Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mioma uteri, atau dikenal juga dengan fibromioma, fibroid, atau


leiomioma merupakan tumor jinak yang struktur utamanya adalah otot polos
rahim.1 Mioma merupakan tumor jinak organ genitalia yang paling sering
ditemukan pada wanita usia reproduktif, menyebabkan morbiditas yang bermakna
dan menurunkan kualitas hidup wanita yang terkena.2

Mioma uteri terjadi pada 20%-25% perempuan di usia reproduktif oleh


faktor yang tidak diketahui dengan pasti.1 Di Amerika Serikat, mioma uteri
menjadi indikasi histerektomi tersering.3 Studi prevalensi yang dilakukan di
delapan negara pada tahun 2009 melaporkan kejadian mioma uteri sebanyak 4,5%
pada wanita Inggris, 4,6% Perancis, 5,5% Kanada, 6,9% Amerika Serikat, 7%
Brazil, 8% Jerman, 9% Korea, dan 9,8% di Italia. Prevalensi mioma uteri
mengalami peningkatan hingga 14,1% pada kelompok umur 40 tahun ke atas.
Rata-rata mioma uteri didiagnosis pada rentang usia 33,5 hingga 36,1 tahun.4

Walaupun penyebab mioma uteri tidak diketahui secara pasti, terdapat


beberapa faktor risiko untuk terjadinya mioma uteri, yaitu usia (usia reproduktif
lanjut), wanita dengan etnis Afrika-Amerika, wanita nuliparitas, dan wanita
dengan obesitas. Abnormalitas sitogenetik telah dijumpai sekitar 40% dari
jaringan mioma yang dilakukan pemeriksaan histopatologi. Estrogen dan
progesteron dikenal sebagai promoter dari pertumbuhan tumor yang memainkan
peran penting dalam berkembangnya mioma uteri. Beberapa faktor pertumbuhan
seperti transforming growth factor, basic fibroblast growth factor, epidermal
growth factor dan insulin-like growth factor-1, meningkat pada wanita dengan
mioma uteri dan mungkin merupakan efektor dari estrogen dan progesteron.5

Walaupun seringkali asimtomatik, gejala yang mungkin ditimbulkan


sangat bervariasi, seperti metroragia, nyeri, hingga infertilitas. Perdarahan hebat
yang disebabkan oleh mioma uteri merupakan indikasi utama histerektomi di
Amerika Serikat.3
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Mioma Uteri

Mioma uteri adalah neoplasma yang berasal dari otot uterus dan jaringan
ikat yang menopangnya sehingga dapat disebut sebagai leiomioma, fibromioma,
atau fibroid. Mioma uteri merupakan suatu tumor jinak uterus yang berbatas
tegas, terbentuk dari otot polos dan elemen jaringan penyambung fibrosa.
Walaupun mioma uteri tidak mempunyai kapsul yang sesungguhnya, tetapi
jaringannya dengan sangat mudah dibebaskan dari miometrium sekitarnya
sehingga mudah dikupas (enukleasi).1,2

2.2 Prevalensi Mioma Uteri


Mioma uteri merupakan tumor jinak yang paling sering pada wanita usia
reproduktif dan merupakan indikasi histerektomi tersering di Amerika Serikat.
Mioma uteri belum pernah ditemukan sebelum terjadinya menarche dan setelah
menopause hanya kira-kira 10% mioma yang masih tumbuh, sebagian besar
ditemukan pada wanita usia reproduksi sebanyak 20-25%. Diperkirakan insiden
mioma uteri sekitar 20%-30% dari seluruh wanita.1,3

Studi prevalensi yang dilakukan di delapan negara pada tahun 2009


melaporkan kejadian mioma uteri sebanyak 4,5% pada wanita Inggris, 4,6%
Perancis, 5,5% Kanada, 6,9% Amerika Serikat, 7% Brazil, 8% Jerman, 9% Korea,
dan 9,8% di Italia. Prevalensi mioma uteri mengalami peningkatan hingga 14,1%
pada kelompok umur 40 tahun ke atas. Rata-rata mioma uteri didiagnosis pada
rentang usia 33,5 hingga 36,1 tahun. Adapun faktor risiko yang meningkatkan
insidensi mioma uteri pada wanita adalah menarke yang dini, nuliparitas, usia
(pada usia reproduktif lanjut), obesitas, wanita beretnis Afrika-Amerika, dan
wanita yang mengonsumsi Tamoksifen.4,5
2.3 Faktor Risiko Mioma Uteri

Adapun faktor risiko dari mioma uteri adalah sebagai berikut.

1. Menarke

Ada beberapa penelitian yang mengatakan bahwa insidensi mioma uteri


berhubungan dengan menarke yang dini, walaupun data yang didapatkan belum
bermakna secara signifikan menurut statistik. Baru-baru ini, didaapatkan
hubungan yang signifikan antara risiko mioma uteri dengan usia menarke wanita.
Pada penelitian ini, dibandingkan wanita yang menarke pada usia 12 tahun dan
wanita yang usia menarkenya 10 tahun, dan didapatkan peningkatan risiko relatif
sebesar 1.24 pada wanita yang usia menarkenya 10 tahun.

2. Paritas

Beberapa penelitian menunjukkan hubungan terbalik antara paritas dengan


risiko terjadinya mioma uteri. Risiko relatif mioma uteri meningkat 1.5 kali pada
wanita nulipara. Penjelasan terhadap hal ini adalah paritas mengurangi waktu
paparan terhadap estrogen, di mana pada wanita nulipara atau penurunan fertilitas,
mungkin berhubungan dengan siklus anovulasi yang ditandai dengan paparan
estrogen yang lama.

