Oleh
Muhammad Ichsan
NIM. 1920100015
Tahun 2019
BAB I PENDAHULAN
yang berada di usia 0 – 8 tahun. Pendidikan ini dapat dilakukan dalam jalur pendidikan sekolah
maupun pendidikan luar sekolah, dan bentuk pendidikan pun dapat dilakukan di Taman Kanak-
kanak, Play Group, Tempat Penitipan Anak, atau di TKA/TPA dan RA. Artinya, bentuk
pendidikan seperti apapun yang diikuti anak usia dini pada intinya adalah sama, untuk membantu
meningkatkan derajat dan kualitas anak didiknya, dan membantu proses perkembangan anak
seoptimal mungkin.
Anak usia dini adalah anak yang sedang dalam proses tumbuh kembang. Pada usia ini
segala aspek perkembangan anak mengalami kemajuan yang sangat pesat. Aspek perkembangan
yang ada pada anak usia dini meliputi aspek intelektual, fisikmotorik, sosio-emosional, bahasa,
moral dan keagamaan. Semua aspek perkembangan yang ada pada diri anak ini selayaknya
menjadi perhatian para pendidik agar aspek perkembangan ini dapat berkembang secara optimal.
Tidak berkembangnya aspek perkembangan anak ini akan berakibat di masa yang akan datang,
tidak saja anak mengalami hambatan dalam perkembangan pada masa perkembangan di usia
berikutnya, tetapi anak juga akan mengalami kesulitan dalam menghadapi kehidupan di masa
pemahaman tentang Psikologi Perkembangan Anak, karena perkembangan anak berbeda dengan
perkembangan anak remaja atau orang dewasa. Anak memiliki karakteristik tersendiri dan anak
memiliki dunianya sendiri. Untuk mendidik anak usia dini, kita perlu dibekali pemahaman
tentang dunia anak dan bagaimana proses perkembangan anak. Dengan pemahaman ini
diharapkan para pendidik anak usia dini memiliki pemahaman yang lebih baik dalam
Pendidikan Anak Usia Dini” sebagai tugas mandiri dalam mata kuliah Psikologi Pendidikan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan dari pemaparan latar belakang di atas, penulis merumuskan rumusan masalah
sebagai objek kajian sebagai berikut:
1.
C. Tujuan Penulisan Makalah
D. Manfaat Penulisan Makalah
BAB II PEMBAHASAN
Proses perkembangan ini penting bagi anak terutama untuk usia 0-5 tahun, karena apabila ada
keterlambatan atau kelainan pada perkembangan anak akan berdampak buruk bagi masa depan
anak. Maka dari itu perlu mengetahui tahap-tahap perkembangan anak. Cara memantaunya tidak
hanya mengukur tinggi badan atau berat badan, tetapi juga memantau kemampuan motorik,
bahasa, serta emosi anak.
Selengkapnya dapat disimak pada ulasan mengenai tahap-tahap perkembangan anak hingga usia
5 tahun di bawah ini.
Usia 2 tahun
Anak berusia 2 tahun senang meniru aktivitas dan tindakan orang lain. Ia juga mulai senang
bermain bersama dengan teman sebayanya. Perbendaharaan kata semakin bertambah dan sudah
mulai dapat merangkai 2-4 kata untuk membentuk sebuah kalimat. Anak pada usia ini juga sudah
dapat menyusun benda sesuai bentuk dan warna, mengetahui nama atau panggilan orang dan
benda di sekitarnya, serta sudah dapat menjalankan perintah sederhana dengan tepat.
Usia 3 tahun
Di usia 3 tahun, anak sudah dapat menunjukkan rasa sayang dan perhatian terhadap orang di
sekitarnya. Anak juga sudah memiliki banyak emosi yang bervariasi, dapat berpakaian sendiri,
dapat menyebutkan nama-nama benda-benda di sekitarnya, dapat diajak bercakap-cakap dan
memahami isi percakapan dengan cukup baik, serta mulai memahami konsep jumlah.
Usia 4 tahun
Menginjak usia 4 tahun, anak sudah dapat bekerjasama dengan teman dan lebih senang bermain
bersama teman dibandingkan dengan bermain sendiri. Anak juga sudah dapat mengucapkan
kalimat panjang, berbicara dengan jelas, memahami konsep sama/berbeda, dapat berhitung,
senang berimajinasi, serta mulai dapat menyanyikan lagu-lagu yang dikenalnya.
Usia 5 tahun
Pada usia ini, anak mulai ingin seperti temannya dan menjadi lebih mandiri. Anak juga mulai
suka menyanyi, menari, dan berakting. Saat berbicara, tutur katanya sudah jelas dengan kalimat
yang panjang dan berstruktur. Anak juga sudah dapat menulis angka dan huruf serta
menggambar bentuk-bentuk geometri.
Itulah tahap-tahap perkembangan anak usia 0-5 tahun. Perlu diingat bahwa perkembangan anak
tidaklah sama, perbedaan tersebut dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Jadi, tahap diatas
merupakan dasar perkembangan anak pada umumnya.
ads
Kematangan
Kematangan merupakan poin pertama yang dianggap poin yang paling bisa dimasukan kedalam
perkembangan kognitif. Selain bisa merubah kepribadian seseorang, aspek ini membuka adanya
kemungkinan untuk perkembangan sedangkan jika hal ini kurang tentu akan membatasi secara
luas prestasi jika dilihat dari sisi kognitif. Perkembangan berlangsung dengan kecepatan yang
berlainan tergantung pada sifat kontak dengan lingkungan dan kegiatan belajar sendiri. Maka
kematangan menjadi pilihan pertama.
