DENGAN KECERDASAN
EMOSIONAL ANAK PADA USIA 11-12 TAHUN DI
MTS PUI BANJARAN
PROPOSAL SKRIPSI
DE.PIPING HERDIANA
NIM.17142011008
PROPOSAL SKRIPSI
Oleh :
DE. PIPING HERDIANA NIM 17142011008
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes) YPIB
MAJALENGKA
2021
i
LEMBAR PERSETUJUAN
Skripsi ini telah di setujui untuk di pertahankan di hadapan tim penguji Skripsi Program S1
Keperawatan STIKes YPIB Majalengka.
Menyetujui,
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi ini telah diperiksa dan disahkan di hadapan tim penguji Skripsi Program S1
Keperawatan STIKes YPIB Majalengka.
Mengesahkan,
Mengetahui,
Ketua Program Studi S1 Keperawatan STIKes
YPIB Majalengka
iii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi penelitian dengan judul “Hubungan Pola Asuh Orangtua
Terhadap Kecerdasan Emosional Anak Usia 11-12 Tahun Di MTS PUI Banjaran” sebagai persyaratan
untuk memperoleh gelar Sarjana Keperawatan program Studi S1 keperawatan STIKes YPIB Majalengka.
Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari doa dan dukungan dari orang tua Ibundaku tercinta Imas Sri
Nurhikmah dan Ayahanda tersayang Eye Sunarya yang telah memberikan motivasi, nasehat dan harapan
serta memfasilitasi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa dalam penelitian ini
tidak mungkin dapat terselesaikan tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dengan hati yang
1. Jejen Nurbayan, S.SOS, selaku Ketua Yayasan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan YPIB Majalengka.
YPIB Majalengka.
3. Hera Hijriani, S.Kep., Ners., M.Kep selaku Ketua Prodi S1 Keperawatani dan selaku Dosen
Pembimbing pendamping yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan sehingga skripsi ini
dapat diselesaikan.
5. Arni Wianti,S.Kep., Ners., M.Kes selaku pembimbing utama yang telah memberikan bimbingan,
arahan serta motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.
6. selaku penguji I yang telah memberikan masukan, saran maupun arahan pada penulis.
7. selaku penguji II yang telah memberikan saran dan kritik yang sangat membangun dalam
menyelesaikan skripsi.
8. Bapak dan Ibu Guru beserta para Staf Sekolah MTS PUI Banjaran yang telah memfasilitasi selama
iv
9. Orangtua Siswa yang telah bersedia menjadi partisipan dalam melakukan penelitian ini
10. Seluruh Dosen S1 Keperawatan yang telah dengan sabar mendidik dan mengajarkan kami ilmu
keperawatan selama 4 tahun terakhir ini serta yang memberikan pengarahan yang tiada henti-hentinya
baik dorongan spiritual maupun material sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi.
11. Civitas Akademis STIKes YPIB Majalengka yang telah memberikan wadah bagi saya untuk menuntut
12. Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan namanya satu per satu yang telah membantu dalam
kemampuan penulis dalam menulis, draft skripsi penelitian ini tidak luput dari kekurangan dan belum
sempurna. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca akan sangat
membantu. Terimakasih atas bantuan, nasehat dan dorongan dalam penyusunan proposal penelitian
ini. Semoga doa serta dorongan yang diberikan kepada penulis dengan tulus dan ikhlas mendapatkan
Penulis
De.Piping Herdiana
NIM.17142011008
v
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1. Pengertian .............................................................................. 9
vi
5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosional . 15
B. Konsep Anak
1. Pengertian ............................................................................... 25
D. Kerangka Teori..................................................................................... 35
DAFTAR PUSTAKA
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Definisi operasional hubungan antara pola asuh orangtua terhadap kecerdasan
emosional anak usia 11-12 tahun di MTS PUI Banjaran ........ 39
viii
DAFTAR DIAGRAM
Diagram 2.1 Kerangka Teori Faktor - faktor Yang Mempengaruhi kecerdasan emosional
........................................................................................................ 35
Diagram 3.1 kerangka konsep penelitian hubungan pola asuh orangtua dengan kecerdasan
emosional anak
........................................................................................................ 35
ix
x
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lingkungan pertama dan yang paling utama ada di dalam keluarga, oleh karena itu
keluarga harus menyadari penuh akan hal tersebut. Orangtua memiliki peranan yang
sangat vital dan paling menentukan bagi anak. Dengan cara arahan serta bimbingan dari
orangtua akan menentukan perkembangan dan masa depan anak. Banyak faktor yang
bisa mempengaruhi terhadap perkembangan perilaku anak, salah satu nya adalah faktor
pola asuh orang tua atau gaya pola asuh orang tua. Pola asuh orangtua merupakan sikap
serta perilaku orangtua dalam mengasuh anak-anaknya. Meskipun pola ini akan
berubah dengan semakin besar anaknya atau meluasnya lingkungannya. Namun pola
intinya cenderung tetap, inilah sebabnya mengapa hubungan ayah dan ibu serta anggota
keluarga lainnya dalam pengasuhan merupakan sesuatu unsur yang penting dalam
sebesar 23,979,000. Anak yang mengalami gangguan berupa kecemasan sekitar 9%,
1
2
emosional yang di alami anak usia sekolah cukup tinggi yakni, berada di urutan ke dua
setelah perkembangan fisik anak kemudian setelah itu baru di ikuti dengan
(UNESCO) anak usia sekolah ada 260 juta di bumi, penelitian ini di dapat setelah
Report) mengambil sampel dari 128 negara dalam kurun 2010-2015. Data itu diambil
sebagai bahan dari program UNESCO berjudul pembangunan berkelanjutan 2030. Dari
260 juta anak usia sekolah 61 juta diantaranya berada pada usia awal bersekolah (SD)
6-11 tahun. Kemudian 60 juta anak di umur sekolah menengah pertama (SMP) 12-14
tahun. Sisanya 142 juta berada dalam sekolah menengah atas atau lanjutan (SMA) 15-
Menurut BPS (Badan Pusat Statistik) Indonesia jumlah anak usia sekolah
berdasarkan jenjang pendidikan nya, untuk tingkat Sekolah Dasar (SD) sebanyak 25,49
juta jiwa atau sebesar 56,26% dari total peserta didik yang mencapai 45,3 juta jiwa.
Adapun peserta didik sekolah menengah pertama (SMP) mencapai 10,13 juta jiwa
(22,35%). Sedangkan peserta didik untuk Sekolah Menengah Atas (SMA) mencapai
4,78 juta jiwa (10,56%) dan untuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sebanyak 4,9
berdasarkan jenjang SD sebanyak 37,36%, SMP adalah 24,17%, SMA adalah 16,88%
dan anak usia sekoah jenjang SMK sebanyak 20,36%. (Kemendikbud, 2020).