3. Usia

Peningkatan usia meningkatkan risiko untuk terkena mioma uteri pada


seorang wanita. Peningkatan yang dapat terjadi berupa peningkatan massa tumor,
peningkatan gejala akibat mioma uteri. Hal ini dikarenakan terjadi peningkatan
hormon pada usia reproduktif lanjut.

4. Obesitas

Beberapa penelitian menunjukkan hubungan antara obesitas dan


peningkatan insidensi leiomioma. Pada penelitian prospektif dari Great Britain,
risiko mioma uteri diperkirakan meningkat 21% untuk setiap kenaikan berat
badan 10 kilogram. Hasil yang serupa ketika dilakukan analisa Indeks Massa
Tubuh (IMT) dengan risiko mioma uteri.

5. Faktor Makanan

Peran penting makanan sebagai faktor risiko mioma uteri mendapatkan


perhatianyang sangat minim. Pada suatu penelitian case-control di Italia,
didapatkan hubungan sedang antara risiko mioma uteri dan konsumsi daging,
sementara konsumsi sayur hijau semeberikan efek protektif. Sayangnya, tidak
dicantumkan asupan kalori total dan tidak dicantumkan perkiraan jumlah lemak
makanan pada kelompok kasus dan kontrol, walaupun mungkin diasumsikan
asupan daging yang banyak berhubungan dengan kandungan lemak yang lebih
banyak pada makanan.

6. Perbedaan Ras

Mioma uteri terjadi lebih banyak pada wanita ras Afrika-Amerika, sesuai
dengan penelitian sebelumnya, yang melaporkan mioma uteri terjadi 89.9% pada
pasien ras Afrika-Amerika. Pada penelitian ini juga didapatkan total kasus
ginekologi lebih tinggi pada wanita dengan ras Afrika-Amerika.5

2.4 Klasifikasi Mioma Uteri

Mioma uteri berasal dari miometrium dan klasifikasinya dibuat


berdasarkan lokasinya.

1. Mioma submukosa menempati lapisan di bawah endometrium dan


menonjol ke dalam kavum uteri. Pengaruhnya pada vaskularisasi dan luas
permukaan endometrium menyebabkan terjadinya perdarahan ireguler.
Mioma jenis ini dapat bertangkai panjang sehingga dapat keluar melalui
ostium serviks. Yang harus diperhatikan dalam menangani mioma
bertangkai adalah kemungkianan terjadinya torsi dan nekrosis sehingga
risiko infeksi sangatlah tinggi.
2. Mioma intramural atau interstitiel adalah mioma yang berkembang
diantara miometrium.
3. Mioma subserosa adalah mioma yang tumbuh di bawah lapisan serosa
uterus dan dapat bertumbuh ke arah luar dan juga bertangkai. Mioma
subserosa dapat menjadi parasit omentum atau usus untuk vaskularisasi
tambahan bagi pertumbuhannya.1

2.5 Patofisiologi Mioma Uteri

1. Teori Inisiasi

Aspek paling penting dari etiologi mioma uteri adalah inisiator, di mana
inisiator ini belum diketahui. Suatu teori mengatakan bahwa peningkatan kadar
bestrogen dan progesteron berakibat pada peningkatan kecepatan mitosis yang
berkontribusi pada pembentukan mioma dengan meningkatkan kemungkinan
mutasi somatik. Beberapa mengatakan adanya abnormalitas bawaan pada
miometrium wanita yang terkena mioma uteri, dimana berdasarkan pemeriksaan,
terdapat peningkatan kadar ER (Estrogen Receptor) pada miometrium.5

Teori lainnya mengatakanbahwa patogenesis leiomioma mungkin mirip


dengan respon terhadap penyembuhan luka operasi (pembentukan
keloid/hypertrophic scar). Terdapat luka potensial yaitu iskemia yang
berhubungan dengan peningkatan produksi substansi vasokonstriksi ketika
menstruasi. Penigkatan sekresi prostaglandin dan vasopresin oleh endometrium
dijumpai pada pasien dengan dismenorea, dimana terjadi pas lebih dari 70%
wanita 5 tahun setelah menarke. Setelah terjadi luka vaskular, basic Fibroblast
Growth Factor (bFGF) penting untuk proliferasi otot polos, dan faktor ini juga
ditemukan berlebihan pada leiomioma. Kesimpulan yang dapat diambil adalah
luka yang berhubungan dengan menstruasi juga penting dijadikan sebagai faktor
risiko untuk terjadinya mioma uteri pada wanita.5
2. Teori Penemuan Genetik

