Disusun Oleh:
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Jiwa adalah unsur manusia yang bersifat nonmateri, tetapi fungsi dan
manifestasinya sangat terkait pada materi. Mahasiswa yang pertama kali
mempelajari ilmu jiwa dan keperawatan jiwa sering mengalami kesulitan dengan hal
yang harus dipelajari, karena jiwa bersifat abstrak dan tidak berwujud benda. Setiap
manusia memiliki jiwa, tetapi ketika ditanya, Mana jiwamu? hanya sebagian kecil
yang dapat menunjukkan tempat jiwanya. Hal ini karena jiwa memang bukan berupa
benda, melainkan sebuah sistem perilaku, hasil olah pemikiran, perasaan, persepsi,
dan berbagai pengaruh lingkungan sosial. Semua ini merupakan manifestasi sebuah
kejiwaan seseorang. Oleh karena itu, untuk mempelajari ilmu jiwa dan
keperawatannya, pelajarilah dari manifestasi jiwa terkait pada materi yang dapat
diamati berupa perilaku manusia.
Manifestasi jiwa antara lain tampak pada kesadaran, afek, emosi, psikomotor,
proses berpikir, persepsi, dan sifat kepribadian. Kesadaran dalam hal ini lebih
bersifat kualitatif, diukur dengan memperhatikan perbedaan stimulus (stressor) dan
respons (perilaku yang ditampilkan), serta tidak diukur dengan Glasgow Coma
Scale (GCS). Suatu saat kami (K) sedang menjenguk teman (T) yang dirawat di unit
psikiatri sebuah rumah sakit di Surabaya. Ketika kami sampai di pintu ruang
perawatan, spontan dia marah dan berteriak keras sembari menuding ke arah kami,
seraya berkata seperti pada percakapan berikut.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, sehat adalah dalam keadaan bugar dan
nyaman seluruh tubuh dan bagian-bagiannya. Bugar dan nyaman adalah relatif,
karena bersifat subjektif sesuai orang yang mendefinisikan dan merasakan. Bagi
seorang kuli bangunan, kaki kejatuhan batu, tergencet, dan berdarah-darah adalah
hal biasa, karena hanya dengan sedikit dibersihkannya, kemudian disobekkan
pakaian kumalnya, lalu dibungkus, kemudian dapat melanjutkan pekerjaan lagi.
Namun, bagi sebagian orang, sakit kepala sedikit harus berobat ke luar negeri.
Seluruh komponen tubuh juga relatif, apakah karena adanya panu, kudis, atau kurap
pada kulit, seseorang disebut tidak sehat? Padahal komponen tubuh manusia bukan
hanya fisik, melainkan juga psikologis dan lingkungan sosial bahkan spiritual.
Jiwa yang sehat sulit didefinisikan dengan tepat. Meskipun demikian, ada
beberapa indikator untuk menilai kesehatan jiwa. Karl Menninger mendefinisikan
orang yang sehat jiwanya adalah orang yang mempunyai kemampuan untuk
menyesuaikan diri pada lingkungan, serta berintegrasi dan berinteraksi dengan baik,
tepat, dan bahagia. Michael Kirk Patrick mendefinisikan orang yang sehat jiwa
adalah orang yang bebas dari gejala gangguan psikis, serta dapat berfungsi optimal
sesuai apa yang ada padanya. Clausen mengatakan bahwa orang yang sehat jiwa
adalah orang yang dapat mencegah gangguan mental akibat berbagai stresor, serta
dipengaruhi oleh besar kecilnya stresor, intensitas, makna, budaya, kepercayaan,
agama, dan sebagainya.
