Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN TERAPI OKUPASI PADA ANAK

BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DENGAN


TUNAGRAHITA DI SLB NEGERI RAHARJA
TANJUNGSARI
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas
Profesi Ners Keperawatan Anak

Disusun Oleh :
Acu Samsudin 221FK04053 Eriska Priscilia 221FK04066
Hamdani S.R
Adinda dewi Utari 221FK04054 Fazry Rachmatulloh 221FK04067
Ajeng Restu Rahayu 221FK04055 Fitri Nurjanah 221FK04068
Aldy Wahyu 221FK04056 Gilang Aditya R 221FK04069
Allecia Putri Berliana 221FK04057 Gugun Gunawan 221FK04070
Andrea Reza 221FK04058 Hesti Oktari Rahayu 221FK04071
Dirgantar
Anggi Fitriani 221FK04059 Ismi Tazkiyah 221FK04072
Anisa Melani 221FK04060 Khofi Indraka 221FK04073
Asi Kartika Sumirat 221FK04061 Mega Oktaviani 221FK04074
Citra Sapitri 221FK04062 Mila Jamilatul M 221FK04075
Delinda 221FK04063 Nadia Permatasari 221FK04076
Dewi Handayani 221FK04064 Naufal Azis 221FK04077
Dinar Eka Putri N 221FK04065 Nida Ulhasanah 221FK04078

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA BANDUNG
2023

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa dipanjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyusun laporan

“Terapi Okupasi Pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Dengan Tunagrahita di

SLB Negeri Raharja Tanjungsari” yang dapat diselesaikan dengan sebaik mungkin

dan sebagaimana mestinya. Sholawat serta salam tak lupa selalu kami curahkan

kepada baginda alam, suri tauladan, Nabi Muhammad SAW, dan juga bagi

keluarganya, sahabatnya, dan pengikutnya hingga akhir zaman.

Tujuan disusunnya laporan ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah

Keperawatan Anak pada Profesi Ners di Fakultas Keperawatan Universitas Bhakti

Kencana Bandung. Kami ucapkan terimakasih khususnya kepada dosen mata

kuliah Keperawatan Anak.

Kami menyadari dalam proses pembuatan laporan ini masih banyak

kekurangan dan jauh dari kata sempurna baik dari segi susunan kalimat maupun

tata bahasanya. Oleh karena itu, kami mengharapkan sebuah kritikan dan saran

yang bersifat membangun dalam rangka memperbaiki segala kesalahan dan

kekurangan yang ada pada laporan ini.

Bandung, Maret 2023

Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .....................................................................................i
DAFTAR ISI ................................................................................................. ii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1 LATAR BELAKANG .......................................................................... 1
1.2 TUJUAN ............................................................................................... 3
1.2.1 Tujuan Umum .............................................................................. 3
1.2.2 Tujuan Khusus ............................................................................. 3
1.3 MANFAAT .......................................................................................... 4
BAB II KEPUSTAKAAN.............................................................................. 5
2.1 KONSEP RETARDASI MENTAL ...................................................... 5
2.1.1 Definisi Tunagrahita .................................................................... 5
2.1.2 Penyebab Tunagrahita .................................................................. 6
2.1.3 Klasifikasi Tunagrahita ................................................................ 7
2.1.4 Pathway Tunagrahita ................................................................... 9
2.1.5 Tanda dan Gejala Tunagrahita ................................................... 11
2.1.6 Penatalaksanaan Tunagrahita ..................................................... 12
BAB III PELAKSANAAN .......................................................................... 14
3.1 PELAKSANAAN KEGIATAN ......................................................... 14
3.2 PEMBAHASAN ................................................................................. 20
BAB IV KESIMPULAN SARAN ............................................................... 23
4.1 KESIMPULAN .................................................................................. 23
4.2 SARAN ............................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 25
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Surat Perizinan

Lampiran 2 : Dokumentasi kegiatan


1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

SLB merupakan Sekolah Luar Biasa yang mana di dalam nya terdapat

anak berkebutuhaan khusus dengan karakteristik yang khusus dan berbeda

dengan anak pada umumnya yang tanpa selalu menunjukan pada

ketidakmampuan mental, emosi atau fisik. Anak berkebutuhan khusus yang

termasuk antara lain: tunarungu, tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa,

tunalaras, gangguan perilaku, kesulitas belajar, anak berbakat, anak dengan

gangguan kesehatan. Anak tunagrahita memiliki permasalahan keterbatasan

kemampuan berfikir, yang mana tidak dipungkiri lagi kalau mereka sudah tentu

mengalami kesulitan dalam belajar. Selain itu mereka juga kurang mampu

untuk membedakan antara yang baik dan yang buruk, mempertimbangkan

sesuatu, dan membedakan antara yang benar dan yang salah. Ini semua

disebabkan oleh kemampuan nya yang terbatas, sehingga anak tunagrahita

tidak dapat membayangkan terlebih dahulu konsekuensi dari perbuatannya.

