Anda di halaman 1dari 47

TOPIK 9

KOMUNIKASI TERAPETIK PADA KLIEN ICU

1. Komunikasi Dengan Pasien Tidak Sadar


Sejarah aktivitas manusia berkomunikasi timbul
sejak manusia diciptakan hidup di dunia ini. Manusia
tidak dapat terlepas dari interaksi dengan manusia
lain untuk melangsungkan kehidupannya. Didalam
berinteraksi antara manusia yang satu dengan yang
lainnya tidak dapat terlepas dari kegiatan
komunikasi. Manusia yang normal akan selalu
terlibat komunikasi dalam melakukan interaksi
dengan sesamanya, baik melalui komunikasi verbal
maupun non verbal, dan akan terus berlangsung
sepanjang hidupnya. Pentingnya hubungan yang
terjadi antar sesama manusia dikemukakan oleh
Klinger (1977) yang mengatakan bahwa hubungan
dengan manusia lain ternyata sangat mempengaruhi
manusia itu sendiri. Manusia tergantung terhadap
manusia lain karena manusia adalah makhluk yang
selalu berusaha mempengaruhi, yaitu melalui
pengertian yang diberi, informasi yang dibagi, serta
semangat yang disumbangkan. Semuanya dapat
membentuk pengetahuan, menguatkan perasaan dan
meneguhkan prilaku manusia.
Selama beberapa dekade terakhir, keperawatan
khususnya dalam hal komunikasi antara perawat dan
klien telah mengalami perubahan-perubahan yang
mengagumkan. Perubahan ini tidak hanya ditujukan
pada sifat interaksi antara pasien klien dengan
perewat, tetapi juga pada status dan wewenang
perawat. Dalam hal ini Rogers (1974)
mengidentifikasi bahwa yang diperlukan untuk
menciptakan komunikasi yang baik antara perawat
dan pasien yaitu kepedulian yang mendalam atau
penerimaan yang penuh dari perawat terhadap klien,
dan Authier (1986) mengatakan sebagai suatu cara
mendengarkan pasien sepenuhnya. Ellis (1992)
mengatakan bahwa komunikasi adalah hal yang
mendasar dari semua hubungan profesional dalam
lingkungan kerja, yang disebut ‘jaring hubungan’.
Perawat profesional harus mampu membedakan
saluran dan gaya komunikasi serta memilih metode
komunikasi yang paling sesuai dengan situasi pasien
dan keluarga. Tetapi ada perbedaan pendapat tentang
konsep bawah sadar memang berguna atau perlu
ilmu khusus untuk berkomunikasi dengan orang yang
tidak sadar. Dan dalam menyingkapi situasi yang
seperti ini, seorang perawat harus mampu bertindak
sesuai dengan skill yang dimilikinya.
Para perawat berada dalam pekerjaan dimana
komunikasi interpersonal merupakan inti dari
pekerjaan. Semua tugas keperawatan berkisar pada
kebutuhan bagi perawat untuk menjadi komunikator
yang efektif, apakah dalam berhubungan dengan
rekan kerja atau dengan klien.
2. Tujuan
Tujuan dari penulisan buku yang berhubungan
dengan metode berkomunikasi dengan pasien tidak
sadar yaitu sebagai berikut:

1. Menyadari betapa pentingnya komunikasi dengan


pasien yang tidak sadar.
2. Mengetahui teknik-teknik dalam berkomunikasi
dengan pasien yang tidak sadar.
3. Mengetahui prinsip-prinsip dalam berkomunikasi
dengan pasien yang tidak sadar.
PEMBAHASAN

1. Pengertian Pasien yang Tidak Sadar


Pasien yang tidak sadar atau yang sering kita
sebut dengan koma, dengan gangguan kesadaran
merupakan suatu proses kerusakan fungsi otak yang
berat dan dapat membahayakan kehidupan. Pada
proses ini susunan saraf pusat terganggu fungsi
utamanya mempertahankan kesadaran. Gangguan
kesadaran ini dapat disebabkan oleh beragam
penyebab, yaitu baik primer intrakranial ataupun
ekstrakranial, yang mengakibatkan kerusakan
struktural/metabolik di tingkat korteks serebri,
batang otak keduanya.
Pada pasien tidak sadar ini, pada dasarnya pasien
tidak responsif, mereka masih dapat menerima
rangsangan. Pendengaran dianggap sebagai sensasi
terakhir yang hilang dengan ketidaksadaran dan yang
menjadi pertama berfungsi. Faktor ini akan menjadi
pertimbangan mengapa perawat tetap harus
berkomunikasi pada klien tidak sadar sekali pun.
Ada karakteristik komunikasi yang berbeda pada
klien tidak sadar ini, kita tidak menemukan feed back
(umpan balik), salah satu elemen komunikasi. Ini
dikarenakan klien tidak dapat merespon kembali apa
yang telah kita komunikasikan sebab pasien sendiri
tidak sadar.

2. Berkomunikasi dengan Pasien Tidak Sadar


a. Fungsi komunikasi dengan pasien tidak sadar
Komunikasi dengan klien dalam proses
keperawatan memiliki beberapa fungsi, yaitu:
1) Mengandalikan prilaku
Pada klien yang tidak sadar, karakteristik
pasien ini adalah tidak memiliki respon dan
klien tidak ada prilaku, jadi komunikasi
dengan pasien ini tidak berfungsi sebagai
pengendali prilaku. Secara tepatnya pasien
hanya memiliki satu prilaku yaitu pasien
hanya berbaring, imobilitas dan tidak
melakukan suatu gerakan yang berarti.
Walaupun dengan berbaring ini pasien tetap
memiliki prilaku negatif yaitu tidak bisa
mandiri.

2) Perkembangan Motivasi
Pasien tidak sadar terganggu pada fungsi
utama mempertahankan kesadaran, tetapi
klien masih dapat merasakan rangsangan
pada pendengarannya. Perawat dapat
menggunakan kesempatan ini untuk
berkomunikasi yang berfungsi untuk
pengembangan motivasi pada klien. Motivasi
adalah pendorong pada setiap klien, kekuatan
dari diri klien untuk menjadi lebih maju dari
keadaan yang sedang ia alami. Fungsi ini
akan terlihat pada akhir, karena kemajuan
pasien tidak lepas dari motivasi kita sebagai
perawat, perawat yang selalu ada di dekatnya
selama 24 jam. Mengkomunikasikan motivasi
tidak lain halnya dengan pasien yang sadar,
karena klien masih dapat mendengar apa
yang dikatakan oleh perawat.
3) Pengungkapan Emosional
Pada pasien tidak sadar, pengungkapan
emosional klien tidak ada, sebaliknya perawat
dapat melakukannya terhadap klien. Perawat
dapat berinteraksi dengan klien. Perawat
dapat mengungkapan kegembiraan, kepuasan
terhadap peningkatan yang terjadi dan semua
hal positif yang dapat perawat katakan pada
klien. Pada setiap fase kita dituntut untuk
tidak bersikap negatif terhadap klien, karena
itu akan berpengaruh secara tidak
langsung/langsung terhadap klien. Sebaliknya
perawat tidak akan mendapatkan
pengungkapan positif maupun negatif dari
klien. Perawat juga tidak boleh
mengungkapkan kekecewaan atau kesan
negatif terhadap klien. Pasien ini
berkarakteristik tidak sadar, perawat tidak
dapat menyimpulkan situasi yang sedang
terjadi, apa yang dirasakan pada klien pada
saat itu. Kita dapat menyimpulkan apa yang
dirasakan klien terhadap apa yang selama ini
kita komunikasikan pada klien bila klien telah
sadar kembali dan mengingat memori tentang
apa yang telah kita lakukan terhadapnya.

