Anda di halaman 1dari 13

PENYULUHAN RUMAH SAKIT HAJI MINA

GANGGUAN OBSESIF KOMPULSIF

Penyaji : Yandri Erwin Ginting


Muhammad Faiz T
Felicia
Dewi Sartika
Ikke Ajeng Arum Sari S

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN JIWA
RUMAH SAKIT HAJI MINA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018
i

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah penyuluhan
ini dengan judul “Gangguan Obsesif Kompulsif”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dokter
pembimbing, yang telah meluangkan waktunya dan memberikan masukan dan
bimbingan dalam penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sebagai masukan dalam penulisan
makalah selanjutnya. Semoga makalah ini bermanfaat, akhir kata penulis
mengucapkan terima kasih.

Medan, 31 Mei 2018

Penulis
ii

DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar ........................................................................................ i
Daftar isi ................................................................................................ ii
BAB 1. PENDAHULUAN......................................................................1
1.1 Latar Belakang ......................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................2
1.3 Tujuan ..................................................................................2
1.4 Manfaat ................................................................................2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................3
2.1 Definisi .................................................................................3
2.2 Epidemiologi ........................................................................3
2.3 Etiologi .................................................................................4
2.4 Diagnosis ..............................................................................4
2.5 Tata Laksana ..........................................................................7
2.6 Prognosis ..............................................................................8
BAB 3. KESIMPULAN ........................................................................9
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................10
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Obsessive compulsive disorder (OCD) pernah dianggap sangat langka, tetapi
studi epidemiologi baru-baru ini telah menunjukkannya sebagai gangguan psikiatri
keempat yang paling umum (setelah penyalahgunaan zat, fobia spesifik, dan depresi
berat). OCD merupakan gangguan kronis yang menghasilkan morbiditas yang
signifikan ketika tidak didiagnosis dan dirawat dengan benar. Perawatan termasuk
terapi perilaku kognitif dan manajemen obat. Penggunaan clomipramine pada tahun
1960 dan kemudian pengenalan inhibitor serotonin reuptake pada tahun 1980
mewakili kemajuan penting dalam pengobatan farmakologis OCD. Meskipun
modalitas pengobatan yang efektif, banyak pasien hanya menunjukkan respon
parsial atau resisten terhadap obat yang tersedia. OCD yang resistan terhadap SRI
adalah salah satu dari beberapa diagnosis dalam psikiatri modern yang prosedur
bedah-bedah invasifnya tetap menjadi bagian dari pengobatan yang telah
ditetapkan.1
Untuk seorang psikiater anak yang dilatih 30 tahun lalu, OCD pada anak-
anak temuan yang jarang. Banyak yang dikatakan, dan diajarkan, tentang perawatan
psikodinamik gangguan ini pada pasien yang lebih muda, dan laporan dari terapi
seperti itu diterbitkan, bahkan hasilnya tidak jelas dalam jangka panjang2
Untuk remaja yang lebih tua, dokter memperdebatkan peran manifestasi
obsesif-kompulsif sebagai gejala prodromal skizofrenia, dan ada laporan anekdot
dari orang dewasa yang lebih tua dengan obsesi yang berat, resisten terhadap semua
perawatan yang dikenal, yang pada tahun 1940-an dan 1950-an memiliki prosedur
bedah saraf seperti lobotomi frontal. Akhir 1960-an dan awal 1970-an melihat
pengenalan terapi obat spesifik pertama untuk orang dewasa seperti phenelzine dan,
yang paling penting, clomipramine. Pada saat yang sama, perawatan perilaku
pertama muncul, dan dikembangkan dan dipelajari di tahun-tahun berikutnya. Pada
akhir 1980-an, fluoxetine dirilis dan cepat diakui sebagai obat anti-selenium yang
kuat.2

1
2

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah uang
diajukan adalah sebagai berikut: “Apakah OCD itu dan bagaimana gambaran klinis,
penegakkan diagnosis, terapi dan prognosis OCD?”

