Anda di halaman 1dari 41

MAKALAH TELAAH JURNAL

Pengkajian pada Kegawatdaruratan Psikiatri

Disusun Oleh:

Enjela Popy Agita (P1337420916010)

Ernia Haris Himawati (P1337420916011)

Fara Dila Santi (P1337420916012)

Felicia Kristiani Musa (P1337420916013)

Program Studi Profesi NERS Poltekkes Kemenkes Semarang

Tahun Ajaran 2017/2018


BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Jiwa adalah unsur manusia yang bersifat nonmateri, tetapi fungsi dan
manifestasinya sangat terkait pada materi. Mahasiswa yang pertama kali
mempelajari ilmu jiwa dan keperawatan jiwa sering mengalami kesulitan dengan hal
yang harus dipelajari, karena jiwa bersifat abstrak dan tidak berwujud benda. Setiap
manusia memiliki jiwa, tetapi ketika ditanya, Mana jiwamu? hanya sebagian kecil
yang dapat menunjukkan tempat jiwanya. Hal ini karena jiwa memang bukan berupa
benda, melainkan sebuah sistem perilaku, hasil olah pemikiran, perasaan, persepsi,
dan berbagai pengaruh lingkungan sosial. Semua ini merupakan manifestasi sebuah
kejiwaan seseorang. Oleh karena itu, untuk mempelajari ilmu jiwa dan
keperawatannya, pelajarilah dari manifestasi jiwa terkait pada materi yang dapat
diamati berupa perilaku manusia.
Manifestasi jiwa antara lain tampak pada kesadaran, afek, emosi, psikomotor,
proses berpikir, persepsi, dan sifat kepribadian. Kesadaran dalam hal ini lebih
bersifat kualitatif, diukur dengan memperhatikan perbedaan stimulus (stressor) dan
respons (perilaku yang ditampilkan), serta tidak diukur dengan Glasgow Coma
Scale (GCS). Suatu saat kami (K) sedang menjenguk teman (T) yang dirawat di unit
psikiatri sebuah rumah sakit di Surabaya. Ketika kami sampai di pintu ruang
perawatan, spontan dia marah dan berteriak keras sembari menuding ke arah kami,
seraya berkata seperti pada percakapan berikut.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, sehat adalah dalam keadaan bugar dan
nyaman seluruh tubuh dan bagian-bagiannya. Bugar dan nyaman adalah relatif,
karena bersifat subjektif sesuai orang yang mendefinisikan dan merasakan. Bagi
seorang kuli bangunan, kaki kejatuhan batu, tergencet, dan berdarah-darah adalah
hal biasa, karena hanya dengan sedikit dibersihkannya, kemudian disobekkan
pakaian kumalnya, lalu dibungkus, kemudian dapat melanjutkan pekerjaan lagi.
Namun, bagi sebagian orang, sakit kepala sedikit harus berobat ke luar negeri.
Seluruh komponen tubuh juga relatif, apakah karena adanya panu, kudis, atau kurap
pada kulit, seseorang disebut tidak sehat? Padahal komponen tubuh manusia bukan
hanya fisik, melainkan juga psikologis dan lingkungan sosial bahkan spiritual.
Jiwa yang sehat sulit didefinisikan dengan tepat. Meskipun demikian, ada
beberapa indikator untuk menilai kesehatan jiwa. Karl Menninger mendefinisikan
orang yang sehat jiwanya adalah orang yang mempunyai kemampuan untuk
menyesuaikan diri pada lingkungan, serta berintegrasi dan berinteraksi dengan baik,
tepat, dan bahagia. Michael Kirk Patrick mendefinisikan orang yang sehat jiwa
adalah orang yang bebas dari gejala gangguan psikis, serta dapat berfungsi optimal
sesuai apa yang ada padanya. Clausen mengatakan bahwa orang yang sehat jiwa
adalah orang yang dapat mencegah gangguan mental akibat berbagai stresor, serta
dipengaruhi oleh besar kecilnya stresor, intensitas, makna, budaya, kepercayaan,
agama, dan sebagainya.
Di Indonesia draf rencana undang undang (RUU) kesehatan jiwa belum selesai
dibahas. Pada perundangan terdahulu, UU Kesehatan Jiwa No. 3 Tahun 1966
tentang Upaya Kesehatan Jiwa, memberikan batasan bahwa upaya kesehatan jiwa
adalah suatu kondisi dapat menciptakan keadaan yang memungkinkan atau
mengizinkan perkembangan fisik, intelektual, dan emosional yang optimal pada
seseorang, serta perkembangan ini selaras dengan orang lain. Menurut UU Nomor
36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, pada Bab IX tentang kesehatan jiwa
menyebutkan Pasal 144 ayat 1 Upaya kesehatan jiwa ditujukan untuk menjamin
setiap orang dapat menikmati kehidupan kejiwaan yang sehat, bebas dari ketakutan,
tekanan, dan gangguan lain yang dapat mengganggu kesehatan jiwa. Ayat 2,
Upaya kesehatan jiwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas preventif,
promotif, kuratif, rehabilitatif pasien gangguan jiwa, dan masalah psikososial.
Gangguan jiwa menurut PPDGJ III adalah sindrom pola perilaku seseorang yang
secara khas berkaitan dengan suatu gejala penderitaan (distress) atau hendaya
(impairment) di dalam satu atau lebih fungsi yang penting dari manusia, yaitu fungsi
psikologik, perilaku, biologik, dan gangguan itu tidak hanya terletak di dalam
hubungan antara orang itu tetapi juga dengan masyarakat (Maslim, 2002; Maramis,
2010). Gangguan jiwa merupakan deskripsi sindrom dengan variasi penyebab.
Banyak yang belum diketahui dengan pasti dan perjalanan penyakit tidak selalu
bersifat kronis. Pada umumnya ditandai adanya penyimpangan yang fundamental,
karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta adanya afek yang tidak wajar atau
tumpul (Maslim, 2002).

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mampu mengidentifikasi kegawatdaruratan dalam keperawatan kesehatan jiwa.
2. Tujuan Khusus
a. Menjelaskan definisi kedaruratan psikiatri.
b. Mengidentifikasi tingkat kegawatdaruratan prikiatri.
c. Mengidentifikasi berbagai masalah keperawatan yang mungkin terjadi pada
kegawatdaruratan psikiatri.
d. Melaksanakan asuhan keperawatan pada kegawatdaruratan psikiatri.
e. Melakukan evaluasi keberhasilan asuhan keperawatan pada
kegawatdaruratan psikiatri.
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Kedaruratan Psikiatri


