Di susun oleh:
Grifiano Wuisan
1514201016
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmatnya,
saya dapat menyelesaikan proposal penelitian ini yang berjudul “Hubungan Pola Asuh Orang Tua
Dengan Perilaku Agresif Pada Remaja di SMA Negeri 1 Manado”. Penulisan proposal penelitin
ini dilakukan dalam rangka mencapai Sarjana Keperawatan pada program studi Ilmu
Keperawatan Universitas Pembangunan Indonesia. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan
bimbingan berbagai pihak dari masa perkuliahan sampai penyusunan proposal penelitian,
sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan proposal penelitian ini. Oleh karena itu, saya
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dra. Debby Ch. Rende, M.Si, Selaku Rektor Universitas Pembangunan Indonesia
2. Ns. Vera Kareame, S.Kep, M.Kes, Selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas
Pembangunan Indonesia
3. Ns. Cycylia Karlina Lariwu, S.Kep, M.Kes, Selaku Dosen Wali selama penulis duduk di
bangku perkuliahan, yang telah memberikan banyak nasehat untuk kemajuan belajar di
setiap semester.
4. Adi Mamahit, SKM, M.Kes, selaku Dosen Pembimbing dan Dosen Penguji yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan
proposal penelitian.
5. Pihak sekolah SMA Negeri 1 Manado yang telah banyak membantu dalam usaha
memperoleh data yang saya perlukan;
6. Orang Tua dan keluarga saya yang telah memberikan bantuan dukungan material dan
moral; dan
7. Sahabat yang telah membantu saya dalam menyelesaikan proposal penelitian ini.
Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan semua
pihak yang telah membantu. Semoga proposal penelitian ini membawa manfaat bagi
pengembangan ilmu.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Generasi muda merupakan harapan bangsa agar bangsaini berkembang lebih maju. Masa
remaja merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang dimulai pada
saat terjadinya kematangan seksual yaitu antara usia 11 atau 12 tahun sampai dengan 20 tahun ,
yaitu menjelang mau dewasa muda. Pada masa tersebut terjadi perubahan dan perkembangan
yang sangat pesat, baik perkembangan secara kognotif dan psikososial (Soetjiningsih, 2004).
Remaja umumnya memiliki rasa ingin tahu yang tinggi sehingga remaja ingin mencoba-coba,
mengkhayal dan merasa gelisah , serta berani melakukanpertentangan jika dirinya merasa gelisah,
serta berani melakukan pertentangan jika dirinya merasa disepelekan atau tidak dianggap. Untuk
itu mereka sangat perlu keteladanan, konsistensi, serta komunikasi yang tulus dan empatik dari
karena terlalu banyak menyaksikan ketidakkonsistenan di masyarakat yang dilakukan oleh orang
Dapat diketahui remaja merupakan kelompok yang sangat berpotensi untuk bertindak
agresif. Pada suatu masyarakat, perilaku agresif adalah perilaku yang tidak sukai dan cenderung
untuk di hindari. Hal ini karena perilaku tersebut dapat menyebabkan bahaya dan
bahwa remaja kesulitan dalam mengendalikan agresinya. Hasil penelitian Stattin dan Magnusson
(Apollo & Ancok, 2003) melaporkan bahwa kecenderungan agresivitas di masa remaja biasanya
di dahului kecenderungan agresivitas pada masa kanak-kanak. Lebih lanjut Lowick dan Godall
(Apollo & Ancok, 2003) mengungkapkan bahwa remaja cenderung menunjukkan agresivitas
daripada anak-anak dan orang dewasa. Anak-anak tidak terlalu agresif sebelum remaja tetapi
berkecenderungan kekerasan setelah umur belasan tahun (Cambridge, dalam Berkowitx, 1995).
Perilaku agresif sering terjadi pada kalangan remaja madya (middle adlolescene) dengan
rentang usia 15-18 tahun, dimana tanggung jawab hidup yang harus semakin dittingkatkan oleh
remaja yang mampu memikul sendiri juga masalah tersenderi bagi remaja madya. Kaarena
tuntutan peningkatan tanggung jawab tidak hanya dating dari orang tua atau anggota keluarganya
tetapi juga dari masyarakat sekitarnya. Tidak jarang masyarakat juga menjadi masalah bagi
remaja, tidak jarang remaja mulai meraagukan tentang apa yang disebut bik atau buruk.