Analisis sitogenetik dari hasil pembelahan mioma uteri telah menghasilkan


penemuan yang baru. Diperkirakan 40% mioma uteri memiliki abnormalitas
kromosom non random. Abnormalitas ini dapat dibagi menjadi 6 subgrup
sitogenik yang utama termasuk translokasi antara kromosom 12 dan 14, trisomi
12, penyusunan kembali lengan pendek kromosom 6 dan lengan panjang
kromosom 10 dan delesi kromosom 3 dan 7. Penting untuk diketahui mayoritas
mioma uteri memiliki kromosom yang normal.5,6
Pengaruh-pengaruh hormon dalam pertumbuhan dan perkembangan
mioma:
a. Estrogen
Mioma uteri dijumpai setelah menarche. Seringkali terdapat
pertumbuhan tumor yang cepat selama kehamilan dan terapi estrogen
eksogen. Mioma uteri akan mengecil pada saat menopause dan
pengangkatan ovarium. Mioma uteri banyak ditemukan bersamaan
dengan anovulasi ovarium dan wanita dengan sterilitas. Selama fase
sekretorik, siklus menstruasi dan kehamilan, jumlah reseptor estrogen
di miometrium normal berkurang. Pada mioma reseptor estrogen dapat
ditemukan sepanjang siklus menstruasi, tetapi ekskresi reseptor tersebut
tertekan selama kehamilan.5,6
b. Progesteron
Reseptor progesteron terdapat di miometrium dan mioma
sepanjang siklus menstruasi dan kehamilan. Progesteron merupakan
antagonis natural dari estrogen. Progesteron menghambat pertumbuhan
mioma dengan dua cara yaitu: Mengaktifkan 17-Beta
hidroxydesidrogenase dan menurunkan jumlah reseptor estrogen pada
mioma.5,6
c. Hormon Pertumbuhan
Level hormon pertumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi
hormon yang mempunyai struktur dan aktivitas biologik serupa, terlihat
pada periode ini memberi kesan bahwa pertumbuhan yang cepat dari
mioma selama kehamilan mungkin merupakan hasil dari aksi
sinergistik antara hormon pertumbuhan dan estrogen.5,6

2.6 Gambaran Klinik

Gejala klinik hanya terjadi pada 35%-50% penderita mioma. Hampir


sebagian besar penderita tidak mengetahui bahwa terdapat kelainan di dalam
uterusnya, terutama sekali pada penderita dengan obesitas. Keluhan penderita
sangat tergantung pula dari lokasi atau jenis mioma yang diderita. Berbagai
keluhan penderita dapat berupa:

1. Perdarahan Uterus Abnormal

Perdarahan menjadi manifestasi klinik utama pada mioma dan hal ini
terjadi pada 30% penderita. Bila terjadi secara kronis maka dapat terjadi anemia
defisiensi zat besi dan bila berlangsung lama dan dalam umlah yang besar maka
sulit untuk dikoreksi dengan suplementasi zat besi, perdarahan pada mioma
submukosa seringkali diakibatkan oleh hambatan pasokan darah endometrium,
tekanan, dan bendungan pembuluh darah di area tumor (terutama vena) atau
ulserasi endometrium di atas tumor. Tumor bertangkai seringkali menyebabkan
trombosis vena dan nekrosis endometrium akibat tarikan dan infeksi (vagina dan
kavum uteri terhubung oleh tangkai yang keluar dari ostium serviks). Dismenorea
dapat disebabkan oleh efek tekanan, kompresi, termasuk hipoksia lokal
miometrium.1,6

2. Nyeri perut

Mioma tidak menyebabkan nyeri dalam uterus kecuali apabila kemudian


terjadi gangguan vaskuler. Nyeri lebih banyak terkait dengan proses degenerasi
akibat oklusi pembuluh darah, infeksi, torsi tangkai mioma atau kontraksi uterus
sebagai upaya untuk mengeluarkan mioma subserosa dari kavum uteri. Gejala
abdomen akut dapat terjadi bila torsi berlanjut dengan terjadinya infark atau
degenerasi merah yang mengiritasi selaput peritoneum (seperti peritonitis).
Mioma yang besar dapat menekan rektum sehingga menimbulkan sensasi untuk
mengedan. Nyeri pinggang dapat terjadi pada penderita mioma yang menekan
persyarafan yang berjalan di atas permukaan tulang pelvis.1,6

3. Efek Penekanan

Walaupun mioma dihubungkan dengan adanya desakan tekan, tetapi


tidaklah mudah untuk menghubungkan adanya penekanan organ dengan mioma.
Mioma intramural sering dikaitkan dengan penekanan terhadap organ sekitar.
Parasitik mioma dapat menyebabkan obstruksi saluran cerna perlekatannya
dengan omentum menyebabkan strangulasi usus. Mioma serviks dapat
menyebabkan sekret serosanguinea vaginal, perdarahan, dispareunia, dan
infertilitas.

Bila ukuran tumor lebih besar lagi, akan terjadi penekanan ureter, kandung
kemih dan rektum. Semua efek penekanan ini dapat dikenali melalui pemeriksaan
IVP, kontras saluran cerna, rontgen, dan MRI. Abortus spontan dapat disebabkan
oleh penekanan langsung mioma terhadap kavum uteri.1,6

