Anda di halaman 1dari 30

TUGAS KEPERAWATAN HOLISTIK, TRANSKULTURAL & TERAPI

KOMPLEMENTER

TINJAUAN ASPEK ETIK & HUKUM PRAKTIK TERAPI KOMPLEMENTER

Diajukan untuk memenuhi syarat salah tugas Mata Kuliah Keperawatan Holistik,
Transkultural & Terapi Komplementer

Dosen Pengampu :

Kusman Ibrahim, S.Kp., MNS., Ph.D

Disusun Oleh :

Ns. Moch Chandra Bara, S.Kep.


220120190502

KEPERAWATAN KOMUNITAS

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS PADJAJARAN 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur di haturkan kepada Allah SWT, yang memberikan rahmat dan
nikmat-Nya sehingga penulis dapat Menyusun makalah untuk tugas mata kuliah
“Keperawatan Holistik, Transkultural dan Terapi Komplementer”. Tak lupa pula
sholawat dan salam tercurah tak henti – hentinya untuk junjungan kita Nabi
Muhammad SAW, beserta keluarga, kerabat dan sahabat yang telah
menghantarkan kita pada zaman yang lebih baik dan terhindar dari kefasikan.
Penulis sepenuhnya menyadari dalam penulisan makalah ini jauh dari kata
sempurna dengan beragam hambatan dan keterbatasan serta referensi penulis
terkait keperawatan komplementer, akan tetapi dengan penuh kesungguhan
penulis membuat makalah ini dan dapat diselesaikan dalam waktu yang telah
ditentukan.
Tak banyak harapan penulis dalam pembuatan makalah ini, hanya saja
penulis berharap agar makalah ini dapat memperluas wawasan dan informasi baik
penulis pribadi maupun pembaca makalah ini khususnya dalam “Aspek Legal dan
Etik pada Terapi Komplementer” maupun wawasan keperawatan itu sendiri.
Demikian penulis mengharapkan walaupun dengan penuh keterbatasan dan
hambatan yang ada, makalah ini mampu membimbing kita semua dalam
meningkatkan pengetahuan dan informasi serta menjadi motivasi untuk lebih
banyak membaca khususnya tentang “Aspek Legal dan Etik dalam Terapi
Komplementer”

Bandung, 02 Maret 2021

Ns. Moch Chandra Bara, S.Kep


DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR...............................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..................................................................................1
B. Rumusan Masalah.............................................................................3
C. Tujuan...............................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Keperawatan Komplementer
1. Pengertian.................................................................................... 4
2. Prinsip..........................................................................................5
3. Tujuan.......................................................................................... 7
4. Klasifikasi....................................................................................7
5. Jenis..............................................................................................8
B. Terapi Komplementer Bekam
1. Pengertian................................................................................ 13
2. Jenis Bekam............................................................................. 13
3. Titik Bekam.............................................................................15
C. Tinjauan Aspek Etik dan Hukum Terapi Komplementer Bekam
1. Aspek Etik..................................................................................16
2. Aspek Legalitas Hukum.............................................................18
BAB III PENUTUP................................................................................24

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sikap terhadap kesehatan, nilai, keyakinan dan persepsi seseorang

mempengaruhi cara pandang orang tersebut dalam menilai kesehatan fisik,

emosional, sosial, perkembangan intelektual dan spiritual. Perawat dan pasien

menentukan tujuan Bersama dalam mencapai suatu tingkat kesehatan yang baik

serta optimal (Meleis, 1990). Seiring dengan persepsi tersebut maka kebutuhan

masyarakat khususnya dalam bidang pelayanan kesehatan memunculkan berbagai

metode untuk meraih kondisi kesehatan yang optimal salah satunya dengan

mengambil langkah pengobatan alternatif yang disebut juga terapi komplementer.

Terapi komplementer ini sendiri merupakan gabungan antara pengobatan tradisional

dan perkembangan pengobatan modern yang dipengaruhi aspek penting berupa

kehadiran dan komunikasi (Lindquist et al., 2014)

Terapi komplementer akhir-akhir ini menjadi isu di banyak negara. Masyarakat

menggunakan terapi ini dengan alasan keyakinan, keuangan, reaksi obat kimia dan

tingkat kesembuhan. Pada dasarnya terapi komplementer telah didukung berbagai

teori, seperti teori Nightingale, Roger, Leininger, dan teori lainnya. Terapi

komplementer dapat digunakan di berbagai level pencegahan. (Widyatuti, 2008)

Fenomena terapi komplementer muncul dengan berbagai praktik pengobatan non

konvensional seperti dengan ramuan, terapi herbal, akupuntur, pijat, bekam dan lain-

lain. Terapi komplementer sendiri diartikan sebagai suatu cara penyembuhan yang

didasari oleh system, modalitas serta praktik berbasis kesehatan yang didukung oleh

teori, sugesti ataupun kepercayaan. (Hamijoyo, 2003)

4
Untuk itu penting bagi kita selaku perawat untuk memahami berbagai aspek

dari terapi komplementer ini sendiri. Perawat adalah orang yang telah lulus

pendidikan keperawatan, baik di dalam maupun di luar negeri, sesuai ketentuan

perundang undangan yang berlaku (Republik Indonesia Keputusan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia, 2001). Menurut Wardah, Febrina, Dewi (2017)

berpendapat bahwa perawat adalah tenaga yang bekerja secara professional

memiliki kemampuan, kewenangan dan bertanggung jawab dalam melaksanakan

asuhan keperawatan. Dalam sejarahnya profesi keperawatan telah banyak

mengalami perkembangan, dalam upaya meningkatkan keprofesionalitasnya seorang

perawat perlu mempunyai kerangka dasar dalam melaksanakan praktek keperawatan

yaitu pandangan dasar tentang hakekat manusia dan esensi keperawatan. Pandangan

dasar tersebut yaitu memandang manusia secara utuh (holistik) meliputi dimensi

fisiologis, psikologis, sosiokultural dan spiritual (Hidayat, 2008).

