Anda di halaman 1dari 52

Kecemasan dapat di definisikan sebagai kondisi emosional

yang tidak menyenangkan, yang ditandai oleh perasaan-


perasaan subyektif seperti ketegangan, ketakutan
,kekhawatiran dan juga ditandai dengan aktifnya sistem
syaraf pusat.
yaitu kecemasan yang
Psikologis berwujud gejala kejiwaan seperti tegang,
bingung, khawatir, sukar berkonsentrasi,
perasaan tidak menentu dan sebagainya
KECEMASAN
yaitu kecemasan yang sudah
Fisiologis
mempengaruhi atau terwujud pada gejala fisik,
terutama pada fungsi sistem syaraf pusat.
TINGKAT KECEMASAN

Berhubungan dengan
ketakutan dan eror.
Cenderung untuk Rincian terpecah dari
memusatkan pada proporsinya karena
Memusatkan pada sesuatu yang terinci, mengalami
Hal penting dan spesifik dan tidak kehilangan kendali.
mengenyampingka berfikir tentang hal Hilangnya pemikiran
Ketegangan Pada hal yang lain rasional, persepsi
yang lain, semua
dalam kehidupan sehingga seseorang yang menyimpang,
perilaku ditunjukan
sehari-hari dan mengalami perhatian untuk mengurangi
menyebabkan yang selektif namun ketegangan
sesorang menjadi dapat melakukan
waspada dan sesuatu yang lebih
meningkatkan terarah
lahan persepsinya
Para psikopatologi mendefinisikan fobia sebagai
penolakan yang mengganggu yang diperantarai oleh rasa
takut yang tidak proporsional dengan bahaya yang
dikandung oleh objek atau situasi tertentu dan diakui oleh si
penderita sebagai sesuatu yang tidak berdasar. Beberapa
contoh adalah ketakutan ekstrem terhadap ketinggian,
tempat tertutup, ular atau laba-laba mengingat tidak ada
bahaya objektif disertai dengan
Fobia Spesifik penderitaan
Fobia Sosial cukup besar
untuk menggangu
Fobia spesifik kehidupanFobia
adalah sesorang
sosial adalah ketakutan
ketakutan yang beralasan menetap dan tidak rasional yang
yang disebabkan oleh umumnya berkaitan dengan
kehadiran atau antisipasi keberadaan orang lain
suatu objek atau situasi
spesifik
Etiologi Fobia
Teori Psikoanalisis
Freud adalah orang pertama yang mencoba menjelaskan secara
sistematis perkembangan perilaku fobik. Menurut Freud, fobia
merupakan pertahanan terhadap kecemasan yang disebabkan oleh
impuls-impuls id yang ditekan
Teori kognitif,
Sudut pandang kognitif terhadap kecemasan secara umum dan fobia
secara khusus berfokus pada bagaimana proses berpikir manusia dapat
berperan sebagai diathesis dan pada bagaimana pikiran dapat
membuat fobia menetap. Kecemasan dikaitkan dengan kemungkinan
yang lebih besar untuk menanggap stimuli negatif, menginterpretasi
informasi yang tidak jelas sebagai informasi yang mengancam, dan
mempercayai bahwa kejadian negatif memiliki kemungkinan lebih besar
untuk terjadi di masa mendatang (Heinrichs & Hoffman, 2000: Turk dkk
besar 2001). Isu utama dalam teori ini adalah apakah kognisi tersebut
menyebabkan kecemasan atau apakah kecemasan menyebabkan
kognisi tersebut.
Teori Behavioral
Penjelasan utama behavioral tentang fobia adalah reaksi semacam itu
merupakan respons avoidance yang dipelajari. Dalam sejarah,
demonstrasi Watson dan Rayner (1920) mengenai pengondisian
terhadap suatu rasa takut atau fobia yang terlihat jelas pada Little
Albert dianggap sebagai model mengenai bagaimana fobia dapat
terjadi.
SIMPTOM FOBIA

• Tanda fobia pada diri seseorang • Dada terasa sesak dan nyeri.
dapat mudah dikenali dari reaksi • Sesak napas.
takut berlebihan yang • Detak jantung meningkat.
diperlihatkannya ketika melihat • Tubuh gemetar dan berkeringat.
objek atau menghadapi situasi • Telinga berdenging.
tertentu. Selain rasa takut yang • Sensasi ingin selalu buang air kecil.
berlebihan, fobia juga bisa disertai • Mulut terasa kering.
dengan serangan panik yang • Menangis terus-menerus dan takut
ditandai dengan: ditinggal sendirian (terutama pada
• Disorientasi atau bingung. anak-anak).
• Pusing dan sakit kepala.
• Mual
Penyebab Fobia

Hingga kini penyebab fobia belum diketahui secara jelas. Meski


begitu, ada beberapa faktor yang diduga kuat dapat memicu 
kondisi ini, di antaranya:
• Peristiwa traumatis atau pengalaman buruk. Fobia sering
dikaitkan dengan  peristiwa traumatis yang dialami sebelumnya
atau pengalaman buruk pada masa kecil. Misalnya, seseorang
yang pernah terkurung saat masih kecil cenderung takut terhadp
ruang tertutup ketik baeranjak dewasa.

