkungan Sosial ekonomi


manusia adalah makhluk sosial dimana dalam kehidupan saling berinteraksi satu dengan
yang lain, individu yang dapat berinteraksi dengan lebih banyak dan baik, maka akan
lebih besar mendapatkan informasi.
4) Pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang akan sangat berpengaruh dalam pemberian respon terhadap
sesuatu yang datangnya dari luar. Orang yang berpendidikan tinggi akan memberikan
respon yang lebih rasional terhdap informasi yang datang dan akan berfikir sejauh mana
keuntungan yang akan mereka dapatkan.
5) Paparan Media dan Informasi
Melalui berbagai mediam baik cetak maupun elektronik berbagai informasi dapat
diterima oleh masyarakat sehingga seseorang yang lebih sering terpapar di media massa
(TV, Radio, Majalah) akan memperoleh informasi yang lebih banyak dibandingkan
dengan orang yang tidak pernah terpapar informasi media massa.
6) Akses Layanan Kesehatan atau Fasilitas Kesehatan
Mudah atau sulitnya dalam mengakses layanan kesehatan tentunya akan sangat
berpengaruh terhadap pengetahuan khususnya dalam bidang kesehatan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang


menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden
(Notoatmodjo, 2007).
II.4 Perilaku dan Perilaku Kesehatan
Perilaku merupakan hasil dari domain pengetahuan. Perubahan perilaku merupakan
tujuan penting dari penyuluhan kesehatan yang terbentuk dari pengetahuan. Banyak definisi
tentang perilaku. Berdasarkan pendapat-pendapat para pakar ilmu perilaku diantaranya
menurut Soekanto (1990) dalam Maulana (2009), menyebutkan bahwa perilaku merupakan
cara masyarakat bertindak atau berkelakuan yang sama dan harus diikuti oleh semua anggota
masyarakat tersebut. Lewis (1970) dalam Notoatmodjo (2003) mendefinisikan perilaku
sebagai hasil pengalaman dan proses interaksi dengan lingkungannya, yang terwujud dalam
bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan sehingga diperoleh keadaan seimbang antara
kekuatan pendorong dan kekuatan penahan. Perilaku dapat berubah jika terjadi
ketidakseimbangan antara dua kekuatan ini dalam diri seseorang (Notoatmodjo, 2003).
Skinner (1938) dalam Maulana (2009) merumuskan perilaku sebagai respons atau
reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar), teori Skinner dikenal dengan teori
S-O-R atau Stimulus Organism Response, yang kemudian dibedakan adanya dua respons
yaitu : Respondent Response atau Reflexive dan Operant Response atau Instrumental
Response. Reflexive merupakan respons terhadap stimulus tertentu yang menimbulkan
response yang relative tetap semisal emosi, marah dan kegembiraan. Sedangkan Operant
response merupakan respons yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus

atau perangsang tertentu, termasuk kategori ini adalah penghargaan atau reward terhadap
prestasi kerja (Maulana, 2009).
Notoatmodjo (2003) menjelaskan perilaku adalah apa yang dikerjakan oleh organisme,
baik dapat diamati secara langsung ataupun secara tidak langsung. Perilaku dan gejala
perilaku yang tampak pada organisme dipengaruhi oleh faktor genetic (keturunan) dan
lingkungan.
Perilaku dan Kesehatan memiliki keterkaitan erat. Ilmu perilaku merupakan cabang
ilmu psikologi dan ilmu sosial karena objeknya adalah manusia. Secara psikologi manusia
memiliki proses mental/emosional dan karakteristik perilaku individu maupun kelompok.
Sedangkan secara sosiologis manusia memerlukan hubungan timbal balik antar individu
sampai pada kelompok masyarakat yang kompleks dengan struktur sosial dan proses
sosialnya (Suparian, 1986 dalam Sarwono, 2007). Dalam lingkup sosial bermasyarakat
manusia akan senantiasa berupaya meningkatkan unsur kesejahteraannya dimana salah
satunya adalah dari aspek kesehatan, dengan cara berperan serta dalam upaya meningkatkan
derajat kesehatan, aspek kajian perilaku dan kesehatan ditekankan pada upaya menerapkan
ilmu perilaku dalam aspek kesehatan (Sarwono, 2007).
Dari keterkaitan ilmu perilaku dan kesehatan maka muncullah definisi tentang perilaku
kesehatan, diantaranya oleh Notoatmodjo (2003), bahwa perilaku kesehatan adalah suatu
respons seseorang (organism) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan
penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman serta lingkungan
(Notoatmodjo, 2003).

II.4.1 Klasifikasi Perilaku Kesehatan


Perilaku Kesehatan menurut Notoatmodjo (2003) diklasifikasikan menjadi :
1. Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintenance)
Adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan
agar tidak sakit dan usaha penyembuhan bilamana sakit. Perilaku pemeliharaan kesehatan
ini dibagi menjadi 3 aspek, yaitu :
a. Perilaku pencegahan penyakit, dan penyembuhan bila sakit, serta pemulihan kesehatan
bilamana telah sembuh dari penyakit.
b. Perilaku peningkatan kesehatan, seseorang yang telah sehat pun perlu diupayakan agar
tingkat kesehatannya lebih optimal.
c. Perilaku gizi (makanan) dan minuman, yaitu bagaimana perilaku seseorang dalam
memilih makanan dan minuman agar dapat meningkatkan kesehatan dan terhindar
dari penyakit.
2. Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan kesehatan, atau sering
disebut perilaku pencarian pengobatan (health seeking behavior).
Yaitu perilaku yang menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita
penyakit atau kecelakaan. Tindakan atau perilaku ini dimulai dari mengobati diri sendiri
(self treatment) sampai mencari pengobatan ke luar negeri.
3. Perilaku kesehatan lingkungan

Adalah bagaimana seseorang merespons lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial
budaya, dan sebagainya, sehingga lingkungan tersebut mempengaruhi kesehatannya.
Seorang ahli lain Becker (1979) dalam Maulana (2009) membuat klasifikasi lain
tentang perilaku kesehatan ini, yaitu :
1. Perilaku hidup sehat, yaitu perilaku yang berkaitan dengan upaya mempertahankan dan
meningkatkan kesehatannya. Hal ini mencakup makan dengan menu seimbang, olahraga
teratur, tidak merokok, mengendalikan stress, dan gaya hidup lain yang positif bagi
kesehatan.
2. Perilaku sakit, merupakan respons seseorang terhadap sakit dan penyakit, persepsi
terhadap sakit, pengetahuan tentang penyakit, pengobatan dan usaha mencegah penyakit.
3. Perilaku peran sakit, mencakup segala aktifitas individu yang menderita sakit untuk
memperoleh kesembuhan. Perilaku peran sakit meliputi: tindakan memperoleh
kesembuhan, mengenal fasilitas pelayanan kesehatan, mengetahui hak dan kewajiban
orang sakit.
II.4.2 Perubahan (Adopsi) Perilaku Kesehatan atau Indikatornya
Notoatmodjo (2003) menjelaskan perubahan perilaku sebagai suatu proses yang
kompleks dan memerlukan waktu yang relatif lama. Secara teori perubahan atau seseorang
menerima atau mengadopsi perilaku baru dalam kehidupannya melalui 3 tahap :
1. Pengetahuan

Dikelompokkan menjadi:
a. Pengetahuan tentang sakit dan penyakit
b. Pengetahuan tentang cara pemeliharaan kesehatan
c. Pengetahuan tentang kesehatan lingkungan.
2. Sikap
Dikelompokkan menjadi:
a. Sikap terhadap sakit dan penyakit
b. Sikap cara pemeliharaan dan cara hidup sehat
c. Sikap terhadap kesehatan lingkungan
3. Praktik dan Tindakan
Indikatornya yakni:
a. Tindakan (praktik) sehubungan dengan penyakit
b. Tindakan (praktik) pemeliharaan dan peningkatan kesehatan
c. Tindakan (praktik) kesehatan lingkungan.
II.4.3 Model Perubahan Perilaku Kesehatan
Model perubahan perilaku kesehatan sebagaimana yang dikembangkan oleh Green
(1974) dalam Sarwono (2007) yang mengatakan bahwa kesehatan individu/masyarakat
dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yaitu faktor perilaku dan faktor-faktor diluar perilaku
(non-perilaku). Selanjutnya faktor perilaku ini ditentukan oleh 3 (tiga) faktor yaitu :
predisposisi mencakup pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, norma, dan unsur-unsur
lainnya yang terdapat dalam diri individu dan masyarakat (Sarwono, 2007).

Faktor lainnya sebagaimana dijelaskan oleh Green (1974) dalam Sarwono (2007) adalah
faktor pendukung berupa tersedianya sarana dan fasilitas pelayanan kesehatan dan
kemudahan mencapainya. Sedangkan faktor pendorong adalah sikap dan perilaku dari
petugas kesehatan. Green menyatakan bahwa pendidikan kesehatan mempunyai peranan
penting dalam mengubah dan menguatkan ketiga kelompok faktor di atas agar searah
dengan tujuan kegiatan sehingga menimbulkan perilaku positif terhadap program kesehatan
dan terhadap kesehatan pada umumnya terutama dalam kegiatan penyuluhan kesehatan
(Sarwono, 2007).
II.4.4. Perilaku Kesehatan Gigi
Faktor perilaku memegang peranan penting dalam mempengaruhi kesehatan gigi dan
mulut seseorang termasuk tentang bagaimana menjaga kebersihan gigi dengan menyikat
gigi. Belum optimalnya status kesehatan gigi dan mulut di sekolah dasar umumnya
disebabkan oleh karena perilakunya belum menunjukkan perilaku sehat (Astoeti, 2006
dalam Raule, 2008).
Dalam aspek kesehatan gigi khususnya, bahwa pengetahuan kesehatan gigi dan mulut
sangat penting termasuk cara menjaga kebersihan gigi dan mulut karena pengetahuan
merupakan faktor domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang,
artinya perilaku atau praktik keseharian anak dalam menjaga kesehatan gigi sangat
ditentukan oleh tingkat pengetahuannya tentang kesehatan gigi (Astoeti, 2006 dalam Raule,
2008).
II.5 Kerangka Teori

