STIKES SYEDZA SAINTIKA PADANG 2018/2019 BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Perilaku Abnormal
Psikologi Abnormal adalah ilmu jiwa yang mempelajari tingkah atau perilaku yang maladatif atau abnormalitas. Abnormalitas atau yang disebut juga perilaku abnormal adalah suatu bentuk perilaku yang maladaptif. Ada juga yang menyebutnya mental disorder, psikopatologi,emotional discomfort, mental illness (penyakit mental), ataupun insanity. Psikologi abnormal kadang-kadang disebut juga psikopatologi. Dalam bahasa Inggris dinyatakan dengan istilah Abnormal Psychology. Apa yang dimaksud dengan psikologi abnormal? Berikut dikemukakan beberapa definisi. Menurut Kartini Kartono, psikologi abnormal adalah salah satu cabang psikologi yang menyelidiki segala bentuk gangguan mental dan abnormalitas jiwa. Menurut Singgih Dirgagunansa mendefinisikan psikologi abnormal atau psikopatologi sebagai lapangan psikologi yang berhubungan dengan kelainan atau hambatan kepribadian, yang proses dan isi kejiwaan. Psikologi abnormal merupakan salah satu cabang psikologi yang berupaya untuk memahami pola perilaku abnormal dan cara menolong orang-orang yang mengalaminya. Perilaku abnormal merupakan tampilan dari kepribadian seseorang baik penampilan dari dalam maupun penampilan dari luar. Perilaku abnormal juga merupakan perilaku spesifik, phobia, atau pola-pola perilaku yang lebih mendalam, misalnya penyakit skizofren. Perilaku abnormal juga merupakan sebutan untuk masalah-masalah yang berkepanjangan atau bersifat kronis dan gangguan-gangguan yang gejala-gejalanya bersifat akut dan temporer, seperti intoksinasi (peracunan obat-obatan), terutama narkoba yang kesemuanya itu diakibatkan dari gaya hidup seseorang. Akhirnya, model-model perilaku abnormal juga mulai bermunculan, meliputi model-model yang mewakili perspektif biologis, psikologis, sosiokultural, dan biopsikososial. Di bawah ini adalah penjelasan-penjelasan singkatnya : 1. Perspektif biologis Seorang dokter Jerman, Wilhelm Griesinger (1817-1868) menyatakan bahwa perilaku abnormal berakar pada penyakit di otak. Pandangan ini cukup memengaruhi dokter Jerman lainnya, seperti Emil Kraepelin (1856-1926) yang menulis buku teks penting dalam bidang psikiatri pada tahun 1883. Ia meyakini bahwa gangguan mental berhubungan dengan penyakit fisik. Memang tidak semua orang yang mengadopsi model medis ini meyakini bahwa setiap pola perilaku abnormal merupakan hasil dari kerusakan biologis, namun mereka mempertahankan keyakinan bahwa pola perilaku abnormal tersebut dapat dihubungkan dengan penyakit fisik karena ciri-cirinya dapat di konseptualisasikan sebagai simtom-simtom dari gangguan yang mendasarinya. 2. Perspektif psikologi Sigmund Freud, seorang dokter muda Austria (1856-1939) berpikir bahwa penyebab perilaku abnormal terletak pada interaksi antara kekuatan-kekuatan di dalam pikiran bawah sadar. Model yang dikenal sebagai model psikodinamika ini merupakan model psikologis utama yang pertama membahas mengenai perilaku abnormal. 3. Perspektif sosiokultural Pandangan ini meyakini bahwa kita harus mempertimbangkan konteks-konteks sosial yang lebih luas di mana suatu perilaku muncul untuk memahami akar dari perilaku abnormal. Penyebab perilaku abnormal dapat ditemukan pada kegagalan masyarakat dan bukan pada kegagalan orangnya. Masalah-masalah psikologis bisa jadi berakar pada penyakit sosial masyarakat, seperti kemiskinan, perpecahan sosial, diskriminasi ras, gender, gaya hidup, dan sebagainya. 