3
Adapun jumlah anak usia sekolah di majalengka berdasarkan umur 0-4 tahun
89,762 jiwa 5-9 tahun 107,397 jiwa 10-14 tahun 103,1 jiwa. (BPS Majalengka, 2019).
memberikan kebiasaan yang baik pada anak yang akan terus terus bertahan
selamanya.dengan kata lain keluarga adalah awal mulanya penyusunan yang matang
dalam diri seseorang dan struktur kepribadian. Keluarga merupakan unit terkecil dan
seseorang serta proses sosial yaitu dari dalam keluarga. (Triyono, 2019).
emosional anak untuk tumbuh dan berkembang di lingkungan keluarga akan tumbuh
sikap tolong menolong, tenggang rasa sehingga tumbuhlah kehidupan keluarga yang
damai dan sejahtera, keluarga berperan dalam meletakkan dasar pendidikan agama dan
oleh seseorang terkhusus pada masa pubertas. Para remaja yang mempunyai kecerdasan
emosional tinggi serta berkarakter akan terhindar dari masalah-masalah umum yang
sering di hadapi di masa pubertas, seperti kenalakan, narkoba, miras, dan perilaku seks
diri dan dorongan-dorongan dalam seseorang tersebut dalam melakukan suatu tindakan
Pembentukan kecerdasan emosional pada anak tersusun atas 2 faktor, yaitu: faktor
dalam dan faktor luar. Faktor dalam (internal) yaitu jasmani dan psikologi anak, dan
faktor luar (eksternal) yaitu stimulus dan lingkungan, termasuk di dalam nya ialah
pengasuh orangtua, pola asuh memiliki pengaruh kuat pada perkembangan emosi anak.
Pola asuh terbukti memiliki pengaruh terhadap kendali diri anak, empati, dan dapat
setia kawan, ramah tamah, serta sikap menghormati. (Siti Mar’ati Soliha, 2020).
Pola asuh sendiri adalah suatu cara terbaik yang di gunakan oleh orangtua untuk
mendidik anak dan memberikan dorongan melalui tingkah laku maupun sikap kepada
anak agar anak dapat mandiri, berkembang secara optimal, berprestasi, mempunyai rasa
percaya diri dan berorientasi untuk sukses. Pola asuh orangtua adalah pola perilaku
pendekatan tipologi menyebutkan empat gaya pola asuh orangtua yakni, otoriter,
permisif, otoritatif, dan tidak peduli kepribadian perilaku remaja. Pola asuh orang tua
merupakan perlakuan orang tua yang di terapkan pada anaknya untuk membentuk
karakter anak dalam mencapai masa kedewasaanya. (Zulfiana Qodrun Nadzah, 2019).
Pola asuh orangtua adalah suatu keseluruhan interaksi orangtua dan anak, dimana
orangtua yang dapat memberikan dorongan untuk anak-anak dengan mengubah tingkah
laku, pengetahuan serta nilai-nilai dianggap paling tepat bagi orangtua agar anak bisa
mandiri, tumbuh dan berkembang, secara sehat serta optimal, memiliki rasa percaya
5
diri, memiliki sifat rasa ingin tahu, bersahabat, serta berorientasi untuk sukses. (Popy
Pola asuh orangtua tentunya sangat besar pengaruhnya bagi anak anak. Pola asuh
otoriter, demokratik, ataupun permisif memberikan dampak yang berbeda bagi anak.
Kegagalan pola asuh orangtua seringkali menjadi faktor penyebab terjadinya gangguan
tua dalam menerapkan pola asuh memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap
emosional anak serta mengakibatkan anak bertindak seenak hati, tidak mampu
mengendalikan diri, pola hidup bebas bahkan nyaris tanpa aturan, dan akibat buruk
lainnya. (Lisa Sagita Zulfadilah, 2018). Hal ini seseuai dengan penelitian Rosyidah
(2017) yang menunjukan bahwa kecerdasan emosional di pengaruhi oleh pola asuh
orang tua yang otoriter (75%) dan permisif (66,7%), sedangkan orangtua yang memiliki
pola asuh demokratis menghasilkan lebih rendah di banding yang lain (32,1%).
menunjukan hasil bahwa terdapat kolerasi yang positif serta signifikan pola asuh
Dalam penelitian yang di lakukan oleh Sharely Nursy Siringoringo. Skep. M.Kep,
(2018), dalam jurnal kesehatan surya nusantara. Vol 6 dengan judul “Hubungan Pola
Asuh Orangtua Terhadap Emosi Siswa” mengemukakan dari ketiga pola asuh yang di
terapkan yaitu otoriter, demokratis, dan permisif. Yang paling dominan dalam
mempengaruhi kecerdasan adalah pola asuh otoriter yaitu 63,13% yang artinya
6
sebagian besar orangtua siswa menerapkan pola asuh dan gambaran kecerdasan
PUI Banjaran penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut dalam
emosional anak usia 11-12 tahun dan pola asuh apa yang paling baik untuk kecerdasan
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah apakah ada hubungan pola asuh orangtua dengan kecerdasan emosional anak
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan dari penelitian dan penulisan sripsi ini adalah untuk mengetahui hubungan
pola asuh orangtua dengan kecerdasan emosional anak usia 11-12 tahun di MTS PUI
Banjaran.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pola asuh orangtua anak usia 11-12 tahun di MTS PUI Banjaran.
b. Mengetahui kecerdasan emosional anak usia 11-12 tahun di MTS PUI Banjaran.
7
c. Untuk mengetahui apakah ada hubungan pola asuh orangtua terhadap kecerdasan
D. Manfaat Penelitian
1. Secara Teoritis
Bisa di gunakan sebagai sumber informasi pada hubungan pola asuh orangtua
dengan kecerdasan emosional anak usia 11-12 tahun, agar orangtua mampu
2. Secara Praktis
a. Bagi orang tua
Menambah wawasan dan pengetahuan orang tua terhadap pola asuh dan
kecerdasan emosional anak usia 11-12 tahun serta membantu orang tua untuk
kepada anaknya.