Maulana (2009) menguraikan penyuluhan kesehatan dengan tujuan jangka pendek


adalah jangkauan terlaksananya kegiatan penyuluhan, jangka menengah adalah terciptanya
pengetahuan, pengertian, penerimaan dan norma dan tujuan jangka panjang adalah perilaku
sehat. Skinner (1938) juga merumuskan perubahan perilaku (pengetahuan) yang merupakan
respon organism terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Astoeti (2006) dalam Raule
(2008) menyebutkan bahwa kesehatan gigi anak ditentukan oleh pengetahuannya tentang
cara menjaga kesehatan gigi (Raule, 2008).
Dari beberapa teori diatas dapat digambarkan dalam skema berikut ini :

Gambar. II.1 Kerangka Teori


(Sumber : Maulana, 2009, Skinner, 1938, Raule, 2008)
BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL
III.1 Kerangka Konsep
Berdasarkan kerangka teori tentang penyuluhan kesehatan gigi dengan kelompok
sasaran siswa sekolah dasar, yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan siswa
tentang kesehatan gigi, maka dalam penelitian ini dirumuskan kerangka konsep tentang
efektifitas penyuluhan kesehatan gigi antara media poster dan leaflet terhadap peningkatan
pengetahuan siswa yang dievaluasi dengan memberikan pre test terlebih dahulu terhadap
pengetahuan kesehatan gigi siswa, kemudian dievaluasi setelah penyuluhan dengan post
test untuk mengetahui perbedaan pre test dan post test sehingga dapat diketahui efektifitas
antara penyuluhan menggunakan poster dan penyuluhan dengan leaflet terhadap
pengetahuan siswa tentang kesehatan gigi. Secara skematis kerangka konsep dalam
penelitian ini adalah :

Pengetahuan
siswa
tentang
kesehatan gigi sebelum diberikan
penyuluhan dengan media poster

Peningkatan pengetahuan siswa tentang


kesehatan gigi sesudah diberikan
penyuluhan dengan media poster

Penyuluhan Kesehatan Gigi


dengan media poster

Pengetahuan
siswa
tentang
kesehatan gigi sebelum diberikan
penyuluhan dengan media leaflet

Peningkatan pengetahuan siswa tentang


kesehatan
gigi
setelah
diberikan
penyuluhan dengan media leaflet

Penyuluhan Kesehatan Gigi


dengan media leaflet

Gambar III.1 Kerangka Konsep


III.2 Variabel Penelitian
Variabel Penelitian adalah suatu atribut atau nilai dari orang, objek, atau kegiatan yang
mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian
ditarik kesimpulannya, jadi variabel disyaratkan memiliki variasi, jika tidak memiliki
variasi maka dikatakan bukan variabel (Sugiyono, 2009). Dalam penelitian ini ditetapkan
variabel penelitian sebagai berikut :

III.2.1 Variabel Bebas


Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Penyuluhan tentang Kesehatan Gigi dengan
Media Poster dan Leaflet.
III.2.2 Variabel Terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah Pengetahuan siswa tentang Kesehatan Gigi
III.3 Definisi Operasional
Tabel III.1
Definisi Operasional

No

Definisi
operasional

Variabel

Cara
ukur

Alat ukur

Hasil ukur

Skala

Skor
pengetahuan
sebelum
penyuluhan
media poster :

Interval

Variabel Bebas
Kegiatan
menyampaikan
Penyuluhan
pesan tentang cara
tentang
cara menjaga
Kesehatan Gigi kesehatan gigi
dengan media
poster dan leaflet

Variabel Terikat
a. Pengetahuan
sebelum
penyuluhan
media poster

Sesuatu yang
diketahui siswa
tentang cara
menjaga
kesehatan gigi

Komunikasi
tidak
Kuesioner
Langsung
Komunikasi Kuesioner
tidak
langsung

Interval

b.

meliputi cara
Pengetahua menyikat gigi,
n sesudah manfaat fluor
penyuluhan untuk gigi,
media
makanan yang
poster
baik dan
makanan yang
kurang baik
c.
Pengetahua untuk gigi.
n sebelum
penyuluhan
media
leaflet
d.
Pengetahua
n sesudah
penyuluhan
media
leaflet

Komunikasi
tidak
Kuesioner
langsung
Komunikasi Kuesioner
tidak
langsung

10,08

Interval

Untuk
keperluan
deskriptif maka
dikategorikan
menjadi 2,
yaitu:

Interval

1. Baik, jika
skor > 10,08
2. Kurang baik,
jika skor <
10,08
Skor
pengetahuan
sesudah
penyuluhan
media poster :
13,54
Dikategorikan
1. Baik, jika
skor >13,54
2. Kurang baik,
jika skor
<13,54
Skor
pengetahuan
sebelum
penyuluhan
media leaflet :
10,15
Dikategorikan
1. Baik, jika
skor > 10,15
2. Kurang Biak,

jika skor
<10,15
Skor
pengetahuan
sesudah
penyuluhan
media leaflet :
13,00
Dikategorikan :
1. Baik, jika
skor > 13,00
2. Kurang Baik,
jika skor
<13,00

III.4 Hipotesis
Hipotesis yang digunakan adalah Hipotesis alternatif (Ha) sebagai berikut :
III.4.1 Terdapat perbedaan pengetahuan siswa sebelum dan sesudah diberikan penyuluhan
dengan media poster
III.4.2 Terdapat perbedaan pengetahuan siswa sebelum dan sesudah diberikan penyuluhan
dengan media leaflet
BAB IV
METODE PENELITIAN
IV.1 Desain Penelitian

Desain penelitian ini bersifat eksperimen. Pemilihan desain experimen dalam


penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui perbedaan efektifitas intervensi penyuluhan
kesehatan gigi antara penyuluhan menggunakan media poster dengan penyuluhan
menggunakan media leaflet terhadap pengetahuan siswa, dengan menganalisa perbedaan
pengetahuan siswa sebelum dan sesudah diberikan penyuluhan sehingga dapat diketahui
efektifitas dari penyuluhan yang diberikan. Menurut Sugiyono (2009) desain penelitian
eksperimen digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain
dalam kondisi yang terkendalikan.
Jenis eksperimen yang digunakan adalah Quasi Experimental Design dengan
pendekatan rancangan Pre test-Post test Non-Equivalent Control Group, yaitu suatu
metode eksperimen dengan memberikan pre test sebelum perlakuan dan post test setelah
perlakuan pada satu atau beberapa kelompok experimen dengan satu kali perlakuan tanpa
adanya kelompok kontrol dan menggunakan keseluruhan populasi non random.
Selanjutnya dilakukan analisa hasil dari variabel dependent menggunakan kuesioner untuk
mengetahui perbedaan pengetahuan kesehatan gigi siswa sebelum dan sesudah diberikan
penyuluhan tentang kesehatan gigi. Lebih jelasnya menurut Notoatmodjo (2005) dan
Suryabrata (2009) rancangan desain yang digunakan dalam penelitian ini dapat
digambarkan sebagai berikut :
Pre test Perlakuan Post

test

Gambar IV.1 Desain Penelitian


Keterangan :
O1 = Pengukuran Pertama/Pre test untuk penyuluhan dengan poster
X1 = Perlakuan / Intervensi penyuluhan dengan Media Poster
O2 = Pengukuran kedua/Post test untuk kelompok penyuluhan media poster
O3 = Pengukuran pertama/Pre test untuk penyuluhan media leaflet
X2 = Perlakuan/Intervensi penyuluhan dengan media leaflet
O4 = Pengukuran kedua/Post test untuk kelompok penyuluhan media leaflet
IV.2 Waktu dan Tempat Penelitian
IV.2.1 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus sampai dengan September 2010.
IV.2.2 Tempat Penelitian
Tempat dilakukan penelitian adalah di Sekolah Dasar Negeri 08 Simpang Tiga Kecamatan
Sukadana Kabupaten Kayong Utara.
IV.3 Populasi dan Sampel
IV.3.1 Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari subjek/objek yang


mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan ditarik kesimpulannya. Populasi bukan sekedar jumlah tapi lebih
menekankan pada karakteristik yang dimiliki (Sugiyono, 2009). Populasi dalam penelitian
ini adalah seluruh siswa kelas V dan VI Sekolah Dasar Negeri 08 Desa Simpang Tiga
sebanyak 79 orang dengan pertimbangan siswa pada kelas V dan VI lebih mudah untuk
dijangkau, dan pada usia rata-rata kelas V dan VI sebagian besar gigi permanent sudah
erupsi, sehingga lebih bermanfaat untuk diberikan penyuluhan cara menjaga kesehatan
gigi.
IV.3.2 Sampel
Sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan menggunakan teknik
Nonprobability Sampling yaitu Sampling Purposive, karena penentuan sampel didasarkan
dengan pertimbangan tertentu. Pengambilan sampel dalam penelitian adalah total populasi
pada seluruh siswa kelas V dan VI yang berjumlah 79 siswa terdiri dari siswa kelas V
sejumlah 36 orang dan siswa kelas VI sejumlah 43 orang, sampel dikriteriakan berumur
10-12 tahun, masing-masing kelas V dan VI dibagi menjadi dua kelompok yang berjumlah
sama, kemudian sebagian dari siswa kelas V digabung dengan sebagian kelompok siswa
dari kelas VI untuk digunakan sebagai kelompok sampel intervensi penyuluhan dengan
media poster, sedangkan sebagian yang lainnya dari kelas V dan VI juga digabung dan
ditentukan sebagai kelompok sampel kedua yang diberikan penyuluhan dengan media
leaflet, sehingga diperoleh dua kelompok yang diberikan perlakuan penyuluhan dengan
dua media yang berbeda untuk mengetahui perbedaan efektifitas penggunaan antar media

penyuluhan tersebut. Alasan pemilihan sampel didasarkan pada survei petugas poli gigi
Puskesmas Siduk bahwa angka karies di SDN 08 mencapai 80%, sedangkan jumlah
Sekolah Dasar di Desa Simpang Tiga hanya 2 (dua) buah dan jumlah murid di SDN 08
Dusun Siduk adalah yang terbesar. Menurut WHO (1954) dalam Dinkes Ketapang (2003)
umur 12 tahun merupakan usia standar dalam memantau kesehatan gigi anak secara global
dikarenakan gigi permanent pada umur 12 tahun sebagian besar telah erupsi. Kelompok
umur 12 tahun adalah usia yang penting, karena usia tersebut anak akan meninggalkan
sekolah dasar, usia tersebut juga merupakan kelompok umur yang mudah dijangkau
program UKGS dan pada usia tersebut anak dapat lebih mudah diajak berkomunikasi
(WHO, 1997 dalam Warni, 2009). Demikian juga menurut Suwelo (1997) bahwa umur 12
tahun adalah batas umur maksimal dalam penilaian kesehatan gigi anak maupun
perawatannya. Umur 10-12 tahun juga diharapkan dapat lebih representatif (mewakili)
populasi siswa kelas V dan VI secara keseluruhan pada jenjang sekolah dasar, disamping
bahwa kelas Vdan VI merupakan jenjang sekolah dasar yang urgen dan lebih bermanfaat
untuk diberikan pengetahuan kesehatan gigi sebelum meninggalkan bangku sekolah dasar.
Pemilihan sampel pada SDN 08 juga didasarkan bahwa SDN 08 satu-satunya
Sekolah Dasar dengan lokasi di pesisir pantai Kecamatan Sukadana, dimana pesisir pantai
merupakan lokasi rawan prevalensi karies gigi. Pertimbangan jumlah sampel didasarkan
pada efektifitas perlakuan yang diberikan kepada sampel berupa kegiatan penyuluhan
harus memenuhi kriteria normalitas data (Sugiyono, 2009). Karakteristik sampel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Siswa-siswi berumur 10-12 Tahun di kelas V dan VI SDN 08.

