Anda di halaman 1dari 37

REFERAT

Oleh Dokter Muda:


Alif Fariz Jazmi Nadiya Elfira B
Bunga Bella Naya Adi D
Deny Rahmawati Nefita Tiara Riska
D.A. Ina Dianata Nur Balqis
Farah Nadia Pediatricia
M Angel de Rosari Selina Hans
Pembimbing:
dr. Dearisa Surya Y, Sp.KJ
dr. Happy Indah, Sp.KJ
Latar Belakang

Tingkat prevalensi seumur


hidup kelainan disosiatif
yaitu sekitar 10% pada
populasi klinis dan di
masyarakat (Sar, 2012).
Diperkirakan dari total populasi di Negara Amerika,
terdapat 2% yang mengalami gangguan disosiatif. Hampir
setengah orang dewasa mengalami setidaknya satu
episode depersonalisasi atau derealisasi pada hidup
mereka dengan 2% mengalami episode kronik
(NAMI,2015).

Di Indonesia, belum terdapat data yang menunjukkan


presentasi populasi yang mengalami gangguan disosiatif.
Oleh karena itu, belum ada gambaran tentang beratnya
gangguan disosiatif di Indonesia.
Definisi

Gangguan disosiatif adalah gangguan dengan terganggunya fungsi integrasi


kesadaran, ingatan, identitas atau persepsi terhadap lingkungan sekitar
sebagai karakteristiknya. Gangguan tersebut dapat terjadi secara mendadak
atau gradual, sementara (transien), atau kronik (Kaplan & Sadocks, 2015).

Gangguan disosiatif biasanya muncul sebagai respon terhadap kejadian


traumatik (distress), untuk menjaga memori tersebut tetap terkontrol.
Tekanan dari lingkungan dapat memperburuk gangguan menyebabkan
terganggunya kemampuan melakukan kegiatan sehari-hari / disability (NAMI,
2015).
F44.
GANGGUAN DISOSIATIF (KONVERSI)
Kehilangan (sebagian/seluruh) integrasi normal (kendali bawah sadar) antara:
- Ingatan masa lalu
- Identitas & penginderaan segera
- Kontrol terhadap gerakan tubuh
Gangguan pada kemampuan kendali di bawah kesadaran dan kendali selektif yang
mencapai taraf yang dapat berlangsung dari hari ke hari atau bahkan jam ke jam.
Kriteria diagnosis:
1. Gambaran klinis seperti diatas
2. Tidak ada bukti adanya gangguan fisik
3. Bukti ada penyebab gangguan psikologis dalam bentuk hubungan waktu yang
jelas dengan problem kejadian yang Stressfull atau hubungan interpersonal
meskipun disangkal
Amnesia Disosiatif

Fugue Disosiatif

GANGGUAN Gangguan Identitas Disosiatif


DISOSIATIF

Gangguan Depersonalisasi

Gangguan Disosiatif YTT.

(Kaplan & Sadocks, 2015)


AMNESIA
DISOSIATIF
Definisi

Adanya gangguan memori dan keterbatasan dalam mengingat


beberapa komponen dari sebuah memori.
Gangguan ini umumnya bersifat reversibel.
(Bourgeois at al, 2012)

Menurut DSM-V-TR, fitur penting dari amnesia disosiatif adalah


ketidakmampuan untuk mengingat informasi pribadi yang
penting, biasanya yang bersifat traumatik atau stres, yang terlalu
luas untuk dijelaskan oleh kelupaan normal.
Epidemiologi Amnesia Disosiatif

Lebih sering
pada WANITA

Lebih sering pada DEWASA MUDA


dibanding dewasa tua, terutama di
usia 30-40 tahun.

Insidennya meningkat selama waktu perang dan


bencana alam. Sebagian besar kasus ditemukan di
ruang gawat darurat rumah sakit, tempat pasien
amnesia dibawa setelah ditemukan dijalan.