4. Perspektif biopsikososial Pandangan ini meyakini bahwa perilaku abnormal terlalu kompleks untuk dapat dipahami hanya dari salah satu model atau perspektif. Mereka mendukung pandangan bahwa perilaku abnormal dapat dipahami dengan paling baik bila memperhitungkan interaksi antara berbagai macam penyebab yang mewakili bidang biologis, psikologis, dan sosiokultural. B. Penyebab Perilaku Abnormal a. perilaku abnormal di tinjau dari faktor psikososial yaitu : 1. Trauma pada masa kanak-kanak Contoh : Ketika si anak menyaksikan orang tuanya kerap bertengkar, maka tidak menutup kemungkinan ia akan memutuskan untuk tidak menikah karena ia menganggap bahwa pernikahan menimbulkan penderitaan. 2. Deprivasi Parental (kurangnya rangsangan emosi dari orang tua seperti pelukan, pujian, ciuman dll) Contoh : Ketika ayah dan ibu si anak pergi bekerja setiap dini hari dan pulang setiap malam hari maka otomatis waktu bertemu antara orang tua dan anak sangat minim, sehingga anak kurang mendapat perhatian, pelukan, pujian, pengasuhan dll dari orang tuanya, hal itu dapat berpengaruh pada perkembangan emosi dan mentalnya. 3. Hubungan orangtua dan anak yang tidak sehat Contoh : Polah asuh yang salah seperti terlalu mengekang, terlalu membebaskan, atau contoh yang buruk dari orangtua yang kemudian di tiru oleh sang anak. 4. Struktur keluarga yang tidak sehat Contoh : orangtua yang tidak pecus dalam mendidik anak, orang tua yang anti sosial seperti pengedar narkoba/perampok, keluarga yang tidak akur dan bermasalah, keluarga yang tidak utuh. 5. Stres berat Contoh : frustasi, merasa tidak di perhatikan, dll. b. Perilaku abnormal menurut tahap fungsinya yaitu : 1. Penyebab Primer ( Primary Cause ) Penyebab primer adalah kondisi yang tanpa kehadirannya suatu gangguan tidak akan muncul. 2. Penyebab yang Menyiapkan ( Predisposing Cause ) Kondisi yang mendahului dan membuka jalan bagi kemungkinan terjadinya gangguan tertentu dalam kondisi – kondisi tertentu di masa mendatang. 3. Penyebab Pencetus ( Preciptating Cause ) Penyebab pencetus adalah setiap kondisi yang tak tertahankan bagi individu dan mencetuskan gangguan. 4. Penyebab Yang Menguatkan ( Reinforcing Cause ) Kondisi yang cenderung mempertahankan atau memperteguh tingkah laku maladaptif yang sudah terjadi. 5. Sirkulasi Faktor – Faktor Penyebab Dalam kenyataan, suatu gangguan perilaku jarang disebabkan oleh satu penyebab tunggal. Serangkaian faktor penyebab yang kompleks, bukan sebagai hubungan sebab akibat sederhana melainkan saling mempengaruhi sebagai lingkaran setan, sering menadi sumber penyebab sebagai abnormalitas. c. Penyebab perilaku abnormal menurut sumber asalnya yaitu : 1. Faktor Biologis Adalah berbagai keadaan biologis atau jasmani yang dapat menghambat perkembangan ataupun fungsi sang pribadi dalam kehidupan sehari –hari seperti kelainan gen, kurang gizi, penyakit dsb. Pengaruh – pengaruh faktor biologis lazimnya bersifat menyeluruh, artinya mempengaruhi seluruh aspek tingkah laku, mulai dari kecerdasan sampai daya tahan terhadap stress. 2. Faktor – faktor psikososia 1) Trauma Di Masa Kanak – Kanak Trauma Psikologis adalah pengalaman yang menghancurkan rasa aman, rasa mampu, dan harga diri sehingga menimbulkan luka psikologis yang sulit disembuhkan sepenuhnya. Trauma psikologis yang dialami pada masa kanak –kanak cenderung akan terus dibawa sampai ke masa dewasa. 2) Deprivasi Parental Tiadanya kesempatan untuk mendapatka rangsangan emosi dari orang tua, berupa kehangatan, kontak fisik,rangsangan intelektual, emosional dan social. Ada beberapa kemungkinan sebab, misalnya : Dipisahkan dari orang tua dan dititipkan di panti asuhan, kurangnya perhatian dari pihak orang tua kendati tinggal bersama orang tua di rumah. 3) Hubungan orang tua – anak yang patogenik Hubungan patogenik adalah hubungan yang tidak serasi, dalam hal ini hubungan antara orang tua dan anak yang berakibat menimbulkan masalah atau gangguan tertentu pada anak.