2. Bersedia mengikuti kegiatan penyuluhan.


3. Bersedia diberikan pre test dan post test.
IV.4 Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data
IV.4.1 Teknik Pengambilan Data
Data merupakan faktor penting dalam penelitian. Teknik pengambilan data dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh dari hasil pengukuran terhadap pengetahuan
kesehatan gigi responden yang dikumpulkan secara langsung dari responden melalui
kuesioner (Budiarto, 2001). Adapun data yang dikumpulkan menggunakan kuesioner,
yaitu data tentang biodata siswa/responden berupa nama, umur, jenis kelamin, dan
pengetahuan tentang kesehatan gigi.
2. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari berbagai dokumen pencatatan dan
pelaporan baik yang ada di Desa Simpang Tiga, dan Puskesmas Siduk, yang terdiri dari
:
a. Analisis situasi derajat kesehatan di Kecamatan Sukadana
b. Kondisi Geografis dan Demografis penduduk di Desa Simpang Tiga.

IV.5 Teknik Pengolahan dan Penyajian Data


IV.5.1 Pengolahan Data
Menurut Azwar (2003), pengolahan data dapat dilakukan langkah-langkah sebagai
berikut :
1. Editing, yaitu pemeriksaan kuesioner untuk mengetahui kelengkapan pengisian data oleh
responden apakah telah sesuai dengan yang semestinya seperti : kelengkapan biodata
dan jawaban responden. Dan jika ditemukan kuesioner yang tidak lengkap di isi maka
meminta langsung kepada responden dan membimbingnya untuk melengkapi pengisian
data yang diperlukan.
2. Coding, yaitu memberikan kode pada jawaban responden untuk memudahkan
pengolahan data.
3. Skoring, yaitu kegiatan merubah kuesioner atau pernyataan dengan memberikan nilai
atau skor. Peningkatan pengetahuan dalam penelitian ini diukur menggunakan
kuesioner dengan pilihan benar atau salah, yang terdiri dari 15 pertanyaan dengan
memberikan skor pada setiap pertanyaan, nilai 1 bila jawaban benar, dan nilai 0 bila
jawaban salah (Sugiyono, 2009).
4. Entry, yaitu memasukkan data penelitian yang diperoleh kedalam tabel data dengan
menggunakan program aplikasi komputer dengan format yang telah dibuat.
5. Tabulating, yaitu mengelompokkan data kedalam bentuk tabel yang telah dibuat sesuai
dengan tujuan penelitian. Hasil penelitian disajikan dalam beberapa tabel.

6. Analizing, menganalisa data sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian. Hasil
penelitian ini dianalisa dengan program aplikasi komputer.
IV.5.2 Penyajian Data
Data dalam penelitian ini disajikan dalam beberapa bentuk yaitu :
1. Tabel
Penyajian data dalam bentuk tabel memudahkan untuk membaca data sesuai dengan
tujuan penelitian.
2. Teks dan Narasi
Penyajian data dalam bentuk teks dan narasi adalah umum dilakukan untuk dapat
mendeskripsikan atau memberikan penjelasan terhadap dari data yang telah disajikan
dalam bentuk tabel, grafik, dan menghubungkan hasil penelitian dengan beberapa teori
yang terkait (Azwar, 2003).
IV.6 Teknik Analisa Data
Teknik analisa data diarahkan untuk menjawab rumusan masalah atau menguji hipotesis yang
telah dirumuskan (Sugiyono, 2009). Teknik Analisa data dalam penelitian ini terdiri dari
analisa univariat dan analisa bivariat. Lebih jelasnya akan diuraikan sebagai berikut :
IV.6.1 Analisa Univariat

Analisa Univariat adalah analisa dengan menampilkan gambaran variabel-variabel yang


disajikan secara deskriptif, dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.
IV.6.2 Analisa Bivariat
Analisa Bivariat ini dilakukan untuk mengetahui efektifitas perlakuan/intervensi penyuluhan
kesehatan gigi menggunakan media poster dan leaflet terhadap pengetahuan responden
dengan melihat apakah ada perbedaan pengetahuan antara siswa yang diberikan
penyuluhan menggunakan media poster dengan siswa yang diberikan penyuluhan dengan
media lealflet pada saat sebelum dan sesudah diberikan penyuluhan kesehatan gigi. Uji
hipotesis yang digunakan adalah Uji komparatif dengan tingkat kepercayaan 95%.
Pemilihan uji tersebut didasarkan pada tujuan penelitian untuk mengetahui perbedaan
pengetahuan siswa tentang cara menjaga kesehatan gigi sebelum dan sesudah diberikan
penyuluhan dengan skala data yang digunakan variabel pengetahuan sebelum dan sesudah
di intervensi dengan penyuluhan adalah skala interval.
Untuk skala data interval pada uji komparatif berpasangan berdasarkan tabel Uji hipotesis
maka menggunakan Uji t berpasangan jika data
T hitung = Rata-rata D

berdistribusi normal, namun jika data tidak berdistribusi

SD -

normal setelah dilakukan uji normalitas data maka

(D)

digunakan Uji Wilcoxon (Sugiyono, 2009).

SD = D - n___
n-1

Rumus Uji t-test berpasangan adalah sebagai berikut :

SD
SD - =
------------------N
SD - = SD-

Keterangan :

SD : Standar deviasi kuadrat


D - : Ragam untuk mean harga-harga D kuadrat
SD : Ragam untuk mean harga D
N : jumlah pasangan sampel
Untuk membuktikan hipotesis dipakai nilai p, apabila p < 0,05 maka H0 ditolak sehingga
Ha diterima, yang artinya ada perbedaan pengetahuan kesehatan gigi sebelum dan sesudah
diberikan penyuluhan pada siswa yang diberikan penyuluhan menggunakan poster dan
leaflet. Sebaliknya jika nilai p > 0,05 maka Ho diterima dan Ha ditolak, yang artinya tidak
ada perbedaan pengetahuan kesehatan gigi siswa sebelum dengan sesudah diberikan
penyuluhan pada siswa yang diberikan penyuluhan menggunakan poster dan leaflet.
Selanjutnya dilakukan analisa apabila ada peningkatan pengetahuan sebelum dan sesudah
dilakukan penyuluhan tentang kesehatan gigi antara kelompok siswa yang diberikan
penyuluhan dengan media poster dengan kelompok siswa yang diberikan penyuluhan
dengan media leaflet. Kemudian dari perbedaan hasil intervensi dengan dua media yang
berbeda tersebut maka dapat diketahui perbedaan efektifitas penyuluhan yang
menggunakan media poster dengan penyuluhan yang menggunakan media leaflet. dan
dapat diketahui peningkatan pengetahuan siswa tentang kesehatan gigi setelah diberikan
penyuluhan antara media poster dan leaflet pada siswa/i kelas V dan kelas VI SDN 08 Desa
Simpang Tiga Kecamatan Sukadana.

BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

V.1 Hasil
V.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada siswa-siswi kelas V dan kelas VI Sekolah Dasar Negeri
08 di Dusun Siduk Desa Simpang Tiga Kecamatan Sukadana Kabupaten Kayong Utara pada
bulan Agustus 2010. SDN 08 merupakan satu dari dua Sekolah Dasar Negeri yang berada di
Dusun Siduk Desa Simpang Tiga dan masih termasuk Sekolah Dasar binaan Puskesmas
Siduk. Jarak tempuh Desa Simpang Tiga dari Kecamatan Sukadana kurang lebih 21 KM
dengan kondisi jalan aspal secara umum baik, walaupun masih terdapat beberapa lokasi
jalan yang mengalami kerusakan.
Dusun Siduk desa Simpang Tiga secara geografis juga merupakan daerah pantai
sehingga mayoritas penduduk di wilayah tersebut bermata pencaharian sebagai nelayan laut.
Sumber penghasilan lainnya untuk penduduk yang bermukim jauh dari pantai mendekati
daerah perbukitan khususnya dusun Semanai sebagiannya adalah dari pertanian padi dan
perkebunan sawit.
Secara administratif Desa Simpang Tiga termasuk dalam wilayah kerja Ibukota
Kabupaten Kayong Utara Kecamatan Sukadana, kabupaten Kayong Utara merupakan
Kabupaten Baru hasil pemekaran Kabupaten Ketapang pada tahun 2007 berdasarkan
Undang-undang RI No.6 Tahun 2007.
V.1.2 Pelaksanaan Penyuluhan Kesehatan Gigi
1. Tahap Persiapan