Akibatnya, remaja ingin sering kali membentuk nilai-nilai mereka sendiri yang mereka anggap
benar, baik, dan pantas untuk dikembangkan di kalangan mereka sendiri. Lebih-lebih jika orang
tua atau orang dewasa disekitarnya ingin memaksakan nilai-nilainya agar dipatuhi oleh remaja
tanpa disertai dengan alasan yang masuk akal menurut mereka (Ali & Asroli, 2009).
Pola asuh yang tidak efektif dapat mendorong munculnya perilaku agresi, seperti
penelitian Petterson (Berkowtz, 1995), setelah lebih dari satu decade melakukan observasi
keluarga, hasil penelitian menyimpulkan bahwa para orang tua anak-anak antisosial kekurangan
dalam empat fungsi penting “manejemen”: (1) mereka tidak secara efektif memantau aktifitas
anak-anaknya baik dirumah maupun diluar rumah, (2) mereka tidak bias mendisipinkan tindak
antisosial secara memadai, (3) mereka tidak membri penghargaan cukup untuk tindak proposial,
dan (4) mereka bersama anggota keluarga lainnya, tidak cakap dalam pemecahan masalah.
menghormati, menghargai, dan mendukung peran masing-masing sehingga tercipta sinergi dan
keteraturan. Keluarga sebagai sebuah sistem merupakan tempat seorang remaja membentuk dan
mengembangkan kepribadian dalam karakter. Sebagai contoh, dua orang remaja yang tinggal
bersebelahan rumah namun mempunyai kepribadian dan karakter yang sangat berbeda karena
mereka dibesarkan dengan sistem pola asuh yang berbeda (Surbakti, 2008).
Orang tua yang tidak mengawasi anak-anaknya secara memadai sering tidak bias
mendisiplinkan anak dan demikian pula orang tua yang tidak cakap menegakkan disiplin
cenderung untuk tidak meneguhkan perilaku anak yang prososial. Semakin kurang kesempatan
anak untuk berkomunikasi bersama orang tua (misalnya, bersenda gurau, diskusi, musyawarah
keluarga), maka semakin besar pula kemungkinannya anak mengalami kekurangan dalam
perkembangan sosialnya. Hal ini karena orang tua tidak banyak memberi arah, memantau,
mengawasi, dan membimbing anak dalam menghadapi berbagai permasalahan. Situasi yang tidak
menyenangkan ini memunculkan reaksi atau perilaku yang menyimpang dalam diri anak terhadap
lingkungannya. Jika suasan keluarga yang kurang akrab tersebut terus berlanjut, maka segala
perilaku anak sudah tidak ada yang mengawasi dan tidak memili kemampuan mengontrol diri.