Sebagai seorang tenaga kesehatan, seorang perawat memiliki batasan - batasan

berdasarkan aspek legal etik dalam keilmuannya dalam melakukan tindakan.

Permasalahan yang sering terjadi dilapangan perawat sering melupakan legalitas dan

batasan-batasan tindakan yang bisa diberikan dalam ranah ruang likup profesi

keperawatan sehingga perawat sering dipandang melakukan mal-praktik khususnya

tentang terapi komplementer. Pemahaman perawat tentang aspek legal dan etik

hukum perlu di tingkatkan agar perawat semakin paham tentang aspek legal dan etik

hukum.

Pengobatan komplementer merupakan suatu fenomena yang muncul saat ini

diantara banyaknya fenomena-fenomena pengobatan non konvensional yang lain,

seperti pengobatan dengan ramuan atau terapi herbal, akupunktur, dan bekam.

Definisi CAM (Complementary and Alternative Madacine) suatu bentuk

5
penyembuhan yang bersumber pada berbagai system, modalitas dan praktek

kesehatan yang didukung oleh teori dan kepercayaan (Hamijoyo, 2003)

Masyarakat luas saat ini mulai beralih dari pengobatan modern (Medis) ke

pengobatan komplementer, meskipun pengobatan modern juga sangat popular di

perbincangkan di kalangan masyarakat, sebagai contoh banyak masyarakat yang

memilih mengobatkan keluarga mereka yang patah tulang ke pelayanan non medis

(sangkal putung) dari pada mengobatkan ke Rumah Sakit ahli tulang. Sakit adalah

suatu alasan yang paling umum untuk mencari pengobatan demi memperoleh

kesembuhan. Hal ini dibuktikan di salah satu Negara modern (Israel), dimana dalam

subuah penelitian tentang penggunaan klinik pengobatan komplementer untuk

pengobatan nyeri. Di negara tersebut ada 395% terlihat warga yang mengunjungi

klinik pengobatan komplementer, 69 pasien (46,6%) dengan nyeri punggung, nyeri

lutut 65 (43,9%), dan 28 (32,4%) lainnya nyeri tungkai (Peleg, 2011)

Menurut World Health Organization (WHO, 2003) dalam Lusiana (2006),

Negara-negara di Afrika, Asia, dan Amerika Latin menggunakan obat herbal

sebagai pelengkap pengobatan primer yang mereka terima. Bahkan di Afrika

sebanyak 80% dari populasi menggunakan obat herbal untuk pengobatan primer

(WHO, 2003). Bahkan (WHO) merekomendasikan penggunaan obat tradisional

termasuk herbal dalam pemeliharaan kesehatan masyarakat, pencegahan, dan

pengobatan penyakit, terutama untuk penyakit kronis, penyakit degenerative, dan

kanker. WHO juga mendukung upayaupaya dalam peningkatan keamanan dan

khasiat dari obat tradisional.

Beberapa rumah sakit di Indonesia, pengobatan komplementer ini sudah mulai

diterapkan sebagai terapi penunjang atau sebagai terapi pengganti bagi pasien yang

menolak pengobatan konvensional. Terapi komplementer dapat dilakukan atas

6
permintaan pasien sendiri ataupun atas rujukan dokter. Diharapkan dengan

penggabungan pengobatan konvensional komplementer bisa didapatkan hasil terapi

yang lebih baik. Di Indonesia, Rumah Sakit Kanker “Dharmais “Jakarta merupakan

salah satu dari 12 rumah sakit yang telah ditunjuk oleh Departemen Kesehatan untuk

melaksanakan dan mengembangkan pengobatan komplementer ini.

Perawat berperan dalam pelaksanaan pengobatan komplementer-alternatif

dalam institusi rumah sakit maupun secara mandiri. Terapi komplementer adalah

salah satu model terapi yang digunakan perawat dalam melakukan perawatan

kepada pasien. Model filosofi holistik dan peduli (caring ) dalam pemberian

terapikomplementer menjadi aspek penting dalam perawatan. Merawat diri sendiri

bahkanlebih penting dalam perawatan kesehatan di mana hal ini dilatih oleh perawat

dan profesional kesehatan lainnya hari ini (Lindquist, Snyder, & Tracy, 2014)

Sebagai seorang tenaga kesehatan khususnya seorang perawat yang memiliki

batasan-batasan berdasarkan aspek legal etik dalam keilmuannya dipandang perlu

mengetahui lebih banyak aspek-aspek legal secara hukum dan etik dalam

memberikan pengobatan altenatif atau terapi komplementer kepada pasien

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Konsep Terapi Komplementer didalam Keperawatan ?
2. Bagaimana Terapi Komplementer Keperawatan Bekam ?
3. Bagaimana Aspek Etik dan Hukum Terapi Komplementer Bekam?

C. Tujuan
1. Diketahuinya Konsep Terapi Komplementer didalam Keperawatan.
2. Diketahuinya Terapi Komplementer Keperawatan Bekam.
3. Diketahuinya Aspek Etik dan Hukum Terapi Komplementer Bekam.