C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Abnormal
1. Faktor-faktor biologis Dalam tiga studi adopsi berskala besar di Swedia, Denmark, dan Amerika Serikat, mengindikasikan bahwa perilaku kriminal dan agresif dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan dimana faktor lingkungan pengaruhnya sedikit lebih besar. Beberapa sifat kepribadian yang umum dapat diturunkan dari orangtua kepada anaknya. Dari studi terhadap orang kembar mengindikasikan bahwa perilaku agresif (kejam terhadap hewan, berkelahi, merusak kepemilikan) jelas diturunkan, sedangkan perilaku kenakalan lainnya (mencuri, lari dari rumah, membolos sekolah) kemungkinan tidak demikian. Dalam studi terhadap 10 pasangan kembar, angka kriminalitas pada saat dewasa mencapai 50% untuk kembar monozigot, dan 20% untuk kembar dizigot. Sebaliknya, tujuh penelitian pada anak dengan perilaku antisosial pada remaja menunjukkan angka yang tinggi, namun seimbang antara kembar monozigot dan dizigot. Kelemahan neurologis, tercakup dalam profil masa kanak-kanak dari anak-anak yang mengalami gangguan tingkah laku. Kelemahan tersebut termasuk keterampilan verbal yang rendah, masalah dalam fungsi pelaksanaan (kemampuan mengantisipasi, merencanakan, menggunakan pengendalian diri, dan menyelesaikan masalah) dan masalah memori. Telah lama diketahui bahwa gangguan otak seperti trauma kepala, ensefalitis, neoplasma, dan lain-lain dapat mengakibatkan perubahan kepribadian. Anak dengan sindroma otak organik ini mungkin menunjukkan hiperkinesa, kegelisahan, kecenderungan untuk merusak dan kekejaman 2. Faktor-faktor psikologis Teori pembelajaran yang melibatkan modelling dan pengondisian operant memberikan penjelasan yang bermanfaat mengenai perkembangan dan berlanjutnya masalah tingkah laku. Anak-anak dapat mempelajari agresivitas orang tua yang berperilaku agresif. Anak juga dapat meniriu tindakan agresif dari berbagai sumber lain seperti televisi. Karena agresi merupakan cara mencapai tujuan yang efektif, meskipun tidak menyenangkan, kemungkinan hal tersebut dikuatkan. Oleh karena itu setelah ditiru, tindakan agresif kemungkinan akan dipertahankan. Berbagai karakteristik pola asuh seperti disiplin keras dan tidak konsisten dan kurangnya pengawasan secara konsisten dihubungkan dengan perilaku antisosial pada anak- anak. 3. Pengaruh Lingkungan 1) Orangtua sikap orangtua terhadap anak mereka merupakan faktor yang sangat penting bagi kepribadian anak itu. Perkawinan yang tidak bahagia atau perceraian dapat menimbulkan kebingungan pada anak. Bila orangtua tidak rukun, maka sering mereka tidak konsekuen dalam mengatur kedisiplinan dan sering mereka bertengkar di depan anak. Sebaliknya, disiplin yang dipertahankan secara kaku dapat menimbulkan frustasi yang hebat. Kepribadian orangtua sendiri juga sangat penting. 2) Saudara-saudara rasa iri hati terhadap saudara adalah normal, biasanya lebih nyata pada anak pertama dan lebih besar antara anak-anak dengan jenis kelamin yang sama. Perasaan ini akan bertambah keras bila orangtua memperlakukan anak-anak tidak sama. Untuk menarik perhatian dan simpati orangtuanya, anak-anak tersebut bisa menunjukkan perilaku yang agresif atau negativistik. 