Dalam keadaan tersebut besar kemungkinan anak tersebut akan terjebak dalam penyerapan nilai-
nilai dan perbuatan yang menyimpang seperti perilaku agresif (Berkowitz, 1995)
Kasus perilaku agresif dikalangan remaja khusunya pelajar menengah atas menjadi
masalah sosial yang semakin meningkat dari tahun ke tahun, di Manado khususnya. Diketahui
aksi tindakan kekerasan yang melibatkan usia remaja pada bulan Oktober 2018 tercatat sebanyak
33 kasus penganiyaan, senjata tajam (sajam) 2 kasus dan pengeroyokan 11 kasus senjata tajam
(sajam) dan 6 kasus pengeroyokan. Hal ini sangat menggelisahkan dan mencemaskan masyarakat
pada umumnya, dan para orang tua pada khususnya. Dengan banyaknya kasus yang diberitakan
dalam surat kabar, dan dengan “keberendahan” yang bukan lagi merupakan keberandalan yang
“lucu”, melainkan sudah dapat digolongkan dalam kategori kejahatan. Hidayat T (2010) juga
mengatakan berita perkelahian, tawuran, pembunuhan, atau bentuk agresivitas lain semakin
marak. Seolah-olah tiada hari tanpa kekerasan, baik itu dilakukan pribadi maupun massa. Sulit
dipercaya bahwa kejadian tersebut semakin berani dan tidak terkendali baik oleh apparat
keamanan maupun masyarakat umum. Terkesan masyarakat yang dahulu dikenal sabar dan
santun, telah kehilangan control menguasai tindakan yang dapat digolongkan pada perilaku
Pemerintah Indonesia melalui pihak kepolisian telah melakukan berbagai upaya untuk
mencegah terjadinya tindak kekerasan ataupun tawuran antar sekolah. Salah satunya dengan
melakukan tindakan yang bersifat preventif (pencegahan). Sebagai contoh melakukan koordinasi
dengan beberapa pihak sekolah negeri ataupun swasta dengan bertindak sebagai inspektur upacara
dan melakukan penyuluhan. Sasaran penyuluhan juga kepada warga masyarakat dan juga
menyebarkan selebaran yang berisi pesan-pesan kamtibnas. Upaya lain juga melalui patrol di
wilayah dan jam rawan terjadinya perkelahian atau tawuran pada waktu jam pulang sekolah.
Menurut Baron & Bayne (2000) perilaku agresi adalah perilaku yang bertujuan melukai
perasaan atau menyakiti. Agresi merupakan tingkah laku individu lain yang tidak menginginkan
datangnya tingkah laku tersebut. Sedangkan menurut Berkowitz (1995) perilaku agresif memiliki
konsekuensi hamper sama dengan kenakalan remaja pada umumnya, akan tetapi cakupan korban
lebih luas yaitu diri sendiri atau orang lain. Jadi perilaku agresif dapat merugikan dri sendiri dan
orang lain. Kecenderungan perilaku agresif adalah keinginan untuk melukai badan atau perasaa,
baik pada diri sendiri atau orang lain dengan kata-kata atau alat. Berdasarkan hasil studi
2018, pada SMA 1 Manado, di dapat hasil jumlah siswa siswi sebanyak 135 orang. Hasil
wawancara denaga salah satu siswa mengatakan bahwa sering terjadi perkelahian dan tawuran
baik di sekolah mauoun di luar sekolah. Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas penulis
tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Perilaku
masalah sebagai berikut: “Apakah ada hubungan antara pola asuh orang tua dengan perilaku
Untuk mengetahui hubungan antara pola asuh orang tua pada perilaku agresif pada remaja
di SMA N 1 MANADO.
a. Untuk mengetahui pola asuh orang tua pada remaja di SMA N 1 MANADO.
Sebagai pengalaman bagi pelatihan bagi penulis dalam mengadakan suatu penelitan serta
mengkaji teori dari pendidikan dan belajar menemukan permasalahan yang ada di lapangan.
1.4.2 Bagi institusi:
Sebagai masukan bagi pendidikan dalam mengembangkan kurikulum mata ajar Keperawatan
Komunitas Keluarga.
Bagi Masyarakat:
Sebagai masukan bagi masyarakat dan di harapkan peran serta masyarakat terutama bagi
orang tua dalam memberikan pola asuh yang efektif bagi anak remaja.
BAB II
TINJAUAN TEORI
1 Remaja
(Nursalam, 2009). Hal senada diungkapkan oleh (Santrock 2003) bahwa remaja
(adolescence) diartikan masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa
Menurut Syamsu Yusuf (2004 : 184) f ase remaja merupakan segmen perkembangan
individu yang sangat penting, yaitu diawali dengan matangnya organ – organ fisik
Menurut Hurlock, Elizabeth B (1999 : 206) Masa remaja adalah masa peralihan dari anak
– anak menuju dewasa yang mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik.
Yaitu periode sekitar kurang lebih 2 tahun sebelum terjadinya pemasakan seksual yang
sesungguhnya tetapi sudah terjadi perkembangan fisiologi yang berhubungan dengan pemasakan
Yaitu periode dalam rentang perkembangan dimana terjadi kematangan alat – alat seksual dan
Berarti tumbuh menjadi dewasa yang mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik.
