Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

ANAK DENGAN PERILAKU AUTISME

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 10

1. Raihan Masa Ramdani (E1E021151)


2. Titik Hulpiana (E1E021155)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MATARAM
2022

1
KATA PENGANTAR

Syukur allhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karuania-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini untuk
memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah Anak Berkebutuhan khusus, yang berjudul “Anak
Dengan Perilaku Autisme” dengan tepat waktu. Tidak lupa pula kami haturkan shalawat serta
salam kepada junjungan Rasulullah Muhammad SAW, semoga syafaatnya mengalir pada kita
semua di hari akhir kelak.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan banyak
pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran, dan kritik sehingga makalah ini dapat
terselesaikan.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu, kami
mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari berbagai
pihak. Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita
semua.

Mataram, 24 Oktober 2022


Penulis

2
(Kelompok 10)

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang

A. Rumusan Masalah

B. Tujuan

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Anak Autism

B. Penyebab terjadinya autism

C. Ciri-ciri Autism

D. Klasifikasi Anak Autism

E. Diagnose Autism

F. Pengobatan Anak Autism

G. Peran Orang tua, Guru, dan Masyarakat Dalam Pendidikan Anak Autism

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Istilah autisme dikemukakan oleh Dr Leo Kanner pada 1943. Ada banyak definisi yang
diungkapkan para ahli. Chaplin menyebutkan: “Autisme merupakan cara berpikir yang
dikendalikan oleh kebutuhan personal atau oleh diri sendiri, menanggapi dunia berdasarkan
penglihatan dan harapan sendiri, dan menolak realitas, keasyikan ekstrem dengan pikiran dan
fantasi sendiri”.

Pakar lain mengatakan: “Autisme adalah ketidaknormalan perkembangan yang sampai


yang sampai sekarang tidak ada penyembuhannya dan gangguannya tidak hanya mempengaruhi
kemampuan anak untuk belajar dan berfungsi di dunia luar tetapi juga kemampuannya untuk
mengadakan hubungan dengan anggota keluarganya.”

Semua masalah perilaku anak autis menunjukkan 3 serangkai gangguan yaitu: kerusakan
di bidang sosialisasi, imajinasi, dan komunikasi. Sifat khas pada anak autistik adalah: (1)
Perkembangan hubungan sosial yang terganggu, (2) gangguan perkembangan dalam komunikasi
verbal dan non-verbal, (3) pola perilaku yang khas dan terbatas, (4) manifestasi gangguannya
timbul pada tiga tahun yang pertama.

Teori awal menyebutkan, ada 2 faktor penyebab autisme, yaitu: (1). Faktor psikososial,
karena orang tua “dingin” dalam mengasuh anak sehingga anak menjadi “dingin” pula; dan (2).
Teori gangguan neuro-biologist yang menyebutkan gangguan neuroanatomi atau gangguan
biokimiawi otak. Pada 10-15 tahun terakhir, setelah teknologi kedokteran telah canggih dan
penelitian mulai membuahkan hasil. Penelitian pada kembar identik menunjukkan adanya
kemungkinan kelainan ini sebagian bersifat genetis karena cenderung terjadi pada kedua anak
kembar.

Meskipun penyebab utama autisme hingga saat ini masih terus diteliti, beberapa faktor yang
sampai sekarang dianggap penyebab autisme adalah: faktor genetik, gangguan pertumbuhan sel
otak pada janin, gangguan pencernaan, keracunan logam berat, dan gangguan auto-imun. Selain

4
itu, kasus autisme juga sering muncul pada anak-anak yang mengalami masalah pre-natal,
seperti: prematur, postmatur, pendarahan antenatal pada trisemester pertama-kedua, anak yang
dilahirkan oleh ibu yang berusia lebih dari 35 tahun, serta banyak pula dialami oleh anak-anak
dengan riwayat persalinan yang tidak spontan.

Gangguan autisme mulai tampak sebelum usia 3 tahun dan 3-4 kali lebih banyak pada
anak laki-laki, tanpa memandang lapisan sosial ekonomi, tingkat pendidikan orang tua, ras, etnik
maupun agama, dengan ciri fungsi abnormal dalam tiga bidang: interaksi sosial, komunikasi, dan
perilaku yang terbatas dan berulang, sehingga kesulitan mengungkapkan perasaan maupun
keinginannya yang mengakibatkan hubungan dengan orang lain menjadi terganggu. Gangguan
perkembangan yang dialami anak autistik menyebabkan tidak belajar dengan cara yang sama
seperti anak lain seusianya dan belajar jauh lebih sedikit dari lingkungannya bila dibandingkan
dengan anak lain.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penulisan ini adalah:

a. Apa yang dimaksud dengan anak autism ?


b. Bagaimana ciri-ciri anak autism ?
c. Bagaimana cara mendiagnosa anak autism ?
d. Bagaimana peran orang tua, guru, dan masyarakat dalam menghadapi anak
autism ?
C. Tujuan

Penulisan ini bertujuan untuk:

a. Untuk mengetahui pengertian dari autism.


b. Mengeksplorasi ciri- ciri anak autism.
c. Untuk mengetahui cara mendiagnosa anak autism
d. Memahami peran urang tua, guru, dan masyarakat dalam mengatasi anak
autism.
D. Manfaat

5
Makalah ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pembaca maupun penulis

BAB II

PEMBAHASAN

6
A. PENGERTIAN AUTISME

Kata autisme berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata yaitu ‘aut’yang
berarti ‘diri sendiri’ dan ‘ism’ yang secara tidak langsung menyatakan ‘orientasi atau arah
atau keadaan (state). Sehingga autism dapat didefinisikan sebagai kondisiseseorang yang luar
biasa asik dengan dirinya sendiri (Reber, 1985 dalam Trevarthendkk, 1998). Pengertian ini
menunjuk pada bagaimana anak-anak autis gagal bertindakdengan minat pada orang lain,
tetapi kehilangan beberapa penonjolan perilaku mereka.Ini, tidak membantu orang lain untuk
memahami seperti apa dunia mereka. Sudah sejak tahun 1938, sebenarnya dr. Leo Keanner
(seorang dokter spesialispenyakit jiwa)melaporkan bahwa dia telah mendiagnosa dan
mengobati pasien dengan sindroma autisme yang dia sebut infantile autisme.untuk
menghormatinya autisme juga disebut dengan sindroma keanner. Dengan gejala tidak
mampu bersosialisasi, megalami kesulitan menggunakan bahasa, berperilaku berulang-ulang,
serta bereaksi tidak biasa terhadap rangsangan sekitar.