Kedaruratan psikiatri adalah suatu kondisi gangguan akut pada pikiran,
perasaan, perilaku, atau hubungan sosial yang membutuhkan suatu intervensi segera
(Allen, Forster, Zealberg, dan Currier, 2002). Sementara itu, menurut Kaplan dan
Sadock (1998), kedaruratan psikiatri adalah gangguan alam pikiran, perasaan, atau
perilaku yang membutuhkan intervensi terapeutik segera, sehingga prinsip dari
kedaruratan psikiatri adalah perlu penanganan segera. Oleh karena itu, kedaruratan
psikiatri di Indonesia sering disebut dengan unit perawatan intensif psikiatri (UPIP)
atau psychiatric intensive care unit (PICU). Adapun kriteria kedaruratan memiliki
kriteria adalah sebagai berikut.
1. Ancaman segera terhadap kehidupan, kesehatan, harta benda, atau lingkungan.
2. Telah menyebabkan kehilangan kehidupan, gangguan kesehatan, serta harta
benda dan lingkungan.
3. Memiliki kecenderungan peningkatan bahaya yang tinggi dan segera terhadap
kehidupan, kesehatan, harta benda, atau lingkungan.
Berdasarkan prinsip segera, penanganan kedaruratan dibagi dalam fase
intensif I (24 jam pertama), fase intensif II (2472 jam pertama), dan fase intensif
III (72 jam10 hari). Fase intensif I adalah fase 24 jam pertama pasien dirawat
dengan observasi, diagnosis, perawatan, dan evaluasi yang ketat. Berdasarkan
hasil evaluasi pasien, maka pasien memiliki tiga kemungkinan yaitu dipulangkan,
dilanjutkan ke fase intensif II, atau dirujuk ke rumah sakit jiwa. Fase intensif II
fase perawatan pasien dengan observasi kurang ketat sampai dengan 72 jam.
Berdasarkan hasil evaluasi, maka pasien pada fase ini memiliki empat
kemungkinan yaitu dipulangkan, dipindahkan ke ruang fase intensif III, atau
kembali ke ruang fase intensif I. Pada fase intensif III, pasien dikondisikan sudah
mulai stabil, sehingga observasi menjadi lebih berkurang dan tindakan-tindakan
keperawatan lebih diarahkan kepada tindakan rehabilitasi. Fase ini berlangsung
sampai dengan maksimal 10 hari. Merujuk kepada hasil evaluasi maka pasien
pada fase ini dapat dipulangkan, dirujuk ke rumah sakit jiwa atau unit psikiatri di
rumah sakit umum, ataupun kembali ke ruang fase intensif I atau II.
Adapun skala yang digunakan untuk mengukur tingkat kedaruratan pasien
adalah skala General Adaptive Function (GAF) dengan rentang skor 130 skala
GAF. Kondisi pasien dikaji setiap sif dengan menggunakan skor GAF.
Kategori Skala General Adaptive Function (GAF)
Nilai Keterangan
Skor 1120 Terdapat bahaya melukai diri sendiri atau orang lain (misalnya usaha
bunuh diri tanpa harapan yang jelas akan kematian, sering melakukan
kekerasan, kegembiraan manik) ATAU kadang-kadang gagal untuk
mempertahankan perawatan diri yang minimal (misalnya mengusap feses)
ATAU gangguan yang jelas dalam komunikasi (sebagian besar inkoheren
atau membisu).
Skor 1 10 Bahaya melukai diri sendiri atau orang lain persisten dan parah (misalnya
kekerasan rekuren) ATAU ketidakmampuan persisten untuk
mempertahankan kebersihan pribadi yang minimal ATAU tindakan bunuh
diri yang serius tanpa harapan akan kematian yang jelas

Keperawatan memberikan intervensi kepada pasien berfokus pada respons,


sehingga kategori pasien dibuat dengan skor Respons Umum Fungsi Adaptif
(RUFA) atau General Adaptive Function Response (GAFR) yang merupakan
modifikasi dari skor GAF. Secara umum, pasien yang dirawat di UPIP adalah
pasien dengan kriteria berikut.
1. Risiko bunuh diri yang berhubungan dengan kejadian akut.
2. Penyalahgunaan napza atau kedaruratan yang terjadi akibat napza.
3. Kondisi lain yang akan mengalami peningkatan yang bermakna dalam waktu
singkat.
Sementara itu, berdasarkan masalah keperawatan maka pasien yang perlu
dirawat di unit perawatan intensif psikiatri adalah pasien dengan masalah
keperawatan sebagai berikut.
1. Perilaku kekerasan.
2. Perilaku bunuh diri.
3. Perubahan sensori persepsi: halusinasi (fase IV).
4. Perubahan proses pikir: waham curiga.
5. Masalah-masalah keperawatan yang berkaitan dengan kondisi pasien putus zat
dan overdosis, seperti perubahan kenyamanan berupa nyeri, gangguan pola
tidur, gangguan pemenuhan nutrisi, gangguan eliminasi bowel, dan defisit
perawatan diri.

B. Alur Penerimaan Pasien di UPIP


Pasien baru yang masuk di UPIP dilakukan triase dengan mengkaji keluhan
utama pasien dengan menggunakan skor RUFA (130) dan tanda vital. Berikut
kategori pasien menurut skor RUFA adalah sebagai berikut.
1. Skor 110 masuk ruang intensif I.
2. Skor 1120 masuk ruang intensif II.
3. Skor 2130 masuk ruang intensif III.
1. Triase

Tahapan triase dilakukan rapid assessment/screening assessment yang dilakukan


berdasarkan protap. Pengkajian ini harus meliputi nama pasien, tanggal lahir,
nomor tanda pengenal (KTP/SIM/paspor), alamat, nomor telepon, serta nama
dan nomor telepon orang terdekat pasien yang dapat dihubungi. Selain itu, juga
disertakan tanda vital dan keluhan utama dengan skor RUFA untuk menentukan
perlu tidaknya dirawat di unit UPIP dan bila dirawat untuk menentukan
level/fase intensif pasien. Sementara pihak medis melakukan pengkajian dengan
menggunakan skala GAF.

a. Fase Intensif I (24 Jam Pertama)


1) Prinsip tindakan
a) Penyelamatan hidup (life saving).
b) Mencegah cedera pada pasien, orang lain, dan lingkungan.
2) Indikasi
Pasien dengan skor 110 skala RUFA.
3) Pengkajian
a) Hal-hal yang harus dikaji adalah sebagai berikut.
b) Riwayat perawatan yang lalu.
c) Psikiater/perawat jiwa yang baru-baru ini menangani pasien (bila
memungkinkan).
d) Diagnosis gangguan jiwa di waktu yang lalu yang mirip dengan tanda dan
gejala yang dialami pasien saat ini.
e) Stresor sosial, lingkungan, dan kultural yang menimbulkan masalah pasien
saat ini.
f) Kemampuan dan keinginan pasien untuk bekerja sama dalam proses
perawatan.
g) Riwayat pengobatan dan respons terhadap terapi, yang mencakup jenis obat
yang didapat, dosis, respons terhadap obat, efek samping dan kepatuhan
minum obat, serta daftar obat terakhir yang diresepkan dan nama dokter yang
meresepkan.
h) Pemeriksaan kognitif untuk mendeteksi kerusakan kognitif atau
neuropsikiatrik.
i) Tes kehamilan untuk semua pasien perempuan usia subur.
Pengkajian lengkap harus dilakukan dalam 3 jam pertama. Selain itu, pasien
harus sudah diperiksa dalam 8 jam pertama. Pasien yang berada dalam kondisi
yang sangat membutuhkan penanganan harus segera dikaji dan bertemu dengan
psikiater/petugas kesehatan jiwa dalam 15 menit pertama.
4) Intervensi
Intervensi untuk fase ini adalah observasi ketat, yakni sebagai berikut.
a) Bantuan pemenuhan kebutuhan dasar (makan, minum, perawatan diri).
b) Manajemen pengamanan pasien yang efektif (jika dibutuhkan).
c) Terapi modalitas yang dapat diberikan pada fase ini adalah terapi musik.
5) Evaluasi
a) Evaluasi dilakukan setiap sif untuk menentukan apakah kondisi pasien
memungkinkan untuk dipindahkan ke ruang intensif II.
b) Bila kondisi pasien di atas 10 skala RUFA maka pasien dapat dipindahkan
ke intensif II.
b. Fase Intensif II (2472 Jam Pertama)
1) Prinsip tindakan
a) Observasi lanjutan dari fase krisis (intensif I).
b) Mempertahankan pencegahan cedera pada pasien, orang lain, dan
lingkungan.
2) Indikasi
Pasien dengan skor 1120 skala RUFA
3) Intervensi
Intervensi untuk fase ini adalah observasi frekuensi dan intensitas yang
lebih rendah dari fase intensif I. Terapi modalitas yang dapat diberikan
pada fase ini adalah terapi musik dan terapi olahraga.
4) Evaluasi
Evaluasi dilakukan setiap sif untuk menentukan apakah kondisi pasien
memungkinkan untuk dipindahkan ke ruang intensif III.
Bila kondisi pasien di atas skor 20 skala RUFA, maka pasien dapat
dipindahkan ke intensif III. Bila di bawah skor 11 skala RUFA, maka
pasien dikembalikan ke fase intensif I.
c. Fase Intensif III (72 Jam10 Hari)
1) Prinsip tindakan
a) Observasi lanjutan dari fase akut (intensif II).
b) Memfasilitasi perawatan mandiri pasien.
2) Indikasi
Pasien dengan skor 2130 skala RUFA.
3) Intervensi
Intervensi untuk fase ini adalah sebagai berikut :
1. Observasi dilakukan secara minimal.
2. Pasien lebih banyak melakukan aktivitas secara mandiri.
3. Terapi modalitas yang dapat diberikan pada fase ini adalah terapi
musik, terapi olahraga, dan terapi keterampilan hidup (life skill
therapy)
4) Evaluasi
a) Evaluasi dilakukan setiap sif untuk menentukan apakah kondisi
pasien memungkinkan untuk dipulangkan.
b) Bila kondisi pasien diatas skor 30 skala RUFA, maka pasien dapat
dipulangkan dengan mengontak perawat CMHN terlebih dahulu. Bila
di bawah skor 20 skala RUFA, maka pasien dikembalikan ke fase
intensif II, serta jika di bawah skor 11 skala RUFA, maka pasien
dikembalikan ke fase intensif I.