2 Pengertian Agresif
Agresi menurut Baron (dalam mahmudah, 2011:61) adalah bentuk perilaku yang disengaja
terhadap makhluk hidup lain dengan tujuan untuk melukai atau membinasakan dan orang yang
diserang berusaha untuk menghindar. Dalam pengertian tersebut terdapat empat masalah yang
penting, yaitu:
a. Agresi itu perilaku : dengan demikian, segala aspek perilaku terdapat didalam agresi, misalnya :
emosi
Menurut Berkawitz (dalam Taganing dan Fortuna, 2008) mendefinisikan agresivitas sebagai segala bentuk
perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti seseorang, baik secara fisik maupun mental. Sedangkan
menurut Sarason (dalam Dayakisni dan Hudaniah, 2009:193) menyatakan bahwa agresi merupakan suatu
serangan yang dilakukan oleh suatu organisme terhadap organisme lain, objek lain atau bahkan pada diri
sendiri. Definisi tersebut berlaku bagi semua makhluk vertebrata, sementara pada tingkat manusia
masalah agresi sangat kompleks karena adanya peranan perasaan dan proses-proses simbolik. Menurut
Abidin (2005) agresif mempunyai beberapa karakteristik. Karakteristik yang pertama, agresif merupakan
tingkah laku yang bersifat membahayakan, menyakitkan, dan melukai orang lain. karakteristik yang kedua
adalah suatu tingkah laku yang dilakukan seseorang dengan maksud untuk melukai, menyakiti dan
membahayakan oranglain yang dilakukan dengan sengaja. Dan karakteristik yang ketiga, agresif tidak
hanya dilakukan untuk melukai korban secara fisik, tetapi juga dapat dilakukan secara psikis (psikologis)
misalnya melalui kegiatan yang menghina atau menyalahkan. Perbuatan agresif menurut Myers (1996,
dalam Sarwono:2002) adalah perilaku fisik atau lisan yang disengaja dengan maksud untuk menyakiti
Berkowitz (dalam Taganing dan Fortuna, 2008) membagi agresi ke dalam dua bentuk, yaitu : Agresi
Instrumental ( Instrumental Agression) dan Agresi Benci ( Hostile Agression ) atau Agresi Emosional
Sedangkan menurut Buss dan Perry (dalam Mu’arifah, 2005) membagi agresi menjadi 4 bagian yakni :
Agresi Fisik ( Phicical Aggression), Agresif Verbal ( Verbal Aggression), Kemarahan (Ager), dan
Permusuhan (Hostility).
Mappiare (1983:192) bentuk-bentuk agresif remaja dapat dicirikan dengan tindakan yang cenderung
merusak, melanggar peraturan-peraturan dan menyerang. Adapun gejala umum agresif pada masa
remaja adalah bertindak kasar sehingga menyakiti orang lain, suka berkelahi, membuat kegaduhan dalam
peraturan, sangat sering berbohong, suka bolos sekolah, suka melanggar kehormatan seks lawan jenis
dan seterusnya.
2.2 Pola Asuh Orang Tua
Pola asuh terdiri dari dua kata yaitu pola dan asuh. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:1088)
bahwa “pola adalah model, sistem, atau cara kerja”, Asuh adalah “menjaga, merawat, mendidik,
membimbing, membantu, melatih, dan sebagainya” Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:96). Sedangkan
arrti orang tua menurut Nasution dan Nurhalijah (1986:1) “Orang tua adalah setiap orang yang
bertanggung jawab dalam suatu keluarga atau tugas rumah tangga yang dalam kehidupan sehari-hari
disebut sebagai bapak dan ibu.” Gunarsa (2000:44) mengemukakan bahwa “Pola asuh tidak lain
merupakan metode atau cara yang dipilih pendidik dalam mendidik anak-anaknya yang meliputi
bagaimana pendidik memperlakukan anak didiknya.” Jadi yang dimaksud pendidik adalah orang tua
terutama ayah dan ibu atau wali. Casmini (dalam Palupi, 2007:3) menyebutkan bahwa: Pola asuh sendiri
memiliki definisi bagaimana orang tua memperlakukan anak, mendidik, membimbing, dan
mendisiplinkan serta melindungi anak dalam mencapai proses kedewasaan, hingga kepada upaya
pembentukan norma-norma yang diharapkan oleh masyarakat pada umumnya. Menurut Thoha
(1996:109) menyebutkan bahwa “Pola Asuh orang tua adalah merupakan suatu cara terbaik yang dapat
ditempuh orang tua dalam mendidik anak sebagai perwujudan dari rasa tanggung jawab kepada anak.”