Persiapan yang dilakukan peneliti sebelum pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan
Juli berupa upaya konfirmasi dan koordinasi secara tertulis kepada Kepala Sekolah SDN
08 Siduk Desa Simpang Tiga dan Koordinator Puskesmas Siduk serta Petugas Perawat
Gigi yang menangani Program Upaya Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS) di SDN 08
Siduk. Disamping itu juga persiapan penyuluhan secara teknis meliputi : persiapan materi
penyuluhan, lembar kuesioner pre-test dan post-test, serta pembuatan alat peraga leaflet
tentang cara memelihara kesehatan gigi, sedangkan media poster peneliti menggunakan
poster dari Puskesmas Siduk. Selain itu peneliti juga menyusun Satuan Acara
Pembelajaran (SAP) sebagai pedoman dalam pelaksanaan kegiatan penyuluhan.
2. Tahap Pelaksanaan
Adapun langkah-langkah pelaksanaan penyuluhan kesehatan gigi di SDN 08 Siduk
adalah :
a. Setelah mendapatkan surat izin penelitian dari akademik Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah tanggal 21 Agustus 2010, Peneliti menuju lokasi
penelitian pada tanggal 22 Agustus 2010 kemudian bertamu kerumah Kepala Sekolah
SDN 08 Siduk.
b. Tanggal 23 Agustus 2010 peneliti menyerahkan surat izin penelitian dan penyebaran
kuesioner kepada Kepala Sekolah SDN 08 Siduk Bapak Muhammad Hamidi, S.Pd di
Ruang Kantor Kepala Sekolah. Selanjutnya setelah mendapatkan Izin dari Kepala
Sekolah kemudian dijadwalkan penyebaran kuesioner dan pelaksanaan penyuluhan
pada tanggal 24 Agustus 2010. Penyebaran pre-test dan intervensi penyuluhan serta

post-test berlangsung selama kurang lebih 2 (dua) jam lebih dari Pukul 08.00 sampai
10.00 WIB.
c. Proses intervensi penyuluhan dilakukan dengan menggunakan dua media penyuluhan
yaitu poster dan leaflet. Siswa kelas V berjumlah 36 orang dibagi dalam dua kelompok
dengan jumlah sama, demikian pula siswa kelas VI total berjumlah 43 orang terdiri
dari kelas VI A sejumlah 23 orang dan VI B sejumlah 20 orang digabung terlebih
dahulu berjumlah 43 orang kemudian juga dipisahkan menjadi dua kelompok sama
besar. Setelah itu setengah dari kelompok kelas V digabungkan dengan setengah dari
kelompok kelas VI untuk dijadikan kelompok sasaran penyuluhan dengan media
leaflet sejumlah 40 orang. Sebaliknya sebagian dari kelompok kelas V yang lain dan
dari kelas VI juga digabung dan dibentuk kelompok Intervensi penyuluhan dengan
media poster berjumlah 39 siswa. Sebelum intervensi penyuluhan, keseluruhan siswa
diberikan pre-test terlebih dahulu.
d. Setelah intervensi penyuluhan kemudian dilakukan penyebaran kuesioner kembali
untuk diberikan post-test kepada siswa.
V.1.3 Karakteristik Responden
1. Penyuluhan Kesehatan Gigi dengan Media Poster
a. Berdasarkan Umur

Berdasarkan penelitian yang dilakukan bahwa distribusi frekuensi responden


berdasarkan umur pada penyuluhan dengan media poster adalah sebagaimana pada
tabel berikut ini :
Tabel V.1
Distribusi Frekuensi Responden Penyuluhan Kesehatan Gigi dengan Media
Poster Berdasarkan Kelompok Umur pada Siswa Kelas V dan VI di SDN 08 Desa
Simpang Tiga Kabupaten Kayong Utara
No

Kelompok Umur

Frekuensi

Persentase

10

12

30,8

11

14

35,9

12

13

33,3

Total

39

100,00

Sumber : Data Primer 2010


Tabel V.1 menunjukkan bahwa distribusi umur responden untuk masing-masing
kelompok umur adalah 35,9% responden berumur 11 tahun, sedangkan sebagian
responden lainnya berumur 12 tahun (33,3%) dan responden yang berumur 10 tahun
(30,8%).
b. Berdasarkan Jenis Kelamin

Distribusi frekuensi responden pada penyuluhan kesehatan gigi dengan media poster
berdasarkan jenis kelamin adalah sebagaimana tabel di bawah ini:
Tabel V.2
Distribusi Frekuensi Responden Penyuluhan Kesehatan Gigi dengan
Media Poster Berdasarkan Jenis Kelamin pada Siswa Kelas V dan VI di SDN 08 Desa
Simpang Tiga Kabupaten Kayong Utara
No

Jenis Kelamin

Frekuensi

Persentase

Laki-laki

20

51,3%

Perempuan

19

48,7%

Total

39

100,00%

Sumber : Data Primer 2010


Tabel V.2 menunjukkan bahwa distribusi responden berdasarkan jenis kelamin adalah
sebagian responden laki-laki (51,3%), selebihnya perempuan (48,7%).
2. Penyuluhan Kesehatan Gigi dengan Media Leaflet
a. Berdasarkan Umur
Berdasarkan penelitian pada penyuluhan kesehatan gigi dengan media leaflet
didapatkan hasil distribusi responden berdasarkan umur ditunjukkan pada tabel berikut
:
Tabel V.3

Distribusi Frekuensi Responden Penyuluhan Kesehatan Gigi dengan


Media Leaflet Berdasarkan Umur pada Siswa Kelas V dan VI di SDN 08 Desa Simpang
Tiga Kabupaten Kayong Utara
No

Kelompok Umur

Frekuensi

Persentase

10

13

32,5

11

17

42,5

12

10

25

Total

40

100,00

Sumber : Data Primer 2010


Tabel V.3 diatas dapat diinterpretasikan bahwa distribusi umur responden untuk
masing-masing kelompok umur menunjukkan bahwa kelompok umur terbanyak yaitu
11 tahun (42,5%) sebagian besar responden yang berumur 11 tahun (42,5%),
selebihnya umur 10 tahun (32,5%), dan umur 12 tahun (25%).
b. Berdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan jenis kelamin responden penyuluhan kesehatan gigi dengan media leaflet
didapatkan data sebagai berikut :
Tabel V.4
Distribusi Frekuensi Responden Penyuluhan Kesehatan Gigi dengan

Media Leaflet Berdasarkan Jenis Kelamin pada Siswa Kelas V dan VI di SDN 08 Desa
Simpang Tiga Kabupaten Kayong Utara
Sumber : Data Primer 2010
No

Jenis Kelamin

Frekuensi

Persentase
Tabel

Laki-laki

17

42,5%

Perempuan

23

57,5%

Total

40

100,00%

bahwa

V.4

menunjukkan

distribusi

responden

berdasarkan

jenis

menunjukkan

sebagian

responden

berjenis

kelamin
besar
kelamin

perempuan (57,5%), selebihnya adalah laki-laki (42,5%).


V.1.4 Analisa Univariat
Analisis Univariat dimaksudkan untuk mendeskripsikan variabel bebas dan variabel
terikat, serta hasil dari intervensi penyuluhan berupa peningkatan pengetahuan responden.
1. Pengetahuan Responden pada Pre-test sebelum Penyuluhan Kesehatan Gigi dengan
Media Poster
Berdasarkan uji normalitas data pada variabel pengetahuan, pre-test berdistribusi normal
sehingga pengkategoriannya menggunakan nilai mean (10,08). Tingkat pengetahuan pada
pre-test dikategorikan menjadi 2 (dua) yaitu baik jika skor > 10,08 dan kurang baik jika
skor < 10,08. Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan pada pre-test adalah sebagai
berikut :
Tabel V.5

Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Responden pada Pre-test Penyuluhan


Kesehatan Gigi dengan Media Poster Siswa Kelas V dan VI di SDN 08 Desa Simpang
Tiga Kabupaten Kayong Utara

No

Kategori
Pengetahuan

Frekuensi

Persentase

Baik

18

46,2

Kurang Baik

21

53,8

Total

39

100

Sumber : Data Primer 2010


Tabel V.5 dapat menunjukkan bahwa sebagian besar responden (53,8%) tingkat
pengetahuannya kurang baik, dan selebihnya (46,2%) tingkat pengetahuannya baik.
2. Pengetahuan Responden pada Post-test setelah Penyuluhan Kesehatan Gigi dengan Media
Poster
Berdasarkan uji normalitas data pada variabel pengetahuan, post-test berdistribusi normal
sehingga pengkategoriannya menggunakan nilai mean (13,54). Tingkat pengetahuan pada
post-test dikategorikan menjadi 2 (dua) yaitu baik jika skor > 13,54 dan kurang baik jika
skor < 13,54. Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan pada post-test adalah sebagai
berikut:
Tabel V.6
Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Responden pada Post test

Penyuluhan Kesehatan Gigi dengan Media Poster Siswa Kelas V dan VI di SDN 08
Desa Simpang Tiga Kabupaten Kayong Utara

No

Kategori
Pengetahuan

Baik

20

51,3

Kurang Baik

19

48,7

Total

39

100

Frekuensi Persentase

Sumber : Data Primer 2010


Tabel V.6 menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan responden pada post-test setelah
diberikan intervensi penyuluhan adalah 51,3% tingkat pengetahuan baik, dan selebihnya
tingkat pengetahuannya kurang baik (48,7%). Sehingga dapat disimpulkan terjadi
peningkatan pengetahuan responden kategori baik sebesar 5,1%.
3. Pengetahuan Responden pada Pre-test sebelum Penyuluhan Kesehatan Gigi dengan media
Leaflet.
Setelah dilakukan uji normalitas data pada variabel pengetahuan, diketahui pre-test
berdistribusi normal sehingga pengkategoriannya menggunakan nilai mean (10,15).
Tingkat pengetahuan pada pre-test dikategorikan menjadi 2 (dua) yaitu baik jika skor >
10,15 dan kurang baik jika skor < 10,15. Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan pada
pre-test adalah sebagai berikut:
Tabel V.7

Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Responden pada Pre-test


Penyuluhan Kesehatan Gigi dengan Media Leaflet Siswa Kelas V dan VI di SDN 08
Desa Simpang Tiga Kabupaten Kayong Utara

No

Kategori
Pengetahuan

Frekuensi

Persentase

Baik

18

45,0

Kurang Baik

22

55,0

Total

40

100

Sumber : Data Primer 2010


Tabel V.7 menunjukkan bahwa sebagian besar responden (55%) tingkat pengetahuannya
kurang baik, dan selebihnya (45%) berpengetahuan baik.
4. Pengetahuan Responden pada Post-test setelah Penyuluhan Kesehatan Gigi dengan media
Leaflet.
Berdasarkan Uji normalitas data pada variabel pengetahuan, diketahui post-test
berdistribusi tidak normal sehingga pengkategoriannya menggunakan nilai median
(13,00). Tingkat pengetahuan pada pre-test dikategorikan menjadi 2 (dua) yaitu baik jika
skor > 13,00 dan kurang baik jika skor < 13,00. Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan
pada post-test adalah sebagai berikut:
Tabel V.8
Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Responden pada Post-test