4) Informasi
Fungsi ini sangat lekat dengan asuhan
keperawatan pada proses keperawatan yang
akan kita lakukan. Setiap prosedur tindakan
keperawatan harus dikomunikasikan untuk
menginformasikan pada klien karena itu
merupakan hak klien. Klien memiliki hak
penuh untuk menerima dan menolak terhadap
tindakan yang akan kita berikan. Pada pasien
tidak sadar ini, kita dapat meminta
persetujuan terhadap keluarga, dan
selanjutnya pada klien sendiri. Pasien berhak
mengetahui apa saja yang akan perawat
lakukan pada klien. Perawat dapat
memberitahu maksud tujuan dari tindakan
tersebut, dan apa yang akan terjadi jika kita
tidak melakukan tindakan tersebut
kepadanya.

Hampir dari semua interaksi komunikasi dalam


proses keperawatan menjalankan satu atau lebih dari ke
empat fungsi di atas. Dengan kata lain, tujuan perawat
berkomunikasi dengan klien yaitu untuk menjalankan
fungsi tersebut. Dengan pasien tidak sadar sekalipun,
komunikasi penting adanya. Walau, fungsi yang
dijalankan hanya salah satu dari fungsi di atas. Dibawah
ini akan diuraikan fungsi-fungsi berkomunikasi dengan
klien, terhadap klien tidak sadar.

Untuk dipertegas, walau seorang pasien tidak sadar


sekali pun, ia merupakan seorang pasien yang memiliki
hak-hak sebagai pasien yang harus tetap kita penuhi.

Perawat itu adalah manusia pilihan Tuhan, yang telah


terpilih untuk membantu sesama, memiliki rasa bahwa
kita sesama saudara yang harus saling membantu.
Perawat akan membantu siapapun walaupun ia seorang
yang tidak sadar sekalipun. Dengan tetap memperhatikan
hak-haknya sebagai klien.

5) Dimensi Hubungan yang Membantu


Komunikasi yang dilakukan perawat
bertujuan untuk membentuk hubungan saling
percaya, empati, perhatian, autonomi dan
mutualitas. Pada komunikasi dengan pasien
tidak sadar kita tetap melakukan komunikasi
untuk meningkatkan dimensi ini sebagai
hubungan membantu dalam komunikasi
terapeutik.

6) Rasa Percaya
Rasa percaya dapat didefenisikan sebagai
kepercayaan bahwa orang lain akan memberi
bantuan ketika membutuhkan, selalu ada jika
sedang diperlukan. Hubungan yang
mempercaya ini tidak dapat berkembang
kecuali jika klien percaya bahwa perawat
ingin merawat demi kebaikan klien sendiri.
Komunikasi perawat dengan klien yang tidak
sadar rasa percaya dapat tumbuh pada klien
jika perawat dapat menunjukan semua
tindakan ingin membantu klien serta dengan
komunikasi yang baik pula. Untuk
meningkatkan rasa percaya klien, perawat
harus bertindak secara konsisten, dapat
dipercaya dan kompeten. Kejujuran dalam
memberikan informasi kepada klien juga
dapat membantu terjadinya rasa percaya.
7) Empati
Empati telah diterima secara luas sebagai
komponen klinis dalam hubungan membantu.
Rasa empati yaitu merasakan, memahami
kondisi klien pada saat itu. Rasa empati ini
sangat membantu hubungan terapeutik
perawat dengan klien. Dari point ini perawat
dapat menjadi pemotivasi terhadap klien
dengan adanya rasa empati, hubungan yang
terjalin akan menjadi lebih efektif.

8) Perhatian
Perhatian adalah memiliki penghargaan
positif terhadap orang lain, merupakan dasar
untuk hubungan yang membantu. Perawat
menunjukkan perhatian dengan menerima
klien sebagaimana mereka adanya dan
menghargai mereka sebagai individu.
Perawat menghargai pasien yang tidak sadar
selayaknya pasien yang sadar, bahwa klien
tetap mengetahui apa yang perawat
komunikasikan selayaknya ia sadar. Klien
akan merasakan bahwa perawat menunjukan
perhatian dengan menerima klien
sebagaimana mereka adanya. Perhatian juga
meningkatkan rasa percaya dan mengurangi
kecemasan. Penghilangan kecemasan dan
stress akan meningkatkan daya tahan tubuh
dan membantu penyembuhan.

9) Autonomi
Autonomi adalah kemampuan mengontrol
diri. Perawat dituntut untuk tidak
menyepelekan hal ini. Setiap manusia itu
unik dan tiada yang sama. Perawat harus
berusaha mengontrol diri terhadap hal-hal
yang sensitif terhadap klien. Pada pasien
yang tidak sadar, perawat harus berhati-hati
untuk berbicara hal yang negatif di dekat
klien, karena hal itu sangat berpengaruh
terhadap klien.

10) Mutualitas
Mutualitas meliputi perasaan untuk
berbagi dengan sesama. Perawat dan klien
bekerja sebagai tim yang ikut serta dalam
perawatan. Perasaan untuk merasakan bahwa
kita saling membutuhkan dapat
menumbuhkan hubungan yang membantu
dalam komunikasi terapeutik. Akan terjalin
rasa percaya pada klien terhadap perawat
yang dapat membantu penyembuhan klien.