4. Degenerasi

Bila terjadi perubahan pasokan darah selama pertumbuhannya, maka


mioma dapat mengalami pertumbuhan sekunder atau degeneratif sebagai berikut.
a. Degenerasi Jinak
- Atrofi : ditandai dengan pengecilan tumor yang umumnya terjadi
setelah persalinan atau menopause.
- Hialin : terjadi pada mioma yang telah matang atau “tua” di mana
bagian yang semula aktif tumbuh, kemudian terhenti akibat
kehilangan pasokan nutrisi dan berubah warnanya menjadi
kekuningan, melunak atau melebur menjadi cairan gelatin sebagai
tanda terjadinya degenerasi hialin.
- Kistik : setelah mengalami hialinisasi, hal tersebut berlanjut dengan
cairnya gelatin sehingga mioma konsistensinya menjadi kistik.
Adanya kompresi atau tekanan fisik pada bagian tersebut, dapat
menyebabkan keluarnya cairan kista ke dalam kavum uteri, kavum
peritoneum, atau retroperitoneum.
- Kalsifikasi : disebut juga degenerasi kalkareus yang umumnya
mengenai mioma subserosa yang sangat rentan terhadap defisit
sirkulasi yang dapat menyebabkan pengendapan kalsium karbonat dan
fosfat di dalam tumor.
- Septik : defisit sirkulasi dapat menyebabkan mioma mengalami
nekrosis di bagian tengah tumor yang berlanjut dengan infeksi yang
ditandai dengan nyeri, kaku dinding perut, dan demam akut.
- Kaneus : disebut juga degenerasi merah yang diakibatkan oleh
trombosis yang diikuti dengan terjadinya bendungan vena dan
perdarahan sehingga menyebabkan perubahan warna mioma.
Degenerasi jenis ini, seringkali terjadi bersamaan dengan kehamilan
karena kecepatan pasokan nutrisi bagi hipertrofi miometrium lebih
diprioritaskan sehingga mioma mengalami defisit pasokan dan terjadi
degenerasi aseptik dan infark. Degenerasi ini disertai rasa nyeri tetapi
akan menghilang sendiri (self-limited). Terhadap kehamilannya
sendiri, dapat terjadi partus prematurus atau koagulasi intravaskular
diseminata.
- Miksomatosa : disebut juga degenerasi lemak yang terjadi setelah
proses degenerasi hialin dan kistik. Degenerasi ini sangat jarang dan
umumnya asimtomatik.
b. Degenerasi Ganas
- Transformasi ke arah keganasan (menjadi miosarkoma) : terjadi pada
0,1%-0,5% penderita mioma uteri.1,6
2.7 Diagnosis Mioma Uteri
Untuk menegakkan diagnosis mioma uteri adalah sebagai berikut6:

a. Anamnesis

1. Keluhan utama yang dikemukakan :

- Abdominal discomfort atau desakan pada perut bagian bawah.

- Terdapat gangguan menstruasi :

(1) Menorrhagia atau metromenorrhagia disertai gumpalan darah.

(2) Dismenorrhagia

- Keluhan sekunder berupa :

(1) Sering mengalami abortus

(2) Persalinan prematuritas

(3) Infertilitas

(4) keluhan akibat anemia

b. Pemeriksaan Fisik

1. Palpasi abdomen

- Teraba tumor bagian bawah abdomen, padat, dapat terfiksir.

- Konsistensi padat atau padat kenyal

2. Pemeriksaan bimanual :

- Teraba uterus membesar, mungkin berbenjol-benjol, dan terfiksasi

c. Pemeriksaan Penunjang

- Pemeriksaan dengan ultrasonografi (USG) transabdominal dan


transvaginal bermanfaat dalam menetapkan adanya mioma uteri.
Ultrasonografi transvaginal terutama bermanfaat pada uterus yang kecil.
Uterus atau massa yang paling besar baik diobservasi melalui
ultrasonografi transabdominal. Mioma uteri secara khas menghasilkan
gambaran ultrasonografi yang mendemonstrasikan irregularitas kontur
maupun pembesaran uterus.

- Histeroskopi digunakan untuk melihat adanya mioma uteri


submukosa, jika mioma kecil serta bertangkai. Mioma tersebut sekaligus
dapat diangkat.
- MRI ( Magnetic Resonance Imaging ) sangat akurat dalam
menggambarkan jumlah, ukuran, dan likasi mioma tetapi jarang
diperlukan. Pada MRI, mioma tampak sebagai massa gelap berbatas tegas
dan dapat dibedakan dari miometrium normal. MRI dapat mendeteksi lesi
sekecil 3 mm yang dapat dilokalisasi dengan jelas, termasuk mioma.6,7

2.8 Tatalaksana Mioma Uteri

a. Terapi Konservatif

Penderita dengan mioma kecil dan tanpa gejala tidak memerlukan


pengobatan, tetapi harus diawasi perkembangan tumornya. Jika mioma
lebih besar dari kehamilan 10-12 munggu, tumor yang berkembang cepat,
terjadi torsi pada tangkai, perlu diambil tindakan operasi.

b. Medikamentosa
Terapi yang dapat memperkecil volume atau menghentikan
pertumbuhan mioma uteri secara menetap belum tersedia pada saat ini.
Terapi medikamentosa masih merupakan terapi tambahan atau terapi
pengganti sementara dari operatif.
Preparat yang selalu digunakan untuk terapi medikamentosa adalah
analog GnRHa (Gonadotropin Realising Hormon Agonis), progesteron,
danazol, gestrinon, tamoksifen, goserelin, antiprostaglandin, agen-agen
lain seperti gossypol dan amantadine.
c. Operatif
Pengobatan operatif meliputi miomektomi, histerektomi dan
embolisasi arteri uterus.
(1) Miomektomi, adalah pengambilan sarang mioma saja tanpa
pengangkatan uterus. Tindakan ini dapat dikerjakan misalnya pada mioma
mioma submukosa pada mioma geburt dengan cara ekstirpasi lewat
vagina.

(2) Histerektomi, adalah pengangkatan uterus, yang umumnya tindakan


terpilih. Histerektomi total umumnya dilakukan dengan alasan mencegah
akan timbulnya karsinoma servisis uteri.

(3) Embolisasi arteri uterus (Uterin Artery Embolization / UAE), adalah


injeksi arteri uterina dengan butiran polyvinyl alkohol melalui kateter yang
nantinya akan menghambat aliran darah ke mioma dan menyebabkan
nekrosis. Nyeri setelah UAE lebih ringan daripada setelah pembedahan
mioma dan pada UAE tidak dilakukan insisi serta waktu penyembuhannya
yang cepat.8

d. Radiasi dengan radioterapi


Radioterapi dilakukan untuk menghentikan perdarahan yang terjadi
pada beberapa kasus.