2. Alur Penerimaan Pasien di Ruang UPIP


PENGKAJIAN KEGAWATDARURATAN JIWA

RUFA (RESPON UMUM FUNGSI ADAPTIF)

Ruang : Tanggal MRS : Jam : WIB

I. IDENTITAS PASIEN :
Nama : Nomor RM :
Jenis Kelamin : Umur :
Diagnosa Media :
II. ALASAN MASUK :

III. KEGAWATDARURATAN FISIK


1. Air Ways :
2. Breathing :
3. Circulation :
4. Disability :

IV. KEGAWAT DARURATAN JIWA STATUS MENTAL


1. Penampilan :
2. Orientasi :
3. Pembicaraan :
4. Psikomotor :
5. Afek :
6. Persepsi :
7. Arus Pikir :
8. Isi Pikir :
9. Bentuk Pikir :
10. Interaksi :

V. PEMERIKSAAN FISIK
TTV : T : S :N :R :

VI. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Semarang , .

Perawat

.
Nip.
PENGKAJIAN KEGAWATDARURATAN JIWA

Ruang : Tanggal MRS : Jam : WIB

I. IDENTITAS PASIEN :
Nama : Nomor RM :

Jenis Kelamin : Umur :

Diagnosa Media :

II. ALASAN MASUK :

III. KEGAWATDARURATAN FISIK


a) Air Ways : Paten Tidak paten:
Pangkal lidah jatuh Sputum Darah Spasme Benda Asing
Suara nafas: Normal Stridor Tidak ada suara napas
Lain-lain
b) Breathing :
Pola nafas : Apneu Dyspneu Bradipneu Takhipneu Orthopneu
Bunyi Nafas : Vesikuler Whezing Stridor Ronchi
Irama Nafas : Teratur Tidak teratur
Penggunaan otot Bantu nafas : Retraksi dada Cuping hidung
Jenis pernafasan :Pernafasan dada: Peranafasan perut
Lain-lain
c) Circulation : Akral: Hangat Dingin; Pucat : Ya Tidak; Cianosis: Ya Tidak
Pengisian Kapiler < 2 detik > 2 detik
Nadi: Teraba Tidak teraba ; Tekanan darah ..... mmHg
Perdarahan : Ya Tidak Jika Ya . Cc ; Lokasi pendarahan...........
Kelembaban kulit : Lembab Kering ; Turgor: Normal Kurang
Lain-lain
d) Disability : Tingkat kesadaran :
Nilai GCS dewasa : E: M: V:

IV. KEGAWATDARURATAN JIWASTATUS MENTAL


1. Penampilan :
Data ini didapat melalui observasi perawat/keluarga:
a. Penampilan tidak rapi jika dari ujung rambut sampai ujung kaki ada yang tidak rapi.
Misalnya : Rambut acak-acakan, kancing tidak tepat, restleting tidak dikunci, baju
terbalik, baju tidak diganti-ganti.
b. Penggunaan pakaian tidak sesuai. Misalnya : pakai dalam dipakai di luar baju.
c. Cara berpakaian tidak seperti biasanya jika penggunaan pakaian tidak tepat (waktu,
tempat, identitas, situasi/kondisi).
d. Jelaskan hal-hal yang ditampilkan klien dan kondisi lain yang tidak tercantum
e. Malasah keperawatan ditulis sesuai dengan data.
2. Orientasi
Orientasi waktu tempat, tempat dan orang jelas. Jelaskan data obyektif dan subyektif terkai
hal- hal di atas.
Masalah Keperawatan sesuai dengan data.
3. Pembicaraan
Nada bicara tinggi/keras/ lemah/ biasa, menantang, mengancam, mengulang-ulang
pembicaraan.
4. Psikomotor :
Data ini didapat melalui hasil observasi perawat/keluarga.
Kelambatan.
a. Hipokinesia, hipoaktifitas : gerakan atau aktifitas yang berkurang.
b. Sub stupor katatonik : reaksi terhadap lingkungan sangat berkurang, gerakan dan
aktivitas menjadi lambat.
c. Katalepsi : Mempertahankan secara kaku posisi badan tertentu juga bila hendak diubah
orang lain.
d. Flexibilitas serea : Mempertahankan posisi yang dibuat orang lain.
Peningkatan.
a. Hiperkinesia, hiperaktifitas : gerakan atau aktivitas yang berlebihan
b. Gaduh gelisah katatonik : aktifitas motorik yang tidak bertujuan yang berkali-kali
seakan tidak dipengaruhi rangsang luar.
c. Tik : gerakan ivolunter sekejap dan berkali-kali mengenai sekelompok otot yang
relative kecil.
d. Grimase : gerakan otot muka yang berubah-ubah yang tidak dapat dikontrol.
e. Tremor : Jari-jari yang tampak gemetar ketika klien menjujurkan tangan
f. Kompulsif : Kegiatan yang dilakukan berulang-ulang, seperti berulangkali mencuci
tangan, mencuci muka, mandi, mengeringkan tangan.
5. Afek/ emosi :
Data ini didapatkan melalui hasil observasi perawat/keluarga.
a. Adekuat : Afek emosi yang sesuai dengan stimulus yang ada.
b. Inadekuat : Emosi yang tidak sesuai atau bertentangan dengan stimus yang ada.
c. Datar/ dangkal : Tidak ada perubahan roman muka pada saat ada stimulus yang
menyenangkan atau menyedihkan.
d. Tumpul : Hanya bereaksi bila ada stiomulus emosi yang kuat.
e. Labil : emosi yang cepat berubah-ubah.
f. Anhedonia : Ketidakmampuan merasakan kesenangan.
g. Kesepian : Merasa dirinya ditinggalkan
h. Eforia : Rasa gembira yang berlebihan.
i. Ambivalensi : Afek emosi yang berlawanan timbul bersama-sama terhadap seseorang,
obyek atau sesuai hal.
j. Apatis : Berkurangnya afek emosi terhadap sesuatu atau semua hal disertai rasa
terpencil dan tidak peduli.
k. Marah : sudah jelas.
l. Depresif/sedih : seperti perasaan susah, tidak berguna, gagal, putus asa dsb.
6. Persepsi :
a. Apakah ada halusinasi? Kalau ada termasuk jenis apa?
b. Apakah ada ilusi? Kalau ada deskripsikan?
Jenis-jenis halusinasi sedah jelas
Jelaskan isi halusinasi, waktu, frekwensi, situasi saat mengalami halusinasi, perasaan
saat mengalami halusinasi, gejala yang tampak pada saat klien berhalusinasi.
Masalah keperawatan sesuai dengan data.
7. Arus Pikir :
a. Koheren : Kalimat/pembicaraan dapat dipahami dengan baik.
b. Inkoheren : Kalimat tidak terbentuk, pembicaraan sulit dipahami.
c. Sirkumtansial : Pembicaraan yang berbelit-belit tapi sampai pada tujuan pembicaraan.
d. Tangensial : Pembicaraan yang berbelit-belit tapi tidak sampai pada tujuan.
e. Asosiasi longgar : pembicaraan tidak ada hubungan antara satu kalimat dengan kalimat
lainnya, dank lien tidak menyadari.
f. Flight of Ideas : Pembicaraan yang melompat dari satu topic ke topic yang lainnya
masih ada hubungan yang tidak logis dan tidak sampai pada tujuan.
g. Bloking : pembicaraan yang berhenti tiba-tiba tanpa gangguan eksternal kemudian
dilanjutkan kembali.
h. Perseverasi : berulang-ulang menceritakan sesuatu ide, tema secara berlebihan.
i. Logorea : Pembicaraan cepat tidak terkontrol
j. Neologisme : Membentuk kata-kata baru yang tidak dipahami oleh umum.
k. Irelevansi : ucapan yang tidak ada hubungannya dengan pertanyaan atau dengan hal
yang sedang dibicarakan.

