Anda di halaman 1dari 38

Psikologi Abnormal Dan Psikopatologi

Tugas Resume Gangguan Psikologi Abnormal

Disusun Oleh :
Nama : Allen Destya Vira
Nim : 11661201336
Kelas/Semester :C/4

Dosen Pengampu
Ikhwanisifa, M.Psi, Psikolog

Fakultas Psikologi

Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim


Riau
Gangguan Kecemasan
Kecemasan adalah keadaan suasana perasaan mood, yang ditandai oleh gejala-gejala jasmaniah
seperti ketegangan fisik dan kekhawatiran tentang masa depan (APA, 1994, dalam Barlow, Durrrand
2006). Hampir setiap orang merasakan kecemasan. Perasaan tersebut ditandai oleh rasa ketakutan yang
difuse, tidak menyenangkan dan seringkali disertai oleh gejala otonimik (diare, pusing, hipertensi,
gelisah, tremor, gangguan lambung, frekuensi urin meningkat dan lainnya).
Kecemasan sebagai sensasi aprehensif atau takut yang biasa, bersifat norma dan dikehendaki
pada kondisi tertentu namun menjadi abnormal jika berlebihan atau tidak sesuai (Nevid,2001)
Pengalaman kecemasan memiliki 2 komponen, yaitu : kesadaran adanya sensasi fisiologis dari efek
motoric dan visceral. Freud mengklasifikasikan tiga pola kecemasan, yaitu :
1. Kecemasan yang sumbernya objektif, kecemasan nyata yang juga disebut takut
2. Kecemasan yang disebut kecemasan neurotic, yaitu kecemasan yang tidak memperlihatkan
sebab dan ciri-ciri khas yang objektif
3. Kecemasan sebagai akibat dari adanya keinginan yang tertahan oleh hati nurani
Gangguan kecemasan merupakan gangguan yang memiliki ciri kecemasan atau ketakutan yang tidak
relistis dan tidak ditampilkan secara intensif dalam cara-caara yang jelas. Ada dua hal penting dalam
gaya neurotic, yaitu:
1. Inti neurotic berupa persepsi individu terhadap lingkungan penuh ancaman
2. Pertentangan neurotic berupa perasaan mengenai dirinya yang berada dalam keadaan darurat
sehingga melakukan tindakan dan membangun sikap yang bertentangan

A. Gangguan Kecemasan Menyeluruh


1. Pengertian
Generalized Anxiety Disorder (GAD) atau gangguan kecemasan menyeluruh/umum merupakan
gangguan kecemasan yang ditandai oleh kekhawatiran yang intens, tidak terkontrol, tidak terfokus,
kronis dan terus menerus yang menimbulkan distress dan disertai oleh adanya gejala yang tidak
produktif , seperti ketegangan otot, iritabilitas dan kegelisahan. Gangguan ini adalah suatu keadaan
kronis yang mungkin terjadi seumur hidup

2. Deskripsi klinis
Gejala utama dari gangguan kecemasan menyeluruh ini adalah kecemasan, ketegangan
motoric(gemetar, kegelisahan dan nyeri kepala) hiperkinetivitas otonomik (sesak nafas, keringat
berlebihan) dan kewaspadaan kognitif (mudah tersinggung, mudah dikejutkan) gejala yang terjadi
sulit mengendalikan atau tidak terkontrol
Kriteria Gangguan Kecemasan Menyeluruh berdasarkan DSM-IV-TR, yaitu:
1. Kecemasan dan kekhawatiran ekspresif (berlebihan) selama 6 bulan atau lebih, tentang
sejumlah aktivitas, kejadian atau peristiwa sehari-hari
2. Kesulitan dalam mengontrol kekhawatiran/ketakutan
3. Paling tidak menunjukkan 3 gejala dari gejala berikut:
Kegelisahan atau perasaan tegang, menjadi mudah lelah, sulit berkonsentrasi, iritabilitas,
ketegangan otot, gangguan tidur
4. Distres atau hendaya yang signifikasikan (penderitaan semakin bermakna secara klinis atau
gangguan pada fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi-fungsi penting lainnya.
5. Kecemasan tidak terbatas pada sebuah isu tertentu
6. Gangguan bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat dan tidak terjadi semata-mata
selama gangguan mood, gangguan psikotik atau gangguan perkembangan pervasif.

3. Penyebab
1) Faktor Biologis
Orang-orang dengan gangguan kecemasan menyeluruh / umum mengalami kerentanan
biologis dan defisiensi reseptor Gamma aminobutryc acid (GABA) yang mempengaruhi aktivitas
pascasinaptik dan akan menghambat perilaku dan emosi (Davidson, 2001). Adanya reseptor
benzodiazepin yang abnormal pada otak. Ganglia basalis, system limbic, korteks frontalis
mengalami gangguan
2) Faktor Psikososial
a) Psikoanalisa
kecemasan merupakan suatu gejala konflik yang tidak terpecahkan. Freud menganggap
bahwa kecemasan memiliki dasar fisiologis. Kecemasan berhubungan dengan ketakutan
akan penghancuran atau fusi dengan orang lain
b) Kognitif
adanya respon yang tidak tepat dan tidak akurat terhadap bahaya yang dihadapi,
ketidakakuratan itu disebabkan oleh perhatian selektif terhadap perincian negatif didalam
lingkungan.
c) Model Integratif
ada 3 kerentanan yang dikembangkan orang dengan gangguan kecemasan menyeluruh,
yaitu :
1) Kerentanan Biologis ( kontribusi terhadap afek negatif yang bisa diwariskan→ Iritabilitas
2) Kerentanan Psikologis Spesifik ( sensansi fisik tertentu berpotensi
berbahaya)→hipokondria
3) Kerentanan Psikologis Menyeluruh (perasaan bahwa berbagai kejadian tidak dapat
dikontrol)→ harga diri rendah, kurang percaya diri.

4. Intervensi
1) Farmakologi :
a. Pemberian benzodiazepin (obat penenang ringan) untuk menolong klien dalam jangka
waktu pendek.
b. Pemberian buspirone 60-80% bermungkinkan efektif dalam menurunkan gejala kognitif
dari gangguan kecemasan menyeluruh dibandingkan menurunkan gejala somatik.
c. Jika benzodiazepin dan buspirone tidak efektif atau tidak sepenuhnya efektif, maka
pemberian obat trisiklik atau antagonis adrenergikbeta dapat dipertimbangkan.
2) Terapi psikoanalisa bekerja dengan anggapan bahwa kecemasan mungkin akan mengalami
peningkatan ketika mendapatkan pengobatan yang sesuai dan efektif. Tujuan terapi ini
adalah untuk meningkatkan toleransi kecemasan individu bukan untuk menghilangkannya
3) Terapi perilaku dengan menggunakan teknik relaksasi dan biofeedback.
4) Terapi kognitif perilakuan mengembalikan proses-proses kognitif yang sehat
5) Terapi berorientasitilikan memusatkan untuk mengungkapkan konflik bawah sadar dan
mengenali kekuatan ego.

B. Fobia
 Fobia Spesifik
1. Pengertian
Fobia adalah suatu ketakutan yang tidak rasional yang menyebabkan penghindaran yang
disadari terhadap objek, aktivitas, atau situasi yang ditakuti (Durand & Barlow, 2006). Fobia spesifik
adalah ketakutan irasional terhadap objek atau situasi tertentu yang dengan jelas mengganggu
kemampuan individu untuk menjalankan fungsinya (DSM IV-TR). Fobia spesifik adalah suatu
ketakutan yang beralasan yang disebabkan oleh kehadiran suatu objek atau situasi yang spesifik
(davidson dkk, 2004).

2. Deskripsi Klinis
Fobia ditandai oleh kesadaran akan kecemasan berat jika individu terpapar dengan situasi atau
objek spesifik atau jika individu memperkirakan akan terpapar dengan situasi atau objek tersebut.
Individu dengan fobia akan menghindari situasi fobik, namun beberapa pasien fobia melaporkan
bahwa mereka mengalami masalah dalam menghindari situasi yang menimbulkan kecemasan.
Ada 5 tipe Fobia spesifik (DSM IV-TR,2000)
1) Animal phobia (fobia pada binatang). Ketakutan ini sangat wajar tetapi dapat menjadi fobik
bila sangat mengganggu fungsi individu.
2) Natural Environment yaitu ketakutan terhadap situasi atau kejadian yang terdapat dialam,
terutama pada ketinggian, badai, dan air.
3) Situasional Phobia merupakan ketakutan terhadap tempat-tempat tertutup atau alat
transportasi umum.
4) Blood-Injury-Injection Phobia yaitu fobia terhadap darah, suntikan/injeksi luka.ketakutan
dan sikap menghindar ketika melihatnya
5) Tipe lain, Separation Anxiety Disorder yaitu gangguan kecemasan yang unik pada masa
anak-anak.

3. Penyebab
1) Neurobiologis : kecendrungan yang dapat diwariskan untuk mengasosiasikan objek atau
situasi yang pernah membahayakan manusia berdasarkan pengalaman sendiri dan orang
lain.
2) Kerentanan Psikologis
a. Pendekatan Psikoanalisa meyakini bahwa kecemasan disebabkan oleh impuls-impuls id
yang ditekan,sehingga kecemasan dialihkan dari impuls id
b. Pendekatan Behavior meyakini bahwa kecemasan dan ketakutan individu terhadap
objek fobik karena melakukan penghindaran terhadap situasi atau objek dikarenakan
pengalaman yang tidak menyenangkan maupun dari deskripsi orang lain
c. Kognitif memberikan penjelasan tentang bagaimana proses berpikir individu yang dapat
berperan sebagai diathes
d. Penyebab fobis khas merupakan determinan yang sangat kuat menentukan siapa yang
akan mengembangkan dan melaporkan fobia khas tertentu

4. Intervensi
1) Psikoterapi berorientasi-tilikan
a) Terapi bukan berdasarkan pada gejala nya saja tetapi ada indikasi positif dan pola hidup
untuk menggunakan terapi yang disepakati
b) Terapi berorientasi tilikan memungkinkan klien mengerti asal fonia
2) Terapi suportif “self help group” dan terapi keluarga dengan memberikan dukungan pada
klien
3) Psikoanalisa terapi dilakukan untuk mengungkap konflik-konflik yang ditekan yang
diasumsikan sebagai ketakutan yang ekstrem. Terapi Perilaku Exposure therapy dengan
menggunakan teknik densitization

 Fobia Sosial
1. Pengertian
Fobia sosial adalah ketakutan menetap dan irasional yang umumnya berkaitan dengan
keberadaan orang lain (Davidson dkk, 2004)

2. Deskripsi klinis
Sebagian penderita mengalami gangguan depresi berat. Depresi seringkali ditemukan pada
pemeriksaan status mental dan mungkin ditemukan pada sepertiga penderita fobia
Kriteria Diagnostik berdasarkan DSM IV-TR:
a. Ketakutan berat dan persisten yang berhubungan dengan performa, yang mengharuskan
individu berhadapan langsung dengan orang lain yang tidak dikenalnya
b. Keterpaparan pada situasi social yang ditakuti hampir selalu membangkitkan kecemasan dan
terkadang dalam bentuk serangan panic
c. Kesadaran bahwa ketakutan itu berlebihan
d. Situasi social atau performa yang ditakuti dihindari atau dijalani dengan distress yang intens
e. Perilaku menghindar, antisipasi yang penuh kecemasan secara signifikan mengganggu
kehidupan dan kemampuannya untuk berfungsi secara sehat

3. Penyebab
1) Biologis
Seseorang dapat mewarisi kerentanan biologis menyeluruh untuk mengembangkan
kecemasan. Kembar monozigot lebih sering mengalami
2) Eksistensi kerentanan psikologis
Kombinasi antara kerentanan biologis dan kerentanan psikologis menjadi salah saatu
penyebab semakin berkembangnya fobia sosial
3) Kognitif
Fobia ini berkembang karena individu memiliki standar penilaian yang sangat tinggi
terhadap penampilan social

4. Intervensi
1) Farmakologi
Pemberian obat yang efektif
2) Cognitive Behavior Group Therapy
Para penderita fobia social berlatih bermain perandengan situasi social. Tujuan terapi ini
adalah mengubah persepsi otomatik mengenai bahaya yang diasumsikan klien
3) Terapi perilaku
Memberikan latihan behavioral berbasis pemaparan terhadap situasi-situasi Memberikan
latihan behavioral berbasis pemaparan terhadap situasi-situasi yang memprovokasi
kecemasan merupakan bagian penting disbanding terapi kognitif
4) Psikofarmakologi
Terapi kognitif dipadukan dengan pemberian obat disertai dengan pemberian intruksi
kepada pasien untuk berusaha ,elibatkan diri di dalam situasi-situasi yang bersifaat sosial

C. GANGGUAN OBSESIF KOMPLUSIF


1. Pengertian
Gangguan Obsesif-komplusif adalah kulminasi gangguan-gangguan kecemasan yang bersifat
merusak (kecemasan menyeluruh berat dengan serangan panik yang berulang kali terjadi,
perilaku menghindar yang membuat individu merasa lemah, depresi berat (Kaplan &
Saddock,2000).