b. Bagi Guru
Menambah wawasan dan pengetahuan guru terhadap pola asuh dan kecerdasan
emosional anak usia 11-12 tahun, dan juga dapat meningkatkan keprofesionalismean
guru dalam pengelolaan proses pembelajaran, serta dapat mendorong dan membimbing
c. Bagi peneliti
mengenai pola asuh orangtua terhadap kecerdasan emosional anak, sehingga dapat
akademik siswa yang mana akan berpengaruh, serta mendapatkan informasi tentang
pola asuh orangtua terhadap kecerdasan emosional anak usia 11-12 tahun, Serta dapat
e. Ilmu Keperawatan
meningkatkan dukungan keluarga dan kecerdasan emosional anak usia 11-12 tahun dan
dapat di jadikan data tambahan bagi peneliti berikutnya yang berfokus pada hubungan
pola asuh orangtua terhadap kecerdasan emosional anak usia 11-12 tahun.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kecerdasan Emosional
1. Pengertian
mengatasi tuntunan dan tekanan lingkungan. Selanjutnya, j.stein dan howard e.book
menjelaskan pendapat peter Salovey dan john mayer, pencipta istilah kecerdasan
mengontrol emosi agar mampu merespon secara positif setiap kondisi yang merangsang
9
10
berikut:
a. Kesadaran Diri
Kesadaran diri, atau kemampuan untuk mengenali serta memahami emosi adalah
bagian penting dari kecerdasan emosional. Namun, selain mengenali kecerdasan emosi
juga harus sadar akan efek tindakan, suasana hati, dan emosi terhadap orang lain.
b. Regulasi Diri
Selain menyadari emosi sendiri serta dampak yang di miliki terhadap orang lain,
Pribadi yang terampil dalam pengaturan diri cenderung fleksibel serta beradaptasi
dengan baik terhadap perubahan. Pribadi juga pandai mengelola konflik dan meredakan
situasi tegang atau sulit. Goleman juga menyarankan bahwa yang memiliki
keterampilan mengatur diri sendiri tinggi memiliki kesadaran tinggi. Pribadi bagaimana
mereka mempengaruhi orang lain serta bertanggung jawab atas tindakannya sendiri.
c. Keterampilan Sosial
Mampu berinteraksi sangat baik dengan orang lain adalah aspek penting dalam
memahami emosi pribadi sendiri dan emosi orang lain, pribadi juga harus dapat
d. Empati
Empati atau kemampuan untuk memahami perasaan orang lain, sangat besar
dapat, ketika anda merasakan bahwa seseorang merasa sedih, harus bisa
e. Motivasi
oleh hal-hal di luar penghargaan eksternal seperti ketenaran, uang, pengakuan, dan
pujian. Pribadi yang kompeten di bidang ini cenderung berorientasi pada tindakan.
Mereka menetapkan tujuan, memiliki kebutuhan tinggi akan prestasi, dan selalu
mencari cara untuk melakukan yang lebih baik. Pribadi juga cenderung sangat
akurat memahami emosi pada diri sendiri serta orang lain, kecerdasan emosional ini
banyak sekali mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang dalam bertindak jauh
berbeda dengan IQ yang harus di lakukan semacam tes khusus untuk mengetahui
12
nilainya, maka EQ tidak serumit itu. Sebab kecerdasan emosional dapat kamu lihat
Tingkat kecerdasan emosi di kenal memiliki kaitan yang erat dengan empati. Dapat
di katakan bahwa seseorang dengan tingkat EQ yang tinggi memiliki empati yang baik
sehingga mampu memahami perasaan orang lain dengan mudah. Sebaliknya, orang
dengan tingkat emosi rendah sulit untuk memahami perasaan orang lain. Mereka tidak
mengerti apa yang orang lain rasakan. Ini membuat mereka sulit untuk menempatkan
Ketika anak berhadapan dengan kesulitan dan masalah, ada kemungkinan respon
tidak menyenangkan seperti stress atau cemas muncul. Timbulnya stress dalam diri
anak dapat menjadi sebuah tanda jika ia memiliki tingkat emosi kecerdasan emosi yang
mengatur mood. Menyebabkan hal atau masalah kecil yang terjadi dapat membuat
moodnya turun dan ia menjadi stress. Anak juga akan cenderung menyalahkan orang
3. Menyimpan Dendam
Anak-anak dengan tingkat emosi yang rendah tidak jarang menyimpan perasaan
kesal dan dendam terhadap orang lain. Tindakan ini sebenarnya merupakan salah satu
13
respon pikiran atas stress yang tercipta karena seseorang tidak dapat mengontrol
mereka dapat menyebabkan masalah. Satu hal yang tidak akan di lakukan orang dengan
kecerdasan emosional rendah adalah meminta pertanggung jawaban diri atas tindakan
mereka. Ketika ada yang tidak beres, reaksi pertama mereka adalah menemukan
mereka tidak punya pilihan untuk apa yang mereka lakukan dan orang lain tidak
indikator EQ rendah. Emosi yang kuat, baik mereka sendiri maupun oranglain, sulit di
pahami bagi mereka yang memilki kecerdasan emosional rendah. Orang-orang ini akan
sering menjauh dari situasi ini untuk menghindari harus berurusan dengan kejatuhan
emosi mereka. Mereka mungkin menyerang secara reaktif tanpa memahami apa yang
sebenarnya mereka rasakan atau mengapa mereka begitu marah. Seseorang yang
kekurangan EQ mungkin juga memiliki ledakan emosi yang tak terduga yang tampak
14
berlebihan dan tidak terkendali. Hal-hal terkecil memicu mereka menjadi omelan yang
kepada mereka. Biasanya, mereka harus membuktikan bahwa apa pun yang di alami,
mengetahui sifat dasar yang ada pada diri, apakah kita termasuk orang yang mudah
terselut emosi atau tidak, sehingga dengan mengenali emosi diri memudahkan kita
dalam bersikap. Kedua, mengelola emosi yaitu mampu mengkodisikan diri sehingga
dapat mengungkapkan isi hati dengan baik. Ketiga, motivasi diri sendiri dimana mampu
menuntun diri untuk selalu semangat dalam setiap keadaan tidak mudah terpuruk
terhadap sesuatu yang tidak di inginkan di setiap keadaan tidak mudah terpuruk oleh
sesuatu yang tidak di inginkan sehingga bisa mengambil inisiatif yang efektif dalam
bertindak. Empat, mengerti apa yang di alami oleh orang lain, sehingga memiliki
kemampuan ini masing-masing orang saling memiliki keterkaitan satu sama lain, sikap
15
saling peduli satu sama lain sehingga bisa menimbulkan sikap sosial yang positif.
a. Faktor Internal
Merupakan faktor yang timbul dari dalam diri seseorang yang di pengaruhi oleh
keadaan otak emosi individu. Beberapa contoh faktor internal di dalam diri seseorang:
1. Hereditas
Merupakan faktor pembawaan atau bakat dan hereditas termasuk dalam kategori
mengelola emosi. Dalam perjalanan hidup seseorang, potensi-potensi ini bisa menjadi
lebih berkembang dan bisa juga menjadi hilang sama sekali. Hal itu tergantung pada
karakteristik individu yang di wariskan orangtua kepada anak atau segala potensi baik
fisik maupun psikis, yang dimiliki seseorang sejak masa konsepsi (pembuahan ovum
sperma) sebagai pewarisan orangtua melalui gen, faktor hereditas memang dapat
16
emosional merupakan sebuah kemampuan yang bisa di pupuk dan di pelajari oleh
siapapun.