Oleh karena itu, diperlukan bimbingan yang dapat membebaskan anak

secara psikologis. Bimbingan pertama yang berdampak besar bagi

perkembangan anak berasal dari sekolah. Bimbingan diberikan dalam bentuk

perlakuan khusus yang berkaitan dengan aktivitas siswa sehari-hari. Perlakuan

tersebut harus mampu menghasilkan kemampuan anak untuk hidup mandiri.

Belajar merupakan kegiatan inti dari proses pendidikan. Berbagai


2

permasalahan dapat muncul dalam kegiatan pembelajaran baik siswa maupun

guru. Misalnya, bagaimana menciptakan kondisi yang baik untuk berhasil,

bagaimana memilih metode yang tepat untuk jenis dan situasi pembelajaran,

bagaimana membuat rencana belajar, bagaimana menilai pembelajaran, dll.

Keberhasilan belajar setiap individu dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik

internal (berasal dari diri sendiri) maupun eksternal (berasal dari luar atau

lingkungan). Seorang guru di SLB BC Multahada menjelaskan bahwa anak

tunagrahita mengalami kesulitan belajar karena sangat buruk dalam

mengingat (memori lemah). Pada prinsipnya perkembangan kognitif dan

mental pada anak tunagrahita tidak dapat ditingkatkan secara spontan. Namun

membutuhkan banyak rangsangan, dan rangsangan tersebut perlu diberikan

secara sistematis dan dengan kesabaran guru dalam kegiatan belajar mengajar

di sekolah luar biasa. Serangkaian rangsangan tersebut bertujuan untuk

membantu kemampuan berpikir anak-anak berkembang dengan baik.

Metode pendidikan dasar, atau metode penelitian umum, didefinisikan

sebagai metode ilmiah untuk memperoleh dan menganalisis data yang

memiliki maksud, tujuan, dan penerapan tertentu. Hal yang sama berlaku untuk

metode seperti sistem diskusi, tim, dan strategi pembelajaran. Metode ini

merupakan cara yang tepat bagi siswa untuk mengembangkan sikap dan

kebiasaan belajar yang baik, materi yang sesuai dengan kecepatan dan

kesulitan belajar, tujuan dan berbagai aspek kegiatan belajar lainnya, sesuai

dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.

Berdasarkan uraian konteks latar belakang di atas, maka pentingnya


3

Yayasan Pendidikan Sekolah Luar Biasa (SLB) Raharja Tanjungsari adalah

membantu anak berkebutuhan khusus untuk membuat perbedaan dan berdiri

untuk hidup mandiri. Pada prinsipnya setiap anak berhak untuk belajar, tetapi

hal ini tergantung pada bagaimana anak dapat mengoptimalkan kemampuan

belajarnya dan terutama dalam hal anak tunagrahita bagaimana meningkatkan

belajarnya, tergantung dari upaya yang dilakukan oleh guru/pengasuhnya. .

1.2 TUJUAN

1.2.1 Tujuan Umum

Dapat mengidentifikasi dan mengaplikasikan ilmu tentang asuhan

keperawatan Terapi Okupasi pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)

dengan Tunagrahita di SLB Negeri Raharja Tanjungsari.

1.2.2 Tujuan Khusus

1. Melakukan pengkajian keperawatan pada klien dengan

Tunagrahita di SLB Negeri Raharja Tanjungsari.

2. Merumuskan diagnose keperawatan pada klien dengan

Tunagrahita di SLB Negeri Raharja Tanjungsari.

3. Merumuskan rencana tindakan keperawatan pada klien dengan

Tunagrahita di SLB Negeri Raharja Tanjungsari.