3. Cara berkomunikasi dengan pasien tak sadar


Cara berkomunikasi dengan klien dalam proses
keperawatan adalah berkomunikasi terapeutik. Pada
klien tidak sadar perawat juga menggunakan
komunikasi terapeutik. Komunikasi terapeutik adalah
komunikasi yang direncanakan secara sadar,
bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk
kesembuhan klien. Dalam berkomunikasi kita dapat
menggunakan teknik-teknik terapeutik, walaupun
pada pasien tidak sadar ini kita tidak menggunakan
keseluruhan teknik. Teknik terapeutik, perawat tetap
dapat terapkan. Adapun teknik yang dapat terapkan,
meliputi:
a. Menjelaskan
Dalam berkomunikasi perawat dapat
menjelaskan apa yang akan perawat lakukan
terhadap klien. Penjelasan itu dapat berupa
intervensi yang akan dilakukan kepada klien.
Dengan menjelaskan pesan secara spesifik,
kemungkinan untuk dipahami menjadi lebih
besar oleh klien.
b. Memfokuskan
Memfokuskan berarti memusatkan
informasi pada elemen atau konsep kunci dari
pesan yang dikirimkan. Perawat memfokuskan
informasi yang akan diberikan pada klien untuk
menghilangkan ketidakjelasan dalam
komunikasi.
c. Memberikan Informasi
Fungsi berkomunikasi dengan klien salah
satunya adalah memberikan informasi. Dalam
interaksi berkomunikasi dengan klien, perawat
dapat memberi informasi kepada klien. Informasi
itu dapat berupa intervensi yang akan dilakukan
maupun kemajuan dari status kesehatannya,
karena dengan keterbukaan yang dilakukan oleh
perawat dapat menumbuhkan kepercayaan klien
dan pendorongnya untuk menjadi lebih baik.
d. Mempertahankan ketenangan
Mempertahankan ketengan pada pasien
tidak sadar, perawat dapat menujukkan dengan
kesabaran dalam merawat klien. Ketenagan yang
perawat berikan dapat membantu atau
mendorong klien menjadi lebih baik. Ketenagan
perawat dapat ditunjukan kepada klien yang tidak
sadar dengan komunikasi non verbal.
Komunikasi non verbal dapat berupa sentuhan
yang hangat. Sentuhan adalah transmisi pesan
tanpa kata-kata, merupakan salah satu cara yang
terkuat bagi seseorang untuk mengirimkan pasan
kepada orang lain. Sentuhan adalah bagian yang
penting dari hubungan antara perawat dan klien.

Pada dasarnya komunikasi yang akan dilakukan


pada pasien tidak sadar adalah komunikasi satu arah.
Komunikasi yang hanya dilakukan oleh salah seorang
sebagai pengirim dan diterima oleh penerima dengan
adanya saluran untuk komunikasi serta tanpa feed back
pada penerima yang dikarenakan karakteristik dari
penerima sendiri, yaitu pada point ini pasien tidak sadar.

Untuk komunikasi yang efektif dengan kasus


seperti ini, keefektifan komunikasi lebih diutamakan
kepada perawat sendiri, karena perawat lah yang
melakukan komunikasi satu arah tersebut.

4. Prinsip-Prinsip Berkomunikasi dengan Pasien


yang tidak Sadar
Pada saat berkomunikasi dengan klien yang tidak
sadar, hal-hal berikut perlu diperhatikan, yaitu:
a. Berhati-hati melakukan pembicaraan verbal di
dekat klien, karena ada keyakinan bahwa organ
pendengaran merupakan organ terkhir yang
mengalami penurunan penerimaan, rangsangan
pada klien yang tidak sadar. Klien yang tidak
sadar seringkali dapat mendengar suara dari
lingkungan walaupun klien tidak mampu
meresponnya sama sekali.
b. Ambil asumsi bahwa klien dapat mendengar
pembicaraan perawat. Usahakan mengucapkan
kata dan menggunakan nada normal dan
memperhatikan materi ucapan yang perawat
sampaikan dekat klien.
c. Ucapkan kata-kata sebelum menyentuh klien.
Sentuhan diyakini dapat menjadi salah satu
bentuk komunikasi yang sangat efektif pada klien
dengan penurunan kesadaran.
d. Upayakan mempertahankan lingkungan setenang
mungkin untuk membantu klien fokus terhadap
komunikasi yang perawat lakukan.
a.

KOMUNIKASI TERAUPETIK DI GD

BABI
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
TOPIK 10

KOMUNIKASI TERAUPETIK DI GD

1. Latar Belakang
Komunikasi terapeutik merupakan salah satu cara
untuk memberikan informasi yang akurat dan
membina hubungan saling percaya dengan klien
sehingga klien akan merasa puas dengan pelayanan
keperawatan yang diterimanya. Pada pasien gawat
darurat perlu memperhatikan tehnik-tehnik dan
tahapan baku komunikasi terapeutik yang baik dan
benar.
Komunikasi terapeutik merupakan cara yang
efektif untuk mempengaruhi tingkah laku manusia
dan bermanfaat dalam melaksanakan
pelayanan kesehatan di Rumah Sakit, sehingga
komunikasi harus dikembangkan secara terus –
menerus ( Kariyo, 1998 ). Hubungan antara perawat
dan klien yang terapeutik bisa terwujud dengan
adanya interaksi yang terapeutik antar keduanya,
interaksi tersebut harus dilakukan sesuai dengan
tahapan – tahapan baku interaksi terapeutik perawat
klien, tahapan itu adalah tahap pre orientasi, tahap
orientasi, tahap kerja dan tahap terminasi ( Stuart and
Sunden.1998 ). Pelayanan kesehatan menggunakan
komunikasi yang langsung seperti pelayanan
kesehatan, Rumah Sakit merupakan tempat untuk
mendapatkan pelayanan baik yang bersifat medik
maupun keperawatan.
Gawat Darurat adalah keadaan klinis pasien yang
membutuhkan tindakan medis segera guna
penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan
lebih lanjut (UU no 44 tahun 2009). Gawat darurat
adalah Suatu keadaan yang terjadinya mendadak
mengakibatkan seseorang atau banyak orang
memerlukan penanganan / pertolongan segera dalam
arti pertolongan secara cermat, tepat dan cepat.
Apabila tidak mendapatkan pertolongan semacam itu
maka korban akan mati atau cacat / kehilangan
anggota tubuhnya seumur hidup.
Dalam pelaksanaan tindakan denagn klien gawat
darurat perawat perlu melakukan komunikasi
terapiotik pada klien harus dengan jujur, memberikan
gambaran situasi yang sesunguhnya sedang terjadi
dengan tidak menambahkn kecemasan dan
memberikan suport verbal maupun non verbal . Klien
dapat merasakan puas ataupun tidak puas apabila
klien sudah mendapatkan pelayanan kesehatan yang
diberikan petugas di IGD, baik yang bersifat fisik,
kenyamanan dan keamanan serta komunikasi
terpeutik yang baik.
2. Tujuan
a. Mahasiswa mengerti pengertian dari gawat
darurat.
b. Mahasiswa memahami kosep dasar keperawatan
gawat darurat.
c. Mahasiswa memahami tentang SPGDT.
d. Mahasiswa mengerti tujuan dilakukan
komunikasi gawat darurat.
e. Mahasiswa bisa melakukan tehknik komunikasi
pada gawat darurat secara benar.
f. Mahasiswa memahami prinsi-prinsip komunikasi
gawat darurat.
PEMBAHASAN

1. Pengertian gawat darurat

Gawat Darurat adalah keadaan klinis pasien yang


membutuhkan tindakan medis segera guna penyelamatan
nyawa dan pencegahan kecacatan lebih lanjut (UU no 44
tahun 2009). Gawat darurat adalah Suatu keadaan yang
terjadinya mendadak mengakibatkan seseorang atau
banyak orang memerlukan penanganan / pertolongan
segera dalam arti pertolongan secara cermat, tepat dan
cepat. Apabila tidak mendapatkan pertolongan semacam
itu maka korban akan mati atau cacat / kehilangan
anggota tubuhnya seumur hidup.