3) Orang-orang lain di dalam rumah, seperti nenek, saudara orangtua atau peayan, juga dapat memengaruhi perkembangan kepribadian anak. 4) Teman-teman seusia Penelitian mengenai pengaruh teman seusia terhadap agresi dan antisocial anak- anak memfokuskan pada dua bidang yaitu Penerimaan atau penolakan dari teman- teman seusia. Penolakan menunjukkan hubungan yang kausal dengan perilaku agresif, bahkan dengan tindakan pengendalian perilaku agresif yang terdahulu (Coie & Dodge, 1998), dan Afiliasi dengan teman-teman seusia yang berperilaku menyimpang. Pergaulan dengan teman seusia yang nakal juga dapat meningkatkan kemungkinan perilaku nakal pada anak (Capaldi & Patterson, 1994). 4. Faktor-faktor sosiologis Tingkat pengangguran tinggi, fasilitas pendidikan yang rendah, kehidupan keluarga yang terganggu, dan subkultur yang menganggap perilaku kriminal sebagai suatu hal yang dapat diterima terungkap sebagai faktor-faktor yang berkontribusi (Lahey dkk, 1999; Loeber & Farrington, 1998). Kombinasi perilaku antisosial anak yang timbul di usia dini dan rendahnya status sosioekonomi keluarga memprediksikan terjadinya penangkapan di usia muda karena tindakan criminal (Patterson, Crosby, & Vuchinich, 1992). Gangguan perilaku lebih sering didapati pada anak-anak dari golongan sosio- ekonomi tinggi atau rendah. Hal ini mungkin terjadi karena orangtua mereka terlalu sibuk dengan kegiatan sosial (pada kalangan atas) atau sibuk dengan mencari nafkah (pada kalangan bawah) sehingga lupa menyediakan waktu untuk berkomunikasi dengan baik dengan anak-anak mereka.
D. Karakteristik Perilaku Abnormal
1. Kriteria perilaku abnormal secara sederhana dapat dikategorikan sebagai berikut: 1) Segi Biologis Tingkat abnormal dari unsur biokimia dalam sistem saraf. Gejala fisik, terlihat dari tidur, nafsu makan dan tingkat energi. Adanya gangguan dalam struktur dan fungsi dari bagian-bagian dalam otak. 2) Segi Psikologis Pengalaman persepsi dan penginderaan (sensori) yang luar biasa. Fungsi kognitif yang mundur atau aneh.Status emosi terganggu. Distress personal: perilaku menyimpang. 3) Segi sosial Bertentangan dengan norma-norma sosial. Berbahaya bagi orang lain. 2. Kriteria perilaku abnormal dalam pandangan psikologi yaitu : 1) Kriteria Statistik Seorang individu dikatakan berperilaku abnormal apabila menunjukkan karakteristik perilaku yang yang tidak lazim alias menyimpang secara signifikan dari rata-rata, Dilihat dalam kurve distribusi normal (kurve Bell), jika seorang individu yang menunjukkan karakteristik perilaku berada pada wilayah ekstrem kiri (-) maupun kanan (+), melampaui nilai dua simpangan baku, bisa digolongkan ke dalam perilaku abnormal. 2) Kriteria Normal Banyak ditentukan oleh norma-norma yang berlaku di masyarakat,ekspektasi kultural tentang benar-salah suatu tindakan, yang bersumber dari ajaran agama maupun kebiasaan-kebiasaan dalam masyarakat , misalkan dalam berpakaian, berbicara, bergaul, dan berbagai kehidupan lainnya. Apabila seorang individu kerap kali menunjukkan perilaku yang melanggar terhadap aturan tak tertulis ini bisa dianggap sebagai bentuk perilaku abnormal. 3) Personal distress Perilaku dianggap abnormal jika hal itu menimbulkan penderitaan dan kesengsaraan bagi individu. Tidak semua gangguan (disorder) menyebabkan distress. Misalnya psikopat yang mengancam atau melukai orang lain tanpa menunjukkan suatu rasa bersalah atau kecemasan. Juga tidak semua penderitaan atau kesakitan merupakan abnormal.Misalnya seseorang yang sakit karena disuntik. Kriteria ini bersifat subjektif karena susah untuk menentukan standar tingkat distress seseorang agar dapat diberlakukan secara umum.