Sedangkan menurut Dawson Autisme adalah gangguan perkembangan yang parah


yang meliputi ketidakmampuan dalam membangun hubungan sosial, ketidaknormalan dalam
berkomunikasi, dan pola perilaku yang terbatas, berulang-ulang, dan stereotip.
(Dawson,1989). Ketidakmampuan sosial meliputi suatu kegagalan untuk menggunakan
kontak mata langsung untuk membangun interaksi sosial, jarang mencari orang lain untuk
memperoleh kenyamanan atau afeksi, jarang memprakarsai permainan dengan orang lain dan
tidak memiliki relasi dengan teman sebaya untuk berbagi minat dan emosi secara timbal
balik. Selain kekurangan sosial ini, anak-anak autistik juga memperlihatkan keabnormalan
komunikasi yang terfokus pada masalah penggunaan bahasa dalam rangka membangun
komunikasi sosial, tidak adanya keselarasan dan kurangnya timbal balik, serta penggunaan
bahasa.

yang stereotip dan berulang-ulang. Misalnya jika kita bertanya (pada anak autistik) “Apa
kabar Budi?” Budi akan menjawab “Apa kabar Budi” anak-anak autistik juga juga bingung
dengan kata ganti misalnya ialah ketika mereka memakai kata anda untuk aku.

7
Autisme adalah suatu kondisi mengenai seseorang sejak lahir ataupun saat masa balita,
yang membuat dirinya tidak dapat membentuk hubungan sosial atau komunikasi yang
normal. Akibatnya anak tersebut terisolasi dari manusia lain dan masuk dalam dunia
repetitive, aktivitas dan minat yang obsesif. (Baron-Cohen, 1993).

Autisme merupakan gangguan perkembangan organik yang mempengaruhi anak-anak


dalam berinteraksi dan menjalani kehidupannya (Hanafi, 2002).

Autisme merupakan gangguan perkembangan yang berentetan atau pervasive (Matson


dalam APA, 1987).

Autisme adalah suatu gangguan perkembangan yang kompleks menyangkut komunikasi,


interaksi sosial dan aktivitas imajinasi. Dan anak autistik adalah anak yang mempunyai
masalah atau gangguan dalam bidang komunikasi, interaksi sosial, gangguan sensoris, pola
bermain, perilaku dan emosi. (Depdiknas, 2002).

Autisme bukan suatu gejala penyakit tetapi berupa sindroma (kumpulan gejala) dimana
terjadi penyimpangan perkembangan sosial, kemampuan berbahasa dan kepedulian terhadap
lingkungan sekitar. Sehingga anak autisme seperti hidup dalam dunianya sendiri. Dengan
kata lain pada anak autisme terjadi kelainan emosi, intelektual dan kemauan (gangguan
pervasive). Autisme merupakan suatu keadaaan dimana seorang anak berbuat semaunya
sendiri baik cara berpikir maupun berperilaku. Keadaan ini mulai terjadi sejak usia masih
kecil biasanya sekitar usia 2-3 tahun.Autisme bisa mengenai siapa saja, baik yang sosio
ekonomi mapan maupun kurang, anak maupun dewasa, dan semua etnis.

A. PENYEBAB TERJADI AUTISME

8
Faktor penyebab atuisme mesih terus dicari dan masih dalam penelitian parah ahli. Beberapa
teori terakhir mengatakan bahwa faktor genetika (keturunan memegang peranan penting dalam
proses terjadinya autisme.
A. Faktor Genetik
Lebih kurang 20% dari kasus-kasus autisme disebabkan oleh faktor genetik.Penyakit genetik
yang sering dihubungkan dengan autisme adalah tuberous sclerosis (17-58%) dan sindrom
fragile X (20-30%). Disebut fragile- X karena secara sitogenetik penyakit ini ditandai oleh
adanya kerapuhan (fragile) X 4.Sindrome fragile X merupakan penyakit yang diwariskan secara
X-linked (X terangkai) yaitu melalui kromosome X. Pola penurunannya tidak umum, yaitu tidak
seperti penyakit dengan pewarisan X-linked lainnya, karena tidak bisa digolingkan sebagai
dominan atau resesi, laki-laki dan perempuan dapat menjadi penderita maupun pembawa sifat
(carrier). (Dr. Sultana MH Faradz, Ph.D, 2003)
B. Ganguan pada Sistem Syaraf
Banyak penelitian yang melaporkan bahwa anak autis memiliki kelainan pada hampir
semua struktur otak. Tetapi kelainan yang paling konsisten adalah pada otak kecil. Hampir
semua peneliti melaporkan berkurangnya sel purkinye di otak kecil pada autisme. Otak kecil
berfungsi mengontrol fungsi luhur dan kegiatan motorik, juga sebagai sirkuit yang mengatur
perhatian dan pengindraan. Jika sirkuit ini rusak atau terganggu maka akan mengganggu
fungsi bagian lain dari sistem saraf pusat, seperti misalnya sistem limbik yang mengatur
emosi dan perilaku.
C. Ketidakseimbangan Kimiawi
Beberapa peneliti menemukan sejumlah kecil dari gejala autistik berhubungan dengan
makanan atau kekurangan kimiawi di badan. Alergi terhadap makanan tertentu, seperti bahan-
bahan yang mengandung susu, tepung gandum, daging, gula, bahan pengawet, penyedap rasa,
bahan pewarna, dan ragi. Untuk memastikan pernyataan tersebut, dalam tahun 2000 sampai 2001
telah dilakukan pemeriksaan terhadap 120 orang anak yang memenuhi kriteria gangguan autisme
menurut DSM IV. Rentang umur antara 1 – 10.