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Terapi Komplementer

1. Pengertian

Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan professional yang

merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu

dan kiat keperawatan ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, dan

masyarakat baik sehat maupun sakit yang mencakup seluruh proses

kehidupan manusia (Purwanto, 2013). Sedangkan pengertian terapi

komplementer dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), terapi adalah

usaha untuk memulihkan kesehatan orang yang sedang sakit, pengobatan

penyakit, perawatan penyakit.

Komplementer adalah bersifat melengkapi, bersifat menyempurnakan.

Pengobatan komplementer dilakukan dengan tujuan melengkapi pengobatan

medis konvensional dan bersifat rasional yang tidak bertentangan dengan

nilai dan hukum kesehatan di Indonesia (Purwanto, 2013). Menurut WHO

(World Health Organization), pengobatan komplementer adalah pengobatan

yang nonkonvensional yang bukan berasal dari Negara yang bersangkutan,

sehingga untuk Indonesia jamu misalnya, bukan termasuk pengobatan

komplementer tetapi merupakan pengobatan tradisional. Pengobatan

tradisional yang dimaksud adalah pengobatan yang sudah dari zaman dahulu

8
digunakan dan diturunkan secara turun-temurun pada suatu Negara

(Purwanto, 2013).

2. Prinsip Keperawatan Komplementer

Terapi komplementer dikenal dengan terapi tradisional yang

digabungkan dalam pengobatan modern. Komplementer adalah penggunaan

terapi tradisional ke dalam pengobatan modern (Andrews et al., 1999).

Terminologi ini dikenal sebagai terapi modalitas atau aktivitas yang

menambahkan pendekatan ortodoks dalam pelayanan kesehatan (Crips &

Taylor, 2001). Terapi komplementer juga ada yang menyebutnya dengan

pengobatan holistik. Pendapat ini didasari oleh bentuk terapi yang

mempengaruhi individu secara menyeluruh yaitu sebuah keharmonisan

individu untuk mengintegrasikan pikiran, badan, dan jiwa dalam kesatuan

fungsi (Smith et al., 2004).

Pendapat lain menyebutkan terapi komplementer dan alternatif

sebagai sebuah domain luas dalam sumber daya pengobatan yang meliputi

sistem kesehatan, modalitas, praktik dan ditandai dengan teori dan

keyakinan, dengan cara berbeda dari sistem pelayanan kesehatan yang

umum di masyarakat atau budaya yang ada (Complementary and alternative

medicine/CAM Research Methodology Conference, 1997 dalam Snyder &

Lindquis, 2002). Terapi komplementer dan alternatif termasuk didalamnya

seluruh praktik dan ide yang didefinisikan oleh pengguna sebagai

pencegahan atau pengobatan penyakit atau promosi kesehatan dan

kesejahteraan.

9
Definisi tersebut menunjukkan terapi komplemeter sebagai

pengembangan terapi tradisional dan ada yang diintegrasikan dengan terapi

modern yang mempengaruhi keharmonisan individu dari aspek biologis,

psikologis, dan spiritual. Hasil terapi yang telah terintegrasi tersebut ada

yang telah lulus uji klinis sehingga sudah disamakan dengan obat modern.

Kondisi ini sesuai dengan prinsip keperawatan yang memandang manusia

sebagai makhluk yang holistik (bio, psiko, sosial, dan spiritual).

Prinsip holistik pada keperawatan ini perlu didukung kemampuan

perawat dalam menguasai berbagai bentuk terapi keperawatan termasuk

terapi komplementer. Penerapan terapi komplementer pada keperawatan

perlu mengacu kembali pada teori-teori yang mendasari praktik

keperawatan. Misalnya teori Rogers yang memandang manusia sebagai

sistem terbuka, kompleks, mempunyai berbagai dimensi dan energi. Teori

ini dapat mengembangkan pengobatan tradisional yang menggunakan energi

misalnya tai chi, chikung, dan reiki. Teori keperawatan yang ada dapat

dijadikan dasar bagi perawat dalam mengembangkan terapi komplementer

misalnya teori transkultural yang dalam praktiknya mengaitkan ilmu

fisiologi, anatomi, patofisiologi, dan lain-lain. Hal ini didukung dalam

catatan keperawatan Florence Nightingale yang telah menekankan

pentingnya mengembangkan lingkungan untuk penyembuhan dan

pentingnya terapi seperti musik dalam proses penyembuhan. Selain itu,

terapi komplementer meningkatkan kesempatan perawat dalam

menunjukkan caring pada klien (Snyder &Lindquis, 2002) dalam

(Widyatuti, 2008).

10
3. Tujuan

Menurut Purwanto (2013) tujuan terapi komplementer secara umum

adalah :

a. Memperbaiki fungsi dan sistem kerja organ-organ tubuh secara

menyeluruh.

b. Meningkatkan sistem kekebalan tubuh terhadap penyakit.

c. Menstimulasi dan mengaktifkan mekanisme penyembuhan alami tubuh.

Terapi komplementer bertujuan untuk memperbaiki fungsi dari

sistem- sistem tubuh, terutama sistem kekebalan dan pertahanan tubuh agar

tubuh dapat menyembuhkan dirinya sendiri yang sedang sakit, karena tubuh

kita sebenarnya mempunyai kemampuan untuk menyembuhkan dirinya

sendiri, asalkan kita mau mendengarkannya dan memberikan respon dengan

asupan nutrisi yang baik dan lengkap serta perawatan yang tepat.