2. Agama
emosional seseorang. Agama memberi pondasi yang kuat pada diri seseorang agar
b. Faktor Eksternal
Yaitu faktor yang datang dari luar individu serta mempengaruhi seseorang untuk
mengubah sikap yang datang dari luar individu dan mempengaruhi individu untuk
mengubah sikap. Pengaruh luar dapat bersifat individu dan kelompok. Misalnya:
1. Lingkungan keluarga
pribadi anak. Perawatan orangtua yang penuh kasih sayang serta Pendidikan tentang
nilai-nilai kehidupan baik agama maupun sosial budaya yang di berikannya merupakan
faktor yang kondusif untuk mempersiapkan anak menjadi pribadi dan anggota
Pendidikan yang pertama dan utama bagi seseorang anak, sehingga anak akan mampu
mencapai tingkat kematangan, disini adalah bias yang di katakan sebagai seorang
2. Lingkungan Sekolah
peserta didik agar mampu mengembangkan potensinya baik yang menyangkut aspek
peserta didik yang baik, ada dua keuntungan jika sekolah berhasil mengembangkan
memberikan dasar bagi otak untuk dapat berfungsi secara optimal. Kedua, emosi yang
terkendali akan menghasilkan perilaku yang baik oleh karena itu orangtua dan guru
sebagai pendidik harus menjadi seorang pendidik yang mempunyai pemahaman yang
3. Lingkungan Masyarakat
dimana masyarakat yang maju serta komplek tuntutan hidupnya cenderung mendorong
untuk hidup dalm situasi kompetitif, penuh saingan, dan individualis di banding dengan
masyarakat sederhana. Faktor masyarakat terdiri dari lingkungan sosial dan non sosial
lingkungan sosial meliputi keadaan keluarga, guru, dan siswa. Sedangkan lingkungan
18
non sosial, meliputi keadaan sekolah, alam sekitar, dan lain-lain. Baik lingkungan sosial
maupun non sosial, keduanya berpengaruh terhadap kecerdasan emosional siswa dan
Keluarga merupakan Pendidikan pertama dan utama bagi anak, sedangkan sekolah dan
masyarakat merupakan faktor lanutan dari apa yang telah di peroleh anak dari keluarga.
dalam keluarga kepribadian anak dapat terbentuk sesuai dengan pola Pendidikan
Itelligence Scale (SEIS) di buat Schutte (2009) dan telah di terjemahkan ke dalam
Bahasa Indonesia oleh peneliti sebelumnya yaitu Gultom pada tahun 2016 Kuesioner
yang di gunakan terdiri dari 30 pertanyaan dalam bentuk skala Likert, dengan lima
alternatif pilihan jawaban, yaitu sangat setuju (SS) dengan nilai 5, setuju (S) dengan
nilai 4, netral/ragu (N/R) dengan nilai 3, tidak setuju (TS) dengan nilai 2, dan sangat
tidak setuju (STS) dengan nilai 1. Adapun kriteria penilaian kecerdasan emosional
Pemberian skor dilakukan berdasarkan angka yang berkisar dari <60% sampai
100%. Kategori baik 76%-100% (jika responden benar menjawab 12-15 pertanyaan).
Kategori cukup 60%-75% (jika responden benar menjawab 9-11 pertanyaan). Kategori
pertanyaan yang benar menunjukan kecerdasan emosional yang tinggi, juga sebaliknya
B. Konsep Anak
1. Tumbuh Kembang Anak Secara Umum
Bertumbuh adalah perubahan fisik yang dengan mudah dapat di ukur. Berkembang
adalah perubahan fisik yang dengan mudah dapat di ukur. Berkembang adalah
pertumbuhan ialah terjadinya perubahan yang bersifat kuantitatif, yang dapat di ukur.
Titik beratnya pada fisik. Pertumbuhan anak dapat di pantau dengan pengukuran tinggi
badan, lingkar kepala, berat badan, dan pengukuran stardart yang telah di sepakati
struktur dan fungsi tubuh yang sangat kompleks. (Syafa’atun Nahriyah, 2018).
20
macam karakteristik yang unik, banyak teori yang sesuai dengan aspek karakteristik
anak. Diantaranya ada teori psikososial, kognitif, moral, perkembangan motorik fisik.
1. Perkembangan Psikososial
2. Perkembangan Kognitif
3. Perkembangan Moral
Perkembangan fisik merupakan proses pematangan organ tubuh dari sejak lahir
sampai dewasa serta perkembangan motorik sesuatu yang tidak bisa terpisahkan dengan
21
perkembangan fisik, dapat dikatakan bahwa hal ini saling bergantung satu sama lain
anak. Banyak beberapa diantara orangtua yang menggunakan atau melakukan pola asuh
yang kurang tepat sehingga memberikan dampak yang kurang baik dalam
perkembangan karakteristik anak. Orangtualah yang menjadi sosok panutan bagi anak-
anaknya. Orangtua yang sering memarahi, acuh tak acuh, sikap bersikeras terhadap
kuasa, dan mengucilkan anak. Sikap tersebutlah yang bisa membuat anak menjadi tidak
serta tidak enak perasaan. Dalam kondisi ini anak menjadi frustasi, dan untuk
perkembangan itu di pengaruhi oleh banyak kekuatan: historis, sosial, dan budaya.
Namun ketiga hal tersebut saling bekerja sama dalam membuka setiap arah kehidupan.
Pertama, pengaruh kelompok usia. Pengaruh usia ini muncul saat masa kanak-kanak
atau remaja, ketika terjadinya perubahan biologis, serta budaya yang menerapkan
Kedua, pengaruh kelompok sejarah. Kelompok ini menjelaskan bahwa orang yang lahir
bersamaan yang di sebut dengan istilah kohor (cohort) cenderung memiliki kemiripan-
peristiwa yang hanay menimpa satu atau beberapa orang saja dan tidak mengikuti
jadwal yang terprediksi. Hal tersebut menjadikan sifat yang multi arah perkembangan.
