Anda di halaman 1dari 177

PERILAKU PETUGAS KESEHATAN DALAM PELAKSANAAN

PROGRAM INDONESIA SEHAT DENGAN PENDEKATAN


KELUARGA DI PUSKESMAS KOTA MEDAN

SKRIPSI

Oleh

ERNITA EFATAWATI SITORUS


NIM. 151000496

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2020
PERILAKU PETUGAS KESEHATAN DALAM PELAKSANAAN
PROGRAM INDONESIA SEHAT DENGAN PENDEKATAN
KELUARGA DI PUSKESMAS KOTA MEDAN

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat


untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

ERNITA EFATAWATI SITORUS


NIM. 151000496

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2020
i
Telah diuji dan dipertahankan

Pada tanggal: 14 Oktober 2019

TIM PENGUJI SKRIPSI

Ketua : Dr. Lita Sri Andayani, S.K.M., M.Kes


Anggota : 1. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M
2. Dhani Syahputra Bukit, S.K.M., M.K.M

ii
Pernyataan Keaslian Skripsi

Saya menyatakan dengan ini bahwa skripsi saya yang berjudul “Perilaku

Petugas Kesehatan dalam Pelaksanaan Program Indonesia Sehat dengan

Pendekatan Keluarga di Puskesmas Kota Medan” beserta seluruh isinya

adalah benar karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau

pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang

berlaku dalam masyarakat keilmuan kecuali yang secara tertulis diacu dalam

naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka. Atas pernyataan ini, saya siap

menanggung risiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian

ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau

klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Medan, Oktober 2019

Ernita Efatawati Sitorus

iii
Abstrak

Program Indonesia Sehat merupakan program keluaran dari agenda kelima Nawa
Cita sebagai upaya pemerintah dalam meningkatkan kualitas hidup manusia
khususnya derajat kesehatan masyarakat. Pendekatan paradigma sehat merupakan
pendekatan yang digunakan untuk menindaklanjuti rencana pembangunan
kesehatan yaitu melalui tindakan promotif dan preventif serta proaktif untuk
menjangkau masyarakat di luar puskesmas dengan pendekatan keluarga.
Keberhasilan pelaksanaan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga
(PIS-PK) membutuhkan pemahaman dan komitmen yang sungguh-sungguh,
teratur dan dengan perencanaan yang matang dari seluruh petugas puskesmas.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh faktor perilaku petugas
kesehatan terhadap pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan. Metode
penelitian yang digunakan adalah kuantitatif dengan jenis penelitian survey
analitik dan menggunakan kuesioner sebagai instrument penelitian. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan
sebagian besar berada pada kategori pelaksanaan kurang baik (59,2%). Hal
tersebut dipengaruhi oleh pengetahuan petugas (p = 0,022) dan kualitas sumber
daya manusia (p = 0,0001). Pengetahuan dan kualitas sumber daya manusia yang
rendah disebabkan oleh tidak semua petugas mengikuti pelatihan sehingga
pemahaman petugas rendah dan tidak memiliki kemampuan yang dibutuhkan
dalam mengerjakan program. Disarankan kepada Dinas Kesehatan Kota Medan
untuk meninjau kembali kebutuhan pelatihan petugas kesehatan di tingkat
puskesmas serta disarankan kepada Puskesmas untuk melakukan perencanaan
yang komperhensif dan pemetaan pencapaian target pelaksanaan PIS-PK di
wilayah kerjanya.

Kata kunci: PIS-PK, puskesmas, perilaku, petugas kesehatan

iv
Abstract

The Healthy Indonesia Program is the output of the fifth Nawa Cita agenda as an
effort by the government to improve the quality of human life, especially the
degree of public health. The healthy paradigm approach is an approach that is
used to follow up on a health development plan that is through promotive and
preventive and proactive actions to reach people outside the primary health care
with a family approach. The successful implementation of the Healthy Indonesia
Program with the Family Approach (PIS-PK) requires understanding and
commitment that is earnest, orderly and with careful planning from all staff. The
purpose of this study was to determine the effect of health worker behavior factors
on the implementation of PIS-PK in Primary Health Care Medan City. The
research method used is quantitative with analytic survey research types and
using questionnaires as research instruments. The results showed that the
implementation of PIS-PK in Medan City Health Center was mostly in the poor
implementation category (59.2%). This is influenced by the knowledge of officers
(p = 0.022) and the quality of human resources (p = 0.0001). The low level of
knowledge and quality of human resources is caused by not all staff participating
in the training so that staff understanding is low and does not have the skills
needed to work on the program. It is recommended to the Dinas Kesehatan Kota
Medan to review the training needs of health workers at the primary health care
level and to encourage primary health care to conduct comprehensive planning
and mapping the achievement of PIS-PK implementation targets in their working
areas.

Keywords: PIS-PK, primary health care, behaviour, officer

v
Kata Pengantar

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME yang telah

memberikan kesehatan dan kekuatan untuk dapat menyelesaikan penelitian dan

penulisan skripsi dengan judul “Perilaku Petugas Kesehatan dalam

Pelaksanaan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga di

Puskesmas Kota Medan”.

Dalam penyelesaian skripsi ini penulis banyak menemukan kesulitan dan

hambatan, namun berkat doa, bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak

akhirnya skripsi ini dapat selesai dengan baik. Oleh karena itu pada kesempatan

ini penulisan menyempaikan ucapan terimakasih dan penghargaan kepada:

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum. selaku Rektor Universitas Sumatera

Utara.

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si. selaku Dekan Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Lita Sri Andayani, S.K.M., M.Kes, selaku Ketua Departemen Pendidikan

Kesehatan dan Ilmu Perilaku sekaligus Dosen Pembimbing atas segala saran,

masukan dan bimbingan yang telah diberikan dalam penyusunan skripsi ini.

4. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M selaku Dosen Penguji I dan Dhani

Syahputra Bukit, S.K.M., M.K.M selaku Dosen Penguji II atas segala saran

dan masukan yang diberikan untuk penyusunan skripsi ini.

5. Dr. dr. Taufik Ashar, M.K.M selaku Dosen Pembimbingn Akademik yang

telah memberikan arahan dan bimbingan studi kepada penulis di Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatra Utara.

vi
6. Seluruh Dosen serta seluruh civitas akademika Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatra Utara atas segala wawasan dan

pembelajaran yang diberikan.

7. Pegawai dan Staf Fakultas Kesehatan Masyarakat USU yang telah banyak

membantu dalam hal keperluan administrasi untuk penyelesaian skripsi ini,

terkhusus Bapak Warsito.

8. Pegawai Dinas Kesehatan Kota Medan subbidang Kesehatan Masyarakat

serta seluruh petugas kesehatan yang melaksanakan PIS-PK di Puskesmas

Kota Medan yang telah banyak membantu dalam penelitian skripsi ini.

9. Teristimewa untuk kedua orang tua (Oloan Sitorus dan Anita Sibarani) yang

telah membesarkan dengan penuh kasih, mendidik, mendoakan, memberikan

dukungan dan kasih sayang yang tak terhingga sehingga penulisan skripsi ini

dapat selesai dengan baik.

10. Terkhusus untuk saudara dan saudari (Tila, Agus, Rani dan Imanuel) yang

telah memberikan dukungan dan doa sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi dengan baik.

11. Teman-teman terdekat (Ana, Christina, Andam, Ilfa, Mia, Ade, Anggita, Esy,

Lorena, Teguh, dan Kak Risna) yang telah memberikan motivasi, semangat,

bantuan serta doa kepada penulis selama mengikuti pendidikan di FKM USU.

12. Seluruh keluarga besar peminatan PKIP FKM USU 2015 atas segala

semangat, dukungan dan bantuan yang diberikan dalam mengerjakan skripsi

ini hingga selesai.

vii
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan. Oleh

sebab itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun dari

semua pihak dalam rangka penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata, penulis

berharap skripsi ini dapat memberikan kontribusi yang positif dan bermanfaat

bagi pembaca.

Medan, Oktober 2019

Ernita Efatawati Sitorus

viii
Daftar Isi

Halaman

Halaman Persetujuan i
Halaman Penetapan Tim Penguji ii
Halaman Pernyataan Keaslian Skripsi iii
Abstrak iv
Abstract v
Kata Pengantar vi
Daftar Isi ix
Daftar Tabel xii
Daftar Gambar xv
Daftar Lampiran xvi
Daftar Istilah xvii
Riwayat Hidup xviii

Pendahuluan 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 11
Tujuan Penelitian 11
Tujuan umum 11
Tujuan khusus 11
Manfaat Penelitian 11

Tinjauan Pustaka 12
Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga 12
Pusat Kesehatan Masyarakat 13
Perilaku 23
Landasan Teori 23
Kerangka Teori 33
Kerangka Konsep 34
Hipotesis Penelitian 35

Metode Penelitian 36
Jenis Penelitian 36
Lokasi dan Waktu Penelitian 36
Populasi dan Sampel 36
Variabel dan Definisi Operasional 40
Metode Pengumpulan Data 43
Metode Pengukuran 44

ix
Metode Analisis Data 49

Hasil Penelitian 50
Gambaran Umum Lokasi Penelitian 50
Analisis Univariat 50
Gambaran karakteristik responden 50
Gambaran faktor predisposing pada petugas kesehatan dalam
pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan 55
Gambaran faktor enabling pada petugas kesehatan dalam
pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan 57
Gambaran faktor reinforcing pada petugas kesehatan dalam
pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan 61
Gambaran faktor beban kerja pada petugas kesehatan dalam
pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan 65
Gambaran pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan 67
Analisis Bivariat 70
Analisis pengaruh faktor predisposing petugas kesehatan terhadap
pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan 70
Analisis pengaruh faktor enabling petugas kesehatan terhadap
pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan 71
Analisis pengaruh faktor reinforcing petugas kesehatan terhadap
pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan 72
Analisis pengaruh faktor beban kerja petugas kesehatan terhadap
pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan 74

Pembahasan 75
Analisis Univariat 75
Gambaran karakteristik responden dalam pelaksanaan PIS-PK
di Puskesmas Kota Medan 75
Gambaran faktor predisposing pada petugas kesehatan dalam
pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan 78
Gambaran faktor enabling pada petugas kesehatan dalam
pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan 89
Gambaran faktor reinforcing pada petugas kesehatan dalam
pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan 98
Gambaran faktor beban kerja pada petugas kesehatan dalam
pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan 105
Gambaran pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan 108
Analisis Bivariat 113
Analisis pengaruh faktor predisposing petugas kesehatan terhadap
pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan 113
Analisis pengaruh faktor enabling petugas kesehatan terhadap
pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan 116

x
Analisis pengaruh faktor reinforcing petugas kesehatan terhadap
pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan 119
Analisis pengaruh faktor beban kerja petugas kesehatan terhadap
pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan 121
Keterbatasan Penelitian 122

Kesimpulan dan Saran 123


Kesimpulan 123
Saran 124

Daftar Pustaka 126


Lampiran 131

xi
Daftar Tabel

No Judul Halaman

1 Daftar Kecamatan Terpilih Puskesmas dan Jumlah Sampel


per Puskesmas 39

2 Distribusi Karakteristik Responden Petugas Kesehatan dalam


Pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan 51

3 Distribusi Pengetahuan Petugas Kesehatan dalam Pelaksanaan


PIS-PK di Puskesmas Kota Medan 53

4 Distribusi Kategori Pengetahuan Petugas Kesehatan dalam


Pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan 53

5 Distribusi Sikap Petugas Kesehatan dalam Pelaksanaan


PIS-PK di Puskesmas Kota Medan 54

6 Distribusi Kategori Sikap Petugas Kesehatan dalam


Pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan 55

7 Distribusi Motivasi Petugas Kesehatan dalam Pelaksanaan


PIS-PK di Puskesmas Kota Medan 56

8 Distribusi Kategori Motivasi Petugas Kesehatan dalam


Pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan 57

9 Distribusi Sarana dan Prasarana Petugas Kesehatan dalam


Pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan 58

10 Distribusi Kategori Sarana dan Prasarana Petugas Kesehatan


dalam Pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan 59

11 Distribusi Sumber Daya Manusia secara Kuantitas Petugas


Kesehatan dalam Pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan 59

12 Distribusi Kategori Sumber Daya Manusia secara Kuantitas Petugas


Kesehatan dalam Pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan 60

13 Distribusi Sumber Daya Manusia secara Kualitas Petugas


Kesehatan dalam Pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan 60

14 Distribusi Kategori Sumber Daya Manusia secara Kualitas Petugas


Kesehatan dalam Pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan 61

xii
15 Distribusi Imbalan Petugas Kesehatan dalam Pelaksanaan
PIS-PK di Puskesmas Kota Medan 62

16 Distribusi Kategori Imbalan Petugas Kesehatan dalam


Pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan 62

17 Distribusi Dukungan Pimpinan pada Petugas Kesehatan dalam


Pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan 63

18 Distribusi Kategori Dukungan Pimpinan pada Petugas Kesehatan


dalam Pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan 63

19 Distribusi Dukungan Lintas Sektor pada Petugas Kesehatan dalam


Pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan 64

20 Distribusi Kategori Dukungan Lintas Sektor pada Petugas Kesehatan


dalam Pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan 65

21 Distribusi Beban Kerja Petugas Kesehatan dalam Pelaksanaan


PIS-PK di Puskesmas Kota Medan 66

22 Distribusi Kategori Beban Kerja Petugas Kesehatan dalam


Pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan 67

23 Distribusi Pelaksanaan PIS-PK oleh Petugas Kesehatan


di Puskesmas Kota Medan 68

24 Distribusi Kategori Pelaksanaan PIS-PK oleh Petugas Kesehatan


di Puskesmas Kota Medan 69

25 Hasil Analisis Bivariat Pengaruh Pengetahuan Petugas Kesehatan


terhadap Pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan 70

26 Hasil Analisis Bivariat Pengaruh Sikap Petugas Kesehatan


terhadap pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan 71

27 Hasil Analisis Bivariat Pengaruh Sumber Daya Manusia secara


Kualitas Petuags Kesehatan terhadap pelaksanaan PIS-PK
di Puskesmas Kota Medan 72

28 Hasil Analisis Bivariat Pengaruh Sumber Daya Manusia secara


Kuantitas Petuags Kesehatan terhadap pelaksanaan PIS-PK
di Puskesmas Kota Medan 72

29 Hasil Analisis Bivariat Pengaruh Imbalan Petugas Kesehatan


terhadap pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan 73

xiii
30 Hasil Analisis Bivariat Pengaruh Dukunga Pimpinan pada Petugas
Kesehatan terhadap pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan 73

31 Hasil Analisis Bivariat Pengaruh Beban Kerja Petugas Kesehatan


terhadap pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan 74

xiv
Daftar Gambar

No Judul Halaman

1 Kerangka teori Lawrance Green (1980) 33

2 Kerangka konsep 34

xv
Daftar Lampiran

Lampiran Judul Halaman

1 Kuesioner Penelitian 131

2 Output Hasil Pengolahan Data SPSS 139

3 Surat Izin Penelitian 144

4 Surat Telah Menyelesaikan Penelitian 145

xvi
Daftar Istilah

IIS Indikator Individu Sehat


IKS Indeks Keluarga Sehat
ODGJ Orang dengan Gangguan Jiwa
P1 Perencanaan
P2 Penggerakan-Pelaksanaan
P3 Pengawasan-Pengendalian-Penilaian
Pinkesga Paket Informasi Keluarga
PIS-PK Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga
Prokesga Profil Kesehatan Keluarga
RPK Rencana Pelaksanaan Kegiatan
RUK Rencana Usulan Kegiatan
SAJI Salam- Ajak Bicara - Jelaskan dan Bantu – Ingatkan
SWAT Subjective Workload Assessment Technique

xvii
Riwayat Hidup

Penulis bernama Ernita Efatawati Sitorus berumur 21 tahun, dilahirkan di

Wamena pada tanggal 4 Maret 1998. Penulis beragama Kristen Protestan, anak

ketiga dari lima bersaudara dari pasangan Bapak Oloan Sitorus dan Ibu Anita

Sibarani.

Pendidikan formal dimulai di TK Effata Tahun 2005. Pendidikan sekolah

dasar di SD YPPK Santo Yusuf Wamena Tahun 2006-2012, sekolah menengah

pertama di SMP Negeri 1 Wamena Tahun 2009-2012, sekolah menengah atas di

SMA Negeri 2 Serang Tahun 2012-2015, selanjutnya penulis melanjutkan

pendidikan di Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Medan, Oktober 2019

Ermita Efatawati Sitorus

xviii
Pendahuluan

Latar Belakang

Peningkatan kualitas hidup manusia dapat tercapai dengan pembangunan

pada seluruh komponen bangsa. Pembangunan dilakukan bertujuan untuk

mengubah suatu kondisi menjadi makin baik dengan upaya-upaya yang telah

direncanakan secara sistematis serta menggunakan seluruh potensi yang tersedia

dengan optimal, efektif, efisien dan dapat dihitung. Manusia sebagai subjek dari

pembangunan itu sendiri, menjadi salah satu fokus pada agenda prioritas Nawa

Cita, yaitu nomor lima : “meningkatkan kualitas manusia Indonesia” (Badan Peren-

canaan Pembangunan Nasional, 2017).

Kualitas manusia dapat dinilai dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

yang menjadikan kesehatan, pendidikan serta ekonomi sebagai indikator penilaian.

IPM ditentukan dengan melihat indeks kesehatan (Umur Harapan Hidup saat lahir),

indeks pendidikan (Harapan Lama Sekolah dan Rata-rata Lama Sekolah) dan

indeks standard hidup layak (Pengeluaran per Kapita). Pada tahun 2017, IPM

Indonesia menjadi 70,81, nilai ini bertambah sebesar 0,63 poin dibandingkan tahun

sebelumnya. Bayi yang lahir pada tahun 2017 mempunyai kesempatan untuk bisa

hidup lebih lama sampai 71,06 tahun, dibandingkan bayi yang lahir tahun

sebelumnya. Seorang anak yang pada tahun 2017 berumur 7 tahun mempunyai

harapan bisa memperoleh pendidikan selama 12,85 tahun (Diploma I), lebih lama

0,13 tahun dibandingkan tahun sebelumnya. Penduduk Indonesia dapat memenuhi

kebutuhan hidup dengan rata-rata pengeluaran per kapita sebesar 10,66 juta rupiah

per tahun, bertambah 244 ribu dibandingkan pengeluaran tahun sebelumnya.

1
2

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan parameter esensial yang

digunakan untuk menilai kesuksesan dalam pembangunan kualitas hidup manusia.

IPM sebagai representasi bagaimana masyarakat dapat memperoleh hasil

pembangunan dalam hal pendapatan, kesehatan, pendidikan dan sebagainya.

Dengan melihat peningkatan pada IPM Indonesia tahun 2017 dari tahun

sebelumnya merupakan bukti dari keseriusan pemerintah dalam upaya peningkatan

kualitas hidup manusia Indonesia (Badan Pusat Statistik, 2018).

Upaya pemerintah dalam meningkatkan kualitas hidup manusia dituangkan

dalam program keluaran dari agenda kelima Nawa Cita yaitu Program Indonesia

Sehat, yang juga dibantu dengan hadirnya program lainnya yaitu Program

Indonesia Pintar, Program Indonesia Karya dan Program Indonesia Sejahtera.

Selanjutnya, Program Indonesia Sehat sebagai pusat utama dalam pembangunan

kesehatan. Sasaran ini adalah memperbaiki kondisi kesehatan masyarakat dan

keadaan gizi masyarakat dengan melakukan usaha memperbaiki pelayanan

kesehatan yang merata, melakukan pemberdayaan pada masyarakat serta

memberikan jaminan pembiayaan kesehatan. Sasaran ini disesuaikan dengan

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019

(Kementerian Kesehatan RI, 2015).

Dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, yaitu dengan

mewujudkan keluarga Indonsia sehat, maka Program Indonesia Sehat menetapkan

tiga pilar utama yang harus dipenuhi. Pilar pertama adalah mengubah cara pandang

tentang kesehatan (paradigma sehat), dengan menjadikan kesehatan sebagai arus

utama dalam pembangunan, lebih menekankan upaya kesehatan promotif dan

preventif, serta memberdayakan masyarakat Indonesia. Pilar kedua adalah peguatan


3

pelayanan kesehatan dengan meningkatkan akses masyarakat kepada pelayanan

kesehatan, mengoptimalkan sistem rujukan serta melakukan pendekatan continum

of care untuk meningkatkan mutu dan intervensi berbasis risiko kesehatan. Pilar

ketiga adalah membangun Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui cara

memperluas sasaran dan manfaat, serta pengendalian pada mutu dan biaya

kesehatan (Kementerian Kesehatan RI, 2015).

Pendekatan paradigma sehat merupakan pendekatan yang digunakan untuk

menindaklanjuti rencana pembangunan kesehatan tersebut, yang akan diutamakan

adalah tindakan promotif dan preventif serta tindakan proaktif untuk menjangkau

masyarakat di luar puskesmas. Guna menjangkau sasaran, pendekatan yang

dilakukan adalah pendekatan keluarga (Kementerian Kesehatan RI, 2016).

Untuk mencapai paradigma sehat, fungsi upaya kesehatan masyarakat dari

puskesmas akan ditingkatkan. Puskesmas harus semakin aktif melakukan kun-

jungan rumah untuk pendataan maupun penyuluhan. Dengan cara ini, seluruh

bagian siklus kehidupan untuk mencapai keluarga sehat akan terpantau, yakni

pasangan usia subur dan wanita usia subur, ibu hamil, ibu menyusui, bayi dan

balita, anak usia sekolah dan remaja, dewasa serta lansia. Supaya bisa

menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang berkelanjutan dalam setiap bagian

siklus hidup manusia, untuk itu pokok utama pelayanan kesehatan harus berpusat

pada keluarga (Kementerian Kesehatan RI, 2016).

Puskesmas merupakan fasilitas kesehatan tingkat pertama sebagai penyedia

jasa layanan kesehatan yang menjadikan preventif dan promotif sebagai upaya agar

dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Puskesmas menanggungjawabi

wilayah kerjanya, yaitu suatu kecamatan atau bagian dari kecamatan. Pelaksanaan
4

upaya kesehatan pada puskesmas dalam dua bagian yaitu perorangan dan

masyarakat. Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) serta Upaya Kesehatan Mas-

yarakat (UKM) diselenggarakan seimbang dan sinergis menuju tercapainya

keluarga-keluarga sehat dalam wilayah kerjanya (Kementerian Kesehatan RI,

2014).

Penyelenggaraan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga

(selanjutnya disingkat dengan PIS-PK) menjadi tanggung jawab puskesmas sebagai

pelaksananya. Penyelenggaraan program ini dilakukan untuk meningkatkan

kewajiban puskesmas dalam pelaksanaan UKM dan UKP pada tahap awal yaitu

wilayah kerjanya. Tujuan pelaksanaan PIS-PK adalah untuk meningkatkan

kemudahan masyarakat dalam memperoleh layanan kesehatan yang komperhensif,

yang meliputi layanan promotif, preventif, kuratif serta rehabilitatif; membantu

kabupaten/kota mencapai standar pelayanan minimum dengan melakukan skrining

(deteksi dini) kesehatan; menambah kesadaran masyarakat untuk memperoleh

Jaminan Kesehatan Nasional; serta membantu tujuan dari Program Indonesia Sehat

dapat dicapai (Kementerian Kesehatan RI, 2016).

Pendekatan Keluarga dalam rangka Program Indonesia Sehat telah

diselenggarakan mulai dari tahun 2016 terkhusus pada 9 Provinsi, yaitu Sumatera

Utara, Sumatera Selatan, Lampung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa

Timur, Banten dan Sulawesi Selatan. Kemudian ahun 2017, pendekatan keluarga

telah diselenggarakan pada seluruh provinsi yaitu 2.926 puskesmas. Berdasarkan

hasil pendataan dari Aplikasi Keluarga Sehat per tanggal 5 Febuari 2018, jumlah

keluarga yang telah terdata di seluruh Indonesia adalah 6.145.260 keluarga dengan

persentase keluarga terdata lengkap 74,93%. Persentase keluarga sehat dari jumlah
5

keluarga yang terdata lengkap di Indonesia adalah 15,70%. Provinsi dengan

persentase Keluarga Sehat tertinggi yaitu DKI Jakarta (33,50%), Bali (26,60%),

dan Kalimantan Timur (26,30%), sedangkan yang terendah adalah Maluku

(9,00%), Kalimantan Tengah (9,90%), dan Jambi (9,80%). Hasil cakupan 12

indikator keluarga sehat, „keluarga menggunakan sarana air bersih‟ (95,38%)

menjadi indikator dengan cakupan tertinggi sedangkan „penderita gangguan jiwa

berat diobati dan tidak ditelantarkan‟(11,83%) menjadi indikator dengan cakupan

terendah (Kementerian Kesehatan RI, 2018).

Penyelenggaran PIS-PK di Kabupaten Kulon Progo tahun 2018 telah

melakukan kunjungan keluarga dengan capaian 34,54% dari total jumlah KK.

Status pendataan keluarga ini belum dilakukan secara merata pada setiap wilayah

kerja puskesmas, pendataan tertinggi terdapat pada Kecamatan Sentolo (14.404

KK) dan kecamatan terendah yaitu Kecamatan Kokap (976 KK). Permasalahan

yang dihadapi ketika melaksanakan PIS-PK antara lain pelatihan petugas PIS-PK

yang terlambat dilaksanakan pada akhir tahun, keterbatasan jumlah petugas,

kesulitan bertemu dengan anggota rumah tangga, jaringan internet yang belum

memadai, masalah pada Aplikasi Keluarga Sehat, belum semua puskesmas

dimonitor-evaluasi-tindaklanjuti oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Kulon Progo,

serta regulasi petugas PIS-PK yang belum jelas (Dinas Kesehatan Kulon Progo,

2018).

Penelitian Roeslie dan Bacthiar (2018), menganalisis persiapan

implementasi PIS-PK (Indikator 8: Kesehatan Jiwa) di Kota Depok tahun 2018.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi PIS-PK (Indikator 8) dinilai

belum siap untuk dilaksanakan. Salah satu yang menjadi faktor ketidaksiapan ini
6

adalah faktor sumber daya. Sumber daya manusia (SDM) secara kualitas dan

kuantitas belum mencukupi untuk penyelenggaran PIS-PK. Secara kuantitas diukur

berdasarkan ketersediaan tenaga kesehatan di Kota Depok masih kurang, rasio per

100.000 penduduk dibawah angka nasional sedangkan untuk ketersediaan dokter

spesialis jiwa hanya ada 1 petugas di RSUD Depok. Secara kualitas belum cukup

diketahui berdasarkan pelatihan yang seharusnya diperoleh oleh petugas kesehatan

yaitu: pelatihan penatalaksanaan kegawatdaruratan psikiatrik, pelatihan wawancara

psikiatrik, pelatihan modul IV pelayanan PTM di keluarga dan pelatihan

penyuluhan untuk keluarga penderita dan masyarakat.

Implementasi PIS-PK di Kabupaten Bantul tahun 2017 mendapatkan

kendala dalam penyelenggaraannya, diantaranya belum semua petugas berkomit-

men dalam mengerjakan PIS-PK, supervisior belum berfungsi optimal, pengisian

form yang tidak lengkap, permasalahan dalam entry data, keterbatasan SDM, serta

pemahaman tenaga kesehatan dan kader kesehatan yang tidak sama. Puskesmas

Sentolo menemukan kendala tersebut, dimana keterbatasan jumlah petugas

menyebabkan puskesmas harus melibatkan kader kesehatan sebagai mitra kerja

yang dipilih dengan lebih selektif dan diberikan pelatihan mengenai PIS-PK

(Sedayu2, 2017).

Permasalahan keterbatasan jumlah petugas juga menjadi hasil evaluasi pada

pelaksanaan PIS-PK di Kepulauan Riau tahun 2018. Pencapaian pendataan yang

telah diinput pada Aplikasi Keluarga Sehat kurang dari 20% namun sebenarnya

pendataan manual telah mencapai 40.000 berkas. Kondisi tersebut diakibatkan oleh

beberapa masalah yang ditemukan, yaitu blankspot telekomunikasi, gangguan pada

saat penginputan data serta keterbatasan jumlah petugas lapangan dikarenakan


7

petugas belum mempunyai surat penugasan (“Monev PIS-PK serentak 5 Provinsi

melalui webinar”, 2019).

Hasil penelitian yang dilakukan terhadap petugas kesehatan yang

melaksanakan PIS-PK di Puskesmas Kota Banda Aceh menunjukkan mayoritas

berada pada kategori pengetahuan tinggi yaitu 29 responden (58,0%) dari 50

responden. Hal ini didukung oleh pendidikan petugas PIS-PK yang sebagian besar

adalah S1 kesehatan masyarakat berjumlah 11 orang (22%), selain itu juga se-

bagian besar petugas telah memiliki pengalaman bekerja selama >5 tahun (82%),

dan semua petugas telah mendapatkan pelatihan (100%). Petugas yang memiliki

pengetahuan yang tinggi serta telah mendapatkan pelatihan mampu menentukan

keberhasilan dari suatu program yang akan dijalankan. Namun tidak semua petugas

memiliki pengetahuan yang sama, dikarenakan tingkat pengetahuan yang dimiliki

masing-masing petugas itu berbeda (Yanti, 2018).

Hasil penelitian Lumban (2018) tentang gambaran perilaku petugas promosi

kesehatan (promkes) dalam pelaksanaan promosi kesehatan di Puskesmas Kota

Medan juga menunjukkan pengetahuan petugas yang kurang dalam pemahaman

tentang promosi kesehatan, yaitu 24 resrponden (61,5%). Hal ini dikarenakan

beberapa petugas promkes yang tidak memiliki latar belakang pendidikan sarjana

kesehatan masyarakat dengan peminatan Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku

serta kurang mendapatkan pelatihan mengenai promosi kesehatan dari Dinas

Kesehatan. Hal tersebut juga mempengaruhi sikap petugas promkes mengenai

identik diri dengan promisi kesehatan, beberapa petugas merasa dirinya tidak

identik atau masih ragu-ragu dikarenakan petugas bukan berasal dari latar belakang

pendidikan promosi kesehatan dan peran utama mereka adalah menjadi bidan atau
8

perawat. Faktor kuantitas sumber daya manusia pada puskesmas yang kurang

(43,6%) dan ketersediaan sarana dan prasarana pada beberapa puskesmas didapati

dalam kategori kurang (43,6%) juga mempengaruhi perilaku petugas promkes

dalam melaksanakan promosi kesehatan di puskesmas.

Keberhasilan pelaksanaan PIS-PK membutuhkan pemahaman dan

komitmen yang sungguh-sungguh, teratur dan dengan perencanaan yang matang

dari seluruh petugas puskesmas. Dengan adanya pemahaman dan komitmen yang

kuat akan memperoleh hasil yaitu tercapainya target area prioritas atau sasaran dari

program ini. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebagai pusat dari puskesmas

berperan penting dalam mendukung terbentuknya komitmen untuk bekerja di

dalam dan di luar gedung puskemas. Bentuk dukungan dari dinas kesehatan salah

satunya dapat berupa alokasi anggaran berupa dana operasional puskesmas.

Pelaksanaan PIS-PK melalui kunjungan rumah harus memperhitungkan jumlah

petugas kesehatan, jumlah KK di wilayah kerja puskesmas, kondisi geografis dan

juga pendanaan. Dengan mempertimbangkan hal-hal tersebut, puskesmas boleh

menambah petugas dari kader-kader kesehatan di wilayah kerjanya (Oleh, 2019).

Berdasarkan hasil penyelenggaraan PIS-PK oleh Dinas Kesehatan Provinsi

Sumatera Utara tahun 2017 terdapat 3.089.927 keluarga yang terdata, didapatkan

411.965 keluarga sehat. Dari keluarga yang telah terhitung IKS-nya, Provinsi

Sumatera Utara (0,12) dan wilayah kabupaten/kota dengan IKS tertinggi maupun

terendah didapati masih berada dibawah 0,5 atau termasuk dalam kategori keluarga

tidak sehat. Tiga wilayah tertinggi yaitu Kota Medan (0,197), Kabupaten Nias

(0,18) dan Kabupaten Langkat (0,14) dan tiga wilayah terendah yaitu Kabupaten

Hubang Hasundutan, Kabupaten Padang Lawas dan Kabupaten Pakpak Bharat


9

dengan IKS = 0,05. (“Percepatan Pelaksanaan PIS-PK Provinsi Sumatera Utara”,

2018).

Hasil evaluasi pelaksanaan PIS-PK di Kota Medan pada akhir tahun 2018

telah mendata 198.455 KK (35%) secara manual dan 162.071 KK (29%) sudah

dimasukan dalam Aplikasi Keluarga Sehat. Pendataan ini masih tergolong rendah

dengan persentase jumlah pendataan keluarga 35% dari total jumlah KK (560.824)

yang ada di Kota Medan dan masih jauh dari target pendataan 100% (total

coverage) yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan pada tahun 2019. Hasil

rekapitulasi Indeks Keluarga Sehat (IKS) Kota Medan adalah 0,21 yang berarti

masih tergolong dalam keluarga tidak sehat karena IKS<0,5 (Dinas Kesehatan Kota

Medan, 2018). Tiga puskesmas dengan cakupan pendataan tertinggi yang sudah

dimasukkan ke dalam Aplikasi Keluarga Sehat dan memiliki jumlah KK yang

banyak di wilayah kerjanya adalah Puskesmas Teladan (63,66%), Puskesmas

Simalingkar (47,33%), serta Puskesmas Sunggal (57,78%). Sedangkan tiga

puskesmas dengan pendataan paling sedikit adalah Puskesmas Glugur Darat

(8,69%), Puskesmas Martubung (8,61%), serta Puskesmas Rantang (1,7%) (Dinas

Kesehatan Kota Medan. 2018).

Hasil survei pendahuluan pada Dinas Kesehatan Kota Medan subbidang

Kesehatan Masyarakat, PIS-PK di Kota Medan telah dilaksanakan oleh seluruh

puskesmas, yakni 39 puskesmas. Pelaksanaan PIS-PK telah dimulai dari tahun

2017 pada 23 puskesmas kemudian di tahun 2018 bertambah 16 Puskesmas.