4. Klasifikasi Terapi Komplementer

Terapi komplementer mengadopsi dari kearifan budaya suatu bangsa

yang berarti terapi yang didapatkan melalui proses sosial yang bukan

merupakan sistem yang baku dalam pelayanan kesehatan namun cukup kuat

untuk menentukan kepercayaan terhadap penyakit dan penyembuhannya.

Sehingga dalam penerapannya dapat dimodifikasi oleh terapis sesuai dengan

kemampuannya, tetapi hasil akhirnya adalah tindakan tersebut berefek

positif bagi kesehatan pasien. Dalam hal ini kemampuan terapis secara

kognitif, afektif dan psikomotor sangat menentukan keberhasilan terapi.

Ruang

11
lingkup tindakan komplementer yang berlandaskan ilmu pengetahuan

biomedik dan ditetapkan oleh menteri kesehatan adalah:

a. Intervensi Tubuh dan Fikiran (Mind and body intervension).

b. Sistem Pelayanan Pengobatan Alternatif (Alternative System of Medical

Practice).

c. Cara penyembuhan manual (Manual Healing Methods).

d. Pengetahuan farmakologi dan biologi (Pharmakologic and Biologic

Treatments).

e. Diet dan nutrisi untuk pencegahan dan pengobatan (Diet and Nutrition

the Prevebtion and Treatment of Desease).

f. Cara lain dalam diagnosa dan pengobatan (Unclassified Diagnostic and

Treatment Methods).

5. Jenis Terapi Keperawatan Komplementer yang Ada di Indonesia

a. Komplementer Medik

Jenis tindakan ini berdasarkan pada ilmu biomedik dan telah

diterima oleh kedokteran konvensional dan dalam penyelenggaraannya

dilakukan oleh dokter, dokter gigi dan tenaga kesehatan lainnya yang

memiliki sertifikat kompetensi dan keahlian khusus di bidang pengobatan

komplementer. Peraturan ini diatur melalui Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor 1109/MENKES/per/2007 tentang

Penyelenggaraan Pengobatan Komplementer Alternatif di Fasilitas

Pelayanan Kesehatan. Dokter berperan sebagai leader atau yang

12
bertanggung jawab terhadap tindakan komlementer yang diberikan

kepada klien.

Kedudukan tenaga kesehatan lainnya yang ikut berperan di dalam

terapi ini adalah perawat, bidan, fisioterapi yang mempunyai sertifikat

kompetensi dan diakui oleh organisasi profesi maupun lembaga yang

berwenang dalam uji kompetensi tersebut. Berbeda dengan tindakan

komplementer keperawatan, pada tindakan komplementer medis ini

diselenggarakan di fasilitas pelayanan kesehatan: Rumah Sakit, Praktik

berkelompok maupun perorangan dan harus mempunyai dokter

penanggung jawab. Perawat dapat melakukan tindakan komplementer

medik dengan menjadi pembantu dokter (assisten) dalam menjalankan

tindakan komplemete tersebut. Syarat yang harus dipenuhi untuk

melakukan tindakan komplementer medis di fasilitas pelayanan

kesehatan tersebut meliputi:

1) Mempunyai ijazah pendidikan tenaga kesehatan (dokter, dokter gigi,

perawat, dll).

2) Mendapatkan rekomendasi dari organisasi profesi.

3) Mempunyai sertifikat dan dinyatakan lulus uji kompetensi keahlian

tertentu di bidang pengobatan kompelmenter.

4) Mempunyai SBR-TPKA (Surat Bukti Registrasi Tenaga Pengobatan

Komplementer-Alternatif).

5) Mempunyai ST-TPKA (Surat Tugas Tenaga Pengobatan

Komplementer Alternatif).

13
6) Mempunyai SIK-TPKA (Surat Ijin Kerja Tenaga Pengobatan

KomplementerAlternatif)

Sedangkan untuk penetapan tindakan komplementer yang dapat

dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan ditetapkan oleh Menteri

Kesehatan. Di Negara Indonesia terdapat 3 jenis teknik pengobatan

komplementer medis yang telah diintegrasikan ke dalam pelayanan medis

konvensional, yaitu :

1) Akupuntur medik yaitu metode pengobatan alternatif yang telah

dilandasi dengan ilmu biomedik serta bersinergis dengan pengobatan

konvensional. Disebut pengobatan alternatif karena akupuntur adalah

pengobatan tradisional dari Cina yang digunakan di Indonesia.

Akupuntur bermanfaat dalam mengatasi berbagai kondisi kesehatan

tertentu dan juga sebagai analgesi (pereda nyeri).

2) Terapi hiperbarik, yaitu metode terapi dimana pasien berada di dalam

sebuah ruangan dan diberikan tekanan oksigen murni. Terapi ini

sering digunakan pada pasien dengan kasus gangrene untuk mencegah

amputasi.

3) Terapi herbal medik, yaitu terapi dengan menggunakan obat bahan

alam, baik berupa herbal terstandar dalam kegiatan pelayanan

penelitian maupun berupa fitofarmaka.

b. Komplementer Tradisional

Sesuai degan peraturan Menteri Kesehatan definisi pengobatan

komplementer tradisional alteranatif adalah pengonatan non

konvensional

14
yang ditujukan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat

meliputi upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang

diperoleh melalui pendidikan terstruktur dengan kualitas, keamanan dan

efektifitas yang tinggi berlandaskan ilmu pengetahuan biomedik tapi

belum diterima dalam kedokteran konvensional.