(Sar, 2012)
Pedoman Diagnosis (PPDGJ-III)
Ciri utama adalah hilangnya daya ingat, biasanya mengenai kejadian penting yang baru
terjadi (selektif), yang bukan disebabkan oleh gangguan mental organik dan terlalu luas
untuk dijelaskan atas dasar kelupaan yang umum terjadi atas dasar kelelahan.
Diagnosa pasti memerlukan:
Amnesia baik total maupun parsial mengenai kejadian yang stressful atau traumatik
yang baru terjadi (hal ini mungkin hanya dapat dinyatakan bila ada saksi yang memberi
informasi.
Tidak ada gangguan mental organik, intoksikasi ataukelelahan berlebihan (sindrom
amnesia organik, F04, F1x.6).
Yang pasling sulit dibedakan adalah amnesia buatan yang disebabkan oleh simulasi secara
sadar (malingering). Untuk itu penilaian secara rinci dan berulang mengenai kepribadian
premorbid dan motivasi diperlukan. Amnesia buatan biasanya berkaitan dengan problema
yang jelas mengenai keuangan bahaya kematian dalam peperangan, atau kemungkinan
hukuman penjara atau hukuman mati
Jenis Amnesia Disosiatif

(Kaplan & Sadocks, 2014).


Faktor Penyebab Amnesia Disosiatif

Louwenstein, 2012
Diagnosis Banding Amnesia Disosiatif

Demensia

Postconcussion Amnesia

Epilepsy

Global Transient Amnesia

Gangguan Mental Lainnya: parasomnia/sleepwaking


Perbedaan Amnesia Disosiatif vs Amnesia Organik

Staniloiu, 2014
Tatalaksana Amnesia Disosiatif
Menurut Sadock (2015), Spiegel etc (2015),
Terapi Amnesia disosiatif terbagi menjadi 4:

Terapi Kognitif

Hipnotif

Terapi Somatif

Psikoterapi Kelompok
FUGUE DISOSIATIF
Definisi
Fugue disosiatif merupakan kombinasi kegagalan antara beberapa
aspek dari memori personal dengan identitas bentukan dan perilaku
motorik secara automatis. Pasien dapat tampil normal dan biasanya tidak
menunjukan gejala defisit kognitif atau psikopatologi.
Fugue disosiatif melibatkan satu atau lebih episode yang mendadak, tidak
diduga, dan secara bertujuan melakukan perjalanan pergi dari rumah,
disertai dengan ketidak mampuan mengingat sebagian atau seluruh
bagian dari masa lalu seseorang.
Biasanya terjadi setelah kejadian traumatic.
(Bourgeois at al, 2012)

Pada fugue disosiatif, memori yang hilang lebih luas dari pada amnesia disosiatif,
individu tidak hanya kehilangan seluruh ingatanya (misalnya nama, keluarga atau
pekerjaanya), mereka secara mendadak meninggalkan rumah dan pekerjaanya
serta memiliki identitas yang baru (parsial atau total).
(North, 2015)
Epidemiologi Fugue Disosiatif

Fugue disosiatif jarang ditemukan, dan seperti amnesia disosiatif,


paling sering terjadi selama perang, setelah bencana alam, dan
akibat krisis pribadi degan konflik internal yang hebat.
(Sar, 2012)

Menurut DSM V TR , angka prevalensi


fugue disosiatif di dalam populasi umum
adalah sebesar 0,2%.
Pedoman Diagnosis (PPDGJ-III)
Untuk diagnosa pasti harus ada:
a) Ciri-ciri amnesia disosiatif (F44.0)
b) Melakukan perjalanan tertentu melampaui hal yang umum dilakukan
sehari-hari dan ;
c) Kemampuan mengurus diri yang dasar tetap ada (makan, mandi, dsb)
dan melakukan interaksi sosial sederhana dengan orang-orang yang
dikenalnya (misalnya membeli karcis atau bensin, menanyakan arah,
memesan makanan).
Harus dibedakan dengan postictal fugue yang terjadi setelah serangan
epilepsi lobus temporalis, biasanya dapat dibedakan dengan cukup jelas atas
dasar riwayat penyakitnya, tidak adanya problem atau kejadian yang
stressfull dan kurang jelasnya tujuan (fregmanted) berkepergian serta
berkegiatan dari penderita epilepsi tersebut.
Diagnosis Banding Fugue Disosiatif