Pelatihan mengenai PIS-PK telah dilaksanakan sebanyak dua kali, yang

diselenggarakan oleh Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara dan Dinas

Kesehatan Kota Medan. Saat ini, fokus utama dari pelaksanaan PIS-PK yaitu
10

melakukan pendataan keluarga sehat untuk mencapai target tahun 2019 seluruh

keluarga di Indonesia telah terdata pada aplikasi Keluarga Sehat. Selain melakukan

pendataan melalui kunjungan rumah, intervensi lain yang telah dilakukan adalah

pemberian edukasi dalam kunjungan rumah serta merujuk temuan kasus, misalnya

orang dengan gangguan jiwa (ODGJ), untuk melakukan pemeriksaan ke Puskesmas

Poli Kesehatan Jiwa.

Berdasarkan hasil survei pendahuluan pada petugas PIS-PK di 14

puskesmas Kota Medan, petugas yang bertanggung jawab untuk PIS-PK rata-rata

berjumlah 5-10 petugas pada masing-masing puskesmas, bahkan terdapat

puskesmas dengan jumlah petugas terbanyak yaitu 20 petugas. Namun dari jumlah

petugas tersebut hanya beberapa saja petugas yang mendapatkan pelatihan dari

Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara maupun pelatihan dari Dinas Kesehatan

Kota Medan, karena jumlah peserta yang dibatasi. Bahkan ada petugas yang hanya

mendapatkan satu kali pelatihan dari Dinas Kesehatan Kota Medan dan merasa

bahwa pelatihan tersebut kurang karena materi yang diberikan hanya mengulang-

ulang saja materi yang dulu pernah dilatih sehingga petugas PIS-PK harus belajar

sendiri dari buku pedoman dan modul pelaksanaan PIS-PK yang diberikan serta

berbagi informasi atau mensosialisasikannya dengan petugas lain yang tidak

mengikuti pelatihan. Permasalahan lain yang dialami petugas ketika menjalankan

program PIS-PK adalah jumlah petugas yang kurang sedangkan wilayah kerja

puskesmas yang luas, kemudian harus membagi waktu dengan tugas lainnya di

puskesmas sementara mereka harus melakukan kunjungan rumah, bahkan ada juga

petugas yang merasa bukan bidangnya mengerjakan program PIS-PK karena latar

belakang pendidikan perawat.


11

Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dikemukan, rumusan masalah

penelitian adalah bagaimana pengaruh faktor perilaku petugas kesehatan terhadap

pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan.

Tujuan Penelitian

Tujuan umum. Untuk mengetahui pengaruh faktor perilaku petugas

kesehatan terhadap pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan.

Tujuan khusus. Tujuan khusus dalam penelitian ini antara lain:

1. Untuk mendeskripsikan karakteristik, faktor predisposing, faktor

enabling, faktor reinforcing dan faktor beban kerja petugas

kesehatan dalam pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan

2. Untuk mendeskripsikan pelaksanaan PIS-PK oleh petugas kesehatan

di Puskesmas Kota Medan

3. Untuk menganalisis faktor-faktor perilaku yang mempengaruhi

petugas kesehatan dalam pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota

Medan

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi Dinas Kesehatan Kota Medan dan Puskesmas Kota Medan

Sebagai bahan masukan dalam mengevaluasi pelaksanaan PIS-PK

2. Bagi Peneliti Selanjutnya

Sebagai bahan masukan bagi peneliti selanjutnya tentang perilaku

petugas dalam pelaksanaan PIS-PK


Tinjauan Pustaka

Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga

Penyelenggaraan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga

(selanjutnya disingkat dengan PIS-PK) memiliki pedoman yang telah ditetapkan

dari Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2016, yang

kemudian dibuat dalam bentuk buku serta petunjuk teknis, yang dapat digunakan

petugas puskesmas sebagai pedoman dalam melaksanakan program (Kementerian

Kesehatan RI, 2016).

Tujuan dan area prioritas PIS-PK. Pelaksanaan PIS-PK mempunyai

tujuan untuk: a. mempermudah keluarga bersama anggotanya dalam memperoleh

layanan kesehatan yang menyeluruh, yaitu pelayanan promotif, preventif, kuratif

serta rehabilitatif dasar; b. menbantu kabupaten/kota dalam proses mencapai stan-

dar pelayanan minimal dengan meningkatkan akses dan deteksi dini (skrining)

kesehatan; c. membantu terlaksananya jaminan kesehatan nasional (JKN) dengan

menambah kesadaran masyarakat untuk menjadi peserta JKN; dan d. membantu

dapat dicapainya tujuan Program Indonesia Sehat yang telah dirumuskan dalam

rencana strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019. Terdapat 4 area yang

menjadi preferensi PIS-PK yaitu: a. menurunkan angka kematian ibu dan bayi; b.

menurunkan prevalensi balita pendek (stunting); c. menanggulangi penyakit me-

nular; dan d. menanggulangi penyakit tidak menular (Kementerian Kesehatan RI,

2016).

Konsep pendekatan keluarga. Dalam upaya memperluas jangkauan dan

akses masyarakat pada pelayanan kesehatan, puskesmas memiliki tanggung jawab

12
13

untuk melakukan kunjungan rumah lewat upaya Perawatan Kesehatan Masyarakat

(Perkesmas). Pendekatan keluarga merupakan perluasan dari upaya Perkesmas,

puskesmas tidak hanya menyediakan layanan kesehatan dalam gedung saja, tetapi

melakukannya juga di luar gedung dengan kunjungan rumah yang berada di

wilayah kerjanya. Kegiatan yang dilakukan saat kunjungan rumah antara lain:

mengumpulkan data profil kesehatan keluarga dan pembaharuan (updating)

kumpulan datanya; melakukan promosi kesehatan dalam upaya promotif dan

preventif; melaksanakan tindakan lanjutan untuk pelayanan kesehatan dalam

gedung; dan memanfaatkan data dan informasi berdasarkan profil kesehatan

keluarga untuk memberdayakan masyarakat dan manajemen puskesmas.

Penjangkaun masyarakat yang telah diselenggarakan oleh puskesmas

dengan adanya Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) harus

diintegrasikan dengan adanya pendekatan keluarga. Hal ini dilakukan sebagai

solusi untuk mengaktifkan kembali UKBM yang sudah lama tidak berfungsi.

Melalui pendekatan keluarga, puskesmas akan lebih mudah dalam mengidentifikasi

masalah kesehatan keluarga secara menyeluruh (holistic) dan Perilaku Hidup

Bersih dan Sehat (PHBS) dalam tatanan rumah tangga. Keluarga dapat membenahi

kondisi kesehatan lingkungan serta faktor risiko lainnya yang menjadi penyebab

masalah kesehatan dengan memanfaatkan keberadaan UKBM. Pendampingan oleh

kader-kader UKBM dan petugas kesehatan juga diperlukan sebagai Tim Pembina

Keluarga di wilayah kerja puskesmas (Kementerian Kesehatan RI, 2016).

Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas)

Pusat Kesehatan Masyarakat adalah penyedia jasa layanan kesehatan yang

menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perorangan


14

tahap awal, melalui tindakan prioritas promotif dan preventif, dengan tujuan

mencapai tingkat kesehatan masyarakat yang optimal di wilayah kerjanya

(Kementerian Kesehatan RI, 2014).

Penyelenggaraan upaya kesehatan.

Upaya kesehatan masyarakat tingkat pertama. UKM tingkat pertama

terbagi dalam dua bagian yaitu UKM esensial dan UKM pengembangan. UKM

esensial mencakup pelayanan promosi kesehatan; pelayanan kesehatan lingkungan;

pelayanan kesehatan ibu, anak dan keluarga berencana; pelayanan gizi; serta

pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit. UKM esensial merupakan

standar pelayanan minimal kabupaten/kota bidang kesehatan yang harus dicapai

oleh setiap puskesmas. UKM pengembangan merupakan UKM yang kegiatannya

membutuhkan usaha yang inovatif dan intensif, disesuaikan dengan pokok masalah

kesehatan, keadaan wilayah kerja yang khusus dan kemampuan potensi yang ada.

Upaya kesehatan perorangan tingkat pertama. UKP tingkat pertama

diselenggarakan dalam hal: rawat jalan; pelayanan gawat darurat; pelayanan satu

hari (one day care); home care; dan/atau rawat inap berlandaskan alasan kebutuhan

pelayanan kesehatan. UKP tingkat pertama diselenggarakan selaras dengan standar

prosedur operasional dan standar pelayanan (Kementerian Kesehatan RI, 2014).

Peran puskesmas dalam pendekatan keluarga.

Penguatan subsistem dalam sistem kesehatan nasional. Puskesmas

bertanggung jawab terhadap terlaksananya pembangunan kesehatan pada seluruh

bagian bangsa, secara berkaitan, berhasil guna dan berdaya guna, sehingga

terlaksana tingkat kesehatan masyarakat yang optimal. Proses yang dilakukan

melalui subsistem atau bagian dari SKN, yaitu subsistem upaya kesehatan;
15

penelitian dan pengembangan kesehatan; pembiayaan kesehatan, sumber daya

manusia kesehatan; sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan; manajemen,

informasi, dan regulasi kesehatan; serta pemberdayaan masyarakat.

Pendekatan keluarga yang dilakukan oleh puskesmas akan mempercepat

pembangunan kesehatan dengan menguatkan bagian dari upaya dan pembiayaan

kesehatan serta pemberdayaan masyarakat. Setiap penyelenggaraan upaya

kesehatan di puskesmas harus diarahkan kepada kegiatan untuk keluarga,

kelompok dan masyarakat dengan menyeimbangkan UKP dan UKM dengan

melakukan kegiatan promotif dan preventif. Masyarakat dilibatkan sebagai

subjek/pelaku pembangunan kesehatan dalam pemberdayaan masyarakat. Dalam

penguatan subsistem pembiayaan kesehatan akan difokuskan pada pemberian

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang telah diatur dalam Undang-undang

Nomor 24 Tahun 2011 (Kementerian Kesehatan RI, 2016).

Peran puskesmas dalam pembangunan kesehatan. Ada 6 prinsip yang

harus dikuti dalam penyelenggaraan pelayanan puskesmas, yaitu: prinsip

paradigma sehat, pertanggungjawaban wilayah, kemandirian masyarakat,

pemerataan, teknologi tepat guna, keterpaduan dan kesinambungan. Sehubungan

dengan penerapan keenam prinsip tersebut, puskesmas tetap melakukan upaya

kesehatan lainnya selain 12 indikator keluarga sehat di wilayah kerjanya

(Kementerian Kesehatan RI, 2016).

Fungsi puskesmas dalam pembangunan kesehatan. Puskesmas yang

bertanggung jawab terhadap wilayah kerjanya harus melaksanakan dua upaya

kesehatan secara seimbang, yaitu UKP dengan pendekatan JKN dan penguatan

layanan kesehatan, serta UKM dengan pendekatan pemberdayaan keluarga,


16

masyarakat dan pembangunan berwawasan kesehatan. Dengan terintegrasinya

pelaksanaan dua upaya kesehatan tersebut maka keluarga-keluarga sehat akan

tercapai di wilayah kerja puskesmas (Kementerian Kesehatan RI, 2016)

Penguatan manajemen puskesmas dengan pendekatan keluarga.

Penyelenggaran pendekatan keluarga di puskesmas akan mengoptimalkan sistem

manajemen dalam Puskesmas. PIS-PK diawali oleh perpaduan pada Manajemen

Program, yaitu Perencanaan (P1), Penggerakan-Pelaksanaan (P2), dan Pengawasan

Pengendalian Penilaian (P3).

Persiapan pelaksanaan. Pada tahap persiapan dilakukan sosialisasi internal

dan eksternal untuk memperoleh komitmen dan pemahaman yang baik dari semua

petugas kesehatan di Puskesmas serta para pembuat kebijakan dan kerjasama dari

berbagai lintas sektor selain kesehatan di tingkat kecamatan. Sosialisasi internal

dilaksanakan oleh Kepala Puskesmas sebagai penanggungjawab pelaksanaan PIS-

PK. Sosialisasi internal ditujukan kepada semua tenaga kesehatan di Puskesmas,

termasuk Puskemsas pembantu, Puskesmas keliling dan lain-lain.Sosialisasi

eksternal dilakukan oleh petugas kesehatan yang ditujukan kepada camat, Ketua

RT/RW, Lurah/Kepala Desa serta ketua organisasi masyarakat seperti PKK.

Selain sosialisasi, persiapan pelaksanaan juga membahas mengenai

pembiayaan pelaksanaan PIS-PK yang bersumber dari Anggaran Belanja dan

Pendapatan Daerah (APBD), Anggaran Belanja dan Pendapatan Negara (APBN)

serta dana lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kemudian persiapan pendataan juga dilakukan, mulai dari melakukan penyim-

panan data jumlah keluarga di wilayah kerja puskesmas dengan berkerjasama

dengan kelurahan, kecamatan serta data kependudukan dan catatan sipil;


17

menyediakan alat pengumpulan data (formulir Prokesga dan Pinkesga); pembagian

wilayah binaan, serta menetapkan Pembina keluarga.

Perencanaan (P1). Perencanaan Tingkat Puskesmas (PTP) dilakukan dalam

3 tahapan yaitu pengumpulan dan penyimpanan data serta pengolahan data.

Pengumpulan data. Kegiatan pengumpulan data keluarga dilakukan sendiri

oleh petugas kesehatan yang ada di puskesmas karena dapat langsung memberikan

intervensi melalui pemberian informasi kesehatan dan penyuluhan kesehatan

kepada keluarga sesuai dengan masalah kesehatan yang sedang dihadapi. Dalam

pelaksanaaannya, petugas harus menjelaskan terlebih dahulu tujuan pengumpulan

data dilakukan. Petugas harus mengusahakan agar setiap seluruh keluarga dapat

didata.

Pelaksanaaan Program Indonesia Sehat telah menetapkan adanya dua belas

indikator utama sebagai penanda status kesehatan keluarga dengan perhitungan

IKS dari setiap keluarga. Kedua belas indikator utama ini akan mneggambarkan

kondisi PHBS dalam rumah tangga, yaitu: Keluarga mengikuti program Keluarga

Berencana (KB); Ibu melakukan persalinan di fasilitas kesehatan; Bayi mendapat

imunisasi dasar lengkap; Bayi mendapat air susu ibu (ASI) eksklusif; Balita

mendapatkan pematauan pertumbuhan; Penderita tuberkulosis paru mendapatkan

pengobatan sesuai standar; Penderita hipertensi melakukan pengobatan secara

teratur; Penderita gangguan jiwa diobati dan tidak ditelantarkan; Anggota keluarga

tidak ada yang merokok; Keluarga telah menjadi peserta Jaminan Kesehatan

Nasional (JKN); Keluarga mempunyai akses sarana air bersih; serta Keluarga

mempunyai akses atau menggunakan jamban sehat. Penyelenggaraan pendekatan

keluarga harus memperhatikan tiga hal berikut yang akan menjadi bagian dari
18

pelaksanaan, yaitu: Instrumen, forum komunikasi dan keterlibatan tenaga dari

masyarakat.

Instrumen yang digunakan pada saat melakukan kunjungan keluarga antara

lain: Profil Kesehatan Keluarga (selanjutnya disebut Prokesga), berupa family

folder, yaitu sarana untuk menyimpan data keluarga yang terdiri dari kondisi

rumah, data perindividu, keadaan fisik dan perilakunya; dan Paket Informasi

Keluarga (selanjutnya disebut Pinkesga), berupa flyer, leaflet, buku saku, atau jenis

lainnya, yang ditunjukkan kepada keluarga cocok dengan permasalahan kesehatan

yang dialaminya. Forum komunikasi sebagai penghubung dengan keluarga, yaitu

berupa kunjungan rumah ke keluarga-keluarga di wilayah kerja puskesmas, Diskusi

kelompok terarah (DKT) melalui Dasawisma dari PKK, kesempatan konseling

pada Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (Posyandu, Posbindu, Pos

UKK dan lain-lain) serta forum yang sudah ada di masyarakat. Keikutsertan tenaga

dari masyarakat sebagai rekan kerja bisa dilakukan dengan menggunakan tenaga

kader-kader kesehatan, pengurus organisasi kemasyarakatan setempat, seperti

pengurus PKK, pengurus Karang Taruna, pengelola pengajian dan lain-lain.

Penyimpanan data. Data keluarga yang sudah selesai dikumpulkan akan

dimasukan ke dalam Aplikasi Keluarga Sehat. Setiap data harus selalu diremajakan

dengan menyesuaikan pada perubahan yang terjadi dalam keluarga. Pangkalan data

tersebut akan diolah dan dianalisis menghasilkan Indeks Keluarga Sehat (IKS) pada

tingkat kelaurga, desa/kelurahan, kabupaten/kota, provinsi dan nasional.

Pengolahan data. Pengolahan data keluarga dilakukan untuk memperoleh

IKS setiap keluarga yang didata, IKS tingkat Kelurahan/Desa dan IKS tingkat

kecamatan beserta dengan cakupan 12 indikator keluarga sehat. Penilaian setiap


19

indikator keluarga sehat dilakukan dengan menggunakan pengkodean N (tidak

berlaku), Y (sesuai) dan T (tidak sesuai). Hasil perhitungan IKS kemudian akan

dikategorikan dengan mengacu pada ketentuan nilai indeks keluarga yaitu > 0,8

berarti keluarga sehat, 0,5 – 0,8 berarti pra-sehat dan < 0,5 berarti tidak sehat.

Analisis masalah, menyimpulkan intervensi dan membuat rencana

puskesmas. Berdasarkan data yang telah diolah maka akan teridentifikasi masalah

kesehatan, sumber daya dan masalah lainnya yang berkaitan. Setelah itu,

menentukan prioritas masalah kesehatan dengan mempertimbangkan tingkat

urgensi (U), keseriusannya (S), potensi perkembangannya (G), serta kemudahan

mengatasi (F). Kemudian dalam mencari penyebab masalah kesehatan dilakukan

dnegan menggunakan Diagram Ishikawa/tulang ikan dan pohon masalah sehingga

mudah mengenal penyebab masalah kesehatan dari segi sumber daya manusia,

peralatan, sarana-prasarana dan biaya/dana.

Penetapan cara memecahkan masalah kesehatan dilakukan dengan mem-

perhatikan penyebab masalah dan potensi/peluang untuk mengatasi masalah

kesehatan. Dalam pelaksanaannya, cara memecahkan masalah kesehatan dibagi ke

dalam 3 cara yang disesuaikan dengan tingkatan/wilayah masalah, antara lain cara

memecahkan masalah kesehatan keluarga adalah dengan melakukan kunjungan

rumah; cara memecahkan masalah kelurahan/desa melalui kelurahan/desa siaga

aktif; serta cara memecahkan masalah kesehatan kecamatan adalah melalui rapat

tim manajemen puskesmas. Langkah terakhir adalah memasukan cara memecahkan

masalah tersebut kedalam bentuk matriks Rencana Usulan Kegiatan (RUK) mana-

jemen puskesmas serta akan menyusun Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK).

Penggerakan pelaksanaan (P2). Tahap ini terbagi dalam tiga bagian, yaitu
20

pelaksanaan kunjungan rumah, program kesehatan dan penggerakan melalui

lokakarya mini. Pelaksanaan kunjungan rumah dilakukan oleh petugas kesehatan

sebagai Pembina Keluarga secara periodik/berkala sesuai dengan kesepakatan

bersama keluarga. Sebelum kunjungan dilakukan, persiapan juga diperlukan dalam

membuat rencana kunjungan rumah yang didalamnya terdapat tujuan akhir yang

hendak dicapai dan maksud kunjungan. Untuk pelaksanaannya, terdapat empat

langkah yaitu SAJI yang harus dilakukan; Salam sebagai langkah awal penentu

keberhasilan (S), Ajak bicara, berdiskusi membahas masalah keluarga (A), Jelaskan

dan bantu yang disesuaikan dengan perilaku keluarga (J), serta Ingatkan mengak-

hiri kunjungan dengan mengingatkan kembali poin penting kunjungan (I).

kemudian pelaksanaan program kesehatan akan disesuaikan dengan permasalahan

kesehatan lingkup kecamatan yang sudah diinputkan dalam perencanaan program

puskesmas (RUK dan RPK). Bagian akhir adalah penggerakan untuk pelaksanaan

kegiatan dalam perencanaan yaitu melalui penyelenggaraan lokakarya mini

(lokmin).

Pengawasan pengendalian penilaian (P3). Pengawasan pengendalian serta

penilaian dapat memanfaatkan lokarya mini sebagai media. Pengawasan dan

pengendalian puskesmas dibagi kedalam dua bagian, yaitu pengawasan internal

yang diselenggarakan oleh puskesmas, sedangkan pengawasan bagian luar

diselenggarakan oleh instansi luar seperti dinas kesehatan kabupaten/kota serta

institusi lainnya. Untuk penilaian pun dapat dilakukan melalui lokarya mini serta

penilaian oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota mengenai kinerja puskesmas

(Kementerian Kesehatan RI, 2016).

Peran pemangku kepentingan dalam pendekatan keluarga.


21

Peran dinas kesehatan kabupaten/kota. Dalam pelaksanaan PIS-PK,

terdapat tiga peran utama Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, yaitu: pengembangan

sumber daya, koordinasi dan bimbingan, serta pemantauan dan pengendalian.

Dalam pengembangan sumber daya, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota berperan

mengupayakan terpenuhinya tenaga-tenaga kesehatan yang akan mengerjakan PIS-

PK di Puskesmas. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota juga berperan dalam

memenuhi kebutuhan tenaga puskesmas akan pembekalan/pelatihan, yang dapat

dilakukan dengan berkordinasi dengan Dinas Kesehatan Provinsi. Peran lain Dinas

Kesehatan Kabupaten/Kota adalah melakukan bimbingan untuk membantu

menyelesaikan masalah yang ditemui Puskesmas serta peran pemantauan dan

pengendalian dengan sistem pelaporan IKS tingkat kecamtan dari masing-masing

wilayah kerja Puskesmas kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

Peran dinas kesehatan provinsi. Dalam pelaksanaan PIS-PK, Dinas

Kesehatan Provinsi memiliki tiga peran utama yaitu: (1) pengembangan sumber

daya, dalam hal pengembangan pengetahuan dan keterampilan tenaga kesehatan

dengan pelaksanaan pelatihan untuk pelatih (training of trainers – TOT); (2)

koordinasi dan bimbingan, untuk membicarakan serta memutuskan kegiatan yang

dapat dilakukan secara terarah (pelatihan, pengadaan, dll) serta jadwal kunjungan

untuk bimbingan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota; serta (3) pemantauan

dan pengendalian dalam pelaporan IKS tingkat kabupaten/kota dari Dinas

Kesehatan Kabupaten/Kota kepada Dinas Kesehatan Provinsi.

Peran kementerian kesehatan. Kementerian Kesehatan berperan dalam

empat hal, yaitu (1) kebijakan dan pedoman, harus ditetapkan oleh Kementerian

Kesehatan berupa Peraturan Menteri Kesehatan, buku petunjuk teknis, kurikulum


22

pembekalan dan sebagainya; (2) pengembangan sumber daya, dalam hal

mempersiapkan anggaran untuk penyelenggaraan program kesehatan prioritas

melalui pendekatan keluarga yang ditujukan untuk ketersediaan sarana dan

prasarana puskesmas, pelaksanaan pelatihan dan biaya operasional; (3) koordinasi

dan bimbingan, dengan menyelenggarakan Rapat Kerja Kesehatan Nasional

(Rakerkesnas) serta bimbingan yang dilakukan berdasarkan pembagian wilayah

dan penugasan terhadap wilayah binaan tertentu; serta (4) pemantauan dan

pengendalian dalam pelaporan IKS tingkat provinsi dari Dinas Kesehatan Provinsi

kepada Kementerian Kesehatan untuk mengeluarkan deskripsi keadaan tingkat

nasional sehingga Kementerian Kesehatan bisa melakukan pengurutan atau

pemetaan Provinsi Sehat.

Peran dan tanggung jawab lintas sektor. Keberhasilan PIS-PK dapat

diukur dengan Indeks Keluarga Sehat dari 12 indikator. Bila jumlah indikator yang

dapat dicapai oleh suatu keluarga semakin meningkat, maka predikat keluarga sehat

dapat diperoleh kemudian akan semakin dekat pada tercapainya Indonesia Sehat.

Dalam upaya meningkatkan status keluarga sehat, maka peran dan tanggung jawab

lintas sektor lain sangat dibutuhkan. Dalam setiap indikator keluarga sehat

melibatkan lintas sektor yang berbeda-beda yang disesuaikan dengan indikatornya.

Lintas sektor yang diharapkan dapat terlibat dalam pelaksanaan PIS-PK antara lain

BKKBN, Kementerian Desa dan Pembanguan Daerah Tertinggal (Kemen PDT),

Kementerian Agama, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian

Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Kementerian Komunikasi dan Infor-

matika, Kementerian Dalam Negeri/Pemerintah daerah, Kementerian Pendaya-

gunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, POLRI, TNI, Kementeriam


23

Tenaga Kerja, Kementerian Pemuda dan Olahraga, Kementerian Peindustrian dan

Perdagangan, Kementerian Sosial, BPJS Kesehatan, Kementerian Keuangan serta

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan (Kementerian Kesehatan RI, 2016).

Perilaku

Perilaku adalah suatu wujud respon terhadap suatu rangsangan dari luar

yang menghasilkan suatu aksi yang bisa diamati dan memiliki maksud disadari atau

tidak oleh individu tersebut (Wawan dan Dewi, 2015; Notoadmodjo, 2010).

Landasan Teori

Pada tahun 1980, Lawrence Green mengembangkan sebuah teori yang

mencoba mengkaji perilaku manusia dari bidang kesehatan. Ada 2 faktor yang

mempengaruhi kesehatan masyarakat, yaitu faktor perilaku (behavior causes) dan

faktor di luar perilaku (non-behavior causes). Kemudian setelah itu difokuskan

pada 3 faktor utama yaitu PRECEDE : Predisposing, Enabling, and Reinforcing

Causes in Educational Diagnosis. Tahap ini merupakan arahan dalam menganalisis

dan evaluasi perilaku untuk intervensi promosi kesehatan. Sedangkan PROCEED :

Policy, Regulatory, Organizational Construct in Educational nnd Environmental

Development, merupakan arahan untuk perencanaan, implementasi dan evaluasi

promosi kesehatan.

Model Precede kemudian dapat diuraikan ke dalam 3 faktor yang

membentuk suatu perilaku, yaitu: faktor predisposisi (predisposing factors), yang

terdiri dari pengetahuan, sikap, kepercayaan, nilai dan sebagainya; faktor

pemungkin (enabling factors), yang terdiri dari lingkugan fisik, fasilitas atau sarana

kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan dan sebagainya; serta faktor

pendorong atau penguat (reinforcing factors), yang terdiri dari sikap dan perilaku
24

petugas kesehatan sebagai kelompok referensi dari perilaku masyarakat

(Notoatmodjo, 2010).

Faktor predisposisi (predisposing factor). Faktor predisposisi bersumber

dari dalam diri seseorang, dengan kesadaran atau pengertian yang dapat mendorong

terbentuknya sebuah perilaku, antara lain: pengetahuan, sikap, motivasi dan se-

bagainya. Karakteristik individu juga termasuk dalam diri individu seperti: umur,

pendidikan serta pekerjaan (masa kerja dan jabatan fungsional).

Pengetahuan (knowledge). Pengetahuan merupakan hasil dari

penginderaan yang dilakukan individu terhadap objek tertentu, yaitu dengan

melihat, mendengar, mencium, merasakan serta meraba, namun lebih sering dengan

melihat dan mendengar. Tingkat pengetahuan dibagi dalam 6 tingkatan kognitif,

yaitu tahu (know), memahami (comprehension), aplikasi (application), analisis

(analysis), sintesis (synthesis) dan evaluasi (evaluation) (Notoatmodjo, 2010).

Dalam melaksanakan pendekatan keluarga, petugas kesehatan perlu

diperlengkapi dengan pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan karena

pendekatan keluarga sudah lama tidak dilakukan oleh puskesmas. Pelatihan yang

dibutuhkan oleh petugas kesehatan antara lain pelatihan teknis program (tekpro),

bina keluarga (bika) dan manajemen puskesmas serta pelatihan keterampilan

lainnya seperti pengelolaan data dan informasi, perencanaan kesehatan dan lain-

lain. Dengan adanya pelatihan bagi petugas kesehatan yang akan melaksanakan

PIS-PK di puskesmas maka pemahaman serta kualitas petugas akan meningkat

(Kementerian Kesehatan RI, 2016).

Sikap (attitude). Sikap adalah respon tertutup atau reaksi perasaan terhadap

suatu rangasan dari objek. Reaksi perasaan yang dapat mendukung (favorable)
25

maupun perasaan menolak (unfavorable) yang bersifat emosional dan tidak dapat

dilihat secara langsung (Notoatmodjo, 2010; Azwar, 2011). Komponen sikap

dikategorikan ke dalam 3 bagian, yaitu respon kognitif (pernyataan mengenai apa

yang diyakini), afektif (pernyataan perasaan) dan konatif (pernyataan mengenai

tindakan).

Menurut Azwar (2011), konsistensi antara komponen sikap menjadi dasar

dalam menyimpulkan sikap seseorang. Konsitensi antara kepercayaan sebagai

komponen kognitif, perasaan sebagai komponen afektif, dan tendenssi perilaku

sebagai komponen konatif. Kesalahan dalam menyimpulkan sikap terjadi ketika

mengharapkan adanya hubungan langsung antara sikap dengan tindakan nyata.

Sikap bukanlah satu-satunya faktor determinan yang mempengaruhi perilaku

seseorang. Seseorang yang memiliki sikap positif/baik terhadap suatu hal tidak bisa

diartikan langsung bahwa dia akan melakukan hal tersebut.

Motivasi. Dalam diri setiap individu, terdapat suatu kondisi dalam diri yang

mempengaruhi individu tersebut dalam bertingkah laku. Motivasi juga termasuk

salah satu kondisi dalam diri setiap orang. Motivasi merupakan suatu dorongan

yang bisa menjadikan seseorang bertingkah laku (Herlambang, 2014).

Kebutuhan terhadap sesuatu yang berasal dari luar membuat individu

berusaha untuk mendapatkannya. Motivasi menjadi alasan seseorang untuk

bertindak memenuhi kebutuhan hidupnya yang berasal dari luar dirinya

(Notoatmodjo, 2010: 119). Berdasarkan sumbernya, motivasi dapat dibedakan

dalam dua bagian, yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrisik. Terbentuknya

motivasi intrinsik tidak berasal dari rangsangan luar karena sudah ada didalam diri

seseorang, yaitu bersumber dari kebutuhannya, rasa keingintahuannya dan


26

minatnya. Sedangkan motivasi ekstrinsik bersumber dari rangsangan diuar

seseorang, contohnya manfaat dari bidang pendidikan menimbukan motivasi untuk

terus belajar atau menghindari hukuman (Hamzah, 2008).

Terdapat beberapa teori motivasi yang menjadikan kebutuhan (need)

sebagai dasar, yaitu kebutuhan yang mengakibatkan seseorang berupaya untuk bsia

memenuhinya. Salah satunya adalah Maslow, ahli psikologi dan tokoh motivasi

aliran humanisme. Dalam Teori Maslow, terdapat hierarki kebutuhan, yang terdiri

dari kebutuhan pokok (sandang, pangan), rasa aman (bebas bahaya), kasih sayang,

dihargai dan dihormati, serta kebutuhan aktualisasi diri. Sebagai makhluk sosial,

manusia akan selalu mempunyai kebutuhan yang harus terpenuhi serta terus

meningkat atau berjenjang yang menunjukan susunan kebutuhan yang harus

dipenuhi dalam waktu tertentu dan kebutuhan tersebut saling berhubungan

(Notoatmodjo, 2010).

Menurut Sunyoto (2013), motivasi adalah cara yang dapat dilakukan untuk

mendorong gairah kerja seorang karyawan, supaya mereka mau bekerja keras

dengan memberikan seluruh kemampuan dan keterampilan yang dimiliki sehingga

tujuan perusahan dapat tercapai. Dengan motivasi yang baik, setiap individu akan

mencapai tingkat produktifitas kerja yang tinggi karena mau bekerja keras dan

antusias. Namun Herlambang (2014) menyatakan bahwa motivasi memang tidak

dapat menjadi satu-satunya faktor penentu yang mempengaruhi produktifitas.

Faktor pemungkin (enabling factors). Faktor pemungkin ialah situasi dari

lingkungan yang memperlengkapi perilaku seseorang. Green dan Kreuter (2005)

dalam buku “Introduction to Health Promotion & Behavioral Science in Public

Health” yang ditulis oleh Madanat, Ayala, dan Arrendondo (2016) menyatakan
27

bahwa enabling factors merupakan faktor yang berawal dari kondisi luar yang bsia

mempengaruhi kemampuan seseorang dalam mengadopsi dan mempertahankan

perilaku tertentu. Enabling factors tersebut antara lain akses kesehatan, tersedianya

sumber daya, aturan yang berkaitan dengan masalah kesehatan.

Sarana dan prasarana. Sarana kesehatan ialah semua jenis peralatan yang

digunakan oleh tenaga medis dalam melakukan pelayanan kesehatan serta

memudahkan penyampaian pelayanan kesehatan. Prasarana kesehatan ialah semua

jenis peralatan yang digunakan petugas puskesmas untuk memudahkan

penyelenggaraan layanan di puskesmas. Sarana dan prasarana termasuk ke dalam

sumber daya kesehatan yang sangat menentukan kualitas dan keberlangsungan

pelayanan kesehatan kepada masyarkat (Hidayat, 2015).

Sarana atau peralatan yang digunakan dalam melaksanakan Program

Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga yaitu: (1) Profil Kesehatan Keluarga

(prokesga) berupa family folder sebagai alat untuk menyimpan data keluarga dan

data individu anggota keluarga; (2) paket Informasi Keluarga (Pinkesga), berupa

flyer, leaflet, buku saku, atau bentuk lainnya, yang diberikan kepada keluarga

sesuai masalah kesehatan yang dialaminya; (3) alat-alat kesehatan pendukung PIS-

PK berupa alat ukur tekanan darah dan stetoskop; dan (4) peralatan elektronik

untuk mengolah data, berupa komputer, printer dan jaringan internet (Wi-Fi)

(Kementerian Kesehatan RI, 2016).

Sumber daya manusia. Sumber daya manusia memiliki peranan penting

sebagai penghasil barang atau jasa yang dibutuhkan suatu perusahaan/organisasi.

