Dosen:
Elida Ulfiana, S.Kep., Ns., M.Kep.
2.1. Definisi
Anak usia sekolah merupakan suatu periode yang dimulai saat anak
masuk sekolah dasar sekitar usia 6 tahun sampai menunjukan tanda akhir
masa kanak-kanak yaitu 12 tahun. Langkah perkembangan selama anak
mengembangkan kompetensi dalam ketrampilan fisik, kognitif, dan
psikososial. Selama masa ini anak menjadi lebih baik dalam berbagai hal,
misalnya mereka dapat berlari dengan cepat dan lebih jauh sesuai
perkembangan kecakapan dan daya tahannya.
Anak usia sekolah merupakan sasaran yang strategis untuk pelaksanaan
program kesehatan, karena selain jumlahnya yang besar, mereka juga
merupakan sasaran yang mudah dijangkau karena terorganisir dengan baik.
Sasaran dari pelaksanaan kegiatan ini diutamakan untuk siswa SD/sederajat
kelas satu. Pemeriksaan kesehatan dilaksanakan oleh tenaga kesehatan
bersama tenaga lainnya yang terlatih (guru UKS/UKSG dan dokter kecil).
2.2. Ruang Lingkup
1) Anak usia sekolah dan remaja
2) Orang tua dan wali
3) Personel sekolah (staf pengajar, staf sekolah, dan administrasi)
4) Warga sekitar sekolah, perusahaan dan lemabaga penyedia layanan
2.3. Masalah Anak Usia Sekolah
Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia tahun 2015 mulai masuk sekolah
merupakan hal penting bagi tahap perkembangan anak. Banyak masalah
kesehatan terjadi pada anak usia sekolah, seperti misalnya pelaksanaan
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) seperti menggosok gigi dengan
baik dan benar, mencuci tangan menggunakan sabun, karies gigi,
kecacingan, kelainan refraksi/ketajaman penglihatan dan masalah gigi.
2.4. Bahaya-Bahaya Pada Anak Usia Sekolah
1) Bahaya Fisik
a. Penyakit
a) Penyakit palsu/khayal untuk menghindari tugas-tugas yang menjadi
tanggung jawabnya.
b) Penyakit yang sering dialami adalah yang berhubungan dengan
kebersihan diri
b. Kegemukan
a) Anak kesulitan mengikuti kegiatan bermain sehingga kehilangan
kesempatan untuk keberhasilan social.
b) Teman-temannya sering mengganggu dan mengejek sehingga anak
menjadi rendah diri
c. Kecelakaan
Meskipun tidak meninggalkan bekas fisik, kecelakaan sering
dianggap sebagai kegagalan dan anak lebih bersikap hati-hati akan
bahayanya bagi psikologisnya sehingga anak merasa takut dan hal ini
dapat berkembang menjadi rasa malu yang akan mempengaruhi
hubungan sosial.
d. Kecanggungan
Anak mulai membandingkan kemampuannya dengan teman sebaya
bila muncul perasaan tidak mampu dapat menjadi dasar untuk rendah
diri.
e. Kesederhanaan
Hal ini sering dilakukan oleh anak-anak dan orang dewasa
memandangnya sebagai perilaku kurang menarik sehingga anak
menafsirkannya sebagai penolakan yang dapat mempengaruhi konsep
diri anak
2) Bahaya Psikologis
a. Bahaya dalam berbicara
a) Kosakata yang kurang dari rata-rata menghambat tugas-tugas di
sekolah dan menghambat komunikasi dengan orang lain.
b) Kesalahan dalam berbicara, cacat dalam berbicara (gagap) akan
membuat anak jadi sadar diri sehingga anak hanya berbicara bila
perlu saja.
c) Anak yang kesulitan berbicara dalam bahasa yang digunakan
dilingkungan sekolah akan terhalang dalam usaha untuk
berkomunikasi dan mudah merasa bahwa ia berbeda.
