Anda di halaman 1dari 13

REFERAT

OBSSESIVE COMPULSIVE DISORDER

DISUSUN OLEH:
Kevin Yonathan
1015151
Wandy Margo
1015026
Jesseline Junita
1015016
Reshiane Carnella R 1015071
Kiky Fitria
1015020
Ardo Sanjaya
1015008
Stevany Jessica M
1015096
Chelsea Gita W
1015035
Patricia Hutagalung 1015102
Yan Nie
0815167

BAGIAN ILMU KESEHATAN JIWA


RUMAH SAKIT IMMANUEL
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA
BANDUNG
2015

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Gangguan

obsesif

kompulsif

merupakan

sekelompok

gejala

yang

beranekaragam yang ditandai oleh adanya obsesif dan/atau kompulsif yang menyita
waktu atau secara signifikan mengganggu keseharian pasien dalam hal pekerjaan,
keluarga, kehidupan sosial serta menyebabkan penderitaan yang bermakna. Obsesif
adalah suatu pikiran, perasaan, ide ataupun sensasi yang mengganggu dan berulangulang. Bila obsesif adalah suatu aktivitas mental, maka kompulsif adalah suatu
perilaku yang sadar, teratur, dan berulang-ulang, seperti menghitung, memeriksa,
ataupun menghindari. Meskipun perilaku kompulsif dilakukan pasien untuk
menghindarkan dirinya dari kecemasan, kerap kali hal tersebut tidak mempengaruhi
kecemasannya bahkan meningkatkan kecemasannya.
Hingga kini, penyebab dari gangguan obsesif-kompulsif belum dapat
ditentukan dengan pasti. Terdapat bukti yang kuat adanya faktor biologis dan genetik.
Di lain pihak, faktor psikologis seperti proses belajar, kepercayaan yang salah, dan
pikiran yang katastrofik ditunjukkan pada sebagian besar pasien dan tampaknya
memainkan peran yang penting pada penampakan gejala dan bertahannya gejala.
Pikiran atau bayangan obsesi dapat kekhawatiran yang biasa tentang apakah pintu
sudah dikunci atau belum sampai fantasi aneh dan menakutkan tentang bertindak
kejam terhadap orang yang disayangi. Istilah kompulsif menunjuk pada dorongan atau
impuls yang tidak dapat ditahan untuk melakukan sesuatu. Sering suatu pikiran
obsesif mengakibatkan suatu tindakan kompulsif. Tindakan kompulsif dapat berupa
berulang kali memeriksa pintu yang terkunci, kompor yang sudah mati atau
menelepon orang yang dicintai agar selalu bisa memastikan keselamatannya

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Merupakan salah satu kelompok gangguan ansietas yang ditandai oleh adanya obsesi
dan atau kompulsi yang berulang, yang berlangsung paling sedikit 1 jam sehari, dan
menyebabkan penderitaan yang jelas atau gangguan fungsi sosial dan pekerjaan.
Epidemiologi
Prevalensi gangguan obsesi kompulsif sebesar 2-2,4%. Sebagian besar
gangguan mulai pada saat remaja atau dewasa muda (umur 18-24 tahun), tetapi bisa
terjadi pada masa kanak-kanak. Perbandingan antara laki-laki dan perempuan dewasa
sama. Namun untuk remaja, laki-laki lebih sering terkena gangguan obsesif-kompulsif
dibandingkan perempuan.
Pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif biasanya merupakan orang-orang
yang sukses, pemalu, keras kepala, perfeksionis, suka menghakimi, sangat berhatihati, kaku, dan pencemas yang kronis yang menghindari keintiman dan hanya
menikmati sedikit kesenangan dalam hidupnya. Mereka suka bimbang dan banyak
permintaannya dan sering kali dianggap sebagai orang yang dingin, pendiam, dan
tidak ramah.
Etiologi
Penyebab gangguan obsesi kompulsi bersifat multifaktor, yaitu interaksi antara
faktor biologik, genetik, faktor psikososial.
1. Faktor Biologis
a. Neurotransmitter
Banyak uji coba klinis yang dilakukan terhadap berbagai obat
mendukung hipotesis bahwa suatu disregulasi serotonin adalah terlibat
di dalam pembentukan gejala obsesi dan kompulsi dari gangguan.
Tetapi apakah serotonin terlibat di dalam penyebab gangguan obsesif
kompulsif adalah tidak jelas pada saat ini. Beberapa peneliti
mengatakan bahwa sistem neurotransmitter kolinergik dan
dopaminergik pada pasien gangguan obsesif-kompulsif adalah 2
bidang penelitian riset untuk masa depan.
b. Penelitian pencitraan otak
Tomografi Emisi Positron telah menemukan peningkatan aktivitas
(metabolisme dan aliran darah) di lobus frontalis, ganglia basalis