9
tahun, dari 120 orang itu 97 adalah anak laki-laki dan 23 orang adalah anak perempuan. Dari
hasil pemeriksaan diperoleh bahwa anak anak ini mengalami gangguan metabolisme yang
kompleks, dan setelah dilakukan pemeriksaan untuk alergi, ternyata dari 120 orang anak
yang diperiksa: 100 anak (83,33%) menderita alergi susu sapi, gluten dan makanan lain, 18
anak (15%) alergi terhadap susu dan makanan lain, 2 orang anak (1,66 %) alergi terhadap
gluten dan makanan lain. (Dr. Melly Budiman, SpKJ, 2003). Penelitian lain
menghubungkan autism dengan ketidakseimbangan hormonal, peningkatan kadar dari
bahan kimiawi tertentu di otak, seperti opioid, yang menurunkan persepsi nyeri dan motivasi.
D. Kemungkinan Lain
Autisme juga diduga dapat disebabkan oleh virus, seperti rubella, toxo, herpes, jamur,
nutrisi yang buruk, pendarahan dan keracunan makanan pada masa kehamilan yang dapat
menghambat pertuimbuhan sel otak yang menyebabkan fungsi otak bayi yang dikandung
terganggu terutama fungsi pemahaman komunikasi dan interaksi (Depdiknas, 2002).
Kemungkinan yang lain adalah faktor psikologis, karena kesibukan orang tuanya sehingga
tidak memiliki waktu untuk berkomunikasi dengan anak, atau anak tidak pernah diajak
berbicara sejak kecil, itu juga dapat menyebabkan anak menderita autisme.

B. CIRI-CIRI AUTISME
Anak dengan autisme dapat tampak normal di tahun pertama maupun tahun kedua dalam
kehidupannya. Para orang tua seringkali menyadari adanya keterlambatan kemampuan
berbahasa dan cara-cara tertentu yang berbeda ketika bermain serta berinteraksi dengan orang
lain. Anak-anak tersebut mungkin dapat menjadi sangat sensitif atau bahkan tidak responsif
terhadap rangsangan-rangasangan dari kelima panca inderanya (pendengaran, sentuhan,
penciuman, rasa dan penglihatan). Perilaku-perilaku repetitif (mengepak-kepakan tangan atau
jari, menggoyang-goyangkan badan dan mengulang-ulang kata) juga dapat ditemukan.
Perilaku dapat menjadi agresif (baik kepada diri sendiri maupun orang lain) atau malah
sangat pasif. Besar kemungkinan, perilaku-perilaku terdahulu yang dianggap normal
mungkin menjadi gejala-gejala tambahan. Selain bermain yang berulang-ulang, minat yang
terbatas dan hambatan bersosialisasi, beberapa hal lain yang juga selalu melekat pada para
penyandang autisme adalah respon-respon yang tidak wajar terhadap informasi sensoris yang

10
mereka terima, misalnya; suara-suara bising, cahaya, permukaan atau tekstur dari suatu
bahan tertentu dan pilihan rasa tertentu pada makanan yang menjadi kesukaan mereka.

Autisme ditandai oleh ciri-ciri utama antara lain:


a. Tidak peduli dengan lingkungan sekitarnya
b. Tidak bisa bereaksi normal dalam pergaulan sosialnya
c. Perkembangan bicara dan bahasa tidak normal
d. Reaksi/pengamatan terhadap lingkungan terbatas atau berulang-ulang.

Menurut Power (1989) karakteristik anak dengan autisme adalah adanya 6 gangguan
dalam bidang :
a. Interaksi sosial
b. Komunikasi (bicara dan bahasa)
c. Perilaku – emosi
d. Pola bermain
e. Gangguan sensorik – motorik
f. Perkembangan terlambat atau tidak normal

Menurut Depdiknas (2002) mendeskripsikan anak dengan autisme berdasarkan jenis


masalah gangguan yang dialami anak dengan autisme. Karakteristik dari masing-masing
masalah/gangguan itu di deskripsikan sebagai berikut:
1. Masalah/gangguan di bidang komunikasi dengan karakteristiknya sebagai berikut:
a. Perkembangan bahasa anak autistic lambat atau sama sekali tidak ada. Anak tampak
seperti tuli, dan sulit bicara.
b. Kadang-kadang kata-kata yang digunakan tidak sesuai artinya.
c. Mengoceh tanpa arti secara berulang-ulang, dengan bahasa yang tidak dapat
dimengerti orang lain.
d. Bicara tidak dipakai untuk alat berkomunikasi senang meniru atau membeo
(echolalia)
e. Senang menarik-narik tangan orang lain untuk melakukan apa yang ia inginkan,
misalnya bila ingin meminta sesuatu.