Penyuluhan Kesehatan Gigi dengan Media Leaflet Siswa Kelas V dan VI di SDN 08
Desa Simpang Tiga Kabupaten Kayong Utara

No

Kategori
Pengetahuan

Frekuensi

Persentas
e

Baik

23

57,5

Kurang Baik

17

42,5

Total

40

100

Sumber : Data Primer 2010


Tabel V.8 menunjukkan bahwa 57,5% tingkat pengetahuan responden baik, dan
selebihnya tingkat pengetahuan responden kurang baik (42,5%), sehingga terjadi
peningkatan pengetahuan responden kategori baik sebesar 12,5%.
V.1.6 Analisa Bivariat
Analisa bivariat dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui perbedaan
efektifitas penyuluhan kesehatan gigi antara penggunaan media poster dan media leaflet
dengan cara mengetahui perbedaan peningkatan pengetahuan siswa pada pada pre-test dan
post-test dari pelaksanaan penyuluhan dengan kedua media tersebut.
Analisa Bivariat dalam penelitiannya ini menggunakan Uji t berpasangan jika data
berdistribusi normal dan uji wilcoxon jika data tidak berdistribusi normal. Sebelum
dilakukan analisa bivariat terlebih dahulu dilakukan Uji normalitas data pada keseluruhan
hasil data kuesioner dari pre-test dan post-test kelompok penyuluhan media poster dan

leaflet. Dari hasil uji normalitas data didapatkan bahwa pada kelompok penyuluhan media
poster, data pre-test dan post-test berdistribusi normal sehingga digunakan uji t berpasangan.
Sedangkan pada kelompok penyuluhan dengan media leaflet diketahui hanya data pre-test
yang berdistribusi normal sedangkan data post-test tidak berdistribusi normal sehingga
digunakan uji Wilcoxon.
1. Perbedaan Efektifitas Penyuluhan Kesehatan Gigi dengan Media Poster terhadap
Pengetahuan siswa.
Hasil Uji t pada peningkatan pengetahuan responden dengan penyuluhan kesehatan gigi
menggunakan media poster adalah sebagai berikut :
Tabel V.9
Hasil Uji t Berpasangan pada Kelompok Penyuluhan Kesehatan Gigi
dengan Media Poster Siswa Kelas V dan VI di SDN 08 Desa Simpang Tiga Kabupaten
Kayong Utara
Sumber : Data Primer 2010
No

Variabel

Mean

Total Pre-test
Pengetahuan

10,08

Total Post-test
Pengetahuan

13,53

Total Pre-test dan


Post-test
Pengetahuan

3,462

Uji
Statisti
k

Tabel V.9 menunjukkan hasil uji t


berpasangan

pada

kelompok

penyuluhan kesehatan gigi dengan

39

media

poster.

pengetahuan

39

Diketahui

siswa

pada

tingkat
Pre-test

sebelum penyuluhan kesehatan gigi


39

0,0001

dengan media poster skor rata-rata


adalah 10,08, sedangkan pada Post-

test skor rata-rata 13,54, dari perbedaan skor pre-test dan post-test tersebut artinya
terjadi peningkatan pengetahuan siswa setelah diberikan penyuluhan kesehatan gigi.
Pada Uji t Berpasangan terlihat perbedaan nilai mean antara pre-test dan post-test
sebesar 3,462. Perbedaan nilai ini diuji dengan uji t berpasangan dan menghasilkan nilai
p=0,0001 (nilai p<0,05), maka H0 ditolak dan Ha diterima, artinya terdapat perbedaan
pengetahuan siswa pada saat sebelum dan sesudah diberikan penyuluhan kesehatan gigi
dengan media poster.
2. Perbedaan Efektifitas Penyuluhan Kesehatan Gigi dengan Media Leaflet terhadap
Pengetahuan siswa.
Pada kelompok penyuluhan kesehatan gigi dengan media leaflet digunakan Uji
Wilcoxon karena hasil post-test tidak berdistribusi normal.
Hasil Analisa statistik dengan uji Wilcoxon adalah sebagai berikut :
Tabel V.10
Hasil Uji Wilcoxon pada Kelompok Penyuluhan Kesehatan Gigi dengan Media Leaflet
Siswa Kelas V dan VI di SDN 08 Desa Simpang Tiga Kabupaten Kayong Utara

No

Variabel

Rank

Hasil Uji
Statistik

Total
pengetahuan

Negative
Rank

0,0001

post-pre test
leaflet

Positive
Rank

28

Ties

Total

40

Sumber : Data Primer 2010


Tabel V.10 menunjukkan hasil uji Wilcoxon pada kelompok penyuluhan media leaflet,
dapat diinterpretasikan bahwa terdapat 7 responden pada pengukuran post-test dengan
tingkat pengetahuannya berkurang/menurun dari tingkat pengetahuannya pada saat pretest. Sebaliknya terdapat 28 responden pada post-test dengan peningkatan pengetahuan
lebih besar daripada saat pre-test, dan terdapat 5 responden dengan tingkat pengetahuan
sama saat diberikan pre-test maupun post-test. Hasil Uji stastistik Wilcoxon pada tabel
diatas menunjukkan bahwa nilai p =0,0001, maka dapat disimpulkan bahwa nilai p<
0,05 artinya H0 ditolak dan Ha diterima, yaitu terdapat perbedaan pengetahuan siswa
pada saat sebelum dan sesudah diberikan penyuluhan dengan media leaflet.
V.2 Pembahasan
V.2.1 Penyuluhan Kesehatan Gigi di SDN 08 Siduk
Penyuluhan kesehatan gigi pada siswa kelas V dan VI mengambil materi penyuluhan tentang
cara menjaga kesehatan gigi dan mulut, dengan menggabungkan keseluruhan siswa kelas V
dan VI kemudian dilakukan pengelompokkan siswa keseluruhan yang berjumlah 79 siswa
menjadi dua kelompok yang akan diberikan penyuluhan kesehatan gigi dengan media
penyuluhan yang berbeda antar kelompok, yaitu media poster dan leaflet. Setelah siswa
dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan media penyuluhan, kemudian kedua kelompok

diberikan pre-test terlebih dahulu, untuk mengetahui tingkat pengetahuan keseluruhan siswa
tentang cara menjaga kesehatan gigi.
Intervensi penyuluhan kesehatan gigi menggunakan dua media yang berbeda yaitu poster
dan leaflet dengan materi yang sama yaitu tentang cara menjaga kesehatan gigi dan mulut.
Untuk media poster peneliti menggunakan poster milik Puskesmas Siduk, sedangkan media
leaflet peneliti berusaha berinisiatif membuat media leaflet sederhana dimana isi materi
leaflet tersebut disesuaikan dengan poster, agar tema penyuluhan dengan kedua media
tersebut dapat selaras.
Pada saat penyuluhan peneliti menyampaikan materi penyuluhan yang sama dengan dua
media yang berbeda antara dua kelompok. Setelah intervensi penyuluhan kemudian siswa
diberikan kembali lembar kuesioner untuk dilakukan post-test. Hasil dari post-test akan
dibandingkan dengan pre-test sehingga dapat diketahui perbedaan peningkatan pengetahuan
siswa antara kelompok siswa yang diberikan penyuluhan dengan media poster dengan media
leaflet.
Penyuluhan kesehatan gigi sebagai upaya untuk memberikan pengetahuan tentang kesehatan
gigi pada dasarnya menekankan pada aspek kesehatan gigi yang berhubungan erat dengan
upaya keseharian sasaran dalam menjaga kesehatan gigi, sehingga pemilihan materi
penyuluhan diprioritaskan tentang upaya menjaga kesehatan gigi dan mulut, dimana upaya
yang lazim dan umum dilakukan oleh siswa maupun orang dewasa pada umumnya adalah
menyikat gigi dan upaya mengontrol diri dalam mengkonsumsi makanan serta selektif
dalam memilih jenis makanan yang baik dan yang dapat memudahkan terjadinya kerusakan
gigi. Hal ini sejalan dengan pendapat Maulana (2009) bahwa dalam memilih materi

penyuluhan dan prioritas penyuluhan harus mempertimbangkan besarnya dampak dari


masalah/materi yang akan disampaikan. Dalam kesehatan gigi masalah terbesar adalah
penyakit karies gigi dimana karies terjadi karena ketidaktahuan tentang cara menjaga
kesehatan gigi dan mulut (Tarigan,1991).
V.2.2 Efektifitas Penyuluhan Kesehatan Gigi dengan Media Poster terhadap Peningkatan
Pengetahuan Siswa.
Hasil Uji t berpasangan menunjukkan signifikansi nilai p= 0,0001 maka disimpulkan bahwa
terdapat perbedaan pengetahuan siswa pada saat sebelum dan sesudah diberikan penyuluhan
dengan media poster berupa peningkatan pengetahuan siswa tentang kesehatan gigi.
Perbedaan pengetahuan responden secara signifikan antara pre-test dan post-test terlihat dari
skor rata-rata nilai jawaban responden, pada pre-test skor rata-rata 10,08, sedangkan setelah
diberikan post-test terjadi peningkatan skor rata-rata menjadi 13,54. Dari aspek jumlah
responden, pada pre-test terdapat 53,8% responden dengan kategori pengetahuan kurang
baik, dan setelah diberikan intervensi penyuluhan terjadi peningkatan jumlah responden
dengan tingkat pengetahuan kategori baik mencapai 51,3% pada post-test. Artinya setelah
diberikan penyuluhan kesehatan gigi, jumlah responden dengan kategori pengetahuan baik
meningkat sebesar 5,1%.
Menurut Maulana (2009) faktor-faktor yang sangat mempengaruhi penyuluhan kesehatan
adalah dalam aspek pemilihan metode, alat bantu/media, dan jumlah kelompok sasaran,
artinya untuk mendapatkan hasil dari penyuluhan dengan maksimal ketiga faktor tersebut
sangat mempengaruhi. Media yang digunakan ditentukan oleh intensitas media tersebut
dalam memberikan pengalaman belajar kepada siswa, poster sarat dengan tampilan visual