Sumber daya manusia ditentukan berdasarkan kuantitas dan kualitas pekerja di

suatu organisasi. Permasalahan sumber daya manunisa dapat dilihat dari dua
28

bagian, yaitu kuantitas terkait jumlah sumber daya manusia (penduduk) serta

kualiatas terkait mutu sumber daya manusia tersebut. Dari segi kuantitas, jumlah

yang besar tidak bisa menjamin produktifitas yang tinggi dalam suatu organisasi

karena beban kerja dan hasil akhir yang harus dicapai menjadi hal yang harus

diperhatikan. Dari segi kualitas terbagi menjadi fisik dan non fisik, yaitu

kemampuan bekerja, berpikir, dan keterampilan lainnya (Notoatmodjo, 2003).

Priyono dan Marnis (2008) yang dikutip oleh Lumban (2018), perencanaan

untuk pengadaan (procurement) SDM harus direncanakan secara baik dan benar

agar sesuai dengan kebutuhan perusahaan terkait kualitas dan kuantitas SDM.

Sumber daya manusia dapat diuraikan sebagai suatu proses yang berusaha

menjamin jumlah dan jenis pegawai yang tersedia tepat, pada tempat yang tepat

serta waktu yang tepat untuk waktu yang akan datang, dan mampu melakukan

segala sesuatu yang diperlukan agar organisasi dapat terus mencapai tujuannya.

Faktor pendorong atau penguat (reinforcing factors). Faktor pendorong

atau penguat merupakan faktor yang mendorong seseorang berperilaku yang

berasal dari luar diri orang tersebut, termasuk penghargaan sosial dan fisik. Green

dan Kreuter (2005) dalam Madanat, Ayala, dan Arrendondo (2016) menjelaskan

bahwa faktor reinforcing adalah faktor-faktor yang dapat memperkuat sebuah

perilaku dengan memberikan penghargaan dan imbalan yang berkelanjutan agar

perilaku tersebut dapat dilakukan secara berulang-ulang, seperti dukungan dari

sesama dan manfaat yang dapat dirasakan secara nyata. Faktor penguat dari luar

bisa sangat berpengaruh terhadap perilaku seseorang, baik dari dorongan yang

positif sampai hal negatif, seperti adanya pengawasan, penghargaan, sanjungan,

dukungan dari keluarga atau pimpinan, sanksi atau hukuman.


29

Imbalan. Imbalan merupakan hasil balas jasa terhadap pekerjaan yang telah

dilakukan. Imbalan digunakan dalam sebuah organisasi untuk menarik SDM yang

memiliki kualitas mau bekerja pada organisasi tersebut, untuk mempertahankan

karyawan agar tetap bekerja serta menjadi motivasi yang mendorong karyawan

untuk meningkatkan kinerjanya (Gibson, 1992)

Imbalan dapat dikategorikan dalam dua bagian yaitu imbalan ekstrinsik dan

imbalan intrinsik. Imbalan ekstrinsik adalah imbalan yang berasal dari luar, yaitu

hasil dari pekerjaan yang dilakukan seseorang berupa uang, promosi dan rasa

hormat. Sedangkan imbalan instrinsik berasal dari dalam diri seseorang, berupa

perasaan sudah menyelesaikan tugas dengan baik, prestasi dan pertumbuhan

(Gibson, 1992).

Kepuasaan seorang karyawan akan kompensasi yang diterimanya

dipengaruhi oleh sistem kompensasi perusahan tempatnya bekerja. Menurut Lawler

yan dikutip oleh Sunyonto (2013), perbedaan antara jumlah kompensasi yang

diterima oleh para karyawan dengan jumlah yang mereka duga akan diterima oleh

orang lain menjadi penyebab langsung kepuasan atau ketidakpuasan akan

kompensasi tersebut.

Dukungan pimpinan. Perilaku individu dalam suatu organisasi dapat

dipengaruhi oleh 3 variabel, antara lain variabel individu, variabel psikologi dan

variabel organisasi. Uraian dalam variabel organisasi yang mempengaruhi perilaku

individu salah satunya adalah kepemimpinan. Kepemimpinan dapat mempengaruhi

perilaku kerja individu dalam suatu organisasi, yang pada akhirnya akan

berhubungan dengan kinerja individu tersebut (Gibson, 1992). Locke (2012)

mengemukakan adanya hubungan pekerja dengaan atasan dalam meningkatkan


30

kepuasan kerja seseorang. Kepemimpinan yang konsisten berhubungan dengan

kepuasan kerja individu dalam organisasi, yang menghasilkan tenggang rasa.

Terdapat hubungan fungsional antara atasan dan karyawan yaitu dalam membantu

karyawan mencapai nilai-nilai pekerjaan yang dianggap penting bagi karyawan.

Atasan dengan gaya kepemimpinan transformasional mendorong karyawan untuk

semakin giat dalam bekerja, sekaligus menimbulkan kepuasan akan hasil

pekerjaannya (Hamali, 2018).

Menurut Herlambang (2014), terdapat beberapa ciri kepemimpinan yang

ideal untuk menjalankan organisasi, antara lain fisik yang menyenangkan, berguna

dan mampu mengarahkan, antusias, bersahabat, integritas, mempunyai keahlian

khusus, kemampuan mengambil keputusan, kecerdasan, perasaan damai serta

kemampuan untuk membimbing. Skinner, yang dikutip oleh Lumban (2018),

menyatakan bahwa salah satu faktor yang paling kuat untuk berperilaku adalah

faktor penguatan (reinforcement), yaitu apabila sebuah perilaku diberikan

penguatan akan memberikan peluang pada sebuah perilaku dimana perilaku

tersebut akan dilakukan kembali, terkhusus apabila penguatan yang diberikan

berupa penguatan positif.

Dukungan lintas sektor. Dukungan lintas sektor dalam pelaksanaan PIS-

PK termasuk dalam faktor pendorong yang sangat dibutuhkan ketika petugas

kesehatan turun ke lapangan untuk melakukan kunjungan rumah. Dukungan ini

termasuk kedalam salah satu hal yang harus diadakan atau dikembangkan ketika

hendak melaksanakan PIS-PK, yaitu keterlibatan dari masyarakat itu sendir sebagai

rekan kerja dengan menafaatkan tenaga dari kader-kader kesehatan, seperti kader
31

Posyandu dan PKK serta pengurus organisasi masyarakat setempat, seperti

pengurus Karang Taruna.

Pihak lintas sektor lain yang juga dibutuhkan dalam pelaksanaan PIS-PK

adalah Camat, Lurah/Kepala Desa, Ketua RT/RW sampai kepada Kepala

Lingkungan/Dusun. Keterlibatan pihak lintas sektor ini merupakan kelanjutan dari

hasil sosialisasi eksternal yang dilakukan agar penyelenggaraan pendekatan

keluarga memperoleh dukungan dari masyarakat. Berdasarkan survey pendahuluan

yang dilakukan peneliti, beberapa Puskesmas merasakan dukungan dari lintas

sektor ini sangat membantu dalam pelaksanaan kunjungan rumah guna melakukan

pendataan. Keterlibatan lintas sektor ini memudahkan petugas kesehatan untuk

dapat bertemu langsung dengan masyarakat di sekitar wilayah kerja Puskesmas

terutama untuk penduduk yang bersuku Tionghoa yang terkadang sulit untuk

dikunjungi. Kepercayaan masyarakat pun lebih terjamin ketika petugas kesehatan

turun lapangan dengan ditemani oleh Lurah ataupun kader kesehatan.

Dukungan lintas sektoral yang sangat dibutuhkan juga dalam

penyelenggaraan PIS-PK adalah dukungan dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

Dukungan yang dapat diberikan antara lain dalam bentuk yaitu: pengembangan

sumber daya, yaitu bertanggung jawab menyelenggarakan pelatihan PIS-PK

sebagai pemenuhan kebutuhan petugas kesehatan. Dukungan lainnya yaitu dalam

bentuk bimbingan dan pemantauan puskesmas dalam melaksanakan PIS-PK

(Kementerian Kesehatan RI, 2016)

Faktor beban kerja. Beban kerja adalah banyaknya tugas yang harus

dilakukan oleh seseorang dalam organisasi/perusahaan tempat bekerja. Kondisi

yang dapat menimbulkan beban kerja antara lain: (1) time pressure atau tekanan
32

waktu yang berlebihan akan mengakibatkan beban kerja yang akhirnya akan

menimbulkan kesalahan dan kondisi kesehatan yang menurun; (2) jadwal kerja atau

jam kerja yang sulit untuk disesuaikan dengan kegiatan lainnya; (3) role ambiguity

atau peran ganda; (4) kebisingan akan menggangu konsentrasi dalam bekerja; (5)

information overload yang menuntut seseorang harus belajar untuk menguasai

teknologi dan memahami informasi komplek yang diterima; (6) temperature

extremes yang dapat mempengaruhi kesehatan pekerja; (7) repetitive action yaitu

gerakan tubuh yang berulang pada saat bekerja; serta (8) tanggung jawab yang

berhubungan dengan orang akan menambah beban kerja seseorang dibandingkan

dengan tanggung jawab terhadap barang (Gibson, 2009).

Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah pengukuran subjektif,

dimana pengukuran beban kerja disini berdasarkan apa yang dirasakan atau

persepsi dari pekerja tersebut. Metode yang digunakan adalah Subjective Workload

Assessment Technique (SWAT) oleh Gary B. Reid dan Thomas E. Nygren (1988).

Dalam metode ini akan mengkombinasikan 3 dimensi beban kerja, yaitu: (1) Time

load atau beban waktu yang diukur dari waktu luang yang dimiliki pekerja,

gangguan dalam pekerjaan dan mengerjakan tugas dua/lebih dalam waktu yang

sama; (2) Mental efford atau beban usaha mental dapat diukur dari konsentrasi

yang dibutuhkan pekerja, frekuensi pekerjaan dan keahlian khusus yang harus

dimiliki pekerja; dan (3) Phsychological stress atau beban tekanan psikologi yang

dapat diukur dari perasaan gelisah dan bingung ketika bekerja, risiko dari pekerjaan

dan pengaruh kompensasi.


33

Kerangka Teori

Gambar 1. Kerangka teori Lawrence Green (1980)

Dari kerangka teori diatas menunjukkan bahwa perilaku petugas kesehatan

dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor predisposing yaitu

pengetahuan, sikap dan motivasi; faktor enabling yaitu sarana dan prasarana serta

sumber daya manusia; dan faktor reinforcing yaitu imbalan, dukungan pimpinan

dan dukungan lintas sektor (Green, 1980). Selain itu, faktor beban kerja juga dapat

mempengaruhi perilaku petugas, yaitu dalam dimensi beban waktu, beban usaha

mental dan beban tekanan psikologis (Reid & Nygran, 1988).


34

Kerangka Konsep

Karakteristik
Responden
1. Umur
2. Pendidikan Terakhir
3. Masa Kerja
4. Jabatan Fungsional

Faktor Predisposing
Pelaksanaan Program
1. Pengetahuan
Indonesia Sehat dengan
2. Sikap
Pendekatan Keluarga
3. Motivasi
(PIS-PK)
di Puskesmas Kota Medan
Faktor Enabling
1. Sarana dan Prasarana
2. Sumber Daya 1. Pengumpulan data
Manusia
kesehatan keluarga

Faktor Reinforcing 2. Pengolahan data


1. Imbalan 3. Menganalisis,
2. Dukungan pemimpin menyimpulkan intervensi
3. Dukungan lintas
kesehatan masyarakat dan
sektor (Dinas
Kesehatan Kota membuat rencana
Medan, camat, puskesmas
lurah/kepala
4. Melakukan intervensi
lingkungan, kader
kesehatan) melalui kunjungan rumah

Faktor Beban Kerja


1. Beban waktu
2. Beban usaha mental
3. Beban tekanan
psikologis

Gambar 2. Kerangka konsep: kombinasi dari teori Lawrence Green (1980) dan
teori Gary B. Reid & Thomas E. Nygran (1988)
35

Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah ada

pengaruh faktor perilaku (predisposing, enabling, reinforcing dan beban kerja)

petugas kesehatan terhadap pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan.


Metode Penelitian

Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah survei analitik, dengan metode penelitian cross

sectional. Penelitian cross sectional adalah suatu penelitian untuk mempelajari

dinamika korelasi antara faktor risiko dan efek, dengan cara pendekatan, obeservasi

atau pengumpulan data sekaligus pada suatu waktu tertentu saja (Notoatmodjo,

2010). Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis pengaruh faktor perilaku

petugas kesehatan (karakteristik responden, faktor predisposing, enabling, dan

reinforcing, serta faktor beban kerja) terhadap pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas

Kota Medan.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian. Penelitian ini dilakukan pada seluruh Puskesmas Kota

Medan, yaitu 39 Puskesmas dengan alasan pemilihan lokasi penelitian tersebut

adalah berdasarkan pada data dari Dinas Kesehatan Kota Medan, bahwa seluruh

puskesmas di Kota Medan telah melaksanakan PIS-PK sejak tahun 2017, namun

capaian pendataan keluarga sehat belum mencapai target yang ditentukan oleh

Kementerian Kesehatan, yaitu 100% pendataan (total coverage) pada tahun 2019.

Waktu penelitian. Penelitian ini mulai dilakukan dari bulan Oktober 2018

hingga Oktober 2019 yang dimulai dengan penyusunan proposal, seminar proposal,

pelaksanaan penelitian, penyusunan hasil penelitian sampai dengan sidang akhir.

Populasi dan Sampel

Populasi. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh petugas kesehatan

yang bertugas melaksanakan PIS-PK pada 39 Puskesmas di Kota Medan.

36
37

Sampel. Sampel merupakan objek yang diteliti dan dianggap mewakili

seluruh populasi. Sampel yang dipilih pada penelitian ini adalah petugas puskesmas

yang merupakan petugas inti yang melaksanakan PIS-PK. Teknik pengambilan

sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah probability sampling yang

memberikan kesempatan yang sama bagi setiap anggota dalam populasi untuk

dipilih menjadi sampel. Namun dikarenakan objek penelitian yang sangat luas,

maka teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah cluster random

sampling (Sugiyono, 2014).

Tahap pertama dalam cluster random sampling adalah memilih kluster atau

area yang akan menjadi sumber pengambilan sampel kemudian tiap individu dalam

kluster/area yang terpilih akan diambil sebagai sampel. Lokasi fokus (lokus) dalam

penelitian ini adalah seluruh puskesmas (39 puskesmas) yang ada di Kota Medan,

yang terbagi ke dalam 21 kecamatan (kluster/area). Untuk menentukan jumlah

kluster/area yang akan dipilih menggunakan rumus berikut (Purnomo, 2017):

( )
( )

( )
( )
Keterangan:

n’ = sampel kluster/area

n = sampel untuk unit primer

= sampel asumsi

d = sampling error (5%)

t = koefisien kepercayaan (95% = 1,96)

p & q = parameter proporsi binomial (50% : 50%)


38

deff = design effect

N = populasi kluster primer (N = 21 kecamatan)

Maka jumlah sampel kluster/area yang akan diambil dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

( )
( )
( ) ( )
( ) ( )

( ) ( )

( ) ( )

0,339

Berdasarkan hasil perhitungan diatas, maka jumlah sampel kluster/area

yang akan dipilih adalah 5 kecamatan. Pemilihan 5 kecamatan ini akan dilakukan

secara acak dengan menggunakan metode simple random sampling, dimana

terdapat 21 kertas kecil yang telah diberi nama kecamatan di Kota Medan,

kemudian 21 kertas ini akan diacak dan diambil 5 kertas yang terpilih sebagai

sampel kluster/area yang akan diteliti.

Setelah menentukan kluster/area yang terpilih, tahap kedua dari cluster

random sampling adalah menentukan sampel yang diambil dari populasi dalam

kluster/area terpilih. Penentuan pengambilan sampel ini menggunakan teknik

purposive sampling dimana pengambilan sampel didasarkan pada suatu

pertimbangan tertentu oleh peneliti, berdasarkan ciri atau kriteria yang sudah
39

diketahui sebelumnya (Notoatmodjo, 2012). Kriteria sampel yang akan dipilih

adalah petugas inti pelaksana PIS-PK yang ada dalam setiap puskesmas dalam

kecamatan terpilih, yang terdiri dari supervisior, administrator, serta surveyor.

Daftar nama petugas inti pelaksana PIS-PK tersebut diperoleh dari hasil pendataan

petugas PIS-PK di seluruh puskesmas Kota Medan oleh Dinas Kesehatan Kota

Medan.

Tabel 1

Daftar Kecamatan Terpilih, Puskesmas dan Jumlah Sampel per Puskesmas

Kecamatan Nama Puskesmas Pelaksana PIS-PK


Medan Johor Medan Johor 4
Kedai Durian 2
Medan Area Selatan Kota Matsum 9
Sukaramai 5
Medan Area Selatan 5
Medan Petisah Bestari 7
Darussalam 7
Rantang 4
Medan Tembung Mandala 5
Sering 3
Medan Labuhan Medan Labuhan 4
Pekan Labuhan 10
Martubung 6
Total: 5 Kecamatan 13 puskesmas 71 sampel
40

Variabel dan Definisi Operasional

Variabel penelitian.

Variabel dependen. Variabel dependen atau variabel terikat dalam pene-

litian ini adalah pelaksanaan PIS-PK oleh petugas kesehatan di Puskesmas Kota

Medan.

Variabel independen. Variabel independen atau variabel bebas dalam pene-

litian ini antara lain faktor predisposing, faktor enabling, faktor reinforcing dan

faktor beban kerja petugas kesehatan dalam pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas

Kota Medan

Definisi operasional. Definisi operasional ini dirumuskan agar batasan pe-

nelitian dapat ditentukan, yang dapat diuraikan sebagai berikut:

Karakteristik responden. Karakteristik responden merupakan sifat khas

dari individu yang menjadi responden dalam penelitian ini, antara lain:

1. Umur merupakan lama waktu hidup responden dimulai dari lahir hingga

ulang tahun terakhir sebelum penelitian dilaksanakan.

2. Pendidikan terakhir merupakan tingkat pendidikan formal terakhir yang

telah diselesaikan oleh responden

3. Masa kerja merupakan lama waktu responden bekerja di Puskesmas, mulai

dari diterima bekerja sampai penelitian dilaksanakan.

4. Jabatan fungsional merupakan kedudukan yangmenunjukkan tugas,

tanggung jawab, wewenang dan hak responden dalam Puskesmas, yang

telah ditetapkan dalam Surat Keputusan pengangkatan serta mendapatkan

tunjangan fungsional

Faktor predisposing. Faktor predisposing merupakan faktor yang berasal


41

dari dalam diri responden yang dapat mendorong terbentuknya sebuah perilaku.

1. Pengetahuan merupakan segala sesuatu yang diketahui oleh responden

mengenai pelaksanaan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan

Keluarga di Puskesmas

2. Sikap merupakan respon tertutup dari responden terhadap pelaksanan

Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga di Puskesmas

3. Motivasi merupakan dorongan dari dalam diri responden maupun dari

luar/lingkungan dalam melaksanakan Program Indonesia Sehat dengan

Pendekatan Keluarga

Faktor enabling. Faktor enabling merupakan kondisi lingkungan yang

memfasilitasi perilaku responden

1. Sarana dan prasarana merupakan segala macam alat yang diperlukan untuk

pelaksanaan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga, antara

lain: formulir profil kesehatan keluarga (prokesga), paket informasi

kesehatan keluarga (pinkesga), alat-alat kesehatan (alat ukur tekanan darah,

stetoskop), serta seperangkat alat elektronik yang dibutuhkan untuk

pengolahan data (komputer/leptop, printer dan Wi-Fi).

2. Sumber daya manusia merupakan ketersediaan jumlah petugas kesehatan

yang diperlukan untuk pelaksanan Program Indonesia Sehat dengan

Pendekatan Keluarga

Faktor reinforcing. Faktor reinforcing merupakan faktor yang berasal dari

luar yang mendorong terbentuknya perilaku responden.


42

1. Imbalan merupakan bentuk balasan jasa yang diterima oleh petugas

kesehatan sebagai upah jasa dalam melaksanakan tugasnya pada Program

Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga

2. Dukungan pemimpin merupakan perhatian dari kepala puskesmas yang

diterima oleh petugas kesehatan berupa dorongan, pengharagaan, teguran,

pengawasan secara langsung, evaluasi, serta membantu menyelasakaikan

masalah-masalah yang dihadapi petugas kesehatan, yang dapat

meningkatkan kinerja, motivasi dan komitmen petugas kesehatan dalam

melaksanakan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga

3. Dukungan lintas sektor merupakan bentuk kerja sama dari lintas sektor

dalam pelaksanaan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga,

berupa kesediaan lurah, ketua RT/RW, kepala dusun/lingkungan untuk ikut

serta dalam kunjungan keluarga, kader kesehatan yang membantu

pelaksanaan kunjungan rumah, serta monitoring dan evaluasi dari Dinas

Kesehatan Kota.

Faktor beban kerja. Faktor beban kerja merupakan ukuran subjektif yang

digunakan oleh seseorang berdasarkan apa yang dirasakan mengenai pekerjaannya

dari segi beban waktu, beban mental dan beban psikologis.

1. Beban waktu adalah waktu luang yang dimiliki petugas dalam

melaksanakan tugas

2. Beban usaha mental adalah banyaknya usaha mental dalam melaksanakan

suatu pekerjaan

3. Beban tekanan psikologis adalah beban yang menunjukkan tingkat risiko

pekerjaan, kebingunan dan frustasi


43

Pelaksanaan PIS-PK. Pelaksanaan Program Indonesia Sehat dengan

Pendekatan Keluarga merupakan tindakan yang dilakukan petugas kesehatan dalam

melaksanakan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga.

1. Pengumpulan data keluarga merupakan kegiatan pendataan keluarga secara

menyeluruh dengan menggunakan formulir profil kesehatan keluarga

(prokesga) serta melakukan pemeriksaan fisik terhadap anggota keluarga.

2. Mengolah data puskesmas merupakan serangkaian kegiatan pengolahan

data mulai dari penginputan data pada Aplikasi Keluarga Sehat hingga

merekapitulasi data keluarga dengan menghitung Indeks Keluarga Sehat

(IKS) serta cakupan tiap indikator.

3. Menganalisis, menyimpulkan intervensi kesehatan masyarakat dan

membuat rencana puskesmas merupakan serangkaian kegiatan yang dimulai

dari mengidentifikasi masalah kesehatan, menentukan prioritas dan

penyebab masalah kesehatan, hingga menetapkan cara pemecahan dan

membuat rencana puskesmas.

4. Melakukan intervensi melalui kunjungan rumah merupakan kegiatan yang

dilakukan sebagai bentuk intervensi masalah kesehatan yaitu pembinaan

keluarga melalui kunjungan rumah.

Metode Pengumpulan Data

Sumber data. Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan

data sekunder.

Data primer. Data primer dalam penelitian ini diperoleh langsung melalui

wawancara dengan menggunakan kuesioner penelitian secara terstruktur yang

sudah dipersiapkan.
44

Data sekunder. Data sekunder yang diperlukan dalam penelitian ini

diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Medan, yaitu hasil evaluasi Pelaksanaan PIS-

PK di Puskesmas Kota Medan tahun 2018.

Metode Pengukuran
Variabel dependen.

Pelaksanaan program indonesia sehat dengan pendekatan keluarga (PIS-

PK). Pelaksanaan PIS-PK oleh petugas kesehatan di Puskesmas lokus penelitian,

yang diukur menggunakan skala nominal, berdasarkan jawaban responden

mengenai tindakan yang dilakukan atau tidak dilakukan pada saat melaksanakan

PIS-PK, sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 39 tahun 2016 tentang

Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga. Pelaksanaan PIS-PK

diukur dengan 13 pertanyaan dan skor tertinggi adalah 13. Pertanyaan tersebut

berupa pertanyaan pilihan, dimana setiap petugas yang menjawab ya akan diberi

nilai 1, apabila menjawab tidak akan diberi nilai 0. Pengkategorian pelaksanaan

PIS-PK dibagi menjadi 2 dengan nilai median 7, kemudian akan dikategorikan

sebagai pelaksanaan baik apabila skor > 7 dan pelaksanaan kurang baik apabila

skor < 7.

Variabel independen.

Karakteristik responden.

Umur. Pengukuran variabel umur menggunakan skala nominal, hasil

jawaban ditulis dalam tahun dan dikategorikan berdasarkan pembagian kelompok

umur atau kategori umur yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan RI (2009)

yang dikutip oleh Amin dan Juniati (2017), yaitu: remaja akhir (17-25 tahun),

dewasa awal (26-35 tahun), dewasa akhir (36-45 tahun), lansia awal (46-55 tahun)
45

dan lansia akhir (56-65 tahun).

Tingkat pendidikan. Pengukuran variabel tingkat pendidikan menggunakan

skala nominal berdasarkan jawaban responden mengenai jenjang pendidikan

formal terakhir yang telah ditempuh oleh responden, dikategorikan sebagai berikut:

D III Bidan, D III Gizi, D III Keperawatan, D III Kesehatan Lingkungan, D III

Analis Kesehatan, D IV Kebidanan, D IV Gizi, DIV Keperawatan, Sarjana

Kesehatan Masyarakat, Sarjana Kesehatan Lingkungan, Sarjana Keperawatan,

Sarjana Kedokteran dan Sarjana Kedokteran Gigi.

Masa kerja. Pengukuran variabel masa kerja menggunakan skala nominal,

didasarkan atas jawaban responden mengenai lamanya waktu bekerja di

Puskesmas. Hasil jawaban akan ditulis dalam tahun dan dikategorikan berdasarkan

kategori yang dibuat oleh Handoko (1994) yaitu masa kerja kategori baru (≤ 3

tahun) dan masa kerja kategori lama (> 3 tahun).

Jabatan fungsional. Pengukuran varibel jabatan fungsional menggunakan

skala nominal yang didasarkan atas jabatan responden di Puskesmas. Hasil jawaban

akan terdiri dari 6 pilihan, yaitu: Penyuluh Kesehatan Masyarakat, Kesehatan

Lingkungan, Perawat, Gizi, Bidan, Epidemiologi, Laboratorium, Dokter Muda dan

Dokter Gigi.

Faktor predisposing.

Pengetahuan. Pengukuran variabel pengetahuan menggunakan skala ordinal

dengan 10 pertanyaan dan skor tertinggi adalah 10. Pertanyaan tersebut berupa

pertanyaan pilihan, dimana setiap jawaban benar akan diberi nilai 1, apabila tidak

menjawab ataupun jawaban yang diluar pilihan akan diberi nilai 0. Pengkategorian

tingkat pengetahuan dengan nilai median 5, kemudian dikategorikan sebagai


46

pengetahuan baik apabila skor > 5 dan pengetahuan kurang apabila skor < 5.

Sikap. Pengukuran variabel sikap akan mengunakan skala guttman dengan

dua pilihan jawaban yaitu setuju dan tidak setuju (Riduwan, 2009). Jika pertanyaan

dengan kategoi favorable maka scoring akan mendapatkan nilai 1 untuk jawaban

setuju dan 0 untuk jawaban tidak setuju. Sedangkan untuk pertanyaan dengan

kategori unfavorable maka scoring akan mendapatkan nilai 0 untuk jawaban setuju

dan 1 untuk jawaban tidak setuju. Pengkategorian sikap dengan nilai median 5,

kemudian dikategorikan sebagai sikap baik apabila skor > 5 dan sikap kurang baik

apabila skor < 5.

Motivasi. Pengukuran variable motivasi menggunakan skala ordinal dari 10

pertanyaan dengan 2 pilihan jawaban, yaitu ya dan tidak, yang diukur dengan

menggunakan skala guttman. Jika pertanyaan dengan kategoi favorable maka

scoring akan mendapatkan nilai 1 untuk jawaban ya dan 0 untuk jawaban tidak.

Sedangkan untuk pertanyaan dengan kategori unfavorable maka scoring akan

mendapatkan nilai 0 untuk jawaban ya dan 1 untuk jawaban tidak. Pengkategorian

motivasi dengan nilai median 5, kemudian dikategorikan sebagai motivasi baik

apabila skor > 5 dan motivasi kurang baik apabila skor < 5.

Faktor enabling.

Sarana dan prasarana. Pengukuran variabel sarana dan prasarana diukur

menggunakan skala nominal dengan 5 pertanyan yang diberikan kepada responden

dan hasil jawaban terdiri dari 2 kategori, yaitu baik dan kurang baik. Pertanyaan

dengan kategori pilihan akan mendapatkan skor 1 untuk jawaban ada dapat

ditunjukkan, dan skor 0 untuk jawaban ada tidak dapat ditunjukkan dan tidak ada.

Total skor adalah 8 dengan nilai median 4, yang dikategorikan sebagai baik apabila
47

skor > 4 dan kurang baik apabila skor < 4.

Sumber daya manusia. Pengukuran variabel sumber daya manusia

menggunakan skala nominal berdasarkan pada kualitas dan kuantitas sumber daya

manusia petugas kesehatan dengan 6 pertanyaan, 3 pertanyaan untuk mengukur

sumber daya manusia secara kualitas. Pertanyaan dengan kategori pilihan jawaban

ya atau tidak, dimana jawaban ya mendapatkan skor 1 dan skor 0 untuk jawaban

tidak dengan nilai median 2, kemudian akan dikategorikan sebagai sumber daya

manusia secara kualitas baik apabila skor ≥2 dan kurang baik apabila skor < 2.

Tiga pertanyaan lainnya akan mengukur sumber daya manusia secara

kuantitas, dengan dua kategori pilihan jawaban ya dan tidak, dimana jawaban ya

mendapatkan skor 1 dan jawaban tidak mendapatkan skor 0, dengan nilai median

yaitu 2, kemudian hasilnya akan dikategorikan sebagai sumber daya manusia

secara kuantitas baik apabila skor ≥ 2 dan kurang baik apabila skor <2.

Faktor reinforcing.

Imbalan. Pengukuran variabel imbalan menggunakan skala nominal,

terdapat 5 pertanyaan yang diberikan kepada responden mengenai imbalan.

Pertanyaan dengan kategori favorable akan mendapatkan skala 1 untuk jawaban ya,

dan skor 0 untuk jawaban tidak. Sedangkan untuk pertanyaan dengan kategori

unfavorable akan mendapatkan skor 0 untuk jawaban ya dan skor 1 untuk jawaban

tidak. Total skor adalah 5, dengan nilai median yaitu 3 kemudian dikategorikan

sebagai imbalan baik apabila skor > 3 dan kurang baik apabila skor < 3.

Dukungan pimimpin. Pengukuran variabel dukungan pimpinan

menggunakan skala nominal dengan 5 pertanyaan kepada responden mengenai

dukungan pemimpin. Pertanyaan dengan kategori favorable akan mendapatkan


48

skor 1 untuk jawaban ya dan skor 0 untuk jawaban tidak. Sedangkan untuk

pertanyaan dengan kategori unfavorable akan mendapatkan skor 0 untuk jawaban

ya dan skor 1 untuk jawaban tidak. Total skor adalah 5, dengan nilai median yaitu 3

kemudian dikategorikan sebagai dukungan pimpinan baik apabila skor > 3 dan

kurang baik apabila skor < 3.

Dukungan lintas sektor. Pengukuran variabel dukungan lintas sektor

menggunakan skala nominal dengan 5 pertanyaan kepada responden mengenai

dukungan lintas sektor. Pertanyaan dengan kategori favorable akan mendapatkan

skor 1 untuk jawaban ya dan skor 0 untuk jawaban tidak. Sedangkan untuk

pertanyaan dengan kategori unfavorable akan mendapatkan skor 0 untuk jawaban

ya dan skor 1 untuk jawaban tidak. Total skor adalah 5, dengan nilai median yaitu 3

kemudian dikategorikan sebagai dukungan lintas sektor baik apabila skor > 3 dan

kurang baik apabila skor < 3.

Faktor beban kerja. Pengukuran variabel beban kerja menggunakan skala

ordinal. Pertanyaan mengenai beban kerja terdiri dari 9 pertanyaan dengan pilihan

jawaban terdiri dari 2 jawaban yaitu setuju dan tidak setuju yang diukur dengan

menggunakan skala guttman. Jika pertanyaan dengan kategoi favorable maka

scoring akan mendapatkan nilai 1 untuk jawaban ya dan 0 untuk jawaban tidak.

Sedangkan untuk pertanyaan dengan kategori unfavorable maka scoring akan

mendapatkan nilai 0 untuk jawaban ya dan 1 untuk jawaban tidak. Pengkategorian

beban kerja dengan nilai median 7, kemudian dikategorikan sebagai beban kerja

tinggi apabila skor > 7 dan rendah apabila skor < 7.

Metode Analisis Data

Pengolahan data. Setelah semua data terkumpul selanjutnya dilakukan


49

proses pengolahan data yang dapat dilakukan secara manual. Langkah-langkah

pengolahan data tersebut antara lain: (1) editing atau penyuntingan data dilakukan

untuk mengecek kelengkapan dari isi kuesioner, relevansi jawaban dengan

pertanyaan, dan kebenaran pengisian kuesioner oleh responden; (2) coding atau

pengkodean, yaitu mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi angka atau

bilangan untuk menyederhanakan data; (3) entry data yang telah diberi kode ke

dalam program software komputer, yaitu SPSS; dan (4) tabulating yaitu membuat

tabel-tabel data agar mudah untuk dilakukan analisis data.

Teknik analisis data.

Analisis univariat. Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau

mendeskripsikan setiap variabel yang telah diteliti (Notoatmodjo, 2012). Dalam

analisis ini, data yang akan dihasilkan berbentuk tabel distribusi frekuensi dan

persentase setiap variabel yang telah diteliti.

Analisis bivariat. Analisis bivariat dalam penelitian ini menggunakan uji

analisis regresi logistik sederhana. Analisis regresi logistik sederhana digunakan

untuk menganalisis hubungan satu atau beberapa variabel independen dengan

variabel dependen kategorik yang bersifat dikotom/binary. Analisis ini bertujuan

untuk melihat faktor-faktor perilaku yang mempengaruhi petugas kesehatan dalam

pelaksanaan PIS-PK (Hastono, 2006).


Hasil Penelitian

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kota Medan terdiri dari 21 kecamatan yang didalamnya terdapat minimal

satu puskesmas. Ada beberapa kecamatan di Kota Medan yang memiliki lebih dari

satu puskesmas yang didirikan berdasarkan pertimbangan kebutuhan pelayanan,

jumlah penduduk, dan aksesbilitas. Seluruh puskesmas yang ada di Kota Medan

telah melaksanakan Program Indonesia Sehat dengan Pedekatan Keluarga (PIS-PK)

sejak tahun 2017.