2. Deskripsi Klinis
Orang dengan gangguan ebsesif kompulsif selalu berusaha untuk menghindari peristiwa
berbahaya yang terjadi berupa pikiran, bayangan atau impils-impuls.
Obsesif adalah pikiran-pikiran, bayangan, dorongan-dorongan intrusive dan kebanyakan tidak
masuk akal yang berusaha ditolak atau dieliminasi oleh individu
Kriteria diagnostic Gangguan Obsesif Kompulsif (DSM IV-TR,2000) yaitu:
A. Obsesi : pikiran,impuls, bayangan yang berulang kali
B. Kompulsi : perilaku repetitive yang dilakukan karena individu merasa terdorong untuk
melakukannya sebagai respon daari obsesinya
C. Kesadaran bahwa obsesi itu sangat berlebihan atau tidak masuk akal
D. Pikiran, impuls atau perilaku itu menyebabkan distress, menyita waktu lebih dari 1 jam
sehari atau mengganggu fungsi hubungan normal individu

3. Penyebab
1. Neurobiologis
Gangguan obsesif kompulsif disebabkan oleh salah satu neurotransmitter yang berpasangan
dengan serotonin bila dipasangkan dengan anti depresan akan menyebabkan perubahan
fungsi
2. Psikoanalisa
Obsesi kompulsi disebabkan oleh dorongan instingtual, seksual, agresif yang tidak dapat
dikendalikan karena toilet training yang sangat keras pada tahap anal
3. Behavioral-kognitif
Upaya penekanan pikiran yang tidak menyenangkan berhubungan dengan hubungan kondisi
emosional intens menyebabkan hubungan kuat antara emosi dan pikiran yang ditekan

4. Intervensi
1. Farmakologi
Pemberian obat-obatan yang secara spesifik menghambat reuptake serotonine
2. Terapi Psikoanalisa
Terapi pelepasan egom dan proses insight individu tentang berbagai penyebab gejala yang
tidak disadari. Terapi ini mengangkat represi dan memberikan jalan bagi klien untuk
menghadapi hal yang benar-benar ditakutinya
3. Pendekatan behavior
Memberikan exposure dan ritual prevention yang mengkombinasikan teknik pemaparan
dan pencegahan ritual untuk mencegah terjadinya hal-hal yang menakutkan
4. Terapi Perilaku Rasional Emotif
Terapi ini dilakukan untuk membantu klien menghapuskan keyakinan bahwa segala sesuatu
itu mutlak harus berjalan sesuai apa yang ia inginkan
5. Psychosurgery
Operasi syaraf yang dilakukan untuk menangani gangguan psikologis

D. GANGGUAN STRES PASCA TRAUMA


1. Pengertian
GPST adalah suatu gangguan emosional yang menyebabkan distres/hendaya yang bersifat
menetap yang terjadi setelah menghadapi ancaman, keadaan yang membuat individu merasa
benar-benar tidak berdaya (Barlow, 1999)
Simtom-simtom PTSD/GSPT terdiri dari 3 hal penting, yaitu:
a. Pengalaman kembali trauma melalui mimpi dan fikiran yang membangunkan
b. Penghindaran yang persisten terhadap stimuli yang diasosiasikan sebagai penyebab trauma
dan penumpulan respons penderita
c. Kesadaran berlebihan yang persisten sehingga menyebabkan simtom-simtom peningkatan
ketegangan

2. Deskripsi klinis
Orang dengan PTSD memperlihatkan perilaku membatasi diri yang khas atau
mematirasakan respon emosionalnya, yang dapat membuat hubungan interpersonalnya
terganggu. PTSD/GSPT terbagi menjadi 2, yaitu : akut dan kronis. Akut didiagnosiskan
dalam waktu 1-3 bulan, apabila berlanjut lebih dari 3 bulan maka dianggap kronis
Berikut ini karateristik diagnosis untuk GSPT (DSM IV-TR) :
1) Individu telah terpapar dengan suatu kejadian traumatik
a. Individu mengalami, menyaksikan, atau dihadapkan dengan suatu kejadian
b. Respon individu berupa rasa takut yang besar, tidak berdaya
2) Kejadian traumatik telah dialami kembali
a. Rekoleksi yang menderitakan dan mengganggu tentang kejadian, termasuk bayangan,
fikiran atau persepsi
b. Mimpi yang buruk
c. Berperilaku seolah-olah kejadian terjadi kembali
d. Penderitaan psikologis yang kuat
e. Reaktivitas psikologis dengan internal atau eksternal yang menyimbolkan atau
menyerupai suatu aspek kejadian traumatik
3) Penghindaran stimulus berhubungan dengan trauma dan kaku responsivitas umum
4) Gejala menetap lama gangguan lebih dari 1 bulan
5) Gangguan menyebabkan penderitaan adanya peningkatan kesadaran
a. Kesulitan untuk tertidur atau tetap tertidur
b. Iritabilitas atau ledakan kemarahan
c. Kewaspadaan berlebihan
6. Respon kejut yang berlebihan bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi penting
lain

3. Penyebab
1) Biologis
Kecemasan keluarga menunjukkan kerentanan biologis yang akan mengembakan gejala
PTSD
2) Model Psikoanalisa
Trauma telah mereaktivasi konflik psikologis yang sebelumnya diam dan tidak terpecahkan
3) Kognitif
Orang yang menderita PTSD adalah orang yang tidak mampu untuk memproses atau
merasionalkan trauma yang mencetuskan gangguan
4) Perilaku
Gangguan stress pasca trauma memiliki 2 fase perkembangan, yaitu:
A. Trauma adalah dipasangkan melalui pembiasan klasik dengan stimulus yang dibinasakan
B. Melalui pembelajaran instrumental, individu mengembangkan pola penghindaran
terhadap stimulus yang dibiasakan maupun yang tidak dibiasakan
5) Sosialkultur
Ketidakstabilan keluarga merupakan salah satu factor yang dapat menumbuhkan perasaan
bahwa dunia ini tidak terkontrol dan berpotensi menjadi yang berbahaya terhadap
pengembangan gejala PTSD

4. Intervensi
1) Psikoanalisis
Menghidupkan kembali trauma emosional untuk melepaskan penderitaan emosional
2) Terapi kognitif perilaku
Pengungkapan perasaan yang tidak mengenakkan berbasis pemaparan dapat mengurangi
atau menghapus rasa takut
3) Farmakoterapi
Pemberian SSRI efektif untuk mengurangi kecemasan secara umum begitu juga untuk
mengurangi gejala PTSD
Gangguan Seksual
Perilaku seksual ada bermacam-macam dan ditentukan oleh suatu interaksi factor-faktor yang
kompleks. Perilaku seksual dipengaruhi oleh hubungan seseorang dengan orang lain,lingkungan
seseorang,dan kultur dimana seseorang tinggal. Dala pandangan Sigmund freud,semua impuls dan
aktivitas yang menyenangkan akhirnya adalah seksual dan harus sangan ditandai sejak permulaan.
Gangguan seksual mengungkapkan bahwa gangguan seksual dipandang sebagai sintom tertentu dari
psikopatologi yang berasal dari konflik yang tidak terselesaikan dimasa kecil,adanya kesulitan dalam
pembentukan attachment dasar,dan trauma. Sehingga gangguan seksual seringkali dianggap sebagai
bagian dari kondoso neurotis atau gangguan kepribadian.

A. Disfungsi Seksual
Dalam DSM IV-TR,kemunulan gangguan seksual dapat terjadi pada satu atau lebih fase. DSM IV-TR juga
menyebutkan bahwa lebih dari satu disfungsi seksual dapat muncul dan merefleksikan adanya gangguan
pada salah satu fase . oleh karena itu.DSM IV-TR membagi disfungsi seksual pada beberapa kategori
yaitu :
a) Gangguan hasrat seksual
b) Gangguan rangsangan seksual
c) Gangguan orgasmic
d) Gangguan nyeri seksual
e) Disfungsi seksual karena kondisi medis
f) Disfungsi seksual akibat zat
g) Disfungsi seksual yang tidak ditentukan
Pengkategorian dalam DSM IV-TR juga memasukkan disfungsi seksual dikarenakan kondisi medis dan
obat obatan

 Model-model respon seksual


A. Siklus respon seksual Master dan Johnson;
(1) kesenangan/excitement, (2) puncak/plateau, (3) orgasme dan (4) resolusi.
Fase pertama merupakan fase respon terhadap stimulasi kognitif, sensori-motorik, dan emosi yang
menghasilkan perasaan dan sensasi erotis. Fase selanjutnya ditandai dengan terjadinya perubahan
otot dan fisiologis lainnya yang semakin intens jika stimulus diberikan secara terus-menerus. Fase
orgasme dikatakan sebagai tahap dimana ketegangan dan pembesaran otot mencapai ukuran
maksimal. Memasuki fase resolusi, model ini menekankan pada proses fisiologis yang terjadi pada
perilaku seksual.
B. Model tahapan gabungan hasrat seksual. Life mengemukakan model lima keadaan, sementara
Kaplan mengkonsepkannya menjadi model tiga fase yang terdiri dari tiga komponen, yaitu: hasrat
(desire), kesenangan (excitement), dan orgasme. Mereka menyimpulkan hasrat seksual dimediasi
oleh aktivitas sistem limbik.
C. Model interaktif. Asumsi dasar model ini adalah pentingnya interelasi antar dimensi-dimensi hasrat
seksual dalam mendefinisikan pengalaman seksual.
D. Siklus respon seksual DSM IV:
1. Hasrat/desire: fase ini terdiri dari fantasi dan pikiran-pikiran, ketertarikan dan kecenderungan
yang mengarah pada aktivitas seksual.
2. Kesenangan/excitement: fase yang memunculkan kesenangan subjektif dan pada saat yang
bersamaan muncul perubahan-perubahan fisiologis yang berkaitan dengan aktivitas seksual.
3. Orgasme: merefleksikan kesenangan puncak.
4. Resolusi: fase yang memperlihatkan kondisi relaks secara umum, merasa sejahtera dan terjadi
relaksasi otot