Baca:
Baca:
Ekuilibrasi
Ekuilibrasi adalah proses pengaturan diri dan pengoreksi diri. Mengatur interaksi spesifik dari
imasing-masing manusia dengan lingkungan maupun pengalaman fisik, pengalaman sosial dan
perkembangan jasmani yang menyebabkan perkembangan kognitif berjalan secara sinkron dan
juga tersusun dengan baik. (Baca: Terapi Perilaku Kognitif)
Menurut Piaget, anak-anak secara aktif membangun dunia kognitif mereka dengan menggunakan
skema untuk menjelaskan hal-hal yang mereka alami seperti layaknya bercerita atau menjelaskan
apa yang mereka alami. (Baca: Gangguan Mental Pada Anak)
Skema adalah struktur kognitif yang digunakan oleh manusia untuk mengadaptasi diri terhadap
lingkungan dan menata lingkungan ini secara intelektual. Piaget (1952) mengatakan bahwa ada
dua proses yang bertanggung jawab atas seseorang menggunakan dan mengadaptasi skema
mereka:
Asimilasi yaitu proses adanya penambahan informasi baru ke dalam skema yang sudah ada.
Proses ini sifatnya subjektif, karena seseorang cenderung memodifikasi pengalaman ataupun
informasi yang sudah diperolehnya agar bisa masuk ke dalam skema yang sudah ada. (baca juga:
Cara Meningkatkan Kecerdasan Emosional)
Akomodasi yaitu bentuk penyesuaian lain yang melibatkan pengubahan atau penggantian skema
karena hadirnya informasi baru yang tidak sesuai dengan skema yang sudah ada. Pada proses ini
bisa terjadi pemunculan skema yang baru dan berubah sama sekali. (baca juga: Pengertian Bakat
Menurut Para Ahli)
Dapat menunjuk dan menyebut gambar sederhana dan juga mudah diingat.
Anak-anak dengan perkembangan kognitif tertarik mendengar seperti dongeng atau cerita (Baca:
Teori Belajar Kognitif)
Dapat mengenal anggota tubuh.
Dapat mengenal dan mengelompokan warna. (baca juga: Cara Mengatasi Anak Pemarah)
Dapat sudah mengerti konsep seperti besar dan kecil, luas dan sempit dan lainnya.
Dapat mengenal fungsi benda dengan benar. Hal ini artinya dapat mengelompokkan benda
berdasarkan bentuk,warna,ukuran dan fungsi secara sederhana. (baca juga: Fakta Kepribadian
Anak Bungsu)
Ikut dalam kegiatan membaca dengan mengisi kata-kata atau kalimat yang kosong.
Dapat menunjukkan dan menyebutkan anggota tubuhnya.
Dapat mencocokkan hingga sebelas warna. (baca juga: Teori Psikologi Perkembangan)
3. Karakteristik perkembangan kognitif anak usia 4 – 6 tahun
A. Periode Sensorimotor
Periode sensorimotor yang terjadi pada 0 hingga 2 tahun. Dimana usia ini merupakan usia bayi
lahir dengan refleks yang berasal dari lahir atau bawaan. Selain itu skema awalnya dibentuk
melalui diferensiasi refleks sejak lahir. Periode ini merupakan periode pertama dengan 6
subtahapan yang menjelaskan antara penggunaan fisik dan pikiran serta gerak yang berasal dari
refleks. (baca juga: Kecerdasan Spasial)
B. Periode Praoperasional
Periode selanjutnya yakni praoperasional. Pemikiran (Pra)Operasi menurut teori Piaget yaitu
prosedur melakukan tindakan secara mental terhadap objek yang ada. Ciri dari tahapan ini adalah
tentu operasi mental yang jarang dan secara logika tidak memadai. Selain itu, di dalam tahapan
ini anak belajar menggunakan dan menjelaskan objek dengan gambaran maupun kata-kata
meskipun masih terbata. Pemikirannya masih bersifat egosentris: anak kesulitan untuk melihat
dari sudut pandang orang lain.
Baca:
Ketiga yakni adanya tahapan operasional konkrit, tahapan ini adalah tahapan ketiga dari empat
tahapan. Muncul antara usia enam sampai duabelas tahun dan mempunyai ciri berupa
penggunaan logika yang memadai. Dalam perhitungan Piaget tahapan ini berada di usia 6 tahun
lebih dimana mereka memiliki pemikiran tanggung. Anak-anak sudah bisa dikatakan mengerti
namun belum paham 100% apa yang dimaksudkan. (baca juga:
Terakhir yakni tahap operasional formal dimana dalam tahap ini mulai dialami anak dalam usia
sebelas tahun atau bisa dikatakan saat pubertas, dan terus berlanjut sampai dewasa. Kognitif saat
dewasa sendiri tidak berhenti begitu saja meskipun perkembangannya lambat. (Baca: Psikologi
Remaja)
Karakteristik tahap ini adalah diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar
secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia. Sedangkan tahapan
operasional formal ini, seseorang dapat memahami hal-hal seperti cinta, bukti logis dan lainnya.
(baca juga: Peran Ayah dalam Keluarga)
Rasanya meskipun mereka terkadang melihat segala hal secara abu, namun anak-anak di tahapan
ini sudah menerima informasi dalam bentuk yang jelas dan detail serta bisa dipahami. Tahapan
ini muncul saat pubertas (saat terjadi berbagai perubahan besar lainnya), menandai masuknya ke
dunia dewasa secara fisiologis, kognitif, penalaran moral dan hal lainnya yang membuat orang
tua harus kembali mengawasi secara ekstra. (Baca: Ciri- Ciri Pubertas)
Baca:
Psikologi Agama
Psikologi Diagnostik
Teori Psikologi Sastra
Informasi umum mengenai tahapan-tahapan
Jika dilihat dari keempat tahapan ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
Tahapan memiliki waktu yang jelas namun pada kenyataanya, tahapan tersebut bisa dicapai
dalam usia yang berbeda. Tidak semua anak menghadapi batasan usia yang sama karena
tergantung dengan faktor lainnya. Tidak ada ada tahapan yang diloncati dan tidak ada urutan
yang mundur.