Adapaun kedua kelompok tersebut yakni kelompok usia dan kelompok sejarah
termasuk tumbuh kembang anak. Kategori normatif karena bersifat khas atau rata-rata,
karena keduanya saling memberikan pengaruh orang lain dengan cara yang sama.
a. Keluarga
Setiap keluarga adalah suatu sistem, yakni suatu kesatuan yang di bentuk oleh
bagian-bagian yang saling berhubungan dan berinteraksi. Hubungan yang tidak pernah
hanya berlangsung satu arah. Secara langsung maupun tidak langsung, sikap dan
anak. Pola asuh yang baik dalam keluarga dapat membuat seorang anak mempunyai
kemampuan intelektual dan fisik yang bagus. Termasuk perkembangan emosi dan
sosialnya. Pola asuh yang baik itu di tunjukan dengan orangtua yang sangat
b. Sekolah
pengajaran, bimbingan, Pendidikan, dan latihan dalam rangka membantu anak mampu
kepribadian anak setelah keluarga, baik dalam cara berfikir, bersikap maupun
berprilaku. Adapun faktor yang berperan bagi perkembngan kepribadian anak adalah:
b) Memberikan pengaruh pada anak secara dini, terutama dalam hal membangin
konsep diri.
c) Anak banyak menghabiskan waktunya di sekolah dari pada tempat lain di luar
rumah.
e) Memberikan ruang pada anak untuk menilai kemampuan dirinya dan secara
realistik
c. Masyarakat
kembang anak. Ketika lingkungannya baik maka akan berdampak negatif terhadap
tumbuh kembang anak. Lingkungan ini terdiri atas lingkungan fisik dan lingkungan
dan sebagainya. Lingkungan fisik atau disebut juga lingkungan alam memberikan
pengaruh yang berbeda pada setiap individu. Sedangkan lingkungan sosial adalah
24
pergaulan yang khas. Dalam lingkungan sosial terdapat interaksi satu dengan yang
individu.
Observasi awal yang di lakukan di MTS PUI Banjaran di dapatkan anak-anak yang
bersikap tidak bisa mengontol emosinya kepada teman sebayanya. Mulai dari mencubit,
mendorong, serta ada yang mencuri uang temannya. Hal ini harus menjadi perhatian
penting bagi orangtua dan guru supaya sikap ini tidak mendominasi sikap anak. Pola
asuh orangtua memiliki hubungan erat dengan kecerdasan emosional anak, karena
orangtua memiliki peran penting dalam pengendalian sikap anak, dengan menerapkan
pola asuh yang baik serta tepat bagi anaknya. Sikap oragtua melindungi, menerima,
mendukung, apapun perbuatan anak yang bersifat positif, dan mengarahkan perbuatan
negatif secara bijaksana, serta mengenalkan bagaimana cara hidup dalam berkelompok
sosial. Penumbuhan nilai-nilai taqwa kepada allah SWT, jujur, disiplin, patuh kepada
orangtua, santun kepada sesama. Kala tersebut anak akan merasa aman, mampu
mengembangkan potensi dalam dirinya, memiliki rasa percaya diri, dan percaya
lingkungan.
25
1. Pengertian
Secara etiologi, pola asuh berarti bentuk, tata cara. Sedangkan asuh berarti
merawat, menjaga, dan mendidik. Sehingga pola asuh berarti bentuk atau sistem dalam
merawat, menjaga, dan mendidik. Pola asuh orangtua adalah interaksi orangtua
terhadap anaknya dalam hal mendidik dan memberikan contoh yang baik agar anak
Pola asuh orangtua merupakan segala bentuk dan proses interaksi yang terjadi
antara orangtua dan anak yang dapat memberi pengaruh terhadap perkembangan
Pola asuh adalah suatu cara terbaik yang bisa di tempuh orangtua unutuk mendidik
Dalam kaitannya berarti orangtua mempunyai tanggung jawab yang di sebut tanggung
jawab primer. Dengan maksud tanggung jawab yang harus di laksanakan, kalau tidak
Atas pengertian diatas dapat di simpulkan bahwa pola asuh orangtua adalah suatu
keseluruhan interaksi orangtua dan anak, dimana orangtua yang dapat memberikan
dorongan bagi anak-anak dengan mengubah tingkah laku, pengetahuan, dan nilai-nilai
dianggap paling tepat bagi orangtua agar anak bisa mandiri, tumbuh dan berkembang,
26
secara sehat dan optimal, memiliki rasa percaya diri, memiliki sifat rasa ingin tahu,
pola asuh orangtua secara umum, menurut yusmansyah (2019) terdapat empat jenis pola
asuh serta dampaknya bagi karakter anak yang mesti di kenali orangtua sebagai berikut:
Orang tua yang menerapkan pola asuh otoriter biasanya mengharuskan anaknya
terus patuh dan tidak membantah orangtua. Ayah atau ibu menjadi sosok yang dominan
dan menyalahi perintah orangtua, biasanya hukuman lantas di berikan kepada mereka.
Jika anak membantah dan tidak terima atas hukuman itu, dalih orangtua adalah demi
kebaikan anak sendiri. Studi menunjukan bahwa sebagian anak-anak atau remaja yang
tumbuh dari orangtua yang otoriter, biasanya jadi kurang bisa mengembangkan
keterampilan sosial serta komunikasi kritisnya. Padahal, dua hal ini sangat penting
untuk menumbuhkan sifat dan karakter kepemimpinan (leadership) bagi si anak. Selain
itu, anak-anak yang di besarkan oleh orangtua otoriter, di masa akan datang cenderung
menjadi otoriter. Ia menjadi tidak suka di bantah, tidak suka di kritik, serta perintahnya
harus di turuti, baik dalam hubungannya dengan orang lain maupun nantinya jika ia
Anak-anak yang tumbuh dari pola asuh pengabaian biasanya kurang mendapatkan
kasih sayang orangtua. Ayah dan ibunya kurang menghabiskan waktu berkualitas
dengan anak-anaknya, baik karena lalai ataupun dengan kesibukan kerja masing-
menonton televisi dan bermain game sapanjang harinya. Akibatnya, anak-anak dari
semaunya padahal, ada beberpa aturan sosial yang harus di ikuti, dan mereka terbiasa
patuh pada aturan di rumah. Selain itu, keterampilan mereka untuk menjadi tertib tidak
Pola asuh permisif ini di tandai dengan sikap orangtua yang penuh perhatian
memberikan banyak interaksi dan kehangatan. Anak-anak dibebaskan dan tidak banyak
di atur, kebalikan dari pola asuh otoriter di atas. Pola asuh ini bisa di bilang pola asuh
yang memanjakan anak. Selain itu, orangtua lebih mirip sebagai teman dari pada
orangtua pada lazimnya. Pengaruhnya, gaya pengasuhan ini seringkali menjadikan anak
Namun, efek negatifnya, ia memiliki kontrol diri yang kurang, sedikit batasan, dan
kurang memiliki perasaan berhak atas kepemilikannya. Baik secara pribadi atau secara
28
sosial. Biasanya dengan pola asuh permisif ini dapat mengembangkan hubungan sosial
yang baik dengan sebayanya, namun ia seringkali lebih suka menerima dari pada
memberi.