 Factor resiko biologis


1. Penyakit
Disfungsi seksual seringkali dikaitkan dengan penyakit biomedis yang diakibatkan oleh
interaksi fisik dan factor factor sekunder
2. Penuaan
Permasalahan seksual pada kelompok lansia sebenarnya tidak jauh berbeda dengan
kelompok usia muda. Intervernsi yang dirancang,harus mempertimbangkan keberlanjutan
kehidupan seksual dan kesiapannya untuk mengeksplor metode iternatif untuk memenuhi
kebutuhan afeksi dan seksual di masa usia lanjutr .
3. Pengaruh obat obatan
Penelitian membuktikan bahwa penggunaan obat obatan dapat memengaruhi fase-fase
respon seksual.
 Factor resiko psikososial
1. Faktor prediosisi
Yaitu menjelaskan mengenai segala hal yang telah dilalui dan dimiliki individu
2. Factor pencetus dan factor pemelihara
Memiliki pengaruh yang bersifat sementara dalam perjalanan gangguan disfungsi seksual
3. Peran psikopatologis
Psikopatologis dapat menjadi hipotesis,bertindak sebagai factor bawaan,factor
pemicu,bahkan sebagai factor pemelihara

 Jenis-Jenis Disfungsi Seksual


a. Gangguan-gangguan nafsu seksual
1. Gangguan Penghindaran Seksual : dicirikan dengan ketidaksukaan yang aktif atau
penghindaran terhadap kontak alat dengan seorang partner seksual yang menyebabkan
tekanan personal atau masalah interpersonal
2. Gangguan hasrat seksual hipoaktif : memiliki ketertarikan yang sangat rendah terhadap
aktivitas seksual. Individu tersebut tidak mencari hubungan seksual yang nyata, juga tidak
membayangkan mereka memiliki hubungan tersebut, tidak juga mengharapkan kehidupan
seksual yang lebih aktif
b. Gangguan-gangguan rangsangan seksual
1. Gangguan rangsangan seksual wanita : Mengalami ketidakmampuan menetap atau berulang
untuk mencapai respons lubrikasi dan pembengkakan normal sebagai pertanda gairah
seksual pada saat melakukan aktivitas seksual. Hal ini memunculkan tekanan personal atau
kesulitan interpersonal dengan pasangan.
2. Gangguan ereksi pria : melibatkan kegagalan total atau sebagian untuk menjaga ereksi pada
saat melakukan aktivitas seksual yang terjadi berulang yang menyebabkan seseorang
merasa tertekan atau mengalami masalah interpersonal dalam hubungan intimnya
c. Gangguan Orgasme
1. Gangguan orgasmic : ketidakmampuan untuk mencapai orgasme atau suatu penundaan
yang menekan dalam pencapaian orgasme
2. Ejakulasi Dini : seorang pria mencapai orgasme melalui suatu hubungan seksual jauh
sebelum yang diharapkan, mungkin bahkan sebelum ia melakukan penetrasi, sehingga ia
tidak mencapai kepuasan seksual

 Treatmen disfungsi seksual


(1) meningkatkan pengetahuan, komunikasi dan sikap terhadap seksualitas
(2) mengurangi hambatan-hambatan, ketakutan, kekurangmampuan yang berkaitan dengan
aktivitas seksual
(3) meningkatkan rentang respon seksual termasuk hasrat seksual, gairah, dan orgasme melalui
komponen biobehavioral, kognitif dan afektif
(4) meningkatkan kepuasan seksual, kesenangan, dan keintiman bagi klien dan pasangannya
a) Edukasi, memberikan informasi akurat dan sensitif tentang seksual individu dan pasangannya.
b) Training komunikasi, keintiman dan relasi: meliputi pelatihan asertifitas, pemecahan masalah,
kemampuan bernegosiasi, manajemen konflik, mengembangkan kemampuan mendengar aktif,
lebih berempati, mengajak klien untuk mengekspresikan dirinya dengan jelas dan
kemampuan sosial lainnya.
c) Aktivitas perilaku yang terstruktur: untuk meningkatkan citra raga dan responnya,
meminimalkan kecemasan dan mengontrol gangguan-gangguan terkait aktivitas seksual.
d) Tritmen biomedis. Penggunaan obat-obatan maupun tindakan medis

B. Penyimpangan Seksual
1. Parafilia
A. Definisi
istilah paraphilia (para berarti “salah” atau “abnormal” dan philia berarti “ketertarikan”) secara
harfiah berarti penyimpangan yang melibatkan objek daya tarik seksual manusia.
Paraphilia adalah sekelompok gangguan yang mencakup ketertarikan seksual terhadap objek
yang tidak wajar atau aktivitas seksual yang tidak umum

B. Etiologi
a. Defisiensi-defisiensi yang sudah ada sebelumnya dalam hal:
1) Tingkat rangsangan hubungan dengan orang dewasa atas dasar suka sama suka.
2) Keterampilan sosial orang dewasa atas dasar suka sama suka.
b. Perilaku yang diterima dari orang dewasa pada masa kanak-kanak.
c. Fantasi seksual masa kanak-kanak diperkuat oleh masturbasi.
d. Dorongan seksual yang ekstrem kuat dikombinasikan dengan proses-proses berpikir yang
tidak terkontrol
 Karakteristik paraphilia
a. Eksibisionisme. Karakteristik diagnostik:
1. Diagnosis ini ditujukan terhadap orang yang dalam periode minimal enam bulan memiliki
fantasi rangsangan seksual yang intens, dorongan seksual, atau perilaku yang melibatkan
mempertontonkan alat kelamin pada orang asing yang tidak menaruh curiga terhadap
orang tersebut.
2. yang melampiaskan dorongan ini, dorongan seksual, atau fantasi seksual menyebabkan
distres atau impairment yang signifikan (Fitri, 2014: 155).

b. Voyeurism. Karakteristik diagnostic:


1. Dalam waktu setidaknya enam bulan, seseorang dengan kondisi ini memiliki fantasi yang
membangkitkan gairah seksual secara intens dan berulang atau perilaku yang melibatkan
perilaku mengobservasi seseorang yang tidak sadar sedang diobservasi yang sedang
dalam kondisi telanjang, dalam proses membuka baju, atau sedang melakukan aktivitas
seksual.
2. Orang tersebut melampiaskan dorongannya, atau dorongan seksual atau fantasinya
tersebut akan menyebabkan distres atau impairment yang signifikan (Fitri, 2014: 155)

c. Pedophilia. Karakteristik diagnostik:


1. Dalam kurun waktu setidaknya enam bulan, orang dengan gangguan ini memiliki fantasi
hasrat seksual yang berulang dan intens, dorongan seksual, atau perilaku yang
melibatkan aktivitas seksual dengan satu atau lebih anak yang belum puber
2. Orang tersebut melampiaskan dorongannya, dorongan seksualnya, atau fantasinya yang
menyebabkan distres atau impairment yang signifikan.
3. Individu dengan gangguan ini setidaknya berusia 16 tahun dan minimal 5 tahun lebih tua
dari anak yang menjadi korban.

2.LGBT
Konsepsi psikopatologis menyebutkan bahwa kelompok LGBT (lesbian, gay, biseksual dan
transgender) dianggap menyimpang dikarenakan preferensi seksualnya yang jauh berbeda dari orang-
orang kebanyakan. Istilah homoseksual berasal dari kata Yunani “homo” yang berarti sama, meskipun
istilah ini sudah tidak lagi disebut pada abad ke 19, istilah ini berlaku untuk pria dan wanita yang
memiliki preferensi seksual pada jenis kelamin yang sama. Sementara biseksual adalah lali-laki atau
perempuan yang tertarik pada orang-orang dengan jenis kelamin yang sama dan tidak menutup
kemungkinan juga melakukan kegiatan seksual dengan orang yang memiliki jenis kelamin yang berbeda.
Adapun transgender adalah individu yang secara mental merasa ditempatkan pada tubuh yang salah
dan tidak sesuai denagn preferensi seksualnya
Gangguan Kepribadian
Gangguan kepribadian sering disebut sebagai psychopathy, artinya adalah adanya kekurangan
atau gangguan dalam jiwa yang tampil dalam perilakunya sehari-hari. Kadang juga disebut sebagai
socio[athy, karena yang diperhitungkan adalah perilaku yang menimbulkan atau memberikan dampak
negative terhadap masyarakat.
Personality disorder pada umumnya ditandai oleh masalah-masalah dimana individu secara
tipikal (khas) mengalami paling sedikit kesukaran dalam melaksanakan kehidupan dengan orang lain
sebagaimana yang ia kehendaki. Orang-orang yang mengalami personality disorder ini melihat orang
lain sebagai hal yang membingungkan. Artinya, dia juga akan demikian melakukan tindakan social secara
membingungkan, tidak jelas, tidak dapat diduga
Kriteria diagnosis untuk personality disorder, mengacu pada perilaku-perilaku atau ciri-ciri yang
dikarakteristikan orang-orang saat ini dan berfungsi untuk jangka panjang sejak dewasa awal

 Tipe-tipe Personality Disorder


DSM IV TR dan DSM V mengelompokkan gangguan kepribadian menjadi tiga klaster yaitu gangguan
kepribadian klaster A,B dan C. Gangguan kepribadian yang dikelompokkan didalam kalster A adalah
gangguan kepribadian dengan ciri-ciri perilaku yang ganjil atau eksentrik. Klaster B adalah
pengelompokkan gangguan kepribadian yang menunjukkan ciri-ciri dramatic atau eratik. Pada kalster C
bentuk gangguan kepribadian yang termasuk kalster ini adalah yang menunjukkan ciri-ciri kecemasan
atau ketakutan.
A. Gangguan kepribadian klaster A
Gangguan kepribadian yang termasuk ke dalaam klaster ini adalah : gangguan kepribadian
paranoid (paranoid personality disorder), gangguan kepribadian schizoid (schizoid personality
disorder) dan gangguan kepribadian skizotipal (schizotypal personality disorder). Ketiga bentuk
gangguan kepribadian ini memiliki ciri yang hampir sama yaitu adanya perilaku yang ganjil atau
eksentrik
1. Paranoid Personality Disorder
Individu dengan gangguan ini biasanya mencurigai, hypersensitive, rigid, anxious (pencemburu)
dan argumentasi (suka berdebat). Mereka cenderung melihat diri sendiri sebagai yang baik, yang
tidak memiliki cacat, dan jarang mampu melihat kekurangan dirinya
A. Deskripsi Klinis
. Berikut kriteria gangguan kepribadian paranoid berdasarkan DSM IV TR:
1. Ketidakpercayaan dan kecurigaan yang bersifat meluas/merembet (pervasif) terhadap orang
lain.
2. Kecurigaan bahwa orang lain mengeksploitasi, memanfaatkan, menipunya
3. Keterpakuan / preokupasi dengan keragu-raguan yang tidak beralasan terhadap rekan atau
teman sejawat
4. Kecenderungan menduga adanya maksud buruk, merendahkan atau mengancam dibalik
perilaku baik yang ditampilkan orang lain.
5. Menyimpan dendam atas penghinaan, rasa sakit atau kebohongan yang pernah diterimanya.
6. Kecurigaan bahwa pasangannya selingkuh
7. Tidak muncul secara ekslusif dengan skizofrenia, gangguan mood dan gangguan psikotik.

B. Etiologi
Penyebab yang berasal dari faktor genetis, biologis, masih menjadi perdebatan terhadap
terjadinya gangguan kepribadian. Dari faktor psikologis juga masih belum dapat dijelaskan
sepenuhnya. Bebetapa pakar psikologis menjelaskan adanya keterkaitan antara pikiran dan
perilaku penderita gangguan kepribadian. Selain faktor biologis dan psikologis, faktor budaya
dan lingkungan juga memberikan kontribusi bagi terjadinya gangguan kepribadian paranoid.