Tahapan bersifat universal sehingga tidak terkait adat dan budaya. (baca juga: Teori Kebutuhan
Maslow)
Bisa digeneralisasi maksudnya adalah representasi dan logika dari operasi yang ada dalam diri
seseorang berlaku juga pada semua konsep dan isi pengetahuan. Sehingga cakupannya cukup
luas.
Tahapan-tahapan tersebut berupa keseluruhan yang terorganisasi secara logis dan bisa ditalar
dengan pemikiran orang dewasa. (baca juga: Kognitif, Afektif, dan Psikomotorik)
Urutan tahapan bersifat hirarkis (setiap tahapan mencakup elemen-elemen dari tahapan
sebelumnya, tapi lebih terdiferensiasi dan terintegrasi) sehingga tidak berantakan dan
sembarangan.
Tahapan merepresentasikan perbedaan secara kualitatif dalam model berpikir, bukan hanya
perbedaan kuantitatif. Secara psikologi hal ini berefek juga dengan perkembangan kepribadian
seseorang ke masa dewasanya.
Demikian penjelasan terkait beberapa tahapan dalam Perkembangan Kognitif Anak Usia Dini
yang harus diketahui oleh sebagian orang tua agar mampu memantau perkembangan anak lebih
baik sehingga tumbuh menjadi anak yang pintar juga cerdas.
Tahapan Perkembangan Bahasa Anak
Ditulis oleh Muchlisin Riadi Sabtu, 01 Juni 2013 1 Komentar
Tahapan Perkembangan Bahasa Anak
Iluastrasi Bahasa Anak
Menurut pendapat Piaget (Sumantri, dkk. 2009:1-15) mengemukakan bahwa proses
perkembangan anak dari kecil hingga dewasa melalui empat tahap perkembangan, yaitu:
a. Tahap Sensori Motor (0–2 Tahun)
Pada tahap ini, kegiatan intelektual anak hampir seluruhnya merupakan gejala yang diterima
secara langsung melalui indera. Pada saat anak mencapai kematangan dan secara perlahan mulai
memperoleh keterampilan berbahasa, mereka menerapkannya pada objek-objek yang nyata. Pada
tahap ini anak mulai memahami hubungan antara benda dengan nama benda tersebut.
b. Tahap Praoperasional (2–7 Tahun)
Perkembangan yang pesat dialami oleh anak pada tahap ini. Anak semakin memahami lambang-
lambang bahasa yang digunakan untuk menunjukkan benda-benda. Keputusan yang diambil
hanya berdasarkan intuisi, bukan atas dasar analisis rasional. Kesimpulan yang diambil
merupakan kesimpulan dari sebagian kecil yang diketahuinya, dari suatu keseluruhan yang besar.
Anak akan berpendapat bahwa pesawat terbang berukuran kecil karena itulah yang mereka lihat
di langit ketika ada pesawat terbang yang lewat.
c. Tahap Operasional Konkret (7–11 Tahun)
Pada tahap ini anak mulai berpikir logis dan sistematis untuk mencapai pemecahan masalah.
Masalah yang dihadapi dalam tahap ini bersifat konkret. Anak akan merasa kesulitan bila
menghadapi masalah yang bersifat abstrak. Pada tahap ini anak menyukai soal-soal yang telah
tersedia jawabannya.
d. Tahap Operasional Formal (11–15 Tahun)
Anak mencapai tahap perkembangan ini ditandai dengan pola pikirnya yang seperti orang
dewasa. Anak telah dapat menerapkan cara berpikir terhadap permasalahan yang konkret
maupun abstrak. Pada tahap ini anak sudah dapat membentuk ide-ide dan berpikir tentang masa
depan secara realistis.
Sedangkan Johan Amos Comenius dalam Kartini Kartono (2007: 34-35) berpendapat bahwa
perkembangan bahasa seseorang terdiri dari empat periode perkembangan, yaitu:
a. Periode Sekolah-Ibu (0-6 Tahun)
Pada periode ini hampir semua usaha bimbingan-pendidikan berlangsung di lingkungan
keluarga, terutama aktivitas ibu sangat mempengaruhi proses perkembangan anak.
b. Periode Sekolah-Bahasa-Ibu (6-12 Tahun)
Pada periode ini anak baru mampu menghayati setiap pengalaman dengan pengertian bahasa
sendiri (bahasa ibu). Bahasa ibu ini digunakan untuk berkomunikasi dengan orang lain, yaitu
untuk mendapatkan impresi dari luar berupa pengaruh, sugesti serta transmisi kultural dari orang
dewasa, dan untuk mengekspresikan kehidupan batinnya kepada orang lain.
c. Periode Sekolah-Latin (12-18 Tahun)
Pada periode ini anak mulai diajarkan bahasa latin sebagai bahasa kebudayaan. Bahasa ini perlu
diajarkan kepada anak agar anak mencapai taraf beradab dan berbudaya.
d. Periode Sekolah-Universitas (18-24 Tahun)
Pada periode yang terakhir ini anak muda mengalami proses pembudayaan dengan menghayati
nilai-nilai ilmiah, di samping mempelajari macam-macam ilmu pengetahuan.
