PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gangguan obsesif-kompulsif merupakan pikiran dan tindakan yang
berulang yang menghabiskan waktu yang menyebabkan distress. Obsesi
adalah aktivitas mental seperti pikiran, perasaan, ide, impuls yang berulang.
Sedangkan kompulsif adalah pola perilaku tertentu yang berulang dan disadari
seperti menghitung,memeriksa,dan menghindar.Tindakan kompulsi merupakan
usaha untuk meredakan kecemasan yang berhubungan dengan obsesi namun tidak
selalu berhasil meredakan ketegangan. 9
Sejumlah peneliti memperkirakan bahwa gangguan ini ditemukan pada
sebanyak 10% pasien rawat jalan di klinik psikiatri. Gambaran ini membuat obsesif
komplusif menjadi diagnosis psikiatri keempat terbanyak setelah fobia,gangguan
terkait zat, dan gangguan depresif berat. Diantara orang dewasa, laki-laki dan
perempuan sama-sama cenderung terkena tetapi diantara remaja,laki-laki lebih
lazim terkena dari pada perempuan.Usia rerata awitan sekitar 20 tahun. Orang
dengan Obsesif Komplusif lazim terkena gangguan jiwa lain,prevalensi seumur
hidup gangguan depresif mayor padaorang dengan OCD sekitar 67% dan untuk
fobia sosial sekitar 25%.1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Gambaran penting Gangguan Obsesif kompulsif (Obsessive
Compulsive Disorder,OCD) adalah gejala obsesi atau kompulsi berulang
yang cukup berat hingga menimbulkan penderitaan yang jelas pada orang
yang mengalaminya.Obsesi atau kompulsi memakan waktu cukup
mengganggu fungsi rutin normal,pekerjaan,aktifitas social biasa,atau
hubungan seseorang.Pasien dengan OCD dapat memiliki obsesi atau
kompulsi atau keduanya.2
Suatu obsesi adalah pikiran, perasaan, ide, atau sensasi yang
mengganggu (intrusif). Suatu kompulsi adalah pikiran atau perilaku yang
disadari, dibakukan, dan rekuren, seperti menghitung, memeriksa, atau
menghindari. Obsesi meningkatkan kecemasan seseorang, sedangkan
melakukan kompulsi menurunkan kecemasan seseorang. Tetapi jika
seseorang memaksa untuk melakukan suatu kompulsi, kecemasan adalah
meningkat. Seseorang dengan gangguan gangguan obsesif-kompulsif
biasanya menyadari irasionalitas dari obsesi dan merasakan bahwa obsesi
dan kompulsi sebagai ego-distonik. Gangguan obsesif-kompulsif dapat
merupakan gangguan yang menyebabkan ketidakberdayaan, karena
obsesi dapat menghabiskan waktu dan dapat mengganggu secara
bermakna pada rutinitas normal seseorang, fungsi pekerjaan, aktivitas
sosial yang biasanya, atau hubungan dengan teman dan anggota
keluarga.1
2.2 Epidemiologi
Prevalensi seumur hidup gangguan obsesif-kompulsif pada
populasi umum diperkirakan adalah 2 sampai 3 persen.1,2 Beberapa
peneliti telah memperkirakan bahwa gangguan obsesif kompulsif
ditemukan pada sebanyak 10 persen pasien rawat jalan di klinik
psikiatrik. Angka tersebut menyebabkan gangguan obsesif-kompulsif
sebagai diagnosis psikiatrik tersering yang keempat setelah fobia,
gangguan berhubungan zat, dan gangguan depresi berat. Untuk dewasa,
laki-laki dan wanita sama mungkin terkena; tetapi, untuk remaja, lakilaki lebih sering terkena gangguan obsesif-kompulsif dibandingkan
perempuan. Usia onset rata-rata adalahkira-kira 20 tahun, walaupun lakilaki memiliki onset usia yang agak lebih awal(rata-rata sekitar usia 19
tahun) dibandingkan wanita (rata-rata sekitar 22 tahun). Secara
keseluruhan, kira-kira dua pertiga dari pasien memiliki onset gejala
sebelum usia 25 tahun, dan kurang dari 15 persen pasien memiliki onset
gejala setelah usia 35 tahun. Gangguan obsesif-kompulsif dapat memiliki