Pada penelitian ini, telah terpilih 5 kecamatan yaitu Kecamatan Medan

Johor, Kecamatan Medan Area Selatan, Kecamatan Medan Petisah, Kecamatan

Medan Tembung dan Kecamatan Medan Labuhan, yang menjadi perwakilan dari

39 puskesmas yang berada di Kota Medan, dengan 13 puskesmas yaitu Puskesmas

Medan Johor, Puskesmas Kedai Durian, Puskesmas Medan Area Selatan,

Puskesmas Kota Matsum, Puskesmas Sukaramai, Puskesmas Bestari, Puskesmas

Darussalam, Puskesmas Rantang, Puskesmas Mandala, Puskesmas Sering,

Puskesmas Medan Labuhan, Puskesmas Pekan Labuhan, dan Puskesmas

Martubung. Dalam pelaksanaan PIS-PK di puskesmas, seluruh petugas kesehatan

turut serta mengerjakan program, namun terdapat petugas inti atau pemegang

program yang menjadi penanggung jawab dalam pelaksanaan program tersebut

dengan jumlah yang dapat ditentukan oleh masing-masing puskesmas.

Analisis Univariat

Gambaran karakteristik responden. Karakteristik responden dalam pe-

nelitian ini terdiri dari umur, pendidikan terakhir, masa kerja, dan jabatan

50
51

fungsional. Berdasarkan jawaban dari kuesioner mengenai karakteristik, kategori

umur responden petugas inti pelaksana PIS-PK sebagian besar berada pada

kelompok umur desawa akhir (36-45 tahun) yaitu 34 orang (47,9%) dan sebanyak

25 orang (35,2%) berada pada kelompok umur lansia awal (46-55 tahun).

Responden dengan pendidikan terakhir terbanyak adalah Sarjana Kesehatan

Masyarakat yaitu 15 orang (21,1%), kemudian Sarjana Keperawatan yaitu 11 orang

(15,5%) dan D III Keperawatan yaitu 9 orang (12,7%).

Kategori masa kerja responden terbanyak yaitu pada kelompok kategori

masa kerja lama, terdapat 65 orang (91,5%) dan responden pada kelompok kategori

masa kerja baru yaitu 6 orang (8,5%). Kategori jabatan fungsional terbanyak adalah

responden dengan Jabatan Fungsional Perawat yaitu 19 orang (26,8%), kemudian

diikuti responden dengan Jabatan Fungsional Bidan yaitu 15 orang (21,1%) dan

responden dengan Jabatan Fungsional Penyuluh Kesehatan Masyarakat yaitu 13

orang (18,3%).

Tabel 2

Distribusi Karakteristik Responden Petugas Kesehatan dalam Pelaksanaan PIS-


PK di Puskesmas Kota Medan

Jumlah
Karakteristik Responden Persen
(Orang)
Umur
Dewasa awal (26-35) 9 12,7
Dewasa akhir (36-45) 34 47,9
Lansia awal (46-55) 25 35,2
Pendidikan Terakhir
D III Gizi 7 9,9
D III Kebidanan 8 11,3
D III Keperawatan 9 12,7
D III Kesehatan Lingkungan 3 4,2
D III Analisis Kesehatan 1 1,4
(bersambung)
52

Tabel 2

Distribusi Karakteristik Responden Petugas Kesehatan dalam Pelaksanaan PIS-


PK di Puskesmas Kota Medan

Jumlah
Karakteristik Responden Persen
(Orang)
Pendidikan Terakhir
D IV Kebidanan 7 9,9
D IV Gizi 1 1,4
Sarjana Kesehatan Masyarakat 15 21,1
Sarjana Keperawatan 11 15,5
Sarjana Kedokteran 7 9,9
Sarjana Kedokteran Gigi 1 1,4
Sarjana Kesehatan Lingkungan 1 1,4
Masa Kerja
Masa kerja kategori baru (≤ 3 tahun) 6 8,5
Masa kerja kategori lama (>3tahun) 65 91,5
Jabatan Fungsional
Penyuluh Kesehatan Masyarakat 13 18,3
Perawat 19 26,8
Bidan 15 21,1
Kesehatan lingkungan 6 8,5
Gizi 9 12,7
Laboratorium 1 1,4
Dokter Muda 7 9,9
Dokter Gigi 1 1,4

Gambaran faktor predisposing pada petugas kesehatan dalam


pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan.

Gambaran pengetahuan petugas kesehatan dalam pelaksanaan PIS-PK

di Puskesmas Kota Medan. Berdasarkan hasil penelitian sampai dengan analisis

data didapatkan distribusi pengetahuan petugas kesehatan tentang pelaksanaan PIS-

PK di puskesmas yang dihitung berdasarkan skor jawaban responden. Distribusi

pengetahuan responden diukur dengan 10 pertanyaan pengetahuan mengenai

pelaksanaan PIS-PK di puskesmas dengan jawaban benar terbanyak adalah pada

pertanyaan mengenai isi dari formulir Profil Kesehatan Keluarga (prokega) yaitu
53

sebanyak 65 orang (91,5%) menjawab benar. Kemudian pertanyaan mengenai cara

menentukan prioritas masalah kesehatan dan cara pemecahan masalah kesehatan

tingkat RT/RW/kelurahan/desa juga dijawab benar oleh 55 orang (77,5%).

Sedangkan pertanyaan yang paling banyak dijawab salah adalah pertanyaan

mengenai penyelenggaraan lokakarya mini yaitu 68 orang (95,8) menjawab salah.

Tabel 3

Distribusi Pengetahuan Petugas Kesehatan dalam Pelaksanaan PIS-PK di


Puskesmas Kota Medan

Benar Salah
Pertanyaan Pengetahuan
n % n %
Tujuan penyelenggaraan PIS-PK 27 38 44 62
Indikator penanda status kesehatan keluarga 28 39,4 43 60,6
Formulir Profil Kesehatan Keluarga berisi data-data 65 91,5 6 8,5
Makna penulisan “N” pada kolom indikator 21 29,6 50 70,4
Pertimbangan dalam menentukan prioritas masalah 55 77,5 16 22,5
Metode menentukan penyebab masalah kesehatan 53 74,6 18 25,4
Cara pemecahan masalah kesehatan tingkat
55 77,5 16 22,5
RT/RW/kelurahan/desa
Persiapan sebelum kunjungan rumah 24 33,8 47 66,2
Cara menyamakan pendapat dengan keluarga 43 60,6 28 39,4
Pemanfaatan penyelenggaraan lokakarya mini 3 4,2 68 95,8

Berdasarkan hasil distribusi kategori pengetahuan petugas kesehatan dalam

pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan, responden yang memiliki tingkat

pengetahuan baik yaitu sebanyak 35 orang (49,3%) dan sebanyak 36 orang (50,7%)

berada pada tingkat pengetahuan kurang baik.

Tabel 4

Distribusi Kategori Pengetahuan Petugas Kesehatan dalam Pelaksanaan PIS-PK


di Puskesmas Kota Medan

Kategori Pengetahuan Jumlah (Orang) Persen


Baik 35 49,3
Kurang baik 36 50,7
Total 71 100
54

Gambaran sikap petugas kesehatan dalam pelaksanaan PIS-PK di

Puskesmas Kota Medan. Berdasarkan hasil penelitian sampai dengan analisis data

didapatkan distribusi uraian jawaban sikap petugas kesehatan dalam pelaksanaan

PIS-PK di puskesmas yang diidentifikasi dengan 10 pernyataan sikap. Pernyataan

sikap yang disetujui oleh seluruh responden yaitu 71 orang (100%) adalah pada

pernyataaan sikap mengenai petugas yang merasa terbantu dalam melakukan

kunjungan rumah jika ada pendampingan dari lurah/kepala lingkungan/kader

kesehatan. Sebanyak 70 orang (98,6%) juga setuju pada penyataan bahwa petugas

akan mengetahui kondisi kesehatan keluarga jika melakukan kunjungan rumah dan

melakukan pemeriksaan fisik merupakan hal penting yang harus dilakukan.

Pernyataan sikap yang paling banyak tidak disetujui oleh responden adalah

penyataan mengenai PIS-PK akan tetap berjalan dengan baik tanpa perlu adanya

dukungan dari lintas sektor diluar bidang kesehatan yaitu sebanyak 71 orang

(100%) menjawab tidak setuju.

Tabel 5

Distribusi Sikap Petugas Kesehatan dalam Pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas


Kota Medan

Setuju Tidak Setuju


Pernyataan Sikap
n % n %
Saya akan mengetahui kondisi kesehatan keluarga
70 98,6 1 1,4
jika saya melakukan kunjungan rumah
Saya sudah merasa cukup jika saya hanya
18 25,4 53 74,6
bertemu dengan salah satu anggota keluarga
Saya merasa tidak cocok mengerjakan PIS-PK 5 7,0 66 93,0
Saya merasa kunjungan rumah akan menyita
29 40,8 42 59,2
waktu kerja untuk mengerjakan tugas lain
Bagi saya, melakukan pemeriksaan fisik terhadap
anggota keluarga harus dilakukan ketika 70 98,6 1 1,4
melakukan kunjungan rumah
(bersambung)
55

Tabel 5

Distribusi Sikap Petugas Kesehatan dalam Pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas


Kota Medan

Setuju Tidak Setuju


Pernyataan Sikap
n % n %
Saya merasa terbantu dalam melakukan
kunjungan rumah jika ada pendampingan dari 71 100 - -
lurah/kepala lingkungan/kader kesehatan
Saya merasa PIS-PK akan tetap berjalan dengan
baik tanpa perlu adanya dukungan dari lintas - - 71 100
sektor di luar bidang kesehatan
Jika semua keluarga sudah terdata, maka tugas
saya sudah selesai tanpa perlu memikirkan 4 5,6 67 94,4
intervensi lanjutan masalah kesehatan keluarga
Saya merasa terbantu dengan adanya pinkesga 71 100 - -
Saya merasa bersemangat ketika melakukan
60 84,5 11 15,5
kunjungan rumah

Berdasarkan hasil distribusi kategori sikap petugas kesehatan dalam

pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan, seluruh responden memiliki sikap

baik yaitu 71 orang (100%).

Tabel 6

Distribusi Kategori Sikap Petugas Kesehatan dalam Pelaksanaan PIS-PK di


Puskesmas Kota Medan

Kategori Sikap Jumlah (Orang) Persen


Baik 71 100
Total 71 100

Gambaran motivasi petugas kesehatan dalam pelaksanaan PIS-PK di

Puskesmas Kota Medan. Berdasarkan hasil penelitian sampai dengan analisis data

didapatkan distribusi uraian jawaban mengenai motivasi petugas kesehatan dalam

pelaksanaan PIS-PK di puskesmas yang diidentifikasi dengan 10 pertanyaan

motivasi. Terdapat 70 orang (98,6%) yang menjawab setuju bahwa petugas


56

kesehatan merasa senang dan bersemangat ketika masyarakat menerima

kehadirannya dalam melakukan kunjungan rumah. Responden juga menjawab

setuju bahwa kondisi keluarga yang tidak pernah mengunjungi puskesmas

membuat petugas kesehatan terdorong untuk melakukan kunjungan rumah yaitu

sebanyak 69 orang (97,2%). Sedangkan pada pernyataan mengenai petugas

kesehatan yang dapat melakukan pekerjaan tanpa perlu melibatkan rekan kerja

terdapat 68 orang (95,8%) yang menjawab tidak setuju akan pernyataan tersebut.

Tabel 7

Distribusi Motivasi Petugas Kesehatan dalam Pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas


Kota Medan

Setuju Tidak Setuju


Pernyataan Motivasi
n % n %
Saya merasa kebutuhan dasar seperti makanan
dan fasilitas penunjang program seperti
44 62,0 27 38,0
transportasi sudah terpenuhi sehingga saya
dapat melaksanakan program dengan baik
Gaji yang saya terima tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan, membuat saya tidak 13 18,3 58 81,7
bersemangat mengerjakan program.
Saya melakukan kunjungan rumah dengan
56 78,9 15 21,1
perasaan aman dan nyamn
Saya merasa tidak aman dan terancam setiap kali
6 8,5 65 91,5
melakukan kunjungan rumah
Saya merasa senang dan bersemangat ketika
70 98,6 1 1,4
masyarakat menerima kehadiran saya
Saya merasa bisa melakukan pekerjaan ini sendiri
3 4,2 68 95,8
tanpa perlu melibatkan rekan kerja
Saya merasa puas telah melakukan pendataan
keluarga tanpa perlu memikirkan intervensi 4 5,6 67 94,4
lanjutan yang harus dilakukan
Kondisi keluarga yang tidak pernah mengunjungi
Puskesmas membuat saya terdorong untuk 69 97,2 2 2,8
melakukan kunjungan rumah
Saya merasa tugas yang diberikan tidak sesuai
10 14,1 61 85,9
dengan keahlian dan latar belakang pendidikan
Saya selalu mempunyai inisiatif untuk melakukan
68 95,8 3 4,2
kunjungan rumah dengan baik
57

Berdasarkan hasil distribusi kategori motivasi petugas kesehatan dalam

pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan, responden yang memiliki motivasi

dengan kategori baik yaitu sebanyak 69 orang (97,2%) dan 2 orang (2,8%) berada

pada kategori motivasi kurang baik.

Tabel 8

Distribusi Kategori Motivasi Petugas Kesehatan dalam Pelaksanaan PIS-PK di


Puskesmas Kota Medan

Kategori Motivasi Jumlah (Orang) Persen


Baik 69 97,2
Kurang baik 2 2,8
Total 71 100

Gambaran faktor enabling pada petugas kesehatan dalam pelaksanaan


PIS-PK di Puskesmas Kota Medan.

Gambaran sarana dan prasarana petugas kesehatan dalam pelaksanaan

PIS-PK di Puskesmas Kota Medan. Berdasarkan hasil penelitian sampai dengan

analisis data didapatkan distribusi uraian jawaban mengenai sarana dan prasarana

petugas kesehatan dalam pelaksanaan PIS-PK di puskesmas yang diidentifikasi

dengan 5 pertanyaan. Sebayak 26 orang (36,6%) menyatakan bahwa puskesmas

menyediakan komputer/laptop khusus yang dapat digunakan khusus untuk

mengerjakan PIS-PK dan 45 orang (46,5%) menyatakan bahwa komputer/laptop

yang digunakan merupakan peralatan puskesmas yang telah ada sebelumnya.

Sebanyak 64 orang (90,1%) tidak dapat menunjukkan paket informasi kesehatan

keluarga (pinkesga), yaitu media dalam melakukan penyuluhan pada saat

kunjungan rumah dan terdapat 6 orang (8,5%) responden yang menyatakan bahwa

tidak memiliki akses internet (Wi-Fi) di ruangan kerjanya untuk pengolahan data.
58

Tabel 9

Distribusi Sarana dan Prasarana Petugas Kesehatan dalam Pelaksanaan PIS-PK


di Puskesmas Kota Medan

Jawaban
Ada, khusus Ada, peralatan
Ada, tidak dapat
untuk PIS-PK Puskesmas
Pertanyaan ditunjukkan/
dan dapat dan dapat
Tidak ada
ditunjukkan ditunjukkan
n % n % n %
Tersedia formulir profil
kesehatan keluarga
71 100 - - - -
(Prokesga) yang cukup
untuk pendataan keluarga
Puskesmas telah memiliki
akses pada Aplikasi 55 77,5 - - 16 22,5
Keluarga Sehat
Tersedia paket informasi
kesehatan keluarga
7 9,9 - - 64 90,1
(Pinkesga) yang cukup
sebagai media KIE
Puskesmas telah
menyediakan alat-alat
kesehatan yang
dibutuhkan pada saat 28 39,4 33 46,5 10 14,1
kunjungan rumah untuk
pendataan (Alat ukur tensi
digital)
Seperangkat alat elektronik
yang dibutuhkan dalam
pengolahan data
a. Komputer/laptop 26 36,6 45 63,4 - -
b. Printer - - 71 100 - -
c. Wi-FI - - 65 91,5 6 8,5

Berdasarkan hasil distribusi kategori sarana dan prasarana petugas

kesehatan dalam pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan, seluruh


59

responden sudah memiliki sarana dan prasarana dengan kategori baik yaitu 71

orang (100%).

Tabel 10

Distribusi Kategori Sarana dan Prasarana Petugas Kesehatan dalam Pelaksanaan


PIS-PK di Puskesmas Kota Medan

Kategori Sarana dan Prasarana Jumlah (Orang) Persen


Baik 71 100
Total 71 100

Gambaran sumber daya manusia secara kuantitas petugas kesehatan

dalam pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan. Berdasarkan hasil

penelitian sampai dengan analisis data didapatkan distribusi uraian jawaban

mengenai sumber daya manusia secara kuantitas petugas kesehatan dalam

pelaksanaan PIS-PK di puskesmas. Seluruh responden, yaitu 71 orang (100%)

menyatakan telah memiliki tim kerja dalam mengerjakan PIS-PK dan sebanyak 70

orang (98,6%) menyatakan bahwa pekerjaan menjadi lebih ringan dengan adanya

tim kerja tersebut. Namun sebanyak 37 orang (52,1%) menyatakan bahwa sumber

daya manusia yang ada saat ini belum mencukupi untuk melaksanakan PIS-PK.

Tabel 11

Distribusi Sumber daya Manusia Secara Kuantitas Petugas Kesehatan dalam


Pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan

Ya Tidak
Pertanyaan
n % n %
Petuags memiliki tim kerja PIS-PK 71 100 - -
Pekerjaan yang dilakukan menjadi lebih ringan
70 98,6 1 1,4
dengan adanya tim kerja PIS-PK
Sumber daya manusia yang telah ada mencukupi
34 47,9 37 52,1
secara kuantitas untuk melaksanakan PIS-PK

Berdasarkan hasil distribusi kategori sumber daya manusia secara kuantitas


60

petugas kesehatan dalam pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan yaitu

sebanyak 70 orang (98,6%) memiliki sumber daya manusia secara kuantitas dengan

kategori baik dan 1 orang (1,4%) berada pada kategori sumber daya manusia secara

kuantitas kurang baik.

Tabel 12

Distribusi Kategori Sumber Daya Manusia secara Kuantitas Petugas Kesehatan


dalam Pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan

Kategori Sumber Daya Manusia secara Kuantitas Jumlah (Orang) Persen


Baik 70 98,6
Kurang Baik 1 1,4
Total 71 100

Gambaran sumber daya manusia secara kualitas petugas kesehatan

dalam pelaksanaan PIS-PK di Kota Medan. Berdasarkan hasil penelitian

didapatkan distribusi uraian jawaban mengenai sumber daya manusia secara

kualitas petugas kesehatan yang diidentifikasi dengan 3 pertanyaan. Sebanyak 57

orang (80,3%) memiliki kemampuan mengoperasikan komputer. Sebanyak 59

orang (83,1%) memahami cara menggunakan Aplikasi Keluarga Sehat, namun

hanya 28 orang (39,4%) yang dapat menghitung IKS secara manual.

Tabel 13

Distribusi Sumber Daya Manusia secara Kualitas Petugas Kesehatan dalam


Pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan

Ya Tidak
Pertanyaan
n % n %
Petugas memiliki kemampuan mengoperasikan
57 80,3 14 19,7
komputer
Petugas memahami cara menggunakan Aplikasi
59 83,1 12 16,9
Keluarga Sehat
Petugas dapat menghitung IKS secara manual 28 39,4 43 60,6
61

Berdasarkan hasil distribusi kategori sumber daya manusia secara kualitas

petugas kesehatan dalam pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan bahwa

responden yang memiliki kategori sumber daya manusia secara kualitas baik yaitu

52 orang (73,2%) dan sebanyak 19 orang (26,8%) memiliki kategori sumber daya

manusia secara kualitas kurang baik.

Tabel 14

Distribusi Kategori Sumber Daya Manusia Secara Kualitas Petugas Kesehatan


dalam Pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan

Kategori Sumber Daya Manusia secara Kualitas Jumlah (Orang) Persen


Baik 52 73,2
Kurang baik 19 26,8
Total 71 100

Gambaran faktor reinforcing pada petugas kesehatan dalam


pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan.

Gambaran imbalan petugas kesehatan dalam pelaksanaan PIS-PK di

Puskesmas Kota Medan. Berdasarkan hasil penelitian sampai dengan analisis data

didapatkan distribusi uraian jawaban mengenai imbalan petugas kesehatan dalam

pelaksanaan PIS-PK di puskesmas yang diidentifikasi dengan 5 pertanyaan.

Sebanyak 58 orang (81,7%) menyatakan mendapatkan imbalan tambahan ketika

melakukan kunjungan rumah dan sebanyak 57 orang (80,3%) menyatakan bahwa

imbalan tambahan mendorong petugas untuk melaksanakan PIS-PK dengan baik.

Responden yang menyatakan tidak mendapatkan imbalan (bonus, penghargaan dari

pimpinan) apabila pekerjaannya telah mencapai atau melebihi target yaitu sebanyak

46 orang (64,8%) dan 25 orang (35,2%) menyatakan mendapatkan imbalan yaitu

penghargaan berupa pujian dari pimpinan.


62

Tabel 15

Distribusi Imbalan Petugas Kesehatan dalam Pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas


Kota Medan

Ya Tidak
Pertanyaan
n % n %
Petugas menerima imbalan yang sudah sesuai
51 71,8 20 28,2
dengan tingkat kepangkatan/jabatan Anda
Petugas mendapatkan imbalan tambahan ketika
58 81,7 13 18,3
melakukan kunjungan rumah
Petugas mendapatkan imbalan (bonus,
penghargaan dari pimpinan) apabila pekerjaan 25 35,2 46 64,8
Anda telah mencapai atau melebihi target
Insetif yang petugas terima sudah sesuai dengan
41 57,7 30 42,3
pekerjaan
Imbalan tambahan mendorong petugas untuk
57 80,3 14 19,7
melaksanakan PIS-PK dengan baik

Berdasarkan hasil distribusi kategori imbalan petugas kesehatan dalam

pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan yaitu responden yang termasuk

dalam kategori imbalan ada yaitu sebanyak 50 orang (70,4%) dan responden yang

termasuk dalam kategori imbalan tidak ada yaitu sebanyak 21 orang (29,6%).

Tabel 16

Distribusi Kategori Imbalan Petugas Kesehatan dalam Pelaksanaan PIS-PK di


Puskesmas Kota Medan

Kategori Imbalan Jumlah (Orang) Persen


Baik 50 70,4
Kurang baik 21 29,6
Total 71 100

Gambaran dukungan pimpinan pada petugas kesehatan dalam

pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan. Berdasarkan hasil penelitian

sampai dengan analisis data didapatkan distribusi uraian jawaban mengenai


63

dukungan pimpinan pada petugas kesehatan dalam pelaksanaan PIS-PK di

puskesmas yang diidentifikasi dengan 5 pertanyaan. Sebanyak 69 orang (97,2%)

menyatakan mendapatkan dorongan dari pimpinan dalam melaksanakan PIS-PK

dan sebanyak 64 orang (90,1%) menyatakan pernah mendapatkan teguran jika

belum mencapai target pelaksanaan PIS-PK.

Tabel 17

Distribusi Dukungan Pimpinan pada Petugas Kesehatan dalam Pelaksanaan PIS-


PK di Puskesmas Kota Medan

Ya Tidak
Pertanyaan
n % n %
Petugas mendapatkan dorongan dari pimpinan
69 97,2 2 2,8
untuk dapat melaksanakan PIS-PK
Petugas pernah mendapatkan penghargaan dari
pimpinan atas kinerja petugas (Pujian, 36 50,7 35 49,3
penghargaan berupa uang atau barang)
Petugas pernah mendapatkan teguran jika belum
64 90,1 7 9,9
mencapai target pelaksanaan PIS-PK
Pimpinan melakukan monitoting dan evaluasi
63 88,7 8 11,3
secara langsung terhadap pelaksanaan PIS-PK
Pimpinan memberikan solusi terhadap masalah-
masalah yang Anda hadapi dalam melaksanakan 60 84,5 11 15,5
PIS-PK

Berdasarkan hasil distribusi kategori dukungan pimpinan pada petugas

kesehatan dalam pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan bahwa responden

yang memiliki dukungan pimpinan yang baik yaitu 65 orang (91,5%) dan

responden dengan dukungan pimpinan kurang baik yaitu 6 orang (8,5%).

Tabel 18

Distribusi Kategori Dukungan Pimpinan pada Petugas Kesehatan dalam


Pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan

Kategori Dukungan Pimpinan Jumlah (Orang) Persen


Baik 65 91,5
Kurang baik 6 8,5
64

Total 71 100

Gambaran dukungan lintas sektor pada petugas kesehatan dalam

pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan. Berdasarkan hasil penelitian

sampai dengan analisis data didapatkan distribusi uraian jawaban mengenai

dukungan lintas sektor pada responden dalam pelaksanaan PIS-PK di puskesmas

yang diidentifikasi dengan 5 pertanyaan. Sebanyak 69 orang (97,2%) merasakan

adanya peran dari melibatkan lintas sektor (camat, lurah, kepala lingkungan dan

kader). Sebanyak 68 orang (95,8%) menyatakan bahwa lintas sektor juga ikut

mendampingi dalam melakukan kunjungan rumah dan juga membantu petugas

dalam menyelesaikan masalah (misalnya penolakan dari masyarakat) ketika

melakukan kunjungan rumah. Sebanyak 51 orang (71,8%) menyatakan telah

mengikuti pelatihan PIS-PK yang telah dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan

Provinsi dan/atau Dinas Kesehatan Kota Medan dan sebanyak 20 orang (28,2%)

menyatakan tidak mendapatkan pelatihan.

Tabel 19

Distribusi Dukungan Lintas Sektor pada Petugas Kesehatan dalam Pelaksanaan


PIS-PK di Puskesmas Kota Medan

Ya Tidak
Pertanyaan
n % n %
Petugas merasakan adanya peran dari melibatkan
69 97,2 2 2,8
lintas sektor
Lintas sektor juga ikut mendampingi dalam
68 95,8 3 4,2
melakukan kunjungan keluarga
Lintas sektor membantu Anda dalam
menyelesaikan masalah (misalnya penolakan
68 95,8 3 4,2
dari masyarakat) ketika melakukan kunjungan
keluarga
Petugas mengikuti pelatihan PIS-PK yang telah
dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Provinsi 51 71,8 20 28,2
dan/atau Dinas Kesehatan Kota Medan
65

Dinas Kesehatan Kota Medan melakukan


bimbingan dan pemantauan untuk membantu 63 88,7 8 11,3
menyelesaikan permasalahan Puskesmas
Berdasarkan hasil distribusi kategori dukungan lintas sektor pada petugas

kesehatan dalam pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan bahwa seleruh

responden telah memiliki dukungan lintas sektor yang baik yaitu 71 orang (100%).

Tabel 20

Distribusi Kategori Dukungan Lintas Sektor pada Petugas Kesehatan dalam


Pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan

Kategori Dukungan Lintas Sektor Jumlah (Orang) Persen


Baik 71 100
Total 71 100

Gambaran faktor beban kerja pada petugas kesehatan dalam

pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan. Berdasarkan hasil penelitian

sampai dengan analisis data didapatkan distribusi uraian jawaban mengenai beban

kerja petugas kesehatan dalam pelaksanaan PIS-PK di puskesmas yang

diidentifikasi dengan 9 pertanyaan. Sebanyak 70 orang (98,6%) menyatakan bahwa

petugas kesehatan harus melakukan kunjungan rumah dan juga harus

menyelesaikan tugas fungsional dalam Puskesmas. Kondisi tersebut membuat 61

orang (85,9%) menyatakan memiliki waktu luang yang sedikit karena terlalu

banyak tugas yang harus dilakukan. Sebanyak 69 orang (97,2%) menyatakan

membutuhkan konsentrasi dalam menngerjakan program ini. Sebanyak 56 orang

(78,9%) merasa dituntut untuk memiliki kemampuan yang lebih dalam

mengerjakan program ini. Sebanyak 45 orang (63,4%) menyatakan bahwa tingkat

kompensasi yang didapatkan saat ini tidak dapat mengurangi tekanan pekerjaan

yang dirasakan oleh petugas, sehingga beban kerja yang dirasakan oleh petugas
66

tetap sama walaupun ada imbalan tambahan yang diberikan ketika melakukan

kunjungan rumah.

Tabel 21

Distribusi Beban Kerja Petugas Kesehatan dalam Pelaksanaan PIS-PK di


Puskesmas Kota Medan

Setuju Tidak
Pernyataan Setuju
n % n %
Beban Waktu
Saya merasa memiliki waktu luang yang sedikit
karena terlalu banyak tugas yang harus 61 85,9 10 14,1
dikerjakan
Saya memiliki waktu luang, tumpang tindih
27 38,0 44 62,0
pekerjaan jarang terjadi
Saya harus melakukan kunjungan keluarga dan
juga harus menyelesaikan tugas fungsional 70 98,6 1 1,4
dalam puskesmas
Beban Usaha Mental
Saya membutuhkan konsentrasi dalam
69 97,2 2 2,8
menyelesaikan tugas
Saya dituntut untuk memiliki kemampuan lebih
dari yang saya miliki untuk mengerjakan 56 78,9 15 21,1
program ini
Pekerjaan saya membutuhkan tingkat konsentrasi
63 88,7 8 11,3
yang tinggi, harus teliti dan sesui standar
Beban Tekanan Psikologis
Saya tidak memahami tugas yang diberikan
sehingga membuat saya bingung dalam 4 5,6 67 90,1
mengerjakannya
Saya diberikan tugas yang sesuai dengan latar
64 90,1 7 9,9
belakang pendidikan saya
Saya merasa tingkat kompensasi yang saya dapat
26 36,6 45 63,4
saat ini mengurangi tekanan pekerjaan saya

Berdasarkan hasil distribusi kategori beban kerja petugas kesehatan dalam

pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan bahwa responden yang memiliki

beban kerja tinggi sebanyak 60 orang (84,5%) dan 11 orang (15,5%) responden
67

yang memiliki beban kerja rendah. Hal tersebut menunjukkan mayoritas petugas

kesehatan merasakan beban kerja tinggi dalam mengerjakan PIS-PK.

Tabel 22

Distribusi Kategori Beban Kerja Petugas Kesehatan dalam Pelaksanaan PIS-PK


di Puskesmas Kota Medan

Kategori Beban Kerja Jumlah (Orang) Persen


Tinggi 60 84,5
Rendah 11 15,5
Total 71 100

Gambaran pelaksanaan program Indonesia sehat dengan pendekatan

keluarga (PIS-PK) oleh petugas kesehatan di Puskesmas Kota Medan.

Berdasarkan hasil penelitian sampai dengan analisis data didapatkan distribusi

uraian jawaban mengenai pelaksanaan PIS-PK oleh petugas kesehatan di

puskesmas yang diidentifikasi dengan 13 pertanyaan. Sebanyak 70 orang (98,6%)

menyatakan telah melakukan pengumpulan data kesehatan keluarga melalui

kunjungan keluarga dan juga melibatkan lintas sektoral (camat, lurah/kepala

lingkungan, kader kesehatan) dalam melaksanakan kunjungan rumah. Sebanyak 53

orang (74,6%) melakukan pengolahan data kesehatan keluarga (penginputan data),

namun hanya 28 orang (39,4%) yang dapat menghitung Indeks Keluarga Sehat

secara manual.

Sebanyak 53 orang (74,6%) menyatakan telah melakukan analisis masalah

kesehatan dan menentukan prioritas masalah dengan mendiskusikannya bersama

petugas pelaksana PIS-PK lainnya, namun seluruh responden (100%) belum

melakukan penentuan penyebab masalah, belum membuat RUK yang berisikan


68

kegiatan-kegiatan pemecahan masalah kesehatan yang telah ditetapkan bersama

serta belum membuat rencana kunjungan dan tujuan akhir sebagai persiapan

sebelum melakukan kunjungan rutin untuk pembinaan keluarga.

Tabel 23

Distribusi Pelaksanaan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga


oleh Petugas Kesehatan di Puskesmas Kota Medan

Ya Tidak Belum
Pertanyaan
n % n % n %
Pendataan kesehatan keluarga menggunakan formulir Prokesga
Petugas melakukan pengumpulan data
kesehatan keluarga melalui 70 98,6 1 1,4 - -
kunjungan rumah
Petugas melibatkan lintas sektoral
(camat, lurah/kepala lingkungan,
70 98,6 1 1,4 - -
kader kesehatan) dalam
melaksanakan kunjungan rumah
Petugas membawa alat pengukur
tekanan darah dan stetoskop saat 69 97,2 2 2,8 - -
kunjungan rumah
Petugas menggunakan alat pengukur
tekanan darah dan stetoskop saat 65 91,5 6 8,5 - -
kunjungan rumah
Saat memberikan informasi kesehatan,
petugas menggunakan paket
31 43,7 40 56,3 - -
informasi kesehatan keluarga
(Pinkesga)
Pembuatan, pengelolaan pangkalan data, dan pengolahan data
Petugas melakukan pengolahan data
kesehatan keluarga (penginputan data 53 74,6 18 25,4 - -
pada Aplikasi Keluarga Sehat)
Petugas melakukan perhitungan Indeks
26 36,6 45 63,4 - -
Keluarga Sehat (IKS) secara manual
Menganalisis, merumuskan intervensi dan penyusunan rencana puskesmas
Petugas melakukan analisis masalah
kesehatan dan menentukan prioritas 53 74,6 18 25,4 - -
masalah dengan tim PIS-PK
Petugas melakukan penentuan penyebab
- - - - 71 100
masalah kesehatan prioritas dengan
69

menggunakan diagram ishikawa


(tulang ikan) atau diagram pohon
Petugas membuat Rencana Usulan
Kegiatan (RUK) yang berisikan
kegiatan-kegiatan pemecahan - - - - 71 100
masalah kesehatan yang telah
ditetapkan bersama
(bersambung)

Tabel 23

Distribusi Pelaksanaan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga


oleh Petugas Kesehatan di Puskesmas Kota Medan

Ya Tidak Belum
Pertanyaan
n % n % n %
Pelaksanaan intervensi masalah kesehatan melalui kunjungan rumah
Petugas membuat tujuan akhir
7
kunjungan rumah sebagai target yang - - - - 100
1
harus dicapai dalam setahun
Petugas membuat rencana kunjungan
7
rumah sebagai persiapan sebelum - - - - 100
1
melaksanakan kunjungan rumah?
Pada saat melakukan kunjungan
keluarga, petugas melaksanakan SAJI
70 98,6 1 1,4 - -
(Salam, Ajak bicara, Jelaskan dan
bantu, Ingatkan)

Berdasarkan hasil distribusi kategori pelaksanaan PIS-PK oleh petugas

kesehatan di Puskesmas Kota Medan bahwa responden yang melaksanakan PIS-PK

dalam kategori baik yaitu sebanyak 29 orang (40,8%) dan responden yang

melaksanakan PIS-PK dalam kategori kurang baik yaitu sebanyak 42 orang

(59,2%).