Dalam penyelenggaraannya harus sinergi dan terintegrasi dengan

pelayanan pengobatan konvensional dengan dengan tenaga

pelaksanaannya dokter, dokter gigi dan tenaga kesehatan lainnya yang

memiliki pendidikan dalam bidang pengobatan komplementer tradisional

alternatif. Jenis pengobatan komplementer tradisional alternatif yang

dapat diselenggarakan secara sinergi dan terintegrasi harus ditetapkan

oleh Menteri Kesehatan setelah melalui pengkajian. Jenis pelayanan

pengobatan komplementer alternatif berdasarkan Peremenkes RI, Nomor

1109/Menkes/Per/2007 adalah :

1) Intervensi tubuh dan pikiran (mind and body interventions):

Hipnoterapi, mediasi, penyembuhan spiritual, doa, dan yoga.

2) Sistem pelayanan pengobatan alternatif: akupuntur, akupresur,

naturopati, homeopati, aromaterapi, ayurveda.

3) Cara penyembuhan manual: chiropractice, healing touch, tuina,

shiatsu, osteopati, pijat urut.

4) Pengobatan farmakologi dan biologi: jamu, herbal, gurah.

5) Diet dan nutrisi untuk pencegahan dan pengobatan: diet makro

nutrient, mikro nutrient.

15
6) Cara lain dalam diagnosa dan pengobatan: terapi ozon, hiperbarik,

EECP.

c. Komplementer Keperawatan

Menurut Purwanto (2013) dengan dikeluarkannya Peraturan dan

Keputusan Menteri Kesehatan maka perawat sebagai penyedia jasa

layanan kesehatan dan klien sebagai penerima layanan kesehatan akan

memperoleh perlindungan hukum terhadap tindakan yang dilakukan.

Sebagai upaya mempertahankan ekstensi dan manajemen profesi

keperawatan di Indonesia maka sikap sebagai seorang perawat harus

terus mendukung terealisasinya Undang-Undang Keperawatan.

Jenis tindakan komplementer keperawatan selain berpedoman pada

peraturan dan keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, perawat

dalam melaksanakan jenis tindakan keperawatan komplementer

berpedoman pada kaidah intervensi NIC (Nursing Intervention

Classification) yang dikembangkan dan dikaitkan dengan kategori

diagnosis keperawatan yang diakui oleh North

American Nursing Diagnosis Association (NANDA).

NANDA adalah suatu badan formal yang dibentuk oleh asosiasi

perawat amerika untuk meningkatkan, mengkaji kembali dan

mengesahkan daftar terbaru dari diagnosis keperawatan yang digunakan

oleh perawat praktisi. Menurut Perry & Potter (2004) dalam Purwanto

(2013) dalam fundamental of nursing menyebutkan bahwa strategi

penatalaksanaan nyeri non farmakologis dapat diterapkan sebagai

tindakan

16
keperawatan holistik. Pada implementasi terapi holistik di Indonesia,

strategi tindakan holistik dipandang sebagai tindakan komplementer.

B. Terapi Komplementer Bekam

1. Pengertian

Cupping Therapy atau bekam merupakan metode pengobatan dengan

cara mengeluarkan darah kotor dari dalam tubuh melalui permukaan

kulit. Pengobatan ini sudah dikenal sejak ribuan tahun sebelum

masehi. Nama lainnya adalah canduk, canthuk, kop, mambakan, di

eropa dikenal dengan istilah Cupping Therapeutic Method (Kasmui,

2010). Cupping Therapy merupakan suatu metode pembersihan

darah dengan mengeluaran sisa toksid dalam tubuh melalui

permukaan kulit dengan cara cupping (Santoso, 2012).

2. Jenis Bekam

Beragam catatan sejarah yang berbeda menunjukkan prosedur dan

metode bekam yang bervariasi. Hal ini tidak bisa dilepaskan dari sejarah

asal dan budayanya. Menurut Sayed et al. (2013) secara umum bekam

terbagi menjadi dua jenis bekam yaitu bekam kering (Dry Cupping) dan

bekam basah (Wet Cupping). Kedua jenis bekam ini diyakini dapat

mngeluarkan cairan dan toksin, membantu peredaran darah pada otot dan

kulit serta mampu menstimulasi sistem saraf tepi. Dalam penelitian terkait

metode bekam, bekam kering dan basah dijabarkan dalam beberapa

perbedaan mendasar (Sayed et al., 2013).

17
Salah satu poin yang dijabarkan adalah perbedaan langkah-langkah

yang digunakan dalam praktek perlakuan bekam kering dan basah. Pada

perlakuan bekam kering langkah yang dilakukan hanya terdiri dari

penghisapan atau penyedotan pada titik yang telah ditentukan, sedangkan

pada bekam basah terdiri dari penghisapan atau penyedotan disertai oleh

perlukaan area tersebut. Beberapa jenis bekam yang berkembang antara lain:

a. Retained Cupping (dry cupping) therapy atau bekam kering adalah

perlakuan bekam yang paling umum digunakan pada pengobatan Cina.

Pada jenis bekam ini tidak ada darah yang keluar atau tidak dilakukan

perlukaan pada kulit.

b. Bleeding Cupping (wet cupping) therapy atau dengan kata lain bekam

basah. Prosedur yang dilakukan pda bekam ini terdiri dari 2 langkah yaitu

penghisapan pada permukaan kulit kemudian dilanjutkan dengan

perlukaan yang menjadi jalan keluarnya cairan darah. Bekam jenis ini

banyak dilakukan oleh mayoritas muslim di dunia dan dikenal dengan

istilah hijamah.

c. Moving Cupping adalah metode bekam yang menggerakan cawan secara

lembut pada satu arah.

d. Empty Cupping Therapy adalah bekam yang dilakukan dengan cara

melepaskan cawan bekam dengan segera setelah dilakukan penghisapan.

e. Needle Cupping adalah perpaduan antara penggunaan metode bekam

dengan jarum akupuntur.

18
f. Medicinal (Herbal) Cupping adalah metode bekam yang menggunakan

gelas/cawan bambu dengan rebusan obat herbal selama 30 menit yang

diikuti dengan penghisapan pada titik tertentu dan penggunaan batang

yang berapi (Moxibusi).

g. Water Cupping Therapy adalah metode bekam dengan menggunakan

cawan bambu dan air hangat.

3. Titik – Titik Bekam

Menurut Santoso (2012) di bawah ini adalah titik cupping

therapy berdasarkan jenis penyakitnya :

a. Ummu Mughits (puncak kepala) Titik tersebut berada di ubun-ubun dan

bermanfaat untuk mengatasi vertigo, migraine, sakit kepala menahun.

b. Al-Akhada’ain (dua urat leher) titik ini adalah dua urat disamping kiri

dan kanan leher. Posisinya di bawah garis batas rambut kepala belakang

sejajar tulang servikal 3-7. Manfaatnya mengatasi hipertensi, stroke, sakit

bagian kepala dan wajah.

c. Al-Kaahil (pundak) Titik ini berada di ujung atas tulang belakang.

Bermanfaat untuk masalah penyakit sekita kepala dan saraf serta 72

penyakit lain.

d. Al-Katifain (bahu kiri dan kanan) Titik ini berada di bahu kiri dan kanan

bermanfaat untuk hipertensi, nyeri bahu, stroke, sakit leher.

e. Dua jari di bawah pundak Bermanfaat untuk penyakit bronchitis, batuk,

sesak nafas, asi kurang, asma dan stroke.

19
f. Belikat kiri dan kanan Bermanfaat untuk gangguan paru-paru, gangguan

jantung, saluran pernafasan, stroke, dan masuk angina

g. Ala- Warik (pinggang) Posisinya pertemuan otot gluteus maximus dengan

gluteus medius bawah, kiri dan kanan. Bermanfaat untuk

masalah gangguan ginjal, sakit pinggang, haid tidak lancer,

susah buang air kecil.

h. Ala Dzohril Qadami (betis) Titik ini berada di betis kiri dan kanan.

Mengatasi gangguan asam urat, kesemutas, pegal-pegal, stroke.

C. Etik dan Hukum Praktik Terapi Komplementer Bekam

1. Aspek Etik Bekam

Etik merupakan landasan perilaku seseorang dalam memutuskan benar

atau salah dalam suatu tindakan atau perilaku. Bioethics, Biomedical ethics,

dan medical ethics adalah komponen Etik yang memiliki hubungan erat

dalam pelayanan kesehatan serta hubungan antara tenaga kesehatan dan

pasien. Etika keperawatan merupakan standar acuan untuk mengatasi segala

macam masalah yang dilakukan oleh praktisi keperawatan terhadap para

pasien yang tidak mengindahkan dedikasi moral dalam pelaksanaan

tugasnya (Amelia, 2013).

Dalam pelayanan keperawatan Persatuan Perawat Nasional Indonesia

(PPNI) menetapkan kode etik perawat yang selanjutnya diterapkan atau

dilaksanakan oleh komisi etik pelayanan keperawatan, sehingga hal ini akan

mengarahkan seorang perawat dalam menentukan keputusan benar atau

salah

20
asuhan keperawatan maupun perilaku seorang perawat dari segi etik.

beberapa aspek etik keperawatan dalam pelayanan kesehatan pengobatan

komplementer diantaranya (Breen et al, 2010) :

a) Integritas dan Kejujuran : seorang praktisi pengobatan komplementer

yang ada di indonesia harus dituntuk untuk membuktikan secara fakta

dan berkhasiat atas pengobatan dan tindakan yang diberikan kepada

pasien. hal ini perlu pembuktian dari pengobatan itu sendiri karena

menyangkut dengan nyawa seorang pasien. contohnya dalam

memberikan obat yang bersifat vitamin, obat vitamin itu tidak memiliki

efek samping akan tetapi tidak menyembuhkan penyakit dan itu telah

dibuktikan secara klini. pada hal ini, terapi komplementer yang biasanya

memberikan jaminan kesehatan pada pasien harus membuktikan khasiat

dan manfaat pada pasien dan bila bertentangan,maka terapi

komplementer ini dianggap bohong.

b) Conflict of Interest : Pengobatan Komplementer adalah Konflik yang

menyudutkan kita. adanya motif yang mungkin saja melatar belakangi

pemberian terapi komplementer pada pasien dan obat – obatan yang

diberikan pada pasien yang itu benar atau tidak, karena bisa saja terjadi

pada terapi komplementer. misalnya saja terapi yang berlogokan bebas

biaya yang diberikan oleh penyelenggara terapi komplementer, pasti

bertanya – bertanya kenapa bisa bebas biaya, apakah terapi

komplementer ini benar – benar tidak memiliki motif lain selain

ingin memberikan

21
kesehatan pada pasien atau mungkin ada motif lain sperti membeli

beberapa produk dari terapi komplementer ini.

c) Justice : suatu bentuk terapi adil terhadap orang lain yang menjunjung

tinggi prinsip moral, legal dan kemanusiaan, prinsip keadilan juga

diterapkan pada pancasila Negara Indonesia pada sila ke 5 yakni keadilan

sosial bagi seluruh Indonesia. Dengan ini menunjukkan bahwa prinsip

keadilan merupakan suatu bentuk prinsip yang dapat menyeimbangkan

dunia.

d) Beneficience : adalah suatu bentuk wujud kemanusiawian dan juga

memerlukan pencegahan dari kesalahan atau kejadian yang disebabkan

oeh diri sendiri dan orang lain.

e) Non Maleficience : adalah sebuah prinsip yang mempunyai arti bahwa

setiap tindakan yang dilakukan pada seseorang tidak menimbulkan secara

fisik maupun mental.

2. Aspek Hukum Terapi Bekam

Hukum didefinisikan sebagai suatu sistem prinsip-prinsip dan

proses dirancang oleh masyarakat yang terorganisir untuk menangani

perselisihan dan masalah tanpa menggunakan kekuatan. Hukum menetapkan

standar tertentu untuk perilaku manusia. Ketika standar-standar tersebut tidak

dipenuhi, konflik muncul. Individu dan pemerintah kemudian melihat ke

hukum untuk menyelesaikan konflik dan menegakkan standar yang

ditetapkan (Mcway, 2010). Peraturan pemerintah bidang kesehatan terus

dikeluarkan sementara tuntutan terhadap penyedia layanan kesehatan

semakin

22
meningkatkan. Interaksi dari kekuatan-kekuatan ini secara signifikan

mempengaruhi kemampuan manajer informasi kesehatan untuk mengelola

informasi kesehatan pasien secara spesifik. Dengan demikian tenaga

kesehatan harus memiliki dasar pemahaman hukum (Mcway, 2010).

Pelayanan kesehatan dalam keperawatan meliputi asuhan keperawatan

mandiri dan terapi komplementer / pengobatan alternatif. Keperawatan dan

profesi kesehatan lainnya sering menyebut area terapi komplementer,

sedangkan National Center for Complementary and Alternative Medicine

(NCCAM) menyebutnya sebagai pengobatan komplementer. Ruang lingkup

yang luas dari model pengobatan ini dan banyak profesional kesehatan serta

terapis yang terlibat dalam memberikan terapi komplementer menciptakan

tantangan untuk menemukan definisi yang menangkap luasnya bidang ini.

Seperti yang didefinisikan oleh NCCAM, terapi komplementer atau

pengobatan alternif adalah sekelompok pelayanan medis dan pelayanan

kesehatan, praktek, dan produk yang saat ini tidak dianggap sebagai bagian

dari konvensional obat (NCCAM, 2012).

Dalam konteks ini, konvensional mengacu biomedis Barat. Definisi

NCCAM mengakui bahwa lainnya sistem perawatan kesehatan yang ada dan

digunakan. Menurut World Health Organization (WHO), 80% dari perawatan

kesehatan di negara berkembang terdiri dari praktek kesehatan tradisional

adat daripada biomedis Barat (WHO, 2012). Meskipun NCCAM telah

mendefinisikan secara jelas sebagai pelayanan kesehatan namun tidak

defenisi tersendiri untuk terapi komplementer dalam masalah hukum.

Meskipun

23
demikian, hampir 30 negara yang telah menambahkan berbagai definisi ke

dalam masalah hukum yang memperkenankan dokter untuk menggunakan

dan mempraktekkan berbagai jenis terapi komplementer, alternatif, dan

pengobatan tradisional. Secara umum, hukum menentukan terapi

komplementer atau alternatif sama dengan ketentuan pelayanan kesehatan.

Oleh karena itu, dokter dan tenaga kesehatan lainnya yang memiliki izin

praktek yang mengintegrasikan terapi komplementer dan alternatif ke dalam

pengobatan konvensional harus mengetahui bagaimana hukum dapat berlaku

pada masalah praktek, perizinan, dan malpraktik ketika prosedur dan

intervensi telah dipertimbangkan untuk menjadi terapi komplementer atau

alternatif (Deutsch & Anderson, 2008). Terapi komplementer atau

pengobatan alternatif telah diakui secara hukum di Indonesia, berikut ini

aspek legal terapi komplementer bekam atau pengobatan alternatif :

a. Undang-undang dasar 1945

1) Pasal 28A tentang “setiap orang berhak untuk hidup serta berhak

mempertahankan hidup dan kehidupannya”.

2) Pasal 28H (ayat 1) tentang “setiap orang berhak hidup sejahtera lahir

dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan linkungan hidup yang

baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”.

3) Pasal 34 tentang “Negara bertanggungjawab atas penyediaan fasilitas

pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak”.

b. keputusan Menkes RI No. 1076/Menkes/SK/VII/2003 yang mengakur

tentang tentang penyelenggaraan pengobatan tradisional. Keputusan

24
Menkes tersebut menjelaskan cara-carauntuk mendapatkan izin praktek

pengobatan tradisional beserta syarat-syaratnya (Peraturan Mentri

Kesehatan Repubik Indonesia, 2007).

c. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1109/Menkes/Per/IX/2007 tentang

“penyelenggaraan pengobatan komplementer – alternatif di fasilitas

pelayanan kesehatan yang dapat dilaksanakan secara sinergi, terintegrasi,

dan mandiri pada fasilitas pelayanan kesehatan. Pemberian pengobatan

pada dasarnya harus aman, bermanfaat, bermutu, dan dikaji institusi

berwenang sesuai dengan peraturan atau ketentuan yang berlaku”.

d. Undang – Undang RI No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan :

1) Pasal 1 butir 16, tentang “pelayanan kesehatan tradisional adalah

pengobatan dan atau perawatan dengan cara dan obat yang mengacu

pada pengalaman dan keterampilan turun – temurun secara empiris

yang dapat dipertanggung jawabkan dan diterapkan sesuai dengan

norma yang berlaku di masyarakat”.