(khususnya kauda), dan singulum pada pasien dengan gangguan


obsesif kompulsif. Baik tomografi komputer (CT) dan pencitraan
resonansi magnetik (MRI) telah menemukan adanya penurunan ukuran
kaudata secara bilateral pada pasien dengan gangguan obsesifkompulsif.
c. Genetika
Data genetik yang ada entang gangguan obsesif kompulsif konsisten
dengan hipotesis bahwa penurunan gangguan obsesif kompulsif
memiliki suatu komponen genetika yang bermakna. Penelitian
keluarga pada pasien gangguan obsesif kompulsif telah menemukan
bahwa 35% sanak saudara derajat pertama pasien gangguan obsesifkompulsif juga menderita gangguan.
d. Data biologis lainnya
Penelitian elektrofisiologis, penelitian elektroensefalogram (EEG)
tidur, dan penelitian neuroendokrin telah menyumbang data yang
menyatakan adanya kesamaan antara gangguan depresif dan gangguan
obsesif-kompulsif. Suatu insidensi kelainan EEG nonspesifik yang
lebih tinggi dari biasanya telah ditemukan pada pasien gangguan
obsesif kompulsif. Penelitian EEG tidur telah menemukan kelainan
yang mirip dengan yang terlihat pada gangguan depresif, seperti
penurunan latensi REM (rapid eye movement). Penelitian
neuroendokrin juga telah menemukan beberapa kemiripan dengan
gangguan depresif, seperti nonsupresi pada dexamethasonesuppression test pada kira-kira sepertiga pasien dan penurunan sekresi
hormon pertumbuhan pada infus clonidine (catapres).
2. Faktor Perilaku
Menurut ahli teori belajar, obsesi adalah teori stimuli yang dibiasakan.
Stimulus yang relatif netral menjadi disertai dengan kecemasan atau ketakutan
melalui proses pembiasaan responden dengan memasangkannya dengan
peristiwa yang secara alami adalah berbahaya atau menghasilkan kecemasan
atau gangguan.
Kompulsi dicapai dalam cara yang berbeda. Seseorang menemukan bahwa
tindakan tertentu menurunkan kecemasan yang berkaitan dengan pikiran
obsesional. Jadi, strategi menghindar yang aktif dalam bentuk perilaku
4

kompulsif atau ritualistik dikembangkan untuk mengendalikan kecemasan.


Secara bertahap, karena manfaat perilaku tersebut dalam menurunkan
dorongan sekunder yang menyakitkan (kecemasan), strategi menghindar
menjadi terfiksasi sebagai pola perilaku kompulsif yang dipelajari.
3. Faktor Psikososial
Faktor kepribadian dan faktor psikodinamika.
Tanda dan Gejala OCD
Obsesi dengan ciri khas :
1. Ketakutan terhadap kontaminasi dan hal-hal kotor
2. Selalu mengerjakan segala sesuatu teratur dan simetris
3. Mempunyai pikiran agresif atau mengerikan tentang menyakiti diri sendiri
atau orang lain
4. Pikiran yang tidak diinginkan seperti sikap agresif terhadap hal-hal relijius
atau seksual
Contoh tanda dan gejala obsesi :
1. Ketakutan terkontaminasi seperti jabat tangan atau menyentuh barang yang
sudah disentuh orang lain
2. Keraguan apakah sudah mematikan kompor atau mengunci pintu
3. Stress yang berlebihan ketika tidak mengerjakan segala sesuatu teratur dan
berurutan
4. Membayangkan menyakiti diri sendiri atau orang lain
5. Pikiran mengenai perilaku yang tidak pantas
6. Stress mengenai imajinasi seksual yang terus menerus di dalam pikiran

Kompulsi dengan ciri khas :


1.
2.
3.
4.
5.

Mencuci
Menghitung
Mengecek
Memastikan segala sesuatu
Mengikuti rutinitas yang ketat

Contoh tanda dan gejala kompulsi :


1.
2.
3.
4.