Tabel 24

Distribusi Kategori Pelaksanaan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan


Keluarga oleh Petugas Kesehatan di Puskesmas Kota Medan
70

Kategori Pelaksanaan PIS-PK Jumlah (Orang) Persen


Baik 29 40,8
Kurang baik 42 59,2
Total 71 100

Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk melihat pengaruh faktor predisposing,

enabling, reinforcing, dan beban kerja, terhadap pelaksanaan PIS-PK. Analisis ini

menggunakan uji regregsi logistik sederhana, dimana setiap variabel independen

diuji satu persatu dengan variabel dependen. Bila hasil uji bivariat menghasilkan p

≤ 0,05, maka variabel independen tersebut memiliki korelasi atau pengaruh

terhadap variabel dependen.

Analisis pengaruh faktor predisposing petugas kesehatan terhadap

pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan. Analisis ini dilakukan untuk

melihat pengaruh dari setiap variabel faktor predisposing yang diteliti, yaitu

pengetahuan, sikap dan motivasi, terhadap pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota

Medan. Variabel sikap tidak dimasukan dalam analisis bivariat karena dari hasil

analisis univariat hanya menghasilkan satu kategori saja, yaitu kategori baik.

Analisis pengaruh pengetahuan petugas kesehatan terhadap pelaksanaan

PIS-PK di Puskesmas Kota Medan. Berdasarkan hasil uji bivariat, variabel

pengetahuan petugas kesehatan memiliki nilai p < 0,05 yaitu 0,022. Maka

pengetahuan petugas kesehatan memiliki korelasi terhadap pelaksanaan PIS-PK di

Puskesmas Kota Medan.

Tabel 25

Hasil Analisis Bivariat Pengaruh Pengetahuan Petugas Kesehatan terhadap


Pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan
71

Kategori Pengetahuan
Kategori Pelaksanaan PIS-PK Total p
Baik Kurang
Baik 19 10 29
0,022
Kurang baik 16 26 42
Total 35 36

Analisis pengaruh motivasi petugas kesehatan terhadap pelaksanaan

PIS-PK di Puskesmas Kota Medan. Berdasarkan hasil uji bivariat, variabel

motivasi petugas kesehatan memiliki nilai p ≤ 0,05 yaitu 0,144. Maka motivasi

petugas kesehatan tidak memiliki korelasi terhadap pelaksanaan PIS-PK di

Puskesmas Kota Medan.

Tabel 26

Hasil Analisis Bivariat Pengaruh Motivasi Petugas Kesehatan terhadap


Pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan

Kategori Motivasi
Kategori Pelaksanaan PIS-PK Total p
Baik Kurang
Baik 29 0 29
0,144
Kurang baik 40 2 42
Total 69 2

Analisis pengaruh faktor enabling petugas kesehatan terhadap

pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan. Analisis ini dilakukan untuk

melihat pengaruh dari setiap variabel faktor enabling yang diteliti, yaitu sumber

daya manusia secara kuantitas serta sumber daya manusia secara kualitas, terhadap

pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan. Variabel sarana dan prasarana

tidak dimasukan dalam analisis bivariat karena dari hasil analisis univariat hanya

menghasilkan satu kategori saja, yaitu kategori baik.

Analisis pengaruh sumber daya manusia secara kuantitas petugas

kesehatan terhadap pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan.


72

Berdasarkan hasil uji bivariat, variabel sumber daya manusia secara kuantitas

petugas kesehatan memiliki nilai p > 0,05 yaitu 0,303. Maka sumber daya manusia

secara kuantitas petugas kesehatan tidak memiliki korelasi terhadap pelaksanaan

PIS-PK di Puskesmas Kota Medan.

Tabel 27

Hasil Analisis Bivariat Pengaruh Sumber Daya Manusia secara Kuantitas Petugas
Kesehatan terhadap Pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan

Kategori Kuantitas SDM


Kategori Pelaksanaan PIS-PK Total p
Baik Kurang
Baik 29 0 29
0,303
Kurang baik 41 1 42
Total 70 1

Analisis pengaruh sumber daya manusia secara kualitas petugas

kesehatan terhadap pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan.

Berdasarkan hasil uji bivariat, variabel sumber daya manusia secara kualitas

petugas kesehatan memiliki nilai p ≤ 0,05 yaitu 0,0001. Maka sumber daya

manusia secara kualitas petugas kesehatan memiliki korelasi terhadap pelaksanaan

PIS-PK di Puskesmas Kota Medan.

Tabel 28

Hasil Analisis Bivariat Pengaruh Sumber Daya Manusia secara Kualitas Petugas
Kesehatan terhadap Pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan

Kategori Kualitas SDM


Kategori Pelaksanaan PIS-PK Total p
Baik Kurang
Baik 29 0 29
0,0001
Kurang baik 23 19 42
73

Total 52 19

Analisis pengaruh faktor reinforcing petugas kesehatan terhadap

pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan. Analisis ini dilakukan untuk

melihat pengaruh dari setiap variabel faktor reinforcing yang diteliti, yaitu imbalan

dan dukungan pimpinan, terhadap pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan.

Variabel dukungan lintas sektor tidak dimasukan dalam analisis bivariat karena dari

hasil analisis univariat hanya menghasilkan satu kategori saja, yaitu kategori baik.

Analisis pengaruh imbalan petugas kesehatan terhadap pelaksanaan

PIS-PK di Puskesmas Kota Medan. Berdasarkan hasil uji bivariat, variabel

imbalan petugas kesehatan memiliki nilai p > 0,05 yaitu 0,401 Maka imbalan

petugas kesehatan tidak memiliki korelasi pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota

Medan.

Tabel 29

Hasil Analisis Bivariat Pengaruh Imbalan Petugas Kesehatan terhadap


Pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan

Kategori Imbalan
Kategori Pelaksanaan PIS-PK Total p
Baik Kurang
Baik 22 7 29
0,401
Kurang baik 28 14 42
Total 50 21

Analisis pengaruh dukungan pimpinan pada petugas kesehatan terhadap

pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan. Berdasarkan hasil uji bivariat,

variabel dukungan pimpinan petugas kesehatan memiliki nilai p > 0,05 yaitu 0,184.

Maka dukungan pimpinan pada petugas kesehatan tidak memiliki korelasi terhadap

pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan.


74

Tabel 30

Hasil Analisis Bivariat Pengaruh Dukungan Pimpinan pada Petugas Kesehatan


terhadap Pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan

Kategori Dukungan Pimpinan


Kategori Pelaksanaan PIS-PK Total p
Baik Kurang
Baik 28 1 29
0,184
Kurang baik 37 5 42
Total 65 6

Analisis pengaruh faktor beban kerja pada petugas kesehatan

terhadap pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan. Analisis ini

dilakukan untuk melihat pengaruh dari setiap variabel beban kerja terhadap

pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan. Berdasarkan hasil uji bivariat,

variabel beban kerja petugas kesehatan mempunyai nilai p > 0,05 yaitu 0,741.

Maka variabel beban kerja petugas kesehatan tidak memiliki korelasi terhadap

pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan.

Tabel 31

Hasil Analisis Bivariat Pengaruh Beban Kerja Petugas Kesehatan terhadap


Pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan

Kategori Beban Kerja


Kategori Pelaksanaan PIS-PK Total p
Tinggi Rendah
Baik 25 4 29
0,741
Kurang baik 35 7 42
Total 60 11
Pembahasan

Analisis Univariat

Gambaran karakteristik responden dalam pelaksanaan PIS-PK di


Puskesmas Kota Medan.

Umur. Umur merupakan lama waktu hidup responden dimulai dari lahir

hingga ulang tahun terakhir sebelum penelitian dilaksanakan. Berdasarkan tabel 2

diketahui dari 71 responden petugas inti pelaksana PIS-PK sebagian besar berada

pada kelompok umur desawa akhir (36-45 tahun) yaitu 34 orang (47,9%) dan

sebanyak 25 orang (35,2%) berada pada kelompok umur lansia awal (46-55

tahun). Kategori umur tersebut dibuat berdasarkan pengelompokkan umur menurut

Kementerian Kesehatan tahun 2009.

Suyono dan Hermawan (2013) yang dikutip oleh Ukkas (2017),

mengemukakan bahwa umur tenaga kerja yang berada dalam usia produktif (15-60

tahun) memiliki hubungan positif dengan produktifitas tenaga kerja. Usia produktif

tenaga memiliki kreatifitas yang tinggi terhadap pekerjaan yang didukung oleh

pengetahuan dan wawasan yang lebih baik serta mempunyai tanggung jawab yang

tinggi atas tugas yang diberi kan. Berdasarkan hasil pelaksanaan PIS-PK oleh

petugas di Puskemas Kota Medan, terdapat 29 orang (40,8%) yang termasuk dalam

kategori pelaksanaan cukup baik, dimana petugas tersebut berasal dari kategori

umur terbanyak yaitu 14 orang (48,3%) dewasa akhir (36-45 tahun).

Pendidikan terakhir. Pendidikan terakhir merupakan tingkat pendidikan

formal terakhir yang telah diselesaikan oleh responden. Berdasarkan tabel 3

responden dengan pendidikan terakhir terbanyak adalah Sarjana Kesehatan

Masyarakat yaitu 15 orang (21,1%), kemudian Sarjana Keperawatan yaitu 11 orang

75
76

(15,5%) dan D III Keperawatan yaitu 9 orang (12,7%). Namun jika dilihat dari latar

belakang bidang pendidikan yang sama yaitu keperawatan maka dapat dijumlahkan

menjadi 20 petugas dan menjadi kategori pendidikan dengan responden terbanyak.

Berdasarkan hasil wawancara terdapat beberapa petugas kesehatan yang

menyatakan bahwa PIS-PK seharusnya dikerjakan oleh petugas yang memeiliki

latar belakang pendidikan Sarjana Kesehatan Masyarakat dikarenakan ilmu yang

dipelajari lebih cocok untuk diimplementasikan dalam program ini.

Sebagaimana yang telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor

39 Tahun 2016 bahwa pelaksanaan PIS-PK harus dilakukan oleh tenaga kesehatan

sehingga ketika pengumpulan data kesehatan dilakukan bisa sekaligus diberikan

informasi kesehatan. Berdasarkan hal tersebut, maka pendidikan terakhir seluruh

petugas kesehatan dalam penelitian ini sudah sesuai karena dari bidang ilmu

kesehatan.

Masa kerja. Masa kerja merupakan lama waktu responden bekerja di

Puskesmas, mulai dari diterima bekerja sampai penelitian dilaksanakan. Hasil

penelitian menunjukan bahwa hampir seluruh petugas kesehatan sudah bekerja

lebih dari 3 tahun pada masing-masing puskesmas yaitu 65 orang (91,5%).

Terdapat 6 orang (8,5%) dengan masa kerja kategori baru (< 3 tahun) dikarenakan

pindah tugas dari kabupaten/kota lain ke puskesmas yang berada di Kota Medan.

Masa kerja atau pengalaman bekerja berkaitan erat dengan produktifitas

kerja, dengan bertambah lamanya masa kerja yang dimiliki oleh seorang petugas

akan diikuti oleh peningkatan produktifitas kerjanya. Penelitian Harlie (2017)

menyimpulkan hasil dari hubungan masa kerja dengan produktifitas bahwa

semakin lama seseorang menekuni bidang kerja yang sama maka akan lebil
77

terampil melakukan pekerjaan tersebut. Tenaga kerja yang mempunyai masa kerja

atau pengalaman kerja lebih lama cenderung menampilkan tingkat produktifitas

rata-rata lebih tinggi daripada karyawan yang mempunyai masa kerja lebih sedikit.

Dalam penelitian ini, hampir seluruh responden telah bekerja lebih dari 3 tahun

sebagai petugas kesehatan di puskesmas.

Jabatan fungsional. Jabatan fungsional merupakan kedudukan yang

menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak responden dalam

Puskesmas, yang telah ditetapkan dalam Surat Keputusan pengangkatan serta

mendapatkan tunjangan fungsional. Berdasarkan tabel 2, kategori jabatan

fungsional terbanyak adalah responden dengan Jabatan Fungsional Perawat yaitu

19 orang (26,8%), kemudian diikuti responden dengan Jabatan Fungsional Bidan

yaitu 15 orang (21,1%) dan responden dengan Jabatan Fungsional Penyuluh

Kesehatan Masyarakat yaitu 13 orang (18,3%).

Dari hasil wawancara, banyak responden yang menyatakan bahwa

seharusnya program PIS-PK menjadi tanggung jawab dari petugas dengan jabatan

fungsional penyuluh kesehatan masyarakat karena jabatan fungsional lainnya sudah

memiliki tanggung jawab layanan dalam gedung yang harus dikerjakan. Sedangkan

responden dengan jabatan fungsional penyuluh kesehatan masyarakat memberikan

jawaban yang menyatakan bahwa tugas yang diberikan menjadi tumpang tindih

dengan adanya penambahan program karena sebelumnya mereka telah

menanggungjawabi layanan luar gedung lainnya yang juga harus dikerjakan. Hal

ini menyebabkan petugas merasa kelebihan beban kerja.

Keberhasilan PIS-PK diukur dari 12 indikator keluarga sehat yang

dirumuskan berdasarkan dari 4 program kesehatan prioritas nasional di Indonesia


78

yaitu program gizi, kesehatan ibu dan anak, pengendalian penyakit menular dan

tidak menular, perilaku serta kesehatan lingkungan, maka sudah seharunya setiap

jabatan fungsional yang ada dalam puskesmas memiliki tanggung jawab yang sama

dalam mewujudkan tercapainya 12 indikator keluarga sehat tersebut (Kementerian

Kesehatan RI, 2016). Berdasarkan hal tersebut maka pelaksanaan PIS-PK di

Puskesmas Kota Medan sudah sesuai karena dikerjakan oleh seluruh jabatan

fungsional yang ada, tanpa menganggap PIS-PK merupakan tanggung jawab

petugas dengan jabatan fungsional penyuluh kesehatan masyarakat saja.

Gambaran faktor predisposing petugas kesehatan dalam pelaksanaan


PIS-PK di Puskesmas Kota Medan.

Pengetahuan petugas kesehatan dalam pelaksanaan PIS-PK di


Puskesmas Kota Medan.

Gambaran pengetahuan petugas kesehatan mengenai tujuan pelaksanaan

PIS-PK. Berdasarkan tabel 3, dapat dilihat bahwa lebih banyak responden yang

tidak mengetahui tujuan penyelenggaraan PIS-PK, yaitu sebanyak 44 orang (62%)

menjawab salah. Hal ini menunjukkan bahwa pemahaman petugas kesehatan akan

tujuan pelaksanaan PIS-PK rendah.

Tujuan pelaksanaan PIS-PK antara lain untuk: a. mempermudah keluarga

dalam memperoleh layanan kesehatan yang menyeluruh, mencakup pelayanan

promotif, preventif, kuratif serta rehabilitatif dasar; b. menbantu kabupaten/kota

dalam proses mencapai standar pelayanan minimal dengan meningkatkan akses dan

deteksi dini (skrining) kesehatan; c. membantu terlaksananya jaminan kesehatan

nasional (JKN) dengan menaikkan kesadaran masyarakat untuk menjadi peserta

JKN; dan d. membantu dapat dicapainya tujuan Program Indonesia Sehat yang

telah dirumuskan dalam rencana strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015-


79

2019 (Kementerian Kesehatan RI, 2016). Jika dilihat dari pentingnya tujuan yang

hendak dicapai dari pelaksanaan PIS-PK, maka sudah seharusnya diketahui dan

dipahami oleh petugas kesehatan yang akan menjalankan program sehingga

pelaksanaan dapat berjalan dengan baik dan mencapai tujuan.

Penelitian mengenai pengetahuan petugas kesehatan tentang PIS-PK di

Puskesmas Banda Aceh menunjukkan sebagian besar pengetahuan petugas

kesehatan tentang tujuan PIS-PK berada pada kategori tinggi , yaitu sebanyak 31

responden menjawab benar (62%). Dengan pengetahuan tersebut, petugas menjadi

pro-aktif dalam melakukan pendekatan keluarga agar tujuan tersebut dapat dicapai

(Yanti, 2018). Hasil penelitian tersebut berbanding terbalik dengan penelitian ini,

dimana sebagian besar petugas kesehatan tidak mengetahui tujuan PIS-PK dengan

benar dan hanya berfokus pada pelaksanaan program saja.

Gambaran pengetahuan petugas kesehatan mengenai penulisan kode pada

formulir kesehatan keluarga. Pengetahuan responden tentang makna penulisan

kode pada indikator kesehatan keluarga untuk perhitungan Indeks Keluarga Sehat

(IKS) adalah sebanyak 50 petugas (70,4%) menjawab salah sedangkan yang

menjawab benar hanya 21 orang (29,6%). Hal tersebut menunjukkan pengetahuan

petugas yang rendah dalam menyimpulkan kondisi kesehatan suatu keluarga.

Indeks Keluarga Sehat (IKS) diukur berdasarkan 12 indikator utama

keluarga sehat dari setiap keluarga yang didata dengan menggunakan penulisan

kode, antara lain N berarti indikator tidak berlaku, Y berarti kondisi keluarga sesuai

dengan indikator dan T berarti kondisi keluarga tidak sesuai dengan indikator.

Hasil perhitungan IKS akan menjadi kesimpulan dalam menentukan kategori

kesehatan masing-masing keluarga yang mengacu kepada ketentuan berikut yaitu


80

nilai indeks > 0,8 termasuk kategori keluarga sehat, 0,5 sampai dengan 0,8

termasuk kategori pra-sehat dan nilai indeks < 0,5 termasuk kategori tidak sehat

(Kementerian Kesehatan RI, 2016).

Dalam penelitian ini, masih banyak petugas kesehatan yang salah dalam

menuliskan kode pada penilaian indikator keluarga sehat dalam pengisian formulir

prokesga. Hal ini perlu diperhatikan dengan serius karena pemahaman petugas

dalam menghitung IKS dapat mempengaruhi hasil akhir yang menjadi kesimpulan

kondisi kesehatan suatu keluarga. Kesalahan dalam menuliskan kode pada

indikator keluarga sehat akan mengakibatkan kesalahan menyimpulkan hasil yang

berujung pada kesalahan dalam mengkategorikan status kesehatan suatu keluarga.

Gambaran pengetahuan petugas kesehatan mengenai persiapan sebelum

kunjungan rumah. Berdasarkan tabel 3, responden yang menjawab benar pada

pertanyaan mengenai persiapan yang harus dilakukan sebelum melakukan

kunjungan rumah adalah 24 orang (33,8%) sedangkan 47 orang (66,2%) menjawab

salah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa petugas kesehatan tidak mengetahui

petunjuk teknis yang harus dilakukan oleh Pembina Keluarga dalam melaksanakan

kunjungan rumah.

Pelaksanaan kunjungan rumah dilakukan oleh petugas puskesmas yang

ditunjuk sebagai Pembina Keluarga, secara berkala (seminggu sekali) atau sesuai

kesepakatan dengan keluarga. Persiapan yang harus dilakukan sebelum melakukan

kunjungan rumah adalah identifikasi masalah kesehatan yang dihadapi setiap

keluarga dan potensi pemecahannya, serta melakukan analisis sampai ditetapkan

cara pemecahan masalah. Pembina keluarga terlebih dahulu harus menetapkan

tujuan akhir dari kunjungan rumah untuk masing-masing keluarga yang harus
81

dicapai dalam setahun dan juga perlu menetapkan maksud kunjungan dan

menyiapkan materi yang akan disampaikan/dibahas dengan keluarga, lengkap

dengan alat peraga yang dibutuhkan (Kementerian Kesehatan RI, 2016).

Dari hasil wawancara, sebagian besar petugas menjawab pertanyaan

persiapan kunjungan rumah yaitu mempersiapkan formulir prokesga dan alat

pengukur tensi. Jawaban tersebut merupakan persiapan yang harus dilakukan

sebelum melakukan kegiatan pengumpulan data keluarga, bukan persiapan untuk

melakukan kunjungan rumah. Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa

petugas kesehatan masih berfokus pada kegiatan pengumpulan data keluarga

sehingga tidak menaruh fokus pada petunjuk teknis pelaksanaan kunjungan rumah,

Beberapa petugas kesehatan juga menyatakan bahwa kegiatan pembinaan keluarga

melalui kunjungan rumah yang rutin memang belum dilakukan karena kegiatan

pendataan belum mencapai total coverage (100%).

Gambaran tingkat pengetahuan petugas kesehatan dalam pelaksanaan PIS-

PK di Puskesmas Kota Medan. Berdasarkan tabel 4 distribusi kategori pengetahuan

petugas kesehatan dalam pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan

menunjukkan bahwa sebagian besar petugas berada pada kategori pendidikan

kurang sebanyak 36 orang (50,7%) dan 35 orang (49,3%) yang memiliki

pengetahuan baik. Dari hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar

petugas kesehatan yang melaksanakan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan memiliki

pengetahuan yang kurang mengenai pelaksanaan PIS-PK di puskesmas.

Dari hasil wawancara dengan petugas, terdapat 20 petugas (28,2%) yang

tidak mengikuti pelatihan PIS-PK yang diselenggarakan oleh Dinas Kesehatan baik

Provinsi maupun Kota Medan, dikarenakan ada pembatasan jumlah peserta


82

perwakilan dari puskesmas. Namun petugas kesehatan yang telah mengikuti

pelatihan pun menyatakan bahwa pelatihan yang diikuti tidak bisa membuat

mereka memahami dengan baik bagaimana seharunya pelaksanaan PIS-PK

dilakukan, karena penyampaian materi yang hanya mengulang-ulang materi

sebelumnya yang sudah pernah dilatih sehingga membuat petugas kesehatan harus

belajar sendiri dari modul atau bertanya kepada petugas dari puskesmas lainnya.

Dalam buku Notoatmodjo (2010) tentang Ilmu Perilaku Kesehatan

dijelasakan bahwa pengetahuan merupakan hasil dari penginderaan yang dilakukan

individu terhadap objek tertentu dan terbagi kedalam 6 tingkatan kognitif, yaitu

tahu (know), memahami (comprehension), aplikasi (application), analisis

(analysis), sintesis (synthesis) dan evaluasi (evaluation). Berdasarkan pada hal

tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa tidak semua petugas yang telah

mendapatkan pelatihan PIS-PK akan memiliki pengetahuan yang sama baiknya,

dikarenakan tingkat pengetahuan yang berbeda-beda. Jika daya tingkat

pengetahuan yang diperoleh oleh petugas kesehatan setelah mengikuti pelatihan

sama baiknya, maka Puskesmas dapat melaksanakan PIS-PK dengan baik dan

mencapai target.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Yanti (2018) terhadap pengetahuan

petugas kesehatan tentang PIS-PK di Puskesmas Kota Banda Aceh berada pada

kategori tinggi yaitu 29 orang (59%). Hal ini dapat didukung oleh data semua

petugas telah mendapatkan pelatihan yaitu 50 orang (100%). Penelitian ini tidak

sejalan dengan hasil penelitian pengetahuan petugas kesehatan di Puskesmas Kota

Medan, dimana sebagian besar pengetahuan petugas berada pada kategori rendah

(50,7%) dan terdapat 20 petugas yang belum mengikuti pelatihan PIS-PK.


83

Gambaran sikap petugas kesehatan dalam pelaksanaan PIS-PK di


Puskesmas Kota Medan.

Gambaran sikap petugas kesehatan mengenai pertemuan dengan semua

anggota keluaraga dalam kunjungan rumah. Berdasarkan tabel 5, dapat dilihat

terdapat 18 orang (25,4%) yang menyatakan sudah merasa cukup jika hanya

bertemu dengan salah satu anggota keluarga dalam kunjungan rumah. Pernyataan

ini tidak sesuai dengan petunjuk teknis pelaksanaan pengumpulan data yang diatur

dalam Permenkes nomor 39 tahun 2016, dimana petugas harus mengupayakan

bertemu dengan seluruh anggota keluarga untuk didata dan melakukan

pemeriksaan fisik.

Berdasarkan hasil wawancara, petugas merasa sulit untuk mengupayakan

bertemu dengan seluruh anggota keluarga pada saat pengumpulan data dikarenakan

anggota keluarga yang lain sedang bekerja atau tidak berada di rumah. Selain itu

untuk melakukan kunjungan ulang akan sulit dalam mengatur jadwal petugas

dikarenakan masih banyak keluarga yang belum didata, sehingga petugas merasa

sudah cukup hanya bertemu salah satu anggota keluarga. Sejalan dengan penelitian

yang dilakukan oleh Virdasari, Arso dan Fatmasari (2018) pada petugas kesehatan

yang melakukan kegiatan pendataan keluarga di Puskesmas Meijin, dimana petugas

belum melakukan sesuai dengan petunjuk yang ada, karena tenaga merasa

kewalahan dan waktu yang terlalu lama apabila harus melakukan sesuai dengan

petunjuk teknis tersebut.

Gambaran sikap petugas kesehatan mengenai kunjungan rumah yang

menyita waktu kerja. Pada pernyataan sikap mengenai kunjungan rumah akan

menyita kerja yang dapat digunakan untuk mengerjakan tugas lainnya, sebanyak 29
84

orang (40,8%) menjawab setuju dengan pernyataan tersebut. Pernyataan ini

menunjukkan sikap petugas, dalam komponen konatif, yang tidak mendukung

pelaksanaan kunjungan rumah tersebut.

Berdasarkan wawancara yang dilakukan, responden menyatakan bahwa

kunjungan rumah membuat mereka tidak bisa fokus mengerjakan tugas fungsional

masing-masing yang harus dikerjakan dalam gedung karena harus memikirkan dan

membagi waktu untuk turun lapangan. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan

oleh Agni (2018) pada petugas kesehatan yang melakukan PIS-PK di Yogyakarta,

petugas merasa bahwa tugas sehari-hari sudah menyita tenaga dan waktu sehingga

sulit membagi waktu apabila ditambah dengan melaksanakan PIS-PK.

Gambaran tingkat sikap petugas kesehatan dalam pelaksanaan pis-pk di

puskesmas kota medan. Berdasarkan tabel 6 distribusi kategori sikap petugas

kesehatan dalam pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan bahwa seluruh

petugas sudah memiliki sikap yang baik yaitu 71 orang (100%). Namun

pelaksanaannya, sebagian besar responden berada kategori pelaksanaan kurang

baik yaitu 42 orang (59,2%). Hal tersebut menunjukkan bahwa sikap yang baik

belum tentu akan menghasilkan tindakan yang baik juga.

Menurut Azwar (2011) dalam bukunya yang berjudul Sikap Manusia, sikap

adalah respon tertutup atau reaksi perasaan terhadap suatu rangasan dari objek.

Landasan dalam usaha penyimpulan sikap yang dicerminkan oleh jawaban

responden adalah berdasarkan konsistensi antara kepercayaan sebagai komponen

kognitif, perasaan sebagai komponen afektif, dan tendenssi perilaku sebagai

komponen konatif. Namun adalah keliru apabila mengharapkan adanya hubungan

sistematis yang langsung antara sikap dengan perilaku nyata dikarenakan sikap
85

tidaklah merupakan determinan satu-satunya bagi perilaku seseorang. Kesimpulan

bahwa seseorang mempunyai sikap yang baik terhadap suatu hal tidak serta merta

dapat dicerminkan melalui tindakannya untuk melakukan hal tersebut.

Sesuai dengan teori sikap tersebut, hasil penelitian pada petugas kesehatan

di Puskesmas Kota Medan, memang menunjukkan sikap petugas kesehatan yang

hampir seluruhnya berada pada kategori baik. Namun sikap petugas kesehatan

tersebut dapat dipengaruhi dengan faktor penguat lainnya seperti pengetahuan,

motivasi petugas maupun faktor pemungkin dan pendorong lainnya yang ada dalam

pelaksanaan PIS-PK sehingga akan menghasilkan perilaku atau tindakan atas

akumulasi setiap faktor determinan tersebut.

Gambaran motivasi petugas kesehatan dalam pelaksanaan PIS-PK di


Puskesmas Kota Medan.

Gambaran motivasi petugas kesehatan mengenai kebutuhan dasar yang

sudah terpenuhi sehingga dapat melaksanakan program. Berdasarkan tabel 7 dapat

diketahui sebanyak 44 orang (62%) yang menyatakan setuju dengan pernyataan

mengenai kebutuhan dasar yang sudah terpenuhi sehingga petugas dapat

melaksanakan program dengan baik. Hal ini menunjukkan awal terbentuknya

motivasi petugas dimulai dari kebutuhan fisiologis yang telah terpenuhi sehingga

membuat petugas kesehatan terdorong untuk mengerjakan program tersebut.

Menurut Maslow, kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan yang sangat

pokok, apabila kebutuhan ini secara relatif terpenuhi, maka kebutuhan lain akan

menyusul untuk dipenuhi. Orang tidak akan termotivasi untuk pengembangan

dirinya, apabila motif dasarnya, misalnya makanan bagi keluarganya saja masih

belum cukup. Maslow menekankan bahwa kebutuhan itu muncul pada seseorang,
86

maka berarti hal tersebut merupakan pendorong dan pengarah untuk terwujudnya

perilaku (Notoatmodjo, 2010).

Sejalan dengan teori tersebut, maka faktor pendorong yang memotivasi

petugas kesehatan di Puskesmas Kota Medan untuk dapat melaksanakan PIS-PK

adalah karena kebutuhan dasar yang sudah terpenuhi, seperti makanan dan

transportasi atau dalam bentuk imbalan tambahan yang diperoleh ketika melakukan

kunjungan rumah.

Gambaran motivasi petugas kesehatan mengenai penerimaan masyarakat

dalam kunjungan rumah. Pada pernyataan petugas merasa senang dan bersemangat

ketika masyakat menerima kehadiran petugas saat melakukan kunjungan rumah,

responden yang menjawab setuju yaitu sebanyak 70 orang (98,6%). Hal tersebut

menunjukkan bahwa penerimaan dari masyarakat menjadi pendorong yang

memotivasi petugas kesehatan untuk melaksanakan kunjungan rumah.

Kebutuhan diterima oleh orang lain (acceptance needs) merupakan

kebutuhan berikutnya setelah kebutuhan fisiologis dan rasa aman telah terpenuhi,

maka akan meningkat pada kebutuhan afiliasi dengan orang lain. Manusia sebagai

makhluk sosial membutuhkan atau menginginkan kebutuhan untuk diterima oleh

orang lain di lingkungan dimana ia hidup dan bekerja (Notoatmodjo, 2010).

Sejalan dengan hasil penelitian mengenai motivasi petugas kesehatan di

Puskesmas Kota Medan, dimana penerimaan masyarakat ketika petugas melakukan

kunjungan rumah menjadi motivasi yang membuat petugas merasa senang dan

bersemangat sehingga mendorong petugas untuk melaksanakan PIS-PK dengan

lebih baik lagi.

Gambaran motivasi petugas kesehatan mengenai kondisi masyarakat


87

menjadi pendorong melakukan kunjungan rumah. Dari hasil penelitian dapat

diketahui, responden yang menjawab setuju pada penyataan kondisi keluarga yang

tidak pernah mengunjungi puskesmas membuat petugas terdorong untuk

melakukan kunjungan keluarga, yaitu sebanyak 69 orang (97,2%).

Maslow (1943) yang dikutip oleh Notoatmodjo (2010), menyatakan bahwa

salah satu kebutuhan sosial manusia yaitu kebutuhan untuk membantu orang lain.

Kondisi masyarakat yang tidak pernah mengunjungi puskesmas menjadi salah satu

alasan yang mendorong petugas kesehatan untuk melakukan kunjungan rumah.

Kunjungan rumah dilakukan untuk menjangkau keluarga yang berada di wilayah

kerja sehingga puskesmas akan dapat mengenali masalah-masalah kesehatan yang

dihadapi keluarga secara menyeluruh (holistic) (Kementerian Kesehatan RI, 2016).

Berdasarkan kepada teori Maslow serta tujuan dari pelaksanaan kunjungan

rumah tersebut, maka motivasi yang mendorong petugas kesehatan di Puskesmas

Kota Medan untuk melakukan kunjungan rumah adalah karena melihat kondisi dari

masyarakat yang membutuhkan kunjungan dari puskesmas dan hal tersebut juga

merupakan tanggung jawab puskesmas dalam melayani masyarakat di wilayah

kerjanya.

Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh L. Gaol (2018) mengenai

motivasi petugas promosi kesehatan dalam memberikan yang terbaik dalam

melaksanakan promosi kesehatan, yaitu sebanyak 10 orang (25,6%) menjawab

sangat setuju dan 26 orang (66,7%) setuju, adalah karena petugas promosi

kesehatan sudah memahami perannya adalah untuk meningkatkan perilaku

kesehatan masyarakat, maka jika melihat kondisi-kondisi tertentu yang ada di

masyarakat akan muncul dorongan untuk dapat membantu masyarakat.


88

Gambaran tingkat motivasi petugas kesehatan dalam pelaksanaan PIS-PK

di Puskesmas Kota Medan. Berdasarkan tabel 8 distribusi kategori motivasi

petugas kesehatan dalam pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan bahwa

hampir seluruh petugas sudah memiliki motivasi yang baik yaitu sebanyak 69

orang (97,2%) dan terdapat 2 orang (2,8%) yang memiliki motivasi kurang. Hasil

penelitian tersebut menyimpulkan bahwa motivasi petugas kesehatan sudah

tergolong baik.

Sunyoto (2013) menjelaskan motivasi sebagai cara mendorong gairah kerja

karyawan, agar mereka mau bekerja keras dengan memberikan semua kemampuan

dan keterampilannya untuk mewujudkan tujuan perusahaan. Motivasi ini penting

karena dengan motivasi diharapkan setiap individu mau bekerja keras dan antusias

untuk mencapai produktivitas kerja yang tinggi. Pendapat lainnya yaitu

Herlambang (2014) mengenai motivasi seseorang akan berpengaruh terhadap

perilaku seseorang di dalam organisasi, namun motivasi bukanlah satu-satunya

faktor penentu dalam perilaku seseorang dalam sebuah organisasi.