Di Indonesia draf rencana undang undang (RUU) kesehatan jiwa belum selesai
dibahas. Pada perundangan terdahulu, UU Kesehatan Jiwa No. 3 Tahun 1966
tentang Upaya Kesehatan Jiwa, memberikan batasan bahwa upaya kesehatan jiwa
adalah suatu kondisi dapat menciptakan keadaan yang memungkinkan atau
mengizinkan perkembangan fisik, intelektual, dan emosional yang optimal pada
seseorang, serta perkembangan ini selaras dengan orang lain. Menurut UU Nomor
36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, pada Bab IX tentang kesehatan jiwa
menyebutkan Pasal 144 ayat 1 Upaya kesehatan jiwa ditujukan untuk menjamin
setiap orang dapat menikmati kehidupan kejiwaan yang sehat, bebas dari ketakutan,
tekanan, dan gangguan lain yang dapat mengganggu kesehatan jiwa. Ayat 2,
Upaya kesehatan jiwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas preventif,
promotif, kuratif, rehabilitatif pasien gangguan jiwa, dan masalah psikososial.
Gangguan jiwa menurut PPDGJ III adalah sindrom pola perilaku seseorang yang
secara khas berkaitan dengan suatu gejala penderitaan (distress) atau hendaya
(impairment) di dalam satu atau lebih fungsi yang penting dari manusia, yaitu fungsi
psikologik, perilaku, biologik, dan gangguan itu tidak hanya terletak di dalam
hubungan antara orang itu tetapi juga dengan masyarakat (Maslim, 2002; Maramis,
2010). Gangguan jiwa merupakan deskripsi sindrom dengan variasi penyebab.
Banyak yang belum diketahui dengan pasti dan perjalanan penyakit tidak selalu
bersifat kronis. Pada umumnya ditandai adanya penyimpangan yang fundamental,
karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta adanya afek yang tidak wajar atau
tumpul (Maslim, 2002).
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mampu mengidentifikasi kegawatdaruratan dalam keperawatan kesehatan jiwa.
2. Tujuan Khusus
a. Menjelaskan definisi kedaruratan psikiatri.
b. Mengidentifikasi tingkat kegawatdaruratan prikiatri.
c. Mengidentifikasi berbagai masalah keperawatan yang mungkin terjadi pada
kegawatdaruratan psikiatri.
d. Melaksanakan asuhan keperawatan pada kegawatdaruratan psikiatri.
e. Melakukan evaluasi keberhasilan asuhan keperawatan pada
kegawatdaruratan psikiatri.
BAB II
TINJAUAN TEORI
I. IDENTITAS PASIEN :
Nama : Nomor RM :
Jenis Kelamin : Umur :
Diagnosa Media :
II. ALASAN MASUK :
V. PEMERIKSAAN FISIK
TTV : T : S :N :R :
Semarang , .
Perawat
.
Nip.
PENGKAJIAN KEGAWATDARURATAN JIWA
I. IDENTITAS PASIEN :
Nama : Nomor RM :
Diagnosa Media :
V. PEMERIKSAAN FISIK
Tanda-tanda vital : T : S : N : R :
Semarang, ..
Perawat
.
Nip.
RENCANA KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN JIWA
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN : WAHAM
RUFA : SKOR 1 10
SKOR 11 20
SKOR 21 30
II. TUJUAN :
III. INTERVENSI :
1. INTENSIF I :
a) Dengarkan ungkapan klien walaupun terkait wahamnya tanpa membantah atau
mendukung
b) Berkomunikasi sesuai kondisi obyektif
c) Psikofarmaka: anti psikotik parenteral, anti ansietas
2. INTENSIF II :
a) Dengarkan keluhan pasien tanpa menghakimi
b) Komunikasi sesuai kondisi obyektif pasien
c) Beri psikofarmaka: antipsikotik oral
c) INTENSIF III :
a) Dengarkan keluhan pasien
b) Bantu identifikasi stimulus waham dan usahakan menghindari stimulus tersebut
c) Pertahankan pemberian psikofarmaka oral: anti psikotik
Semarang, ..
Perawat
RENCANA KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN JIWA
II. TUJUAN :
III. INTERVENSI
A. INTENSIF I :
a. Kendalikan secara verbal
b. Pengikatan ATAU Isolasi
c. Psikofarmaka: anti psikotik parenteral, anti ansietas
B. INTENSIF II :
a. Dengarkan keluhan pasien tanpa menghakimi
b. Latih cara fisik mengendalikan marah: nafas dalam
c. Beri psikofarmaka: antipsikotik
C. INTENSIF III :
a. Dengarkan keluhan pasien
b. Latih cara mengendalikan marah dengan cara verbal, spiritual.
c. Pertahankan pemberian psikofarmaka oral: anti psikotik
Semarang , ..