Mencuci tangan sampai kulit kering


Mengecek pintu dengan cara mengunci pintu berkali-kali
Menghitung dengan berbagai pola
Diam diam berdoa secara berulang ulang
5

Diagnosis
Kriteria diagnosis menurut DSM-IV:
A. Salah satu obsesif atau kompulsif
Obsesif didefinisikan sebagai berikut:
a. Pikiran, impuls atau bayangan yang pernah dialami yang berulang dan
menetap yang intrusive dan tidak serasi yang menyebabkan ansietas
dan distress, yang ada selama periode gangguan.
b. Pikiran, impuls, atau bayangan bukan ketakutan terhadap problem
kehidupan yang nyata.
c. Individu berusaha untuk mengabaikan atau menekan pikiran, impuls,
atau bayangan atau menetralisir dengan pikiran lain atau tindakan.
d. Individu menyadari bahwa pikiran, impuls, bayangan yang berulang
berasal dari pikirannya sendiri (tidak disebabkan dari luar atau pikiran
yang disisipkan).
Kompulsif didefinisikan oleh:
a. Perilaku berulang (misalnya mencuci tangan, mengecek) atau aktivitas
mental (berdoa, menghitung, mengulang kata dengan tanpa suara) yang
individu merasa terdorong melakukan dalam respons dari obsesinya,
atau sesuatu aturan yang dilakukan secara kaku.
b. Perilaku atau aktivitas mental ditujukan untuk mencegah atau
menurunkan distress atau mencegah kejadian atau situasi. Walaupun
perilaku atau aktivitas mental tidak berhubungan dengan cara yang
realistik untuk mencegah dan menetralisir.
B. Pada waktu tertentu selama perjalanan penyakit, individu menyadari bahwa
obsesi dan kompulsi berlebihan dan tidak beralasan. Catatan keadaan ini tidak
berlaku pada anak.
C. Obsesi

dan

kompulsi

menyebabkan

distress,

menghabiskan

waktu

(membutuhkan waktu lebih dari 1 jam perhari) atau mengganggu kebiasaan


normal, fungsi pekerjaan atau akademik atau aktivitas sosial.
D. Bila ada gangguan lain pada axis 1, isi dari obsesi dan kompulsi tidak terkait
dengan gangguan tersebut.
Gangguan tidak disebabkan efek langsung dari penggunaan zat, (misalnya
obat) atau kondisi medik umum.1
6

Menurut PPDGJ-III untuk menegakkan diagnosis pasti, gejala-gejala obsesif


atau tindakan kompulsif, atau kedua-duanya harus ada hampir setiap hari
selama sedikitnya dua minggu berturut-turut. Hal tersebut merupakan sumber
penderitaan (distress) atau mengganggu aktivitas penderita. Gejala-gejala
obsesif harus mencakup hal-hal berikut:
a. Harus disadari sebagai pikiran atau impuls diri sendiri.
b. Setidaknya ada satu pikiran atau tindakan yang tidak berhasil dilawan, meskipun
ada pikiran lainnya yang tidak lagi dilawan oleh penderita.
c. Pikiran untuk melakukan tindakan tersebut diatas bukan merupakan hal yang
memberi kepuasan atau kesenangan (sekedar perasaan lega dari ketegangan atau
anxietas, tidak dianggap sebagai kesenangan seperti dimaksud diatas).
d. Gagasan, bayangan pikiran, atau impuls tersebut harus merupakan pengulangan
yang tidak menyenangkan.
Psikodinamika
Psikodinamika gangguan obsesi kompulsi berawal dari teori Freud. Ego dari
seorang pasien OCD dihadapkan dengan pikiran obsesi dan kompulsinya sehingga
pasien menggunakan mekanisme pertahanan isolasi, undoing, dan reaksi formasi.

Isolasi: Pasien menganggap pikiran yang tidak diinginkannya bukan berasal


dari dirinya.

Undoing: Impuls yang tidak dikehendaki akan ditutupi dengan melakukan


beberapa tindakan untuk maksud pembenaran contoh : impuls seksual yang
tidak dikehendaki menyebabkan seorang pasien terus menerus membersihkan
dirinya

Reaksi formasi: the patient adopts a lifestyle that is completely opposite from
that suggested by their undesirable impulses. For example, practising celibacy
to repress obsessive sexual desires. Pasien mengadopsi gaya hidup yang sama
sekali berlawanan dengan impulsnya Contoh : mengadopsi gaya hidup tidak
berhubungan seksual sama sekali untuk merepresi obsesi seksual