11
2. Masalah/gangguan di bidang interaksi sosial dengan karakteristik berupa:
a. anak autistic lebih suka menyendiri
b. anak tidak melakukan kontak mata dengan orang lain atau meghindari tatapan muka
atau mata orang lain.
c. Tidak tertarik bermain bersama dengan teman, baik yang sebaya maupun yang lebih
tua.
d. Bila diajak bermain, anak autistik itu tidak mau dan menjauh.
3. Masalah/gangguan di bidang sensoris degan karakteristiknya berupa:
a. Anak autistik tidak peka terhadap sentuhan, seperti tidak suka dipeluk.
b. Anak autistik bila mendengar suara keras langsung menutup telinga.
c. Anak autistic senang mencium-cium atau menjilat-jilat mainan atau benda-benda
yang ada disekitarnya.
d. Tidak peka terhadap rasa sakit dan rasa takut
4. Masalah/gangguan di bidang pola bermain karakteristiknya berupa:
a. Anak autistic tidak bermain seperti anak-anak pada umumnya.
b. Anak autistik tidak suka bermain dengan teman sebayanya
c. Anak autistik tidak bermain sesuai dengan fungsi mainan, misalnya sepeda dibalik
lalu rodanya diputar.
5. masalah/gangguan di bidang perilaku karakteristiknya berupa:
a. Anak autistik dapat berperilaku berlebihan atau terlalu aktif (hiperaktif) dan
berperilaku berkekurangan (hipoaktif).
b. Anak autistik memperlihatkan stimulasi diri atau merangsang diri sendiri seperti
bergoyang-goyang mengepakan tangan seperti burung.
c. Anak autistik tidak suka kepada perubahan
d. Anak autistik duduk bengong dengan tatapan kosong.
1. Masalah/gangguan di bidang emosi karakteristiknya berupa:
a. Anak autistic sering marah-marah tanpa alasan yang jelas, tertawa-tawa dan
menangis tanpa alasan
b. Anak autistik kadang agresif dan merusak
c. Anak autistik kadang-kadang menyakiti dirinya sendiri

12
d. Anak autistik tidak memiliki empati dan tidak mengerti perasaan orang lain yang ada
di sekitarnya.

C. Klasifikasi Anak Autistik (Autisme)


Dalam berinteraksi sosial anak autistikdikelompokan atas 3 kelompok yaitu:
1. KELOMPOK MENYENDIRI
 Terlihat menghindari kontak fisik dengan lingkungannya
 Bertedensi kurang menggunakan kata-kata, dan kadang-kadang sulit berubah
meskipun usianya bertambah lanjut. Dan meskipun ada ada perubahan,
mungkin hanya bisa mengucapkan beberapa patah kata yang sederhana saja.
 Menghabiskan harinya berjam-jam untuk sendiri, dan kalu berbuat sesuatu,
akan melakukannya berulang-ulang.
 Gangguan perilaku pada kelompok anak ini termasuk bunyi-bunyi aneh,
gerakan tangan, tabiat yang mudah marah, melukai diri sendiri, menyerang
teman sendiri, merusak dan menghancurkan mainannya.

2. KELOMPOK ANAK AUTISME YANG PASIF


 Lebih bisa bertahan dengan kontak fisik, dan agak mampu bermain dengan
kelompok teman bergaul dan sebaya, tetapi jarang sekali mencari teman
sendiri.
 Mempunyai perbendaharaan kata yang lebih banyak meskipun masih agak
terlambat bisa berbicara dibandingkan dengan anak sebaya.
 Kadang-kadang malah lebih cepat merangkai kata meskipun kadang-kadang
pula dibumbui kata yang kurang dimengerti.
 Kelompok pasif ini masih bisa diajari dan dilatih dibandingkan dengan anak
autisme yang menyendiri dan yang aktif tetapi menurut kemauannya sendiri.

13
3. KELOMPOK ANAK AUTISME YANG AKTIF TETAPI MENURUT
KEMAUANNYA SENDIRI
 Kelompok ini seperti bertolak belakang dengan kelompok anak autisme yang
menyendiri karena lebih cepat bisa bicara dan memiliki perbendaharaan kata
yang paling banyak
 Meskipun dapat merangkai kata dengan baik, tetapi tetap saja terselip kata-
kata yang aneh dan kurang dimengerti.
 Masih bisa ikut berbagi rasa dengan teman bermainnya.
 Dalam berdialog, seringmengajukan pertanyaan dengan topik yang menarik,
dan bila jawaban tidak memuaskan atau pertanyaannya dipotong, akan
bereaksi sangat marah.

E. DIAGNOSA AUTISME
a. Perkembangan anak menurun dan tidak normal, yang mulai terlihat sejak anak usia 3
tahun, disertai salah satu gejala berikut:
1. Menggunakan bahasa yang tidak wajar dalam berkomunikasi sehari-hari.
2. Tidak mampu menciptakan hubungan persahabatan yang akrab dan hangat
3. Tidak mampu berakting (peran), misalnya kadang-kadang berperan sebagai bapak
atau guru dll.
b. Paling tidak ditemukan sebanyak enam (6) gejala dari No. 1, 2, dan 3: Sekurang-
kurangnya dua (2) gejala dari No. 1, serta paling tidak satu (1) gejala dari No.2 dan
No. 3. berikut:
1. Secara kualitas interaksi sosial sangat kurang, yang terlihat paling tidak 2 gejala
pada keadaan berikut:
 Tidak mau berpandangan secara kontak mata, raut wajah gerakan tubuh dan
tangan dalam mengekspresikan keakraban pergaulan sehari-hari.
 Gagal mengembangkan pemkiran yang wajar dalam menghadapi sejumlah
kesempatan, menghadapi teman sebaya,berbagi perhatian , bebagi kegiatan
dan emosi.
 Tidak mampu berbagi rasa terhadap perasaan orang sekitar, dalam hal
hubungan antarteman sepergaulan dan perilaku berkomunikasi.