gambar, sehingga lebih melibatkan indera penglihatan siswa, apa yang dilihat siswa hanya
melibatkan 30% dari indera penglihatan, semakin banyak mengerahkan indera ketika
menerima materi penyuluhan maka tingkat penerimaan siswa dalam menangkap
pesan/materi penyuluhan akan semakin efektif (Depkes RI, 2008)
Media Poster dapat lebih efektif sebagai media penyuluhan karena lebih membantu
menstimulasi indra penglihatan siswa, aspek visual pada gambar-gambar poster lebih
memudahkan penerimaan informasi atau materi pendidikan (Notoatmodjo, 2003). Hal
senada dikemukakan oleh Saptarini (2005) bahwa pesan visual berupa gambar lebih mudah
tertanam dalam pikiran audiens dibandingkan dengan kata-kata. Sehingga penyuluhan
kesehatan gigi tentang cara memelihara kesehatan gigi dapat lebih efektif jika menggunakan
media yang lebih banyak menampilkan gambar terlebih pada sasaran audiens siswa sekolah
dasar.
Menurut Julhizati (2008) yang mengutip laporan penelitian Malouf (2002) menyebutkan
bahwa dalam upaya mencerna pesan melalui media visual, poster lebih mampu mencapai
sasaran hingga 67% kasus (Depkes, 2008). Namun pada penelitian ini didapatkan bahwa
peningkatan pengetahuan dari skor rata-rata dan peningkatan jumlah responden dengan
kategori pengetahuan baik tidak menunjukkan peningkatan yang signifikan, sehingga
dimungkinkan faktor lain yang turut mempengaruhi efektifitas penggunaan media poster
dalam penyuluhan kesehatan gigi, terutama dari aspek kapasitas dan kemampuan penyuluh
dalam menyajikan materi penyuluhan kepada responden siswa sekolah dasar. Sehingga
peranan faktor pelaku penyuluhan juga turut andil berpengaruh dalam menentukan
efektifitas penyuluhan kesehatan disamping pemanfaatan media poster.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Saptarini (2005) tentang
efektifitas penggunaan poster dalam penyuluhan pangan di Bogor, didapatkan hasil bahwa
sejumlah 44% responden menyatakan ilustrasi gambar pada poster bisa menarik mereka
untuk tahu lebih banyak tentang isi keseluruhan poster, 49% menyatakan jenis tulisan yang
digunakan dalam poster sangat menarik dan bisa dilihat dengan jelas, 56% menyatakan isi
pesan dalam poster menarik karena tema yang diangkat cukup dekat dengan masalah
keseharian dan 52% menyatakan bahwa susunan/tata bahasa poster bisa dipahami.
Hasil penelitian tersebut juga menyimpulkan bahwa sebanyak 56% responden meyakini
bahwa pesan yang tertulis adalah benar, akan tetapi belum bisa melaksanakannya dengan
alasan terbesar adalah karena kondisi tempat dimana mereka biasanya membeli
pangan/bahan pangan yang tidak memungkinkan. Sebanyak 61% menyatakan bahwa
keamanan pangan sangat penting karena menyangkut kualitas generasi muda dan masa
depan bangsa karena itu sebanyak 91% responden akan menyampaikan pesan yang
dibacanya kepada orang lain dan menyarankan publikasi secara terus menerus melalui media
massa.
Berdasarkan beberapa penelitian diatas, dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa
efektifitas penggunaan poster dalam penyuluhan kesehatan gigi dipengaruhi oleh ilustrasi
gambar, tampilan tulisan yang menarik dan tema poster yang singkat dan mudah dipahami,
sehingga memudahkan responden dalam memahami isi pesan poter dan memotivasi
responden untuk menyampaikan isi pesan dari poster yang dibacanya kepada orang lain.
V.2.3 Efektifitas Penyuluhan Kesehatan Gigi dengan Media Leaflet terhadap Peningkatan
Pengetahuan Siswa.

Hasil Uji Wilcoxon menunjukkan bahwa nilai p =0,0001 maka disimpulkan bahwa terdapat
perbedaan pengetahuan siswa pada saat sebelum dan sesudah diberikan penyuluhan dengan
media leaflet. Penelitian pada responden kelompok penyuluhan dengan media leaflet,
didapatkan hasil pada pengukuran pre-test sebelum intervensi penyuluhan adalah 55%
responden tingkat pengetahuannya kurang baik, dengan skor rata-rata adalah 10,15. Setelah
diberikan penyuluhan kesehatan gigi kemudian dilakukan pengukuran kembali dengan posttest, didapatkan terjadi peningkatan jumlah responden dengan tingkat pengetahuan kategori
baik mencapai 57,5%, dengan skor rata-rata 11,95. Dapat disimpulkan bahwa terjadi
peningkatan jumlah responden dengan tingkat pengetahuan kategori baik sebesar 12,5%.
Penggunaan Leaflet sebagai media penyuluhan memiliki kelebihan tersendiri dalam hal
kelengkapan materi yang disampaikan disamping penyajian gambar yang menarik walaupun
keterbatasan penyajian leaflet adalah dalam aspek ukuran leaflet yang kecil dan tidak
sebesar poster, oleh karenanya penggunaan media leaflet dapat digunakan perorangan dalam
jumlah yang banyak sesuai dengan jumlah sasaran penyuluhan.
Menurut Supardi (1998) dalam Amisani (2009) leaflet sangat efektif dalam
meningkatkan efektifitas penyuluhan dengan metode ceramah, karena leaflet selain
merupakan rangkuman dari keseluruhan materi penyuluhan juga menyajikan gambar
menarik sehingga lebih diminati oleh sasaran, terutama siswa sekolah dasar dimana
pemberian leaflet dapat lebih fokus pada sasaran perorangan dari subjek penyuluhan.
Barrow (1995) dalam Lestari (2010) juga menyebutkan bahwa media leaflet yang
disertai banyak gambar dan pesan singkat dapat lebih maksimal dalam mempengaruhi target
audiens namun tetap tergantung pada kemampuan penyuluh mengolah kalimat pesan dalam

leaflet dan kemampuan memvisualisasikan gambar/produk/isi dari leaflet. Efektifitas leaflet


juga dapat dipengaruhi oleh nilai estetik dari leaflet terlebih lagi pada sasaran siswa sekolah
dasar yang diharapkan dapat dengan mudah memberikan penerimaan positif terhadap isi
pesan dalam leaflet.
Sejalan dengan pendapat di atas, menurut penelitian Amisani (2009) tentang efektifitas
leaflet dalam penyuluhan kesehatan gigi dan mulut menunjukkan bahwa sebagian besar
responden (50,68%) menyukai leaflet kesehatan gigi dan mulut, sisanya (49,31%)
menyatakan sangat menyukai leaflet, hal tersebut dikarenakan penyajian leaflet dengan
warna dan gambar yang menarik serta bahasa yang mudah dipahami. Penelitian Amisani
(2009) juga menyimpulkan bahwa informasi dan pesan yang disampaikan menggunakan
leaflet sebagian besar menunjukkan bahwa penyajian isi pesan dalam leaflet yang diberikan
jelas (50,68%), dan pemahaman audiens terhadap pesan leaflet menunjukkan bahwa
sebagian besar responden (53,42%) menganggap pesan yang disampaikan dalam leaflet
sangat dimengerti.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Amisani (2009) yang menunjukkan bahwa
sebagian besar responden dapat memahami isi pesan leaflet, yang diketahui dari hasil
jawaban responden secara umum mengalami peningkatan pada post-test setelah diberikan
penyuluhan. Berdasarkan beberapa penelitian di atas dapat disimpulkan dalam penelitian ini
bahwa penggunaan media leaflet dalam penyuluhan cukup efektif dalam menyampaikan
pesan penyuluhan, meskipun faktor komunikan penyuluh sangat mempengaruhi keefektifan
penyampaian pesan, disamping juga tingkat pendidikan dan usia responden yang turut
mempengaruhi tingkat pemahaman responden dalam menerima isi penyuluhan.

V.2.3 Perbandingan Efektifitas Penyuluhan Kesehatan Gigi antara Media Poster dan Leaflet
terhadap Peningkatan Pengetahuan Siswa.
Berdasarkan hasil pengkategorian variabel pengetahuan dapat diketahui perbedaan
peningkatan pengetahuan kategori baik antara kelompok penyuluhan media poster dan
media leaflet. Tingkat pengetahuan kategori baik pada pre-test kelompok media leaflet
(45,0%) meningkat sebesar 12,5% setelah dilakukan post-test (57,5%). Sedangkan untuk
kelompok media poster tingkat pengetahuan kategori baik pada pre-test (46,2%) hanya
meningkat 5,16% pada hasil post-test (51,3%). Artinya peningkatan pengetahuan kategori
baik pada post-test kelompok media leaflet lebih besar daripada kelompok media poster.
Sedangkan berdasarkan uji statistik, peningkatan skor nilai mean terjadi pada pada post-test
media poster yaitu dari 10,08 menjadi 13,54. Pada kelompok media leaflet dengan uji
statistik non parametric menunjukkan peningkatan skor dengan mean 10,15 menjadi 11,95.
Leaflet dan poster pada dasarnya memiliki banyak persamaan sebagai jenis media cetak
untuk penyuluhan, karena keduanya memiliki komposisi dalam hal pesan gambar dan
kalimat singkat, meskipun berbeda dari ukurannya, sehingga tingkat kemaksimalan
penyampaian pesan dari kedua media tersebut sangat dipengaruhi oleh kapasitas dan kualitas
penyajian materi/isi dalam bentuk gambar dan tulisan (Depkes RI, 2008).
Perbedaan efektifitas antara media poster dan leaflet dalam pelaksanaan penyuluhan
kesehatan gigi dapat dipengaruhi berbagai faktor. Efektifitas menurut Schemerhon (1986)
dalam Danfar (2009) diartikan sebagai pencapaian target output yang diukur dengan cara
membandingkan output seharusnya dengan output realisasi atau sesungguhnya, artinya
dalam konteks penyuluhan pada penelitian ini bahwa penyuluhan dikatakan efektif jika