d) Pembicaraan yang bersifat egosentris, mengkritik dan merendahkan
orang lain, membual akan ditentang oleh temannya
3) Bahaya emosi
Anak akan dianggap tidak matang bila menunjukan pola-pola emosi
yang kurang menyenangkan seperti marah yang berlebihan, cemburu
masih sangat kuat sehingga kurang disenangi orang lain
4) Bahaya bermain
Anak yang kurang memiliki dukungan sosial akan merasa kekurangan
kesempatan untuk mempelajari permainandan olah raga untuk menjadi
anggota kelompok, anak dilarang berkhayal, dilarang melakukan
kegiatan kreatif dan bermain akan menjadi anak penurut yang kaku
5) Bahaya dalam konsep diri
Anak yang mempunyai konsep diri yang ideal biasanya merasa tidak
puas terhadap diri sendiri dan tidak puas terhadap perlakuan orang
lainbila konsep sosialnya didasarkan pada pelbagai stereotip, anak
cenderung berprasangka dan bersikap diskriminatif dalam
memperlakukan orang lain. Karena konsepnya berbobot emosi dan
cenderung menetap serta terus menerus akan memberikan pengaruh
buruk pada penyesuaian sosial anak
6) Bahaya moral
a. Perkembangan kode moral berdasarkan konsep teman-teman atau
berdasarkan konsep-konsep media massa tentang benar dan salah yang
tidak sesuai dengan kode orang dewasa.
b. Tidak berhasil mengembangkan suara hati sebagai pengawas perilaku
c. Disiplin yang tidak konsisten membuat anak tidak yakin akan apa
yang sebaiknya dilakukan
d. Hukuman fisik merupakan contoh agresivitas anak
e. Menganggap dukungan teman terhadap perilaku yang salah begitu
memuaskan sehingga menjadi perilaku kebiasaan
f. Tidak sabar terhadap perilaku orang lain yang salah
7) Bahaya yang menyangkut minat
a. Tidak berminat terhadap hal-hal yang dianggap penting oleh teman-
teman sebaya.
b. Mengembangkan sikap yang kurang baik terhadap minat yang dapat
bernilai bagi dirinya, misal kesehatan dan sekolah
8) Bahaya hubungan keluarga
a. Sikap terhadap peran orang tua, orang tua yang kurang menyukai
peran orang tua dan merasa bahwa waktu, usaha dan uang dihabiskan
oleh anak cenderung mempunyai hubungan yang buruk dengan anak-
anaknya
b. Harapan orang tua, kritikan orang tua pada saat anak gagal dalam
melaksanakan tugas sekolah dan harapan-harapan orang tua maka
orang tua sering mengkritik, memarahi dan bahkan menghukum anak
c. Metode pelatihan anak, disiplin yang otoriter pada keluarga besar dan
disiplin lunak pada keluarga kecil yang keduanya menimbulkan
pertentangan dirumah dan meyebabkan kebencian pada anak. Disiplin
yang demokratis biasanya menghasilkan hubungan keluarga yang
baik.
d. Status sosial ekonomi, bila anak merasa benda dan rumah miliknya
lebih buruk dari temannya maka anak sering menyalahkan orang tua
dan orang tua cenderung membenci hal itu
e. Pekerjaan orang tua, pandangan mengenai pekerjaan ayah
mempengaruhi persaan anak dan bila ibu seorang karyawan sikap
terhadap ibu diwarnai oleh pandangan teman-temannya mengenai
wanita karier dan oleh banyaknya beban yang harus dilakukan di
rumah
f. Perubahan sikap kepada orang tua, bila orang tua tidak sesuai dengan
harapan idealnya anak, anak cenderung bersikap kritis dan
membandingkan orang tuanya dengan orang tua teman-temannya.
g. Pertentangan antar saudara, anak-anak yang merasa orang tuanya pilih
kasih terhadap saudara-saudaranya maka anak akan menentang orang
tua dan saudara yang dianggap kesayangan orang tua
h. Perubahan sikap terhadap sanak keluarga, anak-anak tidak menyukai
sikap sanak keluarga yang terlalu memerintah atau terlalu tua dan
orang tua akan memarahi anak serta sanak keluarga membenci sikap
sianak
i. Orang tua tiri, anak yang membenci orang tua tiri karena teringat
orang tua kandung yang tidak serumah akan memperlihatkan sikap
kritis, negativitas dan perilaku yang sulit.