Jangan sampai terbolak-balik antara pola asuh otoriter yang serba mendahulukan
kepatuhan dari pola asuh otoritatif, yang di pandang ideal oleh para ahli perkembangan
anak. Pola asuh otoritatif ini di tandai dengan sikap orangtua yang mendorong anak
aturan disiplin, namun juga di terapkan secara suportif. Jika anak membantah, orangtua
implementasikan dengan baik, tingkat kemandirian anak akan terus meningkat saat
kepemimpinan yang lebih tinggi dari anak-anak sebayanya mereka juga biasanya
memiliki keterampilan sosial dan kontrol diri yang sesuai dengan tahapan
3. Jenis-Jenis Pengasuhan
Sudah menjadi tugas orangtua memberikan anak pengalaman yang di butukan anak
agar kecerdasannya berkembang sempurna. Ayah dan ibu memiliki peran yang sama
dalam pengasuhan anak-anaknya. Namun ada sedikit perbedaan dalam sentuhan dari
apa yang di tampilkan oleh ayah dan ibu. Peran ibu, antara lain : menumbuhkan
perasaan sayang, cinta, melalui kasih sayang dan kelembutan seorang ibu,
perempuan berprilaku sesuai jenis kelaminnya dan baik. Peran ayah antara lain:
menumbuhkan rasa percaya diri dan berkompeten kepada anak, menumbuhkan untuk
Orangtua tunggal dapat terjadi akibat perceraian atau perpisahan, kematian pasangan,
wanita tidak menikah yang membesarkan anaknya sendiri, atau adopsi oleh pria atau
wanita yang tidak menikah. Pola asuh oleh orangtua tunggal memiliki beberapa
masalah yang dapat mempengaruhi kesehatan anak-anak. Hidup dalam rumah tangga
dengan orangtua tunggal dapat menimbulkan stress baik bagi seseorang dewasa
maupun anak-anak. Orangtua tunggal dapat merasa kewalahan karena tidak ada
individu lain untuk berbagi tanggung jawab sehari-hari dalam mengatur asuhan anak-
30
dukungan penting untuk optimalitas fungsi pola asuh dengan orangtua tunggal.
Orangtua tunggal harus memberikan dukungan yang lebih besar untuk anak-anak
mereka.
Dalam pola asuh oleh kakek-nenek, nenek memiliki kecenderungan lebih banyak
untuk mengasuh sang cucu di bandingkan kakek. Penelitian secara konsisten telah
menemukan bahwa nenek memliki kontrak yang lebih banyak dengan cucunya di
bandingkan kakek. Peran kakek-nenek dapat memiliki fungsi yang berbeda dalam
keluarga, kelompok etnis, serta budaya, dan situasi yang berbeda. Keberagaman
pengasuhan cucu pada usia lanjut juga timbul pada penyelidikan sebelumnya tentang
Perawat asuh adalah ketika anak di asuh dalam situasi lain yang terpisah dari
orangtua atau wali legalnya. Sebagian besar anak-anak yang di tempatkan dalam
perawat asuh telah menjadi korban penganiyaan ataupun pengabaian. Anak-anak dalam
perawat asuh lebih cenderung memperlihatkan banyak masalah medis, emosi, perilaku
atau perkembangan. Perhatian individual terhadap anak dalam perawatan asuh sangat
orangtua asuh, anak, professional layanan kesehatan, dan pelayanan pendukung sangat
31
Berikut berbagai macam faktor yang mempengaruhi pola asuh orangtua menurut
1. Pendidikan Orangtua
Tingkat Pendidikan orangtua dalam hal merawat atau mengasuh anak sangat
berpengaruh saat melakukan pengasuhan pada anak. Untuk mempersiapkan diri ada
beberapa cara antara lain: ikut serta pada setiap tahap Pendidikan anak, mengusahakan
ada waktu luang untuk menilai perkembangan fungsi keluarga serta kepercayaan anak.
2. Lingkungan
anak, sehingga hal tersebut ikut andil dalam mewarnai pola pengasuhan yang di lakukan
3. Budaya
Seringkali orangtua mengikuti cara yang di lakukan oleh masyarakat dalam hal
karena pola-pola tersebut dianggap berhasil dalam mendidik anak dalam hal
kematangan.
Shintia Gestanadela (2020) mengutip dati hotman lippit berikut berbagai faktor
b. Bagaimana keadaan keluarga yang meliputi jumlah serta jenis kelamin dalam
keluarga
dengan lingkungan
e. Bagaimana orangtua melihat sudut pandang dari tujuan, arti, dan pelaksanaan pola
b. Bagaimana pandangan anak tentang harapan, sikap, dan pengaruh figur orang tua
terhadap dirinya
Meskipun disini di dapatkan tidak adanya kesamaan hubungan orang tua dan anak
yang di sebabkan berbagai macam faktor dari internal maupun eksternal, yaitu: latar
belakang orangtua, latar belakang anak, lingkungan, sosial, dan budaya. Tanpa disadari
anak belajar dari apa yang di contohkan oleh orang tuanya saat mengasuh anaknya,
dengan demikian hal ini orangtua memiliki peranan dan pengaruh besar dalam
Untuk mengetahui pola asuh orangtua dapat menggunakan skala pengukuran yang
Likert. Dengan skala ini responden di minta untuk memilih salah satu jawaban dengan
tanda silang (X) dari lima kemungkinan jawaban yang tersedia. Prosedur perskalaan
Memberikan nilai lebih pada jawaban yang di berikan oleh responden yang
responden tersebut.
Berdasarkan yang telah disebut di atas, peneliti membuat aitem-aitem pada masing-
masing indikator. Ada empat kemungkinan jawaban yang di berikan responden yaitu
34
Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS).