14
 Kurang mampu mencari kegembiraaan bersama-sama dengan teman
sepergaulan dan kurang bisa memperlihatkan atau menunjuk seseorang yang
menjadi perhatiannya.
1. Kurangnya kualitas dalam berkomunikasi, seperti terlihat paling tidak 1 gejala
berikut:
 Terlambat atau tidak mampu sama sekali berbahasa sehingga kadang-kadang
didimbangi dengan bahasa isyarat melalui gerakan tangan, mimik, dan
gerakan tubuh. Keadaan ini sering dimulai dengan bersungut-sungut.
 Kurang mampu bercakap-cakap dengan teman sepergaulan meskipun
mungkin masih ada kemampuan berbahasa.
 Mengulang-ulang kata atau kalimat-kalimat.
 Tidak bisa spontan mempercayai teman bermain
2. Perilaku dan perhatian yang berulang-ulang, seperti terlihat paling tidak 1 gejala
berikut:
 Buah pikiran yang berulang-ulang dan perhatian terbatas baik itensitas
maupun isinya.
 Kegiatan rutin dan gerakan ritual seperti dipaksakan
 Gerakan otot berulang-ulang, seperti melambai-lambaikan tangan atau
memutar-mutar tangan, atau menggerak-gerakakan tubuh.
 Perhatian terpaku pada atu bahan/benda permainan, (seperti mencium-cium
bau, meraba-raba halusnya permukaan mainan.

F. PENGOBATAN ANAK AUTISTIK (AUTISME)


Menurut ahli, sebagian besar anak autisme bila diagnosanya cepat di tegakkan dan di
tanggulangi dengan baik oleh penyakit jiwa, bisa tumbuh samapai dewasa dan masih bisa
berbuat dan berguna untuk sesama meskipun mungkin cara hidup kesehariannya masih
autistik (menurut keinginan dan caranya sendiri).
Jangan dikira tidak ada cara pengobatannya. Banyak yang bisa dilakukan terhadap
penderita autisme, antara lain :
1. terutama melalui program pendidikan dan latihan di ikuti pelayanan dan perlakuan
lingkungan yang wajar.

15
2. untuk mngurangi perilaku anak yang tidak wajar, pengasuh dan orang tua harus di
ajari cara menghadapi anak autisme.
3. pengobatan yang dilakukan adalah untuk membatasi memberatnya gejala dan
keluhan, sejalan dengan pertambahan usia anak.
4. diusahakan agar anak meningkatkan perhatian dan tanggung jawab terhadap orang
sekitarnya.
5. untuk mencapai keadaan tersebut, bimbingan dan pendidikan harus dilakukan secara
perorangan, dan tidak mungkin efektif bila di lakukan secara kelas.
6. orang tua, saudara atau pelatih sukarela, harus ikut menyediakan waktu dan perhatian
beesama-sama tenaga penolong sehingga anak tidak mempunyai peluang untuk
kembali pada kebiasaannya yang kurang baik, yang sudah terbiasa dia lakukan
sebelumnya.
7. perlunya menegakkan diagnosa autisme secara dini.

Berikut ini adalah contoh dalam menangani penderita autisme.


“ Seorang ibu datang membawa anaknya yang baru berumur 9 minggu, mengeluhkan
anaknya seperti tidak ada kontak pandang dengan orang tua disertai beberapa keterlambatan
perkembangan, seperti sangat peka trhadap beberapa jenis makanan. Dikarenakan
diagnosanya segera di tegakkan, lingkungan dapat memahami, dan diberikan bantuan
seperlunya sehingga pada umur 15 tahun dapat dipahami sepenuhnya masalah pada anak
yang menderita autisme ini. Ternyata pendengaran anak ini sangat kurang peka demikian
juga penglihatannya. Berkat temuan ini pengelolaan terhadap penderita tentu saja berbeda
satu sama lain, misalnya keterbatasan penglihatan anak ini bisa di atasi dengan bahasa
isyarat. Masalah lain pada anak ini adalah ingin terus menerus dalam gendongan, dan duduk
di pangkuan, sulit melupakan bau sesuatu, termasuk bau pakaiannya sendiri. Sebagi
tambahan, pengelolaan terhadap anak ini di usahakan agar suasana rumah dan lingkungan
tidak terlalu bising, radio tidak boleh distel keras-keras, dan makanan pun yang diberikan
harus lunak tanpa dibubuhi penyedap rasa.
Jadi, penanganan masalah dari anak autisme ini, anatara lain adalah :
1. Mengurangi kepekaan terhadap bunyi, rasa perabaan kulit, cahaya, rasa makanan, dan
lain-lain serta mengusahakan perubahan perilaku yang menyimpang.

16
2. Bila kebiasaan perilaku dan tutur bahasanya yang kacau bertambah memburuk, saatnya
anak ini memerlukan pembimbing khusus.
3. latihan bicara berbahasa, dan bahasa isyarat, diperlukan untuk memberikan pelatihan dan
bimbingan bagi anak yang mengalami ganguan berbahasa yang berat (sampai anak
seperti orang bisu, tak mau bicara).
4. Psycoterapy lebih diperlukan pada autisme anak yang lebih besar dari pada untuk anak
autisme yang masih balita.
Perencanaan pengobatan yang paripurna terhadap anak autisme, termasuk :
 Program pendidikan
 Petunjuk bagi pengasuh dan keluarga dalam menghadapi anak autisme
 Perhatian pada pengaruh langkah pengibatan yang di ambil
Obat-obat psikotropik kadang-kadang bermanfaat pada beberapa penderita autisme.
Fasilitas pengobatan untuk anak prasekolah biasnya dipersiapkan untuk anak autisme yang
masih kecil dan berat. Sekolah pemerintah, sebaiknya tanggap untuk menyediakan fasilitas
untuk menangani anak autisme.

Program pelatihan anak autisme antara lain :


a) Program playgroup untuk anak autisme usia prasekolah.
b) Program wisata dan rekreasi.
c) Konsultasi disertai pelatihan bagi orang tua dan kelurga anak autisme.
d) Tempat tinggal/ruang perawatan anak autisme bila keluarganya tidak mampu
menanggulangi di dalam keluarga.
e) Latihan kerja dan beberapa program persiapan bergaul dan bekerja dimasyarakat bagi
anak autisme yang sudah agak besar dan remaja.
f) Fasilitas perawatan gigi, dan pelayanan kesehatan khusus untuk penderita autisme.
g) Persiapan fasilitas lain di dalam masyarakat sehingga penderita autisme tidak terlalu
tergantung pada orang sekitarnya.