1.3. Tujuan
Untuk mengetahui gambaran klinis, penegakkan diagnosis, terapi dan
prognosis OCD.

1.4. Manfaat
Sebagai sumber informasi dan sumber wawasan untuk pembaca mengenai
OCD.
3

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI
Obsesi merupakan ketekunan yang patologis dari suatu pikiran atau
perasaan yang tidak dapat ditentang yang tidak dapat dihilangkan dari kesadaran
oleh usaha logika, yang disertai dengan kecemasan (juga dikenal sebagai
perenungan [rumination]). Kompulsi merupakan kebutuhan yang patologis untuk
melakukan suatu impuls yang, jika ditahan, menyebabkan kecemasan; perilaku
berulang sebagai respons suatu obsesi atau dilakukan menurut aturan tertentu, tanpa
akhir yang sebenarnya dalam diri selain daripada untuk mencegah sesuatu terjadi
di masa depan.3
Obsesi atau kompulsi pada gangguan obsesi kompulsi harus menyebabkan
gangguan yang berarti, mengonsumsi waktu, dan secara signifikan
menginterferensi rutinitas pasien, fungsi okupasi, aktivitas sosial atau hubungan
sosial pasien.3

2.2 EPIDEMIOLOGI
Pada studi Epidemiological Catchment Area, ditemukan prevalensi
gangguan obsesif-kompulsif adalah sebanyak 2,5%. Penemuan terapi dan edukasi
yang efektif kepada pasien telah secara signifikan meningkatkan identifikasi pasien
dengan gangguan ini. Insidensi gangguan obsesif lebih banyak pada pasien
dermatologi dan pasien-pasien bedah plastik.4
Tidak terdapat perbedaan prevalensi diantara berbagai ras dan etnik,
walaupun preokupasi patologi spesifik mungkin bervariasi seiring dengan kultur
dan agama. Prevalensi gangguan obsesif kompulsif sama pada laki-laki dan wanita,
walaupun gangguan ini lebih sering ditemukan pada anak laki-laki atau remaja laki-
laki dan cenderung ditemukan pada wanita pada usia dua puluhan.4
4

2.3 ETIOLOGI
Faktor biologis3
Neurotransmitter
Sistem Serotonergik. Data menunjukkan obat-obat serotonergik lebih efektif
dalam tatalaksana gangguan obsesif-kompulsif dibandingkan dengan obat-obat
yang mempengaruhi neurtransmitter lain, tapi mengenai apakah serotonin terlibat
sebagai penyebab gangguan ini masih belum jelas.
Sistem Noradrenergik. Belakangan ini, sedikit bukti menunjukkan adanya
disfungsi sistem noreadrenergik pada gangguan obsesif-kompulsif. Beberapa
laporan menunjukkan perkembangan dari gangguan ini dengan penggunaan
clonidine oral (Catapres), obat yang menurunkan kadar norepinefrin dari saraf
presinaptik.
Neuroimunologi. Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan positif
antara infeksi streptokokus dan gangguan obsesif-kompulsif. Infeksi streptokokus
β-hemolitikus grup A dapat menyebabkan demam rematik, dan kira-kira 10-30 %
dari pasien menunjukkan gejala Sydenham Chorea dan menunjukkan gejala
obsesif-kompulsif.
Genetik. Data menunjukkan bahwa gangguan obsesif kompulsif memiliki
komponen genetik yang signifikan. Orang dengan anggota keluarga gangguan
obsesif-kompulsif memiliki kemungkinan tiga kali hingga lima kali lebih mungkin
terkena gangguan ini dibandingkan dengan orang yang tidak ada riwayat
keluarganya. Namun, data tersebut belum menentukan faktor herediter yang
berpengaruh terhadap transmisi gangguan tersebut.

2.4 DIAGNOSIS
Adapun pedoman diagnostik gangguan obsesif-kompulsif menurut
Penggolongan Pedoman Diagnostik Gangguan Jiwa III, adalah sebagai berikut:5
F42 Gangguan Obsesif-Kompulsif
 Untuk menegakkan diagnosis pasti, gejala-gejala obsesif atau tindakan
kompulsif, atau kedua-duanya, harus ada hampir setiap hari selama sedikitnya
dua minggu berturut-turut.
5