2. Setuju (S) = 3
3. Setuju (S) = 2
D. Kerangka Teori
Eksternal Internal
1. Hereditas
2. Agama
1. Lingkungan keluarga
2. Lingkungan sekolah
3. Lingkungan masyarakat
Faktor-Faktor yang
mempengaruhi pola
asuh orangtua : Pola asuh orangtua
1. Pendidikan
Orangtua
2. Lingkungan
3. Budaya 1. Otoriter
4. Latar belakang 2. Pengabaia
orangtua n
5. Latar belakang 3. Permisif
anak 4. otoritatif
METODOLOGI PENELITIAN
A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah formulasi atau simplikasi dari kerangka teori yang
hubungan variabel yang satu dengan yang lain. Dengan adanya kerangka konsep akan
mengenai hubungan pola asuh orangtua dengan kecerdasan emosional anak usia 11-12
Variabel independen dalam penelitian ini adalah pola asuh orangtua, sedangkan
3.keterampilan sosial
4.empati
5. motivasi
36
37
B. Variabel Penelitian
Menurut notoatmodjo (2010) variabel adalah suatu yang di gunakan sebagai ciri,
sifat, atau ukuran yang memiliki dan di dapatkan oleh satuan-satuan penelitian tentang
suatu konsep tertentu. Sesuai dengan keterbatasan peneliti, maka pada penelitian ini
tidak semua variabel independent diambil, variabel yang di ambil dalam penelitian ini
adalah pola asuh orang tua sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini adalah
C. Hipotesis Penelitian
hubungan pola asuh orangtua dengan kecerdasan emosional anak usia 11-12 tahun di
D. Definisi Operasional
ukur. Itu sebabnya definisi operasional adalah definisi penjelas, karena akibat definisi
Definisi operasional dari suatu variabel berkaitan dengan bagaimana cara untuk
berkaitan dengan aspek atau indikator yang di gunakan untuk mengukur suatu variabel
38
(Susilo dan Suyanto, 2015). Definsi operasional dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
No Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Ukur Alat
Operasional Ukur
39
asuh
tersebut,
maka
menunjukkan
salah satu
jenis pola
asuh yang
ada
(pengabaian,
otoritatif
,otoriter, atau
permisif).
2.Jika
skornya
sama untuk
dua atau tiga
jenis pola
asuh tersebut,
maka pola
asuh yang
diterapkan
adalah
campuran.
40
E. Jenis Penelitian
Desain penelitian yang akan diteliti termasuk ke dalam desain deskriptif dengan cara
observasi dan kuisioner. Penelitian deskriptif adalah suatu bentuk penelitian yang
maupun buatan manusia. Fenomena itu biasanya berupa bentuk, aktivitas, karakteristik,
perubahan, hubungan, kesamaan, dan perbedaan antara fenomena yang satu dengan yang
a. Populasi
Populasi adalah keseluruhan jumlah yang terdiri atas objek dan subjek yang
memilki karateristik dan kualitas tertentu yang di tetapkan oleh peneliti untuk di teliti
kemudian di Tarik kesimpulan. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anak usia
b. Sampel
sampling peneliti menggunakan total sampling yaitu teknik penentuan sampel bila
Tempat penelitian tepatnya di ruangan kelas dan di lakukan di MTS PUI Banjaran
pada bulan juni-juli tahun 2021. dimana peneliti dapat menemukan responden yaitu siswa
H. Instrumen Penelitian
dalam bentuk skala Likert, dimana responden harus menjawab pernyataan yang sesuai
dengan dirinya. Untuk pengumpulan datanya sendiri peneliti akan menggunakan satu
karakteristik responden dan dua kuesioner, yaitu kuesoner pola asuh dan kuesioner
kecerdasan emosional.
responden, usia orangtua, jumlah anggota keluarga, status anak, apakah orangtua masih
ada orangtua, jumlah anggota keluarga, status anak, apakah orangtua masih ada
2. Kuesioner pola asuh orangtua, kuesioner yang di gunakan mengadopsi dari Parental
Authority Quistionare (PAQ) yang di buat Buri (1991) dan telah di terjemahkan ke
dalam Bahasa Indonesia oleh peneliti sebelumnya yaitu husni pada tahun 2013.
Kuesioner ini bertujuan untuk mengetahui pola asuh orangtua mana yang paling
dominan di terapkan oleh orang tua responden, apakah otoriter, pengabaian, permisif,
atau otoritatif. Kuesioner yang di gunakan terdiri dari 30 pertanyaan dalam bentuk skala
43
Likert, setiap pola asuh di gambarkan oleh 10 pertanyaan, dengan lima alternative
pilihan jawaban, yaitu sangat setuju (SS) dengan nilai 5, setuju (S) dengan nilai 4,
netral/ragu (N/R) dengan nilai 3, tidak setuju (TS) dengan nilai 2, dan sangat tidak
setuju (STS) dengan nilai 1. Dimana skor tertinggi yang di peroleh pada salah satu pola
asuh tersebut menunjukan pola asuh yang dominan dan di gunakan oleh orangtua
responden. Sebagai contoh apabila skor yang di peroleh responden setelah mengisi
PAQ di dapatkan skor pola asuh otoriter adalah 120 sedangkan skor pada pengabaian,
permisif, dan otoritatif adalah 90, 80, 70 maka pola asuh orangtua responden yang
paling dominan adalah otoriter karena skor terbesar di dapatkan pada pola asuh tersebut.
Kuesoner ini terdiri dari 4 kategori pola asuh orang tua, yaitu otoriter, pengabaian,
Itelligence Scale (SEIS) di buat Schutte (2009) dan telah di terjemahkan ke dalam
Bahasa Indonesia oleh peneliti sebelumnya yaitu Gultom pada tahun 2016. Kuesioner
yang di gunakan terdiri dari 30 pertanyaan dalam bentuk skla Likert, dengan lima
alternatif pilihan jawaban, Pemberian skor dilakukan berdasarkan angka yang berkisar
dari <60% sampai 100%. Kategori baik 76%-100% (jika responden benar menjawab
12-15 pertanyaan). Kategori cukup 60%-75% (jika responden benar menjawab 9-11
1. Data primer
Data primer merupakan data yang diperoleh peneliti itu sendiri dari hasil
pengukuran, pengamatan, survey, dan lain-lain (Setiada, 2016). Data primer dalam
penelitian ini didapat dari hasil kuisioner PAQ dan SEIS untuk mengkaji Hubungan
Pola Asuh Orangtua dengan Kecerdasan Emosional anak usia 11-12 tahun.
2. Data sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari pihak lain, badan instansi
yang rutin mengumpulkan data (Setiadi, 2016). Data sekunder yang digunakan adalah
data jumlah siswa maupun siswi umur 11-12 tahun di MTS PUI Banjaran tahun ajaran
2020/2021.
Setelah data dikumpulkan maka selanjutnya dilakukan pengolahan data. Ada empat
tahapan dala pengolahan data yang harus dilalui (Hastono dalam Farhatun, 2017).
1. Editing
a. Lengkap
b. Jelas
c. Relevan
d. Konsisten
2. Coding
Coding Merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data berbentuk
angka atau bilangan. Kegunan dari coding adalah untuk mempermudah pada saat
3. Processing
kedalam computer atau aplikasi (SPSS) untuk melakukan uji normalitas data dan uji
T berpasangan.
