PENDAHULUAN
Gangguan obsesif-kompulsif merupakan sebuah gangguan kecemasan di mana
orang memiliki keinginan yang tidak diinginkan dan diulang, perasaan, ide, sensasi
(obsesi) atau tingkah laku yang membuat mereka selalu ingin melakukan sesuatu
(kompulsif).1
Istilah obsesi menunjuk pada suatu ide atau bayangan mental
yang mendesak ke dalam pikiran secara berulang. Istilah kompulsi
menunjuk pada dorongan atau impuls yang tidak dapat ditahan untuk
melakukan sesuatu. Sering suatu pikiran obsesif mengakibatkan suatu
tindakan kompulsif.2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Gangguan Obsesif kompulsif (Obsessive Compulsive Disorder) adalah
gangguan kecemasan yang ditandai oleh pikiran-pikiran obsesif yang persisten dan
disertai tindakan kompulsif.1 Kondisi dimana individu tidak mampu mengontrol dari
pikiran-pikirannya yang menjadi obsesi yang sebenarnya tidak diharapkannya dan
mengulang beberapa kali perbuatan tertentu untuk dapat mengontrol pikirannya
tersebut untuk menurunkan tingkat kecemasannya. 2 Gangguan Obsesif-kompulsif
membutuhkan adanya obsesi atau kompulsi yang merupakan sumber gangguan atau
kerusakan yang signifikan dan bukan karena gangguan mental lainnya. 3 Gangguan
obsesif kompulsif diklasifikasikan dalam Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorders, Fourth Edition, Text Revision (DSM-IV-TR) sebagai gangguan
kecemasan.4
Obsesi adalah hal yang mengganggu, berulang, ide-ide yang tidak diinginkan,
pikiran, atau impuls yang sulit untuk diberhentikan meskipun mengganggu alam sadar
mereka. Kompulsi merupakan perilaku yang dilakukan berulang, baik yang dapat
diamati ataupun secara mental, yang dilakukan untuk mengurangi kecemasan yang
ditimbulkan oleh obsesi. Beberapa penelitian besar menemukan bahwa obsesi yang
tersering adalah pikirang tentang kontaminasi, dan kompulsi tersering adalah tindakan
memeriksa sesuatu. Namun, sebagian besar individu dengan gangguan ini memiliki
multipel obsesi dan kompulsi dari waktu ke waktu.5
Penderita mengetahui bahwa perbuatan dan pikirannya itu tidak masuk akal,
tidak pada tempatnya atau tidak sesuai dengan keadaan, tetapi ia tidak apat
menghilangkannya dan juga ia tidak mengerti mengapa ia mempunyai dorongan yang
begitu kuat untuk berbuat dan berpikir demikian.2
B. EPIDEMIOLOGI
Prevalensi seumur hidup gangguan obsesif-kompulsif pada populasi umum
diperkirakan adalah 2 sampai 3 persen dimana pria dan wanita memiliki resiko sama.
Beberapa peneliti telah memperkirakan bahwa gangguan obsesif-kompulsif
ditemukan pada sebanyak 10 persen pasien rawat jalan di klinik psikiatrik. Angka
tersebut menyebabkan gangguan obsesif-kompulsif sebagai diagnosis psikiatrik
tersering yang keempat setelah fobia, gangguan berhubungan zat, dan gangguan
depresif berat. Penelitian epidemiologis di Eropa, Asia, dan Afrika telah menegakkan
angka tersebut melewati ikatan kultural.3 Untuk orang dewasa, laki-laki dan wanita
sama mungkin terkena; tetapi untuk remaja, laki-laki lebih sering terkena gangguan
obsesif-kompulsif dibandingkan perempuan. Usia onset rata-rata adalah kira-kira 20
tahun walaupun laki-laki memiliki onset usia yang agak lebih awal (rata-rata sekitar
usia 19 tahun) dibandingkan wanita (rata-rata sekitar 22 tahun). Secara keseluruhan,
kira-kira duapertiga dari pasien memiliki onset gejala sebelum usia 25 tahun, dan
kurang dari 15 persen pasien memiliki onset gejala setelah usia 35 tahun. Gangguan
obsesif-kompulsif dapat memiliki onset pada remaja atau masa anak-anak pada
beberapa kasus dapat pada usia 2 tahun. Orang yang hidup sendirian lebih banyak
terkena gangguan obsesif-kompulsif dibandingkan orang yang menikah, walaupun
temuan tersebut kemungkinan mencerminkan kesulitan yang di miliki pasien dengan
gangguan obsesif-kompulsif dalam mempertahankan suatu hubungan. Gangguan
obsesif-kompulsif ditemukan lebih jarang diantara golongan kulit hitam dibandingkan
kulit putih walaupun tersedianya jalur ke pelayanan kesehatan dapat menjelaskan
sebagian besar variasi tersebut ketimbang perbedaan prevalensi antara ras-ras.3
C. KOMORBIDITAS
Pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif umumnya dipengaruhi oleh
gangguan mental lain. Prevalensi seumur hidup untuk gangguan depresif berat pada
pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif adalah kira-kira 67 persen dan untuk fobia
sosial adalah 25 persen. Diagnosis psikiatrik komorbid lainnya pada pasien dengan
gangguan obsesif-kompulsif adalah gangguan pengaruh alkohol, fobia spesifik,
gangguan panik, dan gangguan makan, dan gangguan kepribadian. Insiden gangguan
Tourettte pada pasien gangguan obsesif-kompulsif adalah 5-7 persen, dan 20 30
persen pasien gangguan obsesif-kompulsif memiliki riwayat TIK.