Baca Juga
Pengertian, Aspek dan Penyebab Kesepian (Loneliness)
Pengungkapan Diri (Self Disclosure)
Penyesuaian Sosial (Social Adjustment)
Biasanya kata-kata anak yang pertama kali muncul adalah nama-nama orang penting yang ada
disekitarnya, nama-nama binatang, dan benda-benda lain yang ada di sekitarnya. Anak-anak
yang telah memasuki usia 18-24 bulan mulai mengucapkan pernyataan dengan dua kata.
b. Perkembangan Bahasa Anak Usia Dini
Beberapa anak usia pra sekolah memiliki kesulitan dalam mengucapkan kelompok konsonan,
misalnya untuk mengucapkan kata setrika, mangga, dan lain-lain. Pada usia ini, anak-anak sudah
dapat mengembangkan ungkapannya lebih dari dua kata-kata setiap kalimatnya. Anak-anak
mulai berbicara dengan urutan kata yang menunjukkan suatu pendalaman yang meningkat
terhadap aturan yang komplek tentang urutan kata-kata yang diucapkan. Pada usia ini anak-anak
juga sudah mulai mampu mengembangkan pengetahuan tentang makna dengan cepat.
c. Perkembangan Bahasa Usia Sekolah
Pada tahap ini penekanan perkembangan berubah dari bentuk bahasa ke isi dan penggunaan
bahasa. Anak-anak telah mencapai tahap kreatif dalam perkembangan bahasa. Bahasa kreatif
anak dapat didengar dalam bentuk nyanyian atau sajak.
d. Perkembangan Membaca dan Menulis
Salah satu faktor yang berpengaruh pada perkembangan membaca anak usia dini ialah kesediaan
orang tua untuk menyediakan bahan bacaan dan menciptakan suasana yang kondusif bagi
perkembangan kemampuan membaca anak. Kegiatan membaca yang dilakukan secara alamiah
dalam suasana kehidupan sosial memiliki efektifitas yang tinggi untuk peningkatan kemampuan
membaca pada anak. Anak usia tujuh atau delapan tahun telah memperoleh pengetahuan tentang
huruf, suku kata dan kata. Siswa kelas tiga dan empat sudah mampu menganalisis kata-kata baru
dengan menggunakan pola orthograpik dan inferensi kontekstual. Siswa kelas lima dan enam
sudah mulai membaca dari keterampilan decoding menuju ke pemahaman.
Daftar Pustaka
Conny R. Semiawan. 1999/2000. Perkembangan dan Belajar Peserta Didik. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
Kartini Kartono. 2007. Psikologi Anak (Psikologi Perkembangan). Bandung: CV. Mandar Maju.
Mulyani Sumantri dan Nana Syaodih. 2006. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Universitas
Terbuka.
Setiap individu tentunya memiliki perasaan emosi masing-masing. Namun sebenarnya, emosi
tersebut tak hanya dirasakan oleh orang-orang dewasa saja, namun juga bisa dirasakan oleh
anak-anak sekalipun. Bahkan sebenarnya, anak-anak merasakan emosional yang lebih
dibandingkan orang-orang dewasa.
ads
Hal ini dikarenakan mereka belum mampu untuk mengendalikan emosi mereka tersebut.
Perkembangan emosi pada anak biasanya akan mengikuti perkembangan dari usia
kronologisnya. Itu berarti menandakan bahwa perkembangan emosi anak akan selalu
berkembang sesuai dengan pertambahan usianya, dari mulai bayi, remaja, hingga beranjak
dewasa. (baca juga: Cara Membentuk Karakter Anak Usia Dini)
Selain itu, dalam tahap perkembangan emosi anak juga sangat dipengaruhi oleh banyak faktor
yang terkait dengan lingkungannya. Namun terkadang faktor gen/keturunan juga dapat
berpengaruh di dalam perkembangan emosi anak. Nah berikut ini beberapa tahap perkembangan
emosi anak yang perlu anda ketahui. (baca juga: Fobia Sosial)
Pada fase bayi, mereka akan membutuhkan belajar banyak hal dan mengetahui lingkungannya
dengan familiar. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, perlakuan yang di dapat pada usia ini akan
memiliki peran penting dalam pembentukan rasa percaya diri mereka. (baca juga: Psikologi
Diagnostik)
Pada minggu 3-4 usia anak, mereka akan mulai menunjukkan senyumnya ketika merasa nyaman
berada di lingkungannya. Dan di minggu ke-8, mereka akan selalu tersenyum pada orang-orang
disekitarnya. Pada bulan ke-4 hingga ke-8. anak akan mulai belajar untuk mengekspresikan
emosi di dalam diri mereka seperti marah, takut, gembira, hingga takut. (Baca juga: Ciri-ciri
Pubertas)
Pada usia 12-15 bulan, anak akan merasakan ketergantungan yang semakin besar pada orang-
orang yang merawatnya. Mereka akan merasa tidak nyaman bila ada orang asing yang
menghampirinya. Pada usia mencapai 2 tahun, anak mulai pandai meniru reaksi emosi yang
diperlihatkan oleh orang-orang di sekitarnya.
Pada fase usia ini, anak akan mulai mencari aturan-aturan serta batasan yang ada di dalam
lingkungannya. Mereka akan mulai melihat akibat dari perilaku yang dibuatnya, mereka akan
mulai membedakan mana hal yang salah dan mana hal yang benar. (Baca juga: Psikologi
Diagnostik)
Meskipun pada usia ini anak belum mampu menggunakan kata-kata sebagai bentuk ekspresi
emosi nya, namun mereka akan menggunakan ekspresi wajah untuk memperlihatkan emosi dan
perasaan di dalam diri mereka. (baca juga: Kepribadian Ambivert)
Peran orang tua akan sangat membantu anak untuk dapat mengekspresikan emosi mekeka
dengan bahasa verbal. Sebagai orang tua, anda hanya perlu menerjemahkan mimik serta ekspresi
wajah dengan menggunakan bahasa verbal. (Baca juga: Kognitif, Afektif, dan Psikomotorik)
Pada usia ini, merupakan fase bermain bagi anak-anak. Tentunya pada fase ini, anak-anak
memiliki naluri untuk berinisatif melakukan sesuatu hal, inilah yang akan membuat anak belajar
mengenai arti ditanggapi dengan baik atau diabaikan (ditolak atau diterima). Bila mereka
mendapatkan sambutan yang baik, maka anak dapat belajar beberapa hal:
Mampu berimajinasi serta mengembangkan ketrampilan diri melalui aktif dalam bermain.