17
Berikut ini langkah-langkah yang diperlukan dalam pengelolaan penderita autisme.
1. tentukan terlebih dahulu masalah penyimpangan perilaku dan perilaku yang mana kira-
kira kita perlu ditingkatkan.
2. tentukan berapa sering timbulnya penyimpangan perilaku tersebut.
3. tentukan apa faktor pencetus timbulnya penyimpangan perilaku tersebut.
4. tentukan perubahan mana yang perlu untuk meningkatkan atau mengurangi
penyimpangan perilaku.
5. rencanakan program tersebut.
6. yakinkan dan usahakan agar semua pihak yang terlibat ikut peduli dengan program
tersebut.
7. periksa dan usahakan agar semua program yang direncanakan bisa berjalan secara
konsisten.
8. adakan penilaian program secara teratur dan jangan terlalu mengharapkan hasilnya
dalam waktu singkat.
9. adakan modifikasi atau hentikan program setelah hasil yang anda harapkan tercapai.
Ingat, beberapa jenis kelainan perilaku tidak mudah untuk di ubah. Salah seorang ahli
menganjurkan, paling tidak, 3 bulan setelah program dilaksanakan baru dilakukan penilaian
apakah berhasil atau gagal. Bila terlalu buru-buru mengubah langkah pengelolaan, bisa
menimbulkan malapetaka bagi si penderita.
10. memberikan permainan yang rutin dan tetap merupakan jenis pengobatan bagi anak
autisme, yang bisa mengurangi kecemasan dan meningkatkan rasa aman dalam dunianya.
11. bergaul akrab dengan penderita, menuntun dalam berjalan, misalnya berekreasi, juga di
anjurkan oleh para profesional.
12. pengobatan secara psikologi dan secara bermain, termasuk yang dianjurkan juga.
13. begitu juga latihan memilih dan latihan berkomunikasi.

G. PERANAN ORANG TUA, GURU, DAN MASYARAKAT DALAM PENDIDIKAN


ANAK AUTISTIK (AUTISME).

18
A. Peranan Orang Tua
Menurut Puspita (2001) bahwa peranan orang tua anak autism dalam membantu anak
untuk mencapai perkembangan dan pertumbuhan optimal sangat menentukkan. Tindakan
awal yang perlu dilakukan oleh para orang tua anak autism ialah:
 orang tua perlu teliti dalam mengamati berbagai gejala yang nampak pada diri anak
yang autism. Ketelitian orang dalam mengamati berbagai gejala tersebut akan menjadi
bahan acuan bagi orang tua dalam mengambil keputusan yang tepat dalam memberikan
penanganan secara dini kepada anak autistim
 Setelah para orang tua mengenali keadaan anaknya apa adanya dan mengetahui ciri
autisme yang dimiliki anak serta gejala autism yang muncul pada setiap anak yang
bersifat sangat individual dan unik, maka langkah selanjutnya yang perlu dilakukan oleh
para orang tua anak autism adalah melakukan pendampingan yang intensif sesuai
dengan gejala autism yang dimiliki anak. Pendampingan yang dimaksud adalah
memastikan adanya interaksi aktif antara anak dengan orang tua atau pengasuhnya
yang ada disekitar nya. Tujuan kegiatan pendampingan yang intensif ini ialah untuk
membina kontak batin secara terus menerus dengan anak dan untuk meningkatkan
pemahaman anak yang umumnya cenderung terbatas.
 Penanganan yang diberikan orang tua kepada anaknya yang autism sebaiknya bersifat
terpadu dan menyeluruh yang mencangkup aspek fisik dan psikis atau jasmani dan
rohani. Pemberian pendidikan dan latihan secara intensif tanpa di barengi dengan
upaya memperbaiki keseimbangan metabolisme atau perbaikan kondisi fisik pada diri
anak yang autism, maka akan memberikan hasil yang kurang optimal. Sebaliknya, jika
para orang tua hanya menggantungkan harapan pada obat-obatan atau kontrol
makanan tanpa ada usaha pemberian pendidikan dan latihan yang intensif, kontinyu,
dan konsisten kepada anak yang autism, tentu saja hasilnya juga kurang optimal.
 Peningkatan pemahaman anak dalam bidang kemampuan berpikir dan kemandirian
mengurus diri sendiri tersebut dapat dilakukan oleh para orang tua dengan cara
memberikan pengalaman sebanyak mungkin kepada anak yang disertai dengan
pengarahan. Orang tua harus mengikuti anaknya kemana ia pergi, memeberi tahu
terhadap apa yang dipegang dan dilihat anaknya, dan menjelaskan beberapa kejadian
yang dialami anaknya, serta orang tua perlu memberi makna pada kehidupan anaknya