E. Jenis-Jenis Perilaku Abnormal
1. Gangguan Kecemasan Sebagian besar kita merasa cemas dan tegang bila menghadapi situasi yang mengancam dan menekan. Persaan ini merupakan reaksi yang normal terhadap stress. Kecemasan dianggap abnormal bila terjadi dalam situasi yang oleh kebanyakan orang dapat diatasi dengan mudah. Gangguan kecemasan mencakup sekelompok gangguan dimana rasa cemas merupakan gejala utama(kecemasan merata dan gangguan panik) atau kecemasan dialami bila individu berupaya mengendalikan perilaku maladaptif tertentunya (fobia dan obsesi kompulsif). 1) Gangguan kecemasan merata dan Gangguan Panik Macam-Macam Kecemasan merata dan Gangguan Panik yaitu: a. Kecemasan merata (generalized anxiety) Selalu merasa bersalah/khawatir, cenderung memberikan respon yang berlebihan pada stress yang ringan. Setiap hari hidup dalam ketegangan. Terus menerus mengkhawatirkan segala macam masalah yang mungkin terjadi dan sult sekali berkonsentrasi dan mengambil keputusan. Keluhan fisik yang lazim antara lain tidak dapat tenang,tidur terganggu,kelelahan,macam-macam sakit kepala,kepeningan,jantung berdebar-debar. b. Gangguan Panik (Panic attacks) Keadaan tiba-tiba yang penuh dengan keprihatinan atau teror akut yang meluap-luap. Pada saat serangan panik individu merasa yakin bahwa sesuatu yang mengerikan akan terjadi. Perasaan ini disertai dengan gejala seperti jantung berdebar-debar, kehabisan nafas, berkeringat, otot-otot bergetar, kepusingan, dan rasa muak. Semua ini akibat dari aktifnya bagian simpatetik sistem saraf otonomik. Saat serangan panik individu takut bahwa dia akan mati. Individu yang mengalami gangguan kecemasan merata dan serangan panik biasanya tidak tahu sebabnya mengapa mereka tercekam ketakutan. Kecemasan semacam ini disebut “mengambang dengan bebas” (free-floating) karena hal ini tidak disebabkan oleh suatu stimulus atau peristiwa tertentu tetapi terjadi dalam berbagai situasi. Peristiwa eksternal tidak begitu menjadi penyebabnya dibandingkan dengan perasaan dan konflik yang ada dalam individu itu sendiri. c. Fobia Berbeda dengan angguan kecemasn merata,gangguan fobia mengandung ketakutan yang spesifik. Seseorang yang bereaksi dengan ketakutan yang amat sangat terhadap suatu stimulus atau situasi yang menurut kebanyakan orang tidaklah sangat berbahaya,disebut orang yang fobia. Orang tersebut biasanya menyadari bahwa ketakutanya itu tidak rasional tapi dia tetap merasakan kecemasan (mulai dari rasa rasa serba salah yang amat sangat sampai panik) yang hanya dapat diredakan dengan menghindari benda atau situasi yang menakutkan itu. Rasa takut biasanya tidak didiagnosa sebagai gangguan fobia apabila rasa takut tersebut tidak sangat mengganggu kehidupan sehari-hari individu tersebut. Contoh gangguan fobia seorang wanita yang takut akan ruangan tertutup,sehingga dia tidak berani naik lift (dia menolak beberapa tawaran kerja hanya karena kantornya ada di atas lantai dua) atau seorang laki-laki yang takut akan kerumunan orang banyak sehingga dia selalu mencegah untuk menghadiri gedung pertunjukan atau berjalan di sepanjang trotoar yang penuh sesak. Bagaimana fobia dapat berkembang ? a) Teori belajar beberapa fobia mungkin disebabkan oleh pengalaman yang menakutkan.Contoh : mengembangkan rasa takut naik pesawat setelah mengalami musibah udara atau takut anjing setelah perah digigit anjing) b) Pengamatan Seorang anak yang mengamati orang tuanya yang bereaksi pada situasi tertentu dengan rasa takut dapat menghayati reaksi tersebut sebagai reaksi yang normal. Para orang tua yang penakut