D. ETIOLOGI
1. Aspek Biologis
a. Neurotransmitter
Sistem serotoninergik
Banyak uji coba kinis yang telah dilakukan terhadap berbagai obat
mendukung hipotesis bahwa suatu disregulasi serotonin adalah terlibat di dalam
pembentukan gejala obsesi dan kompulsi dari gangguan. Data menunjukkan
bahwa obat serotonergik lebih efektif dibandingkan obat yang mempengaruhi
3. Genetika
Penelitian kesesuaiaan pada anak kembar untuk gangguan obsesifkompulsif telah secara konsisten menemukan adanya angka kesesuaian yang
lebih tinggi secara bermakna pada kembar monozigotik dibandingkan kembar
dizigotik. Penelitian keluarga pada pasien gangguan obsesif kompulsif telah
4. Faktor Perilaku
Menurut ahli teori belajar, obsesi adalah stimuli yang dibiasakan.
Stimulus yang relatif netral menjadi disertai dengan ketakutan atau
kecemasan melalui proses pembiasaan responden dengan memasangkannya
dengan peristiwa yang secara alami adalah berbahaya atau menghasilkan
kecemasan. Jadi, objek dan pikiran yang sebelumnya netral menjadi stimuli
yang terbiasakan yang mampu menimbulkan kecemasan atau gangguan. 3
Kompulsi dicapai dalam cara yang berbeda. Seseorang menemukan
bahwa tindakan tertentu menurunkan kecemasan yang berkaitan dengan
pikiran obsesional. Jadi, strategi menghindar yang aktif dalam bentuk
perilaku kompulsif atau ritualistik dikembangkan untuk mengendalikan
kecemasan. Secara bertahap, karena manfaat perilaku tersebut dalam
menurunkan dorongan sekunder yang menyakitkan (kecemasan), strategi
menghindar menjadi terfiksasi sebagai pola perilaku kompulsif yang
dipelajari. 3
5. Faktor Psikososial
a. Faktor kepribadian
Gangguan obsesif-kompulsif
adalah
berbeda
dari
gangguan
kepribadian obsesif-kompulsif. Sebagian besar pasien gangguan obsesifkompulsif tidak memiliki gejala kompulsif pramorbid. Dengan demikian, sifat
kepribadian tersebut tidak diperlukan atau tidak cukup untuk perkembangan
gangguan obsesif-kompulsif. Hanya kira-kira 15 sampai 35 persen pasien
gangguan obsesif-kompulsif memiliki sifat obsesional pramorbid.3
b. Faktor psikodinamika
Sigmund Freud menjelaskan tiga mekanisme pertahanan psikologis
utama yang menentukan bentuk dan kualitas gejala dan sifat karakter obsesifkompulsif; isolasi, meruntuhkan (undoing), dan pembentukan reaksi. 3
1) Isolasi
Isolasi adalah mekanisme pertahanan yang melindungi seseorang dari
afek dan impuls yang mencetuskan kecemasan. Jika terjadi isolasi, afek dan
impuls yang didapatkan darinya adalah dipisahkan dari komponen idesional
dan dikeluarkan dari kesadaran. Jika isolasi berhasil sepenuhnya, impuls dan
afek yang terkait seluruhnya terepresi, dan pasien secara sadar hanya
menyadari gagasan yang tidak memiliki afek yang berhubungan dengannya. 3
2) Undoing
Karena adanya ancaman terus-menerus bahwa impuls mungkin dapat
lolos dari mekanisme primer isolasi dan menjadi bebas, operasi pertahanan
sekunder diperlukan untuk melawan impuls dan menenangkan kecemasan
yang mengancam keluar ke kesadaran. Tindakan kompulsif menyumbangkan
manifestasi permukaan operasi defensif yang ditujukan untuk menurunkan
kecemasan dan mengendalikan impuls dasar yang belum diatasi secara
memadai oleh isolasi. Operasi pertahanan sekunder yang cukup penting
adalah mekanisme meruntuhkan (undoing). Seperti yang disebutkan
sebelumnya, meruntuhkan adalah suatu tindakan kompulsif yang dilakukan
dalam usaha untuk mencegah atau meruntuhkan akibat yang secara irasional
akan dialami pasien akibat pikiran atau impuls obsesional yang menakutkan. 3
3) Pembentukan reaksi
Pembentukan reaksi melibatkan pola perilaku yang bermanifestasi dan
sikap yang secara sadar dialami yang jelas berlawanan dengan impuls dasar.