• Perubahan fungsi otak. Beberapa fobia spesifik dapat


disebabkan oleh perubahan yang terjadi pada fungsi otak.

• Genetik dan lingkungan. Fobia dapat terjadi karena pengaruh


dari lingkungan atau keluarga. Contohnya, seseorang cenderung
akan mengalami fobia jika dibesarkan oleh orang tua yang sering
mengalami kecemasan.
Diagnosis dan Pengobatan Fobia
Fobia biasanya dapat mudah terdiagnosis oleh dokter dari
gejala-gejala yang mengarah pada kondisi tersebut, dengan
diperkuat oleh riwayat penyakit (termasuk kejiwaan), riwayat
penggunaan obat, dan riwayat kehidupan sosial pasien.
Penanganan terhadap fobia dapat dilakukan melalui terapi psikologi,
salah satunya yang efektif adalah terapi perilaku kognitif. Terapi ini
membantu pasien mengubah cara pandang dan cara bersikap
terhadap suatu masalah.
Dalam kasus fobia, ahli terapi akan membantu pasien
mengatasi rasa takut melalui teknik pemaparan atau desentisasi.
Dengan teknik pemaparan terhadap benda atau suasana yang
ditakuti, rasa takut diharapkan dapat berkurang secara
bertahap sehingga pada akhirnya pasien dapat mengendalikn fobia
yang dialami. Contohnya, adalah pada pasien yang mengalami
fobia terhadap ular. Awalnya, pasien akan diminta untuk membaca
tulisan tentang ular, lalu diperlihatkan gambar hewan  tersebut.
Tahapan berikutnya adalah dengan mengunjungi kandang ular,
yang dilanjutkan dengan memegang reptil tersebut secara
langsung.
Di samping teknik tersebut, ahli terapi juga akan mengajarkan
Selain melalui terapi, gejala fobia juga dapat diredakan
dengan obat-obatan. Kendati demikian, obat biasanya hanya
diberikan untuk jangka waktu pendek. Contoh obat yang
kemungkinan  diresepkan dokter dalam kasus fobia adalah:

• Penghambat pelepasan serotonin (SSRIs). Obat ini


bekerja dengan cara memengaruhi salah satu
hormon transmiter di dalam otak, yaitu hormon serotonin,
berperan dalam menciptakan dan mengatur suasana hati.
• Penghambat beta (beta blockers). Obat yang biasanya
digunakan untuk mengatasi hipertensi dan gangguan jantung 
ini  diberikan untuk menghambat reaksi-reaksi yang muncul
dari stimulasi adrenalin akibat  rasa cemas, seperti suara dan
tubuh gemetar, jantung berdebar, atau tekanan darah
meningkat.
• Benzodiazepine. Obat ini diberikan untuk mengatasi
kecemasan dalam tingkat yang parah. Biasanya
pemberian benzodiazepine akan dikurangi secara bertahap
seiring membaiknya kondisi guna menghindari
ketergantungan.
Tahun 1895 deskripsi gangguan panik pertama kali
dikemukakan oleh Sigmund Freud dalam kasus
agorafobia.
Agorafobia (dari bahasa Yunani agora, yang berarti
“daerah pasar”) adalah sekumpulan rasa takut pada
tempat-tempat umum dan ketidakmampuan melarikan
diri atau mendapatkan pertolongan bila menjadi lemah
oleh kecemasan.
Serangan panik merupakan ketakutan akan timbulnya
serangan serta diyakini akan segera terjadi. Individu
yang mengalami serangan panik berusaha untuk
melarikan diri dari keadaan yang tidak pernah diprediksi.
Gangguan panik menurut Kolb dan Brodie merupakan
kelainan medis berupa serangan panik berulang dan tidak
disebabkan oleh penggunaan zat atau obat atau bahkan
gangguan jiwa lain dengan puncaknya adalah perasaan
takut, perasaan tidak nyaman dan khawatir berlebihan.
Menurut DSM-IV, gangguan panik adalah gangguan yang
sekurang - kurangnya terdapat 3 serangan panik dalam
waktu 3 minggu dan tidak dalam kondisi berat atau dalam
situasi yang mengancam kehidupan.
Gangguan panik bersifat rekuren (kambuh) dan akan
mengakibatkan terjadinya serangan panik yang tidak diduga-
duga dan mencapai puncaknya kurang dari 10 menit.
Kriteria DSM-IV-TR untuk Gangguan Panik 
Serangan panik yang berulang tanpa terduga
Sekurang-kurangnya selama satu bulan
terdapat kekhawatiran akan terjadinya
serangan berikutnya atau kekhawatiran atas
konsekuensi yang diterima ketika serangan
terjadi, atau perubahan perilaku karena
serangan yang dialami
Symto
m
 Merasa pusing, tidak stabil berdiri,
hingga pingsan
 Merasa kehilangan kontrol, seperti mau
gila
 Takut mati
 Leher serasa dicekik
 Palpitasi, berdebar-debar, denyut jantung
bertambah cepat
 Nyeri dada, rasa tidak nyaman di dada
 Merasa sesak, bernapas pendek
 Mual atau distress abdominal
 Gemetaran
 Berkeringat
 Rasa panas dikulit, menggigil
 Mati rasa, kesemutan
 Derealisasi, depersonalisasi (merasa
seperti terlepas dari diri sendiri)
Teori Biologis. Dalam beberapa kasus, sensasi
fisik yang disebabkan oleh suatu penyakit
memicu beberapa orang mengalami gangguan
panic.