8. Isi Pikir : Data didapat melaui wawancara.


a. Obsesi : pikiran yang selalu muncul meski klien berusaha menghilangkannya
b. Phobia : ketakutan yang patalhogis/ tidak logis terhadap obyek/ situasi tertentu.
c. Ekstasi : kegembiraan yang luar biasa
d. Fantasi : isi pikir tentang sesuatu keadaan atau kejadian yang diinginkan
e. Bunuh diri : ide bunuh diri
f. Ideas of reference : pembicaraan orang lain, benda-benda atau sesuatu kejadian yang
dihubungkan dengan dirinya
g. Pikiran magis : keyakinan klien tentang kemampuannya melakukan hal-hal yang
mustahil/ di luar kemampuannya
h. Preokupasi : pikiran yang terpaku pada satu ide
i. Alienasi : perasaan bahwa dirinya sudah menjadi lain, berbeda, asing
j. Rendah diri : merendahkan atau menghina diri sendiri, menyalahkan diri sendiri tentang
suatu hal yang pernah atau tidak pernah dilakukan
k. Pesimisme : Mempunyai pandangan yang suram mengenai banyak hal dalam hidupnya
l. Waham:
1. Agama : Keyakinan terhadap suatu agama secara berlebihan dan diucapkan secara
berulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan
2. Somatik/hipolondrik : Klien mempunyai keyakinan tentang tubuhnya dan
dikatakan secara berulang yang tidak sesuai dengan kenyataan
3. Kebesaran : Klien mempunyai keyakinan yang berlebihan terhadap kemampuannya
yang disampaikan secara berulang yang tidak sesuai dengan kenyataan
4. Curiga : Klien mempunyai keyakinan bahwa ada seseorang atau kelompok yang
berusaha merugikan atau mencederaidirinya yang disampaikan secara berulang dan
tidak sesuai dengan kenyataan
5. Nihilistik : Klien yakin bahwa dirinya sudah tidak ada di dunia / meningal yang
dinyatakan secara berulang yang tidak sesuai dengan kenyataan
6. Kejaran : Yakin bahwa ada orang / kelompok yang mengganggu , dimata-matai
atau kejelekan sedang dibicarakan orang banyak
7. Dosa : Keyakinan bahwa ia telah berbuat dosa atau kesalahan yang besar yang
tidak bisa diampuni
Waham Bisar
1. Sisip pikir : Klien yakin ada ide pikiran orang lain yang disisipkan di dalam pikiran
yang disampaikan secara berulang dan tidak sesuai dengan kenyataan
2. Siar pikir : Klien yakin ada orang lain mengetahui apa yang dia pikirkan walaupun
dia tidak menyatakan kepada orang tersebut yang dinyatakan secara berulang dan
tidak sesuai dengan kenyataan
3. Kontrol pikir : Klien yakin pikirannya dikontrol oleh kekuatan dari luar.
9. Bentuk Pikir :
a. Realistik : Cara berfikir sesuai kenyataan/ realita yang ada
b. Nonrealistik : Cara berfikir yang tidak sesuai dengan kenyataan
c. Autistik : cara berfikir berdasarkan lamunan/ fantasi/ halusinasi / wahamnya sendiri
d. Dereistim : cara berfikir dimana proses mentalnya tidak ada sangkut pautnya
10. Interaksi :
Data ini didapatkan melalui wawancara dan observasi perawat/keluarga
a. Bermusuhan, tidak kooperatif, mudah tersinggung sudah jelas
b. Kontak mata kurang : tidak mau menatap lawan bicara
c. Defensif : selalu berusaha mempertahankan pendapat dan kebenaran dirinya
d. Curiga : menunjukan sikap/perasaan tidak percaya pada orang lain

V. PEMERIKSAAN FISIK
Tanda-tanda vital : T : S : N : R :

VI. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Semarang, ..

Perawat

.
Nip.
RENCANA KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN JIWA
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN : WAHAM
RUFA : SKOR 1 10
SKOR 11 20
SKOR 21 30
II. TUJUAN :
III. INTERVENSI :
1. INTENSIF I :
a) Dengarkan ungkapan klien walaupun terkait wahamnya tanpa membantah atau
mendukung
b) Berkomunikasi sesuai kondisi obyektif
c) Psikofarmaka: anti psikotik parenteral, anti ansietas
2. INTENSIF II :
a) Dengarkan keluhan pasien tanpa menghakimi
b) Komunikasi sesuai kondisi obyektif pasien
c) Beri psikofarmaka: antipsikotik oral
c) INTENSIF III :
a) Dengarkan keluhan pasien
b) Bantu identifikasi stimulus waham dan usahakan menghindari stimulus tersebut
c) Pertahankan pemberian psikofarmaka oral: anti psikotik

Semarang, ..
Perawat


RENCANA KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN JIWA

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN : PRILAKU KEKERASAN


RUFA : SKOR 1 10
SKOR 11 20
SKOR 21 30

II. TUJUAN :

III. INTERVENSI

A. INTENSIF I :
a. Kendalikan secara verbal
b. Pengikatan ATAU Isolasi
c. Psikofarmaka: anti psikotik parenteral, anti ansietas

B. INTENSIF II :
a. Dengarkan keluhan pasien tanpa menghakimi
b. Latih cara fisik mengendalikan marah: nafas dalam
c. Beri psikofarmaka: antipsikotik

C. INTENSIF III :
a. Dengarkan keluhan pasien
b. Latih cara mengendalikan marah dengan cara verbal, spiritual.
c. Pertahankan pemberian psikofarmaka oral: anti psikotik

Semarang , ..