2.5. Intervensi Tingkat Nasional
Intervensi kelompok anak usia sekolah tingkat nasional yaitu melalui
program UKS. Peningkatan kesehatan anak sekolah dengan titik berat pada
upaya promotif dan preventif didukung oleh upaya kuratif dan rehabilitatif
yang berkualitas, Usaha kesehatan Sekolah (UKS) menjadi sangat penting
dan strategis untuk mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
UKS bukan hanya dilaksanakan di Indonesia, tetapi dilaksanakan di seluruh
dunia. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mencanangkan konsep
sekolah sehat atau Health Promoting School ( Sekolah yang
mempromosikan kesehatan ).
Health Promoting School adalah sekolah yang telah melaksanakan UKS
dengan ciri-ciri melibatkan semua pihak yang berkaitan dengan masalah
kesehatan sekolah, menciptakan lingkungan sekolah yang sehat dan aman,
memberikan pendidikan kesehatan di sekolah, memberikan akses terhadap
pelayanan kesehatan, ada kebijakan dan upaya sekolah untuk
mempromosikan kesehatan dan berperan aktif dalam meningkatkan
kesehatan masyarakat.
Upaya Health Promoting School tersebut idengan titik berat pada upaya
promotif dan preventif didukung oleh upaya kuratif dan rehabilitatif yang
berkualitas adalah :
1) Promotif dan Pencegahan
a. Pemberian nutrisi yang baik dan benar.
b. Perilaku hidup sehat jasmani dan rohani.
c. Deteksi dini dan pencegahan penyakit menular.
d. Deteksi dini gangguan penyakit kronis pada anak sekolah.
e. Deteksi dini gangguan pertumbuhan anak usia sekolah Deteksi dini
gangguan perilaku dan gangguan belajar.
f. Imunisasi anak sekolah
2) Kuratif dan rehabilitasi
a. Penganan pertama kegawat daruratan di sekolah.
b. Pengananan pertama kecelakaan di sekolah.
c. Keterlibatan guru dalam penanganan anak dengan gangguan perilaku
dan gangguan belajar.
UKS dilakukan mulai dari tingkat sekolah dasar (SD) sampai pada
tingkat sekolah lanjutan atas, tetapi untuk saat ini di prioritaskan di SD yang
merupakan dasar dari semua sekolah lanjutan, untuk terlaksananya perlu
kerjasama dengan DINKES, dinas pendidikan, pemerintah daerah setempat,
orang tua murid dan lembaga sosial lainnya.
Deteksi dini gangguan kesehatan anak usia sekolah dapat mencegah atau
mengurangi komplikasi dan permasalahan yang diakibatkan menjadi lebih
berat lagi. Peningkatan perhatian terhadap kesehatan anak usia sekolah
tersebut, diharapkan dapat tercipta anak usia sekolah Indonesia yang cerdas,
sehat dan berprestasi.
2.6. Peran Perawat Komunitas Terkait Anak Usia Sekolah
1) Praktik Keperawatan Kesehatan Komunitas.
Keperawatan kesehatan komunitas (CHN) merupakan spesialis
pelayanan keperawatan yang berbasiskan pada masyarakat dimana
perawat mengambil tanggung jawab untuk berkontribusi meningkatkan
derajad kesehatan masyarakat. Fokus utama upaya CHN adalah
pencegahan penyakit, peningkatan dan mempertahankan kesehatan
dengan tanggung jawab utama perawat CHN pada keseluruhan populasi
dengan penekanan pada kesehatan kelompok populasi daripada individu
dan keluarga.