Dapat bekerja sama dengan teman. (baca juga: Hakikat Manusia dalam Prespektif Psikologi)
Memiliki kemampuan menjadi pemimpin (dalam permainan).
Namun bila inisiatif yang mereka miliki mengalami penolakan, maka hal ini akan membuat anak
merasa takut sehingga selalu bergantung pada kelompok dan tidak berani mengeluarkan
pendapatnya.
4. Usia 6 Tahun
Pada usia ini, emosi anak akan semakin matang. Anak akan semakin mudah mengerti hal-hal apa
saja yang bisa mereka dapatkan dari emosi yang mereka miliki. Emosi anak-anak pada usia ini
akan mudah sekali berubah. Bisa saja yang tadinya bahagia menjadi sedih hanya dalam beberapa
waktu saja. Kondisi ini sangat mudah ditemukan pada anak di suia 6 tahun. (Baca juga:
Kecerdasan Emosional dalam Psikologi)
Selain itu, di fase usia ini anak juga sudah dapat menyelesaikan tugas-tugas perkembangan yang
dapat membantu menyiapkan diri untuk memasuki tahap kedewasaan. Tentunya diperlukan
ketrampilan tertentu pada diri anak-anak. Bila anak mampu menguasai sebuah ketrampilan,
maka tentunya hal ini akan menimbulkan rasa berhasil dalam diri anak.
Namun sebaliknya, jika anak tak mampu menguasai sebuah ketrampilan, maka akan membuat
anak menjadi rendah diri. (baca juga: Teori Belajar Dalam Psikologi)
Kestabilan emosi anak akan semakin membaik sehingga mulai muncul rasa empati pada orang
lainnya. Pada tahapan ini, anak juga mulai mengenali rasa malu serta bangga. Anak pun mulai
dapat menverbalisasikan emosi yang mereka alami. Semakin bertambahnya usia, mereka akan
menyadari perasaan diri mereka serta orang lain di sekitarnya. (baca juga: Konsep Diri Dalam
Psikologi)
Bagaimana mematuhi aturan-aturan yang berkaitan dengan pertemanan, misalnya saja ketika
mengingatkan teman yang terlambat, berpartisipasi pada tugas kelompok, dan lainnya.
Belajar mengenai bermain dengan aturan dan struktur tertentu.
Belajar mengenai mata pelajaran yang ada di sekolah serta mampu mendisiplinkan diri untuk
mempelajari materi-materi tersebut. (baca juga: Psikologi Keluarga)
Bila perkembangan emosi anak dapat berkembang dengan baik, maka anak-anak akan merasa
aman dan percaya pada lingkungannya. Mereka akan memiliki rasa kompetisi yang unggul di
dalam lingkungannya. Sebaliknya, bila perkembangan tak berjalan baik maka anak akan muncul
keraguan dalam diri anak. Mereka akan merasa malu, bersalah, hingga menjadi pribadi inferior
(kalah). (baca juga: Psikologi Olahraga)
Pada usia 9-10 tahun, anak mulai dapat mengatur ekspresi emosi serta merespon distress
emosional pada orang lain. Seperti mengontrol emosi-emosi negatif, anak akan mulai belajar
mengenai hal yang membuatnya merasakan hal-hal tersebut sehingga dapat beradaptasi dan
mengontrolnya. (baca juga: Teori Cinta Stenberg)
Pada fase usia 11-12 tahun, anak akan mulai memahami mengenai norma-norma yang ada di
lingkungannya. Mereka akan mulai beradaptasi dan tidak sekaku ketika masa kanak-kanak.
Selain itu, mereka akan mulai paham bila penilai baik dan buruk dapat dibuah sesuai keadaan
dan situasi yang ada.
Nah itu tadi penjelasan mengenai tahap-tahap perkembangan emosi pada anak, dari mulai usia
balita hingga beranjak dewasa. Semoga informasi diatas dapat bermanfaat bagi anda.
baca juga:
2. Teori Maturationis
Teori maturationis (kematangan) pertama kali ditemukan oleh Hll, Rousseau dan Gessel dimana
ketiganya percaya bahwa anak harus diberi kesempatan berkembang. Menurut teori ini,
pengalaman memainkan peranan yang sangat penting dalam perkembangan. Hal ini dipandang
lebih baik dari teori behaviorisme.
Teori maturationis meyakini bahwa perkembangan fisik, sosial, intelektual, emosional,
mengikuti tahapan perkembangan dari setiap anak yang pada dasarnya berbeda-beda. Mereka
percaya bahwa setiap anak akan mengembangkan potensi mereka apabila mereka ditempatkan
pada suatu lingkungan yang optimal dan perkembangan mereka akan menjadi lambat apabila
lingkungan tidak sesuai.
Teori maturationis menyatakan bahwa anak-anak akan mempunyai kesukaran disekolah apabila
mereka “salah ditempatkan” dimana anak ditempatkan pada kelas yang memiliki tingkatan yang
berbeda dengan tingkatan perkembangan si anak. Teori ini menekankan tahapan perkembangan
si anak lebih penting dari sekedar penghargaan, hukuman, dll.
3. Teori Interaksi
Teori interaksi atau perkembangan ditemukan oleh Piaget. Piaget percaya bahwa anak-anak itu
membangun pengetahuan melalui interaksi dengan lingkungan. Anak-anak bukan merupakan
objek penerima pengetahuan yang pasif, melainkan mereka dengan aktif melakukan pengaturan
pengalaman mereka ke dalam struktur mental yang kompleks.