2. Konsep dasar keperawatan gawat darurat


a. Klien Gawat Darurat
Pasien yang tiba-tiba berada dalam
keadaan gawat atau akan menjadi gawat dan
terancam nyawanya atau anggota badannya (akan
menjadi cacat) bila tidak mendapat pertolongan
secepatnya Mis:Sumbatan Jalan Napas atau
distress nafas, Luka Tusuk dada/perut dengan
shock dan sesak, hipotensi / shock.
b. Pasien Gawat Darurat
Pasien yang tiba-tiba dalam keadaan
gawat atau akan menjadi gawat dan terancam
nyawanya dan atau anggota badannya (akan
menjadi cacat) bila tidak mendapatkan
pertolongan secepatnya. Bisanya di lambangkan
dengan label merah. Misalnya AMI (Acut
Miocart Infac).
c. Pasien Gawat Tidak Darurat
Pasien berada dalam keadaan gawat tetapi
tidak memerlukan tindakan darurat. Bisanya di
lambangkan dengan label Biru. Misalnya pasien
dengan Ca stadium akhir.
d. Pasien Darurat Tidak Gawat
Pasien akibat musibah yang datang tiba-
tiba, tetapi tidak mengancam nyawa dan anggota
badannya. Bisanya di lambangkan dengan label
kuning. Misalnya : pasien Vulnus Lateratum
tanpa pendarahan.
e. Pasien Tidak Gawat Tidak Darurat
Pasien yang tidak mengalami kegawatan
dan kedaruratan. Bisanya di lambangkan dengan
label hijau. Misalnya : pasien batuk, pilek.
f. Pasien Meninggal
Label hitam ( Pasien sudah meninggal,
merupakan prioritas terakhir. Adapun petugas
triage di lakukan oleh dokter atau perawat senior
yang berpengalaman dan petugas triage juga
bertanggung jawab dalam operasi,pengawasan
penerimaan pasien dan daerah ruang tunggu.

Selain dari penjelasan di atas di butuhkan


pemahaman dampak atau psikologis pada saat keadaan
gawat darurat.

3. Aspek psikologis pada situasi gawat darurat


a. Cemas
Cemas sering dialami oleh hampir semua
manusia. Perasaan tersebut ditandai oleh rasa
ketakutan yang difius, tidak menyenangkan,
seringkali disertai oleh gejala otonomik, seperti
nyeri kepala, berkeringat, palpitasi, gelisah, dan
sebagainya. Kumpulan gejala tertentu yang
ditemui selama kecemasan cenderung bervaniasi,
pada setiap orang tidak sama.
b. Histeris
Dalam penggunaan sehari-hari nya
histeria menjelaskan ekses emosi yang tidak
terkendali. Orang yang "histeris" sering
kehilangan kontrol diri karena ketakutan yang
luar biasa karena suatu kejadian atau suatu
kondisi
c. Mudah marah
Hal ini terjadi apabila seseorang dalam
kondisi gelisah dan tidak tahu apa yang harus di
perbuat