4. Cleaning
melihat apakah ada kesalahan atau tidak, jika ada kesalahan kemudian dilakukan
5. Pengeluaran informasi
K. Analisa Data
a. Analisa univariat
variabel yang di teliti. Karakteristik responden dan juga setiap kategori jawaban pada
pola asuh orantua serta kecerdasan emosional yang di isi anak siswa akan di paparkan
b. Analisa Bivariat
dan dependen. Adapun analisis bivariat dalam penelitian ini adalah untuk mencari dan
mengidentifikasi hubungan pola asuh orang tua dengan kecerdasan emosional anak usia
11-12 tahun. Analisa data yang di gunakan adalah uji kolerasi pearson product moment.
Hasil penelitian di bandingkan p-value dengan signifikan alpha 0,05. Apabila p-value
lebih kecil dari alpha 0,05 maka ada hubungan bermakna antar variabel independent
dengan variabel dependen dan apabila p-value lebih besar dari alpha 0,05 maka tidak
independent dan dependen dengan menggunaka uji Chi-square (X2). Uji Chi-square
adalh membanding frequensi yang terjadi (observasi) dengan frequensi harapan sama,
maka di katakana tidak ada perbedaan yang bermakna (Signifikan). Sebaliknya, bila
nilai frequensi observasi dan nilai frequensi harapan berbeda, maka di katakana ada
47
X2 = ∑ (0 – E )2
E
Keterangan;
O = Nilai Observasi
E = Nilai Ekspetasi (Harapan)
df = Derajat Bebas (b-1) (k-1)
k = Jumlah Kolom
b = Jumlah Baris
L. Etika Penelitian
Kode etik penelitian merupakan suatu pedoman etik yang berlaku untuk kegiatan
dalam penelitian yang melibatkan antara pihak peneliti, pihak yang diteliti, dan masyarakat
yang memperoleh dampak dari penelitian tersebut (Notoatmodjo, 2010). Etika penelitian
kesedian ikutserta responden untuk ikut terlibat atau tidak ikut terlibat dalam
penelitian yang dilakukan peneliti. Bagi calon responden yang bersedia ikut terlibat
dalam penelitian ini kemudian dicatat oleh peneliti pada catatan calon responden tetap.
2. Privacy merupakan hak kebebasan individu dalam menentukan waktu, cara atau alat
yang digunakan, dan memberikan informasi. Peneliti juga menjelaskan kepada para
responden yang bersedia ikut terlibat dalam penelitian terkait informasi yang
dalam penelitian dan tempat penelitian yang digunakan untuk kepentingan penelitian
dan dapat dihapus apabila sudah tidak dipergunakan kembali. Data tersebut seperti
nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, alamat temapt tinggal atau alamat rumah, no
4. Fair treatment merupakan kesediaan peneliti untuk melindungi responden dari rasa
tidak nyaman. Peneliti memberikan penjelasan kepada para responden selama mengisi
kuisioner terdapat pertanyaan yang menyingung perasan responden atau merasa tidak
nyaman dengan pertanyaan tersebut, maka responden berhak untuk keluar dari
responden tetap.
5. Inform consent yaitu suatu lembar persetujuan antara si peneliti dengan para
responden. Tujuanya agar para responden paham terhadap tujuan dan maksud dari
penelitian yang akan dilakukan. Apabila responden merasa tidak nyaman dan tidak
bersedia, maka si peneliti harus menghormati hak responden yang tidak ingin
DAFTAR PUSTAKA
Astri Nur Arinta Putri, 2019. Hubungan Pola Asuh Orangtua Terhadap Tingkat Kecerdasan
Emosional Anak Usia Prasekolah (4-6) Di TK Dharma Wanita Ngawi. Madiun: STIKES
Bhakti Husada Mulia Madiun.
Carsel, Syamsunie, 2018. Metodolgi Kesehatan Dan Pendidikan. Yogyakarta: Penebar Media
Pustaka.
Utari Juliani, 2018. Hubungan Pola Asuh Orangtua Dengan Kejadian Stunting Pada Balita Di
Paud Al Fitrah Kecamatan Sei Rampah Kabupaten Serdang Begadai. Medan: Politeknik
Kesehatan Kemenkes RI Medan Prodi D IV Kebidanan
Handayani, Dkk, 2017. Penyimpangan Tumbuh Kembang Pada Anak dari Orangtua Bekerja
Volume 20 No 1 Jurnal keperawatan. Jakarta: Salemba Humaika.
Kemenkes. 2017. Provinsi Sumatera Utara Buku Saku Pemantauan Status Gizi Tahun 2017.
Jakarta: Direktorat Gizi Masyarakat.
Sandi Budi Darmawan, 2016. Hubungan Gaya Asuh Orangtua Dengan Tingkat Kecerdasan
Emosional Remaja Di SMP Negeri 1 Kalisat. Jember: Program Studi Ilmu Keperawatan
Universitas Jember.
Lisa Sagita Zulfadilah, 2018. Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Kecerdasan Emosional
Remaja di Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kelas I Tanjung Gusta. Sumatera Utara:
Universitas Sumatera Utara.
Jonta, T.Y (2018). Hubungan Antara Kecerdasan Emosional dam Kenakalan Remaja. Skripsi:
Universitas Sanata Darma Yogyakarta.
Rosyidah, N. (2017). Hubungan Pola Asuh Orangtua Terhadap Kenakalan Remaja Pada
Siswa SMK Yayasan Cengkareng Dua Jakarta Barat. Skripsi: Ilmu Keperawatan Fakultas
Kedokteran Dan Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Puput Chusnul Chotimah, (2020). Hubungan Pola Asuh Orangtua Otoriter Terhadap Perilaku
Agresif Remaja Usia 12-18 Di Desa Plalangan Kecamatan Jenangan Kabupaten Ponorogo.
Skripsi: Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam Fakultas Ushuludin Adab Dan Dakwah Institut
Agama Islam Negeri Ponorogo.
Adawiah, Rabiatul. Pola Asuh Orangtua Dam Implikasinya Terhadap Pendidikan Anak.
Banjarmasin: ULM Banjarmasin, 2017
50
Cristina Haru Seotjiningsih. Perkembangan Anak Sejak Pembuahan Sampai Dengan Kanak-
Kanak Akhir. Kencana, 2018.
Fitriani, Andani. Dalam Skripsi, Identifikasi Faktor-Faktor Penyebab Perilaku Agresif Siswi
SMK Piri 3 Yogyakarta, Yogyakarta: Fakultas Ilmu Pendidikan, 2018.
Kementrian Kesehatan RI, 2016. Buku Pedoman Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi Dan
Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak.Kementerian Kesehatan RI, Jakarta.
Eniyati. (2016). Hubungan Antara Pola Asuh Orangtua Dengan Status Gizi Balita.
Yogyakarta: STIKES Jendral A.Yani Yogyakarta