onset pada masa remaja atau anak-anak, pada beberapa kasus dapat pada
usia 2 tahun. 1
Orang yang hidup sendirian lebih banyak terkena gangguan
obsesif-kompulsif dibandingkan orang yang menikah, walaupun temuan
tersebut kemungkinan mencerminkan kesulitan yang dimiliki pasien
dengan gangguan obsesif-kompulsif dalam mempertahankan suatu
hubungan. Gangguan obsesif-kompulsif umumnya dipengaruhi oleh
gangguan mental lain. Prevalensi seumur hidup untuk gangguan depresif
berat pada pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif adalah kira-kira 67
persen dan untuk fobia sosial adalah kira-kira 25 persen.1
2.3 Etiologi
Faktor biologis
Neurotransmiter. Banyak uji coba klinis yang telah dilakukan
terhadap berbagai obat mendukung hipotesis bahwa suatu disregulasi
2.5 Diagnosis1
Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Obsesif-Kompulsif
A. Salah satu obsesi atau kompulsi :
Obsesi seperti yang didefinisikan oleh (1), (2), (3), (4):
Sedikitnya ada satu pikiran atau tindakan yang tidak berhasil dilawan,
meskipun ada lainnya yang tidak lagi dilawan oleh penderita.
Pikiran untuk melakukan tindakan tersebut di atas bukan merupakan
hal yang memberi kepuasan atau kesenangan (sekedar perasaan lega
dari ketegangan atau anxietas, tidak dianggap sebagai kesenangan
seperti dimaksud di atas.
Gagasan, bayangan pikiran, atau impuls tersebut harus merupakan
pengulangan yang tidak menyenangkan (unpleasantly repetitive)
d. Ada kaitan erat antara gejala obsesif, terutama pikiran obsesif, dengan
depresi. penderita gangguan obsesif kompulsif seringkali juga
menunjukkan gejala depresif, dan sebaliknya penderita gangguan depresi
berulang dapat menunjukkan pikiran-pikiran obsesif selama episode
depresifnya. Dalam berbagai situasi dari kedua hal tersebut, meningkat
atau menurunnya gejala depresif umumnya dibarengi secara paralel
dengan perubahan gejala obsesif. Bila terjadi episode akut dari gangguan
tersebut, maka diagnosis diutamakan dari gejala-gejala yang timbul lebih
dahulu.
Diagnosis gangguan obsesif kompulsif ditegakkan hanya bila tidak ada
gangguan depresif pada saat gejalobsesif kompulsif tersebut timbul. Bila
dari keduanya tidak adayang menonjol, maka baik menganggap depresi
sebagai diagnosis yang primer. Pada gangguan menahun, maka prioritas
diberikan pada gejala yang paling bertahan saat gejala yang lain
menghilang.
e. Gejala obsesif sekunder yang terjadi pada gangguan skizofrenia,
sindrom Tourette, atau gangguan mental organk, harus dianggap sebagai
bagian dari kondisi tersebut.
F42.0 Predominan Pikiran Obsesif atau Pengulangan
Pedoman Diagnostik
a. Keadaan ini dapat berupa gagasan, bayangan pikiran, atau impuls
( dorongan perbuatan), yang sifatnya mengganggu (ego alien)
b. Meskipun isi pikiran tersebut berbeda-beda, umumnya hampir selalu
menyebabkan penderitaan (distress).
F42.1 Predominan Tindakan Kompulsif ( obsesional ritual)
Pedoman Diagnostik
a. Umumnya tindakan kompulsif berkaitan dengan kebersihan (khususnya
mencuci tangan), memeriksa berulang untuk meyakinkan bahwa suatu
situasi yang dianggap berpotensi bahaya terjadi, atau masalah kerapian
dan keteraturan.Hal tersebut dilatarbelakangi perasaan takut terhadap
bahaya yang mengancam dirinya atau bersumber dari dirinya, dan
tindakan ritual tersebut merupakan ikhtiar simbolik dan tidak efektif
untuk menghindari bahaya tersebut.
b. Tindakan ritual kompulsif tersebut menyita banyak waktu sampai beberapa
jam dalam sehari dan kadang-kadang berkaitan dengan ketidakmampuan
mengambil keputusan dan kelambanan.