19
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dan perlu dilakukan oleh para orang tua dalam
menetapkan tatalaksana yang tepat bagi srtiap anak, yaitu:
 orang tua harus mengenali kelebihan dan kekurangan anak, lengkap dengan ciri
autisnya untuk mengetahui kebutuhan anak, mengenali kemungkinan penanganan yang
dapat diberikan kepada anak, menetapkan beberapa jenis penanganan sesuai
kebutuhan, melakukan pemantauan secara terus menerus terhadap perkembangan
anak, dan secara berkala kembali kepada langkah pertama, yaitu mengetahui kelebihan
dan kekurangan pada diri anak yang autistik sesuai dengan proses perkembangan yang
terjadi pada diri anak autistik. (puspita, 2001).
 para orangtua anak autism harus juga selalu berkembang dengan cara para orang tua
harus selalu berusaha dan belajar terus menerus untuk mempelajari berbagai hal yang
berhubungan dengan semua aspek kehidupan anak yang autism karena setiap anak
autism.
 Penanganan anak auitism seharusnya tidak tertuju kepada keinginan agar anak mampu
berbicara, tetapi memahami apapun yang dikatakan oleh orang lain. Perkenalkan
kepada anak berbagai kegiatan untuk mengembangkan minat anak auitsm dalam dunia
disekitarnya. Selain meningkatkan pemahaman anak autism, upaya selanjutnya adalah
sedapat mungkin mengurangi atau menghilangkan ciri negatif yang ada pada anak.
Misalnya anak autis yang cenderung membenturkan kepala untuk mencari perhatian,
peganglah kepala anak sambil diusap-usap. Dengan cara seperti ini anak merasa
diperhatikan.
 Para orang tua perlu menanamkan pemahaman kepada anak bhawa dalam kehidupan
didunia ini ada aturan-aturan yang perlu ditaati. Aturan itu ada disekolah, dirumah, dan
dalam kehidupan masyarakat. Misalnya mengajarkan anak untuk taat terhadap aturan
waktu salat, maka orang tua perlu memberikan contoh keteladanan berupa salat lima
waktu sesuai dengan waktu salat.
 Jika para orang tua anak yang autism itu berhasrat mengajarkan konsep-konsep baru,
misalnya konsep tentang warna, angka, bentuk, dan sebagainya, maka pastikan bahwa
pada saat tersebut hanya ada satu aspek dari konsep baru tersebut yang ditargetkan
dicapai oleh anak. Gunakan alat bantu yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan
pemahaman anak. Jika orang tua mengajarkan anak tentang benda-benda yang
berbentuk balok, maka ambil ambil balok yang berasal dari kayu (aslinya) lalu terangkan

20
kepada anak tentang balok tersebut. Sesudah itu, anak autism disuruh mengambil
gambar balok tersebut dengan balok kayu asli untuk mengetahui apakah anak sudah
memehami tentang konsep bentuk balok.

Intinya dalam melayani kebutuhan anak autistik anak autistik oloeh pihak orang tua,
keluarga, guru, terapis, pembantu di rumah tangga, dan pihak lain yang menaruh minat dan
peduli terhadap anak autistik, di butuhkan kesabaran, ketekunan, keikhlasan, dan sikap mau
menerima keberadaan anak autistik apa adanya. Selain itu, dibutuhkan kerja sama yang
sinergik kesemua pihak tersebut untuk menghindari rasa bosan dalam melayani kebutuhan
anak autistik, seperti yang dikemukakan oleh lovaas, 1996 bahwa orang tua yang paling
hangat dan penuh kasih sayang terhadap anaknya yang autistik dapat mengalami hilang akal
dan bahkan berubah menjadi maniak (gila) yang selalu berteriak-teriak jika tertekan
menghadapi anaknya.

B. Peranan Guru
Guru sebagai pengajar dan pendidik di sekolah memiliki peranan yang ganda. Yaitu
membantu orang tua anak autism disekolah dan membantu terapi atau pembimbing dan
pelatih dalam program penata laksanaan gangguan autisme. Widyawati (2002)
mengemukakan bahwa tujuan terapi pada gangguan autism adalah untuk mengurangi
masalah perilaku, meningkatkan kemampuan dan perkembangan belajar anak autistik,
terutama dalam hal penguasaan bahasa, dan membantu anak autistik agr mampu
bersosialisasi dalm beradaptasi dilingkungan sosialnya.
Tujuan tersebut diatas dapat tercapai dengan baik melalui suatu program terapi yang
menyeluruh dan bersifat individual, dimana pendidikan khusus dan terapi wicara merupakan
kompenen yang penting. Namun yang tidak boleh dilakukan oleh pihak guru khususnya dan
pihak lain yang terkait ialah bahwa masing-masing individu anak yang autism adalah unik,
sehingga jangan beranggapan bahwa satu metode berhasil untuk satu anak dan metode
tersebut berhasil pula untuk anak autism yang lain. Jadi suatu metode yang diterapkan
disesuaikan dengan karakteristik dan kemampuan dari masing-masing anak yang autistik.
 Guru perlu memperhatikan kelemahan dan kekuatan anak sebagai basis dalam
menyusun dan menerapkan pendidikan untuk anak autism. Guru perlu memberikan
pelatihan yang terstruktur yang memperkecil kesempatan anak untuk melepaskan diri

21
dari teman-temannya dan guru segera bertindak bila anak melakukan aktivitas sendiri.
Anak perlu diikutsertakan dalam proses penyusunan program pelatihan struktur ini
dengan tujuan agar anak dapat mengatur sendiri pikiran dan tindakannya agar anak
dapat bekerja atas dasar kemampuan sendiri (mandiri).
 Dalam mebelajarkan tetang bahasa, sebaiknya materinya membicarakan tentang hal-hal
yang ada di dalam kehidupan sehari-hari anak. Dengan materi tersebut, anak lebih
mudah mengembangkan kemampuannya dalam berkomunikasi. Pada bebrapa anak
dapat dilatih bahasa isyarat dan keterampilan sosial yang ada sangkut pautnya dengan
kehidupan sehari hari.
 Untuk anak autism yang berusia remaja dan dewasa muda. Program pendidikan dan
latihan yang perlu diberikan oleh guru kerjasama dengan pihak yang terkait (orang tua,
terapis, dan tenaga medis, ahli terapi wicara, psikolog, dan lainnya) ialah masalah yang
berkenaan dengan kekurangan dalam interaksi sosial, hubungan timbal balik,
memahami aturan-aturan sosial, memusatkan perhatian bila anak berada dalam suatu
kelompok, dan kemampuan mengerjakan cara-cara yang di ajarkan oleh
pembimbingnya (widyawati, 2002).
 Dalam menangani anak autistik yang agresif, peranan yang perlu dilakukan oleh guru
adalah mengajari berkomunikasi bukan kata-kata dan tingkatan keterampilan sosial
anak melalui peragaan. Guru perlu juga konsultasikan anak ke ahli endokrinologi untuk
mengatasi agresivitas seksual anak dan konsultasi neurologi untuk mengatasi adanya
serangan kejang lobus temporalis dan sindrom hipo talamik. Guru harus menciptakan
lingjungan sekolah yang aman, teratur, dan responsif terhadap anak autistik. Guru harus
berusaha untuk membangkitkan rasa percaya diri pada anak dan membantu orang tua
untuk mengerti dan mempraktekkan teknik-teknik perilaku yang di ajarkan bersama-
sama dengan anak autistik agar meningkatkan persepsi orang tua, sehingga para orang
tua dapat membantu dengan efektif dan mengintrol perilaku anak mereka. Selain itu,
guru perlu juga mengembangkan berbagai keterampilan sebagai pengganti agresivitas,
seperti keterampilan sosial, keterampilan berkomunikasi, kerjasama, menggunakan
waktu senggang, dan keterampilan berekreasi (widyawati, 2002).