4. SPGDT (sistem penanggulangan gawat darurat


terpadu)
SPGDT (sistem penanggulangan gawat darurat
terpadu) adalah suatu sistem pelayanan penderita
gawat darurat yang terdiri dari unsur pelayanan pra
rumah sakit,pelayanan di rumah sakit dan pelayanan
antar rumah sakit. Pelayanan berpedoman pada
respon cepat yang menekankan time saving is life
saving. yang melibatkan pelayanan oleh masyarakat
awam umum, awam khusus, petugas medis,
pelayanan ambulan gawat darurat dan sistem
komunikasi.
a. Fase pra rumah sakit
Fase pelayanan pra rumah sakit adalah
pelayanan kepada penderita gawat darurat yang
melibatkat masyarakat atau orang awam dan
petugas kesehatan. Pada umunya yang pertma
yang menemukan pendrita gawat darurat di
tempat musibah adalah masyarakat ynag dikenl
oleh orang awam. Oleh karena bermanfaat bila
orang awam diberi dan dilatih pengetahuan dan
keterampilan penanggulanganan gawat darurat.
Komunikasi ynag dilkukan pada fase pra rumah
sakit yaitu dengan meyakin warga bahwa seorang
perawat, mengecek kesadaran korban dengan
menmanggil nama korban, menghubungi
organisasi gawat darurat terdekat untuk
pertolongan lanjut ke rumah sakit.
Contoh : di jalan terjadi kecelakaan
kemudian penderita gawat darurat ditolong
masyarakat yang telah mendapatkan pelatihan
untuk gawat darurat, warga tadi menolong
penderita gawat darurat mengamankan korban di
tempat yang lebih aman, melakukan pertolongan
di tempat kejadian seperti menolong
menghentikan pendarahan, kemudian melaporkan
korban ke organisasi pelayanan kegwatdaruratan
terdekat, pengangkutan untuk pertolongan lanjut
dari tempat kejadian ke rumah sakit.
b. Fase pelayanan rumah sakit
Fase pelayanan rumah sakit adalah fase
pelayanan yang melibatkan tenagan kesehatn
yang dilakukan di dalam rumh sakit seperti
pertolonga di unit gawat darurat. Komunikasi
yang dilakukan pada tahap ini sama dengan
komunikasi terapeutik, tetapi dalam hal ini
tindakan yang cepat dan tepat lebih utama
dilakuka kepada korban.
Contoh : ada korban kecelakaan yang
menglami pendarahan masuk ke UGD, perawat
menayakan identitas klien kemudian melakukan
pemasangan infus untuk menganti cairan yang
keluar, dengan menjelaskan tujuan pemasangan
infus dengan sigkat dan jelas.
c. Pelayanan antar rumah sakit ( rujukan )
Fase pelayanan antar rumah sakit (
rujukan ) adalah fase pelayanan yang melibatkan
petugas kesehatan dengan petugas kesehatan
rumah sakit lain atau rumah sakit satu dengan
rumah sakit yang lain sebagai rujukan. Tindakan
ini dilakukan apabila korban membutuhkan
penanganan lebih lanjut tetapi rumah sakit yang
pertama tidak bisa memberi pertolonan sehinga
dirujuk ke rumah sakit lain yang bisa
menanggani krban sebut.
Contoh : korban kecelakaan parah di
bawa ke salah satu rumah sakit tetap dirumhsakit
tersebut tidak terdapat peralatan yng harus
digunakan segera untuk pertolongan, kemudian
rumahsakit tersebut menghubungi rumah sakit
lain yang lebih cepat menganani , setelah itu
pasien di kirim ke rumah sakit yang telah di
hubungi tadi.
5. Tujuan komunikasi pada gawat darurat
Fungsi komunikasi terapeutik adalah untuk
mendorong dan menganjurkan kerjasama antar
perawat dan klien melalui hubungan perawat dan
klien. Perawat berusaha mengungkap perasaan,
mengidentifikasi dan mengkaji masalah serta
mengevaluasi tindakan yang dilakukan dalam
perawatan (Purwanto, 1994).
Tujuan komunikasi terapeutik pada klien gawat
darurat menciptakan kepercayaan antara perawat
dengan klien yang mengalami kondidi kritis atau
gawat darurat dalam melakakan tindakan, sehingga
klien cepat tertolong dan tidak terjadi hal yang fatal.
6. Tehknik komunikasi pada gawat darurat
a. Mendengarkan
Perawat harus berusaha untuk
mendengarkan informasi yang disampaikan oleh
klien dengan penuh empati dan perhatian. Ini
dapat ditunjukkan dengan memandang kearah
klien selama berbicara, menjaga kontak pandang
yang menunjukkan keingintahuan, dan
menganggukkan kepala pada saat berbicara
tentang hal yang dirasakan penting atau
memerlukan ummpan balik. Teknik dimaksudkan
untuk memberikan rasa aman kepada klien dalam
mengungkapkan perasaan dan menjaga
kestabilan emosi klien.
b. Menunjukkan penerimaan
Menerima bukan berarti menyetujui,
melainkan bersedia untuk mendengarkan orang
lain tanpa menunjukkan sikap ragu atau
penolakan. Dalam hal ini sebaiknya perawat
tidak menunjukkan ekspresi wajah yang
menunjukkan ketidaksetujuan atau penolakan.
Selama klien berbicara sebaiknya perawat tidak
menyela atau membantah. Untuk menunjukkan
sikap penerimaan sebaiknya perawat
menganggukkan kepala dalam merespon
pembicaraan klien.
c. Mengulang Pernyataan Klien
Dengan mengulang pernyataan klien,
perawat memberikan umpan balik sehingga klien
mengetahui bahwa pesannya mendapat respond
an berharap komunikasi dapat berlanjut.
Mengulang pokok pikiran klien menunjukkan
indikasi bahwa perawat mengikuti pembicaraan
klien.
d. Klarifikasi
Apabila terjadi kesalahpahaman, perawta
perlu mengehentikan pembicaraan untuk
meminta penjelasan dengan menyamakan
pengertian. Ini berkaitan dengan pentingnya
informasi dalam memberikan pelayanan
keperawatan. Klarifikasi diperlukan untuk
memperoleh kejelasan dan kesamaan ide,
perasaan, dan persepsi
e. Menyampaikan Hasil Pengamatan
Perawat perlu menyampaikan hasil
pengamatan terhadap klien untuk mengetahui
bahwa pesan dapat tersampaikan dengan baik.
Perawat menjelaskan kesan yang didapat dari
isyarat nonverbal yang dilakukan oleh klien.
Dengan demikian akan menjadikan klien
berkomunikasi dengan lebih baik dan
terfokus pada permasalahan yang sedang
dibicarakan
7. Prinsip komunikasi gawat darurat
Ciptakan lingkungan terapeutik dengan
menunjukan prilaku dan sikap
a. Caring ( sikap pengasuhan yang ditnjukan peduli
dan selalu ingin memberikan bantuan)
b. Acceptance (menerima pasien apa adanya)
c. Respect (hormatati keyakinan pasien apa adanya)
d. Empaty (merasakan perasaan pasien)
e. Trust (memberi kepercayaan)
f. Integrity (berpegang pd prinsip profesional yang
kokoh)
g. Identifikasikan bantuan yang diperlukan
h. Terapkan teknik komunikasi: terfokus,
bertanya, dan validasi
i. Bahasa yang mudah dimengerti
j. Pastikan hubungan profesional dimengerti oleh
pasien/keluarga
k. Motivasi dan hargai pendapat & respon klien
l. Hindari: menyalahkan, memojokkan, dan
memberikan sebutan yang negatif.
TOPIK 11

KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA LANSIA

1. Latar Belakang
Komunikasi adalah elemen dasar dari interaksi
manusia yang memungkinkan seseorang untuk
menetapkan, mempertahankan dan meningkatkan
kontrak dengan orang lain karena komunikasi
dilakukan oleh seseorang, setiap hari orang
seringkali salah berpikir bahwa komunikasi adalah
sesuatu yang mudah. Namun sebenarnya adalah
proses yang kompleks yang melibatkan tingkah laku
dan hubungan serta memungkinkan individu
berasosiasi dengan orang lain dan dengan lingkungan
sekitarnya. Hal itu merupakan peristiwa yang terus
berlangsung secara dinamis yang maknanya dipacu
dan ditransmisikan. Untuk memperbaiki interpretasi
pasien terhadap pesan, perawat harus tidak terburu-
buru dan mengurangi kebisingan dan distraksi.
Kalimat yang jelas dan mudah dimengerti dipakai
untuk menyampaikan pesan karena arti suatu kata
sering kali telah lupa atau ada kesulitan dalam
mengorganisasi dan mengekspresikan pikiran.
Instruksi yang berurutan dan sederhana dapat dipakai
untuk mengingatkan pasien dan sering sangat
membantu. (Bruner & Suddart, 2001 : 188).
Komunikasi adalah proses interpersonal yang
melibatkan perubahan verbal dan non verbal dari
informasi dan ide. Komunikasi mengacu tidak hanya
pada isi tetapi juga pada perasaan dan emosi dimana
individu menyampaikan hubungan ( Potter-Perry, 301 ).
Komunikasi pada lansia membutuhkan perhatian khusus.
Perawat harus waspada terhadap perubahan fisik,
psikologi, emosi, dan sosial yang memperngaruhi pola
komunikasi. Perubahan yang berhubungan dengan umur
dalam sistem auditoris dapat mengakibatkan kerusakan
pada pendengaran. Perubahan pada telinga bagian dalam
dan telinga mengalangi proses pendengaran pada lansia
sehingga tidak toleran teradap suara. Berdasarkan hal –
hal tersebut kami menulis makalah ini yang berjudul “
komunikasi terapiutik pada lansia “.
2. Tujuan
a. Untuk mengetahui definisi komunikasi
terapeutik?
b. Untuk mengetahui manfaat komunikasi
terapeutik?
c. Untuk mengetahui karakteristik lansia?
d. Untuk mengetahui cara pendekatan perawatan
lansia dalam konteks komunikasi?
e. Untuk mengetahui teknik komunikasi pada
lansia?
f. Untuk mengetahui hambatan berkomunikasi
dengan lansia?
g. Untuk mengetahui teknik perawatan lansia pada
reaksi penolakan?
h. Untuk mengetahui hal-hal yang perlu
diperhatikan saat berinteraksi dengan lansia?
PEMBAHASAN