cenderung akan menghasilkan anak-anak yang penakut pula karena orang tua yang penakut menjadi model untuk ditiru anak-anak. c) Diberi imbalan Fobia yang terjadi karena pada saat-saat tentu seseorang tidak mau kehilangan/berpisah dengan orang terdekatnya(orang tua) sehingga selalu mencari alasan untuk tetap dekat dengan orang yang disayanginya. Dan alasanya selalu diterima sehingga dia mendapat imbalan yaitu bisa tetap dekat dengan orang-orang tersayangnya. Misalnya fobia sekolah pada anak kecil biasanya bukan takut pada sekolahnya tapi takut berpisah dengan ibunya. Karena selalu ingin berdekatan dengan ibunya menciptakan berbagai alasan misalnya dengan sakit perut, jika si ibu juga takut berpisah dengan anaknya akan mengalah pada alasannya maka si anak akan mendapat imbalan yakni kesenangan tinggal di rumah dengan ibunya. Rasa takut berpisah yang mendapat imbalan pada masa kanak-kanak dapat berkembang menjadi fobia agora sebagai respon terhadap terhadap stress dikemudian hari. d) Teori Psikoanalisis Fobia berkembang sebagai pertahanan melawan impuls yang dirasa individu dapat berbahaya. Misalnya individu yang mengalami kecemasan karena memiliki dorongan homoseksualitas menghindari timbulnya impuls homoseksualitas dengan tetap tinggal dirumahnya,menjauhi teman laki-laki, dan tidak menggunakan wc umum. d. Gangguan obsesi kompulsif Orang yang mengalami gangguan obsesi kompulsi merasa terpaksa berpikir tentang hal-hal tidak mereka inginkan. a) Obsesi : gangguan terus menerus dari pikiran/bayangan yang tidak diinginkan b) Kompulsi : desakan yang tak tertahankan untuk melaksanakan tindakan/ritual rutin tertentu. Pikiran obsesi dapat dikaitkan dengan tindakan kompulsif (misalnya,pikiran tentang kuman penyakit yang dihubungkan dengan kompulsi untuk mencuci alat-alat makan berkali-kali sebelum dipakai). Individu yang mengalami gangguan obsesi kompulsif, pikiran dan desakan ini sangat mengganggu tetapi merasa tak berdaya mengendalikannya. 2. Gangguan afektif Gangguan afektif adalah gangguan pada afeksi atau suasana hati (mood). Orang yang terganggu ini dapat mengalami depresi atau manik (girang yang tidak wajar) yang parah atau dapat berganti-ganti antara saat-saat depresi atau manik (girang yang tidak wajar) yang parah dan dapat berganti-ganti antara saat-saat depresi atau saat-saat panik. Perubahan suasana hati semacam ini mungkin saja sangat parah sehingga individu tersebut perlu dirumah sakitkan. 1) Episode manik Episode manik ringan (hipomania) orangnya penuh energi ,antusias dan percaya diri. Terus berbicara, berpindah-pindah kegiatan tanpa memikirkan waktu tidur yang cukup, dan membuat rencana-rencana besar tetapi tidak diimbangi dengan pelaksanaannya. Perilaku manik bersifat mendesak dan seringkali lebih mengekspresikan rasa kebencian daripada kegembiraan. Episode manik yang parah ( mania) berperilaku seperti konsep yang terkenal tentang“raving maniak” . Mereka sangat bersemangat dan harus selalu aktif. Mereka dapat bolak-balik,menyanyi,berteriak, atau memukul-mukul dinding selama berjam-jam. Akan marah dan menjadi ganas bila ada orang yang mengganggu kegiatan mereka. Rangsangan ( termasuk rangsangan seksual) segera diekspresikan dalam tindakan dan kata-kata. Mereka bersifat rancu dan tidak terorientasi serta mungkin mengalami delusi tentang kekayaan,pekerjaan, atau kekuatan yang besar. 