4. Mengevaluasi klien dengan Tunagrahita di SLB Negeri Raharja

Tanjungsari.
4

1.3 MANFAAT

Laporan ini diharapkan dapat menjadi dasar dalam praktik keperawatan

sebagai proses pembelajaran dalam melakukan praktik asuhan keperawatan

pada klien dengan tunagrahita.


5

BAB II

KEPUSTAKAAN

2.1 KONSEP TUNAGRAHITA

2.1.1 Definisi Tunagrahita

Tunagrahita merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut

anak yang memiliki kemampuan intelektual dibawah rata-rata anak

normal pada umumnya. Tunagrahita berkaitan erat dengan masalah

perkembangan kemampuan kecerdasan yang rendah dan merupakan

sebuah kondisi. Jadi dapat dipertegas tunagrahita merupakan suatu

kondisiyang tidak bisa disembuhkan dengan obat. Beberapa hal yang

perlu diperhatikan berdasarkan definisi diatas bahwa fungsi intelektual

secara signifikan di bawah rata-rata itu yang benar meyakinkan dan

memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Sebagai contoh, anak-anak

normal umumnya memiliki IQ 100, sedangkan anak tunagrahita memiliki

IQ paling tinggi 70. Selain itu kekurangan dalam tingkah laku

penyesuaian.

Tunagrahita adalah kemampuan yang ditandai dengan keterbatasan

yang signifikan baik fungsi intelektual hingga perilaku adaptif. Hambatan

ini terjadi sebelum berusia 18 tahun. Tunagrahita adalah mereka yang

kecerdasannya jelas di bawah rata-rata selain itu mereka juga memiliki

keterbelakanan dalam menyesuaikan diri. Ketidak mampuan tunagrahita

bukan hanya satu atau dua hari, tetapi untuk selama-lamanya. Hal
6

tersebut didukung oleh pendapat Jamaris (2018:30), tunagrahita adalah

suatu kondisi anak yang kecerdasannya jauh di bawah rata-rata yang

ditandai keterbatasan intelegensi, dan ketidak cakapan dalam komunikasi

social (Baskara, 2018).

2.1.2 Penyebab Tunagrahita

Anak yang mengalami ketunagrahitaan tentu terdapat penyebab baik

dari keturunan maupun penyebab bakteri atau virus. Menurut Muliati

(2022:31), ada beberapa penyebab anak mengalami tunagrahita.

Beberapa penyebab anak mengalami tunagrahita antara lain:

a. Penyebab Genetik dan Kromosom

Ketunagrahitaan yang disebabkan oleh faktor genetik yang dikenal

dengan Phenylketonuria. Hal ini merupakan suatu kondisi yang

disebabkan oleh gen orang tua mengalami kurangnya produksi enzim

yang memproses protein dalam tubuh sehingga terjadinya

penumpukan asam yang disebut asam Phenylpyruvic. Penumpukan

ini

menyebabkan kerusakan otak.

b. Penyebab Saat Prakelahiran

Penyebab prakelahiran terjadi ketika pembuahan. Hal yang paling

berbahaya adalah adanya penyakit Rubella (campak jerman) pada

janin. Selain itu,adanya infeksi penyakit Sifilis. Dalam hal lain daoat

menyebabkan kerusakan otak adalah racun daro alcohol dan obta-


7

obatan ilegal yang digunakan oleh wanita hamil. Racun tersebut dapat

mengganggu perkembangan janin sehingga menimbulkan sebuah

masalah ketunagrahitaan yang akan terjadi pada anak-anak keturunan

tersebut.

c. Penyebab Saat Kelahiran

Penyebab saat kelahiran adalah kelahiran prematur, adanya masalah

proses kelurangan oksigen, kelahiran dibantu oleh alat-alat

kedokteran beresiko pada anak yang akan menimbulkan trauma pada

kepala.

d. Penyebab Selama Masa Perkembangan Dan Anak – Anak

Anak tunagrahita yang terjadi pada masa kanak-kanak dan remaja

adalah penyakit radang selaput otak minigitis dan radang otak

encepalitis yang tidak tertangani dengan baik sehingga menyebabkan

kerusakan otak.

2.1.3 Klasifikasi Tunagrahita

Menurut James D, Page dalam Mayasari (2019: 119-120), ada beberapa

ciri-ciri anak tunagrahita seperti :

a. Intelektual

Hal ini wawasan yang digerakkan terhambat secara intelektual

kurang optimal, dalam pengembangan pengetahuan juga terbatas.