2.9 Komplikasi Mioma Uteri

Adapun komplikasi dari mioma uteri adalah sebagai berikut.


a. Degenerasi ganas
Mioma uteri yang menjadi leiomiosarkoma ditemukan ditemukan
hanya 0,32-0,6% dari seluruh mioma, serta merupakan 50-75% dari semua
sarkoma uterus. Keganasan umumnya baru ditemukan pada pemeriksaan
histologi uterus yang telah diangkat. Kecurigaan akan keganasan uterus
apabila mioma uteri cepat membesar dan apabila terjadi pembesaran
sarang mioma dalam menopause.
b. Torsi (putaran tangkai)
Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami, timbul gangguan
sirkulasi akut sehingga mengalami nekrosis. Dengan demikian terjadilah
sindrom abdomen akut. Jika torsi terjadi perlahan-lahan, gangguan akut
tidak terjadi.6
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Status Ibu Hamil

ANAMNESA PRIBADI
Nama : Ny. IUS
Umur : 49 tahun
Suku : Batak
Alamat : Dusun VI Sridadi Gg Puskesmas Sunggal
Agama : Kristen Protestan
Pekerjaan : Pegawai Negeri
Pendidikan : D3
Status Pernikahan : Menikah
Tanggal Masuk : 26 Maret 2019
Jam Masuk : 14.36 WIB

ANAMNESA PENYAKIT
Ny. IUS, 49 tahun, P2A0, Batak, Kristen Protestan, D3, Pegawai Negeri menikah 1
kali pada usia 23 tahun dengan Tn. P, 52 tahun, Batak, Kristen Protestan, S1,
Pegawai Negeri. Datang dengan keluhan :
Keluhan Utama : Keluar darah dari kemaluan
Telaah : Hal ini dialami pasien sejak satu bulan
sebelum masuk rumah sakit dan memberat dalam
satu minggu terakhir. Darah keluar berupa darah
segar dan terkadang berupa flek. Pasien ganti doek
2-3 kali per hari. Os mengeluhkan bahwa lama
haidnya memanjang sejak bulan Desember 2018
dimana haidnya berhenti setelah 10 hari. Lalu pada
5/1/2019 os haid dan tidak kunjung berhenti sampai
13/1/2019 dan baru berhenti setelah os rawat inap
dan mendapatkan injeksi transamin. Lalu pada
3/2/2019 os haid dan tidak berhenti hingga hari ini.
Keluhan juga disertai dengan nyeri di perut bawah.
Keluhan benjolan tidak dijumpai pada pasien. Perut
membesar tidak dijumpai. Riwayat BAB dan BAK
dalam batas normal.
RPT : tidak dijumpai
RPO : tidak dijumpai
Riwayat pekerjaan, sosio ekonomi dan psikososial yaitu pegawai negeri, ekonomi
menengah ke atas dan tidak ada riwayat gangguan psikososial.

RIWAYAT MENSTRUASI
Menarche : 12 tahun
Lama : 7 hari
Siklus : 28-30 hari
Volume : ± 2-3 doek/hari
Nyeri : tidak ada
Dismenorrhea : tidak ada
Menopause : os belum menopause
HPHT : 03/02/19 (os masih berdarah sampai 27/03/19 saat
pemeriksaan)

RIWAYAT MENIKAH
Pasien menikah 1 kali pada usia 23 tahun

RIWAYAT PERSALINAN
1. 1992, ♀, aterm, PSP, bidan, BBL 2800 gram, anak sehat
2. 1998, ♂, aterm, PSP, bidan, BBL 2800 gram, anak sehat

RIWAYAT OPERASI
Tidak ada
RIWAYAT KB
Tidak ada

PEMERIKSAAN FISIK
VITAL SIGN
Status Presens:
Sensorium : Compos mentis Anemis : -
Tekanan darah : 110/70 mmHg Ikterik : -
Nadi : 80 x/menit Sianosis: -
Pernapasan : 18 x/menit Dyspnoe : -
Temperatur : 37,30C Oedema: -

Status Generalisata :
Kepala : Dalam batas normal
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya (+/+),
isokor, kanan = kiri
Leher : Pembesaran KGB tidak dijumpai
Thorax : Inspeksi : Simetris fusiformis
Palpasi : Stem fremitus kanan=kiri
Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru
Auskultasi : Jantung: S1(N) S2(N) S3(-) S4(-) reguler, murmur (-)
Paru : Suara pernafasan : vesikuler
Suara tambahan : (-)
Ekstremitas: Akral hangat, CRT< 2 detik, clubbing finger (-), oedem pretibial(-/-)
Mammae : tidak dilakukan pemeriksaan
Anogenital :
Pengeluaran pervaginam :
Perineum :
Jahitan :
Status Lokalisata :
Abdomen : Soepel, peristaltik (+) dalam batas normal

Status Ginekologi:
Inspekulo :
VT :
ST :
PEMERIKSAAN USG TAS
Hasil pemeriksaan USG: Tampak gambaran hipoekoik depan serviks ukuran 42,5
x 46,1 mm. Vaskularisasi tinggi RI 0,78. Tampak gambaran hipoekoik di dinding
posterior rahim ukuran 117,1 x 76,5 mm.