Freud berpendapat bahwa OCD berhubungan dengan tahap anal pada


perkembangan psikoseksual yang terjadi sekitar 2 tahun dimana seorang anak
diajarkan toilet trainin. Konflik besar terjadi dalam diri sang anak antara ingin BAB

langsung di celana dan keingingan untuk menahannya sehingga jika orang tua terlalu
keras dalah tahap ini, itu akan membuat anak merasa kotor dan malu. Anak akan
berusaha dengan sengaja BAB di celana sebagai suatu tindakan pembangkangan.
Konflik atas kebersihan seperti ini dapat berujung pada OCD.
Diagnosis Banding
Personality Disorder

Personality (kepribadian): Semua karakteristik yang memungkinkan manusa


beradaptasi dengan cara yang unik terhadap lingkungan internal dan eksternal

Secara umum gangguan kepribadian dimiliki 10-20% dari populasi

Personality disorder: ego syntonic dan alloplastic

Klasifikasi:

Cluster A schizotipal, schizoid, paranoid

Cluster B narcissistic, border line, anti social, histerionic

Cluster C obsessive compulsive/anankastic, dependent, avoidant

Obsessive Compulsive Personality Disorder (Anankastic)

Karakteristik: afek terbatas, keteraturan, keras kepala, sulit memutuskan, gigih

Epidemiologi: 2-8%, pria>wanita (DSM V)

Memiliki latar belakang disiplin yang keras

Diagnosis:
Kaku, sangat formal, serius
Emosi terbatas

Kriteria DSM V untuk OCPD


Orderliness, perfectionism, mental and interpersonal control, flexibility, openness,
efficiency, dengan memenuhi 4 atau lebih kriteria berikut:
1. Preokupasi dengan detail, peraturan, list, urutan, organisasi, jadwal
2. Perfeksionisme yang mengganggu penyelesaian tugas
3. Terlalu terfokus pada pekerjaan dan produktivitas sampai mengganggu
aktivitas santai dan pertemanan

4. Tidak fleksibel tentang measalah yang menyangkut moralitas, etika atau nilainilai
5. Tidak dapat membuang barang walaupun tidak ada nilai sentimental
6. Tidak mau memberikan tugas kepada orang lain kecuali orang lain itu mau
melakukan sesuai dengan caranya
7. Pelit terhadap diri sendiri dan orang lain karena uang harus disimpan untuk
malapetaka di kemudian hari
8. Rigid dan keras kepala
Diagnosis Banding

OCD ditemukan obsesi dan kompulsi nyata yang membuat pasien


melakukan suatu tindakan

OCPD tidak ada obsesi dan kompulsi nyata

Penatalaksanaan:

Psikoterapi group therapy, CBT

Farmakoterapi Fluoxetine 60-80mg/hari

Prognosis:

Baik bila mendapat pekerjaan yang memerlukan detail yang tinggi dan
methodical tetapi kehidupan pribadi akan terganggu

Penatalaksanaan
Psikoterapi untuk gangguan obsesif kompulsif umumnya diberikan hamper
sama dengan gangguan kecemasan lainnya. Ada beberapa factor OCD sangat sulit
untuk

disembuhkan,

(penyimpangan

penderita

perilaku)

dalam

OCD

kesulitan

mempersepsi

mengidentifikasi
tindakannya

kesalahan

sebagai

bentuk

penyimpangan perilaku yang tidak normal. Individu beranggapan bahwa ia normalnormal saja walaupun perilakunya itu diketahui pasti sangat mengganggunya.
Baginya, perilaku kompulsif tidak salah dengan perilakunya tapi bertujuan untuk
memastikan segala sesuatunya berjalan dengan baik-baik saja. Factor lain adalah
kesalahan dalam penyampaian informasi mengenai kondisi yang dialami oleh
individu oleh praktisi secara tidak tepat dapat membuat individu merasa enggan untuk
mengikuti terapi.
Cognitive behavioural therapy (BCT) adalah terapi yang sering digunakan
dalam pemberian treatment pelbagai gangguan kecemasan termasuk OCD. Dalam

BCT penderita OCD pada perilaku mencuci tangan diatur waktu kapan ia mesti
mencuci tangannya secara bertahap. Bila terjadi peningkatan kecemasan barulah
terapis memberikan izin untuk individu OCD mencuci tangannya. Terapi ini efektif
menurunkan rasa cemas dan hilang secara perlahan kebiasaan-kebiasaannya itu.
Dalam CBT terapis juga melatih pernafasan, latihan relaksasi dan manajemen stress
pada individu ketika menghadapi situasi konflik yang memberikan kecemasan, rasa
takut atau stress muncul dalam diri dari individu. Pemberian terapi selam 3 bulan atau
lebih.
Farmakoterapi
Pemberian obat-obatan medis beserta psikoterapi sering dilakukan secara
bersamaan dalam masa perawatan penderita OCD. Pemberian obat medis hanya bisa
dilakukan oleh dokter atau psikiater atau social worker yang terjum dalam psikoterapi.
Pemberian obat-obatan haruslah melalui control yang ketat karena beberapa dari obat
tersebut mempunyai efek samping yang merugikan.
Obat