Perawat


RENCANA KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN JIWA

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN : HALUSINASI

RUFA : SKOR 1 10
SKOR 11 20
SKOR 21 30
II. TUJUAN :

III. INTERVENSI

A. INTENSIF I :
a. Komunikasi terapeutik
b. Siapkan lingkungan yang aman
c. Psikofarmaka: anti psikotik parenteral, anti ansietas
d. Observasi prilaku pasien tiap 15 menit terkait halusinasi
e. Kalau perlu lakukan Pengikatan
f. Bantu mengenal halusinasi

B. INTENSIF II :
a. Komunikasi terapeutik
b. Siapkan lingkungan yang aman
c. Psikofarmaka: anti psikotik parenteral, anti ansietas
d. Observasi prilaku pasien tiap 30 - 60 menit terkait halusinasi
e. Bantu mengenal halusinasi
f. Bantu mengontrol halusiansi dengan menghardik.

C. INTENSIF III :
a. Komunikasi terapeutik
b. Siapkan lingkungan yang aman
c. Psikofarmaka: anti psikotik parenteral, anti ansietas
d. Observasi prilaku pasien dalam 24 jam terkait halusinasi
e. Melatih mengontrol halusiansi dengan melakukan kegiatan terjadwal dan
memanfaatkan obat.

Semarang, ..

Perawat


RENCANA KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN JIWA

A. INTENSIF I :
1. DIAGNOSA KEPERAWATAN : PANIK RUFA : SKOR 1 10
2. TUJUAN : Pasien tidak membahayakan dirinya, orang lain dan lingkungan.
3. Tindakan:
a. Komunikasi terapeutik
b. Siapkan lingkungan yang aman
c. Dampingi terus pasien saat panik, bombing pasien tarik nafas dalam.
d. Kolaborasi:
Berikan obat-obatan sesuai intruksi dokter.
Pantau keepektifan obat dan efek sampingnya
e. Observasi prilaku pasien setiap 15 menit sekali, catat adanya peningkatan atau
penurunan perilaku pasien.
f. Jika prilaku pasien semakin tidak terkontrol, terus mencoba melukai dirinya
sendiri atau orang lain, dapat dilakukan tindakan manajemen pengamanan
pasien yang epektif.

B. INTENSIF II :
a. DIAGNOSA KEPERAWATAN : ANSIETAS BERAT SKOR 11 20
b. TUJUAN : Pasien tidak lagi mengalami panic
c. Tindakan :
1. Komunikasi terapeutik
2. Siapkan lingkungan yang aman
3. Ajarkan tehnik relaksasi peregangan otot
4. Kolaborasi:
Berikan obat-obatan sesuai intruksi dokter.
Pantau keepektifan obat dan efek sampingnya
5. Observasi prilaku pasien setiap 30 - 60 menit sekali, catat adanya peningkatan
atau penurunan perilaku pasien.

C. INTENSIF III :
a. DIAGNOSA KEPERAWATAN : ANSIETAS SEDANG SKOR 21-30
b. TUJUAN : Pasien tidak lagi mengalami ansietas berat panik
c. Tindakan :
1. Komunikasi terapeutik
2. Siapkan lingkungan yang aman
3. Diskusikan bersama pasien:
Penyebab ansietas panic
Motivasi menceritakan pengalaman traumatic pasien
4. Kolaborasi:
Berikan obat-obatan sesuai intruksi dokter.
Pantau keepektifan obat dan efek sampingnya
Jelaskan tentang nama, dosis, manfaat terapi obat.

Semarang, ..

Perawat


RENCANA KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN JIWA

A. DIAGNOSA KEPERAWATAN : PERCOBAAN BUNUH DIRI

RUFA : SKOR 1 10

SKOR 11 20

SKOR 21 30

II. TUJUAN :

III. INTERVENSI :

A. INTENSIF I :

a. Bina hubungan saling percaya dengan pasien


b. Atasi masalah fisik akibat percobaan bunuh diri (rawat luka atau kondisi akibat
tindakan percobaan bunuh diri)

Identifikasi alasan, cara, dan waktu klien melakukan tindakan bunuh diri

c. Identifikasi alternatif penyelesaian masalah selain tindakan bunuh diri:


1. ekspresi perasaan kepada orang yang dapat dipercayai (teman atau
keluarga)
2. berpikir positif
3. melakukan aktivitas positif yang disenangi
4. aktivitas spiritual: baca doa, sholat
5. Observasi pasien setiap 10 menit sekali, sampai ia dipindahkan ke ruang
intensif II
6. Jauhkan semua benda yang berbahaya (misalnya pisau, silet, gelas, ikat
pinggang)
7. Kolaborasi dengan medis untuk program pengobatan pasien dengan
menggunakan prinsip lima (5) benar
8. Dengan lembut jelaskan pada pasien bahwa saudara akan melindungi
pasien sampai tidak ada keinginan bunuh diri
B. INTENSIF II :
a. Kolaborasi dengan medis untuk program pengobatan pasien dengan menggunakan
prinsip lima (5) benar
b. Observasi pasien setiap 30 menit sekali, sampai ia dipindahkan ke ruang intensif III
c. Jauhkan semua benda yang berbahaya (misalnya pisau, silet, gelas, ikat pinggang)
d. Lanjutkan perawatan luka atau kondisi akibat tindakan percobaan bunuh diri
(apabila pasien merupakan pasien pindahan dari ruang intensifI)
e. Berikan terapi musik untuk pasien

C. INTENSIF III :
a. Membantu pasien meningkatkan harga dirinya
b. Memberi kesempatan pasien mengungkapkan perasaannya.
c. Berikan pujian bila pasien dapat mengatakan perasaan yang positif.
d. Meyakinkan pasien bahwa dirinya penting
e. Membicarakan tentang keadaan yang sepatutnya disyukuri oleh pasien
f. Membantu pasien menerapkan pola koping yang konstruktif:
1. Identifikasi pola koping maladaptif dan adaptif
2. Identifikasi dampak koping yang dilakukan
3. Pilih pola koping adaptif
4. Anjurkan menggunakan pola koping konstruktif

Semarang ,..

Perawat

.
RENCANA KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN JIWA

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN : ISOLASI SOSIAL

RUFA : SKOR 1 10
SKOR 11 20
SKOR 21 30
II. TUJUAN :

III. INTERVENSI

A. INTENSIF I :
a. Membina hubungan saling percaya
b. Bantu mengenal menyebab isolasi sosialnya
c. Melatih pasien menggunakan obat secara teratur

B. INTENSIF II :
a. Mengajarkan pasien berkenalan dengan orang lain
b. Mengajarkan pasien berkenalan dan bercakap-cakap dengan orang lain
C. INTENSIF III :
Memberikan terapi modalitas.

Semarang ..
Perawat


RENCANA KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN JIWA

A. INTENSIF I : ( 24 jam pertama)


1. DIAGNOSA KEPERAWATAN : POLA NAPAS TIDAK EPEKTIF
2. TUJUAN : Jalan napas bebas dari sumbatan, kebutuhan O 2 pasien terpenuhi,
perfusi jaringan adekuat.
3. Tindakan:
a. Komunikasi terapeutik
b. Kaji keadekuatan pernapasan, ventilasi dan oksigenasi dan tingkat kesadaran
pasien.
c. Pasang O2
d. Obseravasi adanya needle track bekas suntikan pada lengan dan kaki pasien.
e. Kolaborasi : Cek lab
f. Observasi TTv setiap 5 menit selama 4 jam
g. Kolaborasi : Pertimbangan intubasi endotrakheal bila pernapasan tidak
adekuat, oksigenasi kurang, hipoventilasi menetap.
h. Kolaborasi pasang IVFD dan Pasang kateter untuk analisa urine
i. Pasien dipuasakan untuk menghindari aspirasi.
j. Kaji riwayat penggunaan obat dari orang lain yang dekat dengan pasien
k. Kolaborasi terapi medis pemberian antidotum.
l. Kolaborasi terapi penunjang lainnya : EKG, foto thorakmedis pemberian
antidotum.
m. Kolaborasi terapi medis lainya secara simtomatis.