2) Gangguan manik- depresi Individu yang mengalami manik dan mengalami depresi secara berganti-ganti dalam suatu episode yang bersamaan. Kondisi ini disebut sebagai gangguan bipolar; individu beralih dari satu kutub perasaan ke kutub perasaan yang lain. Gangguan bipolar atau gangguan manik depresif jarang terjadi. Gangguan manik depresif berbeda dengan gangguan afeksi lainnya karena gangguan ini cenderung terjadi pada usia yang lebih muda,lebih mungkin terjadi dalam keluarga,memberi respons pada beberapa pengobatan terapis yang berbeda, dan mudah terjadi lagi bila tidak diobati. 3) Skisofrenia Gangguan yang ditandai dengan parahnya yaitu: a. Kekacauan kepribadian. b. Distorsi realita. c. Ketidakmampuan untuk berfungsi dalam kehidupan sehari-hari. Biasanya muncul pada umur sangat muda yaitu puncaknya antara umur 25 th- 35 th. Kadang-kadang berkembang secara lamban sebagai proses yang sedikit demi sedikit. Meningkat pada perilaku mengasingkan diri dan perilaku yang tidak wajar. Gangguan skisofrenia dapat juga terjadi secara tiba-tiba, ditandai dengan kerancuan yang intens dan kekacauan emosi. Kasus ini timbul dengan segera yang disebabkan oleh adanya saat stress pada individu yang memiliki gaya hidup : a) Cenderung menyendiri. b) Suka bekerja sendiri. c) Merasa tidak aman. Ciri-ciri Skizofrenia yaitu ; a) Kekacauan Pikiran dan Perhatian. Kesulitan umum untuk menyaring stimulus yang relevan. Individu tersebut menanggapi begitu banyak stimulus yang bersamaan dan sulit mengambil makna. Pembicaraan para penderita ini tidak relevan, tidak ada ujung pangkalnya. b) Kekacauan Persepsi. Dalam fase yang akut seringkali dilaporkan bahwa dunia tampak lain bagi penderita tersebut. Ketidakmampuan memahami sesuatu sebagai suatu keseluruhan. c) Kekacauan Afektif. Tidak dapat merespon rangsangan emosional secara wajar dan normal. Namun ekspresi emosi yang datar ini/tumpul ini dapat menyembunyikan kekacauan dalam hatinya dan dapat tiba-tiba sangat marah. Kadang-kadang penderita mengukapkan perasan yang tidak relevan dengan situasi/pikiran yang diungkapkan. d) Delusi dan Halusinasi. Penderita dengan tahap akut dalam proses pikiran dan persepsi yang menyimpang disertai pula dengan berbagai delusi. Delusi yang paling umum adalah keyakinan bahwa kekuatan eksternal mencoba mengendalikan pikiran dan tindakan orang tersebut. Macam-macam delusi yaitu : a) Delusi penganiayaan = Paranoid b) Delusi kehebatan = Orang tersebut kuat dan penting c) Halusinasi dapat terjadi sendiri atau merupakan bagian dari keyakinan. d) Halusinasi Auditorik = Suara-suara. e) Halusinasi Visual = Melihat mahluk-mahluk aneh,malaikat. f) Halusinasi Sensorik = Bau busuk, rasa racun, perasaan disentuh. 3. Gangguan Kepribadian Gangguan kepribadian merupakan pola perilaku mal adaptif yang sudah kuno. Sebelumnya kita telah menjabarkan sifat-sifat kepriadian sebagai cara-cara yang tetap dalam menghayati atau berhubungan dengan lingkungan atau berpikir tentang dirinya sendiri. Bila sifat-sifat kepribadian menjadi tidak luwes dan bersifat maladaptif, sehingga mengganggu kemampuan individu berfungsi, maka sifat-sifat tersebut merupakan gangguan kepribadian. Gangguan kepribadian merupakan cara-cara yang tidak dewasa dan tidak wajar dalam mengatasi stress atau memecahkan masalah. Sifat-sifat tersebut biasanya muncul pada masa remaja dan dapat berlangsung sepanjang hidup. Berbeda dengan orang yang mengalami gangguan afektif dan kecemasan yang juga berperilaku maladaptif, orang yang menderita gangguan kepribadian biasanya tidak merasa sangat terganggu atau cemas dan tidak punya motivasi untuk mengubah perilakunya. Mereka tidak kehilangan kontak dengan realita atau tidak menunjukkan kekacauan perilaku yang mencolok seperti orang yang menderita skisofrenik.