 Hal tersebut merupakan sumber penderitaan (distress) atau mengganggu


aktivitas penderita.
 Gejala-gejala obsesif harus mencakup hal-hal berikut :
(a) Harus disadari sebagai pikiran atau impuls diri sendiri;
(b) Sedikitnya ada satu pikiran atau tindakan yang tidak berhasil dilawan,
meskipun ada lainnya yang tidak lagi dilawan oleh penderita;
(c) Pikiran untuk melakukan tindakan tersebut di atas bukan merupakan hal
yang memberi kepuasan atau kesenangan (sekedar perasaan lega dari
ketegangan atau anxietas, tidak dianggap sebagai kesenangan seperti
dimaksud di atas);
(d) Gagasan, bayangan pikiran, atau impuls tersebut harus merupakan
pengulangan yang tidak menyenangkan (unpleasantly repetitive).
 Ada kaitan erat antara gejala obsesif, terutama pikiran obsesif, dengan
depresi. Penderita gangguan obsesif-kompulsif seringkali juga menunjukkan
gejala depresif, dan sebaliknya penderita gangguan depresi berulang (F33.-)
dapat menunjukkan pikiran-pikiran obsesif selama episode depresif-nya.
Dalam berbagai situasi dari kedua hal tersebut, meningkat atau menurunnya
gejala depresif umumnya dibarengi secara paralel dengan perubahan gejala
obsesif.
Bila terjadi episode akut dari gangguan tersbut, maka diagnosis diutamakan
dari gejala-gejala yang timbul lebih dahulu.
Diagnosis gangguan obsesif-kompulsif ditegakkan hanya bila tidak ada
gangguan depresif pada saat gejala obsesif kompulsif tersebut timbul.
Bila dari keduanya tidak ada yang menonjol, maka lebih baik menganggap
depresi sebagai diagnosis yang primer. Pada gangguan menahun, maka
prioritas diberikan pada gejala yang paling bertahan saat gejala yang lain
menghilang.
 Gejala obsesif “sekunder” yang terjadi pada gangguan skizofrenia, sindrom
Tourette, atau gangguan mental organik, harus dianggap sebagai bagian dari
kondisi tersebut.
6

F42.0 Predominan Pikiran Obsesif atau Pengulangan


Pedoman Diagnostik
 Keadaan ini dapat berupa : gagasan, bayangan pikiran, atau impuls (dorongan
perbuatan), yang sifatnya mengganggu (ego alien);
 Meskipun isi pikiran tersebut berbeda-beda, umumnya hampir selalu
menyebabkan penderitaan (distress)

F42.1 Predominan Tindakan Kompulsif


Pedoman Diagnostik
 Umumnya tindakan kompulsif berkaitan dengan: kebersihan (khususnya
mencuci tangan), memeriksa berulang untuk meyakinkan bahwa suatu situasi
yang dianggap berpotensi bahaya tidak terjadi, atau masalha kerapihan dan
keteraturan.
Hal tersebut dilatar-belakangi perasaan takut terhadap bahaya yang
mengancam dirinya atau bersumber dari dirinya, dan tindakan ritual tersebut
merupakan ikhtiar simbolik dan tidak efektif untuk menghindari bahaya
tersebut.
 Tindakan ritual kompulsif tersebut menyita banyak waktu sampai beberapa
jam dalam sehari dan kadang-kadang berkaitan dengan ketidak-mampuan
mengambil keputusan dan kelambanan

F42.2 Campuran Pikiran dan Tindakan Obsesif


Pedoman Diagnostik
 Kebanyakan dari penderita obsesif-kompulsif memperlihatkan pikiran
obsesif serta tindakan kompulsif.
Diagnosis ini digunakan bilamana kedua hal tersebut sama-sama menonjol,
yang umumnya memang demikian.
 Apabila salah satu memang jelas lebih dominan, sebaiknya dinyatakan dalam
diagnosis F42.0 atau F42.1. Hal ini berkaitan dengan respons yang berbeda
terhadap pengobatan. Tindakan kompulsif lebih responsif terhadap terapi
perilaku.
7