C. Intervensi Klinis
Umumnya individu yang mengalami gangguan kepribadian paranoid, tidak berusaha untuk
mencari bantuan untuk sembuh, yang dikarenakan adanya ketidakpercayaan terhadap orang
lain. Biasanya penderita baru mencari bantuan apabila dirasa sudah mengalami suatu kondisi
krisis didalam kehidupannnya. Relasinya dengan menumbuhkan rasa saling percaya sangat
diperlukan untuk melakukan terapi terhadap klien dengan kepribadian paranoid. Terapi yang
diberikan adalah terapi kognitif.

2. Schizoid Personality Disorder


A. Deskripsi Klinis
Schizoid menggambarkan adanya relasi social yang rusak atau kurang harmonis, misalnya
tidak mampu dan mengalami kekurangan dalam keinginan-keinginan untuk membangun
kedekatan dengan orang lain. Orang dengan schizoid personality disorder kurang berhasrat
untuk membentuk hubungan interpersonal dan secara emosional dingin dalam berinteraksi
dengan orang lain.Ahli-ahli teori psikoanalisis berpendapat bahwa schizoid personality disorder
dibangun melalui hubungan ibu dan anak yang terganggu, dimana anak tidak pernah belajar
untuk memberi atau menerima kasih saying
Kriteria ganguan kepribadian skizoid berdasarkan DSM IV-TR, yaitu:
1. Pola pelepasan diri dari hubungan sosial dan ekspresi emosi yang terbatas, dimulai sejak
masa dewasa awal
2. Kurangya keinginan untuk menikmati hubungan dekat termasuk hubungan keluarga
3. Hampir selalu memilih aktivitas soliter / menyendiri
4. Tidak memiliki atau hanya sedikit sekali memiliki minat seksual
5. Hanya mendapat kesenangan dari sedikit aktivitas, itupun bila ada
6. Kurang memiliki sahabat atau teman akrab di luar keluarga
7. Tampak tidak peduli pada pujian ataupun kritik
8. Menunjukkan sikap dingin atau lepas secara emosional
9. Tidak muncul secara eksklusif dengan skizofrenis atau gangguan lain.
B. Etiologi
Penyebab gangguan kepribadian skizoid yang berkaitan dengan genetik,
neurobiologis dan psikososial masih terus dalam penelitian untuk mengetahui
seberapa besar kontribusi faktor tersebut terhadap terjadinya gangguan. Sifat pemalu
pada masa kanak-kanak disebutkan sebagai salah satu pertanda munculnya gangguan
pada masa dewasa
Adanya kontribusi disfungsi biologis yang dipengaruhi oleh proses belajar selama
masa kanak-kanak atau adanya masalah dalam hubungan interpersonal juga
dimungkinkan menjadi faktor munculnya gangguan skizoid.

C. Intervensi Klinis
Penderita gangguan kepribadian skizoid jarang meminta penanganan klinis,
kecuali pada kondisi-kondisi kritis yang mungkin mereka alami seperti depresi atau
kehilangan pekerjaan. Klinisian dapat memberikan intervensi kepada klien dengan
menekankan pentingnya hubungan sosial. Mengajari mengenai emosi yang dirasakan
orang lain, belajar berempati dalam keterampilan sosial. Hal ini diperlukan karena
biasanya keterampilan sosial penderita gangguan kepribadian skizoid cenderung tidak
berkembang dan memburuk, karena tidak pernah dilatih ataupun digunakan. Klinisian
dapat melakukan role playing berperan sebagai significant other bagi klien, untuk
berlatih membina dan mempertahankan hubungan sosial.

3. Schizotypal Personality Disorder


Gangguan kepribadian skizotipal menunjukkan adanya pola pervasif dari defisit
interpersonal yang ditandai dengan perilaku tidak nyaman yang akut terhadap terhadap
hubungan dekat, berkurangnya kemampuan untuk menjalin relasi yang akrab dan adanya
distorsi kognitif atau perseptual serta munculnya perilaku yang eksentrik.
Gangguan kepribadian skizotipal biasanya terisolasi secara sosial, memiliki ide-ide yang aneh
dan berperilaku tidak lazim. Seringkali dianggap aneh oleh orang lain. Penderita memiliki idea of
reference, mereka menganggap bahwa kejadian yang tidak signifikan baginya berhubungan
langsung dengan dirinya.

A. Deskripsi Klinis
Gangguan ini merupakan pola berpikir yang khas(dalam arti tidak baik) dalam bicara dan dalam
persepsi tidak actual, sehingga merusak komunikasi dan interaksi social. Perbedaan karakteristik
dari orang-orang lainnya adalah bahwa penderita schizotypal personality disorder tampak ganjil
dalam berfikir, dimana secara umum terbagi kedalam empat kategori, yaitu:
A. Kategori pertama adalah paranoia atau spiciousness (bersifat paranoid) dan selalu
mencurigai
B. Kategori kedua adalah “referensi ide” (idea of reference). Orang-orang dengan schizotypal
personality disorder cenderung meyakini bahwa kejadian-kejadian acak yang ada di
sekitarnya berkaitan dengan mereka
C. Kategori ketiga adalah dari kognisi (pikiran) yang ganjil adalah odd belieis and magical
thinking (keyakinan aneh dan pemikiran-pemikiran magis)
D. Kategori keempat dari pemikiran yang aneh adalah illusions(ilusi) yang merupakan
halusinasi yang singkat. Pada prinsipnya terdapat perbedaan antara ilusi dan halusinasi
Halusinasi adalah persepsi yang tidak berobyek, sedangkan ilusi adalah persepsi yang salah
satu obyek
Kriteria gangguan kepribadian berdasarkan DSM-IV-TR, yaitu:
1. Pola pervasif dari defisit sosial dan interpersonal yang ditandai oleh perasaan tidak nyaman
akut dengan hubungan yang dejat, distrosi kognitif atau pereptual, perilaku eksentrik,
mulai muncul pada masa dewasa awal.
2. Interpretasi yang tidak tepat mengenai penyebab kejadian dan kejadian eksternal yang
dianggap memiliki makna tertentu atau tidak lazim dan spesifik mengenai orang tersebut.
3. Keyakinan yang aneh atau magical thinking yang mempengaruhi perilakunya dan tidak
konsisten dengan norma / budaya yang berlaku.

B. Etiologi
Selain faktor genetik, terjadinya gangguan kepribadian skizotipal diyakini juga disebabkan
oleh pengaruh lingkungan. Sedangkan dari sudut pandang biologis, gangguan kepribadian
skizotipal disebabkan oleh kerusakan di hemisfer kiri otal (belahan kiri otak), bahkan ada
penelitian yang menunjukkan bahwa pada penelitian yang menunjukkan bahwa pada kondisi
gangguan skizotipal terjadi kerusakan otak secara menyeluruh.

C. Intervensi Klinis
Penanganan klinis yang dapat dilakukan yaitu dengan memberikan keterampilan sosial
untuk mengurangi isolasi sosial dan kecurigaan terhadap lingkungan. Penanganan medis juga
dilakukan dengan pemberian farmakoterapi.

B. Gangguan-gangguan Kepribadian Klaster B (antisosial, ambang, histrionic dan narsistik)


Gangguan kepribadian yang termasuk kedalam klaster ini adalah : antisosial, ambang, hitrionik,
dan narsistik. Semua gangguan kepribadian ini memiliki cara yang sama yaitu adanya perilaku
dramatic, emosional, atau eratik.
1. Historionik
Gangguan ini ditandai oleh adanya self-dramatitation, tampil selalu lebih dari seyogianya,
terlalu terlihat attractiveness(tampil menarik), kecenderungan untuk irritable (mudah
terganggu, lekas marah) dan adanya sifat-sifat tempramen untuk menampilkan jika
keinginannya untuk menarik perhatian tidak terpenuhi
2. Narcissistic
Biasanya berusaha menjadi tampil agung, menanamkan dirinya dengan gambaran besar.
Mereka tenggelam dalam keasyikan menerima atensi, salah dalam menerima reaksi orang-orang
disekitarnya, dan kurang mampu memahami dan merasakan perasaan orang lain
Karakteristik narcissistic personality disorder mirip dengan karakteristik histrionic personality
disorder. Kedua gangguan ini, individu bertindak secara dramatis dan cara yang sangat besar
atau berlebihan, mencari ketakjuban dari orang lain, tetapi memiliki kedangkalan dalam ekspresi
emosinya serta menjalin hubungan dengan orang lain

3. Antisosial
A. Deskripsi Klinis
Gangguan ini ditandai oleh ciri-ciri kurangnya perkembangan moral dan tidak mampu
membedakan mana yang pantas baginya dibandingkan dengan orang-orang yang lebih muda
darinya. Ciri kunci dari antisocial personality disorder adalah melemahnya atau rusaknya
kemampuan untuk membentuk hubungan positif dengan orang lain dan kecendrungan untuk
menggunakan perilaku-perilaku yang bertentangan dengan dasar-dasar norma dan nilai-nilai
sosial
Kriteria dari gangguan kepribadian antisosial menurut DSM IV-TR, yaitu:
1. Penderita berusia minimal 18 tahun dan menunjukkan adanya pola yang menetap dalam
hal sikap yang tidak peduli dan pelanggaran hak orang lain, sejak usia 15 tahun.
2. Tidak mematuhi norma sosial, melakukan tindakan pelanggaran hukum.
3. Memperdaya orang lai, berbohong menggunakan nama samaran untuk menipu demi
memperoleh keuntungan pribadi
4. Impulsif dan tidak mampu membuat perencanaan
5. Iritabilitas dan agresif, sering berkelahi atau menyerang orang lain
6. Tidak peduli pada keselamatan orang lain
7. Tidak bertanggung jawab terhadap perbuatan, pekerjaan dan tidak mau membayar hutang
8. Tidak menunjukkan penyesalan meskipun telah menyakiti orang lain.
9. Ada tanda gangguan tingkah laku sebelum usia 15 tahun.
10. Tidak muncul secara eksklusif selama perkembangan skizofren atau selama episode manik.

B. Etiologi
Beberapa penelitian menunjukkan adanya pengaruh genetik pada terjadinya gangguan
kepribadian antisosial. Penelitian juga menunjukkan adanya interaksi antara fahtor genetik
dengan lingkungan. Kedua faktor tersebut menjadi penting dalam mempengaruhi satu sama
lain untuk kemungkinan terjadinya gangguan kepribadian antisosial. Faktor sosial yang
dinilai cukup berpengaruh terhadap terjadinya gangguan kepribadian antisosial adalah
kurangnya atau buruknya kualitas interaksi angtara orangtua dengan anak. Faktor
neurobiologis juga diyakini menjadi faktor penyebab terjadinya gangguan kepribadian
antisosial.
C. Intervensi Klinis
Penanganan gangguan kepribadian antisosial dilakukan dengan beberapa treatmen.
Treatmen yang dilakukan dari awal, yaitu mengidentifikasi kecenderungan gangguan
kepribadian antisosial sejak dini dan kemudian orang tua diberikan pelatihan untuk
memberikan reward dan punishment untuk mengurangi perilaku bermasalah pada anak.
Pendekatan behavioral juga diterapkan dengan upaya memperbaiki hubungan keluarga dan
mengurangi pergaulan dengan kelompok yang dinilai mengarah pada perilaku kejahatan.
Selain itu dilakukan upaya pencegahan dengan pemberian pelatihan kompetensi sosial bagi
remaja.