Seringkali, pola yang terlihat oleh pengamat adalah sangat dilebih-lebihkan
dan tidak sesuai. 3
4) Faktor psikodinamik lainnya
Pada teori psikoanalitik klasik, gangguan obsesif-kompulsif dinamakan
neurosis obsesif-kompulsif dan merupakan suatu regresi dari fase
perkembangan oedipal ke fase psikoseksual anal. Jika pasien dengan
gangguan obsesif-kompulsif merasa terancam oleh kecemasan tentang
pembalasan dendam atau kehilangan objek cinta yang penting, mereka
mundur dari fase oedipal dan beregresi ke stadium emosional yang sangat
ambivalen yang berhubungan dengan fase anal. Adanya benci dan cinta
secara bersama-sama kepada orang yang sama menyebabkan pasien
dilumpuhkan oleh keragu-raguan dan kebimbangan. Suatu ciri yang melekat
pada pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif adalah derajat dimana
mereka terpaku dengan agresi atau kebersihan, baik secara jelas dalam isi
gejala mereka atau dalam hubungan yang terletak di belakangnya. Dengan
demikian, psikogenesis gangguan obsesif-kompulsif, mungkin terletak pada
adalah
akibat
langsung
dari
perubahan
dalam
karakteristik kehidupan impuls. Hal ini adalah ciri yang penting pada anak
normal selama fase perkembangan anal-sadistik; yaitu anak merasakan cinta
dan kebencian kepada suatu objek. Konflik emosi yang berlawanan tersebut
mungkin ditemukan pada pola perilaku melakukan-tidak melakukan pada
seorang pasien dan keragu-raguan yang melumpuhkan dalam berhadapan
dengan pilihan. 3
6) Pikiran magis
Pikiran magis adalah regresi yang mengungkapkan cara pikiran awal,
ketimbang impuls; yaitu fungsi ego, dan juga fungsi id, dipengaruhi oleh
regresi. Yang melekat pada pikiran magis adalah pikiran kemahakuasaan.
Orang merasa bahwa mereka dapat menyebabkan peristiwa di dunia luar
terjadi tanpa tindakan fisik yang menyebabkannya, semata-mata hanya
dengan berpikir tentang peristiwa tersebut. Perasaan tersebut menyebabkan
memiliki suatu pikiran agresif akan menakutkan bagi pasien gangguan
obsesif-kompulsif. 3
E. GEJALA KLINIS
Gejala dari Obsesif Kompulsif ditandai dengan pengulangan pikiran dan tindakan
sedikitnya 4 kali untuk satu kompulsi dalam sehari dan berlangsung selama 1 sampai
2 minggu selanjutnya. Gejala utama obsesif-kompulsif harus memenuhi kriteria
sebagai berikut: 9,10
1. Perilaku dan pikiran yang muncul tersebut disadari sepenuhnya oleh individu
atau didasarkan pada impuls dalam dirinya sendiri. Individu juga menyadari
bahwa perilakunya itu tidak rasional, namun tetap dilakukan untuk
mengurangi kecemasan.12
2. Beberapa perilaku yang muncul disadari oleh oleh individu dan berusaha
melawan kebiasaan dan pikiran-pikiran rasa cemas tersebut sekuat tenaga,
namun tidak berhasil
3. Pikiran dan tindakan tersebut tidak memberikan perasaan lega, rasa puas atau
kesenangan, melainkan disebabkan oleh rasa khawatir secara berlebihan dan
mengurangi stres yang dirasakannya.