Sedangkan menurut Kohn (dalam Thoha, 1996:110) mengemukakan: Pola asuh merupakan sikap orang
tua dalam berhubungan dengan anaknya. Sikap ini dapat dilihat dari berbagai segi, antara lain dari cara
orang tua memberikan pengaturan kepada anak, cara memberikan hadiah dan hukuman, cara orang tua
menunjukkan otoritas dan cara orang tua memberikan perhatian, tanggapan terhadap keinginan anak.
Dengan demikian yang dimaksud dengan Pola Asuh Orang Tua adalah bagaimana cara mendidik anak
baik secara langsung maupun tidak langsung. Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa
pola asuh orang tua adalah suatu proses interaksi antara orang tua dan anak, yang meliputi kegiatan
seperti memelihara, mendidik, membimbing serta mendisplinkan dalam mencapai proses kedewasaan
baik secara langsung maupun tidak langsung. 2. Jenis-Jenis Pola Asuh Orang Tua Terdapat perbedaan
yang berbeda-beda dalam mengelompokkan pola asuh orang tua daam mendidik anak, yang antara satu
dengan yang lainnya hampir mempunyai persamaan. Diantaranya sebagai berikut: Menurut Hourlock
(dalam Thoha, 1996 : 111-112) mengemukakan ada tiga jenis pola asuh orang tua terhadap anaknya,
yakni : 1) Pola Asuh Otoriter Pola asuh otoriter ditandai dengan cara mengasuh anak dengan
aturanaturan yang ketat, seringkali memaksa anak untuk berperilaku seperti dirinya (orang tua),
kebebasan untuk bertindak atas nama diri sendiri dibatasi. 2) Pola Asuh Demokratis Pola asuh demokratis
ditandai dengan adanya pengakuan orang tua terhadap kemampuan anak, anak diberi kesempatan untuk
tidak selalu tergantung pada orang tua. 3) Pola Asuh Permisif Pola asuh ini ditandai dengan cara orang
tua mendidik anak yang cenderung bebas, anak dianggap sebagai orang dewasa atau muda, ia diberi
Dalam pola pengasuhan sendiri terdapat banyak faktor yang mempengaruhi serta melatarbelakangi
orang tua dalam menerapkan pola pengasuhan pada anak-anaknya. Menurut Manurung (1995:53)
beberapa faktor yang mempengaruhi dalam pola pengasuhan orang tua adalah :
Maksudnya para orang tua belajar dari metode pola pengasuhan yang pernah didapat dari orang tua
mereka sendiri.
2) Tingkat pendidikan orang tua Orang tua yang memiliki tingkat pendidikan tinggi berbeda pola
pengasuhannya dengan orang tua yang hanya memiliki tingkat pendidikan yang rendah.
3) Status ekonomi serta pekerjaan orang tua Orang tua yang cenderung sibuk dalam urusan pekerjaannya
terkadang menjadi kurang memperhatikan keadaan anak-anaknya. Keadaan ini mengakibatkan fungsi
atau peran menjadi “orang tua” diserahkan kepada pembantu, yang pada akhirnya pola pengasuhan
Sedangkan Santrock (1995: 240) menyebutkan ada beberapa faktor yang mempengaruhi dalam pola
1) Penurunan metode pola asuh yang didapat sebelumnya. Orang tua menerapkan pola pengasuhan
2) Perubahan budaya, yaitu dalam hal nilai, norma serta adat istiadat antara dulu dan sekarang.