antara pre-test dan post-test terjadi peningkatan pengetahuan responden tentang materi
penyuluhan yang disampaikan, peningkatan yang diukur menurut nilai skor rata-rata dan
pengkategorian nilai pengetahuan.
Menurut Notoatmodjo (2003) setiap media penyuluhan memiliki intensitas yang
berbeda ketika diterima oleh sasaran penyuluhan, sehingga juga turut mempengaruhi tingkat
penerimaan audiens terhadap isi materi penyuluhan yang disampaikan. Media poster dan
Leaflet pada dasarnya memiliki tingkat intensitas yang hampir sama, karena kedua media
tersebut termasuk kategori media cetak, para ahli pendidikan kesehatan membedakan tingkat
intensitas sebuah media berdasarkan jenis media yang digunakan, sehingga jarang sekali
ditemukan penelitian tentang perbandingan dua media yang sejenis.
Efektifitas penyuluhan yang dilakukan akan sangat dipengaruhi pada faktor penyuluh
yang menggunakan metode penyuluhan sesuai dengan kelompok sasaran, alat bantu media
hanya berfungsi memperjelas materi penyuluhan agar dapat meningkatkan intensitas
penerimaan audiens. Faktor audiens juga sangat mempengaruhi, aspek penginderaan sasaran
dalam memaksimalkan upaya penerimaan terhadap materi penyuluhan akan mempengaruhi
pemahaman dan peningkatan pengetahuan sasaran tentang isi penyuluhan.
Poster dan Leaflet memiliki kemampuan yang berbeda dalam menstimulus
penginderaan siswa. Namun poster dan leaflet sama-sama ditekankan untuk peningkatan
aspek kognitif sasaran dan tidak diutamakan untuk meningkatkan aspek afektif dan
psikomotor sasaran (Anderson, 1994). Poster lebih cenderung pada pemanfaatan gambar
dengan ukuran besar sehingga mampu menarik minat sasaran namun terbatas dalam
penyebarannya karena penggunaan poster biasanya ditempatkan pada dinding ataupun

tempat yang mudah dilihat banyak orang, sedangkan leaflet selain juga menarik sasaran dari
penyajian gambar juga memberikan penjelasan gambar secara ringkas sehingga menstimulus
keingintahuan sasaran untuk membaca lebih lanjut isi leaflet dan memaksimalkan
peningkatan pengetahuan siswa, walapun ukuran leaflet lebih kecil namun penggunaan
leaflet biasanya perorangan sehingga dapat efektif diterima seluruh sasaran (Depkes RI,
2008).
Perbedaan efektifitas poster dan leaflet dapat dilihat dari hasil peningkatan pengetahuan
siswa yang didasarkan atas kemampuan penginderaan siswa dalam menerima materi
penyuluhan, berdasarkan teori para ahli pendidikan kesehatan bahwa indera yang paling
banyak menyalurkan pengetahuan ke dalam otak adalah mata, kurang lebih 75% sampai
87% dari pengetahuan manusia diperoleh/disalurkan melalui mata, sedangkan 13% sampai
25% lainnya tersalur melalui indera yang lain (Notoatmodjo, 2003). Berdasarkan teori
tersebut media poster dan leaflet memiliki intensitas yang hampir sama dalam aspek visual,
karena sama-sama menyajikan gambar, namun penempatan kedua tersebut dalam
menstimulus

perhatian sasaran berbeda karena leaflet lebih cenderung mampu

menghampiri personal siswa sehingga minat siswa untuk mencari pengetahuan lebih,
dapat diperoleh melalui media leaflet. Artinya dalam konteks penelitian ini leaflet dapat
dikatakan lebih efektif dalam meningkatkan pengetahuan siswa tentang kesehatan gigi.
Kesimpulan di atas sejalan dengan penelitian Basuki (2006) yang menyebutkan bahwa
penyuluhan dengan menggunakan leaflet sangat efektif daripada penyuluhan dengan
ceramah lisan. Demikian juga penelitian Saptarini (2005) menyimpulkan bahwa penyuluhan
menggunakan poster cukup efektif dalam menyampaikan materi penyuluhan, namun

perbedaan efektifitas kedua media tersebut ditentukan oleh intensitas dari desain kedua
media tersebut, dari aspek isi materi, bahasa yang digunakan, dan tampilan visual yang
menarik sangat mempengaruhi perbedaan efektiftas keduanya, disamping aspek kemampuan
komunikasi penyuluh yang memberikan pengaruh dominan dalam menyampaikan materi
penyuluhan.
V.2.4 Keterbatasan Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti membatasi penelitian pada variabel pengetahuan siswa yang
menjadi faktor utama pembentukan perilaku siswa dalam upaya menjaga kesehatan gigi,
disamping faktor ekonomi dan latar belakang keluarga siswa yang juga turut mempengaruhi
tingkat pengetahuan kesehatan gigi siswa, namun karena keterbatasan peneliti, sehingga
fokus penelitian lebih ditekankan pada aspek pengetahuan. Disamping itu, pengambilan
sampel menggunakan siswa kelas V dan VI karena usia siswa pada kelas V dan VI lebih
mudah dijangkau dan diarahkan, serta usia siswa umumnya berkisar 10-12 tahun, dimana
pada usia tersebut gigi permanent sebagian besar telah erupsi sehingga penyuluhan
diharapkan lebih bermanfaat bagi siswa dalam upaya menjaga kesehatan giginya.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
VI.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai efektifitas penyuluhan


kesehatan gigi dengan media poster dan leaflet terhadap peningkatan pengetahuan siswa
Sekolah Dasar kelas V dan VI di SDN 08 Siduk, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Gambaran tingkat pengetahuan siswa pada kelompok poster sebelum diberikan
penyuluhan adalah 46,2% (kategori baik) dan setelah diberikan penyuluhan
menjadi 51,3% (kategori baik), sehingga terjadi peningkatan sebesar 5,1%.
Sedangkan pada kelompok leaflet gambaran tingkat pengetahuan siswa kategori
baik pada pre-test adalah 45% dan meningkat sebesar 12,5% setelah penyuluhan
menjadi 57,5%.
2. Terdapat perbedaan yang signifikan pada tingkat pengetahuan siswa kelompok
responden penyuluhan kesehatan gigi dengan media poster (skor rata-rata pada pretest 10,08 menjadi 13,54 pada skor rata-rata post-test, P value = 0,0001 ).
3. Terdapat perbedaan yang signifikan pada tingkat pengetahuan siswa kelompok
responden penyuluhan kesehatan gigi dengan media leaflet (skor rata-rata pre-test
sebesar 10,15 menjadi 13,00 pada skor rata-rata post-test, P value = 0,0001 ).
VI.2 Saran
Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan diatas, maka penulis memberikan saran
sebagai berikut :
1. Dinas Kesehatan Kabupaten Kayong Utara

Diperlukan kebijakan yang mampu meningkatkan kinerja program Usaha Kesehatan


Gigi Sekolah (UKGS) terutama dalam aspek penyuluhan kesehatan Gigi.
2. Puskesmas Siduk
Perlu meninjau kembali efektifitas pelaksanaan Usaha Kesehatan Gigi Sekolah
(UKGS) dengan meningkatkan frekuensi penyuluhan kesehatan gigi di sekolah binaan,
termasuk SDN 08 Siduk dan memperbanyak jenis media penyuluhan agar penyuluhan
yang diberikan dapat lebih optimal disamping kegiatan penjaringan, pemantauan, dan
pendataan kesehatan gigi dan mulut siswa.
3. Sekolah (SDN 08)
Diperlukan peningkatan koordinasi dari kepala sekolah dan guru kelas kepada pihak
pemegang program UKGS di Puskesmas Siduk dalam hal penyediaan data keadaan
kesehatan di sekolah terkait dengan pelaksanaan Upaya Kesehatan Gigi Sekolah
(UKGS).
4. Penelitian Selanjutnya
Diperlukan penelitian lain yang dapat menggambarkan kebutuhan siswa sekolah dasar
SDN 08 tentang kesehatan gigi dan mulut (PTI-N) dan mengkaji penyebab masalah
kesehatan gigi di SDN 08 Siduk, karena keterbatasan penelitian ini.
ABSTRAK
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
SKRIPSI, OKTOBER 2010

ANDI SULAIMANA
EFEKTIFTAS PENYULUHAN KESEHATAN GIGI DENGAN MEDIA POSTER DAN
LEAFLET TERHADAP PENINGKATAN PENGETAHUAN SISWA KELAS V DAN VI
SEKOLAH DASAR NEGERI 08 DESA SIMPANG TIGA KECAMATAN SUKADANA
KABUPATEN KAYONG UTARA
Xiii + 74 Halaman + 11 Tabel + 3 Gambar + 11 Lampiran
Penyuluhan kesehatan gigi di Sekolah Dasar Negeri 08 Siduk sering dilakukan oleh Petugas Poli
Gigi Puskesmas Siduk. Namun berdasarkan survey kesehatan gigi diketahui bahwa prevalensi
karies gigi pada SDN 08 tersebut masih tinggi mencapai 80%, sehingga penyuluhan yang telah
dilakukan belum mampu membantu menurunkan angka karies gigi di SDN 08 Siduk.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perbedaan efektifitas penyuluhan kesehatan gigi dengan
media poster dan media leaflet dalam meningkatkan pengetahuan siswa tentang kesehatan gigi.
Desain Penelitian ini adalah Pre-Experiment dengan komparasi dua kelompok yang diberikan
penyuluhan kesehatan gigi dengan media berbeda. Besar sampel dalam penelitian ini sebanyak
79 sampel, dimana 39 sampel diberikan penyuluhan kesehatan gigi dengan media poster, dan 40
sampel lainnya diberikan penyuluhan kesehatan gigi dengan media leaflet. Statistik parametrik
yang digunakan adalah uji t berpasangan pada kelompok sampel media poster, sedangkan
statistik nonparametrik yang digunakan adalah uji Wilcoxon pada kelompok sampel leaflet,
dengan tingkat kepercayaan 95% ( = 0,05).
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan tingkat pengetahuan siswa pada
kelompok media poster (p value=0,0001) dan leaflet (p value=0,0001) pada saat sebelum dan
sesudah diberikan penyuluhan. Saran sehubungan dengan hasil penelitian ini diharapkan bagi
Puskesmas Siduk agar lebih meningkatkan frekuensi dan efektifitas penyuluhan kesehatan gigi di
SDN 08 dengan menggunakan media penyuluhan yang lebih efektif dan variatif serta menarik
minat sasaran siswa sekolah dasar.
Key word : Penyuluhan Kesehatan Gigi, Media Poster, Media Leaflet, Pengetahuan siswa.
Daftar pustaka : 37 ( 1991-2010)