Selanjutnya Piaget menguraikan tentang pemikiran anak-anak mengenai konsep asimilasi,
akomodasi, dan keseimbangan. Asimilasi terjadi ketika anak melakukan pencocokan informasi
ke kategori yang ada. Jika anak diberikan pengetahuan tentang anjing, contoh tersebut akan
dimasukkan ke kategori yang sudah ada. Jika kemudian diberikan pengetahuan tentang kucing,
maka anak akan meciptakan suatu kategori baru dimana bukan hanya anjing hewan berbulu yang
dapat digendong dan ditimang. Menciptakan suatu kategori baru adalah bagian dari akomodasi
anak yang mana anak secepatnya menciptakan suatu struktur mental yang berkaitan dengan
semua hewan yang ada.
Keseimbangan adalah merupakan bagian akhir dari sisa yang mencapai semua informasi dan
pengalaman, yang kapan saja dapat dicocokan ke dalam suatu bagan yang baru diciptakan untuk
hal tersebut. Keseimbangan ini berumur sangat pendek, sebagai suatu informasi dan pengalaman
yang baru yang secara konstan ditemui oleh anak. Keseimbangan adalah proses dari pergerakan
dari keadaan ketidakseimbangan kepada keadaan seimbang.
Pendukung teori Piagetian menggolongkan pengetahuan sebagai berikut yaitu perkembangan
fisik, sosial, atau logika-matematika. Istilah yang digunakan dalam literatur untuk menguraikan
kategori ini adalah meta-knowledge. Jika seorang anak memahami tentang sistem nomor,
jumlah, maka ia juga memahami pengetahuan lain yang tidak bersifat sosial, fisik, atau logika-
matematika.
Wadsworth menguraikan tentang defenisi belajar dalam terminologi para pengikut Piagetian: ada
dua penggunaan. Penggunaan pertama, disebut sebagi makna di dalam pengertian yang luas,
dimana bersinonim dengan kata perkembangan. Penggunaan kedua, adalah mengenai hal-hal
yang lebih dangkal. Hal ini mengacu pada pengadaan informasi yang spesifik dari lingkungan,
yang berasimilasi dalam suatu bagan yang ada. Bagi teori behavioristik, mengatakan memori
dihafal tanpa berpikir. Sedangkan pada teori Poaget, belajar melibatkan konstruksi dan
pengertian.
4. Teori Psikoanalisis
Sigmund Freud, bapak dari teori psikoanalitical, yang menggambarkan perkembangan dan
pertumbuhan anak. Di dalam terminologi dikatakan bahwa anak-anak bergerak melalui langkah-
langkah yang berbeda dengan tujuan untuk mencari kepuasan yang berasal dari sumber yang
berbeda, di mana mereka juga harus berusaha untuk menyeimbangkan keadaan tersebut dengan
harapan orang tua. Mekanisme pertahanan diri diciptakan untuk tujuan agar dapat berhubungan
dengan ketertarikan. Kebanyakan orang belajar untuk mengendalikan perasan mereka dan juga
berusaha agar dapat diterima di dalam lingkungan sosial serta untuk mengintegrasi diri mereka.
5. Teori Pengaruh
Berbagai teori yang berbeda mengemukakan sudut pandang mereka yang berbeda dalam hal
menginterpretasikan pengamatan yang sudah mereka lakukan terhadap anak-anak ketika mereka
tumbuh dan berkembang. Seorang anak akan berkembang secara menyeluruh. Perkembangan di
suatu area pasti memengaruhi perkembangan di area lain. Sebagai contoh, ketika anak menjadi
gesit ia membuka lebih banyak lagi hal-hal lain dari berbagai kemungkinan untuk melakukan
eksplorasi dan belajar tentang lingkungan. Anak-anak yang merasakan bahwa mereka sedang
belajar dengan sukses atau anak-anak yang merasa yakin tentang kemampuan fisik mereka
memiliki kepercayaan diri yang baik. Anak-anak yang belajar untuk mampu mengendalikan
perilaku mereka yang impulsif dapat berinteraksi dengan orang lain atau alat-alat permainan
dalam waktu yang lebih lama, dimana hal ini juga berpengaruh terhadap perkembangan
intelektual mereka. Perkembangan sosial, fisk, dan intelektual selalu berkaitan.
6. Teori Konstruktivisme
Semiawan berpendapat bahwa pendekatan konstruktivisme bertolak dari suatu keyakinan bahwa
belajar adalah membangun pengetahuan itu sendiri, setelah dicernakan kemudian dipahami
dalam diri individu, dan merupakan perbuatan dari dalam diri seseorang. Pengetahuan itu
diciptakan kembali dari dalam diri seseorang melalui pengalaman, pengamatan, dan
pemahamannya.
Vygotsky dikenal sebagai socialkultural constructivist berpendapat bahwa pengetahuan tidak
diperoleh dengan cara dialihkan dari orang lain, melainkan merupakan sesuatu yang dibangun
dan diciptakan oleh anak. Vygotsky yakin bahwa belajar merupakan suatu proses yang tidak
dapat dipaksa dari luar karena anak adalah pembelajaran aktif dan memiliki struktur psikologis
yang mengendalikan perilaku belajarnya. Prinsip dari teori Vygotsky adalah bahwa anak
melakukan proses konstruksi membangun berbagai pengetahuannya tidak dapat dipisahkan dari
konteks sosial dimana anak tersebut berada.
Berhubungan dengan proses pembentukan pengetahuan, Vygotsky mengemukakan konsep Zone
of Proximal Development (ZPD) sebagai kapasitas potensial belajar anak yang dapat erwujud
melalui bantuan orang dewasa atau orang yang lebih terampil. Vygotsky mendefenisikan ZPD
sebagai jarak antarab level perkembangan aktual dengan pemecahan masalah secara mandiri
dengan level perkembangan potensial oleh pemecahan masalah dengan bimbingan orang dewasa.