B. INTENSIF II : (25 jam 72 jam)


1. DIAGNOSA KEPERAWATAN : POLA NAPAS TIDAK EPEKTIF
2. TUJUAN : Jalan napas bebas dari sumbatan, kebutuhan O 2 pasien terpenuhi,
perfusi jaringan adekuat.
3. Tindakan:
a. Komunikasi terapeutik
b. Pasang O2 , Observasi TTV setiap 4 jam
c. Observasi IVFD.
d. Kolaborasi terapi medis lainya secara simtomatis.
C. INTENSIF III : (72 jam 10 hari)
1. DIAGNOSA KEPERAWATAN : Gangguan rasa nyaman : nyeri
2. TUJUAN : Pasien dapat mengontrol nyeri dengan baik
3. Tindakan :
a. Kaji tingkat nyeri pasien dengan menggunakan skala nyeri 1 10
b. Kaji lokasi nyeri, intensitas nyeri dan karakteristik nyeri
c. Diskusikan dengan pasien penyebab nyeri yang terjadi
d. Diskusikan pengalaman pasien dalam mengatasi nyeri
e. Ajarkan tehnik distrasi ( ngobrol, melakukan kegiatan yang menyenangkan)
f. Ajarkan tehnik relaksasi tarik napas dalam dan Observasi CINA tiap 4 jam
g. Kolaborasi: pemberian terapi analgetik
h. Libatkan dalam terapi modalitas

Semarang, ..

Perawat


IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEGAWATDARURATAN JIWA

Nama : No RM :
Tanggal : Dx Keperawatan :

1. Melakukan komunikasi terapeutik


2. Mengobservasi Status Mental
Status Mental Pagi Sore Malam
Penampilan
Orientasi
Pembicaraan
Psikomotor
Afek
Persepsi
ArusPikir
Isi Pikir
BentukPikir
Interaksi
SKOR RUFA
3. Mengarahkan / Membantu ADL
ADL Pagi Sore Malam
Makan/Minum
Toileting
Mandi
Berpakaian
4. Delegatif Pemberian Obat
NamaObat Jam/Paraf

5. Menggunting Rambut, Memotong Kuku


6. Memberi Terapi Modalitas : .
7. Melaksanakan Restrain/Isolasi
8. Mengobservasi Restrain

Ja 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2
m 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 1 2 3 4 5 6 7 8 0 1 2 3 4
A
V
N
Catatan :
PLANING
Pagi Sore Malam

NAMA / PARAF PERAWAT


Pagi Sore Malam
RESPON UMUM FUNGSI ADAPTIF

RUFA PERILAKU KEKERASAN

Domain Intensif I Intensif II Intensif III


1 - 10 11 - 20 21 30

Pikiran Orang lain / makhluk lain Orang lain / makhluk Orang lain / makhluk lain
mengancam lain mengancam mengancam

Perasaan Marah dan jengkel terus- Marah dan jengkel Kadang marah dan jengkel,
menerus (seringkali) sering tenang

Tindakan Terus-menerus mengancam Hanya mengancam Kadang-kadang masing


orang lain (verbal) secara verbal mengancam secara verbal.
Terus-menerus berusaha Tidak ada tindakan Komunikasi cukup koheren
mencederai orang lain (fisik) kekerasan fisik
Komunikasi sangat kacau Komunikasi kacau

RUFA WAHAM

Domain Intensif I Intensif II Intensif III


1 10 11 - 20 21 30

Pikiran Terus menerus Pikiran didominasi oleh isi Pikiran kadang-kadang


terfiksasi dengan waham, kadang masih dikendalikan wahamnya
wahamnya memiliki pikiran yang
rasional

Perasaan Sangat dipengaruhi Lebih dipengaruhi wahamnya Kadang masih dipengaruhi


oleh wahamnya wahamnya

Tindakan Komunikasi sangat Komunikasi masih kacau. Komunikasi sering


kacau, selalu Tidak mencederai orang lain terganggu waham
dipengaruhi oleh
waham.
Mungkin mengancam
orang lain
Mencederai orang lain
RUFA RISIKO BUNUH DIRI

(Skor: 1-10 Skala RUFA) (Skor: 11-20 Skala RUFA (Skor: 21-30 Skala RUFA
Percobaan Bunuh Diri Ancaman Bunuh Diri Isyarat Bunuh Diri
Aktif mencoba Aktif memikirkan rencana Mungkin sudah
bunuh diri dengan bunuh diri, namun tidak memiliki ide untuk
cara: disertai dengan percobaan mengakhiri hidupnya,
gantung diri bunuh diri namun tidak disertai
minum Mengatakan ingin bunuh dengan ancaman dan
racun diri namun tanpa rencana percobaan bunuh diri
memotong yang spesifik Mengungkapkan
urat nadi Menarik diri dari perasaan seperti rasa
menjatuhkan pergaulan sosial bersalah / sedih /
diri dari marah / putus asa /
tempat yang tidak berdaya
tinggi Mengungkapkan hal-
Mengalami depresi hal negatif tentang diri
Mempunyai rencana sendiri yang
bunuh diri yang menggambarkan harga
spesifik diri rendah
Menyiapkan alat Mengatakan: Tolong
untuk bunuh diri jaga anak-anak karena
(pistol, pisau, silet, saya akan pergi jauh!
dll) atau Segala sesuatu
akan lebih baik tanpa
saya.
RUFA HALISINASI

Domain Intensif I Intensif II Intensif III


1 - 10 11 20 21 30

Penilaian Penilaian realitas Mulai dapat Pasien sudah mengenal


realitas terganggu, pasien tidak bisa membedakan yang halusinasinya
membedakan yang nyata nyata dan yang tidak Berfikir logis
dan yang tidak nyata. nyata. Persepsi adekuat
Halusinasi dianggap nyata Kadang-kadang
mengalami gangguan
pikiran

Perasaan Panik Cemas berat Cemas sedang


Reaksi emosinal Emosi sesuai dengan
berlebihan atau kenyataan
berkurang, mudah
tersinggung

Prilaku Pasien kehilangan control PK secara verbal Prilaku sesuai


diri, melukai diri sendiri, Bicara, senyum dan Ekspresi tenang
orang lain dan lingkungan tertawa sendiri Frekwensi munculnya
akibat mengikuti isi Mengatakan halusinasi jarang
halusinasinya mendengar suara,
PK secara verbal melihat, mengecap,
Kegiatan fisik yang mencium dan atau
merefleksikan isi halusinasi merasa sesuatu yang
seperti tidak nyata.
amuk,agitasi,memukul atau Sikap curiga dan
melukai orang secara fisik, permusuhan
serta pengerusakan secara Frekwensi
lingkungan munculnya halusinasi
Gejala di atas ditemukan sering
secara terus-menerus pada
pasien
RUFA PANIK

Domain Intensif I Intensif II Intensif III


1 - 10 11 20 21 30

Respon Napas pendek,rasa tercekik Napas pendek, Napas pendek, mulut


fisik dan palpitasi, nyeri dada, berkeringat, tekanan kering, anoreksia,
sakit kepala, pucat dan darah naik, diare/konstipasi
gemetar