Mereka hanya siap untuk sampai pada tingkat usia mental pra-

sekolah,

b. Aspek sosial
8

Kemampuan yang dimiliki anak tunagrahita dalam bidang sosial

memiliki keterlambatan. Contohnya seperti kurang memelihara,

memimpin diri, dan mengurus sehingga kurang dalam sosialisasi.

c. Aspek fungsi mental

Anak tunagrahita sukar dalam memfokuskan pemikiran, respon, dan

jangkauan yang terbatas, sehingga kurang mampu dalam

menyelesaikan pekerjaan.

d. Aspek dorongan dan emosi

Setiap anak tunagrahita memiliki tingkatan dalam emosi dan

dorongan yang berbeda. Anak tunagrahita yang sudah pada tingkatan

sangat serius, biasanya hampir tidak menunjukkan keinginan untuk

mendesak diri atau menjaga diri. Seperti ketika lapar atau haus

mereka tidak memberikan indikasi dan ketika menghadapi keadaan

sulit tidak dapat menghindar dari situasi tersebut.

e. Aspek kemampuan bahasa

Biasanya anak tunagrahita jika bahasa semakin berat dan

mendapatkan tulisan yang banyak akan mengalami gangguan bicara

dan masalah dalam pembentukan bunyi pada pita suara atau rongga

mulut.

f. Aspek akademik

Gangguan yang dialami anak tunagrahita seperti membaca, menulis,

dan berhitung yang problematis, akan tetapi hal tersebut bisa diatasi

dengan berlatih dalam kemampuan dasar berhitung.


9

g. Aspek kepribadian dan kemampuan organisasi

Kepribadian yang dialami anak tunagrahita umumnya yaitu tidak

mempunyai kepercayaan diri, selain itu tidak mampu

mengkondisikan dan membuat pengarahan untuk dirinya sendiri

sehingga terlalu tergantung pada pihak luar atau orang lain

2.1.4 Patofisiologi Tunagrahita

Terdapat beberapa faktor penybab yang dinyatakan sebagai dasar

terjadinya retardasi mental, misalnya faktor cedera yang terjadi di dalam

rahim, saat bayi tersebut masih berbentuk janin. Selain itu dapat pula

terjadi sedera pada saat kelahiran (persalinan). Ada teori lain yang

menyebutkan adanya variasi somatik yang dikarenakan perubahan

fusngsi kelenjar internal dari ibu selama kehamilan, dan hal ini belum

diketahui mekanismenya. Demikian pula dengan faktor prenatal yang

dialami oleh ibu-ibu yang hamil, misalnya ibu terkena penyakit campak

(Rubella) sering anak yang dikandungnya akan mengalami retardasi

mental.

Semua retardasi mental yang langsung disebabkan oleh ganngguan

metabolisme (misalnya metabolisme karbohodrat, protein dan lemak),

sindrome reye, dehidrasi hipernatrenik, hipotiroid kongenital,

hipoglikemia dan malnutrisi dapat mengakibatkan retardasi mental.

Penyakit otak yang nyata juga dapat menyebabkan retardasi mental,

misalnya akibat neoplasma otak akan mengakibatkan reaksi sel otak yang

bersifat degenaratif, inflamatif, proliferatif ataupun sklerotik yang


1
0

menyebabkan disfungsi otak.

Retardasi mental juga dapat disebabkan oleh kesalahan jumlah

kromosom (sindroma down), defek pada kromosom dan translokasi

kromosom. Kelainan genetik dan kelaianan metabolik yang diturunkan

juga dapat menyebabkan retardasi mental seperti galaktosemia dan

fenilketonuria.

Prematuritas dan kehamilan wanita diatas 40 tahun juga dapat

menjadi penyebab kasus retardasi mental. Hal ini berhubungan dengan

keadaan bayi waktu lahir yaitu dengan berat badan rendah kurang dari

2500 gram, imaturitas karena persalinan prematur dan

ketidakseimbangan hormon ibu hamil yang tua (diatas 40 tahun)

(Salmiah, 2010).
1
1

Pathway :

2.1.5 Tanda dan Gejala Tunagrahita

Beberapa bentuk kelainan pada anak dengan retardasi mental

menurut sumarno (2008), sebagai berikut :