C. KLASTER C (gangguan kepribadian avoidant, gangguan kepribadian dependent, dan gangguan


kepribadian obsessive compulsive)
Ciri esensial dari gangguan kepribadian klaster c adalah adanya kecemasan atau ketakutan.
Bentuk-bentuk gejala hamper sama dengan individu yang mengalami ganggun kecemasan
1. Borderline
A. Deskripsi Klinis
Gangguan ini ditandai oleh adanya impulsiveness, berlebih-lebihan, perubahan suasana hati
yang drastic(tiba-tiba), perasaan mengganggu yang sifatnya kronis, dan adanya upaya-upaya
untuk mutilasi atau menyakiti diri sendiri, untuk mendapatkan sesuatu
Gejala yang tampak jelas adalah adanya relasi dengan orang lain yang bergejolak, takut
diabaikan namun tidak memiliki kontrol terhadap emosinya. Tampak sering beralih cepat dari
amarah ke depresi, sering mengalami kebosanan dan kesulitan dengan identitas dirinya.
Kriteria gangguan kepribadian ambang berdasarkan DSM IV-TR, yaitu:
1. Adanya bentuk yang menetap berupa ketidakstabilan relasi interpersonal, self-image dan
afek serta ditandai dengan impulsivitas. Gangguan kepribadian ambang dimulai dari usia
dewasa awal dan muncul di berbagai konteks.
2. Sangat berusaha untuk menghindari tindakan pengabaian, baik yang nyata maupun
hanya sekedar imajinasi.
3. Karakteristik relasi interpersonal yang tidak stabil.
4. Gangguan identitas : terjadinya ketidakstabilan self image dan ketidakstabilan sense of
self
5. Impulsif setidaknya di dua area dan adanya potensi untuk melakukan self-damaging
6. Tingkahlaku, gesture atau ancaman yang mengarah pada tindakan bunuh diri dan tingkah
laku mutilasi
7. Ketidakstabilan afektif ditandai dengan reaktivitas mood
8. Perasaan hampa yang kronis
9. Kemarahan yang intens dan tidak jelas / tidak sesuai atau kesulitan untuk mengontrol
kemarahan
10. Ide paranoid atau simptom disosiatif yang berat.
B. Etiologi
Penelitian menunjukkan adanya keterkaitan faktor keluarga dengan terjadinya
gangguan kepribadian ambang. Dari aspek psikososial hal yang dianggap mempengaruhi
terjadinya gangguan kepribadian ambang adalah adanya trauma pada masa kanak-kanak,
terutama trauma yang desebabkan oleh penganiayaan seksual dan fisik.
Meskipun penganiayaan pada masa kanak-kanak dianggap memberikan sumbangan
besar terhadap terjadinya gangguan kepribadian ambang . ini perlu juga dikaitkan dengan
adanya predisposisi kepribadian yang memungkinkan terjadinya gangguan, peristiwa yang
memicu stress dan predisposisi biologis.

C. Intervensi Klinis
Penanganan farmakoterapi berhasil dilakukan dengan memberikan obat antidepresian,
namun hal ini di satu sisi juga memberikan dampak negatif dengan terjadinya
penyalahgunaan obat. Penanganan psikoterapi semakin banyak dilakukan dengan
memberikan Dialectical Behavior Therpy (DBT). Untuk mengatasi stress yang dialami, yang
diduga memicu perilaku bunuh diri, pemberian dukungan, mengajarkan cara mengenali dan
mengelola emosinya, berlatih menangani masalah secara lebih efektif.
Dalam penanganan gangguan kepribadian borderline ini, linehan(2001) dan teman-
temannya telah mengembangkan terapi yang mencampurkan teknik-teknik behavioral-
cognitive dengan teknik-teknik psikodinamik dan interpersonal dalam apa yang mereka
sebut dialectrical behavior therapy. Tujuan terapi ini adalah menolong klien untuk
mendapatkan cita rasa diri lebih realistic, mempelajari keterampilan yang adaptif untuk
memecahkan masalah, mengatur emosi dan memperbaiki pemikiran dikhotomis

4. Avoidance
A. Deskripsi Klinis
Gangguan ini ditandai oleh adanya ciri sangat sensitive(hypersensitiveness) penilaian orang
lain, sehingga sukar untuk menolak kehendak orang lain atau menghalangi lingkungan social.
Penderita gangguan kepribadian avoidant ini memiliki perasaan inadequacy dan persasive, ada
ketakutan mendapat kritik yang menyebabkan ia menjauhi hampir semua tipe interaksi social.
Para ahli kognitif mengatakan bahwa penderita gangguan ini mengembangkan kebanyakan
keyakinan disfungsi mengenai harga diri sebagai refleksi dari penolakan orang lain yang
seignifikan pada masa kecil. Mereka mengatakan bahwa orang tuanya pasti tidak menyukainya,
pasti menganggap dirinya sebagai orang yang tidak baik
Karakteristik dari gangguan kepribadian avoidant berdasarkan DSM-IV-TR, yaitu:
1. Pola pervasif adanya hambatan untuk bersosialisasi, perasaan tidak adekuat (sejenis
perasaan tidak sesuai / tidak mampu / tidak nyaman), hipersensitif terhadap penilaian /
evaluasi negatif dari orang lain. Kondisi ini mulai terlihat pada masa dewasa awal.
2. Menghindari aktivitas yang melibatkan kontak interpersonal yang signifikan, karena ia
takun ditolah atau di kritik
3. Tidak mau terlibat dengan orang lain, kecuali ia merasa sudah disukai
4. Menghindari hubungan intim / dekat karena ia takut dipermalukan atau dicemooh
5. Terokupasi terhadap penolakan atau kritikan, di berbagai situasi sosial
6. Ada hambatan untuk memulai interaksi baru, karena ia merasa adekuat.
7. Menganggap diri tidak layak, tidak menarik dan merasa inferior secara sosial
8. Keengganan yang tidak lazim untuk terlibat di dalam aktivitas baru, karena takut
dipermalukan.

B. Etiologi
Penyebab dari terjadinya gangguan kepribadian menghindar, terjadi karena sejak masa
bayi, mereka terlahir sebagai individu yang sulit dan kurang menyenangkan
temperamennya, sehingga hal tersebut membuat orang tua menolak atau kurang
memberikan kasih sayang yang cukup. Penolakan tersebut membuat anak tumbuh dengan
self esteem yang rendah dan pengasingan diri dari lingkungan sosialnya. Tetapi, penjelasan
seperti ini masih perlu dikritisi karena didasarkan pada studi retrospektif, yaitu informasi
diperoleh dari ingatan yang disampaikan oleh penderita gangguan kepribadian ini.

C. Intervensi Klinis
Terapi yang dilakukan yaitu dengan teknik intervensi behavioral, untuk mengatasi
masalah kecemasan dan meningkatkan keterampilan sosial. Intervensi yang dilakukan
beberapa diantaranya sama dengan terapi untuk individu yang mengalami fobia sosial.
Terapi lain yang dilakukan adalah behavioral rehearsal yaitu penderita gangguan
menghindarm diminta ungtuk menghadapi situasi sosial yang membuat mereka cemas.

5. Dependent
A. Deskripsi Klinis
Gangguan ini ditandai adanya kesukaran dalam berpisah dengan orang lain, dan interaksi
sosialnya diwarnai oleh adanya kecemasan, tetapi bukan karena takut mendapat kritik dari
lingkungannya melainkan karena ingin senantiasa dirindukan, disayangi, yang pada akhirnya
mebuat ia menjadi seorang yang tergantung pada orang lain
Gangguan ini sering merupakan ciri dari orang-orang dari suatu keluarga, tetapi tidak cukup jelas
apakah hal itu berhubungan dengan genetic atau tidak, Seperti yang dikemukakan orang-orang
yang pada masa kanak-kanaknya mengalami kecemasan karena berpisah dari otang tua atau
mengalami sakit fisik yang kronis
Kriteria gangguan kepribadian dependen berdasarkan DSM-IV-TR, yaitu:
1. Kebutuhan yang sifatnya menetap dan berlebihan untuk diurus oleh orang lain yang
menghasilkan perilaku submisif dan melekat pada masa dewasa awal
2. Kesulitan dalam mengambil keputusan sehari-hari bila tidak ada nasihat dan dukungan dari
orang lain
3. Menyandarkan diri pada orang lain untuk memikul tanggung jawab penting didalam
hidupnya
4. Kesulitan dalam mengekspresikan sikap tidak setuju dengan orang lain karena takut
kehilangan dukungan atau karena kurangnya rasa percaya diri
5. Kesulitan memulai suatu kegiatan sendirian karena kurang percaya diri
6. Berusaha keras untuk mendapatkan dukungan dan perhatian dari orang lain
7. Ingin segera mendapatkan hubungan baru untuk dijadikan sumber perhatian dan
dukunganm apabila hubungan dekat yang ia miliki, sudah berakhir
8. Terokupasi secara tidak rasional dengan ketakutan untuk ditinggalkan dan harus mengurus
diri sendiri.

B. Etiologi dan Intervensi Klinis


Kejadian kematian orang tua, adanya penolakan atau penelantaran pada masa kanak-
kanak yang kemudian menyebabkan seseorang menjadi takut untuk diabaikan, diyakini
memberikan kontribusi terhadap terjadinya gangguan kepribadian dependen. Apabila
kelekatan anak dan orang tua terganggu, maka memungkinkan munculnya kecemasan pada
anak, akan kehilangan orang yang dekat dengannhya. Terapi yang dilakukan adalah dengan
membuat individu menjadi lebih independen dan bertanggung jawab.
Terapi kognitif-keperilakuan (cognitive-behavioral therapy) dilakukan dengan teknik-
teknik keperilakuan untuk meningkatkan perilaku asertif dan mengurangi kecemasan.
Mereka juga harus belajar relaksasi untuk meredakan rasa cemasnya.

6. Obsesive-Compulsive
Obsesif artinya pemikiran yang berulang-ulang atau terus menerus secara paksaan. Sedangkan
kompulsif artinya tindakan terpaksa yang berulang-ulang atau terus-menerus yang tidak efektif
karena tidak dilaksanakan berdasarkan rancangan terlebih dahulu
A. Deskripsi Klinis
Individu dengan gangguan kepribadian obsesif kompulsif ditandai dengan fiksasi untuk
menyelesaikan semua hal dengan benar, bahkan ingin selalu sempurna. Hal ini membuatnya
tidak dapat menyelesaikan banyak hal. Individu ini sangan work-oriented, tidak menyukai
hiburan, kegiatan refreshing atau menghadiri pesta. Pribadi yang rigid / kaku, dan cenderung
memiliki hubungan interpersonal yang buruk.
Kriteria gangguan kepribadian obsesif kompulsif berdasarkan DSM-IV-TR, yaitu:
1. Pola pervasif dan preokupasif dengan keteraturan, perfeksionisme, kontrol mental dan
interpersonal dengan mengorbankan fleksibilitas, keterbukaan, dan efisiensi. Kondisi ini
dimulai pada masa dewasa awal.
2. Terokupulasi dengan detail, peraturan, aturan, daftar organisasi, atau jadwal sehingga
kehilangan hal penting dari aktivitas yang dilakukan.
3. Perfeksionisme yang mengganggu penyelesaian tugas
4. Menenggelamkan diri kedalam pekerjaan dan produktifitas, secara berlebihan, sehingga
melupakan kegiatan hiburan dan pertemanan.
5. Terlalu teliti, terlalu cermat, tidak fleksibel tentang masalah yang terkait dengan moralitas,
etika atau nilai-nilai
6. Tidak mampu mengambikan benda yang tidak penting meskipun benda itu tidak memiliki
nilai sentimental
7. Tidak mau mendelegasikan tugas atau bekerjasama dengan orang lain, kecuali orang lain
mengikuti cara kerjanya.
8. Bersikap kikir terhadap diri sendiri dan orang lain, takut tidak memiliki simpanan bila terjadi
bencana dimasa yang akan datang
9. Rigid dan keras kepala