4. Obsesi (pikiran) dan kompulsi (perilaku) sifatnya berulang-ulang secara terusmenerus dalam beberapa kali setiap harinya.
Individu yang beresiko mengalami gangguan obsesif-kompulsif adalah; 12
menunjukkan wawasan dan menyadari bahwa perilaku mereka tidak normal atau tidak
logis.8
Sebagai bagian dari kriteria diagnostik untuk Gangguan Obsesif Kompulsif,
Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Fourth Edition, Text Revision
(DSM-IV-TR) memberikan kemudahan bagi para klinisi untuk mendiagnosis
gangguan obsesif kompulsif pada pasien yang umumnya tidak sadar akan obsesi
berlebihan dan kompulsinya.9
10
Pada beberapa poin selama gangguan, pasien mengakui bahwa obsesi atau
kompulsi itu berlebihan atau tidak masuk akal (walaupun ini tidak berlaku untuk
anak-anak).
Jika gangguan Axis I lainnya muncul, isi dari obsesi atau kompulsi tersebut
tidak terbatas pada itu saja.
Gangguan ini tidak terjadi karena pengaruh langsung zat psikotik atau kondisi
medis tertentu.
atau tindakan kompulsif, atau kedua-duanya harus ada hampir setiap hari selama
sedikitnya dua minggu berturut-turut. Hal tersebut merupakan sumber penderitaan
(distress) atau mengganggu aktivitas penderita. Gejala-gejala obsesif harus mencakup
hal-hal berikut:15
a. Harus disadari sebagai pikiran atau impuls diri sendiri
b. Setidaknya ada satu pikiran atau tindakan yang tidak berhasil dilawan, meskipun
ada lainnya yang tidak lagi dilawan oleh penderita
c. Pikiran untuk melakukan tindakan tersebut diatas bukan merupakan hal yang
memberi kepuasan atau kesenangan (sekedar perasaan lega dari ketegangan atau
anxietas, tidak dianggap sebagai kesenangan seperti dimaksud diatas).
d. Gagasan, bayangan pikiran, atau impuls tersebut harus merupakan pengulangan
yang tidak menyenangkan.
11
Ada kaitan erat antara gejala obsesif, terutama pikiran obsesif dengan depresi.
Penderita gangguan obsesif kompulsif sering kali juga menunjukan gejala depresi dan
sebaliknya penderita gangguan depresi berulang dapat menunjukkan pikiran-pikiran
obsesif selama episode depresinya. Dalam berbagai situasi dari kedua hal tersebut,
meningkat atau menurunnya gejala depresi umumnya diikuti secara paralel dengan
perubahan gejala obsesif.15
Diagnosis gangguan obsesif kompulsif ditegakkan hanya bila tidak ada
gangguan depresi pada saat gejala obsesif kompulsif tersebut timbul. Bila dari
keduanya tidak ada yang menonjol, maka lebih baik menganggap depresi sebagai
diagnosis yang primer. Pada gangguan menahun, maka prioritas diberikan pada gejala
yang paling bertahan saat gejala yang lain menghilang.15
Meskipun pikiran obsesional dan tindakan kompulsif lazimnya terjadi bersamasama, akan bermanfaat jika kita dapat menentukan gejala mana yang lebih dominan
pada beberapa individu, karena keadaannya mungkin akan responsif terhadap
pengobatan yang berlainan.
1. Predominan Pikiran Obsesional atau Pengulangan (F42.0)
Keadaan ini dapat berupa gagasan, bayangan mental (mental images)
atau dorongan untuk berbuat. Meskipun isi pikiran tersebut berbeda-beda,
tetapi umumnya hampir selalu menyebabkan distres. Kadang-kadang berupa
pikira-pikiran
yang
tidak
ada
habisnya
untuk
dipertimbangkan.