1. Sutura sagitalis yang terpisah


2. “Plantar crease” jari kaki I dan II
3. Hyperfleksibilitas
4. Peningkatan jaringan sekitar leher
1
2

5. Bentuk palatum yang abnormal


6. Hidung hipoplastik
7. Kelemahan otot dan hipotonia
8. Bercak brushfield pada mata, mata sipit.
9. Mulut terbuka dan lidah terjulur
10. Lekukan epikantus (lekukan kulit yang berbentuk bundar)
pada sudut mata sebelah dalam
11. Single palmar crease pada tangan kiri dan kanan
12. Jarak pupil yang lebar
13. Tangan dan kaki yang pendek serta lebar
14. Bentuk / struktur telinga yang abnormal, telinga letak rendah
15. Kelainan mata, tangan, kaki, mulut, sindaktili

2.1.6 Penatalaksanaan Tunagrahita

a) Secara Farmakologis

- Pendengarannya : sekitar 70-80 % anak retardasi mental terdapat

gangguan pendengaran dilakukan tes pendengaran oleh THT

sejak dini.

- Penyakit jantung bawaan

- Penglihatan : perlu evaluasi sejak dini.

- Nutrisi : akan terjadi gangguan pertumbuhan pada masa bayi /

prasekolah.

- Kelainan tulang : dislokasi patela, subluksasio pangkal paha /

ketidakstabilan atlantoaksial. Bila keadaan terakhir ini sampai

menimbulkan medula spinalis atau bila anak memegang

kepalanya dalam posisi seperti tortikolit, maka perlu pemeriksaan

radiologis untuk memeriksa spina servikalis dan diperlukan


1
3

konsultasi neurolugis.

b) Pendidikan Kesehatan

a) Intervensi Dini

Program ini dapat dipakai sebagai pedoman bagi orang tua untuk

memberi lingkungan yang memeadai bagi anak dengan retardasi

mental, bertujuan untuk latihan motorik kasar dan halus serta

petunjuk agar anak mampu berbahasa. Selain itu agar anak

mampu mandiri seperti berpakaian, makan, belajar, BAB/BAK,

mandi.

b) Taman Bermain

Misal dengan peningkatan ketrampilan motorik kasar dan halus

melalui bermain dengan temannya, karena anak dapat melakukan

interaksi sosial dengan temannya.

c) Pendidikan Khusus (SLB-C)

Anak akan mendapat perasaan tentang identitas personal, harga

diri dan kesenangan. Selain itu mengasah perkembangan fisik,

akademis dan dan kemampuan sosial, bekerja dengan baik dan

menjali hubungan baik.

d) Penyuluhan Pada Orang Tua.


14

BAB III

PELAKSANAAN

3.1 PELAKSANAAN KEGIATAN

a. Persiapan

1. Persiapan :

a. Membuat kontrak dengan klien yang sesuai dengan indikasi

b. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan

2. Orientasi (5 menit) :

a. Salam terapeutik :

 Salam dari terapis pada klien

 Terapis dan klien memperkenalkan nama

b. Evaluasi/validasi :

 Menanyakan perasaan klien saat sesudah dilakukan terapi

 Menanyakan aktivitas apa yang telah dilakukan klien hariini

c. Kontrak :

 Terapis menjelaskan tujuan pemberian terapi

 Terapis menjelaskan aturan main sebagai berikut :

- Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok,

harus minta izin kepada terapis

- Lama kegiatan 30 menit.

- Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.


15

d. Deskripsi program

Program ini dilakukan secara berurutan yang dilakukan satuper

satu. Contohnya saat terapis mengoper bola kemudian anak

melemparkan kembali bola tersebut, terapis menyuruh anak

melemparkan kembali bola tersebut, terapis menyuruh anak

untuk membuka bungkus makanan danmengkancingkan baju.

e. Tujuan program

Dalam latihan koordinasi sensomotorik yang difokuskan bagi

anak tuna grahita bertujuan agar anak dapat mengkoordinasikan

antara motorik tangan dan persepsi penglihatan yakni dengan

menyobek bungkus makanan, memasukan kancing baju, dan

arah datangnya bola.

f. Peralatan yang digunakan

Alat yang digunakan dalam program latihan ini antara lain :