Dalam penelitian ini, motivasi petugas kesehatan di Puskesmas Kota Medan

merupakan dorongan yang bersumber dari kebutuhan yang terpenuhi, mulai dari

kebutuhan dasar atau fisiologis, rasa aman, penerimaan dari orang lain,

penghargaan hingga kebutuhan aktualisasi diri. Kebutuhan tersebut menjadi

motivasi atau pengerak petugas untuk melaksanakan program tetapi bukan satu-

satunya faktor yang akan menentukan perilaku atau tindakan petugas dalam

mengerjakan program tersebut.

Gambaran faktor enabling petugas kesehatan dalam pelaksanaan PIS-


PK di Puskesmas Kota Medan.
89

Gambaran sarana dan prasarana petugas kesehatan dalam pelaksanaan

PIS-PK di Puskesmas Kota Medan. Sarana dan prasarana merupakan segala

macam alat yang diperlukan untuk pelaksanaan Program Indonesia Sehat dengan

Pendekatan Keluarga, antara lain: formulir profil kesehatan keluarga (prokesga),

paket informasi kesehatan keluarga (pinkesga), alat-alat kesehatan (alat ukur

tekanan darah, stetoskop), serta seperangkat alat elektronik yang dibutuhkan untuk

pengolahan data (komputer/leptop, printer dan Wi-Fi).

Gambaran sarana dan prasarana petugas kesehatan mengenai

ketersediaan formulir prokesga dan pinkesga. Berdasarkan tabel 9, dapat diketahui

bahwa 71 orang (100%) menjawab ketersediaan formulir profil kesehatan keluarga

(prokesga) sudah cukup untuk pendataan keluarga. Namun untuk ketersediaan

paket informasi kesehatan keluarga (pinkesga), sebanyak 64 orang (90,1%) tidak

dapat menunjukkan langsung pinkesga yang ada di puskesmas.

Instrumen yang diperlukan di tingkat keluarga antara lain prokesga berupa

family folder untuk menyimpan data keluarga dan individu anggota keluarga serta

pinkesga sebagai media yang digunakan sebagai media komunikasi, informasi dan

edukasi (KIE). Sarana ini digunakan dalam kegiatan mengumpulkan data keluarga

sehat sehingga kedua hal tersebut harus dipastikan ada dan tersedia dalam jumlah

yang cukup (Kementerian Kesehatan RI, 2016).

Dalam penelitian ini, ketersedian formulir prokesga sudah cukup untuk

melakukan kegiatan pengumpulan data, sedangkan untuk ketersediaan pinkesga

hampir seluruh responden (90,1%) tidak memiliki pinkesga secara pribadi/individu.

Berdasarkan kepada petunjuk teknis dalam melakukan pengumpulan data, pinkesga

sangat dibutuhkan dalam melakukan penyuluhan kesehatan kepada keluarga


90

sehingga seharusnya puskesmas menggandakan pinkesga sesuai dengan jumlah

petugas kesehatan yang mengerjakan PIS-PK. Hasil wawancara dengan petugas,

beberapa puskesmas hanya memiliki 5 buah pinkesga dan hanya dimiliki oleh

petugas yang mengikuti pelatihan PIS-PK, sedangkan untuk petugas lain yang tidak

mempunyai pinkesga harus bergantian dalam menggunakannya ketika melakukan

kunjungan rumah.

Gambaran sarana dan prasarana petugas kesehatan mengenai

ketersediaan peralatan kesehatan. Dalam hal ketersediaan peralatan kesehatan dan

seperangkat alat elektronik untuk pelaksanaan PIS-PK, ada beberapa puskesmas

yang telah menyediakan khusus untuk pelaksanaan PIS-PK dan ada juga

puskesmas yang menggunakan peralatan puskesmas yang sudah ada. Berdasarkan

tabel 10, diketahui bahwa terdapat 28 orang (39,4%) yang menjawab puskesmas

telah menyediakan alat ukur tensi digital khusus untuk PIS-PK, 33 orang (46,5%)

menggunakan peralatan puskesmas yang sudah ada sebelumnya dan 10 orang

(14,1%) tidak menggunakan peralatan yang disediakan oleh puskesmas sehingga

menggunakan alat ukur tensi pribadi milik petugas.

Sejalan dengan penelitian yang dilakukan untuk melihat kesiapan

Yogyakarta dalam menerapkan PIS-PK, bahwa ketersediaan peralatan kesehatan

seperti stetoskop dan tensimeter masih menjadi kendala, banyak puskesmas yang

belum memiliki peralatan kesehatan yang secara khusus disediakan untuk PIS-PK.

Dalam penelitian ini, ketersediaan peralatan kesehatan yang kurang mengakibatkan

petugas kesehatan menggunakan peralatan pribadi yang dimiliki seperti alat

pengukur tensi digital atau meminjam peralatan dari posyandu (Agni, 2018).

Gambaran sarana dan prasarana petugas kesehatan mengenai


91

ketersediaan peralatan elektronik. Dalam penelitian ini, ketersediaan seperangkat

alat elektronik yang dibutuhkan dalam pengolahan data, terdapat 26 orang (36,6%)

yang menjawab puskesmas telah menyediakan komputer dan tablet khusus untuk

PIS-PK dan 45 orang (63,4%) menjawab menggunakan peralatan puskesmas yang

sudah ada sebelumnya, sama halnya dengan printer dan wi-fi.

Penelitian yang dilakukan oleh Laesari, Anwar dan Soerachman (2017)

mengenai ketersediaan sarana prasarana untuk pengumpulan data di Kabupaten

Ogan Komering Ilir dan Jeneponto masih terkendala untuk pengadaan komputer

atau laptop khusus untuk PIS-PK sehingga ditanggulangi dengan meminjam dari

program lain atau milik pribadi para penanggung jawab PIS-PK. Sama dengan

ketersediaan sarana prasarana di Kabupaten Muara Enim, tidak disediakan sarana

laptop bagi petugas sehingga menggunakan komputer milik puskesmas untuk

menginput dan mengirimkan data. Ketersediaan sarana prasarana di daerah tersebut

berhubungan dengan anggaran dana PIS-PK. Kegiatan PIS-PK baru dilaksanakan

pada pertengahan tahun, sehingga untuk penyediaan sarana dan prasarana belum

bisa diakomodir dari anggaran yang ada.

Sejalan dengan penelitian tersebut, ketersediaan seperangkat alat eletronik

pada beberapa Puskesmas Kota Medan masih kurang untuk pengadaan

komputer/laptop yang disediakan khusus untuk penyelenggaran PIS-PK.

Berdasarkan hasil wawancara, sebagian besar petugas menyatakan bahwa komputer

yang digunakan untuk menginput data keluarga adalah peralatan puskesmas.

Sedangkan beberapa puskesmas lainnya sudah ada yang menyediakan peralatan

elektronik khusus, berupa tablet khusus untuk penginputan data PIS-PK.

Gambaran kategori sarana dan prasarana petugas kesehatan dalam


92

pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan. Berdasarkan tabel 10 hasil

distribusi kategori sarana dan prasarana petugas kesehatan dalam pelaksanaan PIS-

PK di Puskesmas Kota Medan, seluruh responden sudah memiliki sarana dan

prasarana dengan kategori baik yaitu 71 orang (100%). Namun sarana dan

prasarana yang telah tersedia belum mencukupi dan juga tidak disediakan khusus

untuk pelaksanaan PIS-PK dengan baik.

Sejalan dengan penelitian Virdasari dkk (2018), kendala serupa dialami

juga oleh Puskesmas Mijen yaitu keterbatasan sarana dan prasarana dalam kegiatan

pendataan, seperti tensimeter, komputer, pinkesga, stiker dan family folder. Sarana

dan prasarana tidak tersedia maupun belum tersedia dalam jumlah yang cukup

dikarenakan tidak ada dana untuk pengadaan. Keterbatasan anggaran juga berakibat

pada keterbatasan sarana dan prasarana.

Hasil penelitian Pujosiswanto, Paluttri dan Ishak (2018) yang menyatakan

bahwa faktor penghambat pelaksanaan PIS-PK dari segi sumber daya adalah

fasilitas dan infrastruktur program yang ada belum maksimal. Peralatan yang

digunakan dalam menjalankan aktivitas masih menggunakan peralatan pribadi.

Pinkesga dan komputer tidak tersedia dalam proses pendataan. Penelitian PIS-PK

di Kecamatan Kota Juang Kabupaten Bireuen oleh Dewi, Utami dan Afriani

(2019), menunjukkan hasil yang sama, dimana sarana prasarana berhubungan

secara bermakna (p = 0,033) dengan pelaksanaan PIS-PK, juga dibuktikan dengan

dengan hasil wawancara dengan surveyor diperoleh informasi bahwa tidak semua

sarana prasarana terpenuni dalam pelaksanaan PIS-PK, sehingga pelaksanaannya

terkendala. Dalam penelitian ini, ketersediaan sarana dan prasarana yang menjadi

hambatan dalam pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan adalah


93

ketersediaan pinkesga dalam jumlah yang cukup sesuai dengan petugas kesehatan

yang turun lapangan melakukan kunjungan rumah dan alat pengukur tensi untuk

melakukan pemeriksaan fisik pada anggota keluarga serta komputer/laptop khusus

untuk kegiatan pengolahan data keluarga.

Gambaran sumber daya manusia secara kuantitas petugas kesehatan


dalam pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan.

Gambaran sumber daya manusia petugas kesehatan mengenai tim kerja

PIS-PK. Berdasarkan tabel 11, seluruh petugas, yaitu 71 orang (100%) menyatakan

telah memiliki tim kerja dalam mengerjakan PIS-PK dan sebanyak 70 orang

(98,6%) menyatakan bahwa pekerjaan menjadi lebih ringan dengan adanya tim

kerja tersebut.

Dalam konsep pendekatan keluarga, diperlukan pengaturan agar setiap

keluarga di wilayah kerja puskesmas memiliki Tim Pembina Keluarga. Setiap Tim

Pembina memiliki profil kesehatan keluarga dan rencana pembinaan yang akan

dilakukan. Tim Pembina Keluarga bertanggung jawab mengumpulkan data

kesehatan keluarga, melakukan analisis Prokesga di wilayah binaannya, melakukan

koordinasi lintas program unutk intervensi permasalahan kelaurga di wilayah

binaanya, serta melakukan pemantauan kesehatan keluarga (Kementerian

Kesehatan RI, 2016). Berdasarkan kepada hal tersebut, maka sudah seharusnya

dalam pelaksanaan PIS-PK telah dibentuk tim kerja sesuai dengan petunjuk teknis

yang telah ditetapkan.

Sejalan dengan penelitian pelaksanaan PIS-PK di Kabupaten Bireuen, telah

dibentuk 5 tim inti yang terdiri dari 2 orang dalam 1 tim. Namun dalam

pelaksanaannya, ada beberapa petugas surveyor hanya menjalankan saja perintah


94

dari ketua tim pelaksana dan tidak memahami masalah petunjuk teknis sebagai Tim

Pembina Keluarga. Berdasarkan hasil penelitian di Puskesmas Kota Medan, setiap

puskesmas telah membentuk tim kerja dalam pelaksanaan PIS-PK. Namun, tim

kerja tersebut hanya memahami tugasnya sebagai surveyor untuk mengumpulkan

data dan tidak menyadari peran tim kerja tersebut yang juga sebagai Tim Pembina

Keluarga di wilayah kerja puskesmas tersebut. Kurangnya pemahaman tersebut

dikarenakan beberapa petugas tidak mengikuti pelatihan sehingga tidak mengerti

akan adanya petunjuk teknis serta petugas yang tidak membaca pedoman

pelaksanaan PIS-PK yang telah dibuat oleh Kementerian Kesehatan.

Gambaran sumber daya manusia petugas kesehatan mengenai kuantitas

petugas kesehatan yang cukup untuk pelaksanan PIS-PK. Dari hasil penelitian, ada

sebanyak 37 orang (52,1%) menyatakan bahwa sumber daya manusia yang ada saat

ini belum mencukupi secara kuantitas untuk melaksanakan PIS-PK. Berdasarkan

hasil wawancara, petugas menyatakan bahwa pelaksanaan PIS-PK memang

dilaksanakan oleh seluruh petugas kesehatan yang ada dalam puskesmas tersebut,

mulai dari dokter, bidan, perawat serta tenaga kesehatan lainnya. Namun dalam

pengolahan data hanya beberapa petugas saja yang mengerjakan, yaitu petugas inti

penanggung jawab program karena telah mengikuti pelatihan. Sedangkan petugas

lainnya hanya membantu dalam pengumpulan data kesehatan keluarga saja.

Kualitas sumber daya manusia dalam kemampuan pengolahan data juga

mempengaruhi kuantitas petugas kesehatan dalam pelaksanaan PIS-PK. Menurut L.

Gaol (2014), kuantitas karyawan merupakan salah satu faktor yang menentukan

baik tidaknya seorang karyawan dalam bekerja. Dalam penelitian ini, meskipun

seluruh petugas kesehatan dalam puskesmas turut serta mengerjakan PIS-PK


95

namun hambatan dalam pemahaman pengolahan data menyebabkan beberapa

petugas akan dilimpahkan lebih banyak tugas sehingga akan kekurangan sumber

daya manusia yang bisa mengolah data akan tetap terjadi.

Gambaran kategori sumber daya manusia secara kuantitas petugas

kesehatan dalam pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan. Berdasarkan

tabel 13 distribusi kategori sumber daya manusia (SDM) secara kuantitas petugas

kesehatan dalam pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan, bahwa sebanyak

70 orang (98,6%) berada pada kategori baik, sedangkan 1 orang (1,4%) pada

kategori kurang baik.

Dari hasil kategori SDM secara kuantitas, dapat disimpulkan bahwa petugas

kesehatan yang melaksanakan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan sudah dalam

kategori baik dalam pengadaanya, namun pembagian beban atau tanggung jawab

yang harus dikerjakan oleh setiap petugas belum merata. Berdasarkan hasil

wawancara, petugas kesehatan yang telah mengikuti pelatihan PIS-PK lebih banyak

diberikan tanggung jawab dalam pelaksanaan PIS-PK karena dianggap lebih

memahami dibandingkan dengan petugas yang tidak mengikuti pelatihan.

Priyono dan Marnis (2008) yang dikutip oleh L. Gaol (2018), menyatakan

bahwa pengadaan (procurement) SDM harus direncanakan secara baik dan benar

supaya kualitas dan kuantitas SDM sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Sumber

daya manusia dapat diuraikan sebagai suatu proses yang berusaha menjamin

jumlah dan jenis pegawai yang tepat akan tersedia pada tempat yang tepat pada

waktu yang tepat untuk waktu yang akan datang, serta mampu melakukan hal-hal

yang diperlukan agar organisasi dapat terus mencapai tujuannya. Berdasarkan pada

hal tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa puskesmas yang menjadi lokus
96

penelitian saat ini, belum membuat perancanaan yang matang dalam menetapkan

sumber daya manusia yang cukup untuk pelaksanaan PIS-PK sesuai dengan

kebutuhan di wilayah kerja masing-masing puskesmas.

Gambaran sumber daya manusia secara kualitas petugas kesehatan


dalam pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan.

Gambaran sumber daya manusia petugas kesehatan mengenai pemahaman

menggunakan aplikasi keluarga sehat. Berdasarkan tabel 14, sebanyak 57 orang

(80,3%) memiliki kemampuan mengoperasikan komputer dan 14 orang (19,7%)

menjawab tidak. Sebanyak 59 orang (83,1%) memahami cara menggunakan

Aplikasi Keluarga Sehat.

Aplikasi keluarga sehat merupakan teknologi informasi yang digunakan

dalam proses pengambilan data lapangan, pengolahan dan analisis data serta

penyajian data agregat IKS berbasis kewilayahan. Aplikasi ini dibuat khusus untuk

memudahkan pelaksanaan PIS-PK sehingga sudah seharusnya setiap petugas

kesehatan yang akan melaksanakan progam memahami cara menggunakan aplikasi

ini (Kemenkes, 2016). Dalam penelitian ini, sebagian besar petugas kesehatan telah

memahami cara menggunakan aplikasi sehat yang juga didukung oleh kemampuan

dalam mengoperasikan komputer.

Gambaran sumber daya manusia petugas kesehatan mengenai kemampuan

menghitung IKS secara manual. Dari hasil penelitian, diketahui bahwa hanya 28

orang (39,4%) yang dapat menghitung Indeks Keluarga Sehat (IKS) secara manual.

Kemampuan menghitung IKS secara manual merupakan hal penting yang harus

dimiliki oleh petugas kesehatan yang bertugas melaksanakan PIS-PK. Penelitian

yang dilakukan oleh Agni (2018) menemukan adanya permasalahan pada Aplikasi
97

Keluarga Sehat dimana aplikasi tidak dapat memunculkan hasil perhitungan IKS

secara otomatis ketika pengisian data kelaurga telah selesai. Untuk menanggulangi

hal tersebut, beberapa puskesmas di Yogyakarta menggunakan format perhitungan

IKS secara manual untuk dapat menghasilkan angka IKS keluarga yang telah

didata.

Berdasarkan hasil wawancara, petugas yang telah mengikuti pelatihan

sudah pernah diajari cara menghitung IKS secara manual, tetapi petugas sudah lupa

karena waktu pelatihannya tahun lalu sehingga mereka harus belajar kembali cara

menghitung IKS manual. Hal tersebut menjadi salah satu sebab belum ada hasil

rekapitulasi data kesehatan keluarga hampir di seluruh puskesmas yang menjadi

lokus penelitian.

Gambaran kategori sumber daya manusia secara kualitas dalam

pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan. Berdasarkan tabel 15 distribusi

kategori sumber daya manusia secara kualitas petugas kesehatan dalam

pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan, bahwa responden yang memiliki

kategori sumber daya manusia secara kualitas baik yaitu 52 orang (73,2%) dan

sebanyak 19 orang (26,8%) memiliki kategori sumber daya manusia secara kualitas

kurang baik. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas sumber daya manusia secara

umum sudah baik, namun dalam hal kemampuan petugas untuk menghitung IKS

secara manual masih sangat kurang.

Kemampuan menghitungan IKS secara manual akan meningkatkan kualitas

petugas kesehatan dalam pelaksanaan program. Kemampuan ini sangat dibutuhkan

dalam hal menyimpulkan hasil pendataan keluarga, yang pada akhirnya akan

berhubungan dengan pengkategorian status keluarga (sehat, pra sehat atau tidak
98

sehat) dan menjadi dasar dalam membuat perencanaan intervensi masalah

kesehatan (Kementerian Kesehatan RI, 2016). Petugas kesehatan yang tidak

memiliki kemampuan menghitung IKS menjadi indikator yang penting dalam

menentukan kualitas sumber daya petugas yang ada di puskesmas. Walaupun

secara umum kualitas sumber daya manusia sudah berada dalam kategori baik

(73,2%) namun karena sebagian besar petugas tidak bisa menghitung IKS secara

manual (60,6%) akan berdampak kepada pengolahan data, dimana belum ada

satupun puskesmas yang menjadi lokus penelitian merekapitulasi hasil pendataan

keluarga dalam bentuk IKS keluarga maupun IKS kelurahan serta persentase

cakupan dari 12 indikator keluarga sehat.

Gambaran faktor reinforcing petugas kesehatan dalam pelaksanaan


PIS-PK di Puskesmas Kota Medan.

Gambaran imbalan petugas kesehatan dalam pelaksanaan PIS-PK di

Puskesmas Kota Medan. Imbalan merupakan bentuk balasan jasa yang diterima

oleh petugas kesehatan sebagai upah jasa dalam melaksanakan tugasnya pada PIS-

PK. Berdasarkan tabel 15, terdapat 58 orang (81,7%) petugas yang menjawab telah

mendapatkan imbalan tambahan untuk kunjungan rumah dan 57 orang (80,3%)

menyatakan bahwa imbalan tersebut mendorong petugas untuk melaksakan PIS-PK

dengan baik. Namun terdapat 30 orang (42,3%) yang menyatakan bahwa

insetif/imbalan tambahan yang diterima tersebut tidak sesuai dengan pekerjaan

yang telah dilakukan.

Dari hasil wawancara, beberapa petugas menyatakan bahwa imbalan

memang ada untuk turun lapangan dalam rangka pendataan keluarga namun yang

dirasakan oleh petugas tidak sebanding dengan apa yang telah dikerjakan, karena
99

untuk pendataan satu kepala keluarga (KK) tidak hanya dilakukan dalam satu kali

kunjungan, bisa sampai dua kali kunjungan jika keluarga yang didatangi tidak

berada di rumah. Sedangkan imbalan untuk pendataan sudah ditetapkan dengan

hitungan pendataan per KK, bukan berapa kali kunjungan pendataan dilakukan

untuk satu KK.

Berdasarkan hasil distribusi kategori imbalan petugas kesehatan dalam

pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan yaitu responden yang termasuk

dalam kategori imbalan baik yaitu sebanyak 50 orang (70,4%) dan responden yang

termasuk dalam kategori imbalan kurang baik yaitu sebanyak 21 orang (29,6%).

Dapat disimpulkan bahwa imbalan yang diterima oleh petugas kesehatan sudah

tergolong baik. Namun imbalan yang baik belum tentu akan membuat seorang

petugas merasakan adanya kepuasaan terhadap balas jasa yang telah diterimanya.

Kepuasaan seorang karyawan akan kompensasi yang diterimanya dipengaruhi oleh

sistem kompensasi perusahan tempatnya bekerja (Sunyonto, 2013).

Gambaran dukungan pimpinan pada petugas kesehatan dalam


pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan.

Gambaran dukungan pimpinan pada petugas kesehatan mengenai

dorongan dan teguran serta pemantauan pimpinan dalam pelaksanaan PIS-PK.

Berdasarkan tabel 17, diketahui bahwa terdapat 69 orang (97,2%) yang

mendapatkan dorongan dari pimpinan untuk dapat melaksanakan PIS-PK dan 64

orang (90,1%) menyatakan pernah mendapatkan teguran apabila belum mencapai

target. Namun terdapat 8 orang (11,3%) yang menjawab pimpinan tidak melakukan

monitoring dan evaluasi secara langsung dan 11 orang (15,5%) yang juga

menjawab bahwa pimpinan tidak memberikan solusi terhadap masalah yang


100

dihadapi pada saat melaksanakan PIS-PK.

Dari hasil wawancara, beberapa petugas menyatakan bahwa kepala

puskesmas hanya memantau perkembangan pendataan dengan menanyakan jumlah

pendataan keluarga namun tidak langsung ikut dalam kunjungan keluarga serta

kurang dalam memberikan solusi terhadap masalah yang ditemukan di lapangan.

Menurut Herlambang (2014), terdapat beberapa ciri kepemimpinan yang

ideal untuk menjalankan organisasi, antara lain fisik yang menyenangkan, berguna

dan mampu mengarahkan, antusias, bersahabat, integritas, mempunyai keahlian

khusus, kemampuan mengambil keputusan, kecerdasan, perasaan damai serta

kemampuan untuk membimbing. Dalam penelitian ini, sangat dibutuhkan ciri-ciri

seorang pemimpin yang berpengaruh terhadap bawahannya, dimana pimpinan

tersebut dapat memberikan dorongan dan pengarahan untuk tugas yang dikerjakan

oleh bawahannya serta kemampuan membimbing bawahan untuk mampu dan mau

mengerjakan setiap tugas yang diberikan. Namun yang terjadi dalam penelitian ini,

pemimpin hanya melakukan pemantauan untuk pelaksanaan program, dalam

bentuk dorongan untuk mengerjakan program dengan baik dan teguran jika belum

mencapai target tetapi dalam melakukan perannya sebagai pembimbing, tidak

dilakukan dalam bentuk memberikan monitoring dan evaluasi secara langsung dan

tidak dapat memberikan solusi terhadap setiap masalah yang dihadapi oleh petugas.

Gambaran dukungan pimpinan pada petugas kesehatan dalam memberikan

penghargaan. Dari hasil penelitian, sebanyak 36 orang (50,7%) menyatakan pernah

mendapatkan penghargaan dari pimpinan atas kinerja petugas (pujian, penghargaan

berupa uang atau barang) dan sebanyak 35 orang (49,3%) menjawab tidak.

Berdasarkan hasil wawancara apabila petugas telah menyelesaikan tugasnya,


101

mereka tidak mendapatkan penghargaan secara khusus. Pimpinan hanya

mengevaluasi pelaksanaan program saja tanpa memberikan umpan balik kepada

petugas yang telah mengerjakannya.

Dalam teori motivasi oleh Abraham Maslow, manusia juga memiliki

kebutuhan penghargaan yang meliputi kebutuhan keinginan untuk dihormati,

dihargai atas prestasi, pengakuan atas faktor kemampuan dan keahlian seseorang

serta efektivitas kerja seseorang (Sunyonto, 2013). Meskipun dalam penelitian ini,

pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan belum mencapai target pendataan

dan berada pada kategori pelaksanaan kurang baik, namun untuk pencapaian kerja

yang telah dilakukan oleh petugas kesehatan tetap membutuhkan adanya

penghargaan dari pimpinan sehingga petugas kesehatan mendapatkan dorongan

untuk mengerjakan PIS-PK dengan lebih baik lagi.

Gambaran kategori dukungan pimpinan pada petugas kesehatan dalam

pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan. Berdasarkan tabel 18 hasil

distribusi kategori dukungan pimpinan pada petugas kesehatan dalam pelaksanaan

PIS-PK di Puskesmas Kota Medan bahwa responden yang memiliki dukungan

pimpinan yang baik yaitu 65 orang (91,5%) dan responden dengan dukungan

pimpinan kurang baik yaitu 6 orang (8,5%). Dari data tersebut dapat disimpulkan

bahwa secara umum dukungan pimpinan sudah tergolong baik kepada petugas

kesehatan yang melaksanakan PIS-PK.

Skinner, yang dikutip oleh L. Gaol (2018), menyatakan bahwa salah satu

faktor yang paling kuat untuk berperilaku adalah faktor penguatan (reinforcement),

yaitu apabila sebuah perilaku diberikan penguatan akan memberikan peluang pada

sebuah perilaku dimana perilaku tersebut akan dilakukan kembali, terkhusus


102

apabila penguatan yang diberikan berupa penguatan positif. Merujuk kepada

penelitian ini, apabila petugas kesehatan diberikan dukungan positif oleh lingkunga

kerjanya terkhusus oleh pimpinan, maka petugas kesehatan tersebut akan memiliki

semangat dan motivasi untuk mengerjakan tugasnya di puskesmas, dalam hal ini

tugas melaksanakan PIS-PK.

Gambaran dukungan lintas sektor pada petugas kesehatan dalam


pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan.

Gambaran dukungan lintas sektor pada petugas kesehatan mengenai peran

lintas sektor dalam melakukan kunjungan rumah. Berdasarkan tabel 19, diketahui

bahwa terdapat 68 orang (95,8%) menyatakan bahwa lintas sektor (kepala lingkung

dan kader kesehatan) juga ikut mendampingi dalam melakukan kunjungan rumah

dan juga membantu petugas dalam menyelesaikan masalah (misalnya penolakan

dari masyarakat) ketika melakukan kunjungan rumah. Hal tersebut membuktikan

adanya dukungan kerja sama yang baik dari pemerintah camat, lurah/desa maupun

kepala lingkungan dalam pelaksanaan PIS-PK.

Keterlibatan tenaga dari masyarakat sebagai mitra, yang merupakan salah

satu komponen yang harus diadakan atau dikembangkan dalam pelaksanaan

pendekatan keluarga, juga telah dilakukan oleh kader-kader kesehatan yang turut

serta mendampingi dalam melakukan kunjungan rumah (Kementerian Kesehatan

RI, 2016). Merujuk kepada hal tersebut, dukungan lintas sektor terhadap

pelaskanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan sudah terjalin dengan kerja sama

yang baik sehingga memudahkan petugas untuk melakukan kunjungan rumah

dengan adanya pendampingan dari kader kesehatan serta pemerintah setempat yang

juga mau membantu jika ada masalah penolakan dari masyarakat.


103

Gambaran dukungan lintas sektor pada petugas kesehatan mengenai peran

Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam pelaksanaan PIS-PK. Dari hasil

penelitian, sebanyak 51 orang (71,8%) menyatakan telah mengikuti pelatihan PIS-

PK yang telah dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Provinsi dan/atau Dinas

Kesehatan Kota Medan dan sebanyak 20 orang (28,2%) menyatakan tidak

mendapatkan pelatihan. Dari hasil wawancara, petugas yang belum mengikuti

pelatihan dikarenakan adanya pembatasan jumlah petugas yang dilatih, yaitu 5

petugas untuk mewakili 1 pu skesmas, sehingga tidak semua petugas mendapatkan

pelatihan mengenai PIS-PK. Masalah lainnya ialah keterlambatan pelaksanaan

pelatihan dimana ada beberapa petugas puskemas yang sudah terlebih dahulu

menjalankan PIS-PK namun belum mendapatkan pelatihan sampai saat penelitian

ini dilakukan. Sedangkan untuk bimbingan dan pemantauan dalam pelaksanaan

PIS-PK, ada 8 orang (11,3%) yang menjawab Dinas Kesehatan Kota Medan hanya

melakukan pemantauan jumlah pendataan keluarga sehat namun tidak melakukan

bimbingan dalam membantu menyelesaikan permasalahan yang dihadapi

puskesmas dalam pelaksanaan PIS-PK.

Peran dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota memiliki tiga peran utama

dalam pelaksanaan PIS-PK yang telah ditetapkan dalam Permenkes nomor 36

tahun 2016, antara lain pengembangan sumber daya dengan mengupayakan

terpenuhinya jumlah tenaga kesehatan di Puskesmas serta dapat berkoordinasi

dengan Dinas Kesehatan Provinsi untuk menyelenggarakan pembekalan/pelatihan

tenaga kesehatan, peran koordinasi dan bimbingan dilakukan guna membantu

memecahkan masalah-masalah yang dihadapi puskesmas serta peran pemantauan

dan pengendalian dilaksanakan dengan menggembangkan sistem pelaporan. Ketiga


104

hal tersebut masih belum optimal dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Medan

dalam pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan (Kementerian Kesehatan RI,

2016).

Gambaran kategori dukungan lintas sektor pada petugas kesehatan dalam

pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan. Berdasarkan tabel 20 hasil

distribusi kategori dukungan lintas sektor pada petugas kesehatan dalam

pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan bahwa seleruh responden telah

memiliki dukungan lintas sektor yang baik yaitu 71 orang (100%). Namun untuk

dukungan dari Dinas Kesehatan Kota Medan, dalam peran pengembangan sumber

daya dan bimbingan masih belum optimal dilakukan dalam pelaksanaan PIS-PK di

Puskesmas Kota Medan.

Penelitian mengenai pelaksanaan PIS-PK di Kabupaten Ogan Komering

Ilir dan Kabupaten Jeneponto menunjukkan dukungan lintas sektor yang baik

membuat pelaksanaan pendataan PIS-PK dapat berjalan dengan baik terbukti

dengan cakupan pendataan pada kedua kabupaten tersebut telah mencapai lebih

dari 50%. Implementasi dukungan lintas sektor dalam bentuk sosialisasi PIS-PK

yang dilakukan oleh kepala desa kepada masyarakat serta perangkat desa yang

dilibatkan langsung terutama pada saat petugas melakukan kunjungan rumah

(Laelasari dkk, 2017).

Dukungan dari camat, kepala desa/lurah dan jajarannya dibutuhkan dalam

pelaksanaan PIS-PK untuk keperluan listing rumah tangga yang ada di suatu

desa/RW/RT/dusun secara riil sebagai dasar perencanaan pengorganisasian

lapangan dan diperlukan dalam membantu sosialisasi kepada masyarakat terkait

pendataan keluarga oleh petugas sehingga diharapkan tidak ada lagi penolakan
105

warga terhadap kehadiran petugas. Dukungan lintas sektor tersebut dapat diperoleh

setelah sosialisasi eksternal mengenai PIS-PK dilakukan (Badan Penelitian dan

Pengembangan Kesehatan, 2017).

Gambaran faktor beban kerja petugas kesehatan dalam pelaksanaan PIS-


PK di Puskesmas Kota Medan.

Gambaran faktor beban kerja petugas kesehatan mengenai beban waktu.

Beban waktu tergantung pada ketersediaan waktu senggang dan tumpang tindih

yang terjadi diantara tugas-tugas. Berdasarkan tabel 21 dapat diketahui terdapat 61

orang (85,9%) yang menyatakan bahwa petugas memiliki waktu luang yang sedikit

karena terlalu banyak tugas yang harus dikerjakan. Pernyataan ini pun didukung

oleh dua pernyataan selanjutnya mengenai beban waktu, dimana 44 orang (62%)

menyatakan bahwa tumpang tindih pekerjaan sering terjadi dan 70 orang (98,6%)

menyatakan bahwa petugas harus melakukan kunjungan rumah dan juga harus

menyelesaikan tugas fungsional dalam puskesmas.

Penelitian yang dilakukan oleh Agni (2018) di Yogyakarta dalam

pelaksanaan kegiatan pengumpulan data, petugas merasa beban tugas sehari-hari

sudah menyita tenaga dan waktu sehingga sulit apabila harus ditambah dengan

tugas PIS-PK lainnya. Hal yang sama juga dialami oleh petugas kesehatan yang

melaksanakan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan. Tugas fungsional yang setiap

harinya dilakukan sudah menyita waktu petugas sehingga ketika PIS-PK hadir

maka tugas petugas pun bertambah. Kondisi tersebut menyebabkan petugas

merasakan tumpang tindih pekerjaan serta waktu luang yang dimiliki oleh petugas

menjadi berkurang.

Gambaran faktor beban kerja petugas kesehatan mengenai beban usaha


106

mental. Beban usaha mental adalah sebuah indikator tentang jumlah perhatian atau

tuntutan mental yang dibutuhkan untuk menyelesaikan sebuah pekerjaan. Hal ini

disebabkan oleh kompleksitas tugas dan jumlah informasi yang harus diproses oleh

seorang operator untuk melakukan tugas dengan baik.

Dari hasil penelitian yang dapat dilihat pada tabel 22, beban usaha mental

yang dirasakan oleh responden dapat dilihat dari jawaban setuju pada pernyataan

bahwa petugas dituntut untuk memiliki kemampuan lebih untuk mengerjakan

program ini yaitu 56 orang (78,9%) dan 63 orang (88,7%) menjawab setuju bahwa

pekerjaan ini membutuhkan tingkat konsentrasi yang tinggi, harus teliti dan sesuai

standar.

Berdasarkan petunjuk teknis pelaksanaan PIS-PK, tenaga kesehatan yang

menjadi pelaksana PIS-PK harus memiliki kemampuan memahami cara

menggunakan Aplikasi Keluarga Sehat serta dapat menghitung IKS secara manual.