Amnesia organik / delirium

Epilepsi parsial kompleks

Amnesia disosiatif

Malingeering
Tatalaksana Fugue Disosiatif

Tatalaksana fugue disosiatif berfokus untuk membantu pasien memulihkan


ingatan akan identitas dan pengalaman, teknik yang digunakan adalah
WAWANCARA HIPNOTIF yang berorientasi tilikan.
Tidak menyalahkan identitas yang baru atau menjelaskan bahwa selama ini
yang dialami penderita tidak nyata.
Hasil terapeutik yang paling diinginkan adalah perpaduan identitas baru
dengan mengintegrasikan kenangan akan pengalaman yang memicu fugue.
Dokter juga harus bersiap menghadapi kemunculan ide bunuh diri atau
ide-ide merusak diri sendiri dan impuls trauma maupun stres.
Dukungan keluarga dan sosial sangat diperlukan.

Sadock et al., 2015


GANGGUAN
IDENTITAS DISOSIATIF
Definisi

Menurut DSM-V-TR, gangguan identitas disosiatif atau


disebut juga gangguan kepribadian ganda, dicirikan oleh
adanya dua atau lebih identitas yang berbeda atau
kepribadian yang berulang mengendalikan perilaku
individu disertai oleh ketidakmampuan untuk mengingat
informasi pribadi yang penting yang terlalu luas untuk
dijelaskan oleh kelupaan biasa.

Kaplan and Sadock, 2015


Epidemiologi
0,5-3% pasien yang datang ke rumah sakit
psikiatrik umum memenuhi kriteria
diagnostik gangguan identitas disosiatif
Gangguan identitas disosiatif sangat terkait dengan
pengalaman trauma dini pada masa kanak-kanak
yang parah, biasanya penganiayaan.

Pelecehan fisik dan seksual, biasanya dalam


kombinasi, adalah sumber trauma masa kanak-
kanak yang paling sering dilaporkan dalam
penelitian klinis.

Tingkat trauma masa kecil yang dilaporkan


untuk pasien anak dan orang dewasa
berkisar antara 85 sampai 97 persen kasus.

Sar, 2012
Diagnosis Banding

Epilepsi Lobus Temporal

Gangguan Kepribadian Borderline

Skizofrenia
Kriteria Diagnosis (DSM-V-TR)
A. Gangguan identitas yang ditandai oleh dua atau lebih keadaan kepribadian yang
berbeda, yang dapat digambarkan dalam beberapa budaya sebagai pengalaman
kepemilikan. Gangguan identitas melibatkan diskontinuitas yang ditandai dalam arti rasa
percaya diri dan rasa agensi, disertai dengan perubahan terkait dalam mempengaruhi,
perilaku, kesadaran, memori, persepsi, kognisi, dan / atau fungsi motor indrawi. Tanda
dan gejala ini dapat diamati oleh orang lain atau dilaporkan oleh individu.
B. Kesenjangan berulang dalam penarikan kembali kejadian sehari-hari, informasi pribadi
yang penting, dan / atau peristiwa traumatis yang tidak sesuai dengan pengabaian
biasa.
C. Gejala-gejala tersebut menyebabkan gangguan atau penurunan signifikan secara klinis
di area kerja sosial, pekerjaan, atau bidang penting lainnya.
D. Gangguan bukanlah bagian normal dari praktik budaya atau agama yang diterima
secara luas. Catatan: Pada anak-anak, gejalanya tidak lebih baik dijelaskan oleh teman
main imajiner atau permainan fantasi lainnya.
E. Gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologis suatu zat (mis., Perilaku kacau selama
keracunan alkohol) atau kondisi medis lainnya. (Misalnya, kejang parsial kompleks).
Tatalaksana

Psikoterapi

Terapi Kognitif

Hipnosis

Intervensi Farmakologis Anti depressan

Terapi Elektrokonvulsif
GANGGUAN
DEPERSONALISASI
Definisi

Depersonalisasi didefinisikan sebagai perasaan


persisten atau berulang dari pelepasan atau
keterasingan dari diri sendiri.
Individu dapat melaporkan merasa seperti
robot atau seolah-olah dalam mimpi atau
menonton dirinya sendiri dalam sebuah film.
Ada sensasi menjadi seorang pengamat luar
proses mental seseorang, tubuh seseorang,
atau bagian tubuh seseorang.