2.7 Penatalaksanaan
a) Farmakoterapi
Data yang tersedia menyatakan bahwa semua obat yang
digunakan untuk mengobati gangguan depresif atau gangguan mental
lain, dapat digunakan dalam rentang dosis yang biasanya. Efek awal
biasanya terlihat setelah empat sampai enam minggu pengobatan,
walaupun biasanya diperlukan waktu delapan sampai enam belas
minggu untuk mendapatkan manfaat terapeutik yang maksimum.
Walaupun pengobatan dengan obat antidepresan adalah masih
kontroversial, sebagian pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif
yang berespon terhadap pengobatan dengan antidepresan tampaknya
mengalami relaps jika terapi obat dihentikan. Pengobatan standar
adalah memulai dengan obat spesifik-serotonin, contohnya
clomipramine (Anafranil) atau inhibitor ambilan kembali spesifik
serotonin (SSRI-serotonin specific reuptake inhibitor), seperti
Fluoxetine (Prozac).1
Clomipramine. Clomipramine biasanya dimulai dengan dosis
25 sampai 50 mg sebelum tidur dan dapat ditingkatkan dengan
peningkatan 25 mg sehari setiap dua sampai tiga hari, sampai dosis
maksimum 250 mg sehari atau tampak efek samping yang membatasi
dosis. Karena Clopramine adalah suatu obat trisiklik, obat ini disertai
dengan efek samping berupa sedasi, hipotensi, disfungsi seksual dan
efek samping antikolinergik, seperti mulut kering.1
SSRI. Obat-obat Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI)
bekerja terutama pada terminal akson presinaptik dengan menghambat
ambilan kembali serotonin. Penghambatan ambilan kembali serotonin
diakibatkan oleh ikatan obat (misalnya: fluoxetine) pada transporter
ambilan kembali yang spesifik, sehinggga tidak ada lagi
neurotransmitter serotonin yang dapat berkaitan dengan transporter.
Hal tersebut akan menyebabkan serotonin bertahan lebih lama di celah
sinaps. Pengguanaan Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI)
terutama ditujukan untuk memperbaiki perilaku stereotipik , perilaku
melukai diri sendiri, resisten terhadap perubahan hal-hal rutin, dan
ritual obsesif dengan ansietas yang tinggi. Salah satu alas an utama
pemilihan obat-obat penghambat reuptake serotonin yang selektif
adalah kemampuan terapi. Efek samping yang dapat terjadi akibat
pemberian fluexetine adalah nausea, disfunfsi seksual, nyeri kepala,
dan mulut kering. Toleransi SSRI yang relative baik disebabkan oleh
karena sifat selektivitasnya. Obat SSRI tidak banyak berinteraksi
dengan reseptor neurotransmitter lainnya. Penelitian awal dengan
metode pengamatan kasus serial terhadap 8 subjek. Tindakan terapi
ditujukan untuk mengatasi gejala-gejala disruptif, dan dimulai dengan
fluexetine dosis 10 mg/hari dengan pengamatan. Perbaikan paling
nyata dijumpai pada gangguan obsesif dan gejal cemas.10
Jika pengobatan dengan Clomipramine atau SSRI tidak berhasil,
banyak ahli terapi menambahkan lithium (Eskalith). Obat lain yang
dapat digunakan dalam pengobatan gangguan obsesif kompulsif
adalah inhibitor monoamin oksidase (MAOI, monoamine oxidase
inhibitor), khususnya Phenelzine (Nardil). 1
a. Exposure and Response Prevention
Terapi ini (dikenal pula dengan sebutan flooding) diciptakan
oleh Victor Meyer (1966), dimana pasien menghadapkan dirinya
sendiri pada situasi yang menimbulkan tindakan kompulsif atau
(seperti memegang sepatu yang kotor) dan kemudian menahan diri
agar tidak menampilkan perilaku yang menjadi ritualnya membuatnya
menghadapi stimulus yang membangkitkan kecemasan, sehingga
memungkinkan kecemasan menjadi hilang.4
tingkah laku yang baik dan membina pengaruh tingkah laku yang
positif dari setiap individu.4
c. Terapi perilaku (Behavior therapy)
Teknik terapi perilaku yang khusus digunakan untuk pasien anak
usia lebih tua dan remaja dengan gangguan OCD adalah latihan
relaksasi dan response prevention technique.