- Makanan/makanan yang terbungkus plastic

- Baju kemeja/baju yang terdapat banyak kancing

- Bola/kertas yang dibuat seperti bola

g. Alokasi waktu yang diinginkan

Waktu yang dibutuhkan yaitu 30 menit untuk bermain dalam1

kali pertemuan

b. Pelaksanaan Kegiatan

1. Tahap Kerja :

a. Terapis mengajak klien untuk saling memperkenalkan diri (nama


16

dan nama panggilan) dimulai dari terapis secara berurutan searah

jarum jam

b. Terapis menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan, yaitu

pembahasan mengenai sosialisasi dan dilanjutkan dengan

permainan.

c. Terapis menjelaskan bahwa akan diberikan beberapa pertanyaan

sesuai dengan lembar yang telah disediakan, terapis memberikan

beberapa tes yang harus dilakukan klien seperti menggambar,

melempar bola, keseimbangan diri dengan mengangkat satu kaki

dan tangan direntangkan, melompat, membedakan warna dan

dilanjutkan dengan terapi okupasi yaitu membuka bungkus

makanan dan mengkancingkan baju,

d. Secara bergiliran klien diminta untuk melakukan hal yang sama

seperti sebelumnya.

e. Terapis memberikan pujian, setiap klien selesai

melakukan/menjawab pertanyaan yang diberikan, danmengajak

klien lain bertepuk tangan.

2. Tahap terminasi :

a. Evaluasi :

 Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikutiTAK

 Terapis memberikan pujian atas keberhasilan kelompok


17

b. Tindak lanjut :

Terapi menganjurkan klien untuk dapat berinteraksi/

bersosialisasi dengan orang lain.

c. Evaluasi/hasil

a. Evaluasi

1. Menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK

2. Memberikan pujian atas keberhasilan kelompok

3. Menanyakan kepada klien tentang manfaat tujuan TAK

b. Hasil

Hasil sebelum dilakukan terapi okupasi

 Identitas
Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) dengan gangguan
Retardasi mental
a. Hasil
a) Kemampuan koordinasi sensomotorik dari hasil
observasi yang dilakukan disekolah secara umum
kemampuan sensomotorik (sensori, motorik halus,
motorik kasar) masih kurang baik. Anak belum bisa
membuka bungkus makanan, anak belum lancar
memasukan kancing baju dan masih gagal melempar
kembali bola yang dilemparkan oleh terapis

b) Kemampuan sosial
Ketika dilakukan pengamatan menunjukkan anak sulit

untuk bergaul dan kurang terbiasa menyesuaikan diri

dengan orang baru dikenal, belum ada kontak mata, dan

sedikit merespon perintah.


18

b. Proses aktivitas permainan


- Anak belum bisa mengikuti instruksi yang diberikan
dengan baik
- Anak belum bisa membuka bungkus makanan dengan
baik
- Anak belum bisa mengancingkan baju dengan baik
- Anak belum bisa melempar kembal
bola yangdilemparkan
- Anak harus dilatih mengoptimalkan
kemampuanmotorik kasar
- Anak masih melakukan permainan dengan kurangsenang

Hasil setelah dilakukan terapi okupasi

 Identitas
Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) dengan gangguan
Retardasi mental
a. Hasil
a) Kemampuan koordinasi sensomotorik dari hasil
observasi yang dilakukan disekolah secara umum
kemampuan sensomotorik (sensori, motorik halus,
motorik kasar) cukup baik. Anak bisa membuka bungkus
makanan, anak bisa memasukan kancing baju dan bisa
melempar kembali bola yang dilemparkan oleh terapis

b) Kemampuan sosial
Ketka dilakukan pengamatan menunjukkan anak mudah

bergaul dan menyesuaikan diri dengan orang baru

dikenal, ada kontak mata, merespon perintah.

b. Proses aktivitas permainan


- Anak dapat mengikuti instruksi yang diberikan dengan
baik
19

- Anak dapat membuka bungkus makanan meskipun ada


bungkus makanan yang gagal untuk dibuka
- Anak dapat mengancingkan baju dengan baik
- Anak dapat melempar kembal bola yang dilemparkan
meski sempat ada yang gagal
- Anak berlatih mengoptimalkan kemampuan motorik
kasar
- Anak dapat melakukan permainan dengan senang tanpa
paksaan
20