(Simeon et al., 2013)


Epidemiologi

Depersonalisasi singkat dapat terjadi


pada sebanyak 70% populasi
tertentu

WANITA 2x lebih
sering daripada pria

Sebagian besar muncul pada


awitan usia 16 tahun.
Jarang pada usia >40 tahun.
Sar, 2012
Teori terjadinya depersonalisasi

Disfungsi lobus temporal dan berbagai


keadaan metabolik dan toksik.

Respons otak fungsional yang telah


ditentukan akibat trauma yang luar biasa

Mekanisme pembelaan terhadap pengaruh


konflik yang menyakitkan (seperti: rasa
bersalah, kecemasan, fobia, kemarahan,
paranoid, identifikasi ego yang
bertentangan)

(Simeon et al., 2013)


Pedoman Diagnosis Depersonalisasi-derealisasi
(PPDGJ-III)
Untuk diagnosis pasti, harus ada salah satu atau dua-duanya
dari (a) dan (b), ditambah (c) dan (d):
a) Gejala depersonalisasi, yaitu individu merasa bahwa
perasaannya dan/atau pengalamannya terlepas dari
dirinya (detached), jauh, bukan dari dirinya, hilang, dsb.
b) Gejala derealisasi, yaitu objek, orang dan/atau
lingkungan menjadi seperti tidak sesungguhnya
(unreal), jauh, semu, tanpa warna, tidak hidup, dsb.
c) Memahami bahwa hal tersebut merupakan perubahan
spontan dan subjektif dan bukan disebabkan oleh
kekuatan luar biasa atau orang lain (insight baik).
d) Pengindraan tidak terganggu.
Harus dapat dibedakan gangguan lain dengan gejala change
of personality .
Tatalaksana

Farmakoterapi
Antidepressan SSRI

Psikoterapi
tidak memberi respon yang baik

Stress Management
Menunjukkan respon yang baik
Teknik pengalih perhatian, latihan relaksasi,
latihan fisik
(Sadock etc., 2015, CCF, 2016)
GANGGUAN DISOSIATIF
LAINNYA
Stupor Disosiatif (F44.2)
Untuk diagnosis pasti harus ada :
a) Stupor, sangat berkurangnya atau hilangnya gerakan-gerakan volunter
dan respon normal terhadap rangsangan luar seperti misalnya cahaya,
suara dan perabaan (sedangkan kesadaran tidak hilang);
b) Tidak ditemukan adanya gangguan fisik ataupun gangguan jiwa lain
yang dapat menjelaskan keadaan stupor tersebut.
c) Adanya problem atau kejadian-kejadian baru yang stressful
(psycogenic causation)
Harus dibedakan dari stupor katatonik (pada skizofrenia) dan stupor
depresif atau manik (pada gangguan afektif, berkembang sangat lambat,
sudah jarang ditemukan)
Gangguan Trans dan Kesurupan (F44.3)
Gangguan menunjukan adanya kehilangan sementara aspek penghayatan
akan identitas diri dan kesadaran terhadap lingkungannya, dalam beberapa
kejadian individu tersebut berperilaku seakan-akan dikuasai kepribadian
lain, kekuatan gaib, malaikat atau kekuatan lain.
Hanya gangguan trans yang involunter (diluar kemauan individu) dan bukan
merupakan aktivitas yang biasa dan bukan merupakan kegiatan
keagamaan, ataupun budaya yang boleh dimasukkan dalam diagnosa ini.
Tidak ada penyebab organik (epilepsi lobus temporalis, cedera kepala,
intoksikasi zat psikotropika) dan bukan bagian dari gangguan jiwa lain(
skizofrenia, gangguan kepribadian multiple).
Gangguan Motorik Disosiatif (F44.4)

Bentuk paling umum dari gangguan ini adalah ketidak


mampuan untuk menggerakan seluruh atau sebagian dari
anggota gerak (tangan dan kaki)
Gejala tersebut seringkali menggambarkan konsep dari
penderita mengenai gangguan fisik yang berbeda dengan
prinsip fisiologik maupun anatomik.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai