2) Perkembangan Motivasi
Pasien tidak sadar terganggu pada fungsi
utama mempertahankan kesadaran, tetapi
klien masih dapat merasakan rangsangan
pada pendengarannya. Perawat dapat
menggunakan kesempatan ini untuk
berkomunikasi yang berfungsi untuk
pengembangan motivasi pada klien. Motivasi
adalah pendorong pada setiap klien, kekuatan
dari diri klien untuk menjadi lebih maju dari
keadaan yang sedang ia alami. Fungsi ini
akan terlihat pada akhir, karena kemajuan
pasien tidak lepas dari motivasi kita sebagai
perawat, perawat yang selalu ada di dekatnya
selama 24 jam. Mengkomunikasikan motivasi
tidak lain halnya dengan pasien yang sadar,
karena klien masih dapat mendengar apa
yang dikatakan oleh perawat.
3) Pengungkapan Emosional
Pada pasien tidak sadar, pengungkapan
emosional klien tidak ada, sebaliknya perawat
dapat melakukannya terhadap klien. Perawat
dapat berinteraksi dengan klien. Perawat
dapat mengungkapan kegembiraan, kepuasan
terhadap peningkatan yang terjadi dan semua
hal positif yang dapat perawat katakan pada
klien. Pada setiap fase kita dituntut untuk
tidak bersikap negatif terhadap klien, karena
itu akan berpengaruh secara tidak
langsung/langsung terhadap klien. Sebaliknya
perawat tidak akan mendapatkan
pengungkapan positif maupun negatif dari
klien. Perawat juga tidak boleh
mengungkapkan kekecewaan atau kesan
negatif terhadap klien. Pasien ini
berkarakteristik tidak sadar, perawat tidak
dapat menyimpulkan situasi yang sedang
terjadi, apa yang dirasakan pada klien pada
saat itu. Kita dapat menyimpulkan apa yang
dirasakan klien terhadap apa yang selama ini
kita komunikasikan pada klien bila klien telah
sadar kembali dan mengingat memori tentang
apa yang telah kita lakukan terhadapnya.
4) Informasi
Fungsi ini sangat lekat dengan asuhan
keperawatan pada proses keperawatan yang
akan kita lakukan. Setiap prosedur tindakan
keperawatan harus dikomunikasikan untuk
menginformasikan pada klien karena itu
merupakan hak klien. Klien memiliki hak
penuh untuk menerima dan menolak terhadap
tindakan yang akan kita berikan. Pada pasien
tidak sadar ini, kita dapat meminta
persetujuan terhadap keluarga, dan
selanjutnya pada klien sendiri. Pasien berhak
mengetahui apa saja yang akan perawat
lakukan pada klien. Perawat dapat
memberitahu maksud tujuan dari tindakan
tersebut, dan apa yang akan terjadi jika kita
tidak melakukan tindakan tersebut
kepadanya.
6) Rasa Percaya
Rasa percaya dapat didefenisikan sebagai
kepercayaan bahwa orang lain akan memberi
bantuan ketika membutuhkan, selalu ada jika
sedang diperlukan. Hubungan yang
mempercaya ini tidak dapat berkembang
kecuali jika klien percaya bahwa perawat
ingin merawat demi kebaikan klien sendiri.
Komunikasi perawat dengan klien yang tidak
sadar rasa percaya dapat tumbuh pada klien
jika perawat dapat menunjukan semua
tindakan ingin membantu klien serta dengan
komunikasi yang baik pula. Untuk
meningkatkan rasa percaya klien, perawat
harus bertindak secara konsisten, dapat
dipercaya dan kompeten. Kejujuran dalam
memberikan informasi kepada klien juga
dapat membantu terjadinya rasa percaya.
7) Empati
Empati telah diterima secara luas sebagai
komponen klinis dalam hubungan membantu.
Rasa empati yaitu merasakan, memahami
kondisi klien pada saat itu. Rasa empati ini
sangat membantu hubungan terapeutik
perawat dengan klien. Dari point ini perawat
dapat menjadi pemotivasi terhadap klien
dengan adanya rasa empati, hubungan yang
terjalin akan menjadi lebih efektif.
8) Perhatian
Perhatian adalah memiliki penghargaan
positif terhadap orang lain, merupakan dasar
untuk hubungan yang membantu. Perawat
menunjukkan perhatian dengan menerima
klien sebagaimana mereka adanya dan
menghargai mereka sebagai individu.
Perawat menghargai pasien yang tidak sadar
selayaknya pasien yang sadar, bahwa klien
tetap mengetahui apa yang perawat
komunikasikan selayaknya ia sadar. Klien
akan merasakan bahwa perawat menunjukan
perhatian dengan menerima klien
sebagaimana mereka adanya. Perhatian juga
meningkatkan rasa percaya dan mengurangi
kecemasan. Penghilangan kecemasan dan
stress akan meningkatkan daya tahan tubuh
dan membantu penyembuhan.
9) Autonomi
Autonomi adalah kemampuan mengontrol
diri. Perawat dituntut untuk tidak
menyepelekan hal ini. Setiap manusia itu
unik dan tiada yang sama. Perawat harus
berusaha mengontrol diri terhadap hal-hal
yang sensitif terhadap klien. Pada pasien
yang tidak sadar, perawat harus berhati-hati
untuk berbicara hal yang negatif di dekat
klien, karena hal itu sangat berpengaruh
terhadap klien.
10) Mutualitas
Mutualitas meliputi perasaan untuk
berbagi dengan sesama. Perawat dan klien
bekerja sebagai tim yang ikut serta dalam
perawatan. Perasaan untuk merasakan bahwa
kita saling membutuhkan dapat
menumbuhkan hubungan yang membantu
dalam komunikasi terapeutik. Akan terjalin
rasa percaya pada klien terhadap perawat
yang dapat membantu penyembuhan klien.
KOMUNIKASI TERAUPETIK DI GD
BABI
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
TOPIK 10
KOMUNIKASI TERAUPETIK DI GD
1. Latar Belakang
Komunikasi terapeutik merupakan salah satu cara
untuk memberikan informasi yang akurat dan
membina hubungan saling percaya dengan klien
sehingga klien akan merasa puas dengan pelayanan
keperawatan yang diterimanya. Pada pasien gawat
darurat perlu memperhatikan tehnik-tehnik dan
tahapan baku komunikasi terapeutik yang baik dan
benar.
Komunikasi terapeutik merupakan cara yang
efektif untuk mempengaruhi tingkah laku manusia
dan bermanfaat dalam melaksanakan
pelayanan kesehatan di Rumah Sakit, sehingga
komunikasi harus dikembangkan secara terus –
menerus ( Kariyo, 1998 ). Hubungan antara perawat
dan klien yang terapeutik bisa terwujud dengan
adanya interaksi yang terapeutik antar keduanya,
interaksi tersebut harus dilakukan sesuai dengan
tahapan – tahapan baku interaksi terapeutik perawat
klien, tahapan itu adalah tahap pre orientasi, tahap
orientasi, tahap kerja dan tahap terminasi ( Stuart and
Sunden.1998 ). Pelayanan kesehatan menggunakan
komunikasi yang langsung seperti pelayanan
kesehatan, Rumah Sakit merupakan tempat untuk
mendapatkan pelayanan baik yang bersifat medik
maupun keperawatan.
Gawat Darurat adalah keadaan klinis pasien yang
membutuhkan tindakan medis segera guna
penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan
lebih lanjut (UU no 44 tahun 2009). Gawat darurat
adalah Suatu keadaan yang terjadinya mendadak
mengakibatkan seseorang atau banyak orang
memerlukan penanganan / pertolongan segera dalam
arti pertolongan secara cermat, tepat dan cepat.
Apabila tidak mendapatkan pertolongan semacam itu
maka korban akan mati atau cacat / kehilangan
anggota tubuhnya seumur hidup.
Dalam pelaksanaan tindakan denagn klien gawat
darurat perawat perlu melakukan komunikasi
terapiotik pada klien harus dengan jujur, memberikan
gambaran situasi yang sesunguhnya sedang terjadi
dengan tidak menambahkn kecemasan dan
memberikan suport verbal maupun non verbal . Klien
dapat merasakan puas ataupun tidak puas apabila
klien sudah mendapatkan pelayanan kesehatan yang
diberikan petugas di IGD, baik yang bersifat fisik,
kenyamanan dan keamanan serta komunikasi
terpeutik yang baik.
2. Tujuan
a. Mahasiswa mengerti pengertian dari gawat
darurat.
b. Mahasiswa memahami kosep dasar keperawatan
gawat darurat.
c. Mahasiswa memahami tentang SPGDT.
d. Mahasiswa mengerti tujuan dilakukan
komunikasi gawat darurat.
e. Mahasiswa bisa melakukan tehknik komunikasi
pada gawat darurat secara benar.
f. Mahasiswa memahami prinsi-prinsip komunikasi
gawat darurat.
PEMBAHASAN
1. Latar Belakang
Komunikasi adalah elemen dasar dari interaksi
manusia yang memungkinkan seseorang untuk
menetapkan, mempertahankan dan meningkatkan
kontrak dengan orang lain karena komunikasi
dilakukan oleh seseorang, setiap hari orang
seringkali salah berpikir bahwa komunikasi adalah
sesuatu yang mudah. Namun sebenarnya adalah
proses yang kompleks yang melibatkan tingkah laku
dan hubungan serta memungkinkan individu
berasosiasi dengan orang lain dan dengan lingkungan
sekitarnya. Hal itu merupakan peristiwa yang terus
berlangsung secara dinamis yang maknanya dipacu
dan ditransmisikan. Untuk memperbaiki interpretasi
pasien terhadap pesan, perawat harus tidak terburu-
buru dan mengurangi kebisingan dan distraksi.
Kalimat yang jelas dan mudah dimengerti dipakai
untuk menyampaikan pesan karena arti suatu kata
sering kali telah lupa atau ada kesulitan dalam
mengorganisasi dan mengekspresikan pikiran.
Instruksi yang berurutan dan sederhana dapat dipakai
untuk mengingatkan pasien dan sering sangat
membantu. (Bruner & Suddart, 2001 : 188).
Komunikasi adalah proses interpersonal yang
melibatkan perubahan verbal dan non verbal dari
informasi dan ide. Komunikasi mengacu tidak hanya
pada isi tetapi juga pada perasaan dan emosi dimana
individu menyampaikan hubungan ( Potter-Perry, 301 ).
Komunikasi pada lansia membutuhkan perhatian khusus.
Perawat harus waspada terhadap perubahan fisik,
psikologi, emosi, dan sosial yang memperngaruhi pola
komunikasi. Perubahan yang berhubungan dengan umur
dalam sistem auditoris dapat mengakibatkan kerusakan
pada pendengaran. Perubahan pada telinga bagian dalam
dan telinga mengalangi proses pendengaran pada lansia
sehingga tidak toleran teradap suara. Berdasarkan hal –
hal tersebut kami menulis makalah ini yang berjudul “
komunikasi terapiutik pada lansia “.
2. Tujuan
a. Untuk mengetahui definisi komunikasi
terapeutik?
b. Untuk mengetahui manfaat komunikasi
terapeutik?
c. Untuk mengetahui karakteristik lansia?
d. Untuk mengetahui cara pendekatan perawatan
lansia dalam konteks komunikasi?
e. Untuk mengetahui teknik komunikasi pada
lansia?
f. Untuk mengetahui hambatan berkomunikasi
dengan lansia?
g. Untuk mengetahui teknik perawatan lansia pada
reaksi penolakan?
h. Untuk mengetahui hal-hal yang perlu
diperhatikan saat berinteraksi dengan lansia?
PEMBAHASAN