2) Pasal 48 tentang “pelayanan kesehatan tradisional”.

3) Bab III Pasal 59 s/d 61 tentang “pelayanan kesehatan tradisonal”.

e. Keputusan Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik, No.

HK.03.05/I/199/2010 tentang “pedoman kriteria penetepan metode

pengobatan komplementer – alternatif yang dapat diintegrasikan di

fasilitas pelayanan kesehatan”.

f. Undang-Undang Republik Indonesia No 38 Tahun 2014 Tentang

Keperawatan Pasal 30 ( Tugas dan wewenang ) ayat 2 menjelaskan

Dalam

25
menjalankan tugas sebagai pemberi Asuhan Keperawatan di bidang upaya

kesehatan masyarakat, Perawat memiliki wewenang sebagai berikut :

1) Melakukan pengkajian Keperawatan kesehatan masyarakat di

tingkat keluarga dan kelompok masyarakat

2) Menetapkan permasalahan Keperawatan kesehatan masyarakat

3) Membantu penemuan kasus penyakit

4) Merencanakan tindakan Keperawatan kesehatan masyarakat

5) Melaksanakan tindakan Keperawatan kesehatan masyarakat.

6) Melakukan rujukan kasus;

7) Mengevaluasi hasil tindakan Keperawatan kesehatan masyarakat;

8) Melakukan pemberdayaan masyarakat

9) Melaksanakan advokasi dalam perawatan kesehatan masyarakat

10) Menjalin kemitraan dalam perawatan kesehatan masyarakat.

11) Melakukan penyuluhan kesehatan dan konseling.

12) Mengelola kasus; dan

13) Melakukan penatalaksanaan Keperawatan komplementer dan

alternatif.

g. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 103 Tahun 2014

Tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional pasal 10 menjelaskan :

1) Pelayanan kesehatan tradisional dengan menggunakan ilmu biocultural

dan ilmu biomedis yang manfaat dan keamanannya terbukti secara

ilmiah

2) Pelayanan Kesehatan Tradisional Komplementer dapat menggunakan

satu cara pengobatan /perawatan atau kombinasi cara

26
pengobatan/perawatan dalam satu kesatuan Pelayanan Kesehatan

Tradisional Komplementer.

3) Pelayanan Kesehatan Tradisional Komplementer sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan

Tradisional.

4) Pelayanan Kesehatan Tradisional Komplementer yang memenuhi

kriteria tertentu dapat diintegrasikan pada Fasilitas Pelayanan

Kesehatan.

27
BAB III

PENUTUP

Terapi atau Pengobatan komplementer dilakukan dengan tujuan melengkapi

pengobatan medis konvensional dan bersifat rasional yang tidak bertentangan

dengan nilai dan hukum kesehatan di Indonesia. Terapi komplementer didalam

keperawatan sekarang semakin banyak berkembang, salah satunya adalah terapi

bekam. Didalam menjalankan terapi komplementer ada aspek etik dan legal yang

harus diperhatikan oleh perawat. etik adalah landasan perilaku seseorang dalam

memutuskan benar atau salah dalam suatu tindakan atau perilaku, didalam

keperawatan etika dibagi menjadi lima yaitu, aspek integritas dan kejujuran,

conflict of interest, justice, beneficience, dan non-maleficience. Serta perawat

memiliki wewenang dalam segi aspek hukum untuk menjalankan praktik terapi

komplementer bekam yang secara garis besar tercantum dalam Undang-Undang

Dasar 1945, Peraturan Mentri Kesehatan, dan Peraturan Direktur Bina Pelayanan

Medik.

28
DAFTAR PUSTAKA

Aiken, T, D. (2002). Legal and Ethical Issue in Health Occupations.


Philadelpia: WB Saunders.

Amelia, N. (2013). Prinsip Etika Keperawatan. Yogyakarta: D-Medika

Breen, K. J., Cordner, S. M., Thomson, C. J. H., & Plueckhahn, V. D. (2010).


Good medical practice. Cambridge University Press.

Deutsch, J, E. (2008). Complementary Therapies for Physical Therapy.


Missouri: Mosby Inc.

El Sayed, S., Mahmoud, H., & Nabo, M. (2013). Medical and Scientific
Bases of Wet Cupping Therapy (Al-hijamah): in Light of
Modern. Alternative and Integrative Medicine, 2(5), 1 - 12.

Lindquist, R., Snyder, M., & Tracy, mary fran. (2014). Complementary &
Alternative Therapies in Nursing. New York: Springer Publishing
company, LLC.

Mclean, S., & Mason, john kenyon. (2004). Legal And Ethical Aspects Of
HealthcarE. United States of America: cambridge university press.

Mcway, dana c. (2010). Legal Aspects of Health Information Management.


United States of America: Delmar Publishers.

Peraturan Mentri Kesehatan Repubik Indonesia No. 1109/ MENKES/


PER/IX/ 2007. Penyelenggaraan Pengobatan Terapi Komplementer –
Alternatif Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan.

29
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 103 Tahun 2014 Tentang
Pelayanan Kesehatan Tradisional

Snyder, M & Lindquist, R. (2010). Complementary & Alternative Therapies in


Nursing. 6th ed. New York : Springer Publishing Company.

Undang-Undang Republik Indonesia No 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan

30

Anda mungkin juga menyukai