BIODATA PENELITI :
Nama : ANDI SULAIMANA
Tempat, tanggal lahir : Pontianak, 06 Mei 1983
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Nama Orang Tua
Bapak : Abu Hurairah
Ibu : Fatimah
Alamat : Jln. Apel Gg.Pisang Raja No.29 Pontianak Barat.
JENJANG PENDIDIKAN :
TK : TK Barunawati Pontianak Barat, tahun 1989
SD : SDN No. 50 Jl. Apel Pontianak Barat, tahun 1989 s/d 1995.
SMP : M.Ts.N No.1 Jl.Alianyang Pontianak Kota, tahun 1995 s/d 1998.
SMA : SPRG Depkes Pontianak, tahun 1998 s/d 2001
D-III : Jurusan Kesehatan Gigi Politeknik Kesehatan Depkes Pontianak, tahun 2001 s/d 2004.
S-1 : Prodi. Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Pontianak, tahun 2008 s/d 2011
PENGALAMAN KERJA :

1. Puskesmas Sukamulya Kec.Singkup Kab.Ketapang, tahun 2003 s/d 2006


2. Puskesmas Telaga Arum Kec.Seponti Kab.Ketapang, tahun 2006 s/d 2007
3. Puskesmas Siduk Kec.Sukadana Kab.Kayong Utara, tahun 2007 s/d sekarang.

EFEKTIFITAS PENYULUHAN KESEHATAN GIGI DENGAN MEDIA POSTER DAN


LEAFLET TERHADAP PENINGKATAN PENGETAHUAN
(Studi Penyuluhan pada Siswa Kelas V dan VI Sekolah Dasar Negeri 08 Desa Simpang
Tiga Kecamatan Sukadana Kabupaten Kayong Utara )

SKRIPSI
Oleh :
ANDI SULAIMANA
NPM : 081510654
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONTIANAK
TAHUN 2010

....... ......
(ALLAH SWT) Yang Menjadikan Mati dan Hidup supaya Dia menguji
kamu siapa yang terbaik amalnya (Qs.67:2)
Semakin bertambah Ilmuku semakin sadarlah aku betapa ilmuku
teramat sedikit ( Imam Asy-Syafii)
Berilmu amaliah dan beramal ilmiah, tiap insan beramal sebatas
keilmuannya, seutama-utama ilmu adalah ilmu tentang sang pemilik
hakiki ilmu tersebut
Skripsi ini kupersembahkan kepada ALLAH Azza Wa Jalla
atas segala rahmat dan nikmat-Nya yang tak terhingga,
kiranya semoga aku bisa menjadi hamba-Nya yang selalu
bersyukur....Aamiin.
Kepada kedua Orang Tuaku atas Doa dan restunya

Kepada saudaraku yang kusayangi atas segala bantuan dan


Motivasinya
Kepada rekan-rekan kerja Puskesmas Siduk Kec. Sukadana
atas bantuannya selama penelitian di Siduk Sukadana.
By. Andi Sulaimana
LEMBAR PENGESAHAN
Dipertahankan di Depan Dewan Penguji Skripsi
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pontianak
Dan Diterima Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Guna Memperoleh

Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)


Pada Tanggal, Oktober 2010
Dewan Penguji
1. Linda Suwarni., SKM., M.Kes
2. Rochmawati., SKM
3. Lidia Hastuti., S.SiT., M.Kes
4. Drs. H. Mardjan., M.Kes
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONTIANAK
DEKAN
(Drs. H. Mardjan., M.Kes)
NIDN: 006075408
Diposkan oleh Ibnu_abihurairah di 06:29
Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke Google
Buzz
0 komentar:
Poskan Komentar
Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda
Langgan: Poskan Komentar (Atom)
Laman

Beranda

<!--[if gte mso 9]> Normal 0 f...

Pengikut
Arsip Blog

2011 (7)
o April (7)

Islamku Kini

Kesehatan Gigi

<!--[if !mso]> v\:* {behavior:url(#default#VML);}...

Penyuluhan Kesehatan Gigi (Andi)

Penyuluhan Kesehatan Gigi. (Skripsi)

Biodata Skripsi

Skripsi Penyuluhan Kesehatan Gigi

2010 (1)

Mengenai Saya

Ibnu_abihurairah
ALLAHU A'lam
Lihat profil lengkapku
Template Simple. Didukung oleh Blogger.
36
2.
Situmorang N.
Dampak karies
gigi dan penyakit periodontal terhadapkualitas hidup
. Pidato pengukuhan jabatan guru besar tetap USU 2005 :3-4.
3.
Riyanti E.
Pengenalan dan perawatan kesehatan gigi anak sejak dini

.Seminar sehari kesehatan psikologi anak,2005.


4.
Zatnika I.
89% Anak menderita pen yakit gigi dan mulut
.<http://www.depkes.go.id/inex.php?option=article&itemid=3> (25 Agustus2009).
5.
Dwiati L.
Pengaruh model pencegahan karies gigi dan gingivitis terhadap status kesehatan gigi
anak sekolah dan efisiensi sumber daya program UKGS di Provinsi DKI Jakarta tahun 2002
. <http://www.pdpersi.co.id/?show=mail>(25 Agustus 2009)
6.
Octiara E., Rosnawi Y.
Karies gigi, oral higiene dan kebiasaanmembersihkan gigi pada anak-anak panti
Karya Pungai di Binjai
. DentikaDental J 2001;6(1):18-23.
7.
Department of Education Republic of the Philippines.
Promoting oral healthin public elementary schools
. DepEd ORDER No.73,19 September 2007.
8.
A n g e l a A.
Pencegahan primer pada anak yang beresiko karies tinggi
.Dentika Dent J 2005; 38(3): 130-4.
9.
Herijulianti E., Indriani TS., Artini S.
Pendidikan kesehatan gigi
. J a k a r t a : EGC Penerbit Buku Kedokteran,2002: 119-132.
10.
Dewi O.
Usaha kesehatan gigi sekolah (Bahan ajar)
. Medan : Bagian IlmuKedokteran Pencegahan/ Kesehatan Gigi Masyarakat FKG USU, 2004.
37
11.
Pratiwi N.
Hubungan karakteristik organisasi dengan kinerja program UKGS ( U s a h a K e s e h a t a n G i g i
Sekolah) kota Binjai tahun 2006
: Tesis, SekolahPascasarjana Universitas Sumatera Utara, 2007.
12.
Chemiawan E., Gartika M., Indriyanti R.
Perbedan prevalensi karies padaa n a k s e k o l a h d a s a r d e n g a n p r o g r a m U K G S d a n
tanpa UKGS tahun 2004
.Bandung : Universitas Padjadjaran, 2004.
13.
Hutahaean JR., Hesty ES., Rosa NH., Kristina IS., Nancy TU., Eka
P.

Laporan kegiatan kepaniteraan klinik ilmu kesehatan gigi masyarakat


diPuskesmas Polonia kecamatan Medan Polonia tanggal 17-20
S e p t e m b e r 2007
. Medan: Departemen Kedokteran Gigi Pencegahan/Kesehatan GigiMasyarakat FKG
USU, 2007.
14.
Magdarina D.
Metode pelayanan kesehatan gigi pada murid sekolah dasar d a l a m r a n g k a
peningkatan pemerataan pelayanan.
<http://digilib.litbang.depkes.go.id/go.php?id>
15.
Departemen Kesehatan RI.
P e d o m a n p e l a k s a n a a n u s a h a k e s e h a t a n g i g i sekolah
, Jakarta : Departemen Kesehatan RI, 1996.
16.
Yayasan Kesehatan Gigi Indonesia.
Program YKGI
. Homepage of YayasanKesehatan Gigi Indonesia 2009.
<http://www.ykgi.or.id/program.html> (25 Agustus 2009).
17.
Astuti TE.
Total quality management dalam pendidikan kesehatan gigi di sekolah
. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,2006 : 19-47.
18.
Yayasan Kesehatan Gigi Indonesia.
Program pelayanan UKGS
<.http://www.ykgi.or.id/program.html> (11 September 2009).
38
19.
Rusli M., Gondhoyoewono T.
Pengaruh metode bermain terhadapp e n y u l u h a n k e s e h a t a n g i g i d a n m u l u t
. <http://www.pdgi-online.com> ( 1 1 September 2009)
20.
Nugrahani D.
Usaha kesehatan gigi sekolah
.<Puskesmas Berbah Jogja.html>(11September 2009).
21.
World Health Organization.
O r a l h e a l t h s u r v e ys b a s i c m e t h o d s
. 4 t h e d . Geneva, 1997: 7-8.
22.
Departemen Kesehatan RI.
Pedoman pelayanan kesehatan gigi dan mulut
.Jakarta : Departemen Kesehatan RI, 2000.
23.

Tarigan R.
Karies gigi
. Hipokrates, Jakarta,1999 : 1-2.
24.
W ik i p e d i a . D e n t a l c a r i e s . < http://en.wikipedia.org/wiki/dental caries.html>(25 Agustus
2009).
25.
Pintauli S., Hamada T.
Menuju gigi dan mulut sehat
. M e d a n : U S U P r e s s , 2008: 10-15.
26.
Van Palenstein HW.
A n e w i n d e x t o a s s e s t h e c o n s e q u e n c e s o f u n t r e a t e d caries in children
. Seminar RDM&E IV. Medan, November 18-20, 2009.
27.
Van Palenstein HW., Monse B., Heinrich-Weltzien., Benzian H., Holmgren C.
P U FA- a n i n d e x o f c l i n i c a l c o n s e q u e n c e s o f u n t r e a t e d d e n t a l c a r i e s
.Community Dentistry and Oral Epidemiology 2010;38(1):7782.<http://www.w3.org/TR/html4/strict.dtd> (abstract) (1Maret 2010).
28.
Ariningrum R.
Beberapa cara menjaga kebersihan gigi dan mulut
. CerminDunia Kedokteran 2000;(126):45-51

Anda mungkin juga menyukai