medis yang digunakan dalam pengobatan OCD seperti Selective

serotonin reuptake inhibitors (SSRIs) yang dapat menguba level serotonin dalam
otak, jenis obat SSRIs ini adalah Fluoxetine, setraline, escitalopram, paroxetine, dan
citalopram.
Trisiklik (Tricyclics). Obat jenis ini berupa clomipramine. Trisiklik merupakan
obat-obatan lama dibandingkan SSRIs dan bekerja sama baiknya dengan SSRIs.
Pemberian obat ini dimulai dengan dosis rendah. Beberapa efek pemberian jenis obat
ini adalah peningkatan berat badan, mullut kering, pusing dan perasaan mengantuk.
Monoamine Oxidase Inhibitors (MAOIs). Jenis obat ini adalah phenelzine,
tranylcypromine, dan isocarboxazid. Pemberian MAOIs harus diikuti pantangan
makanan yang berkeju atau anggur merah, penggunaan pil KB, obat penghilang rasa
sakit ( seperti Advil, Motrin, Tylenol), obat alergi dan jenis suplemen. Kontraindikasi
dengan MAOIs dapat mengakibatkan tekanan darah tinggi.
Prognosis
Kira-kira 20-30% pasien mengalami perbaikan gejala yang bermakna,
sementara 40-50% perbaikan yang sedang. Sedang sisanya 20-40% gejalanya
menetap dan memburuk. Sepertiga dari gangguan obsesif-kompulsif disertai

10

gangguan depresi, dan semua pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif memiliki


risiko bunuh diri.
Indikasi prognosis buruk adalah: kompulsi yang diikuti, onset masa kanak,
kompulsi yang bizzare, memerlukan perawatan rumah sakit, ada komorbiditas dengan
gangguan depresi, adanya kepercayaan yang mengarah ke waham dan adanya
gangguan kepribadian. Indikasi adanya prognosis baik adalah adanya penyesuaian
sosial dan pekerjaan yang baik, adanya peristiwa yang menjadi pencetus, gejala yang
episodik.

11

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Gangguan obsesifkompulsif merupakan suatu kondisi yang ditandai dengan
adanya pengulangan pikiran obsesif atau kompulsif, dimana membutuhkan banyak
waktu (lebih dari satu jam perhari) dan dapat menyebabkan penderitaan (distress).
Untuk menegakkan diagnosis pasti, gejalagejala obsesif atau tindakan kompulsif
atau keduaduanya harus ada hampir setiap hari selama sedikitnya 2 minggu berturut
turut. Beberapa faktor berperan dalam terbentuknya gangguan obsesif-kompulsif
diantaranya adalah faktor biologi seperti neurotransmiter, pencitraan otak, genetika,
faktor perilaku dan faktor psikososial, yaitu faktor kepribadian dan faktor
psikodinamika.
Ada beberapa terapi yang bisa dilakukan untuk penatalaksanaan gangguan
obsesifkompulsif antara lain terapi farmakologi (farmakoterapi) dan terapi tingkah
laku. Prognosis pasien dinyatakan tidak bisa sembuh sempurna. Dengan pengobatan
bisa memberikan pengurangan gejala.

12

DAFTAR PUSTAKA
1. Kusumawardhani, Dr, Sp.KJ (K) (2013). Buku Ajar Ilmu Psikiatri. Jakarta:
Penerbit FKUI
2. Kaplan, Harold; Sadock, Benjamin (2010). Sinopsis Psikiatri. Jakarta:
Penerbit Binarupa Aksara
3. Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pelayanan Medik (1993).
Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III di Indonesia.
Jakarta: Departemen Kesehatan RI
4. Michael W. Eysenck, A2 Level Psychology , 2009, London :
press, 1st edition

Psychology

5. Cox BJ, Swinson RP, Morrison B et al. (1993) Clomipramine, Fluoxetine, and
behaviour therapy in the treatment of OCD : A meta-analysis. J Behav Ther
Exp Psychiat 24: 149-153
6. Billet EA, Richter MA, King N et al (1997) Obsessive compulsive disorder,
response to serotonin reuptake inhibitors and the serotonin transporter gene.
Molecul Psychiat 2: 403-406

13

Anda mungkin juga menyukai