Stuyf mengatakan bahwa strategi pembelajaran pentahapan memberikan bantuan secara
perseorangan berdasarkan ZPD. Aktifitas-aktifitas yang diberikan dalam pembelajaran
scaffolding hanya melewati tingkatan yang dapat dilalui sendiri. Askep penting dalam
pembelajaran scaffolding adalah bantuan bersifat sementara. Akhirnya anak dapat menyelesaikan
tugas dengan sendirinya tanpa bantuan lagi.
Penerapan teori konstruktivisme dalam program kegiatan bermain pada anak usia dini haruslah
memperlihatkan hal-hal berikut: anak hendknya memperoleh kesempatan luas dalam kegiatan
pembelajaran, pembelajaran pada anak usia diini hendaknya dikaitkan dengan tingkat
perkembangan potensial daripada perkembangan aktualnya, program kegiatan bermain lebih
diarahkan pada penggunaan strategi, anak diberi kesempatan luas untuk melakukan tugas-tugas
dan memecahkan masalah, dan proses belajar tidak sekedar transfersal tetapi lebih kepada ko-
konstruksi.
Perkembangan fisik pada masa bayi berjalan dengan cepat. Bayi belajar untuk mengendalikan
kepala, menggapai sebuah objek, dan barangkali berdiri dan berjalan ditahun pertama tersebut.
Ketika anak-anak tumbuh, perkembangan dari keterampilan motor mereka tidaklah sama
cepatnya dengan seperti pada kanak-kanak, tetapi hal tersebut berlangsung terus sepanjang masa
kanak-kanak. Pengamatan atas fisik mengungkapkan bahwa pertumbuhan itu adalah bersifat
cephalocaudal (proses pertumbuhan dimulai dari kepala hingga ke kaki) dan juga proximo-distal
(proses pertumbuhan dimulai berasal pusat badan ke arah luar), dan perkembangan motorik kasar
tersebut mulai berjalan dahulu sebelum motorik halus berkembang. Kendali terhadap kepala dan
otot tangan diperoleh sebelum adanya kendali otot kaki. Dengan cara yang sama, anak-anak
dapat mengendalikan otot dari tangannya sebelum mereka dapat mengendalikan otot motorik
halus pada tangan mereka yang diperlukan untuk melakukan tugas seperti menulisndan
memotong dengan gunting.
Pada saat mereka berusia tiga tahun, kebanyakan anak-anak sudah dapat berjalan mundur,
berjalan pada ujung jari kaki dan dapat berlari. Mereka juga dapat melemparkan suatu bola dan
menangkapnya dengan tangan mereka sendiri. Mereka juga dapat mengendarai sepeda roda tiga
dan memegang krayon atau pensil dengan jari mereka atau dengan genggaman tangan mereka.
Perkembangan intelektual
Perkembangan kognitif mengacu pada perkembangan anak dalam berpikir dan kemampuan
untuk memberikan alasan. Menurut Piaget, perkembangan kognitif anak terbagi dalam empat
tahapan, yaitu:
· Tahap sensorimotor (dari lahir sampai usia dua tahun)
Bayi mulai dapat melakukan aktivitas yang berhubungan dengan lingkungan melalui aktivitas
sensoris dan motorik. Tugas dari periode ini adalah untuk mengembangkan suatu konsep dari
objek yang tetap, yakni berupa pemikiran dimana objek ada bahkan ketika mereka tidak dapat
dilihat atau didengar.
· Tahap praoperasional (dari usia dua sampai tujuh tahun)
Anak mulai menggunakan simbol untuk merepresentasikan orang, tempat, dan peristiwa. Bahasa
dan imajinasi memainkan peranan penting pada tahap ini. Pemikiran masih belum logis.
· Tahap operasional konkret( dari usia tujuh sampai sebelas tahun)
Pada tahap ini, anak sudah dapat memecahkan masalah secara logis tapi belum dapat berpikir
secara abstrak.
Sumber: - Sujiono,Yuliani. 2011. Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta : PT. Indeks.
- Patmonodewo, Soemiarti. 2000. Pendidikan Anak Pra sekolah. Jakarta : PT. Rineka
Cipta.
https://12104mafp.blogspot.com/2013/12/teori-perkembangan-anak-usia-dini.html
B. Aspek Aspek Kemu’jizatan Al Qur’an
C. Tuduhan Sekitar Kemu’jizatan Al Qur’an dan Bantahannya
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
https://drhasto.blogspot.com/2011/04/tahapan-perkembangan-anak-erikson-freud.html
http://www.hilo-school.com/parenting/tahap-tahap-perkembangan-anak-usia-0-5-tahun/
https://seputarduniaanak.blogspot.com/2009/11/tahap-tahap-pertumbuhan-dan.html
11 25
https://dosenpsikologi.com/perkembangan-kognitif-anak-usia-dini
11:33
https://www.kajianpustaka.com/2013/06/tahapan-perkembangan-bahasa-anak.html
11:35
https://dosenpsikologi.com/tahap-perkembangan-emosi-anak
11:38
https://12104mafp.blogspot.com/2013/12/teori-perkembangan-anak-usia-dini.html
11: 42
Dalam memahami perkembangan manusia, teori mempunyai peranan yang sangat penting. Teori
dapat membantu kita memahami gejala-gejala dan membuat ramalan tentang bagaimana kita
berkembang serta bagaimana kita berperilaku. Dalam pembahasan tentang perkembangan manusia,
terdapat banyak teori, mulai dari sederhana dan sistematis sampai pada yang rumit. Berikut akan
dibahas tentang teori-teori perkembangan, diantaranya psikodinamis, kognitif, teori kontekstual, serta
teori behavior dan belajar social.
1. Teori Psikodinamik
Teori psikodinamik adalah teori yang menjelaskan tentang perkembangan kepribadian. Unsur-
unsurnya adalah aspek-aspek internal manusia seperti emosi, motivasi, dan aspek internal lainnya.