1. Pengertian Komunikasi Terapiutik


Indrawati (2003) mengemukakan bahwa
komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang
direncanakan secara sadar, bertujuan dan
kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien.
Komunikasi terapeutik adalah hubungan kerja
sama yang ditandai dengan tukar menukar perilaku,
perasaan, fikiran dan pengalaman dalam membina
hubungan intim terapeutik (Stuart dan Sundeen).
Komunikasi dengan lansia harus
memperhatikan faktor fisik, psikologi, (lingkungan
dalam situasi individu harus mengaplikasikan
ketrampilan komunikasi yang tepat. disamping itu
juga memerlukan pemikiran penuh serta
memperhatikan waktu yang tepat.
2. Manfaat Komunikasi Terapeutik
Manfaat komunikasi terapeutik adalah untuk
mendorong dan menganjurkan kerja sama antara
perawat dan pasien melalui hubungan perawat dan
pasien. Mengidentifikasi. mengungkap perasaan dan
mengkaji masalah dan evaluasi tindakan yang
dilakukan oleh perawat (Indrawati, 2003 : 50).
3. Karakteristik Lansia
Berdasarkan usianya, organisasi kesehatan
dunia (WHO) mengelompokan usia lanjut menjadi
empat macam meliputi:
a. Usia pertengahan (middle age) kelompok usia 45
samapai 59 tahun
b. Usia lanjut (elderly) kelompok usia antara 60
samapai 70 tahun
c. Usia lanjut usai (old) kelompok usia antara 75
sampai 90 tahun
d. Usaia tua (veryold)kelompk usia di atas 90 tahun
Meskipun batasan usia sangat beragam untuk
menggolongkan lansia namun perubahan-perubahan
akibat dari usai tersebut telah dapat di identifikasi,
misalnya perubahan pada aspek fisik berupa
perubahan neurologi dan sensorik, perubahan visual,
perubahan pendengaran. Perubahan- perubahan
tersebut dapat menghambat proses penerimaan dan
interprestasi terhadap maksud komunikasi.
Perubahan ini juga menyebabkan klien lansia
mengalami kesulitan dalam berkomunikasi. Belum
lagi perubahan kognetif yang berpengaruh pada
tingkat intelegensi, kemampuan belajar, daya
memori dan motivasi klien.
Perubahan emosi yang sering terlihat adalah
berupa reaksi penolakan terhadap kondisi yang
terjadi. Gejala-gejala penolakan tersebut misalnya:
a. Tidak percaya terhadap diagnose, gejala,
perkembangan serta keterangan yang di berikan
petugas kesehatan
b. Mengubah keterangan yang di berikan
sedemikian rupa, sehinga di terima keliru
c. Menolak membicarakan perawatanya di rumah
sakit
d. Menolak ikut serta dalam perawatan dirinya
secara umum khususnya tindakan yang mengikut
sertakan dirinya
e. Menolak nasehat-nasehat misalnya, istirahat
baring, berganti posisi tidur, terutama bila
nasehat tersebut demi kenyamanan klien.
4. Pendekatan Perawatan Lansia Dalam Konteks
Komunikasi
a. Pendekatan fisik
Mencari informasi tentang kesehatan
obyektif, kebutuhan, kejadian, yang dialami,
peruban fisik organ tubuh, tingkat kesehatan
yang masih bisa di capai dan di kembangkan
serta penyakit yang dapat di cegah
progresifitasnya. Pendekatan ini relative lebih
mudah di laksanakan dan di carikan solusinya
karena riil dan mudah di observasi.
b. Pendekatan psikologis
Karena pendekatan ini sifatnya absrak
dan mengarah pada perubahan prilaku, maka
umumnya membutuhkan waktu yang lebih lama.
Untuk melaksanakan pendekatan ini perawat
berperan sebagai konselor, advokat, supporter,
interpreter terhadap sesuatu yang asing atau
sebagai penampung masalah-masalah yang
pribadi dan sebagai sahabat yang akrab bagi
klien.
c. Pendekatan social
Pendekatan ini di lakukan untuk
meningkatkan keterampilan berinteraksi dalam
lingkungan. Mengadakan diskusi, tukar pikiran,
bercerita, bermain, atau mengadakan kegiatan-
kegiatan kelompok merupakan implementasi dari
pendekatan ini agar klien dapat berinteraksi
dengan sesama klien maupun dengan petugas
kesehatan.
d. Pendekatan spiritual
Perawat harus bisa membeikan kepuasan
batin dalam hubunganya dengan Tuhan atau
agama yang dianutnya terutama ketika klien
dalam keadaan sakit.