B. Etiologi dan Intervensi Klinis


Tidak adanya faktor genetik sebagai faktor yang kuat dalam mempengaruhi terjadinya gangguan
kepribadian obsesif komplusif.
Terapi dilakukan untuk membantu individu agar lebih rileks menghadapi hal-hal yang menjadi
ketakutannya terkait dengan keteraturan, ketakutan tidak tepat dalam melakukan sesuatu yang ia
sendiri menuntut sempurna, sehingga terlalu terpaku, menunda-nunda, memikirkan isu yang
penting dan tidak penting, terlalu fokus pada hal-hal detil yang sepele

C. Passive-Agresive dan Self Defeating


Terdapat dua konsep utama dalam gangguan ini, yaitu assertiveness dan self-defeating.
Gangguan ini ditandai oleh adanya kekurangan dalam assertiveness (kemampuan untuk
menunjukkan atau mengutarakan perasaan atau pendapat termasuk yang berbeda dengan orang
lain tanpa harus melukai)
Penderita gangguan kepribadian pasif-agresif ini pada umumnya memperlihatkan rasa dendam
secara tidak langsung atau dengan cara yang tidak kasar, seperti menangguh-nangguhkan,
melupakan, atau menjadi penghambat, keras kepadala
Gangguan Afektif
Mood adalah kondisi perasaan yang terus ada yang mewarnai kehidupa psikologis kita. Perasaan sedih
atau depresi bukanlah hal yang abnormal dalam konteks peristiwa atau situasi yang penuh tekanan.
Namun orang dengan gangguan mood (mood disorder) mengalami mood yang luar biasabparah atau
berlangsung lama dan mengganggu kemampuan merka untuk berfungsi dalam memenuhi tanggung
jawab secara normal.

Tipe-tipe gangguan mood


1) Gangguan depresi mayor
A. Definisi
Dalam episode depresi mayor orang tersebut mengalami salah satu diantara mood depresi
(merasa sedih, putus asa atau “terpuruk). Orang dengan gangguan depresi mayor juga memiliki
selera makan yang buruk, kehilangan atau bertambah berat badan secara mencolok, memliki
masalah tidur atau tidur terlaulu banyak, dan menjadi gelisah secara fisik atau pada ekstrem
lainnya, menunjukkan melambatnya motorik mereka. Orang dengan depresi mayor dapat
kehilangan minat pada hampir semua aktivitas mereka, memiliki kesulitan berkosentrasi dan
embuat keputusan, memiliki pikiran yang menekan akan kematian, dan mencoba bunuh diri.
B. Deskripsi Klinis
Depresi mayor khususnya yang lebih parah/berat, dapat disertai dengan ciri psikologis, seperti
delusi bahwa tubuhnya digerogoti penyaki
Berikut keriterianya dari DSM IV TR:
1. Mood yang depresi hampir sepanjang hari, dan hampir setiap hari. Dapat berupa mood yang
mudah tersinggung pada anak-anak atau remaja
2. Penurunan kesenangan atau minat secara drastic dalam semua atau hampir setiap hari,
hampir sepanjag hari
3. Suatu kehilahan atau pertambahan berat badan yang signifikan (5% lebih dari berat tubuh
dalam sebulan), tanpa upaya apapun untuk berdiet atau peningkatan atau penurunan dalam
selera makan.
4. Setiap hari mengalami insomnia atau hipersomnia (tidur berlebihan)
5. Agitasi yang berlebihan atau melambatnya respons gerakan hampir setiap hari
6. Perasaan lelah atau kehilangan energi hampir setiap hari
7. Perasaan tidak beharga atau salah tempat ataupun rasa bersalah yang berlebihan atau tidak
tepat hampir setiap hari
8. Berkurangnya kemampuan untuk berkonsentrasi atau bepikir jernih atau membuat
keputusan hampir setiap hari
9. Pikiran yang muncul berulang tentang kematian atau bunuh diri tanpa suatu rencana yang
spesifik, atau munculnya suatu percobaan bunuh diri, atau rencana yang spesifik untuk
melakukan bunuh diri.

2) Gangguan distimik
A. Definisi
Gangguan distemik merupakan gangguan yang lebih ringan dari gangguan depresi. Orang
dengan gangguan distemik mengalami keterpurukan sepanjang waktu namun tidak mengalami
depresi yang parah, seperti pada gangguan depresi mayor . Gangguan yang parah dan ditandai
oleh perubahan yang relatif tiba-tiba dari kondisi seseorang yang sebelumnya. Bentuk yang lebih
ringan dari depresi tampaknya disebabkan oleh suatu perkembangan kronis yang sering kali
bermula pada masa kanak-kanak atau masa remaja.

B. Deskripsi Klinis
Berikut kriteria menurut DSM IV TR (2000)
1. Mood depresi hampir sepanjang hari, dalam rentang waku beberapa hari
2. Berkurangnya selera makan atau makan terlalu banyak
3. Kurangnya berenergi atau kelelahan
4. Rendahnya self-esteem
5. Konsentrasi rendah atau kesulitan membuat keputusan
6. Perasaan kehilangan harapan

3) Gangguan bipolar
A. Definisi
Suatu gangguan yang ditandai dengan perubahan mood antara rasa girang yang ekstrem dan
depresi yang parah. Episode pertama dapat berupa manik atau depresi. DSM membedakan dua tipe
umum dari gangguan bipolar, gangguan bipolar I dan gangguan bipolar II. Gangguan bipolar I
mengalami paling tidak satu episode manik secara penuh. Gangguan bipolar II diasosiasikan dengan
suatu bentuk maniak yang lebih ringan.

B. Deskripsi Klinis
Kriteria gangguan bipolar I menurut DSM IV TR (2000):
1. Terjadi episode hipomanik
2. Terjadi setidaknya satu kali episoade manik atau episode campuran
3. Gejala/symptom hipomanik dan manik yang terjadi ridak dapat dijelaskan dengan lebih baik
dengan gejala gangguan skizoafektif, skizofrenia, gangguan delusi, atau gangguan psikotik
yang tidak spesifik.
4. Symptom yang muncul secara signifikan menyebabkan distress atau kesulitan dalam
kehidupan sosialnya, pekerjaan atau area penting didalam kehidupannya

Kriteria gangguan bipolar II menurut DSM IV TR (2000):


1. Terjadi satu atau lebih episode depresi mayor
2. Terjadi setidaknya satu episode hipomanik
3. Tidak pernah terjadi episode manik yang terjadi tidak dapat dijelaskan dengan lebih baik
denan gejala gangguan skizoafektif, skizofrenia, gangguan delusi, atau gangguan psikotik
yang tidak spesifik.
4. Gejala depresi mayor dan hpomanik
5. Gejala yang terjadi menyebabkan distress, rusaknya hubungan interpersonal, pekerjaan
dan area pemfungsian yang penting lainnya.

4) Gangguan siklotimik
A. Definisi
Biasanya bermula pada akhir masa remaja atau awal pada masa dewasa dan berlangsung
selama bertahun-tahun. Gangguan mood kronis meliputi beberapa episode hipomanik (episode
yang disertai dengan ciri-ciri manik pada tingkat keparahan yang lebih rendah dari episode
manik) dan beberapa mood tertekan atau hilangnya minat atau kesenangan pada kegiatan-
kegiatan, tetapi tingkat keparahannya tidak sampai memenuhi kriteria sebagai episode depresi
mayor. Kondisi mood yang beubah-ubah, ini dapat menyebabkan terjadinya ketegangan relasi,
pekerjaan tebengkalai, naik turunnya minat seksual, tegantung mood yang sedang dialami.
B. Deskripsi Klinis
Kriteria gangguan siklotimik berdasarkan DSM IV TR:
1. setidaknya dalam waktu dua tahun terjadi sejumlah episode hipomanik dan sjumlah
episode depresif, dan tidak ditemukan adanya episode depresif mayor
2. selama rentanf waktu dua tahun tanpa muncul symptom hipomanik dan depresif mayor
dalam waktu dua bulan
3. tidak ada episode depresif mayor, episode manik, atau episode mix (gabungan antara
depresif mayor dan manik) yang muncul selama dua tahun terjadi gangguan
4. simptom sejumlah episode hipomanik dan sejumlah episode dpredif, dan tidak
ditemukan adanya episode depresif mayor yang terjadi tidak dapat dijelaskan dengan
lebih baik dengan gejala gangguan skizoafektif, skizofrenia, gangguan delusi, atua
gangguan psikotik yang tidak spesifik
5. simpom tidak selalu terkait dengan efek psikologis dan obat-obatan atau kondisi medis
secara umum
6. symptom menyebabkan distress atau rusaknya kemampuan sosial, pekerjaan dan area
pemfungsian penting lainnnya
Gangguan Psikofisiologis, Somatoform, Disosiatif
A. Gangguan Psikofisiologis
1. Pengertian
Psikofisis merupakan kajian yang mempelajari penyakit fisik actual yang diperparah oleh stress
psikologi
Menurut DSM IV-TR, kategori diagnosis faktor psikologis yangg mempengaruhi kondisi medis
mencakup situasi yang faktor psikologis dan perilaku di dalamnya memiliki efek terhadap kondisi
medis/kesehatan. Diagnosis ditegakkan jika individu menderita akibat kondisi sakit medis yang
diperburuk oleh faktor emosi dan mempengaruhi kondisi kesehatan secara umum, memerlukan
penanganan, meningkatkan resiko kesehatan, dan memperparah gejala
Kriteria berdasarkan DSM-IV-TR
a. terdapat kondisi medis umum (aksis III)
b. faktor psikologis memberi efek buruk terhadap kondisi medis umum dengan salah satu cara
berikut :
1) Faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi medis umum sebagaimana yang ditunjukkan oleh
kuatnya hubungan antara faktor psikologis dengan perkembangan, memburuknya, atau
penundaan pemulihan kondisi medis umum.
2) Faktor-faktor mengganggu penanganan kondisi medis umum.
3) Faktor-faktor menambah resiko kesehatan pada individu.
4) Respon fisiologis terkait stress memicu atau memperburuk gejala kondisi medis umum.

2. Etiologi
Salah satu faktor psikologis yang seringkali dihubungkan dengan kondisi medis umum adalah
stress. Psychoneuroimmunology merupakan bidang kajian yang menjelaskan hubungan antara
stress (Psycho), keberfungsian sistem syaraf (neuro), dan sistem kekebalan tubuh (immuno).
Berbagai peristiwa yang penuh tekanan mengawali reaksi tubuh sehingga menurunkan daya
tahan terhadap penyakit. Faktor psikologis lain yang terkait dengan kondisi medis adalah
pesimisme dan strategi koping

3. Intervensi Klinis
Metode yang biasa digunakan adalah relaksasi dan meditasi. Kedua teknik lebih menekankan
penanganan pada kontrol pernafasan dan mengurangi distraksi mental. Metode lain yang juga
bisa digunakan adalah olahraga. Prosedur lain yang juga sering digunakan untuk mengatasi
faktor psikologis yang mempengaruhi kondisi medis adalah biofeedback. Biofeedback
merupakan proses yang membuat pasien menyadari respon fisiologis yang tidak mereka
ketahui, seperti detak jantung, tekanan darah dan ketegangan otot

B. Gangguan Somatoform
1. Definisi
Istilah somatoform berasal dari soma (Bahasa Yunani) yang artinya tubuh. Dalam gangguan
soamtoform masalah–masalah psikologis muncul dalam bentuk gangguan fisik. Simtom–simtom fisik
gangguan somatoform, yang tidak dapat dijelaskan secara fisiologis dan tidak berada dalam
kesadaran, diduga terkait dengan faktor–faktor psikologis, diperkirakan kecemasan, sehingga di
asumsikan memiliki penyebab psikologis.