F42.8 Gangguan Obsesif-Kompulsif Lainnya


F42.9 Gangguan Obsesif-Kompulsif Yang Tidak Tergolongkan

2.5 TATA LAKSANA


Gangguan obsesif-kompulsif merupakan gangguan kronis yang dapat
diterapi sebagai pasien rawat jalan. Terapi utama gangguan ini adalah obat-obatan
antidepresan golongan serotonergik, bentuk tertentu dari terapi perilaku (beberapa
bentuk dari CBT), edukasi dan intervensi keluarga dan pada kasus yang sangat
jarang, neurosurgery.3,6
Selective Serotonin Reuptake Inhibitors. SSRI telah disetujui oleh FDA sebagai
tatalaksana gangguan obsesif-kompulsif. Dosis yang semakin tinggi diperlukan
untuk efek yang menguntungkan, misalnya 80 mg fluoxetine per hari. Walaupun
SSRI dapat menyebabkan gangguan tidur, mual dan diare, sakit kepala, ansietas dan
kecapekan, efek samping ini seringnya hanya sementara dan biasanya tidak begitu
masalah dibandingkan degan efek samping yang disebabkan oleh obat trisiklik
antidepresan seperti clomipramin. Hasil terapi yang paling bagus apabila terapi
SSRI dikombinasikan dngan terapi perilaku.
Clomipramine. Dari semua obat trisiklik dan tetrasiklik, clomipramin merupakan
obat yang paling selektif terhadap reuptake serotonin dan norepinefrin dan
mekanisme kerja ini hanya dapat dilebihi oleh SSRI. Dosis clomipramin harus
dititrasi 2-3 minggu untuk menghindari efek samping gastrointestinal dan hipotensi
ortostatik. Obat ini menyebabkan sedasi signifikan dan efek antikolinergik,
termasuk mulut kering dan konstipasi. Sebagaimana dengan SSRI, hasil paling baik
jika terapi dikombinasikan dengan terapi perilaku.
Terapi perilaku. Terapi obat-obatan akan bertahan lebih lama apabila dibarengi
dengan terapi perilaku. Oleh karena itu, banyak klinisi yang menyarakan terapi
perilaku pada pasien gangguan obsesif-kompulsif. Desensitisasi, penghentian
pikiran, terapi implosif telah digunakan sebagai terapi perilaku pada pasien
gangguan obsesif-kompulsif.
8

2.6 PROGNOSIS
Lebih dari setengah pasien gangguan obsesif kompulsid mengalami onset
gejala yang tiba-tiba. Onset gejalanya kira-kira 50-70 persen terjadi setelah pasien
mengalami kejadian yang menekan pasien, seperti kehamilan, masalah seksual,
kematian anggota keluarga. Karena banyak pasien yang menyembunyikan
gejalanya, mereka sering menunda 5-10 tahun sebelum pergi berkonsultasi ke
psikiater. Kesembuhan biasanya terjadi agak lama; beberapa pasien mengalami
kesembuhan yang berfluktuasi dan ada yang konstan.3
BAB 3

KESIMPULAN

Obsessive compulsive disorder (OCD) atau gangguan obsesif kompulsif


ialah gangguan yang ditandai dengan pikiran negatif yang membuat penderita
merasa gelisah, takut, dan khawatir. Sehingga untuk menghilangkan kecemasan itu,
ada obsesi berlebihan dari si penderita. Etiologinya belum dapat dipastikan namun
diduga karena ketidakseimbangan pelepasan neurotransmiter seperti pada sistem
serotonergik maupun noradrenergik.
Diagnosis OCD merujuk pada PPDGJ III diperlukan gejala obsesif atau
kompulsif atau keduanya harus ada hampir setiap hari selama setidaknya dua
minggu berturut-turut. Tatalaksana OCD dapat berupa pemberian obat SSRI,
Clomipramine dan juga terapi perilaku untuk membiasakan pasien.

9
10

DAFTAR PUSTAKA

1. Pittenger C, Kelmendi B, Bloch M, Krystal J, Coric V. Clinical Treatment of


Obsessive Compulsive Disorder. Psychiatry(Edgmont). 2005.2(11):34-43
2. Boileau, B. A review of obsessive-compulsive disorder in children and
adolescents. Dialogues Clin Neurosci. 2011.13(4):401-411.
3. Sadock B J, Sadock V A, Ruiz P. Kaplan and Sadock’s Synopsis of Psychiatry
Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry. 11th ed. New York: Lippincott
Williams and Wilkins; 2015.
4. Greenberg G M. Obsessive Compulsive Disorder. Available from:
https://emedicine.medscape.com/article/1934139 (Accessed: 27th May
2018)
5. Maslim R. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkasan dari PPDGJ-III.
Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya; 2001, hal. 76-
77.
6. Maslim R. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik edisi Ketiga.
Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya; 2002, hal 13-
17.

Anda mungkin juga menyukai