2) Fungsi dan Peran Perawat CHN Pada Agregat Anak Usia Sekolah
Fungsi dan peran perawat kesehatan komunitas terkait agregat anak
usia sekolah antara lain :
a. Kolaborator
Perawat bekerjasama dengan lintas program dan lintas sektoral
dalam membuat keputusan dan melaksanakan tindakan untuk
menyelesaikan masalah anak sekolah. Seperti halnya perawat
melakukan kemitraan dengan tokoh masyarakat, tokoh agama,
keluarga, guru, kepolisian, psikolog, dokter,LSM, dan sebagainya.
b. Koordinator
Mengkoordinir pelaksanaan konferensi kasus sesuai kebutuhan
anak sekolah menetapkan penyedia pelayanan untuk anak usia
sekolah.
c. Case finder
Mengembangkan tanda dan gejala kesehatan yang terjadi pada
agregat anak usia sekolah, menggunakan proses diagnostik untuk
mengidentifikasi potensial kasus penyakit dan risiko pada anak usia
sekolah.
d. Case manager
Mengidentifikasi kebutuhan anak usia sekolah, merancang rencana
perawatan untuk memenuhi kebutuhan anak usia sekolah, mengawasi
pelaksanaan pelayanan dan mengevaluasi dampak pelayanan.
e. Pendidik
Mengembangkan rencana pendidikan kepada keluarga dengan anak
usia sekolah di masyarakat dan anak usia sekolah di institusi formal,
memberikan pendidikan kesehatan sesuai kebutuhan, mengevaluasi
dampak pendidikan kesehatan.
f. Konselor
Membantu anak usia sekolah mengidentifikasi masalah dan
alternatif solusi, membantu anak usia sekolah mengevaluasi efek
solusi dan pemecahan masalah.
g. Peneliti
Merancang riset terkait anak usia sekolah, mengaplikasikan hasil
riset pada anak usia sekolah, mendesiminasikan hasil riset.
h. Care giver
Mengkaji status kesehatan komunitas anak usia sekolah,
menetapkan diagnosa keperawatan, merencanakan intervensi
keperawatan, melaksanakan rencana tindakan dan mengevaluasi hasil
intervensi.
i. Pembela
Memperoleh fakta terkait situasi yang dihadapi anak usia sekolah,
menentukan kebutuhan advokasi, menyampaikan kasus anak usia
sekolah terhadap pengambil keputusan, mempersiapkan anak usia
sekolah untuk mandiri.
2.7. Kasus
Seorang perawat komunitas melakukan pengkajian keperawatan
komunitas melalui observasi langsung ke sebuah sekolah dasar (SD)
Pembangunan Indralaya. Dari observasi yang dilakukan, tampak bahwa saat
jajan istirahat anak – anak menyerbu pedagang untuk jajan. Mereka tidak
mengetahui bahaya ( ada pengawet dan pewarna makanan ) yang ada pada
jajan yang dibeli.
Mayoritas pedagang tersebut berada di luar pagar sekolah dan di pinggir
jalan raya. Jenis jajanan yang paling banyak dijual adalah cilok dan bakso
goreng dengan saos warna merah terang, warung sekolah ada 2 kios kecil,
namun hanya menyediakan jajanan kering gorengan. Siswa tidak mencuci
tangannya sebelum makan karena tempat cuci tangan yang disediakan
sekolah hanya ada 1 kran air tanpa sabun.dari hasil studi dokumentasi yang
dilakukan perawat selama 3 bulan terakhir didapatkan bahwa dari 186
siswa, rata – rata 3 siswa/bulan pernah absen karena diare.
BAB 3
STUDI KASUS
3.1 Pengkajian
Pengkajian pada agregat anak sekolah menggunakan pendekatan
Community as partner meliputi: data int komunitas dan subsistem.