Dalam penelitian ini, petugas kesehatan dituntut untuk memiliki kemampuan

tersebut, namun tidak semua dapat melakukan hal tersebut karena tidak mengikuti

pelatihan sehingga petugas yang mengikuti pelatihan akan dilimpahi tugas-tugas

tersebut. Selain dituntut untuk memiliki kemampuan lebih, pelaksanaan PIS-PK

oleh petugas kesehatan juga harus sesuai dengan standar dan tujuan yang telah

ditetapkan dalam petunjuk teknis. Penelitian di Puskesmas Mulyahara Kota Bogor

menunjukkan bahwa puskesmas telah melaksanakan PIS-PK sudah sesuai dengan

standar dan tujuan yang telah ditetapkan (Fauzan, Chotimah dan Hidana, 2018).

Dalam penelitian ini, berdasarkan wawancara diketahui bahwa petugas kesehatan

belum melaksanakan PIS-PK sesuai dengan petunjuk teknis dengan alasan akan

menyita waktu lebih lama jika harus mengikut sesuai dengan standar/prosedur.
107

Gambaran faktor beban kerja petugas kesehatan mengenai beban tekanan

psikologis. Beban tekanan psikologis mengacu pada kondisi yang dapat

menyebabkan terjadinya kebingunan, frustasi yang terkait dengan kinerja tugas,

sehingga membuat penyelesaian tugas menjadi lebih sulit untuk dilaksanakan.

Untuk dimensi tekanan psikologis responden dapat dilihat dari jawaban

responden yaitu 45 orang (63,4%) yang menyatakan tidak setuju bahwa tingkat

kompensasi dapat mengurangi tekanan pekerjaan. Dari hasi wawancara, petugas

menyatakan bahwa imbalan yang diberikan dalam program ini tidak banyak

sehingga tidak ada pengaruhnya terhadap beban kerja yang dirasakan oleh petugas.

Kondisi ini sesuai dengan hasil penelitian pada variabel imbalan petugas kesehatan

dalam pelaksanaan PIS-PK, dimana petugas tidak merasakan kepuasan dari

imbalan tambahan yang didapatkan karena melakukan kunjungan rumah.

Gambaran tingkat beban kerja petugas kesehatan dalam pelaksanaan PIS-

PK di Puskesmas Kota Medan. Berdasarkan tabel 22 distribusi beban kerja petugas

kesehatan dalam pelaksanan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan bahwa hampir

seluruh petugas kesehatan merasakan beban kerja yang tinggi yaitu 60 orang

(84,5%) dan terdapat 11 orang (15,5%) yang merasakan beban kerja rendah. Dari

hasil wawancara, petugas merasakan beban kerja tinggi dikarenakan petugas sudah

memiliki tanggung jawab dalam mengerjakan tugas fungsional dalam puskesmas

ditambah dengan adanya tugas tambahan PIS-PK menjadi double job.

Hasil penelitian Sutarman (2008) menyatakan bahwa petugas akan merasa

ringan apabila terdapat pembagian pekerjaan dengan orang lain mengenai

pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya, tetapi akan menjadi berat apabila telah

dibebani tanggung jawab pekerjaan lebih dari 1 (rangkap tugas). Dalam penelitian
108

ini, beban kerja dirasakan oleh petugas kesehatan yang harus menanggungjawabi

pelaksanaan PIS-PK karena telah mengikuti pelatihan sehingga dianggap lebih

memahami program tersebut dibandingkan petugas kesehatan lainnya yang ada di

puskesmas.

Gambaran pelaksanaan program Indonesia sehat dengan pendekatan


keluarga (PIS-PK) oleh petugas kesehatan di Puskesmas Kota Medan.

Gambaran pelaksanaan petugas kesehatan mengenai pelaksanaan

pengumpulan data keluarga sehat. Berdasarkan tabel 23 dapat diketahui bahwa

hampir seluruh responden, yaitu 70 orang (98,6%) melakukan pengumpulan data

melalui kunjungan rumah dan juga melibatkan lintas sektor untuk mendampingi,

hanya ada 1 orang (1,4%) yang tidak melakukan kunjungan rumah karena ada

pembagian tugas sebagai penginput dan pengolah data saja.

Dalam pelaksanaan kegiatan pengumpulan data keluarga sehat, seluruh

petugas kesehatan dalam puskesmas harus turun lapangan. Hal tersebut sesuai

dengan petunjuk teknis pelaksanaan PIS-PK, bahwa pendataan harus dilakukan

oleh tenaga kesehatan karena pada saat pendataan, sudah bisa langsung dilakukan

intervensi minimal berupa pemberian lembar informasi kesehatan dan penyuluhan

kesehatan yang sesuai dengan masalah kesehatan yang ditemui pada keluarga

tersebut (Kementerian Kesehatan RI, 2016). Namun pada pelaksanaan pemberian

informasi, sebanyak 40 orang (56,3%) yang menjawab tidak menggunakan

pinkesga karena ketersediaan pinkesga hanya sedikit dan dipakai bergantian dengan

petugas lain yang melakukan kunjungan rumah.

Gambaran pelaksanaan petugas kesehatan mengenai pengolahan data.

Dalam pelaksanaan pengolahan data keluarga sehat, penginputan data pada


109

Aplikasi Keluarga Sehat hanya dilakukan oleh 53 orang (74,6%) dan perhitungan

Indeks Keluarga Sehat (IKS) secara manual hanya dilakukan oleh 26 orang

(36,6%). Hal tersebut berhubungan dengan kemampuan petugas kesehatan yang

masih kurang dalam memahami Aplikasi Keluarga Sehat dan pengetahuan yang

kurang mengenai cara menghitung IKS secara manual sehingga tidak semua

petugas kesehatan juga melakukan pengolahan data.

Penyimpanan data keluarga yang telah dikumpulkan dengan menggunakan

aplikasi program entry, yaitu Aplikasi Keluarga Sehat, yang selanjutnya disimpan

dalam pangkalan data keluarga yang merupakan subsistem dari sistem pelaporan

puskesmas. Selanjutnya, data keluarga diolah untuk menghitung IKS masing-

masing keluarga, IKS tingkat RT/RW/Keluruhan/Desa dan cakupan tiap indikator

dalam lingkup RT/RW/Kelurahan/Desa, serta IKS tingkat kecamatan dan cakupan

tiap indikator dalam lingkup kecamatan. Hasil perhitungan IKS tersebut,

selanjutnya dapat menentukan kategori kesehatan masing-masing keluarga yang

terbagi dalam 3 kategori, yaitu keluarga sehat, pra-sehat dan tidak sehat

(Kementerian Kesehatan RI, 2016)

Merujuk kepada petunjuk teknis pengolahan data, dalam penelitian ini tidak

semua petugas kesehatan yang melaksanakan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan

melakukan penginputan data serta perhitungan IKS dari keluarga yang telah didata.

Hal tersebut disebabkan oleh faktor kualitas sumber daya manusia petugas

kesehatan, dimana tidak semua petugas kesehatan dapat mengoperasikan komputer

serta memahami cara penggunaan Aplikasi Keluarga Sehat dan dapat menghitung

IKS keluarga secara manual.

Gambaran pelaksanaan petugas kesehatan mengenai analisis data dan


110

perencanaan intervensi masalah kesehatan. Tahapan selanjutnya adalah melakukan

analisis masalah dan penentuan prioritas masalah kesehatan, terdapat 18 orang

(25,4%) yang menjawab belum melakukan hal tersebut. Setelah itu, menetapkan

penyebab masalah kesehatan dan penyusunan rencana puskesmas untuk intervensi

masalah, namun 71 orang (100%) menjawab belum melakukan kegiatan tersebut.

Analisis masalah kesehatan, menentukan prioritas masalah kesehatan serta

mencari penyebab masalah kesehatan merupakan tahapan selanjutnya yang

dilakukan berdasarkan hasil pengolahan data keluarga. Hasil dari analisis tersebut

akan menjadi acuan dalam membuat perencanaan dalam menetapkan cara

pemecahan masalah kesehatan, baik di tingkat keluarga, RT/RW/kelurahan/desa.

Kemudian perencanaan tersebut akan dituangkan dalam bentuk matrik Rencana

Usulan Kesehatan (RUK) (Kementerian Kesehatan RI, 2016).

Dari hasil wawancara, seluruh responden menyatakan bahwa penyususan

rencana intervensi masalah belum dapat dilaksanakan karena pengumpulan data

keluarga sehat yang belum mencapai 100% pendataan (total coverage) dan data

tersebut belum bisa dijadikan dasar dalam membuat perencanaan intervensi

program. Sehingga intervensi masalah kesehatan yang dilakukan sejauh ini masih

berupa pemberian informasi kesehatan yang dilakukan pada saat pengumpulan data

serta melakukan penyuluhan kesehatan terkait 12 indikator keluarga sehat di

posyandu.

Gambaran tingkat pelaksanaan PIS-PK oleh petugas kesehatan di

Puskesmas Kota Medan. Berdasarkan tabel 24 distribusi kategori pelaksanaan

Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga di Puskesmas Kota Medan

dapat diketahui bahwa responden yang melaksanakan PIS-PK termasuk dalam


111

kategori baik sebanyak 29 orang (40,8%) dan kurang baik sebanyak 42 orang

(59,2%).

Dari wawancara dengan penanggung jawab/supervisior dan tenaga

administrasi PIS-PK, mengenai cakupan pendataan keluarga di 13 puskesmas lokus

penelitian, dapat dibagi ke dalam 2 kategori dengan cakupan pendataan >50% dan

cakupan pendataan <50%. Puskesmas yang termasuk dalam kategori cakupan

>50% adalah Puskesmas Medan Johor (75%), Puskesmas Darussalam (63%),

Puskesmas Medan Area Selatan (60,87%), Puskesmas Mandala (60%), Puskesmas

Medan Labuhan (60%), Puskesmas Sukaramai (56%), dan Puskesmas Kota

Matsum (53%). Sedangkan puskesmas yang termasuk dalam kategori cakupan

<50% adalah Puskesmas Pekan Labuhan (48,3%), Puskesmas Sering (45,3%),

Puskesmas Bestari (42%), Puskesmas Kedai Durian (30%), Puskesmas Martubung

(28,08%) dan Puskesmas Rantang (17%).

Secara umum, pelaksanaan PIS-PK masih berfokus kepada pendataan

keluarga sehat karena belum ada satu pun puskesmas yang telah mencapai total

coverage atau 100% pendataan keluarga sehat, sehingga dalam pengolahan data,

perumusan masalah dan perencanaan program intervensi pun belum dapat

dilaksanakan. Kondisi cakupan pendataan ini menjadi permasalahan yang

menjadikan pelaksanaan PIS-PK di 13 puskesmas lokus penelitian ini belum ada

yang termasuk dalam kategori baik. Kegiatan intervensi yang telah dilakukan

selama ini hanya berupa penyuluhan yang dilakukan saat kunjungan rumah untuk

pendataan, kemudian untuk keluarga dengan masalah kesehatan khusus akan

dilakukan kunjungan lanjutan sebagai bentuk intervensi dan/atau mengajak

keluarga untuk melakukan pemeriksaan kesehatan di puskesmas. Untuk kunjungan


112

rutin dalam rangka pembinaan, belum ada satu pun puskesmas yang melakukan

kegiatan tersebut.

Permasalahan utama dalam pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan

ialah pada sumber daya manusia dimana petugas kesehatan kurang berkomitmen

dalam menjalan program serta memiliki pemahaman yang kurang. Pemahaman

petugas yang kurang disebabkan oleh tidak semua petugas mengikuti pelatihan

program yang diselenggarakan oleh Dinas Kesehatan Kota Medan maupun Dinas

Kesehatan Provinsi Sumatera Utara. Ada pembatasan jumlah peserta yang

ditetapkan dalam pelatihan dimana setiap puskesmas hanya mengirimkan 5 petugas

sebagai perwakilan. Diharapkan dari kelima petugas yang telah dilatih akan

melanjutkan pemberian materi dalam pelatihan tersebut kepada petugas kesehatan

lainnya di masing-masing puskesmas. Namun yang terjadi di puskesmas,

perwakilan petugas yang telah mengikuti pelatihan tidak melanjutkan materi yang

didapatkan dalam pelatihan kepada petugas lainnya di puskesmas. Dalam

permasalahan ini, peran kepala puskesmas sebagai pimpinan sangat dibutuhkan

untuk dapat memastikan diseminasi informasi yang didapatkan dalam pelatihan

kepada petugas kesehatan lainnya. Kepala puskesmas juga harus berperan untuk

mendorong terbentuknya komitmen yang baik dari seluruh petugas kesehatan yang

melaksanakan PIS-PK sehingga dalam pelaksanaannya dapat mencapai target atau

tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

Keberhasilan pelaksanaan PIS-PK membutuhkan pemahaman dan

komitmen yang sungguh-sungguh, teratur dan dengan perencanaan yang matang

dari seluruh petugas puskesmas serta dukungan kerja sama yang baik dari lintas

sektor di luar bidang kesehatan. Dengan adanya pemahaman dan komitmen yang
113

kuat akan memperoleh hasil yaitu tercapainya target area prioritas atau sasaran dari

program ini. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebagai pusat dari puskesmas juga

berperan penting dalam mendukung terbentuknya komitmen untuk bekerja di

dalam dan di luar gedung puskema (Kementerian Kesehatan RI, 2016).

Analisis Bivariat

Analisis pengaruh faktor predisposing petugas kesehatan terhadap


pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan.

Analisis pengaruh pengetahuan petugas kesehatan terhadap pelaksanaan

PIS-PK di Puskesmas Kota Medan. Berdasarkan hasil analisis bivariat pengaruh

pengetahuan petugas kesehatan terhadap pelaksanaan PIS-PK, dapat dilihat bahwa

variabel pengetahuan memiliki nilai p yaitu 0,022, yang berarti pengetahuan

petugas kesehatan memiliki korelasi terhadap pelaksanaan PIS-PK. Dari tabel 25,

dapat diketahui bahwa pengetahuan yang kurang menunjukkan hasil pelaksanaan

PIS-PK yang kurang baik juga. Hal tersebut menunjukkan bahwa pengetahuan

petugas mempengaruhi pelaksanaan PIS-PK.

Permasalahan dalam pengetahuan petugas kesehatan yang rendah

disebabkan oleh tidak semua petugas kesehatan yang melaksanakan PIS-PK di

Puskesmas Kota Medan mengikuti pelatihan program yang diselenggarakan oleh

Dinas Kesehatan Kota Medan maupun Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara,

terdapat 20 orang (28,2%) yang masih belum dilatih. Sejalan dengan penelitian

kualitatif oleh Dewi dkk (2019) di Kecamatan Kota Juang Kabupaten Bireuen

mengenai analisis pelaksanaan PIS-PK, bahwa tidak semua staf memahami dengan

baik tentang PIS-PK, karena tidak ikut serta dalam pelatihan PIS-PK. Penelitian

persiapan pelaksanaan PIS-PK di Kabupaten Lebak, juga menunjukkan hal yang


114

sama, dimana para tenaga enumerator hanya diberikan sosialisasi selama 1 hari

mengenai daftar pertanyaan yang ada di kuesioner PIS-PK. Mereka tidak dibekali

pemahaman mengenai definisi operasional dari masing-masing pertanyaan.

Dikhawatirkan apabila tidak dibekali dengan pengetahuan yang cukup, maka

enumerator dalam melakukan tugasnya di lapangan tidak sesuai dengan sasaran

yang ingin dicapai (Laesari dkk, 2017).

Permasalahan pemahaman petugas menjadi hambatan dalam pengumpulan

data kesehatan di lapangan. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan peserta pada saat

pelatihan sehingga setiap petugas memiliki persepsi yang berbeda-beda (Agni,

2018). Dalam penelitian ini, penyebab dari kurangnya pengetahuan petugas

kesehatan mengenai pelaksanaan PIS-PK adalah pelatihan PIS-PK, dimana tidak

semua petugas mengikuti pelatihan dan pelatihan yang dilaksanakan pun tidak

dapat membuat petugas memahami PIS-PK dengan baik.

Analisis pengaruh motivasi petugas kesehatan terhadap pelaksanaan

PIS-PK di Puskesmas Kota Medan. Berdasarkan tabel 27 hasil analisis bivariat

motivasi petugas kesehatan terhadap pelaksanaan PIS-PK, dapat dilihat bahwa

variabel motivasi memiliki nilai p yaitu 0,144, yang berarti bahwa motivasi petugas

kesehatan memiliki korelasi terhadap pelaksanaan PIS-PK. Setengah dari petugas

dengan motivasi yang baik, yaitu 40 orang dari 59 (57,9%) berada pada kategori

pelaksanaan PIS-PK kurang baik.. Hal ini menunjukkan bahwa motivasi yang baik

dari petugas tidak mempengaruhi pelaksanaan PIS-PK. Motivasi yang baik tidak

dapat mendorong petugas untuk mengerjakan PIS-PK dengan baik.

Dalam teori motivasi mengenai tingkatan kebutuhan manusia oleh Abraham

H. Maslow, terdapat hierarki kebutuhan, yang terdiri dari kebutuhan fisiologis


115

(sandang, pangan), rasa aman (bebas bahaya), kasih sayang, dihargai dan

dihormati, serta kebutuhan aktualisasi diri. Manusia sebagai makhluk sosial akan

terus menimbulkan kebutuhan yang perlu dipenuhi, kemudian akan menimbulkan

kebutuhan lain yang terus meningkat atau berjenjang menunjukan urutan

kebutuhan yang harus dipenuhi dalam waktu tertentu dan kebutuhan tersebut saling

berhubungan (Notoatmodjo, 2010). Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya

bahwa kebutuhan dasar petugas kesehatan yang melaksanakan PIS-PK di

Puskesmas Kota Medan telah terpenuhi sehingga dapat menggerakan petugas untuk

terus mengerjakan program dan dengan pelaksanaan program tersebut setiap

tingkatan kebutuhan lainnya pun terpenuhi.

Hamali (2016) menyatakan bahwa seseorang yang termotivasi, yaitu orang

yang melaksanakan upaya substansial guna menunjang tujuan dari organisasi

tempatnya bekerja. Seseorang yang tidak termotivasi hanya memberikan upaya

minimum dalam hal bekerja, sehingga konsep motivasi merupakan sebuah konsep

penting dalam studi tentang kinerja individual. Namun motivasi bukanlah satu-

satunya faktor penentu dalam perilaku seseorang dalam sebuah organisasi

(Herlambang, 2014). Walaupun tingkat motivasi petugas kesehatan sudah baik,

faktor pemungkin dan faktor pendorong lainnya juga memiliki pengaruh terhadap

terbentuknya perilaku seorang petugas kesehatan sehingga mempengaruhi

pelaksanaan PIS-PK.

Analisis pengaruh faktor enabling petugas kesehatan terhadap


pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan.

Analisis pengaruh sumber daya manusia secara kuantitas petugas

kesehatan terhadap pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan. Hasil uji


116

bivariat terhadap variabel sumber daya manusia secara kuantitas dan pelaksanaan

PIS-PK menunjukkan nilai p > 0,05 yaitu 0,303. Dapat disimpulkan bahwa sumber

daya manusias secara kuantitas tidak memiliki korelasi terhadap pelaksanaan PIS-

PK. Meskipun kuantitas SDM yang ada di puskesmas tergolong dalam kategori

baik namun tidak mempengaruhi pelaksanaan PIS-PK.

Dalam pelaksanaan PIS-PK telah ditetapkan adanya tim kerja khusus untuk

menanggungjawabi progam dan seluruh petugas di puskesmas juga harus turut

serta dalam kegiatan pendataan keluarga di wilayah kerjanya. Namun jika dilihat

dari kecukupan sumber daya manusia, berdasarkan jawaban responden bahwa 37

orang (52,1%) menjawab sumber daya manusia yang ada tidak mencukupi secara

kuantitas untuk melaksanakan PIS-PK. Hal tersebut disebabkan oleh kualitas SDM,

dimana tidak semua petugas memiliki kemampuan yang sama, sehingga dalam

pelaksanaannya hanya beberapa orang saja yang diberikan tanggung jawab lebih

banyak dibandingkan dengan yang lain. Permasalahannya terletak pada pembagian

tugas yang tidak merata kepada seluruh petugas kesehatan di puskesmas sehingga

petugas merasa kekurangan jumlah petugas dalam pelaksanaan PIS-PK.

Penelitian mengenai aspek SDM dalam pelaksanaan PIS-PK di Kota

Depok, menunjukkan adanya kekurangan SDM untuk melakukan pendataan PIS-

PK serta sedikitnya jumlah petugas yang mengikuti pelatihan. Hal ini disebabkan

oleh keterbatasan jumlah staf di Puskesmas jika harus mengadakan kegiatan di luar

gedung dan di dalam gedung dalam waktu bersamaan. Namun jika kegiatan luar

gedung dilakukan diluar jam kerja maka akan terkendala dalam hal keterbatasan

waktu dan juga ketiadaan biaya lembur (Astuti dan Soewondo, 2018). Sejalan

dengan hasil penelitian Virdasari dkk (2018) dimana ketersediaan tenaga dirasa
117

kurang untuk melaksanaan kegiatan pendataan keluarga sehingga Puskesmas

Meijin bekerja sama dengan institusi lain yaitu mahasiswa Unimus jurusan

keperawatan sebanyak 10 orang dan petugas gasurkes sebanyak 10 orang. Hal

tersebut sesuai dengan Permenkes nomor 36 tahun 2016 yaitu puskesmas dapat

bekerja sama dengan institusi lain atau merekrut tenaga untuk pengumpulan data.

Analisis pengaruh sumber daya manusia secara kualitas petugas

kesehatan terhadap pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan.

Berdasarkan tabel 28 hasil analisis bivariat pengaruh sumber daya manusia petugas

kesehatan terhadap pelaksanaan PIS-PK, dapat dilihat bahwa variabel sumber daya

manusia secara kualitas memiliki nilai p yaitu 0,0001, yang berarti sumber daya

manusia secara kualitas petugas kesehatan memiliki korelasi terhadap pelaksanaan

PIS-PK. Petugas kesehatan yang memiliki kualitas SDM dalam kategori baik lebih

dari setengah diantaranya berada pada kategori pelaksanaan cukup baik, sehingga

dapat disimpulkan bawa kemampuan petugas sangat menentukan bagaimana

perilaku atau tindakan petugas dalam pelaksanaan PIS-PK. Jika petugas tidak

memiliki kemampuan yang dibutuhkan dalam penelitian ini seperti kemampuan

untuk menghitung IKS dan memahami cara menggunakan Aplikasi Keluarga

Sehat, maka akan sulit untuk melaksanakan PIS-PK dengan baik.

Sejalan dengan penelitian di Puskesmas Mijen Kota Semarang yang

dilakukan untuk menganalisis kegiatan pendataan keluarga, menunjukkan adanya

permasalahan kualitas SDM dikarenakan pelatihan yang didapatkan kurang

mendukung, dalam hal jumlah tenaga yang dilatih dan waktu pelatihan yang kurang

lama untuk mendalami materi (Virdasari dkk, 2018). Selain itu, usia petugas

kesehatan yang berada pada kategori dewasa akhir dan lansia awal menyebabkan
118

kurangnya pemahaman akan teknologi Aplikasi Keluarga Sehat, sehingga

pengolahan data keluarga dilimpahkan hanya kepada petugas kesehatan yang

berusia muda dan dijadikan sebagai administrasi untuk PIS-PK. Penelitian

implementasi PIS-PK di Bandung oleh Ghozali (2017), yang dikutip oleh Astuti

dan Soewondo (2018), bahwa keterbatasan kualitas SDM berpengaruh pada

capaian jumlah keluarga yang terdata.

Dalam penelitian ini, meskipun pelaksanaan PIS-PK diwajibkan untuk

seluruh petugas kesehatan yang ada di masing-masing puskesmas, namun dalam

pengerjaannya hanya beberapa orang saja yang bertanggung jawab untuk

melakukan PIS-PK, mulai dari pengumpulan data keluarga hingga pengolahan hasil

data keluarga. Hal tersebut dikarenakan tidak semua petugas kesehatan memiliki

kemampuan untuk mengolah data dan tidak semua petugas kesehatan mengikuti

pelatihan PIS-PK.

Analisis pengaruh faktor reinforcing petugas kesehatan terhadap


pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan.

Analisis pengaruh imbalan petugas kesehatan terhadap pelaksanaan

PIS-PK di Puskesmas Kota Medan. Berdasarkan tabel 29 hasil analisis bivariat

pengaruh imbalan petugas kesehatan terhadap pelaksanaan PIS-PK, dapat dilihat

bahwa variabel imbalan memiliki nilai p > 0,05 yaitu sebesar 0,401, yang berarti

imbalan tidak memiliki korelasi terhadap pelaksanaan PIS-PK. Petugas kesehatan

dengan kategori imbalan baik, yaitu 28 orang (56%) berada pada kategori

pelaksanaan PIS-PK kurang baik. Hal ini dapat disebabkan oleh ketidakpuasan

petugas akan imbalan atau kompensasi yang didapatkan dalam mengerjakan

program PIS-PK.
119

Menurut Sunyoto (2013), kepuasan merupakan istilah evaluatif yang

menggambarkan suatu sikap suka atau tidak suka. Oleh karena itu, kepuasan akan

kompensasi/imbalan mengacu kepada sistem kompensasi organisasi. Kepuasaan

gaji akan memengaruhi keputusan karyawan tentang seberapa keras dia akan

bekerja. Kompensasi memengaruhi kepuasan dan bertindak sebagai umpan balik

yang memampukan kalangan karyawan menyesuaikan perilakunya.

Dalam penelitian ini, meskipun imbalan petugas sudah baik namun tidak

mempengaruhi kepuasan petugas akan imbalan tersebut sehingga pada akhirnya

pun tidak mempengaruhi perilaku petugas dalam pelaksanaan PIS-PK. Sistem

kompensasi atau pemberian imbalan tambahan untuk kunjungan rumah dihitung

berdasarkan jumlah KK yang telah didata oleh petugas, sedangkan untuk mendata

satu KK, kunjungan rumah dapat dilakukan berulang atau lebih dari satu kali

karena kondisi keluarga yang sedang bekerja dan tidak ada di rumah. Pemberian

imbalan tambahan tersebut tidak memperhitungkan jumlah kunjungan rumah yang

dilakukan melainkan kepada hasil pendataan per KK. Hal tersebutlah yang

membuat petugas merasa tidak puas dengan imbalan tambahan yang didapatkan

karena tidak sesuai dengan pekerjaan yang telah dilakukan.

Analisis pengaruh dukungan pimpinan pada petugas terhadap

pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan. Hasil uji bivariat terhadap

variabel dukungan pimpinan dan pelaksanaan PIS-PK menunjukkan nilai p yaitu

0,184, yang berarti bahwa variabel dukungan pimpinan tidak memiliki korelasi

terhadap pelaksanaan PIS-PK. Dari tabel 32 dapat diketahui bahwa petugas yang

mendapatkan dukungan pimpinan dalam kategori baik, 37 orang (56,9%)

diantaranya berada pada kategori pelaksanaan PIS-PK kurang baik. Hal ini
120

menunjukkan bahwa dukungan pimpinan tidak memiliki pengaruh terhadap

pelaskanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan.

Menurut Sutrisno (2010) yang dikutip oleh Hamali (2018), pimpinan yang

berhasil memberikan perhatian atau dukungan yang besar kepada karyawan akan

dapat menciptkan disiplin kerja yang baik. Pimpinan yang mampu memberikan

perhatian dan dukungan khusus kepada karyawan akan selalu dihormati dan

dihargai sehingga akan berpengaruh besar terhadap prestasi, semangat kerja dan

moral kerja karyawan. Dalam penelitian ini, dukungan pimpinan hanya berfokus

kepada dorongan kepada petugas untuk melaksanakan program dengan baik,

kemudian teguran jika program belum mencapai target, serta monitoring dan

evaluasi pencapaian program, tidak berfokus kepada penghargaan akan pekerjaan

yang dilakukan oleh petugas dan masalah-masalah di lapangan yang ditemui oleh

petugas.

Analisis pengaruh faktor beban kerja petugas kesehatan terhadap

pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan. Berdasarkan tabel 31 hasil

analisis bivariat faktor beban kerja petugas kesehatan dan pelaksanaan PIS-PK,

dapat dilihat bahwa variabel beban kerja memiliki nilai p yaitu sebesar 0,741. Nilai

tersebut lebih besar dari 0,05 yang berarti beban kerja tidak memiliki korelasi

terhadap pelaksanaan PIS-PK.

Beban kerja tinggi yang dirasakan petugas kesehatan dapat disebabkan oleh

ketersediaan sumber daya manusia atau petugas kesehatan yang kurang. Penelitian

yang dilakukan oleh Virdasari dkk (2018) menyatakan bahwa ketersediaan tenaga

kesehatan yang kurang menyebabkan tenaga kesehatan yang sudah mempunyai

tugas pokok di puskesmas diberi tugas tambahan untuk mengerjakan PIS-PK.


121

Sejalan dengan penelitian Agni (2018) mengenai pelaksanaan PIS-PK di DIY

Yogyakarta, beban tugas sehari-hari sudah menyita tenaga dan waktu sehingga

menjadi sulit apabila ditambah dengan tugas melaksanakan PIS-PK. Berdasarkan

hasil penelitian Sutarman (2008) menyatakan bahwa petugas akan merasa ringan

apabila terdapat pembagian pekerjaan dengan orang lain mengenai pekerjaan yang

menjadi tanggung jawabnya, tetapi akan menjadi berat apabila telah dibebani

tanggung jawab pekerjaan lebih dari 1 (rangkap tugas).

Dalam penelitian ini, sebagian besar petugas kesehatan merasakan beban

kerja yang tinggi (59,2%) yang mengakibatkan tindakan petugas kesehatan dalam

pelaksanaan PIS-PK pun berada pada kategori pelaksanaan kurang baik (59,2%).

Namun kondisi beban kerja tinggi yang dialami oleh petugas kesehatan

dikarenakan adanya permasalahan dalam hal kualitas sumber daya manusia. Tidak

semua petugas kesehatan memiliki kualitas yang baik yang dibutuhkan dalam

pelaskanaan PIS-PK sehingga hanya beberapa petugas kesehatan yang memiliki

kemampuan yang baik dilimpahkan tugas dalam pelaksanaan program tersebut.

Beban kerja yang dirasakan oleh petugas tidak secara langsung mempenagruhi

pelaksanaan PIS-PK, tetapi kualitas sumber daya manusia petugas kesehatan yang

memiliki pengaruh secara langsung terhadap pelaksanaan PIS-PK.

Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini telah diusahakan dan dilaksanakan sesuai dengan prosedur

ilmiah, namun demikian masih memiliki keterbatasan sebagai pertimbangan ketika

mengevaluasi penelitian ini, yaitu:

1. Pemilihan sampel dilakukan dengan teknik cluster random sampling,

sehingga sampel penelitian yang dilibatkan terbatas, yaitu hanya 71 orang.


122

Maka hasil penelitian tidak dapat digeneralisasikan pada seluruh populasi

dengan jumlah yang besar yaitu pada seluruh petugas kesehatan di

Puskesmas Kota Medan.

2. Penelitian ini menggunakan data berupa jawaban responden atas pertanyaan

yang diajukan pada kuesioner penelitian, sehingga responden mungkin

menjawab pertanyaan tidak secara sungguh-sungguh dan cermat dan

terkadang memberikan jawaban yang tidak menunjukkan keadaan

sesungguhnya. Hal ini bisa diantisipasi peneliti dengan cara mendampingi

responden dalam pengisian kuesioner.


Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan peneliti tentang “Perilaku Petugas

Kesehatan dalam Pelaksanaan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan

Keluarga di Puskesmas Kota Medan”, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Gambaran karakteristik, faktor predisposing, enabling, reinforcing dan

beban kerja petugas kesehatan dalam pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas

Kota Medan antara lain sebagai berikut:

a. Gambaran karakteristik responden; kategori umur dewasa akhir

(47,9%); Sarjana Kesehatan Masayarakat (21,1%); masa kerja lama

(91,5%) dan Jabatan Fungsional Perawat (26,8%).

b. Gambaran faktor predisposing; tingkat pengetahuan kurang (50,7%);

sikap baik (100%) dan motivasi baik (97,2%).

c. Gambaran faktor enabling; ketersediaan sarana dan prasarana baik

(100%); sumber daya manusia secara kuantitas baik (98,6%) dan

kualitas baik (73,2%).

d. Gambaran faktor reinforcing; imbalan baik (70,4%); dukungan

pimpinan baik (91,5%); dan dukungan lintas sektor baik (100%).

e. Gambaran dari faktor beban kerja; beban kerja tinggi (84,5%).

2. Gambaran dari pelaksanaan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan

Keluarga di Puskesmas Kota Medan dimana responden terbanyak berada

pada kategori pelaksanaan kurang baik yaitu 42 orang (59,2%).

123
124

3. Analisis faktor-faktor perilaku yang mempengaruhi petugas kesehatan

dalam pelaksanaan PIS-PK di Puskesmas Kota Medan antara lain sebagai

berikut:

a. Faktor predisposing mempengaruhi petugas kesehatan dalam

pelaksanaan PIS-PK yaitu pada variabel pengetahuan (p = 0,022).

b. Faktor enabling mempengaruhi petugas kesehatan dalam pelaksanaan

PIS-PK yaitu pada variabel sumber daya manusia secara kualitas (p =

0,0001).

Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan peneliti, maka saran yang

dapat diberikan oleh peneliti untuk dapat ditindaklanjuti antara lain:

1. Bagi Dinas Kesehatan Kota Medan

a. Melakukan pelatihan PIS-PK secara berkala atau refresh materi bagi

seluruh petugas pelaksana PIS-PK di Puskesmas Kota Medan

b. Meninjau kembali kebutuhan tenaga pelaksana PIS-PK di tingkat

puskesmas agar penerapan PIS-PK dapat terlaksana dengan baik

c. Pemantauan dan pembimbingan yang terjadwal ke puskesmas untuk

melihat kegiatan pendataan keluarga, sehingga dapat diketahui

permasalahan yang dihadapi puskesmas dan dicari jalan keluarnya

serta memotivasi puskesmas untuk menggunakan data hasil

pendataan PIS-PK dalam perencanaan program.