Perawat
RENCANA KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN JIWA
RUFA : SKOR 1 10
SKOR 11 20
SKOR 21 30
II. TUJUAN :
III. INTERVENSI
A. INTENSIF I :
a. Komunikasi terapeutik
b. Siapkan lingkungan yang aman
c. Psikofarmaka: anti psikotik parenteral, anti ansietas
d. Observasi prilaku pasien tiap 15 menit terkait halusinasi
e. Kalau perlu lakukan Pengikatan
f. Bantu mengenal halusinasi
B. INTENSIF II :
a. Komunikasi terapeutik
b. Siapkan lingkungan yang aman
c. Psikofarmaka: anti psikotik parenteral, anti ansietas
d. Observasi prilaku pasien tiap 30 - 60 menit terkait halusinasi
e. Bantu mengenal halusinasi
f. Bantu mengontrol halusiansi dengan menghardik.
C. INTENSIF III :
a. Komunikasi terapeutik
b. Siapkan lingkungan yang aman
c. Psikofarmaka: anti psikotik parenteral, anti ansietas
d. Observasi prilaku pasien dalam 24 jam terkait halusinasi
e. Melatih mengontrol halusiansi dengan melakukan kegiatan terjadwal dan
memanfaatkan obat.
Semarang, ..
Perawat
RENCANA KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN JIWA
A. INTENSIF I :
1. DIAGNOSA KEPERAWATAN : PANIK RUFA : SKOR 1 10
2. TUJUAN : Pasien tidak membahayakan dirinya, orang lain dan lingkungan.
3. Tindakan:
a. Komunikasi terapeutik
b. Siapkan lingkungan yang aman
c. Dampingi terus pasien saat panik, bombing pasien tarik nafas dalam.
d. Kolaborasi:
Berikan obat-obatan sesuai intruksi dokter.
Pantau keepektifan obat dan efek sampingnya
e. Observasi prilaku pasien setiap 15 menit sekali, catat adanya peningkatan atau
penurunan perilaku pasien.
f. Jika prilaku pasien semakin tidak terkontrol, terus mencoba melukai dirinya
sendiri atau orang lain, dapat dilakukan tindakan manajemen pengamanan
pasien yang epektif.
B. INTENSIF II :
a. DIAGNOSA KEPERAWATAN : ANSIETAS BERAT SKOR 11 20
b. TUJUAN : Pasien tidak lagi mengalami panic
c. Tindakan :
1. Komunikasi terapeutik
2. Siapkan lingkungan yang aman
3. Ajarkan tehnik relaksasi peregangan otot
4. Kolaborasi:
Berikan obat-obatan sesuai intruksi dokter.
Pantau keepektifan obat dan efek sampingnya
5. Observasi prilaku pasien setiap 30 - 60 menit sekali, catat adanya peningkatan
atau penurunan perilaku pasien.
C. INTENSIF III :
a. DIAGNOSA KEPERAWATAN : ANSIETAS SEDANG SKOR 21-30
b. TUJUAN : Pasien tidak lagi mengalami ansietas berat panik
c. Tindakan :
1. Komunikasi terapeutik
2. Siapkan lingkungan yang aman
3. Diskusikan bersama pasien:
Penyebab ansietas panic
Motivasi menceritakan pengalaman traumatic pasien
4. Kolaborasi:
Berikan obat-obatan sesuai intruksi dokter.
Pantau keepektifan obat dan efek sampingnya
Jelaskan tentang nama, dosis, manfaat terapi obat.
Semarang, ..