A. Data inti komunitas, terdiri dari:
1. Demografi: Jumlah anak sekolah keseluruhan menurut data
Monografi SDN Wonokromo IV Surabaya usia 6 – 12 tahun ± 123
siswa, jumlah anak sekolah menurut jenis kelamin dan golongan
umur tergambar pada grafik di bawah ini.
Diagram 1: Karakteristik anak sekolah berdasarkan umur dan jenis
kelamin di SDN Wonokromo IV Surabaya bulan November tahun
2012
B. Data subsistem
Delapan subsitem yang dikaji sebagai berikut:
1. Lingkungan Fisik
Inspeksi: Tipe sekolah permanen, tempatnya strategis dekat dengan
jalan raya. Kebersihan lingkungan sekolah kurang terjaga
dengan baik, terdapat 1 kantin di dalam sekolah yang
menjual makanan yang kurang menjamin kebersihannya.
Terdapat banyak penjual makanan di depan gerbang
sekolah. Jenis makanan yang dijual tidak terjamin
kebersihannya. Terdapat 2 kamar mandi yang terpisah
antara kamar mandi anak laki-laki dan perempuan.
Kondisi terawat dengan baik.
Auskultasi: Hasil wawancara dengan kepala sekolah, bahwa di
sekolah SDN Wonokromo IV terdapat kegiatan
ekstrakurikuler yang sudah lama berjalan seperti
olahraga sepak bola dan sena, kesenian meliputi tari
dan musik dan kegiatan keagamaan seperti pengajian.
Angket: Adanya kebiasaan pada lingkungan anak usia sekolah yang
kurang baik bagi perkembangan anak yaitu orang tua dan
lingkungan ana yang membiasakan tidak menggosok gigi
sebelum tidur sehingga kebiasaan ini diikuti oleh anak usia
sekolah.
3. Ekonomi
Berdasarkan hasil wawancara kepada para siswa kebanyakan orang
tua para siswa mempunyai pekerjaan sebagai wiraswasta dan
berdagang untuk mencari nafkah.
6. Komunikasi
a. Komunikasi formal
Media komunikasi yang digunakan oleh anak untuk memperoleh
informasi pengetahuan tentang gosok gigi berasal dari media,
para guru dan orang tua. Hasil pengkajian yang telah diperoleh
adalah sebagai berikut:
Diagram 6: sumber infromasi yang digunakan anak usia sekolah
untuk memperoleh pengetahuan tentang gosok gigi di sekolah
SDN Wonokromo IV
7. Pendidikan
Semua anak bersekolah di SDN Wonokromo IV Surabaya
8. Rekreasi
Tempat rekreasi yang sering dimanfaatkan anak bersama orang
tuanya biasanya ke Kebun Binatang Surabaya (KBS), taman-taman
kota, Pantai Kenjeran, dan Taman Hiburan Remaja (THR). Untuk
pengembangan bakat anak di bidang olah raga dan seni di sekolah
SDN Wonokromo IV terdapat lapangan sepak bola, sanggar senam,
dan tari.
3.3 Intervensi
1) Prioritas Masalah
Langkah awal dalam melakukan perencanaan adalah memprioritaskan
diganosa keperawatan dengan menggunakan ranking dari semua
diagnosa yang telah ditemukan. Tujuan dari prioritas masalah adalah
untuk mengetahui diagnosa keperawatan komunitas yang mana akan
diselesaikan terlebih dahulu dengan masyarakat.