2. Bagi Puskesmas

a. Melakukan pemetaan pencapaian target pelaksanaan PIS-PK di

wilayah kerja dan perencanaan yang komperhensif dalam hal tenaga


125

pelaksana kunjungan rumah dan mekanisme pengumpulan data serta

sosialisasi lintas sektor untuk kelancaran kegitan kunjungan rumah

b. Memanfaatkan data hasil pendataan sebagai data dasar untuk

perencanaan program intervensi PIS-PK sehingga perencanaan

puskesmas lebih matang.

c. Pimpinan puskesmas melakukan monitoring dan evaluasi yang

terjadwal sehingga permasalahan yang dihadapi petugas dapat

diketahui dan dicari jalan keluarnya.


Daftar Pustaka

Agni, M. G. K. (2018). Kesiapan Daerah Istimewa Yogyakarta dalam penerapan


program Indonesia sehat dengan pendekatan keluarga. Jurnal Formal
(Forum Ilmiah) KesMas Respati, 3(1), 47. Diaskes dari
http://formilkesmas.respati.ac.id/index.php/formil/article/view/111

Amin, M. A., & Juniati, D. (2017). Klasifikasi kelompok umur manusia


berdasarkan analisis dimensi fraktal box counting dari citra wajah dengan
deteksi tepi canny. Jurnal Ilmiah Matematika, 2(6), 34. Diakses dari
http://jurnalmahasiswa.unesa.ac.id/index.php/mathunesa/article/view/193

Astuti, T. S. R., & Soewondo, P. (2018). Analisis kesiapan pembiayaan hipertensi,


diabetes melitus dan gangguan jiwa dalam mendukung program Indonesia
sehat dengan pendekatan keluarga (PIS-PK) tahun 2018-2020. Jurnal
Ekonomi Kesehatan Indonesia, 3(1), 144. Diakses dari
http://journal.fkm.ui.ac.id/jurnal-eki/article/view/2429

Azwar, S. (2011). Sikap manusia teori dan pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka


Pelajar

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. (2017). Program Indonesia Sehat


dengan Pendekatan Keluarga (PIS-PK) sebagai Wahana Integrasi
Program. Diakses dari http://fliphtml5.com/xaacv/uqzl/basic

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. (2017). Perjalanan Dua Tahun Nawa


Cita di Pusat dan Daerah. Diakses dari http://pusbindiklatren.bappenas.
go.id/

Badan Pusat Statistik. (2018). Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Tahun 2017.
Diakses dari https://www.bps.go.id/pressrelease/2018/04/16/1535/indeks-
pembangunan-manusia--ipm--indonesia-pada-tahun-2017-mencapai-70-81-
-kualitas-kesehatan--pendidikan--dan-pemenuhan-kebutuhan-hidup-
masyarakat-indonesia-mengalami-peningkatan.html

Dewi, R. S., Utami, T. N., & Afriani, M. (2019). Analisis pelaksanaan program
Indonesia sehat dengan pendekatan keluarga di Kecamatan Kota Juang
Kabupaten Bireuen tahun 2018. Majalah Ilmiah Universitas Almuslim,
11(1), 58. Diakses dari http://jurnal.umuslim.ac.id/

Dinas Kesehatan Kabupaten Kulon Progo. (2018). Laporan Monitoring


Pelaksanaan Program Indoneasia Sehat dengan Pendekatan Keluarga
(PIS-PK) Kabupaten Kulon Progo. Diakses dari
https://kebijakankesehatanindonesia.net/publikasi/arsip-pengantar/3765-
laporan-monitoring-pelaksanaan-program-indonesia-sehat-pendekatan-
keluarga-pis-pk-kulon-progo-2018

126
127

Fauzan, A., Chotimah, I., & Hidana, R. (2019). Implementasi program Indonesia
sehat dengan pendekatan keluarga (PIS-PK) di Puskesmas Mulyaharja Kota
Bogor tahun 2018. Jurnal Mahasiswa Kesehatan Masyarakat, 2(3), 174-
175. Diaskes dari http://ejournal.uikabogor.ac.id/index.php/

Gibson, J.L., Ivancevich, J.M., & Donnelly, J.H. (1992). Organisasi perilaku,
struktur, proses. Jakarta: Penerbit Erlangga

Gibson, J.L., Ivancevich, J.M., & Donnelly, J.H. (2009). Organisasi. Jakarta:
Penerbit Erlangga

Madanat, H., Ayala, G.X., & Arrendondo, E.M. (2016). Introduction to health
promotion & behavioral science in public health. Boston, USA: Cengage
Learning

Hamali, A.Y. (2016). Pemahaman manajemen sumber daya manusia, kompensasi


dan penilaian kinerja. Yogyakarta: CAPS

Hamzah, H. (2008). Teori motivasi dan pengukurannya: analisis di bidang


pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara

Handoko, T.H. (1994). Manajemen personalia dan sumberdaya manusia.


Yogyakarta: BPFE

Harlie, M. (2017). Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat produktivitas


kerja karyawan (studi kasus PT. Surya Satria Timur Corporation Jakarta
Pusat). Jurnal Ilmiah Manajemen, 1(1), 7. Diakses dari https://ojs.uniska-
bjm.ac.id/index.php/jurnalattadbir/article/view/791

Hastono, S.P. (2006). Analisis data: regresi logistik. Diakses dari


http://lib.ui.ac.id/login.jsp?requester=file?file=digital/files/disk1/120/jkptui
pp-gdl-res-2000-sutantopri-5967-lp2000-a.pdf

Herlambang, S. (2014). Perilaku organisasi. Yogyakarta: Gosyen Publishing

Hidayat, W. (2015). Studi tentang pelaksanaan pelayanan kesehatan di Puskesmas


Long Ikis Kecamatan Long Ikis Kabupaten Paser. eJournal Ilmu
Pemerintahan, 3 (4), 1644-1645. Diakses dari http://ejournal.ip.fisip-
unmul.ac.id/site/wpcontent/uploads/2015/11/journal%20fix%20v1%20(11-
09-15-09-07-57).pdf

Hurlock, E. B. (1999). Psikologi perkembangan. Jakarta: Erlangga

Kementerian Kesehatan RI (2015). Rencana Strategis Kementerian Kesehatan


Tahun 2015-2019. Diakses dari
http://www.depkes.go.id/resources/download/info-publik/Renstra-2015.pdf
128

Kementerian Kesehatan RI. (2016). Pedoman Umum Pelaksanaan Program


Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga. Diakses dari
http://www.depkes.go.id/resources/download/lain/Buku%20Program%20In
donesia%20Sehat%20dengan%20Pendekatan%20Keluarga.pdf

Kementerian Kesehatan RI. (2016). Petunjuk Teknis Penguatan Manajemen


Puskesmas Melalui Pendekatan Keluarga. Diakses dari
http://www.depkes.go.id/resources/download/lain/Petunjuk%20Teknis%20
Penguatan%20Manajemen%20Puskesmas%20dengan%20Pendekatan%20
Keluarga.pdf

Kementerian Kesehatan RI. (2018). Perkembangan PIS-PK (Program Indonesia


Sehat dengan Pendekatan Keluarga). Diakses dari
http://www.depkes.go.id/resources/download/infoterkini/materi_rakorpop_2
018/Perkembangan%20PISPK.pdf

Pujosiswanto, K.H., Palutturi S., & Ishak, H. (2018). Policy implementation of


healthy Indonesia program through family approach (PIS-PK) in
community health center of polewali mandar regency. International Journal
of ChemTech Research, 11(8), 199-203. Diakses dari
https://www.researchgate.net/publication/327008238_Policy_Implementati
onofHealthyIndonesia_Program_Through_Family_Approach_PIS-
PK_In_Community_Health_Center_of_Polewali_Mandar_Regency

Laelasari, E., Anwar, A., & Soerachman, R. (2017). Evaluasi kesiapan pelaksanaan
program Indonesia sehat dengan pendekatan keluarga. Jurnal Ekologi
Kesehatan, 16(2), 59-67. Diakses dari http://ejournal.litbang.depkes.go.id/

Lumban, G. C. J. (2014). Human capital. Jakarta: PT. Grasindo

Lumban, G. R. E. (2018). Gambaran perilaku petugas promosi kesehatan dalam


pelaksanaan program promosi kesehatan di Puskesmas Kota Medan.
(Skripsi yang tidak dipublikasi). Fakultas Kesehata Masyarakat, USU, Kota
Medan

Monev PIS-PK serentak di 5 provinsi. (2018, 10 Agustus). Diakses 13 Febuari


2019, dari https://www.dinkesprovkepri.org/index.php/9-berita/294-
koordinasi-ala-jaman-now-kemenkes-ri-monev-pis-pk-serentak-5-provinsi-
melalui-webinar

Notoatmodjo, S. (2003). Pengembangan sumber daya manusia. Jakarta: PT.


Rineka Cipta

Notoamodjo, S. (2010). Ilmu perilaku kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta

Notoatmodjo, S. (2012). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: PT. Rineka


Cipta
129

Oleh, A. (2019, 21 Januari). Program Indonesia sehat dengan pendekatan keluarga


(PIS-PK) dalam pembangunan kesehatan di Indonesia. Diakses 13 Febuari
2019, dari http://dinkes.dharmasrayakab.go.id/

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2014 tentang


Pusat Kesehatan Masyarakat

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2016 tentang


Pedoman Penyelenggaraan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan
Keluarga

Percepatan Pelaksanaan PIS-PK Provinsi Sumatera Utara. (2018, 20 Febuari).


Diakses 1 Febuari 2018, dari http://dinkes.sumutprov.go.id/v2/berita-290-
percepatan-pelaksaan-program-indonesia-sehat-dengan-pendekatan-
keluarga-pispk-provinsi-sumatera-utar.html

Purnomo, R. A. (2017). Menulis penelitian. Diakses dari http://eprints.Umpo. ac.id/

Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. (2017, 26 Juli). Hasil
Pendataan Keluarga Sehat dalam Aplikasi Keluarga Sehat. Diakses 26
November 2018, dari http://www.pusdatin.kemkes.go.id/

Reid, G. B., & Nygren, T. E. (1988). The subjective workload assesment


technique: a scaling procedure for measuring mental workload. Science
Direct, 52, 185-218. Diakses dari https://www.sciencedirect.com/

Riduwan. (2009). Skala pengukuran variabel-variabel penelitian. Bandung:


Alfabeta

Riyanto, A. (2012). Penerapan analisis multivariat dalam penelitian kesehatan


(Edisi ke-1). Yogyakarta: Nuha Medika

Roeslie, E., & Bacthiar, A. (2018). Analisis persiapan implementasi program


Indonesia sehat dengan pendekatan keluarga (indikator 8: kesehatan jiwa) di
Kota Depok tahun 2018. Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, 07(02),
69-71. Diakses dari https://jurnal.ugm.ac.id/jkki/article/view/36222

Sedayu2. (2017, 6 Desember). Pertemuan kordinasi implementasi program


Indonesia sehat dengan pendekatan keluarga (PIS-PK). Diakses 13 Febuari
2019, dari https://puskesmas.bantulkab.go.id/

Sugiyono. (2014). Metode penelitian kuantitatif, kualitatif, dan kombinasi.


Bandung: Alfabeta

Sunyonto, D. (2013a). Kompensasi. Dalam Manajemen sumber daya manusia (h.


163). Yogyakarta: CAPS
130

Sunyonto, D. (2013b). Motivasi, prestasi, dan produktivitas kerja. Dalam


Manajemen sumber daya manusia (h. 191-194). Yogyakarta: CAPS

Sutarman. (2008). Faktor-faktor yang berhubungan dengan keterlambatan petugas


dalam menyampaikan laporan KLB dari puskesmas ke dinas kesehatan
(Tesis, Universitas Diponegoro Semarang) Diakses dari
http://eprints.undip.ac.id/18790/1/SUTARMAN.pdf

Virdasari, E., Arso, S. P., & Fatmasari, E. Y. (2018). Analisis kegiatan pendataan
keluarga program Indonesia sehat dengan pendekatan keluarga di
Puskesmas Kota Semarang. Jurnal Kesehatan Masyrakat (e-Journal), 6(5),
56-58. Diakses dari http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

Wawan dan Dewi. (2015). Teori dan pengukuran pengetahuan, sikap, dan perilaku
manusia. Yogyakarta: Nuha Medika

Yanti, F. (2018). Pengetahuan petugas kesehatan tentang program Indonesia sehat


dengan pendekatan keluarga. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas
Keperawatan, 3(3), 160-162. Diakses dari http://www.jim.unsyiah.ac.id/
Lampiran 1. Kuesioner Penelitian

KUESIONER PENELITIAN
Perilaku Petugas Kesehatan dalam Pelaksanaan Program Indonesia Sehat
dengan Pendekatan Keluarga di Puskesmas Kota Medan

No. Responden
Hari/Tanggal
A. Karakteristik Responden

Umur : Tahun

Pendidikan Terakhir : D III Kebidanan D IV


Gizi

D III Gizi D IV
Keperawatan

D III Keperawatan SKM


Sarjana Keperawatan S2

Masa Kerja : Tahun

Jabatan Fungsional : Jab. Fungsional Penyuluh Kesehatan


Masyarakat
Jab. Fungsional Perawat
Jab. Fungsional Bidan
Jab. Fungsional Kesehatan
Lingkungan
Jab. Fungsional Gizi
Jab. Fungsional Epidemiologi
Jab. Fungsional Laboratorium

A. Pengetahuan
1. Pendekatan keluarga adalah salah satu cara yang dilakukan Puskesmas untuk
meningkatkan jangkauan sasaran dan mendekatkan akses pelayanan kesehatan
di wilayah kerjanya dengan mendatangi keluarga. Hal ini sesuai dengan tujuan
penyelenggaraan PIS-PK yaitu meningkatkan
a. Pencapaian target kunjungan keluarga oleh Puskesmas
b. Pemanfaatan fasilitas kesehatan oleh keluarga
131
132

c. Akses keluarga terhadap pelayanan kesehatan yang komperhensif


d. Capaian standar pelayanan minimal kabupaten/kota
2. Dalam rangka pelaksanaan PIS-PK telah disepakati adanya dua belas indikator
utama sebagai penanda status kesehatan sebuah keluarga. Indikator dibawah ini
yang tidak termasuk dalam kedua belas indikator tersebut adalah
a. Penderita hipertensi melakukan pengobatan secara teratur
b. Tidak merokok dalam rumah
c. Keluarga sudah menjadi anggota Jaminan Kesehatan Nasional
d. Bayi mendapatkan ASI eksklusif
3. Salah satu instrumen yang perlu dipersiapkan dalam proses pengumpulan data
adalah formulir profil kesehatan keluarga (Prokesga). Formulir ini akan
menyimpan data-data
a. Anggota keluarga, kesehatan keluarga, perilaku anggota keluarga serta data
lingkungan rumah
b. Kesehatan keluarga, tingkat pendidikan dan pendapatan keluarga
c. Penyakit yang diderita oleh setiap individu dalam keluarga
d. Sanitasi dasar yang dimiliki oleh keluarga
4. Penulisan “N” pada kolom indikator dalam formulir rekapitulasi data profil
kesehatan keluarga memiliki makna
a. Indikator tersebut tidak terdapat dalam keluarga
b. Indikator tersebut tidak mungkin ada pada anggota keluarga
c. Indikator tersebut tidak berlaku untuk anggota keluarga atau keluarga yang
bersangkutan
d. Kondisi/keadaan anggota keluarga atau keluarga tidak sesuai dengan
indikator
5. Hasil pengolahan data keluarga sehat akan menjadi patokan dalam menentukan
prioritas masalah kesehatan dengan mempertimbangkan
a. Tingkat urgensinya dan angka kejadian penyakit
b. Potensi penyebaran penyakit dan cara yang mudah mengatasi masalah
c. Tingkat urgensi, keseriusan, potensi perkembangan masalah serta
kemudahan mengatasinya
d. Ketersediaan sarana dan prasarana untuk mengatasi masalah
6. Penyebab masalah kesehatan prioritas dapat diketahui dari hasil identifikasi
masalah dan potensi dengan menggunakan metode
a. Metode CARL
b. Diagram ishikawa (tulang ikan) atau diagram pohon
c. Metode USGF
d. Metode PAHO
7. Cara pemecahan masalah kesehatan RT/RW/kelurahan/desa adalah melalui
a. Rapat Tim Manajemen Puskesmas
b. Kunjungan rumah dalam rangka konseling dan pemberdayaan keluarga
c. Pengorganisasian masyarakat dengan desa/kelurahan/RW Siaga Aktif
d. Lokakarya mini untuk membahas masalah kesehatan
RT/RW/kelurahan/desa
8. Persiapan yang harus dilakukan oleh Pembina Keluarga sebelum melaksanakan
kunjungan rumah adalah
a. Mempersiapakan formulir prokesga dan alat pengukur tensi
133

b. Membuat rencana kunjungan rumah serta tujuan akhir


c. Membuat jadwal kunjungan rumah
d. Membuat janji pertemuan dengan keluarga
9. Dalam tahapan pelaksanaan kunjungan rumah (SAJI), bagaimana cara Pembina
Keluarga menyamakan pendapat dengan keluarga dalam menentukan masalah
kesehatan keluarga?
a. Memberikan penjelasan ilmiah mengenai masalah kesehatan
b. Menyajikan data-data penelitian kesehatan yang terpercaya
c. Membangun suasana yang akrab dan hangat (coping) pada tahap awal
(Salam)
d. Menjelaskan masalah kesehatan dengan bahasa yang mudah dimengerti
10. Penyelenggaraan lokakarya mini (lokmin) selain untuk melaksanakan kegiatan-
kegiatan yang tencantum dalam Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK), dapat
juga dimanfaatkan untuk
a. Persiapan program selanjutnya
b. Pengawasan-Pengendalian (Wasdal) dan penilaian (P3)
c. Sosialisasi program
d. Monitoring dan evaluasi program
B. Sikap
Jawaban
No. Pertanyaan
S TS
1. Saya akan mengetahui kondisi kesehatan keluarga jika
saya melakukan kunjungan keluarga
2. Saya sudah merasa cukup jika saya hanya bertemu
dengan salah satu anggota keluarga dalam kunjungan
keluarga
3. Saya merasa tidak cocok mengerjakan PIS-PK
4. Saya merasa kunjungan keluarga akan menyita waktu
kerja untuk mengerjakan tugas lain
5. Bagi saya, melakukan pemeriksaan fisik terhadap
anggota keluarga adalah hal penting yang harus
dilakukan ketika melakukan kunjungan keluarga
6. Saya merasa terbantu dalam melakukan kunjungan
rumah jika ada pendampingan dari lurah/kepala
lingkungan/kader kesehatan
7. Saya merasa PIS-PK akan tetap berjalan dengan baik
tanpa perlu adanya dukungan dari lintas sektor di luar
bidang kesehatan
8. Jika semua keluarga sudah terdata, maka tugas saya
sudah selesai tanpa perlu memikirkan intervensi
lanjutan masalah kesehatan keluarga
9. Saya merasa terbantu dengan adanya pinkesga sebagai
media untuk melakukan penyuluhan pada saat
kunjungan keluarga
10. Saya merasa bersemangat ketika melakukan
kunjungan keluarga
134

C. Motivasi
Jawaban
No. Pertanyaan
S TS
1. Saya merasa kebutuhan dasar seperti makanan dan
fasilitas penunjang program seperti transportasi sudah
terpenuhi sehingga saya dapat melaksanakan program
dengan baik
2. Gaji yang saya terima tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan, membuat saya tidak bersemangat
mengerjakan program.
3. Saya melakukan kunjungan keluarga tanpa merasa ada
ancaman dari luar yang membuat saya tidak nyaman
4. Saya merasa tidak aman dan terancam dari lingkungan
setiap kali melakukan kunjungan keluarga
5. Saya merasa senang dan bersemangat ketika
masyarakat menerima kehadiran saya dalam
melakukan kunjungan rumah
6. Saya merasa bisa melakukan pekerjaan ini sendiri
tanpa perlu melibatkan rekan kerja
7. Saya merasa puas telah melakukan pendataan
keluarga tanpa perlu memikirkan intervensi lanjutan
yang harus dilakukan
8. Kondisi keluarga yang tidak pernah mengunjungi
Puskesmas membuat saya terdorong untuk melakukan
kunjungan keluarga
9. Saya merasa tugas yang diberikan tidak sesuai dengan
keahlian yang saya miliki dan tidak sesuai dengan
latar belakang pendidikan saya
10. Saya selalu mempunyai inisiatif untuk melakukan
kunjungan keluarga dengan baik

D. Sarana dan prasarana


No. Pertanyaan Ada, Ada, Tidak
dapat tidak ada
ditunjuk dapat
kan ditunjuk
kan
1. Apakah tersedia formulir
profil kesehatan keluarga
(Prokesga) yang cukup untuk
pendataan keluarga?
2. Apakah Puskesmas telah
memiliki akses pada Aplikasi
Keluarga Sehat?
135

3. Apakah tersedia paket


informasi kesehatan keluarga
(Pinkesga) yang cukup sebagai
media Komunikasi, Informasi
dan Edukasi (KIE) saat
kunjungan rumah?
4. Apakah Puskesmas telah
menyediakan alat-alat
kesehatan yang dibutuhkan
pada saat kunjungan rumah
untuk pendataan?
a. Alat ukur tensi
b. Stetoskop
5. Apakah sudah ada
seperangkat alat elektronik
yang dibutuhkan dalam
pengolahan data di ruangan
kerja Anda?
a) Komputer/laptop
b) Printer
c) Wi-Fi

E. Sumber Daya Manusia


Jawaban
No. Pertanyaan
Ya Tidak
1. Apakah Anda memiliki kemampuan
mengoperasikan komputer?
2. Apakah Anda memahami cara menggunakan
Aplikasi Keluarga Sehat?
3. Apakah Anda dapat menghitung Indeks Keluarga
Sehat secara manual?
4. Apakah Anda memiliki tim kerja dalam
mengerjakan PIS-PK?
5. Apakah pekerjaan yang dilakukan menjadi lebih
ringan dengan adanya tim kerja PIS-PK?
6. Menurut Anda, apakah sumber daya manusia yang
telah ada mencukupi secara kuantitas untuk
melaksanakan PIS-PK?

F. Imbalan
Jawaban
No. Pertanyaan
Ya Tidak
1. Apakah imbalan yang Anda terima sudah sesuai
dengan tingkat kepangkatan/jabatan Anda?
2. Apakah Anda mendapatkan imbalan tambahan
ketika melakukan kunjungan keluarga?
136

3. Apakah Anda mendapatkan imbalan (bonus,


penghargaan dari pimpinan) apabila pekerjaan
Anda telah mencapai atau melebihi target?
4. Apakah insetif yang Anda terima sudah sesuai
dengan pekerjaan Anda?
5. Apakah imbalan tambahan mendorong Anda
untuk rnelaksanakan PIS-PK dengan baik?

G. Dukungan Pimpinan
Jawaban
No. Pertanyaan
Ya Tidak
1. Apakah Anda mendapatkan dorongan dari
pimpinan untuk dapat melaksanakan PIS-PK sesuai
dengan target Puskesmas?
2. Apakah Anda pernah mendapatkan penghargaan
dari pimpinan atas kinerja Anda? (Pujian,
penghargaan berupa uang atau barang)
3. Apakah Anda pernah mendapatkan teguran jika
Anda belum mencapai target pelaksanaan PIS-PK?
4. Apakah pimpinan Anda melakukan monitoting dan
evaluasi secara langsung terhadap PIS-PK?
5. Apakah pimpinan Anda memberikan solusi
terhadap masalah-masalah yang Anda hadapi
dalam melaksanakan PIS-PK?

H. Dukungan Lintas Sektor


Jawaban
No. Pertanyaan
Ya Tidak
1. Dalam melaksanakan kunjungan keluarga, apakah
Anda merasakan adanya peran dari melibatkan
lintas sektor (camat, lurah, kepala lingkungan dan
kader)?
2. Apakah lintas sektor (camat, lurah, kepala
lingkungan dan kader) juga ikut mendampingi
dalam melakukan kunjungan keluarga?
3. Apakah lintas sektor (camat, lurah, kepala
lingkungan dan kader) membantu Anda dalam
menyelesaikan masalah (misalnya penolakan dari
masyarakat) ketika melakukan kunjungan
keluarga?
4. Apakah Anda mengikuti pelatihan PIS-PK yang
telah dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Provinsi
dan/atau Dinas Kesehatan Kota Medan?
5. Apakah Dinas Kesehatan Kota Medan melakukan
bimbingan dan pemantauan untuk membantu
menyelesaikan permasalahan yang dihadapi
137

Puskesmas?

I. Beban Kerja
Jawaban
No. Pertanyaan
S TS
Beban Waktu
1. Saya merasa memiliki waktu luang yang sedikit
karena terlalu banyak tugas yang harus dikerjakan
2. Saya memiliki waktu luang, tumpang tindih pekerjaan
jarang terjadi
3. Saya harus melakukan kunjungan keluarga dan juga
harus menyelesaikan tugas fungsional dalam
puskesmas
Beban Usaha Mental
4. Saya membutuhkan konsentrasi dalam menyelesaikan
tugas
5. Saya dituntut untuk memiliki kemampuan lebih dari
yang saya miliki untuk mengerjakan program ini
6. Pekerjaan saya membutuhkan tingkat konsentrasi
yang tinggi, harus teliti dan sesui standar
Beban Tekanan Psikologis
7. Saya tidak memahami tugas yang diberikan sehingga
membuat saya bingung dalam mengerjakannya
8. Saya diberikan tugas yang sesuai dengan latar
belakang pendidikan saya
9. Saya merasa tingkat kompensasi yang saya dapat saat
ini mengurangi tekanan pekerjaan saya

J. Pelaksanaan PIS-PK oleh Petugas Kesehatan


No Pertanyaan Ya Tidak
Pendataan kesehatan keluarga menggunakan formulir Prokesga
1. Apakah Anda melakukan pengumpulan data
kesehatan keluarga melalui kunjungan rumah?
2. Apakah Anda melibatkan lintas sektoral (camat,
lurah/kepala lingkungan, kader kesehatan) dalam
melaksanakan kunjungan rumah?
3. Apakah Anda membawa alat pengukur tekanan
darah dan stetoskop saat kunjungan keluarga?
4. Apakah Anda menggunakan alat pengukur tekanan
darah dan stetoskop saat kunjungan keluarga?
5. Saat memberikan informasi kesehatan (penyuluhan
keluarga), apakah Anda menggunakan paket
informasi kesehatan keluarga (Pinkesga)?
Pembuatan, pengelolaan pangkalan data, dan pengolahan data
6. Apakah Anda melakukan pengolahan data
kesehatan keluarga? (penginputan data pada
138

Aplikasi Keluarga Sehat sampai perhitungan


Indeks Keluarga Sehat)
7. Apakah Anda melakukan perhitungan Indeks
Keluarga Sehat (IKS) secara manual?
Menganalisis, merumuskan intervensi masalah kesehatan dan
penyusunan rencana puskesmas
8. Apakah Anda melakukan analisis masalah
kesehatan dan menentukan prioritas masalah
(tingkat keluarga, RT/RW/kelurahan/desa dan
kecamatan) dengan mendiskusikannya bersama
petugas pelaksana PIS-PK lainnya?
9. Apakah Anda melakukan penentuan penyebab
masalah kesehatan prioritas dengan menggunakan
diagram ishikawa (tulang ikan) atau diagram
pohon?
10. Apakah Anda membuat Rencana Usulan Kegiatan
(RUK) yang berisikan kegiatan-kegiatan
pemecahan masalah kesehatan yang telah
ditetapkan bersama?
Pelaksanaan intervensi masalah kesehatan melalui kunjungan
rumah
11. Apakah Anda membuat tujuan akhir kunjungan
rumah sebagai target yang harus dicapai dalam
setahun?
12. Apakah Anda membuat rencana kunjungan
rumah sebagai persiapan sebelum melaksanakan
kunjungan rumah?
13. Pada saat melakukan kunjungan keluarga, apakah
Anda melaksanakan S A J I (Salam, Ajak bicara,
Jelaskan dan bantu, Ingatkan)?
Lampiran 2. Output Pengolahan Data SPSS

Analisis Univariat
Kategori Umur Responden
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Dewasa Awal 9 12.7 12.7 12.7
Dewasa Akhir 34 47.9 47.9 60.6
Lansia Awal 25 35.2 35.2 95.8
Lansia Akhir 3 4.2 4.2 100.0
Total 71 100.0 100.0

Kategori Pendidikan Terakhir Responden


Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid DIII Kebidanan 8 11.3 11.3 11.3
DIII Gizi 7 9.9 9.9 21.1
DIII Keperawatan 9 12.7 12.7 33.8
DIII Kesehatan Lingkungan 3 4.2 4.2 38.0
DIII Analisis Kesehatan 1 1.4 1.4 39.4
DIV Kebidanan 7 9.9 9.9 49.3
Sarjana Kesehatan Masyarakat 15 21.1 21.1 70.4
Sarjana Keperawatan 11 15.5 15.5 85.9
Sarjana Kedokteran 7 9.9 9.9 95.8
DIV Gizi 1 1.4 1.4 97.2
Sarjana Kedokteran Gigi 1 1.4 1.4 98.6
Sarjana Kesehatan Lingkungan 1 1.4 1.4 100.0
Total 71 100.0 100.0

Kategori Jabatan Fungsional Responden


Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Penyuluh KesMas 13 18.3 18.3 18.3
Perawat 19 26.8 26.8 45.1
Bidan 15 21.1 21.1 66.2
Kesehatan Lingkungan 6 8.5 8.5 74.6
Gizi 9 12.7 12.7 87.3
Laboratorium 1 1.4 1.4 88.7
Dokter Muda 7 9.9 9.9 98.6
Dokter Gigi 1 1.4 1.4 100.0
Total 71 100.0 100.0

Kategori Masa Kerja


Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Lama 65 91.5 91.5 91.5
Baru 6 8.5 8.5 100.0
Total 71 100.0 100.0

139
Kat Pengetahuan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Baik 35 49.3 49.3 49.3
Kurang baik 36 50.7 50.7 100.0
Total 71 100.0 100.0

Kat Sikap
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Baik 71 100.0 100.0 100.0

Kat Motivasi
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Baik 69 97.2 97.2 97.2
Kurang baik 2 2.8 2.8 100.0
Total 71 100.0 100.0

Kategori Sarana dan Prasarana


Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Baik 71 100.0 100.0 100.0

Kategori Kualitas SDM


Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Baik 52 73.2 73.2 73.2
Kurang 19 26.8 26.8 100.0
Total 71 100.0 100.0

Kategori Kuantitas SDM


Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Baik 70 98.6 98.6 98.6
Kurang 1 1.4 1.4 100.0
Total 71 100.0 100.0

Kategori Imbalan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Baik 50 70.4 70.4 70.4
Kurang 21 29.6 29.6 100.0
Total 71 100.0 100.0

Kategori Dukungan Pimpinan


Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Baik 65 91.5 91.5 91.5
Kurang 6 8.5 8.5 100.0
Total 71 100.0 100.0

Kategori Dukungan Lintas Sektor


Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Baik 71 100.0 100.0 100.0
Kat Beban Kerja
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Tinggi 60 84.5 84.5 84.5
Rendah 11 15.5 15.5 100.0
Total 71 100.0 100.0

Kat Pis-pk
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Baik 29 40.8 40.8 40.8
Kurang baik 42 59.2 59.2 100.0
Total 71 100.0 100.0

Analisis Bivariat
Pengetahuan x PIS-PK
Omnibus Tests of Model Coefficients
Chi-square df Sig.
Step 1 Step 5.230 1 .022
Block 5.230 1 .022
Model 5.230 1 .022

Kat Pis-pk * Kat Tahu Crosstabulation


Count
Kat Tahu
Baik Kurang baik Total
Kat Pis-pk Baik 19 10 29
Kurang baik 16 26 42
Total 35 36 71

Motivasi x PIS-PK
Omnibus Tests of Model Coefficients
Chi-square df Sig.
Step 1 Step 2.140 1 .144
Block 2.140 1 .144
Model 2.140 1 .144

Kat Pis-pk * Kat Motivasi Crosstabulation


Count
Kat Motivasi
Baik Kurang baik Total
Kat Pis-pk Baik 29 0 29
Kurang baik 40 2 42
Total 69 2 71

SDM Kualitatif x PIS-PK


Omnibus Tests of Model Coefficients
Chi-square df Sig.
Step 1 Step 24.640 1 .000
Block 24.640 1 .000
Model 24.640 1 .000
Kat Pis-pk * Kategori Kualitas SDM Crosstabulation
Count
Kategori Kualitas SDM
Baik Kurang Total
Kat Pis-pk Baik 29 0 29
Kurang baik 23 19 42
Total 52 19 71

SDM Kuantitas x PIS-PK


Omnibus Tests of Model Coefficients
Chi-square df Sig.
Step 1 Step 1.060 1 .303
Block 1.060 1 .303
Model 1.060 1 .303

Kat Pis-pk * Kategori Kuantitas SDM Crosstabulation


Count
Kategori Kuantitas SDM
Baik Kurang Total
Kat Pis-pk Baik 29 0 29
Kurang baik 41 1 42
Total 70 1 71

Imbalan x PIS-PK
Omnibus Tests of Model Coefficients
Chi-square df Sig.
Step 1 Step .707 1 .401
Block .707 1 .401
Model .707 1 .401

Kat Pis-pk * Kategori Imbalan Crosstabulation


Count
Kategori Imbalan
Baik Kurang Total
Kat Pis-pk Baik 22 7 29
Kurang baik 28 14 42
Total 50 21 71

Dukungan pimpinan x PIS-PK


Omnibus Tests of Model Coefficients
Chi-square df Sig.
Step 1 Step 1.767 1 .184
Block 1.767 1 .184
Model 1.767 1 .184

Kat Pis-pk * Kategori Dukungan Pimpinan Crosstabulation


Count
Kategori Dukungan Pimpinan
Baik Kurang Total
Kat Pis-pk Baik 28 1 29
Kurang baik 37 5 42
Total 65 6 71
Beban kerja x PIS-PK
Omnibus Tests of Model Coefficients
Chi-square df Sig.
Step 1 Step .109 1 .741
Block .109 1 .741
Model .109 1 .741

Kat Pis-pk * Kat Beban Kerja Crosstabulation


Count
Kat Beban Kerja
Tinggi Rendah Total
Kat Pis-pk Baik 25 4 29
Kurang baik 35 7 42
Total 60 11 71
Lampiran 3. Surat Izin Penelitian
Lampiran 4. Surat Telah Menyelesaikan Penelitian

145
146
147
148
149
150
151
152
153
154
155
156
157

Anda mungkin juga menyukai