C. Peranan Masyarakat

22
Keterlibatan masyarakat dalam usaha membantu anak autism dalam berbagai hal,
khususnya dalam masalah pemberian pendidikan, pelatihan, dan bimbingan dibidang
pendidikan, sosial, karier, pribadi, dan keterampilan sensorik dan motorik sangat besar
peranannya. Hanafi(2002) mengemukakan bahwa anak autistik yang menunjukan perbaikan
gejala yang menggembirakan, memerlukan dukungan, bantuan dan kesempatan serta
toleransi dari lingkungan diluar keluarga dan sekolah khusus atau klinik untuk anak autistik.
Untuk mengembangkan potensi anak autism sebagai makhluk sosial, maka masyarakat
pendidikan dan masyarakat diluar sekolah sangan dibutuhkan kontribusinya.
Kontribusi yang perlu dilakukan oleh masyarakat pendidikan ialah:
 memberikan kesempatan kepada anak autistik untuk bersosialisai atau diintegrasikan
kesekolah umum sesuai dengan potensi dan kemampuan yang dimiliki. Selain itu,
masyarakat juga perlu memberikan informasi secara jujur dan berimbang atau
proporsional tentang segala sesuatu yang berkenaan dengan penanganan pendidikan
autisme, dan membantu usaha sosialisasi tentang autisme dan segala sesuatu yang
berhubungan dengannya bagi masyarakat luas melalui media cetak dan elektronik.
 Sedangkan kontribusi yang diharapkan dari masyarakat luas ialah berupa: membantu
menciptakan situasi lingkungan yang kondusif atau mendukung bagi anak autism. Selain
itu, para orang tua “anak yang normal” diharapkan dapat memahami dan menerima
kebutuhan pendidikan anak autism untuk diintegrasikan kedalam lingkungan normal,
dan masyarakat luas baik sebagai individu maupun sebagai pemilik fasilitas umum,
bersedia memberikan kesempatan kepada anak autistik untuk menggunakan fasilitas
umum yang dimilikinya sebagai sarana belajar dan interaksi sosial bagi anak yang
autistik. Misalnya pemilik pusat perbelanjaan atau swalayan dapat memberikan
kesempatan kepada anak autistik untuk belajar berbelanja, belajar antri, belajar
membayar sendiri harga barang yang dibeli, dan bahkan jika memungkinkan untuk
membuka kasier khusus untuk anak yang autism (hanafi 2002)

23
BAB III
KESIMPULAN

Kata autisme berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata yaitu ‘aut’yang
berarti ‘diri sendiri’ dan ‘ism’ yang secara tidak langsung menyatakan ‘orientasi atau arah
atau keadaan (state). Sehingga autism dapat didefinisikan sebagai kondisiseseorang yang
luar biasa asik dengan dirinya sendiri (Reber, 1985 dalam Trevarthendkk, 1998).
Penyebab terjadinya autisme adalah factor genetic, gangguan pada system syaraf,
ketidakseimbangan kimiawi, dan kemungkinan lainya. Karakteristik menurut power
(1989) yaitu adanya 6 gangguan dalam bidang interaksi social, komunikasi ( bcara dan
bahasa), prilaku emosi, pola bermain, gangguan sensorik – motorik, dan perkembangan
terlambat atau tidak normal.
Untuk mendidik anak autisme diperlukan kerjasama yang berkesinambungan antara
guru, orang tua dan pihak sekolah. Kontribusi yang perlu dilakukan oleh masyarakat
pendidikan ialah: memberikan kesempatan kepada anak autistik untuk bersosialisai atau
diintegrasikan keseolah umum sesuai dengan potensi dan kemampuan yang dimiliki.
Selain itu, masyarakat juga perlu memberikan informasi secara jujur dan berimbang atau
proporsional tentang dan hasil dan segala sesuatu yang berkenaan dengan penanganan
pendidikan autisme, dan membantu usaha sosialisasi tentang autisme dan segala sesuatu
yang berhubungan dengannya bagi masyarakat luas melalui media cetak dan elektronik.

24
DAFTAR PUSTAKA

 Hadi, Abdul. 2006.Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus – Autistik.


Bandung: Alfabeta Bandung
 Yatim, Faisal. dr. 2007. Autisme Suatu Gangguan Jiwa Pada Anak-anak.
Jakarta: Pustaka Populer Obor
 Santrock, John. W.1995. Live – Span Development : Perkembangan Masa
Hidup Jilid I. Jakarta: Erlangga
 www. Wikipedia.org/autisme ( Diunduh tanggal 25 september 2010 )
 www.autis.info.org/tentang autisme ( Diunduh tanggal 25 september 2010 )

25

Anda mungkin juga menyukai