Proritas untuk diagnosa komunitas pada agregat anak usia sekolah di
SDN Wonokromo IV Kelurahan Wonokromo Surabaya adalah sebagai
berikut:
Diagnosa Pentingnya Perubahan Penyelesaian Total
keperawatan pada penyelesaian positif untuk untuk skor
agregat anak usia masalah penyelesaian peningkatan
sekolah 1: rendah di kualitas
2: sedang komunitas hidup
3: tinggi 0: tidak ada 0: tidak ada
1: rendah 1: rendah
2: sedang 2: sedang
3: tinggi 3: tinggi
Defisit kebersihan 3 2 3 8
diri pada agregat
anak usia sekolah
Resiko terjadinya 3 3 3 9
kejadian karies
gigi pada agregat
anak usia sekolah
Resiko 2 1 1 4
penyalahgunaan
media cetak dan
elektronik pada
anak untuk
memperoleh
informasi yang
tidak sesuai
dengan
perkembangannya
Ketidakefektifan 2 1 2 5
komunikasi anak
dengan orang tua
Kesimpulan: masalah komunitas yang menjadi prioritas adalah resiko
kejadian karies gigi pada agregat anak usia sekolah dan yang akan
dijadikan implementasi adalah upaya preventif dan promotif untuk
mencegah terjadinya kejadian karies gigi pada agregat anak usia
sekolah di SDN Wonokromo IV Kelurahan Wonokromo Surabaya.
2) Intervensi Keperawatan
Diagnosa Rencana Waktu dan
Tujuan Sasaran Metode
Keperawatan Tindakan Tempat
Resiko Jangka -Lakukan -Kepala -Komunikasi Sabtu 29-
terjadinya Panjang: pendekatan sekolah, dan 09-2018
kejadian Terbentuknya secara guru, dan informasi
SDN
karies gigi kelompok formal petugas -Ceramah
Wonokromo
pada agregat anak usia dengan UKS SDN dan diskusi
IV Surabaya
anak usia sekolah yang kepala Wonokromo -Edukasi
sekolah peduli sekolah, IV Surabaya dan
terhadap guru, dan demonstrasi
-Kelompok
kesehatan petugas
anak usia
gigi UKS
sekolah di
Jangka -Berika SDN
Pendek penyuluhan Wonokromo
-Agregat kesehatan IV Surabaya
anak usia tentang
sekolah tidak karies gigi
mengalami pada
karies gigi kelompok
-Agregat anak usia
anak usia sekolah
sekolah
-Demons-
mendapatkan
trasikan cara
pengetahuan
menggosok
yang cukup
gigi dengan
tentang
baik dan
pencegahan
benar pada
masalah
kelompok
karies gigi
anak usia
sekolah
-Beri
kesempatan
pada anak
usia sekolah
untuk
bersama-
sama
mempraktik-
kan cara
menggosok
gigi dengan
baik dan
benar
BAB 4
PENUTUP
1.1. Kesimpulan
Komunitas dapat diartikan kumpulan orang pada wilayah tertentu dengan
sistem social tertentu. Komunitas meliputi individu, keluarga, kelompok /
agregat dan masyarakat. Salah satu agregat di komunitas adalah kelompok
anak usia sekolah yang tergolong kelompok berisiko (at risk) terhadap
timbulnya masalah kesehatan yang terkait perilaku tidak sehat. Anak usia
sekolah merupakan suatu periode yang dimulai saat anak masuk sekolah
dasar sekitar usia 6 tahun sampai menunjukan tanda akhir masa kanak-
kanak yaitu 12 tahun.
1.2. Saran
Dibutuhkan peran perawat komunitas untuk membantu menyelesaikan
masalahn kesehatan pada komunitas anak usia sekolah. Dibutuhkan peran
serta orang tua, guru, dan anggota masyarakat untuk mendukung
keberhasilan intervensi asuhan keperawatan pada komunitas anak usia
sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
Mubarak, dkk. 2006. Ilmu Keperawatan Komunitas Konsep dan Aplikasi,
Salemba Medika. Jakarta.
Rusdianingseh. 2012. Asuhan Keperawatan Komunitas pada Kelompok Anak
Usia Sekolah (6 – 12 Tahun). Surabaya.
Wijayaningsih,S,Kartika. 2013. Penuntun Praktis Asuhan Keperawatan
Komunitas. Jakarta: Trans Info Media
https://www.academia.edu/36633731/ASUHAN_KEPERAWATAN_KOMUNIT
AS_PADA_KELOMPOK_ANAK_USIA_SEKOLAH_6_12_TAHUN