Orang tua yang berpola asuh otoriter menurut Yatim dan Irwanto (1991: 100) adalah sebagai berikut:
1. Kurang komunikasi
2. Sangat berkuasa
3. Suka menghukum
4. Selalu mengatur
5. Suka memaksa
6. Bersifat kaku
Ciri-ciri orang tua berpola asuh demokratis menurut Yatim dan Irwanto (1991: 101) adalah sebagai
berikut:
Ciri-ciri orang tua berpola asuh permisif menurut menurut Yatim dan Irwanto (1991: 102) adalah sebagai
berikut :
1. Kurang membimbing
3.2 Hipotesis
H0: Tidak ada hubungan antara pola asuh orang tua dengan perilaku agresif pada remaja di sma
negeri 1 manado.
H1: Ada hubungan positif antara pola asuh orang tua dengan perilaku agresif pada remaja di sma
negeri 1 manado.
Tabel Definisi Operasional Variabel Hubungan Pola Asuh Orang Tua pada Perilaku Agresif
BAB IV
METODELOGI PENELITIAN
dilakukan dengan pendekatan cross sectional, yaitu penelitian dimana pengumpulan data
4.2.2 Waktu : Penelitian akan dilaksanakan pada bulan November – Desember 2019
Populasi merupakan keseluruhan sumber data yang diperlukan dalam suatu penelitian.
Penentuan sumber data dalam suatu penelitian sangat penting dan menentukan
keakuratan hasil penelitian (Suyanto, 2011). Populasi pada penelitian ini adalah sebagian
siswa kelas X di SMA Negeri 1 Manado. Jumlah populasi penelitian ini adalah 104
orang.
4.3.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih dengan cara tertentu hingga dianggap
mewakili populasi (Nurasalam, 2008).
Sampel adalah bagian dari jumlah karakteristik yang dimiliki populasi (Sugyono, 2014).
1. Besar Sampel
N
n=
1+N (d)²
Dikeetahui : N=104
d=(0,05)²
104
jadi n=
1+104 (0,05)²
n=83 orang
jadi besar sampel dalam penelitian ini adalah sebesar 83 responden.
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari sumber penelitian. Untuk
memperoleh data premier dilakukan dengan cara memberikan kuesioner dengan langkah-
langkah sebagai berikut:
4.6.1 Editing
Setelah lembar kuesioner terisi, seluruh data dikumpulkan untuk melihat kelengkapan dari
data yang telah terkumpul, memperhatikan kesesuaian pengisian data, serta mempelajari
data yang ada apakah sudah sesuai dengan yang diharapkan, sehingga jika masih ada yang
kurang, dapat dilengkapi segera.
4.6.2 Coding
Yaitu memberi kode pada data dengan merubah kata-kata menjadi angka, yaitu dengan
memberi kode:
a) Tipe pola asuh orang tua
Kode 1: untuk otoriter
Kode 2: untuk demokratif
Kode 3: untuk permisif
b) Tingkat perilaku Agresif
Kode 1: untuk Agresif
Kode 2: untuk tidak Agresif
4.6.3 Cleaning
Dalam penelitian ini digunakan analisis data unvariat dan analisis bivariat.
Analisis data dilakukan setelah data terkumpul, data tersebut di klasifikasikan menurut variabel
dan di teliti dan di olah secara manual. Nilai untuk jawaban ya adalah 1, sedangkan untuk
jawaban tidak adalah 2. Alternatif jawaban dari responden dimasukan dalam tabel distribusi
frekuensi kemudian dianalisis dengan teknik analisa data. Analisis ini untuk memperoleh
gambaran pada masing-masing variabel independen maupun variabel dependen.
Analisis ini dilakukan untuk melihat hubungan antara 2 variabel yaitu independen dan variabel
dpenden. Untuk melihat hubungan keduanya digunakan uji statistik Chi-Square dengan tingkat
kemaknaan α = 0,05, P Value ≤ α dan dengan komputerisasi.
Nama responden tidak dicantumkan pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode
pada lembar data atau hasil yang akan disajikan.
Semua informasi yang telah dikumpulakan dijamin kerahasiaanya oleh peneliti, hanya
kelompok data tersusun yang akan dilaporkan pada hasil penelitian.
DAFTAR PUSTAKA