Persepsi Persepsi sangat kacau, takut Persepsi sangat sempit, Hanya berfokus pada
menjadi gila, takut merasa tidak mampu masalahnya
kehilangan kendali menyelesaikan masalah

Perilaku Agitasi, mengamuk, marah Marah Sering merasa


gelisah,gerakan
tersentak-sentak
(meremas tangan)

Emosi Ketakutan Tegang Adanya perasaan tidak


aman

Verbal Blocking atau berteriak Bicara cepat terkadang Banyak bicara dan cepat
blocking
RUFA ISOLASI SOSIAL

Domain Intensif I Intensif II Intensif III


1 - 10 11 20 21 30

Respon terhadap Apatis Apatis Ada tapi jarang


lingkungan

Respon motorik Stupor Mulai ada pergerakan Pergerakan tubuh lambat


Kataton tubuh

Komunikasi dengan Tidak ada Ada respon non verbal Respon verbal
orang lain seperlunya

Kemampuan perawatan Total care Pertial care Minimal care


diri :
Makan dan minum Tidak mampu Dibantu Dimotivasi
Berhias Tidak mampu Dibantu Dimotivasi
Toileting Tidak mampu Dibantu Dimotivasi

Kebersihan diri Tidak mampu Dibantu Dimotivasi

Afek Datar Tumpul Sesuai

Kontak mata Tidak ada Ada tapi jarang ada


RUFA OVERDOSIS OPIOID

Domain Intensif I Intensif II Intensif III


1 - 10 11 20 21 30

Tingkat kesadaran koma Somnolen Compos mentis

Komunikasi Tidak ada Non verbal dan bicara kacau Koheren baik verbal
maupun non verbal serta
gelisah

TTV Respirasi Respirasi normal, heart rate Respirasi normal,


hipoventilasi bradikardi, suhu badan takikardia, suhu tubuh
kurang dari 12 fluktuatif, hipotensi fluktuatif,tekanan darah
kali permenit, meningkat dari normal
Heart rate
bradikardi,
hipotermi,
hipotensi

Respon fisik Pupil miosis Pupil dilatasi Pupil dilatasi, gooseflesh,


(pinpoint yawning, lakrimasi,
pupil), bibir berkeringat, rhinore,
dan tubuh emosi labil, nyeri
membiru abdomen, diare, mual
dan atau muntah dan
tremor
RUFA PUTUS ZAT GOLONGAN OPIOID

Domain Intensif I Intensif II Intensif III


1 10 11 20 21 30

Mual dan muntah Mual menetap Mual ringan tanpa Tidak mual dan tidak muntah atau
kadang muntah muntah mual yang hilang timbul

Berdirinya bulu- Goose flesh jelas Goose flesh jelas Kadang-kadang Goose flesh jelas
bulu badan / pada tubuh dan dan dapat diraba pada tubuh dan tangan
merinding / tangan
goose flesh

TTV Respirasi Respirasi normal, Respirasi normal, takikardia, suhu


hipoventilasi heart rate tubuh fluktuatif,tekanan darah
kurang dari 12 bradikardi, suhu meningkat dari normal
kali permenit, badan fluktuatif,
Heart rate hipotensi
bradikardi,
hipotermi,
hipotensi

Respon fisik Pupil miosis Pupil dilatasi Pupil dilatasi, gooseflesh,


(pinpoint pupil), yawning, lakrimasi, berkeringat,
bibir dan tubuh rhinore, emosi labil, nyeri
membiru abdomen, diare, mual dan atau
muntah dan tremor
BAB III

HASIL TELAAH

A. RINGKASAN HASIL PENELITIAN


Banyak kondisi medis bisa menghasilkan gejala kejiwaan. Psikiater harus selalu
mengesampingkan penyebab medis gejala kejiwaan - jika tidak, masalah medis
kritis akan tidak dapat diobati dan bahkan menjadi lebih parah. Apakah ada tanda-
tanda Delirium, atau gangguan perhatian / konsentrasi? Jika demikian, segera
lakukan penilaian fungsi sensori. Jangan buang waktu mengumpulkan sejarah/
riwayat penyakit dahulu dan sekarangnya karena kemungkinan tidak akan
membuahkan hasil. Berikut adalah tips untuk menghemat waktu yang harus
dilakukan, diantaranya:
1. Orientasi untuk orang, tempat, waktu dan situasi
2. Rentang Digit (perhatian) - kurang dari 5 digit ke depan sangat menyarankan
kemungkinan delirium
3. Menghitung mundur, enyebutkan bulan secara terbalik, dll (mengecek tingkat
konsentrasi)
4. Mengingat 3 kata (ingatan)

Ruang gawat darurat (psychiatric emergency room / ER) adalah lingkungan


kerja yang penuh tekanan dan stres dimana psikiater harus melakukan penilaian
cepat dan membuat keputusan perawatan yang cepat. Selama pelatihan residensi
psikiatri, ER memberikan pengalaman kritis yang membantu mempertajam
kemampuan diagnostik dan wawancara penduduk, serta meningkatkan kepercayaan
klinis mereka secara keseluruhan.
Pengelolaan keadaan darurat perilaku akut dan intervensi krisis sering
menggunakan modalitas di UGD. Ruang gawat darurat psikiatri juga merupakan
lokasi utama untuk pelatihan penduduk psikiatri, dan pedoman telah diajukan untuk
pelatihan psikiatri darurat bagi penduduk. Pedoman tersebut menekankan
pentingnya pengawasan langsung dan hati-hati terhadap penduduk dengan
menghadiri psikiater.
"Panduan kelangsungan hidup" ini dirancang untuk membantu tenaga kesehatan
dalam pelatihan gawat darurat psikiatri, dan muncul melalui pengalaman bekerja di
ruang UGD psikiatri. Secara khusus, penduduk memiliki beberapa masalah rutin,
beberapa di antaranya telah coba sampaikan pada artikel ini. Ancaman tanggung
jawab malapraktik telah diamati untuk mengubah praktik klinis di antara dokter
spesialis berisiko tinggi, panduan ini menekankan pendekatan "manajemen risiko
klinis", yang didefinisikan sebagai "gabungan keahlian dan pengetahuan profesional
pasien dengan Pemahaman yang berguna secara klinis tentang masalah hukum yang
mengatur praktik kejiwaan. "
Panduan ini terdiri dari satu pendekatan yang disarankan, dan tidak boleh
dianggap lengkap. Seiring kemajuan bidang dan ilmu klinis, sebaiknya panduan ini,
dan menggabungkan umpan balik yang bermanfaat. Pendekatan ini menekankan
perawatan klinis yang baik terlebih dahulu, sambil membiarkan psikiater bebas dari
ketakutan akan proses pengadilan yang destruktif.

B. PEMBAHASAN
Pengkajian merupakan tahap awal dalam proses keperawatan baik umum
maupun keperawatan jiwa. Yang membedakan adalah dalam proses keperawatan
jiwa bersifat unik karena gejala yang diperlihatkan oleh pasie yang datang tidak
dapat dilihat secara langsung dengan penyebab yang bervariasi, bahkan untuk
menggali keluhan dan penyebab masalah pasien pun terkadang sulit karena tidak
semua pasien mau menceritakan masalahnya. Dalam refleksi jurnal kali ini, kami
mencoba menelaah pengkajian keperawatan jiwa yang ada di Indonesia dan luar
negeri, tepatnya USA sebagai negara maju dalam menangani kasus
kegawatdaruratan psikiatri.
Di Indonesia, pengkajian kegawatdaruratan psikiatri menggunakan form RUFA
(Respon Umum Fungsi Adaptif) dengan penggolongan tingkat gangguan kasus
kegawatdaruratan dengan klasifikasi intervensi khusus sesuai dengan kriteria
intensitas yang ditentukan. Sedangakan di dalam jurnal yang kami telaah tidak ada
penggolongan intensitas, hanya kasus kegawatdarratan psikiatri dengan intervensi
khusus yang ada. Diperlukan ketelitian dan kejelian khusus saat mengkaji kasus
kegawatdaruratan. Banyaknya poin yang ada dalam RUFA menjadikan perawat
tidak dapat terlepas dari form. Pada pengkajian yang ada dalam jurnal university of
new york, pengkajian kegawatdaruratan psikiatri disiasati dengan menggunakan
istilah-istilah yang mudah diingat, sehingga mempermudah perawat dalam mengkaji
secara sistematis dan fokus. Sakah satu pengkajian yang ada adalah saat mengkaji
kesadaran pada pasien menggunakan jembatan keledai yang focus dan mudah
diingat.