3.2 PEMBAHASAN

Setalah dilakukan terapi okupasi berupa mengajarkan anak dengan

retardasi mental tentang cara membuka bungkus makanan, cara makan yang

benar, cara mengancingkan baju dan menyisir rambut didapatkan hasil bahwa

anak menunjukan peningkatan kemampuan motorik halus sebelum dan

sesudah terapi. Hal ini sesuai dengan penelitian Puspitasari, et al (2022)di SLB

Tunas Harapan III Mojoagung menunjukan bahwa terdapat peningkatan

perkembangan motorik halus anak tunagrahita sedang sebelum dan setelah

diberikan terapi okupasi memasang kancing baju dengan peningkatan rata-

rata sebelum diberikan terapi adalah 1.20 dan setelah diberikan terapi

kemampuan motorik halus meningkat menjadi 1.41. Penelitian lainnya yang

dilakukan oleh Yuniar, et al (2015) di SLBN Semarang menunjukan bahwa

terdapat peningkatan perkembangan motorikhalus anak tunagrahita sebelum

dan setelah diberikan terapi okupasi memasang tali sepatu dengan peningkatan

rata-rata sebelum diberikan terapi adalah 2,67 dan setelah diberikan terapi

kemampuan motorik halus meningkat menjadi 4,11. Sementara itu, penelitian

lainnya yang dilakukan Jafri, et al (2019) di SLB Al-Azra’iyah Tabek Panjang

Kec. Payakumbuh menunjukan bahwa terdapat peningkatan kemandirian anak

tunagrahitasebelum dan setelah diberikan terapi okupasi bina diri (aktivitas

hidup sehari-hari) dengan peningkatan kemandirian rata-rata sebelum

diberikan terapi adalah 85,92 dan setelah diberikan terapi kemampuan motorik

halus meningkat menjadi 144,38.

Okupasi terapi adalah terapi latihan pada anak dan dewasa dengan
21

menggunakan aktivitas untuk meningkatkan kemandirian dalam kegiatan

sehari hari sehingga dapat berpartisipasi di masyarakat. Menurut Praminta dan

Christiana (2014), motorik halus adalah gerakan yang memanfaatkan bagian-

bagian tubuh tertentu saja dan dilakukan oleh otot-otot kecil, sehingga gerakan

motorik halus tidak terlalu membutuhkan tenaga akan tetapi membutuhkan

koordinasi yang cermat serta ketelitian. Contoh dari gerakan yang

menggunakan motorik halus adalah gerakan mengambil benda dengan

menggunakan ibu jari dan telunjuk tangan, mengancingkan baju,

menggunting, menulis, menggambar, dan sebagainya. Pergerakan saat

menggunting memanfaatkan bagian-bagian tubuh tertentu dan diawali dengan

adanya perkembangan pada otot-otot kecil seperti keterampilan

menggunakkan jari-jemari tangan dan gerakan pergerakan tangan yang

luwes, melatih koordinasi mata anak. Salah satu pencapaian perkembangan

terdapat kemampuan menggunting mengikuti garis lurus, melengkung,

lingkaran, segi empat, segi tiga, dan menggunting sesuai dengan pola(Raharjo

dkk, 2014). Pembelajaran motorik halus di sekolah adalah pembelajaran yang

menghubungkan keterampilan fisik dengan otot kecil dan koordinasi antara

mata dengan tangan. Saraf motorik halus bisa dilatih dan dikembangkan

dengan adanya kegiatan dan rangsangan yang dilakukansecara rutin dan terus

menerus (Praminta dan Christiana, 2014).

Indriyani (2014) menyatakan bahwa keterampilan motorik adalah

keterampilan seseorang dalam menampilkan gerak dasar sampai gerak yang

lebih kompleks. Keterampilan motorik halus adalah keterampilan yang


22

memerlukan kontrol dari otot kecil, dan membutuhkan tingkat kecermatan

yang tinggi. Proses perkembangan motorik halus pada pendidikan luar biasa

sebaiknya mendapatkan perhatian dari pendidik dengan perhatian yang

benar. Guru sebagai salah satu motivator dari keberhasilan dalampembelajaran

di Sekolah Luar Biasa selalu mengupayakan agar pembelajaran berjalan sesuai

dengan kaidah-kaidah pembelajaran yang berlaku. Menurut Praminta dan

Christiana (2014), menggunting adalah kegiatan memotong atau memangkas

dengan memakai gunting. Menggunting dapat melatih anak agar dapat

memanfaatkan alat dan melatihketerampilan dalam memotong objek gambar.