Perawat
RENCANA KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN JIWA
RUFA : SKOR 1 10
SKOR 11 20
SKOR 21 30
II. TUJUAN :
III. INTERVENSI :
A. INTENSIF I :
Identifikasi alasan, cara, dan waktu klien melakukan tindakan bunuh diri
C. INTENSIF III :
a. Membantu pasien meningkatkan harga dirinya
b. Memberi kesempatan pasien mengungkapkan perasaannya.
c. Berikan pujian bila pasien dapat mengatakan perasaan yang positif.
d. Meyakinkan pasien bahwa dirinya penting
e. Membicarakan tentang keadaan yang sepatutnya disyukuri oleh pasien
f. Membantu pasien menerapkan pola koping yang konstruktif:
1. Identifikasi pola koping maladaptif dan adaptif
2. Identifikasi dampak koping yang dilakukan
3. Pilih pola koping adaptif
4. Anjurkan menggunakan pola koping konstruktif
Semarang ,..
Perawat
.
RENCANA KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN JIWA
RUFA : SKOR 1 10
SKOR 11 20
SKOR 21 30
II. TUJUAN :
III. INTERVENSI
A. INTENSIF I :
a. Membina hubungan saling percaya
b. Bantu mengenal menyebab isolasi sosialnya
c. Melatih pasien menggunakan obat secara teratur
B. INTENSIF II :
a. Mengajarkan pasien berkenalan dengan orang lain
b. Mengajarkan pasien berkenalan dan bercakap-cakap dengan orang lain
C. INTENSIF III :
Memberikan terapi modalitas.
Semarang ..
Perawat
RENCANA KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN JIWA
Semarang, ..
Perawat
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEGAWATDARURATAN JIWA
Nama : No RM :
Tanggal : Dx Keperawatan :
Ja 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2
m 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 1 2 3 4 5 6 7 8 0 1 2 3 4
A
V
N
Catatan :
PLANING
Pagi Sore Malam
Pikiran Orang lain / makhluk lain Orang lain / makhluk Orang lain / makhluk lain
mengancam lain mengancam mengancam
Perasaan Marah dan jengkel terus- Marah dan jengkel Kadang marah dan jengkel,
menerus (seringkali) sering tenang
RUFA WAHAM
(Skor: 1-10 Skala RUFA) (Skor: 11-20 Skala RUFA (Skor: 21-30 Skala RUFA
Percobaan Bunuh Diri Ancaman Bunuh Diri Isyarat Bunuh Diri
Aktif mencoba Aktif memikirkan rencana Mungkin sudah
bunuh diri dengan bunuh diri, namun tidak memiliki ide untuk
cara: disertai dengan percobaan mengakhiri hidupnya,
gantung diri bunuh diri namun tidak disertai
minum Mengatakan ingin bunuh dengan ancaman dan
racun diri namun tanpa rencana percobaan bunuh diri
memotong yang spesifik Mengungkapkan
urat nadi Menarik diri dari perasaan seperti rasa
menjatuhkan pergaulan sosial bersalah / sedih /
diri dari marah / putus asa /
tempat yang tidak berdaya
tinggi Mengungkapkan hal-
Mengalami depresi hal negatif tentang diri
Mempunyai rencana sendiri yang
bunuh diri yang menggambarkan harga
spesifik diri rendah
Menyiapkan alat Mengatakan: Tolong
untuk bunuh diri jaga anak-anak karena
(pistol, pisau, silet, saya akan pergi jauh!
dll) atau Segala sesuatu
akan lebih baik tanpa
saya.