Berdasarkan poin pengkajian di atas, perawat akan menentukan


interpretasi kesadaran klien seperti delirium dan kemudian dilakukan tindakan
medis lanjutan sebagai indikasi salah satu adanya kasus kegawatdaruratan
neuroleptic malignant. Karekteristik dari SNM adalah hipertermi, rigiditas,
disregulasi otonom dan perubahan kesadaran dimana tidak ada pengkajian
khusus dalam RUFA untuk kasus kegawatdaruratan psikiatri jenis ini. dalam
pengkajian yang terdapat pada jurnal internasional tersebut menjelaskan bahwa
pengkajian SNM menggunakan 3 poin utama yang disingkat dengan RSD
(Rigidity, Autonomic Instability, Delirium). Tetapi, di dalam format pengkajian
RUFA, dijelaskan untuk sindroma akibat obat-obat narkotik saat kecanduan dan
putus obat hanya golongan opioid, sedangkan dalam pengkajian di jurnal
internasional dijelaskan dari alcohol, kanabis, opioid dan golongan lainnya.
Untuk kasus kegawatdaruratan lain, detail faktor resiko dijelaskan lebih jelas
baik faktor resiko yang mendorong terjadinya serangan dan faktor-faktor yang
dapat mengurangi serangan, sehingga tidak hanya menjelaskan intervensi untuk
kasus. Di dalam RUFA tidak dijelaskan faktor resiko yang ada baik yang
mendorong terjadinya serangan maupun yang dapat mengurangi serangan.

Dokumentasi pengkajian yang baik seharusnya menjelaskan analisa


faktor resiko sebagai acuan untuk pembuatan rencana keperawatan dan tindakan
yang akan diberikan kepada pasien dengan kegawatdaruratan psikiati.

Berdasarkan perbandingan tersebut, terdapat perbedaan system


pengkajian kasus kegawatdaruratan psikiatri yang ada di Indonesia dengan
negara di USA yang dapat dilihat dari beberapa poin yaitu di USA tidak terdapat
penggolongan intensitas untuk menentukan intervensi, hanya berdasarkan jenis
kasus kegawatdaruratan psikiatri yang ada. Yang kedua adalah tidak adanya
penjelasan faktor resiko yang spesifik di dalam RUFA, sedangkan terdapat
penjelasan faktor resiko yang spesifik dalam jurnal internasional. Yang ketiga
adalah kurang spesifik dalam penggolongan kasus akibat obat di dalam RUFA
hanya golongan opioid, sedangkan di dalam jurnal tersebut mejelaskan secara
spesifik untuk semua golongan obat. di dalam jurnal tersebut juga menggunakan
jembatan keledai untuk mempermudah pengkajian kegawatdaruratan psikiatri
dan lebih fokus. Menurut kami, meskipun negara berbeda, tetapi kasus yang
dihadapi adalah sama yaitu kegawatdaruratan psikiatri, sehingga panduan yang
digunakan akan lebih baik jika acuan pengkajian menggunakan standart yang
sama.
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Berdasarkan perbandingan dari pengkajian yang terdapat di USA dan di
Indonesi, terdapat perbedaan system pengkajian kasus kegawatdaruratan psikiatri
yang ada di Indonesia dengan negara di USA yang dapat dilihat dari beberapa poin
yaitu di USA tidak terdapat penggolongan intensitas untuk menentukan intervensi,
hanya berdasarkan jenis kasus kegawatdaruratan psikiatri yang ada. Yang kedua
adalah tidak adanya penjelasan faktor resiko yang spesifik di dalam RUFA,
sedangkan terdapat penjelasan faktor resiko yang spesifik dalam jurnal
internasional. Yang ketiga adalah kurang spesifik dalam penggolongan kasus akibat
obat di dalam RUFA hanya golongan opioid, sedangkan di dalam jurnal tersebut
mejelaskan secara spesifik untuk semua golongan obat. Di dalam jurnal tersebut
juga menggunakan jembatan keledai untuk mempermudah pengkajian
kegawatdaruratan psikiatri dan lebih fokus. Menurut kami, meskipun negara
berbeda, tetapi kasus yang dihadapi adalah sama yaitu kegawatdaruratan psikiatri,
sehingga panduan yang digunakan akan lebih baik jika acuan pengkajian
menggunakan standart yang sama.

B. SARAN
Bagi seorang tenaga kesehatan alangkah lebih baiknya terus menilik pada ilmu
pengetahuan terkini dari penjuru dunia manapun, agar ilmu kesehatan yang ada di
Indonesia terus terupdate dan terupgrade sehingga pelayanan di Indonesia semakin
meningkat. Alangkah lebih baiknya lagi apabila tenaga kesehatan di Indonesia ada
yang mengikuti pelatihan di luar negeri kemudian kembali ke Indonesia untuk
membangun sistem yang lebih baik sehingga pertukaran ilmu pengetahuan akan
lebih efisien dibandingkan hanya dengan membaca literatur saja.
DAFTAR PUSTAKA

Cochrane, E.M., Barkway P., Nizette D. 2010. Mosbys Pocketbook of Mental


Health. Australia: Elsevier. Depkes RI. 2014.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun 2013. Jakarta: Depkes RI. Elder, R, Evans
K., Nizette D. 2012. Psychiatric and Memtal Health Nursing 2nd.
Australia: Elsevier.
Frisch dan Frisch. 2006. Psychiatry Mental Health Nursing. Kanada: Thompson
Delmar Learning. Kaplan dan Sadock. 1997.
Sinopsis Psikiatri: Ilmu Pengetahuan Psikiatri Klinis Jilid 1. Jakarta: Bina Rupa
Aksara. Katona, C., Cooper C., dan Robertson M, 2012.
At a Glance Psikiatri 4th. Jakarta: Penerbit Erlangga. Maramis, W.F. 2010. Catatan
Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University Press. Maslim,
Rusdi. 2002.
Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ III). Jakarta : FK Unika Atmajaya.
Notosoedirjo, M. Latipun. 2001.
Kesehatan Mental; Konsep dan Penerapan. Malang: UMM Press. Stuart dan Laraia.
2008.
Principles and Practice of Psychiatric Nursing, 8th Edition. St Louis: Mosby World
Health Organization. 2008. Investing in Mental Health. Geneva: WHO
Keliat, B.A., dkk. 2008. Modul Unit Perawatan Intensif Psikiatri. Jakarta: Tidak
diterbitkan. Maramis, W.F. 1998.
Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, Airlangga University Press: Surabaya. Stuart, G.W.
dan Sundeen S. J. 1995.
Principles and Practice of Psychiatric Nursing. St. Louise: Mosby Year Book.
Stuart dan Laraia. 2005.
Principles and Practice of Psychiatric Nursing. 8th Edition. St Louise: Mosby Year
Book.

Anda mungkin juga menyukai