Menggunting akan membantu mengembangkan motorik halus anak karena

dengan kegiatan menggunting yang tepat, memilih bagian yang harus

digunting merupakan latihan motorik dan keterampilan yang baik untuk anak.

Kegiatan menggunting dapat dilakukan dengan kegiatan menggunting kertas

sesuai dengan pola yang diminta.


23

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil Terapi aktifitas kelompok dan pembahasan tentang

Terapi okupasi pada anak Berkebutuhan khusus (ABK) Dengan Tunagrahita

di Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri Raharja Tanjungsari dapat disimpulkan

bahwa :

1) Terapi okupasi mampu merangsang stimulus motoric kasar pada anak

2) Terapi okupasi mampu meningkatkan kemandirian anak setelah diberikan

perlakuan dan pelatihan

3) Anak tuna grahta di SLB Negeri Raharja Tanjungsari, sudah mendapatkan

pelatihan dan pendidikan berupa makan, minum dan menulis di rumah

.jadi kebanyakan anak sudah mandiri, namun tetap ada beberapa aktivitas

yang mereka belum mampu atau bisa melakukannya sendiri.

4.2 SARAN

4.2.1 Terapis

Diharapkan hasil Terapi aktifitas kelompok ini dapat dijadikan

sebagai pengembangan pengetahuan dan menambah wawasan bagi

terapis dalam memberikan informasi tentang pengaruh terapi okupasi

terhadap anak dengan berkebutuhan khusus seperti tuna grahita.


24

4.2.2 Anak Tunagrahita

Diharapkan kepada anak tuna grahita dan keluarga dapat

mengembangkan teknik-teknik terapi yang dapat digunakan untuk

peningkatan kemampuan kognitif maupun motorik pada anak tuna

grahita, salah satunya adalah teknik terapi okupasi pada anak tuna

grahita.

4.2.3 Sekolah SLB Negeri Raharja Tanjungsari

Diharapkan kepada pihak SLB Negeri Raharja Tanjungsari dapat

mengembangkan dan menerapkan teknik- teknik terapi okupasi bagi

peserta didik, salah satunya adalah terapi okupasi bina diri yang

terbukti efektif terhadap peningkatan kemandirian bina diri pada anak

tunagrahita.
25

DAFTAR PUSTAKA

Amelia, S. H., Hernawaty, T., & Mardiah, W. (2019). Gambaran Kecemasan


Orangtua Pada Orientasi Masa Depan Remaja Tunagrahita Di SLB Negeri
Cileunyi Dan SLB C Sukapura. 6(2018), 2015–2019. https://journal.unisa-
bandung.ac.id/index.php/jka/article/view/112 (diperoleh Tanggal 07 Maret
2022)

Astrella, N. B. (2018). Adhd Pada Anak Dengan Retardasi Mental. Jurnal


Psikologi, 5(1), 38–49. https://jurnal.yudharta.ac.id/v2/index.php/ILMU-
PSIKOLOGI/article/view/1171.(diperoleh Tanggal 09 Februari 2022)

Lesmana, S., Ramdhanie, G. G., & Mediani, H. S. (2021). Pengetahuan Dan Sikap
Orangtua Terhadap Kemandirian Anak Retardasi Mental Ringan. Jurnal
Kesehatan Bakti Tunas Husada, 21(2), 227–238. (diperoleh Tanggal 08 Maret
2022)
Rosnawati, A. (2013). Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Tunagrahita.
Jakarta: Luxima Metro Media

Somantri, S. (2007). Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: Refika Adi Tama.

Sularyo, T. S., & Kadim, M. (2016). Retardasi Mental. Jurnal Keperawatan


Indonesia, 6(1), 21–27. Https://Doi.Org/10.7454/Jki.V6i1.116 (diperoeh
Tanggal 03 April 2022)

Sumartini, N. P. (2020). Terapi Musik Klasik Memiliki Pengaruh Terhadap


Perkembangan Kognitif Anak Retardasi Mental Di Sekolah Luar Biasa (SLB)
Negeri Pembina Mataram. Midwifery Journal: Jurnal Kebidanan Um.
Mataram, 5(2), 123. Https://Doi.Org/10.31764/Mj.V5i2.1183 (diperoleh
Tanggal 08 Februari 2022)
LAMPIRAN

Lampiran 1
23

Lampiran 2
24

Anda mungkin juga menyukai