Terapi perilaku pada penderita OCD, awalnya mengumpulkan
informasi yang lengkap mengenai riwayat timbulnya gejala OCD,
isyarat faktor internal dan fakto eksternal, serta faktor pencetus akan
timbulnya gejala OCD. Kemudian mengawasi tingkah laku pasien
dala menghindari situasi yang menimbulkan kecemasan, menghindari
timbulnya gejala kompulsif dan tingkat kecemasan pasien saat timbul
gejala OCD harus diperiksa secara teliti.4
Teknik terapi perilaku yang dianjurkan pada anak dan remaja :4
a. Latihan relaksasi
Pasien diminta untuk berpikir dan bersikap rileks dan kemudian
pasien diminta untuk memikirkan pikiran obsesi masuk dalam alam
sadar. Ketika pikiran obsesi muncul, maka terapi akan meminta pasien
untuk menghentikan pemikiran itu, misalnya dengan cara memukul maja,
atau menarik tali elastic yang diikatkan pada tangan. Hal ini dilakukan di
rumah atau di mana saja.
b. Response prevention technique
Mula-mula didapatkan dulu rangsangan (stimulus) atau pencetus
yang menyebabkan dorongan untuk melakukan tindakan kompulsif. Jika
rangsangan kompulsif muncul maka pasien secara aktif diberanikan
untuk melawan tingkah laku kompulsif, sering dengan mengalihkan
perhatian pasien sehingga tindakan kompulsif tidak mungkin dilakukan
misalnya dengan memukul meja.
c. Penurunan kecemasan
Tujuan dari terapi ini untuk menghilangkan kecemasan yang
menimbulkan gejala obsesif dan kompulsif. Hal ini dilakukan dengan
desensitisasi secara sistematik yakni dengan menghadapkan anak atau
remaja pada situasi yang menakutkan (misalnya pisau, hal-hal yang
2.8 Prognosis
Gangguan obsesif-kompulsif merupakan penyakit yang kronik
dengan perode dari gejala-gejala yang seiring dengan berjalannya waktu
akan mengalami peningkatan. Penderita gangguan ini tidak biasanya
sembuh sempurna atau bebas dari gejala. Walaupun demikian dengan
pengobatan, banyak orang yang mengalami perbaikan. Perbaikan tersebut
berupa gejala yang berbeda seperti cara merealisasikan suatu obsesif
yang berbeda. Diagnosis awal dan terapi yang dilakukan secepatnya akan
memberikan hasil yang lebih baik di mana penekanan onset usia dini
adalah hal yang patut untuk segera didiagnosis. Selain itu, mereka yang
bergerak di bidang kesehatan mesti memahami perbedaan antara
gangguan obsesif-kompulsif dengan gangguan kepribadian obsesifkompulsif yang mana untuk jenis gangguan kepribadian biasanya dimulai
pada saat dewasa muda, yaitu umur di atas 20 tahun sedangkan untuk
gangguan obsesif kompulsif biasanya dimulai pada usia anak-anak.7,8
BAB III
KESIMPULAN
Gangguan obsesifkompulsif merupakan suatu kondisi yang ditandai
dengan adanya pengulangan pikiran obsesif atau kompulsif, dimana
membutuhkan banyak waktu (lebih dari satu jam perhari) dan dapat
menyebabkan penderitaan (distress). Untuk menegakkan diagnosis pasti,
gejalagejala obsesif atau tindakan kompulsif atau keduaduanya harus ada
hampir setiap hari selama sedikitnya 2 minggu berturutturut. Beberapa faktor
berperan dalam terbentuknya gangguan obsesif-kompulsif diantaranya adalah
faktor biologi seperti neurotransmiter, pencitraan otak, genetika, faktor perilaku
dan faktor psikososial, yaitu faktor kepribadian dan faktor psikodinamika. Ada
beberapa terapi yang bisa dilakukan untuk penatalaksanaan gangguan obsesif
kompulsif antara lain terapi farmakologi (farmakoterapi) dan terapi tingkah
laku. Prognosis pasien dinyatakan tidak bisa sembuh sempurna. Dengan
pengobatan bisa memberikan pengurangan gejala.