LABORATORIUM
26 Maret 2019
JENIS PEMERIKSAAN SATUAN HASIL RUJUKAN
HEMATOLOGI

Darah Lengkap

Hemoglobin (HGB) g/Dl 12,3 12-16

Eritrosit (RBC) Juta/µL 4,26 4,10-5,10

Leukosit (WBC) /µL 6.660 4.000-11.000

Hematokrit % 37,8 36 – 47

Trombosit (PLT) /µL 231.000 150.000-450.000


MCV fL 88,7 81-99

MCH Pg 28,9 27,0-31,0

MCHC g/dL 32,5 31,0 – 37,0

RDW % 15,4 11,0 – 15,5

MPV Fl 11,4 9,2 – 12,0

PDW % 13,8 9,6 – 15,2

Hitung jenis
Neutrofil % 62,2 50-70

Limfosit % 26,9 20 – 40

Monosit % 6,0 2–8

Eosinofil % 4,40 1–3

Basofil % 0,5 0–1

FAAL HEMOSTASIS

Waktu Protombin

Pasien Detik 12,3

Kontrol Detik 13,3

INR 0,83

APTT

Pasien Detik 23,9

Kontrol Detik 13,3


KIMIA KLINIK
Metabolisme Karbohidrat
Glukosa darah
(sewaktu) Mg/dL 152
ELEKTROLIT
Natrium Mg/dL 140 136-155
Kalium Mg/dL 3,8 3.5-5.5
IMUNOSEROLOGI
HbsAg Non-reaktif
Anti HIV Non-reaktif
DIAGNOSA KERJA
Perdarahan Uterus Abnormal (PUA) – L + Mioma Geburt

RENCANA TATALAKSANA
TERAPI MEDIKAMENTOSA
- IVFD Ringer Laktat 20 tetes/menit
- Inj. Asam Traneksamat 500 mg / 8 jam / IV
- Asam mefenamat 3x500 mg

RENCANA TINDAKAN
- Awasi keadaan umum dan vital sign
- Awasi perdarahan pervaginam
- Persiapan operasi TAH (Total Abdominal Histerektomi)
LAPORAN HISTEREKTOMI
Operasi dilakukan pada 29 Maret 2019 pukul 11.20 di Kamar Operasi Rumah
Sakit Universitas Sumatera Utara.
Pasien dibaringkan di meja operasi dengan posisi litotomi.
Di bawah spinal anestesi dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik mulai dari
abdomen, pubis, vagina, dan kedua medial paha. Doek steril dipasang.
Pertama dilakukan evaluasi mioma geburt melalui vagina dengan menggunakan
SIMS spekulum dan oval klem. Mioma geburt tidak dapat dipelintir kesan
tangkau berasal dari fundo-corporal. Diputuskan dilakukan TAH.
Pasien diposisikan kembali ke posisi supine. Doek steril tanpa menutupi perut.
Dilakukan kembali tindakan asepsis. Insisi pfanensteil dilakukan mulai dari kutis,
subkutis, fasia otot. Deaver lalu dipasang. Peritoneum digunting ke atas dan
bawah. Tampak uterus membesar sebesar kehamilan 12 minggu. Evaluasi kedua
tuba dan ovarium besar baik. Tampak perlengketan di kavum douglas. Dilakukan
klem gunting ikaat pada ligamentum Rotundum. Mesosalphinx ditembus tumpul
klem gunting ikat pada keduanya untuk meninggalkan kedua ovarium. Plika
blasius dibuka, kedua arteri uterina diklem gunting ikat. Dilakukan total
histerektomi. Puncak vagina dijahit dengan X-figure dan digunting ke punctum
ligamentum Rotundum. Dilakukan reperitonealisasi. Evaluasi perdarahan,
terkontrol. Deaver lalu dikeluarkan. Lapisan dinding abdomen dijahit kembali
lapis demi lapis.

RENCANA TATALAKSANA POST SC


Terapi Medikamentosa
- IVFD RL 20 gtt/menit
- Inj. Ceftriaxone 1gr/12 jam/IV
- Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam/IV
- Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam/IV

RencanaTindakan
- Cek lab darah rutin 2 jam post operasi
HASIL LABORATORIUM 2 JAM POST OPERASI
Hemoglobin : 10,6 g/dL
Hematokrit : 33,3 %
Leukosit : 11.350 /mm3
Trombosit : 212.000 /mm3
BAB IV
FOLLOW UP PASIEN
4.1 Follow Up Pasien
Tanggal Follow up
28 Maret 2019 S : Keluar darah dari kemaluan
O : SP : Sens : CM
TD : 120/80 mmHg
Nadi : 70 x/ menit
Pernafasan : 22 x/menit
Suhu : 36,7oC
SL : Abdomen : Soepel, peristaltik (+) Normal
P/V : (+)
BAK : (+) normal
A : PUA-L + Mioma geburt
P : IVFD RL 20 gtt/menit
Inj. Asam Traneksamat 500 mg/8 jam/IV

R/ Awasi perdarahan
Susul hasil foto thorax, konsul ke interna, kardiologi, dan
anestesi untuk persiapan dan penjadwalan operasi.
30 Maret 2019 S : Nyeri luka operasi
O : SP : Sens : CM
TD : 120/80 mmHg
Nadi : 82 x/ menit
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 36.4oC
SL: Abdomen : Soepel, peristaltik (+) Normal
P/V : (-)
L/O : luka operasi tertutup verban
BAK : (+) via kateter, UOP 50 cc/jam
BAB : (-), flatus (+)
A : Post TAH a/i Multiple Mioma Uteri + H1
P : IVFD RL 20 gtt/i
Inj. Ceftriaxone 1 gram/12 jam/IV
Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam/IV
Inj. Ranitidine 50 mg/12 jam/IV
R/ Terapi lanjut, pantau perdarahan pervaginam
31 Maret 2019 S : Nyeri luka post operasi berkurang
O : SP : Sens : CM
TD : 130/80 mmHg
Nadi : 86 x/ menit
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 36.4oC