5. Teknik Komunikasi Pada Lansia


Untuk dapat melaksanakan komunikasi yang
efektif kepada lansia, selain pemahaman yang
memadai tentang karakteristik lansia, petugas
kesehatan atau perawat juga harus mempunyai
teknik-teknik khusus agar komunikasi yang di
lakukan dapat berlangsung secara lancar dan sesuai
dengan tujuan yang diinginkan. Beberapa teknik
komunikasi yang dapat di terapkan antara lain:
a. Teknik asertif
Asertif adalah sikap yang dapat
menerima, memahami pasangan bicara dengan
menunjukan sikap peduli, sabar untuk
mendengarkan dan memperhatikan ketika
pasangan bicara agar maksud komunikasi atau
pembicaraan dapat di mengerti. Asertif
merupakan pelaksanaan dan etika berkomunikasi.
Sikap ini akan sangat membantu petugas
kesehatan untuk menjaga hubungan yang
terapeutik dengan klien lansia.
b. Responsif
Reaksi petugas kesehatan terhadap
fenomena yang terjadi pada klien merupakana
bentuk perhatian petugas kepada klien. Ketika
perawat mengetahui adanya perubahan sikap atau
kebiasaan klien sekecil apapun hendaknya
menanyakan atau klarifikasi tentang perubahan
tersebut misalnya dengan mengajukan pertanyaan
‘apa yang sedang bapak/ibu fikirkan saat ini, ‘apa
yang bisa bantu…? berespon berarti bersikap
aktif tidak menunggu permintaan bantuan dari
klien. Sikap aktif dari petugas kesehatan ini akan
menciptakan perasaan tenang bagi klien.
c. Fokus
Sikap ini merupakan upaya perawat untuk
tetap konsisten terhadap materi komunikasi yang
di inginkan. Ketika klien mengungkapkan
pertanyaan-pertanyaan di luar materi yang di
inginkan, maka perawat hendaknya mengarahkan
maksud pembicaraan. Upaya ini perlu di
perhatikan karena umumnya klien lansia senang
menceritakan hal-hal yang mungkin tidak relevan
untuk kepentingan petugas kesehatan.
d. Supportif
Perubahan yang terjadi pada lansia, baik
pada aspek fisik maupun psikis secara
bertahap menyebabkan emosi klien relative
menjadi labil perubahan ini perlu di sikapi
dengan menjaga kesetabilan emosi klien lansia,
mesalnya dengan mengiyakan , senyum dan
mengagukan kepala ketika lansia
mengungkapkan perasaannya sebagai sikap
hormat menghargai selama lansia berbicara.
Sikap ini dapat menumbuhkan kepercayaan diri
klien lansia sehingga lansia tidak menjadi beban
bagi keluarganya. Dengan demikaian di harapkan
klien termotivasi untuk menjadi dan berkarya
sesuai dengan kemampuannya. Selama memberi
dukungan baik secara materiil maupun moril,
petugas kesehatan jangan terkesan menggurui
atau mangajari klien karena ini dapat merendahan
kepercayaan klien kepada perawat atau petugas
kesehatan lainnya. Ungkapan-ungkapan yang
bisa memberi motivasi, meningkatkan
kepercayaan diri klien tanpa terkesan menggurui
atau mengajari misalnya: ‘saya yakin bapak/ibu
lebih berpengalaman dari saya, untuk itu
bapak/ibu dapat melaksanakanya……. dan bila
diperlukan kami dapat membantu’.
e. Klarifikasi
Dengan berbagai perubahan yang terjadi
pada lansia, sering proses komunikasi tidak
berlangsung dengan lancar. Klarifikasi dengan
cara mengajukan pertanyaan ulang dan memberi
penjelasan lebih dari satu kali perlu di lakukan
oleh perawat agar maksud pembicaraan kita
dapat di terima dan di persepsikan sama oleh
klien ‘bapak/ibu bisa menerima apa yang saya
sampaikan tadi..? bisa minta tolong bapak/ibu
untuk menjelaskan kembali apa yang saya
sampaikan tadi…?.
f. Sabar dan Ikhlas
Seperti diketahui sebelumnya klien lansia
umumnya mengalami perubahan-perubahan yang
terkadang merepotkan dan kekanak-kanakan
perubahan ini bila tidak di sikapai dengan sabar
dan ikhlas dapat menimbulkan perasaan jengkel
bagi perawat sehingga komunikasi yang di
lakukan tidak terapeutik, namun dapat berakibat
komunikasi berlangsung emosional dan
menimbulkan kerusakan hubungan antara klien
dengan petugas kesehatan.
6. Hambatan Berkomunikasi Dengan Lansia
Proses komunikasi antara petugas kesehatan
dengan klien lansia akan terganggu apabila ada sikap
agresif dan sikan nonasertif.
a. Agresif
Sikap agresif dalam berkomunikasi
biasanya di tandai dengan prilaku-prilaku di
bawah ini:
a) Berusaha mengontrol dan mendominasi orang
lain (lawan bicara)
b) Meremehkan orang lain
c) Mempertahankan haknya dengan menyerang
orang lain
d) Menonjolkan diri sendiri
e) Pempermalukan orang lain di depan umum,
baik dalam perkataan maupun tindakan.
b. Non asertif
Tanda tanda dari non asertif ini antara
lain :
a) Menarik diri bila di ajak berbicara
b) Merasa tidak sebaik orang lain (rendah diri)
c) Merasa tidak berdaya
d) Tidak berani mengungkap keyakinaan
e) Membiarkan orang lain membuat keputusan
untuk dirinya
f) Tampil diam (pasif)
g) Mengikuti kehendak orang lain
h) Mengorbankan kepentingan dirinya untuk
menjaga hubungan baik dengan orang lain.
Adanya hambatan komunikasi kepada lansia
merupkan hal yang wajar seiring dengan menurunya
fisik dan pskis klien namun sebagai tenaga kesehatan
yang professional perawat di tuntut mampu mengatasi
hambatan tersebut untuk itu perlu adanya teknik atau
tips-tips tertentu yang perlu di perhatikan agar
komunikasi berjalan gengan efektif antara lain:
a) Selalu mulai komunikasi dengan mengecek
pendengaran klien
b) Keraskan suara anda jika perlu
c) Dapatkan perhatian klien sebelum berbicara.
Pandanglah dia agar dia dapat melihat mulut anda.
d) Atur lingkungan sehinggga menjadi kondusif untuk
komunikasi yang baik. Kurangi gangguan visual dan
auditory. Pastikan adanya pencahayaan yang cukup.
e) Ketika merawat orang tua dengan gangguan
komunikasi, ingat kelemahannya. Jangan
menganggap kemacetan komunikasi merupakan hasil
bahwa klien tidak kooperatif.
f) Jangan berharap untuk berkomunikasi dengan cara
yang sama dengan orang yang tidak mengalami
gangguan. Sebaliknya bertindaklah sebagai partner
yang tugasnya memfasilitasi klien untuk
mengungkapkan perasaan dan pemahamannya.
g) Berbicara dengan pelan dan jelas saat menatap
matanya gunakan kalimat pendek dengan bahasa
yang sederhana.
h) Bantulah kata-kata anda dengan isyarat visual.
i) Serasikan bahasa tubuh anda denagn pembicaraan
anda, misalnya ketika melaporkan hasil tes yang di
inginkan, pesan yang menyatakan bahwa berita
tersebut adalah bagus seharusnya di buktikan dengan
ekspresi, postur dan nada suara anda yang
menggembirakan (misalnya denagn senyum, ceria
atau tertawa secukupnya).
j) Ringkaslah hal-hal yang paling penting dari
pembicaraan tersebut.
k) Berilah klien waktu yang banyak untuk bertanya dan
menjawab pertanyaan anda.
l) Biarkan ia membuat kesalahan jangan menegurnya
secara langsung, tahan keinginan anda
menyelesaikan kalimat.
m) Jadilah pendengar yang baik walaupun keinginan
sulit mendengarkanya.
n) Arahkan ke suatu topic pada suatu saat.
o) Jika mungkin ikutkan keluarga atau yang merawat
ruangan bersama anda. Orang ini biasanya paling
akrab dengan pola komunikasi klien dan dapat
membantu proses komunikasi.