2. Deskripsi Klinis
 Gangguan Nyeri
Pada gangguan nyeri seseorang mengalami rasa sakit atau nyeri yang menyebabkan distres dan
kerusakan signifikan yang tidak dapat dijelaskan dengan pemeriksaan medis maupun
neurologis. Pasien tidak mampu untuk bekerja dan tergantung pada obat – obat pembunuh
rasa sakit dan penenang.
 Gangguan Somatisasi
Gangguan somatisasi adalah gangguan dengan karakteristik berbagai keluhan atau gejala
somatik yang tidak dapat dijelaskan dengan menggunakan hasil pemeriksaan fisik maupun
laboraturium. Ciri utamanya yaitu adanya gejala – gejala fisik yang bermacam – macam,
berulang dan sering berubah – ubah, yang biasanya sudah berlangsung beberapa tahun
sebelum pasien datang ke psikiatry
 Gangguan Konversi
simtom – simtom sensorik atau motorik, seperti kehilangan penglihatan secara mendadak atau
kelumpuhan, walaupun organ – organ tubuh dan sistem syaraf dalam kondisi baik. Ciri yang
utama dari gangguan ini adalah kehilangan atau perubahan fungsi tubuh yang berada diluar
kemauan individu karena adanya konflik atau kebutuhan psikologis yang menyebabkan individu
merasakan stres yang serius atau tidak dapat berfungsi secara normal dalam kehidupan sosial,
kerjaan atau area penting lainnya dalam hidup
 Gangguan Dismorfik Tubuh
Gangguan dismorfik tubuh adalah gangguan pola pikir yang mengenai kecacatan atau
kerusakan dalam penampilan fisik dan menyebabkan distress dan penurunan fungsi sosial.
Seperti tinggi badan berat badan, bentuk tubuh, ukuran hidung, atau sesuatu tentang rambut
 Hipokondriasis
Hipokondriasis adalah gangguan yang meyakini atau memiliki ketakutan jika mereka memiliki
penyakit yang serius, sedangkan pada kenyataannya mereka hanya mengalami reaksi tubuh
yang normal. hipokondriasis keliru dalam menfsirkan atau membesar – besarkan permasalahan
normal yang terjadi pada tubuh mereka
3. Etiologi
Meskipun gangguan ini tidak diturunkan, akan tetapi riwayat gangguan ini dalam keluarga
menyebabkan individu cenderung mengalami gangguan somatoform. Menurut pendekatan
psikodinamik, kemunculan gangguan somatoform berhubungan erat dengan represi terhadap
keinginan dan perasaan. Pendekatan kognitif memandang penderita gangguan somatoform
umumnya memiliki keyakinan yang keliru tentang kesehatan. Tekanan sosial juga memainkan
peranan terhadap perkembangan gangguan somatoform, di antaranya kematian orang yang
disayangi.

4. Intervensi Klinis
Pendekatan sistem keluarga yang dipadukan dengan pendekatan behavioral ditemukan cukup efektif
dalam menghilangkan keluhan dan gejala gangguan somatoform, terutama yang terkait dengan
berbagai keuntungan yang diperoleh dari gejala-gejala yang dikeluhkan

C. Gangguan Disosiatif
1. Definisi
Gangguan Disosiatif yaitu perubahan atau gangguan dalam identitas, ingatan, atau kesadaran yang
mempengaruhi kemampuan untuk mempertahankan sense of self terintegrasi. Oleh karena itu,
simtom – simtom tersebut dianggap lebih merefleksikan factor psikologis dibanding faktor organis
1. Amnesia Disosiatif
Amnesia Disosiatif atau yang sering disebut amnesia Psikogenik, individu mengalami kehilangan
ingatan akan informasi pribadi yang melibatkan pengalaman yang traumatis atay penuh
tekanan, dalam bentuk yang tidak dapat dianggap sebagai lupa biasa dan tidak disebabkan oleh
kerusakan organis, seperti kerusakan pada otak atau kondisi medis tertentu, bukan pulak efek
langsung dari obat –obatan atau alcohol
2. Fugue Disosiatif
Fugue dalam bahasa latin artinya melarikan diri. Orang tiba – tiba pergi atau melakukan
perjalanan dari tempat tinggal/ tempat kerjanya, menunjukkan hilangnya ingatan pribadi akan
masa lalunya, dan mengalami kebingungan identitas atau membuat identitas baru. Ia tidak
mampu mengingat kembali informasi personal yang sudah – sudah, dan menjadi bingung akan
identitasnya atau mengasumsikan identitas yang baru. Selain perilaku yang aneh ini, orang
tersebut terkesan normal dan tidak menunjukkan tanda-tanda lain dari gangguan mental
2.Etiologi
Faktor otak dan sistem syaraf. Beberapa peneliti berusaha menghubungkan gangguan
disosiatif dengan kerusakan pada bagian otak tertentu akibat stress berkepanjangan sehingga
melepaskan hormon kortisol secara berlebihan salah.
Faktor psikologis. Pendekatan psikodinamika menjelaskan bahwa represi merupakan
mekanisme yang digunakan penderita gangguan disosiatif untuk mencegah berbagai ingatan
tentang kejadian yang menyakitkan masuk kedalam kesadaran.
Faktor Sosial . faktor sosial diduga memiliki peran penting terhadap kemunculan
gangguan disosiatif, seperti amnesia disosiatif dan amnesia fugu. Berbagai faktor sosial tersebut
misalnya peperangan dan penganiayaan .

3. Intervensi Klinis
Intervensi kognitif biasanya menggunakan schema focused cognitive therapy and hypnosis.
Schema focused cognitive therapy menangani keyakinan-keyakinan maladaptive yang terbentuk
sejak masa-masa awal kehidupan individu dan berkontribusi pada gangguan disosiatif.
Hipnoterapi dan self-hypnosis diterapkan pada penderita amnesia disosiatif dan amnesia fugu
Gangguan skizofrenia
A. Definisi
Skizofrenia merupakan kelompok gangguan psikologis yang ditandai terutama oleh distorsi-
distorsi mengenai realitas, juga sering dilihat adanya perilaku menarik diri dari interksi social, serta
disorganisasi dalam hal persepsi fikiran dan kognisi. Skizofrenia adalah gangguan psikotik kronis
yang ditandai oleh suatu episode akut dari kondisi yang terputus dari realitas , skizofrenia ditandai
dengan gangguan utama pikiran terkontaminasi , emosi datar dan prilaku yang aneh . orang dengan
skizofrenia disebut degan skizofrenik , akan menunjukkan prilaku menarik diri dari orang lain , dari
realitas serta menunjukakan daya khayal serta fantasi dalam bentuk delusi dan halusinasi . diantara
di antara episode – episode skizofrenia , terjadi deficit residual dari fungsi – fungsi dalam area- area
kognitif , emosional dan social . skizofrenia mempegaruhi sekitae 1% dari populasi .

B. Fase – fase skizofrenia


1. Fase prodomal merupaakan priode deteriorasi merupakan priode deteriorasi perlahan yang
mengawali munculnya simtom akut yang ditandai kemunduran – kemunduran , seperti
berkuragnya minat terhadap kegiatan atau aktivitas social dan minat terhdap kegiatan atau
aktivitas social dan menigkatnya kesulitan dalam pemenuhan tangguang jawab dalam
kehidupan sehari – hari
2. Episode akut terjadi secara berkala disepanjang masa hidup yang terjadi secara sebntar –
sebentar , ditndai oleh simtom psikotik yang nyata, sepeti halusinasi dan waham . prilaku milai
menyimpang pada tahap ini dimana pedeiata mulai bicara sendiri dan tertawa sendiri dan
halusinasi dan waham yang semakin berkembang
3. Fase residual yaitu ciri gangguan skizofrenia , dimana fungsi hidup terlihat serupa dengan fase
prodomal , pada fase ini adalah fase ayng memperlihatkan gejala sisa yang tidak
memperlihatkan gejala- gejala utama

C. Ciri – ciri klinis utama skizofrenia


1. Dua atau lebih diri hal – hal berikut yang harus muncul dalam porsi yang signifikan selama
munculnya penyakit dalam 1 bulan :
 Waham / dalusi
 Halusinasi
 Pembicaraan yang tidak koheren
 Prilaku tidak terorganisasi
 Ciri- ciri negative
2. Fungsi pada bidang – bidang seperti hubungan social , pekrjaan ata perawatan diri
selamaprjalanan penyakit secara nyata berada di bawah tingkatan yang dapat dicapai sebelum
gangguan .
3. Tanda – tanda gangguan terjadi secara terus menerus selama setidaknya 6 bulan
4. Gangguan tidak dapt di atribusi sebagai dampak zat zat tertentu atau pada kondisi medis umum