12
Kondisi psikiatrik lain yang dapat berhubungan erat dengan gangguan obsesifkompulsif adalah hipokondriasis, gangguan dismorfik tubuh, dan kemungkinan
gangguan impuls lainnya, seperti kleptomania dan judi patologis. Pada semua
13
H. PENATALAKSANAAN
1. Psikoterapi
Penanganan psikoterapi untuk gangguan obsesif kompulsif umumnya
diberikan hampir sama dengan gangguan kecemasan lainnya. Psikoterapi suportif
jelas memiliki bagiannya, khususnya untuk pasien gangguan bosesif kompulsif
yang walaupun gejalanya memiliki berbagai derajat keparahan adalah mampu
untuk bekerja dan membuat penysuaian sosial.9,10 Tujuan Psikoterapi Suportif
adalah:2
1. Menguatkan daya than mental yang ada
2. Mengembangkan mekanisme yang baru dan yang lebih baik untuk
mempertahankan kontrol diri
3. Mengembalikan keseimbangan adaptif
Cara-cara psikoterapi suportif antara lain sebagai berikut:2
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
a. Penggolongan
1) Obat Anti-obsesif kompulsif trisiklik
Contoh: Clomipramine.
2) Obat Anti-obsesif kompulsif SSRI (Serotonin Reuptake Inhibitors)
Contoh: Sertraline, Paroxetine, Fluvoxamine, Fluoxetine, Citalopram. 7
b. Indikasi Penggunaan
Gejala sasaran (target syndrome): Sindrom Obsesif Kompulsif.
Butir-butir diagnostik Sindrom Obsesif Kompulsif:
1) Selama paling sedikit 2 minggu dan hampir setiap hari mengalami gejalagejala obsesif kompulsif yang memiliki ciri-ciri berikut:
a) Diketahui/disadari sebagai pikiran, bayangan atau impuls dari diri individu
sendiri;
b) Pikiran, bayangan, atau impuls tersebut harus merupakan pengulangan
yang tidak menyenangkan (ego-distonik);
c) Melaksanakan tindakan sesuai dengan pikiran, bayangan atau impuls
tersebut diatas bukan merupakan hal yang memberi kepuasan atau kesenangan
(sekedar perasaan lega dari ketegangan atau ansietas);
d) Sedikitnya ada satu pikiran atau tindakan yang masih tidak berhasil
dilawan/dielakkan, meskipun ada lainnya yang tidak lagi dilawan/dielakkan
oleh penderita
2) Gejala-gejala tersebut merupakan sumber penderitaan (distress) atau
menggangu aktivitas sehari-hari (disability)
Respon penderita gangguan obsesif kompulsif terhadap farmakoterapi
seringkali hanya mencapai pengurangan gejala sekitar 30%-60% dan kebanyakan
masih menunjukkan gejala secara menahun. Namun demikian, umumnya
penderita sudah merasa sangat tertolong. Untuk mendapatkan hasil pengobatan
yang lebih baik, perlu disertai dengan terapi perilaku (behavior therapy).
Clomipramine. Clomipramine biasanya dimulai dengan dosis 25 sampai
50 mg sebelum tidur dan dapat ditingkatkan dengan peningkatan 25 mg sehari
setiap dua sampai tiga hari, sampai dosis maksimum 250 mg sehari atau tampak
efek samping yang membatasi dosis. Karena Clopramine adalah suatu obat
trisiklik, obat ini disertai dengan efek samping berupa sedasi, hipotensi, disfungsi
seksual dan efek samping antikolinergik, seperti mulut kering. 3
15
menghentikan
pikiran,
pembanjiran,
terapi
implosi,
dan
pembiasaan tegas juga telah digunakan pada pasien gangguan obsesif kompulsif.
Dalam terapi perilaku pasien harus benar-benar menjalankannya untuk
mendapatkan perbaikan. 3
4. Terapi lain
Terapi keluarga seringkali berguna dalam mendukung keluarga,
membantu menurunkan percekcokan perkawinan yang disebabkan gangguan,
dan membangun ikatan terapi dengan anggota keluarga untuk kebaikan pasien.
Terapi kelompok berguna sebagai sistem pendukung bagi beberapa pasien.
16
I.
pada kompulsi, onset pada masa anak-anak, kompulsi yang aneh perlu perawatan di
rumah sakit, gangguan depresi berat yang menyertai, kepercayaan, waham, adanya
gagasan yang terlalu dipegang (overvalued) yaitu penerimaan obsesi dan kompulsi
dan adanya gangguan keperibadian. Prognosis yang baik ditandai oleh penyesuaian
sosial dan pekerjaan yang baik, adanya peristiwa pencetus, dan suatu sifat gejala yang
episodik.9
BAB III
KESIMPULAN
17
DAFTAR PUSTAKA
18
Ilmu
19