Asumsi teori ini adalah adalah kepribadian berkembang ketika terjadi konflik-konflik dari aspek-
aspek psikologi, yang umumnya terjadi sejak masa bayi. Pada masing-masing tahap, individu
mengalami konflik internal yang harus diselesaikan sebelum memasuki tahap berikutnya. Teori ini
banyak dipengaruhi oleh Sigmud Freud dan Erick Erikson.
Freud berfokus pada masalah alam bawah sadar, sebagai salah satu aspek kepribadian manusia.
Freud menyebutkan bahwa kepribadian manusia memiliki tiga struktur penting, yaitu id, ego, dan
superego. Id berisi segala sesuatu yang secara psikologis telah ada sejak manusia lahir, termasuk
insting-insting. Id merupakan tempat berkumpulnya energi psikis dan menyediakan seluruh daya
untuk menggerakkan kedua struktur kepribadian lainnya. Ego adalah struktur kepribadian yang
berkaitan dengan realita dan membuat keputusan-keputusan rasional. Sedangkan superego adalah
memutuskan apakah sesuatu itu benar atau salah, sehingga ia dapat bertindak sesuai dengan norma-
norma moral yang diakui masyarakat. Kemudian tiga komponen kepribadian ini berkembang melahui
tahap-tahap perkembangan psikoseksual dan setiap tahap perkembangan tersebut individu mengalami
kenikamatan pada satu bagian tubuh lebid daripada bagian tubuh lainnya.
Erick Erikson adalah salah satu seorang teoritis ternama dalam bidang perkembangan rentang
kehidupan.salah satu sumbangannya yang terbesar dalam psikologi perkembangan adalah psikososial.
Istilah “psikososial” berarti bahwa tahap-tahap kehidupan seseorang dari lahir sampai mati dibentuk
oleh pengaruh-pengaruh social yang berinteraksi dengan suatu organisme yang menjadi matang secara
fisik dan psikologis (Hall & Lidzye, 1993). Masing-masing tahap tahap memiliki tugas perkembangan
yang khas, dan mengharuskan individu menghadapi dan menyelesaikan krisis. Untuk setiap krisis,
selalu ada pemecahan yang positif dan negative, pemecahan yang positif akan menghasilkan
kesehatan jiwa, sedangkan pemecahan yang negative akan membentuk penyesuaian yang buruk
2. Teori Kognitif
Teori kognitif didasarkan pada asumsi bahwa kemampuan kogntif merupakan sesuatu yang
fundamental dan yang membimbing tingkah laku individu. Teori kogntif menekankan pada pikiran-
pikiran sadar. Saat ini sering dibahas dua teori tentang perkembangan, yaitu teori perkembangan
kognitif Piaget dan teori pemrosesan informasi.
Piaget menyebutkan bahwa pemikiran anak-anak berkembang menurut tahap-tahap atau periode-
periode yang terus bertambah kompleks.
Model kognisi dari teori pemrosesan informasi, diadaptasi dari Seifer & Haffnung, 1994)
3. Teori Kontekstual
Teori kontekstual memandang perkembangan sebagai proses yang terbentuk dari transaksi timbale
balik antara anak dan konteks perkembangan system fisik, sosial, kutural, dan histories dimana
interaksi tersebut terjadi. Ada dua teori kontekstual, yaitu teori etologis dan teori ekologis.
Pendekatan etologi difokuskan pada asal usul evolusi dari tingkah laku dan menekankan tingkah
laku yang terjadi dalam lingkungan alamiah. Teori etologi mengenai perkembangan menekankan
bahwa perilaku sangat dipengaruhi oleh biologi, terkait dengan evolusi, dan ditandai oleh periode-
periode krisis atau sensitive (Santrok, 1998).
Berbeda dengan teori etologis, teori ekologis memberikan penekanan pada system lingkungan.
Tokoh utama teori ekologi adalh Urie Brofenbrenner. Pendekatan ekologi terhadap perkembangan
mengajukan bahwa konteks dimana berlangsung perkembangan individu, baik kognitifnya,
sosioemosional, kapasitas dan karakteristik motivasional, maupun partisipasi aktifnya merupakan
unsur-unsur penting bagi perkembangan (Seifert & Hoffnung, 1994). Brofenbrenner menggambarkan
empat kondisi lingkungan dimana perkembangan terjadi, yaitu mikrosistem, mesositem, ekositem,
dan makrosistem.
a. Mikrosistem
Menunjukkan situasi dimana individu hidup dan saling berhubungan dengan orang lain. Kontek
ini meliputi keluarga, teman, sebaya, sekolah, dan lingkungan sosial lainnya. Dalam mikrosistem
inilah terjadi interaksi yang paling langsung dengan agen-agen social.
b. Mesositem
Menunjukkan hubungan antara dua atau lebih mikrositem atau hubungan beberapa konteks.
Misalnya hubungan antara rumah dan sekolah.
c. Ekositem
Terdiri dari setting social dimana individu tidak berpartisipasi aktif, tetapi keputusan penting
yang diambil memiliki dampak terhadap orang-orang yang berhubungan langsung dengannya.
Misalnya tempat orang tua bekerja, dewan sekolah, pemerintah lokal.
D. Makrosistem
Meliputi cetak biru pembentukan social dan kebudayaan untuk menjelaskan dan
mengoragnisir institusi kehidupan. Makrosistem direfleksikan dalam pola lingkan mikrosistem,
mesositem, dan ekosistem yang dicirikan dari sebuah subkultur, kultur, atau konteks sosial lainnya
yang lebih luas. Misalnya system kepercayaan bersama tentang umat manusia.
Email This
BlogThis!
Share to Twitter
Share to Facebook
Share to Pinterest