D. Tipe skizofrenia
 Skizofrenia paranoid
Skizofrenia paranoid merupakan bentuk paling umum dari skizofrenia. Dalam subtipe ini, pasien
percaya bahwa ada seseorang atau sekelompok orang yang berkomplot melawan mereka atau
anggota keluarga mereka. Kebanyakan individu dengan skizofrenia paranoid mengalami delusi
pendengaran, seperti mendengar suara-suara. Beberapa di antara pasien ini bahkan mungkin
memiliki delusi suara lebih kuat daripada yang sebenarnya.
Individu ini juga mungkin memiliki keasyikan tidak sehat dengan berbagai cara untuk melindungi diri
mereka sendiri. Meski demikian, individu dengan skizofrenia paranoid pada umumnya mampu
melakukan aktivitas biasa lebih baik dibanding individu dengan subtipe skizofrenia lainnya. Mereka
yang bertipe ini akan memiliki halusinasi dan delusi yang sayngat mencolok yang melibatkan tentang
penyiksaan dan kebesaran
 Skizofrenia tidak teratur (hebefrenik)
Skizofrenia hebefrenik ditandai dengan pikiran, pembicaraan dan perilaku kacau serta tidak
logis. Skizofrenia hebefrenik diyakini sebagai bentuk yang paling parah dari skizofrenia, karena
individu dengan kondisi ini merasa sangat sulit untuk melakukan aktivitas sehari-hari seperti makan
dan mandi sendiri. Mereka juga dapat menampilkan perilaku yang sangat aneh, seperti memakai
beberapa lapis pakaian pada cuaca panas dan menampilkan ekspresi datar. 
 Skizofrenia katatonik
Skizofrenia katatonik ditandai dengan penurunan dramatis dalam aktivitas, hingga akhirnya
benar-benar berhenti. Penderita skizofrenia katatonik cenderung enggan bergerak dan tidak
responsif terhadap dunia sekitar mereka. Postur tubuh atau mimik wajah mereka sering menjadi
kaku dan tak lazim. Orang-orang ini mungkin juga menunjukkan peningkatan gerak berlebihan tanpa
tujuan. Pasien skizofrenia katatonik sering pula mengulang-ulang gerakan dan meniru ucapan orang
lain.   Diagnosis untuk catatonic schizophrenia mensyaratkan dua dari simtom-simtom berikut:
a. Catatonic stupor, tetap tidak bergerak untuk periode waktu yang lama
b. Catatonic excitement atau kegembiraan, kegemparan(yang berlebihan) dan tidak memiki tujuan
 Skizofrenia residual
Dalam jenis skizofrenia ini, sebagian besar gejala positif (gejala tampak) menurun seiring tingkat
keparahan. Gejala positif seperti halusinasi atau delusi jarang terjadi atau bahkan berhenti sama
sekali. Akan tetapi, justru muncul gejala negatif seperti penurunan psikomotor, penumpulan
perasaan, pasif dan kurang inisiatif, bahkan kehilangan gairah hidup.
 Gangguan skizoafektif
Gangguan schizoafektif merupakan kelainan mental yang ditandai dengan adanya kombinasi
antara gejala skizofrenia dan gangguan afektif (perasaan) yang menonjol secara bersamaan.
Penderita gangguan ini biasanya mengalami delusi atau halusinasi, kekacauan komunikasi yang
bercampur dengan gangguan afektif seperti depresi, kecemasan, amarah, atau histeria.
Kasus subtipe ini lebih langka daripada jenis skizofrenia lainnya. Sayangnya, banyak orang dengan
gangguan skizoafektif yang salah didiagnosis sebagai gangguan bipolar atau skizofrenia karena
gejalanya yang sulit dibedakan
E. Gejala dan deskripsi klinis
Simtom merupakan gejala yang tampak melalui pola piker , afek , dan prilaku . simtim skizofrenia
sering sekali telah terlihat dan terpapar sejak masa kanak – kanak .
Secara umum , gejala skizofrenia memiliki gejala – gejala yang kadang terlihat secara nyata . simtom
skizofrenia terdini dari
1. Simtom positif
 Delusi dikenal sebagai istilah waham , yaitu keyakianan yang salah , keliru dan berlawanan
degan kenyataan serta tidak rasional
Terdapat berbagai tipe delusi :
a. Delusi Penyiksaan
Keyakinan yang salah bahwa dirinya atau orang yang dicintainya telah disiksa
b. Delusi Grandiose
Keyakinan bahwa ia memiliki kekuatan, pengetahuan atau bakat yang besar
c. Delusi Rujukan
Keyakinan akan kejadian-kejadian yang diarahkan kepada dirinya
d. Delusi Diawasi
Keyakinan pikiran, perasaan dan perilakunya dikendalikan oleh kekuatan eksternal
 Halusinasi merupakan simtom psitif yang berkaitan dengan apa yang individu pikirkan tetang
sesuatu yang tidak ada
Halusinasi adalah gejala dimana seseorang melihat sesuatu yang sebenarnya tidak ada
Macam – macam halusinasi
a. Halusinasi auditori
Halusiansi pada pendengaran yang mendengarakn hal yang aneh
b. Halusinansi taktil
Penderita merasakan ada yang menggelitik ,sensasi terbakar , dingin .
c. Halisisansi somatic
Penderita merasakn ada yang bererak di kepala mereka
d. Halusinasi visual
Penderita merasa meliaht sesuatu yang tidak ada
e. Halusianasi gustatoris
Penderita merasakan sesuatu ygn tidak ada pada lidahnya
f. Halusinasi pemabuan
Penderita mencium sesuatu yang tidak ada , pada indra penciumana mereka

2. Simtom negative
 Gangguan emosional
a. Afek datar : yaitu ketidakmampuan dalam mengekspresikan apa yang dirasakan
b. Anhedonia : yaittu sikap apatis, menyendiri dan melamun merupakan respon mereka
terhadap kondisi – kondisi yang seharusnya menimbulkan reaksi kegembiraan , ketakutan
atau kemaran . namun yang timbul adalah adalah yang sebaliknya
 Asosiasi yang tidak logis
Ketidakmampuan individu dalam mempertahankan hubungan social
 Alogia adalah pengurangan atau penurunan berbicara. Apabila ia ditanya maka akan menjawab
dengan singkat dan isinya tidak berbobot
3. Simtom disorganisasi
 Disorganisasi pembicaraan
Penderita mengalami disorganisasi disorganisasi pada perkaataan yang ucapakanaya
 Gangguan prilaku
Penderita penyakit ini menunjukan prilaku yang tidak lazim , seperti menyerangai , posisi tubuh
kaku , gerakan – gerakan repetitive , aneh dan berlebihan .

4. Simtom lain
 Katatonia
 Afek yang tidak sesuai
Pada kasus tertentu , bias jadi respon emosi yang dimunculkan tidak tepat , tertawa dan
menangis disaat yang bersamaan
DSM IV-TR (APA , 2000) : menjelaskan ada beberapa karakterisitik diagnostic skizofrenia , yaitu ;
 Karakterisitik gejala khas : minimal dua atau lebih I bulan . gejala – gejala khas tersebut
terdiri dari (1 )waham / delusi ,( 2) halusinasi , (3) pembicaraan yang kacau atau janggal (4 )
perilaku nyata yang sangat tidk terorganisasi , (5) gejala negative (alogia , avolia , afek
datar, anhedonia)
 Disfungsi social dan perkerjaan : menunjukan bahwa penderita menglami penurunan fungsi
secaara nyata dibawah tingkat yang dicapai sebelum onset dalam rntang waktu seajk onset
gangguan yang dialami pada waktu kecil bisaya berkaitan dengan kegagalan dalam
mencapai hubungan interpersonal
 Durasi : tanda – tanda gengguan terus berlajut dan menetap setidaknya enam bulan . pada
tahap ini meliputi gejala – gejala fase aktif yang memenuhu kriteria A dan juga dapat
mencakup fase prodromal dan residual
 Penyingkiran skikofrenia dan gangguan mood Gangguang isi pikiran atau wahan : gangguan
skizoaktif dan mood dengan gmaabran spikotik dikesampingkan karena (1) tidak ada
episode depresi , mania ataupun campuran keduanya yang terjadi secara bersamaan dan
gejala fase aktif (2)jik episode mood terjadi disepanjang fase aktif yang realtif singkat
disbanding priode fase aktif dan residual .
 Penyingkiran kondisi medis dan zat : gangguan ni dapat di antribusi sebagai akibat atau
dampak dari factor fisiologis langsung dari suatu zat tertentu
 Berkaitan dengan gangguan perkembangan pervasive : jika terdapat riwayat autism atau
gangguan perspektif lainya maka tambahan diagnose skizofrenia hanya akan dilakukan jika
terdapat delusi , halusinasi yang nyata dan menonjol dalam waktu sekurang – kurangya 1
bulan

F. GANGGUAN PSIKOTIK LAINYA


1. Gangguan skizonifrom : meliputi gejala yang erlangsung kurang lebih 6 bulan
2. Gangguan skizoefektif : gangguan psikotik ditunjukan degan gejala skizofrenia dan gangguan
suasana hati / mood yang berat
3. Gangguan delusional : ditandaidengan keyakianan yang persisten yang tidak lazim an
berlawanan dengan realita tampa atau disertai dengan gejala – gejala skizofrenia yang lain
G. FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SKIZOFRENIA
1. Konsep biologis : kosep ini menjelaskan bahwa penyebab dari skizofrenia disebabkan oleh
neuron transmitter dopamine yang berlebihan di otak
2. Konsep psikodinamika tradisional : skizofrenia merupakan carminan dari ego yang dibajiri
dengan dorongan seksual primitive atau implus implus yang bersumber dari id
3. Kosep belajar : konsep ini mejelaskan bahwa peneyebab daei skizofrenai di sebabkan oleh
kurangya pengetahuan social
4. Diathesis stress model : menjelaskan bahwa sebagian orang mewarisi atau dikenal dengan
kerentanan genetik yang tidak mampu untuk mengnisiasi gangguan itu dengan sendirinya .
5. Komplikasi Kelahiran
Kompplikasi serius selama prenatal dan masalh-masalah berkaitan dengan kandungan pada
saat kelahiran merupakan hal yang lebih sering dalam sejarah orang-orang dengan
skizofrenia dan mungkin berperan dalam membuat kesulitan-kesulitan secara neurologis
6. Kejangkitan virus selama prenatal
Penelitian epidermiologi telah menunjukkan angka yang tinggi dari skizofrenia di kalangan
orang yang memiliki ibu terjangkit virus influenza ketika hamil

H. Intervensi
1. Famakologi
Obat – obatan anti seotik secara nyataefektif dapat mengurangi gejala – gejalan positif pada
skizofrenik
2. Psikofarmakologi
Pendekatan menyeluruh daalam perawatan skizofrenia , menggabuknan pedekatan psiko
faologi dan pendekatan psiko social . meli=ukanan pengobatan antipsikotik tidak ditjukan
untuk menyembuhkan . untuk pengobatan skizofrenik biasaya dokter akan
mengkombinasikan pengobatan farmakologi dan psikologi , hal ini dilakukan karena obat-
obatan antipsikotik dapat memberikan pengarush psikologis dan penurunan gejala
kecemasan , halusinasi dan delusi
3. Biological treatment
a. Prefontal lobotomy : merupakan salah satu prosedur operasi yang merusak bagian yang
menghubungkan lobus frontal bagian bawah pusat otak
b. Electro complisive therapy : yaitu adalah kejut litrik pada bagian otak , walaupun
hasilnya kurang efektif namun masih dapat diterapakan untuk pasien
4. Psycological treatment
a. Cognitive remediation therapy (CRT)
Yaitu metode yang mengajarkan keterampilan berfikir untuk menigkatkan proses
memori dan atensi pada penderita skizifrenia
b. Pendekatan prinsip belajar
Melalui terapi ini pasien skizifrenia di ajarakan untuk belajar agar daapt berfungsi dalam
aktivitas kesehariannya seperti aktivitas sederhana (mencuci pirng , makan dll) dengan
melakuakan aktifitas sederhana dalam kehidupan keseharian ini , pasien skizofrenia
diabntu untuk daapt berfungsi dengan baik
c. Pendekatan rehabilitasi psikososial
Pendekatan ini diberikan untuk pasien agar dapat membatu keberhasilan untuk
melakukan proses adaptasi pada pekerjaan dan peran – peran social dalam komunitas
dan masyarakat pada umumnya
d. Pelatihan keterampilan social
Pelatihan ini bertujuan unttuk mempersiapakan pasien skiofrenia melakukan adaptasi
dan penyesuain social , bukan untuk menghilangkan gajala – gejala psitif ataupun
negative yang di miliki dengan bantuan keluarga ataupun orang terdekat
5. Islamic treatment
Terapi psikoreligi yang diberikan dapat berupa terapi dzikir , dan doa – doa ,hal ini masuk
dalam strategi pencegahan terhadap prilaku kekerasan pada penderita skizofrenia .
6. Program penangan komunitas asertif
Program ini dibangun untuk menyediakan pelayanan koprehensif bagi orang dengan
skizofrenia dengan menggunakan keahlian professional bidang medis,pekerja sosil dan
psikolog
Daftar Pustaka

Davison, Gerald C, Neale, John M & Kring Ann 2007. Psikologi Abnormal edisi 9 (Diterjemahkan
oleh Noemalasari Fajar) Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada

Durrand, V. Mark, Bar. David H. 2006. Intisari Psikologi Abnormal Edisi Keempat. Yogyakarta :
Pustaka Pelajar

Kargenti, Anggia dkk. 2017. Konsep dan Teori Psikologi Abnormal & Psikopatologi Jilid 2.
Pekanbaru : Al-Mujtahadah Press.

Nevid, Jeffrey S. Rathus Spencer A., Greene, Beverly,2007 Psikologi Abnormal Jilid 1
(Terjemahan dari Tim Fakultas Psikologi UI) Jakarta : Penerbit Erlangga

Radhiani, Ahyani dkk. 2014. Konsep dan Teori Psikologi Abnormal & Psikopatologi. . Pekanbaru :
Al-Mujtahadah Press.

Wirahardja, Sutardjo A. (2007) Pengantar Psikologi Abnormal. Bandung: PT Refika Aditama

Anda mungkin juga menyukai