7. Teknik Perawatan Lansia Pada Reaksi Penolakan


Penolakan adalah ungkapan ketidakmampuan
seseorang untuk mengakui secara sadar terhadap
pikiran, keinginan, perasaan atau kebutuhan pada
kejadiaan-kejadian nyata atau sesuatu yang
merupakan ancaman. Penolakan merupakan reaksi
ketidaksiapan lansia menerima perubahan yang
terjadi pada dirinya. Perawat dalam menjamin
komunikasi perlu memahami kondisi ini sehingga
dapat menjalin komunikasi yang efektif, tidak
menyinggung perasaan lansia yang relatif sensitif.
Ada beberapa langkah yang bisa di laksanakan
untuk menghadapi klien lansia dengan reaksi
penolakan, antara lain :
a. Kenali segera reaksi penolakan klien
Membiarkan klien lansia bertingkah laku
dalam tenggang waktu tertentu. Hal ini
merupakan mekanisme penyesuaian diri sejauh
tidak membahayakan klien, orang lain serta
lingkunganya.
b. Orientasikan klien lansia pada pelaksanan
perawatan diri sendiri
Langkah tersebut bertujuan untuk
mempermudah proses penerimaan klien terhadap
perawatan yang akan di lakukan serta upaya
untuk memandirikan klien.

8. Hal-hal yang perlu diperhatikan saat berinteraksi


pada lansia
a. Menunjukkan rasa hormat, seperti “bapak”,
“ibu”, kecuali apabila sebelumnya pasien telah
meminta anda untuk memanggil panggilan
kesukaannya.
b. Hindari menggunakan istilah yang merendahkan
pasien
c. Pertahankan kontak mata dengan pasien
d. Pertahankan langkah yang tidak tergesa-gesa dan
mendengarkan adalah kunci komunikasi efektif
e. Beri kesempatan pasien untuk menyampaikan
perasaannya
f. Berbicara dengan pelan, jelas, tidak harus
berteriak, menggunakan bahasa dan kalimat yang
sederhana.
g. Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti
pasien
h. Hindari kata-kata medis yang tidak dimengerti
pasien
i. Menyederhanakan atau menuliskan instruksi
j. Mengenal dahulu kultur dan latar belakang
budaya pasien
k. Mengurangi kebisingan saat berinteraksi, beri
kenyamanan, dan beri penerangan yang cukup
saat berinteraksi.
l. Gunakan sentuhan lembut dengan sentuhan
ringan di tangan. Lengan, atau bahu.
m. Jangan mengabaikan pasien saat berinteraksi.

Anda mungkin juga menyukai

  • Bab I Kian
    Bab I Kian
    Dokumen7 halaman
    Bab I Kian
    melfa safitri
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii Kian
    Bab Ii Kian
    Dokumen16 halaman
    Bab Ii Kian
    melfa safitri
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kasus Keluarga Sei Nyirih
    Laporan Kasus Keluarga Sei Nyirih
    Dokumen20 halaman
    Laporan Kasus Keluarga Sei Nyirih
    melfa safitri
    Belum ada peringkat
  • Sap Pemeriksaan Kesehtan (KELOMPOK)
    Sap Pemeriksaan Kesehtan (KELOMPOK)
    Dokumen9 halaman
    Sap Pemeriksaan Kesehtan (KELOMPOK)
    melfa safitri
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Dokumen2 halaman
    Kata Pengantar
    melfa safitri
    Belum ada peringkat
  • Cover Karya Ilmiah Akhir
    Cover Karya Ilmiah Akhir
    Dokumen6 halaman
    Cover Karya Ilmiah Akhir
    melfa safitri
    Belum ada peringkat
  • Bab 3 Laporan Kasus
    Bab 3 Laporan Kasus
    Dokumen39 halaman
    Bab 3 Laporan Kasus
    melfa safitri
    Belum ada peringkat
  • Sap DBD
    Sap DBD
    Dokumen10 halaman
    Sap DBD
    melfa safitri
    Belum ada peringkat
  • Cover Keluarga
    Cover Keluarga
    Dokumen1 halaman
    Cover Keluarga
    melfa safitri
    Belum ada peringkat
  • SKRIPSI
    SKRIPSI
    Dokumen72 halaman
    SKRIPSI
    melfa safitri
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen7 halaman
    Bab I
    melfa safitri
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii Tohb
    Bab Ii Tohb
    Dokumen13 halaman
    Bab Ii Tohb
    melfa safitri
    Belum ada peringkat
  • Cover Keluarga 1
    Cover Keluarga 1
    Dokumen3 halaman
    Cover Keluarga 1
    melfa safitri
    Belum ada peringkat
  • PROPOSAL
    PROPOSAL
    Dokumen52 halaman
    PROPOSAL
    melfa safitri
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen2 halaman
    Daftar Pustaka
    melfa safitri
    Belum ada peringkat
  • Sap DHF Sei Nyirih
    Sap DHF Sei Nyirih
    Dokumen9 halaman
    Sap DHF Sei Nyirih
    melfa safitri
    Belum ada peringkat
  • (PDF) Pathway Ca Ovarium
    (PDF) Pathway Ca Ovarium
    Dokumen1 halaman
    (PDF) Pathway Ca Ovarium
    melfa safitri
    Belum ada peringkat
  • Anatomi Dan Fisiologi Kulit
    Anatomi Dan Fisiologi Kulit
    Dokumen23 halaman
    Anatomi Dan Fisiologi Kulit
    Wilko William
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen4 halaman
    Bab I
    Eddogawa T
    Belum ada peringkat
  • Khs
    Khs
    Dokumen1 halaman
    Khs
    melfa safitri
    Belum ada peringkat
  • PROPOSAL Ujian
    PROPOSAL Ujian
    Dokumen9 halaman
    PROPOSAL Ujian
    melfa safitri
    Belum ada peringkat
  • Khs
    Khs
    Dokumen1 halaman
    Khs
    melfa safitri
    Belum ada peringkat
  • Denver II Pelatihan
    Denver II Pelatihan
    Dokumen29 halaman
    Denver II Pelatihan
    Eka Fitri
    Belum ada peringkat
  • Cover Nai
    Cover Nai
    Dokumen1 halaman
    Cover Nai
    melfa safitri
    Belum ada peringkat
  • Distress Spiritual
    Distress Spiritual
    Dokumen22 halaman
    Distress Spiritual
    melfa safitri
    100% (3)