RUFA HALISINASI
Persepsi Persepsi sangat kacau, takut Persepsi sangat sempit, Hanya berfokus pada
menjadi gila, takut merasa tidak mampu masalahnya
kehilangan kendali menyelesaikan masalah
Verbal Blocking atau berteriak Bicara cepat terkadang Banyak bicara dan cepat
blocking
RUFA ISOLASI SOSIAL
Komunikasi dengan Tidak ada Ada respon non verbal Respon verbal
orang lain seperlunya
Komunikasi Tidak ada Non verbal dan bicara kacau Koheren baik verbal
maupun non verbal serta
gelisah
Mual dan muntah Mual menetap Mual ringan tanpa Tidak mual dan tidak muntah atau
kadang muntah muntah mual yang hilang timbul
Berdirinya bulu- Goose flesh jelas Goose flesh jelas Kadang-kadang Goose flesh jelas
bulu badan / pada tubuh dan dan dapat diraba pada tubuh dan tangan
merinding / tangan
goose flesh
HASIL TELAAH
B. PEMBAHASAN
Pengkajian merupakan tahap awal dalam proses keperawatan baik umum
maupun keperawatan jiwa. Yang membedakan adalah dalam proses keperawatan
jiwa bersifat unik karena gejala yang diperlihatkan oleh pasie yang datang tidak
dapat dilihat secara langsung dengan penyebab yang bervariasi, bahkan untuk
menggali keluhan dan penyebab masalah pasien pun terkadang sulit karena tidak
semua pasien mau menceritakan masalahnya. Dalam refleksi jurnal kali ini, kami
mencoba menelaah pengkajian keperawatan jiwa yang ada di Indonesia dan luar
negeri, tepatnya USA sebagai negara maju dalam menangani kasus
kegawatdaruratan psikiatri.
Di Indonesia, pengkajian kegawatdaruratan psikiatri menggunakan form RUFA
(Respon Umum Fungsi Adaptif) dengan penggolongan tingkat gangguan kasus
kegawatdaruratan dengan klasifikasi intervensi khusus sesuai dengan kriteria
intensitas yang ditentukan. Sedangakan di dalam jurnal yang kami telaah tidak ada
penggolongan intensitas, hanya kasus kegawatdarratan psikiatri dengan intervensi
khusus yang ada. Diperlukan ketelitian dan kejelian khusus saat mengkaji kasus
kegawatdaruratan. Banyaknya poin yang ada dalam RUFA menjadikan perawat
tidak dapat terlepas dari form. Pada pengkajian yang ada dalam jurnal university of
new york, pengkajian kegawatdaruratan psikiatri disiasati dengan menggunakan
istilah-istilah yang mudah diingat, sehingga mempermudah perawat dalam mengkaji
secara sistematis dan fokus. Sakah satu pengkajian yang ada adalah saat mengkaji
kesadaran pada pasien menggunakan jembatan keledai yang focus dan mudah
diingat.
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan perbandingan dari pengkajian yang terdapat di USA dan di
Indonesi, terdapat perbedaan system pengkajian kasus kegawatdaruratan psikiatri
yang ada di Indonesia dengan negara di USA yang dapat dilihat dari beberapa poin
yaitu di USA tidak terdapat penggolongan intensitas untuk menentukan intervensi,
hanya berdasarkan jenis kasus kegawatdaruratan psikiatri yang ada. Yang kedua
adalah tidak adanya penjelasan faktor resiko yang spesifik di dalam RUFA,
sedangkan terdapat penjelasan faktor resiko yang spesifik dalam jurnal
internasional. Yang ketiga adalah kurang spesifik dalam penggolongan kasus akibat
obat di dalam RUFA hanya golongan opioid, sedangkan di dalam jurnal tersebut
mejelaskan secara spesifik untuk semua golongan obat. Di dalam jurnal tersebut
juga menggunakan jembatan keledai untuk mempermudah pengkajian
kegawatdaruratan psikiatri dan lebih fokus. Menurut kami, meskipun negara
berbeda, tetapi kasus yang dihadapi adalah sama yaitu kegawatdaruratan psikiatri,
sehingga panduan yang digunakan akan lebih baik jika acuan pengkajian
menggunakan standart yang sama.
B. SARAN
Bagi seorang tenaga kesehatan alangkah lebih baiknya terus menilik pada ilmu
pengetahuan terkini dari penjuru dunia manapun, agar ilmu kesehatan yang ada di
Indonesia terus terupdate dan terupgrade sehingga pelayanan di Indonesia semakin
meningkat. Alangkah lebih baiknya lagi apabila tenaga kesehatan di Indonesia ada
yang mengikuti pelatihan di luar negeri kemudian kembali ke Indonesia untuk
membangun sistem yang lebih baik sehingga pertukaran ilmu pengetahuan akan
lebih efisien dibandingkan hanya dengan membaca literatur saja.
DAFTAR PUSTAKA