SL: Abdomen : Soepel, peristaltik (+) Normal


P/V : (-)
L/O : tertutup verban, kesan kering
BAK : (+) via kateter, UOP 40 cc/jam
BAB : (-), flatus (+)
A : Post TAH a/i Multiple Mioma Uteri + H2
P : Asam mefenamat tab 3 x 500 mg
Cefadroxil tab 2 x 500 mg
Vitamin B. Kompleks 2 x 1
R/ Aff infus, Aff kateter, Terapi oral
1 April 2019 S : Nyeri luka post operasi berkurang
O : SP : Sens : CM
TD : 120/70 mmHg
Nadi : 80 x/ menit
Pernafasan : 18 x/menit
Suhu : 36.6oC

SL: Abdomen : Soepel, peristaltik (+) Normal


P/V : (-)
L/O : tertutup verban, kesan kering
BAK : (+) via kateter, UOP 50 cc/jam
BAB : (+), flatus (+)
A : Post TAH a/i Multiple Mioma Uteri + H3
P : Asam mefenamat tab 3 x 500 mg
Cefadroxil tab 2 x 500 mg
Vitamin B. Kompleks 2 x 1
R/ PBJ
BAB V
DISKUSI KASUS
TEORI KASUS
Untuk menegakkan diagnosis mioma uteri Ny. IUS, 49 tahun, P2A0, Batak,
adalah sebagai berikut: Kristen Protestan, D3, Pegawai
a. Anamnesis Negeri menikah 1 kali pada usia 23
1. Keluhan utama yang dikemukakan : tahun dengan Tn. P, 52 tahun, Batak,
- Abdominal discomfort atau Kristen Protestan, S1, Pegawai
desakan pada perut bagian bawah. Negeri. Datang dengan keluhan :
- Terdapat gangguan menstruasi : Keluhan Utama : Keluar darah dari
(1) Menorrhagia atau kemaluan
metromenorrhagia disertai gumpalan Telaah : Hal ini dialami pasien sejak
darah. satu bulan sebelum masuk rumah
(2) Dismenorrhagia sakit dan memberat dalam satu
- Keluhan sekunder berupa : minggu terakhir. Darah keluar berupa
(1) Sering mengalami abortus darah segar dan terkadang berupa
(2) Persalinan prematuritas flek. Pasien ganti doek 2-3 kali per
(3) Infertilitas hari. Os mengeluhkan bahwa lama
(4) keluhan akibat anemia haidnya memanjang sejak bulan
b. Pemeriksaan Fisik Desember 2018 dimana haidnya
1. Palpasi abdomen berhenti setelah 10 hari. Lalu pada
- Teraba tumor bagian bawah 5/1/2019 os haid dan tidak kunjung
abdomen, padat, dapat terfiksir. berhenti sampai 13/1/2019 dan baru
- Konsistensi padat atau padat berhenti setelah os rawat inap dan
kenyal mendapatkan injeksi transamin. Lalu
2. Pemeriksaan bimanual : pada 3/2/2019 os haid dan tidak
- Teraba uterus membesar, mungkin berhenti hingga hari ini. Keluhan juga
berbenjol-benjol, dan terfiksasi disertai dengan nyeri di perut
c. Pemeriksaan Penunjang bawah. Keluhan benjolan tidak
- Pemeriksaan dengan dijumpai pada pasien. Perut
ultrasonografi (USG) membesar tidak dijumpai. Riwayat
transabdominal dan transvaginal BAB dan BAK dalam batas normal.
bermanfaat dalam menetapkan RPO: tidak dijumpai
adanya mioma uteri. RPT: transamin injeksi
Ultrasonografi transvaginal
terutama bermanfaat pada uterus Is, tolong masukkan pemfisnya ya
yang kecil. Uterus atau massa yang :v
paling besar baik diobservasi
melalui ultrasonografi Hasil pemeriksaan USG: Tampak
transabdominal. Mioma uteri gambaran hipoekoik depan serviks
secara khas menghasilkan ukuran 42,5 x 46,1 mm. Vaskularisasi
gambaran ultrasonografi yang tinggi RI 0,78. Tampak gambaran
mendemonstrasikan irregularitas hipoekoik di dinding posterior rahim
kontur maupun pembesaran uterus. ukuran 117,1 x 76,5 mm.
- Histeroskopi digunakan
untuk melihat adanya mioma uteri
submukosa, jika mioma kecil serta
bertangkai. Mioma tersebut
sekaligus dapat diangkat.
- MRI ( Magnetic Resonance
Imaging ) sangat akurat dalam
menggambarkan jumlah, ukuran,
dan likasi mioma tetapi jarang
diperlukan. Pada MRI, mioma
tampak sebagai massa gelap
berbatas tegas dan dapat dibedakan
dari miometrium normal. MRI
dapat mendeteksi lesi sekecil 3 mm
yang dapat dilokalisasi dengan
jelas, termasuk mioma.
Penatalaksanaan Mioma Uteri adalah:

a. Terapi Konservatif

Penderita dengan mioma kecil dan


tanpa gejala tidak memerlukan
pengobatan, tetapi harus diawasi
perkembangan tumornya. Jika mioma
lebih besar dari kehamilan 10-12
munggu, tumor yang berkembang cepat, RENCANA TATALAKSANA
terjadi torsi pada tangkai, perlu diambil TERAPI MEDIKAMENTOSA
tindakan operasi. - IVFD Ringer Laktat 20
tetes/menit
b. Medikamentosa - Inj. Asam Traneksamat 500
Terapi yang dapat memperkecil mg / 8 jam / IV
volume atau menghentikan pertumbuhan - Asam mefenamat 3x500 mg
mioma uteri secara menetap belum
tersedia pada saat ini.
Terapi RENCANA TINDAKAN
medikamentosa masih merupakan terapi - Awasi keadaan umum dan
tambahan atau terapi pengganti vital sign
sementara dari operatif. - Awasi perdarahan pervaginam
Preparat yang selalu digunakan - Persiapan operasi TAH (Total
untuk terapi medikamentosa adalah Abdominal Histerektomi)
analog GnRHa (Gonadotropin Realising
Hormon Agonis), progesteron, danazol,
gestrinon, tamoksifen, goserelin,
antiprostaglandin, agen-agen lain seperti
gossypol dan amantadine.

c. Operatif
Pengobatan operatif meliputi
miomektomi, histerektomi dan
embolisasi arteri uterus.
(1) Miomektomi, adalah
pengambilan sarang mioma saja tanpa
pengangkatan uterus. Tindakan ini dapat
dikerjakan misalnya pada mioma mioma
submukosa pada mioma geburt dengan
cara ekstirpasi lewat vagina.
(2) Histerektomi, adalah
pengangkatan uterus, yang umumnya
tindakan terpilih. Histerektomi total
umumnya dilakukan dengan alasan
mencegah akan timbulnya karsinoma
servisis uteri.
(3) Embolisasi arteri uterus
(Uterin Artery Embolization / UAE),
adalah injeksi arteri uterina dengan
butiran polyvinyl alkohol melalui kateter
yang nantinya akan menghambat aliran
darah ke mioma dan menyebabkan
nekrosis. Nyeri setelah UAE lebih
ringan daripada setelah pembedahan
mioma dan pada UAE tidak dilakukan
insisi serta waktu penyembuhannya
yang cepat.
d. Radiasi dengan radioterapi
Radioterapi dilakukan untuk
menghentikan perdarahan yang terjadi
pada beberapa kasus.
Pada kasus seorang perempuan berusia 49 tahun, datang ke RS
USU Medan dengan keluhan keluar darah dari kemaluan. Hal ini
dialami pasien sejak satu bulan sebelum masuk rumah sakit dan
memberat dalam satu minggu terakhir. Darah keluar berupa darah
segar dan terkadang berupa flek. Pasien ganti doek 2-3 kali per hari.
Os mengeluhkan bahwa lama haidnya memanjang sejak bulan
Desember 2018 dimana haidnya berhenti setelah 10 hari. Lalu pada
5/1/2019 os haid dan tidak kunjung berhenti sampai 13/1/2019 dan
baru berhenti setelah os rawat inap dan mendapatkan injeksi transamin.
Lalu pada 3/2/2019 os haid dan tidak berhenti hingga hari ini. Keluhan
juga disertai dengan nyeri di perut bawah. Keluhan benjolan tidak
dijumpai pada pasien. Perut membesar tidak dijumpai. Riwayat BAB
dan BAK dalam batas normal. Pasien ini didiagnosa dengan PUA-L +
Mioma Geburt. Diagnosis ini ditegakkan berdasarkan hasil anamnesa,
pemeriksaan fisik ginekologis, dan USG transabdominal. Kemudian
pasien ini dilakukan total abdominal histerektomi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Sarwono. Ilmu Kandungan Edisi Ketiga. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo; 2011. p274-7.

2. Sparic R, Mirkovic L, Malvasi A, Tinelli A. Epidemiology of Uterine Myoma:


A Review. International J of Fertility and Sterility. 2016 Jan-Mar; 9(4): 424-
35.

3. Zimmermann A, Bernuit D, Gerlinger C, Schaefers M, Geppert K. Prevalence,


Symptoms, and Management of Uterine Fibroids: An International Internet-
based Survey of 21,746 Women. BMC Women Health. 2012 Mar 26; 12(6):
1-10.

4. Pasinggi S, Wagey F, Rarung M. Prevalensi Mioma Uteri Berdasarkan Umur di


RSUP Prof. dr. R.D. Kandou Manado. e-Clin J. 2015 Apr- Jan; 3(1): 1-5.

5. Flake G P, Andersen J, Dixon D. Etiology and Pathogenesis of Uterine


Leiomyomas: A Review. Environmental Health Perspectives. 2003 June.
111(8): 1039-49.

6. Kurniasari T. Karakteristik Mioma Uteri di RSUD dr. Moewardi Surakarta


Periode Januari 2009 - Januari 2010 [skripsi]. Surakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret; 2010.

7. Goodwin SC, Spies TB. Uterin fibroid embolization. N Engl J Med. 2009 Dec
3. 361: 2292-94.

8. Parker W. Managing Uterine Fibroids: Alternatives to Hysterectomy [Internet].


Medscape. 2012 July 20 [cited 3 April 2019]. Available from:
https://www.medscape.com/viewarticle/767576

Anda mungkin juga menyukai