Etiologi Aktivitas Noradrenergik. Teori biologi lain


menyatakan bahwa panik disebabkan oleh
Gangguan aktivitas yang berlebihan dalam sistem
noradrenergik (neuron yang menggunakan
Panik norepinefrin sebagai neurotransmiter).

Teori Psikologis. Kecemasan dipandang


sebagai kondisi kegugupan dan kekhawatiran.
Poin utama teori tersebut adalah serangan
panik menjadi terkondisi secara klasikal pada
sensasi fisik internal yang ditimbulkan oleh
kecemasan.
Terapi untuk Gangguan Panik dan Agorafobia

1. Penanganan Biologis
Pengobatan psikoaktif umumnya merupakan
penanganan awal dan terkadang satu-satunya jenis
penanganan yang diterima seseorang.
Beberapa obat telah menunjukkan keberhasilan sebagai
penanganan biologis bagi gangguan panik. Obat-obatan
tersebut mencakup antidepresan (penghambat
pengembalian serotonin selektif, seperti Prozac, dan
antidepresan tiga siklus seperti Tofranil) dan benzodiazepine
(seperti Alprazolam atau Xanax).
Sisi negatifnya, apabila obat tersebut di berhentikan, efek
samping seperti rasa gugup dan bertambahnya berat badan
serta efek samping yang lebih serius seperti denyut jantung
dan tekanan darah yang meningkat (Taylor dkk., 1990).
Terlebih lagi, benzodiazepine menyebabkan kecanduan dan
menghasilkan efek samping kognitif dan motorik, seperti
berkurangnya memori dan kesulitan mengemudi.
2. Penanganan Psikologis
Dengan menggunakan Cognitive-Behavioral
Therapy (CBT). Inti dari terapi CBT adalah
membantu pasien dalam memahami cara kerja
pemikiran otomatis dan keyakinan yang salah dapat
menimbulkan respon emosional yang berlebihan,
seperti pada gangguan panik.
Melalui terapi ini pasien dapat merestrukturisasi
isi pikirannya dengan cara mengganti semua pikiran
– pikiran negatif yang dapat mengakibatkan
perasaan tidak menyenangkan yang dapat memicu
serangan panik menjadi pemikiran-pemikiran positif.
Gangguan Anxietas
Menyeluruh
(Generalized Anxiety
Disorder)
" Kekhawatiran adalah
Kekhawatiran yang paling sering
bunga urang yang tidak
dirasakan oleh para pasien GAD
pernah jatuh tempo" David
adalah kesehatan mereka dan
Mamet, "The Spanish
masalah sehari-hari, seperti
Prisoner”
terlambat menghadiri penemuan atau
Individu yang menderita
terlalu banyak pekerjaan yang harus
gangguan anxietas
diselesaikan
menyeluruh ( Generalized
Ciri lain GAD mencakup kesulitan
Anxiety Disorder GAD)  terus
berkonsentrasi. sangat mudah lelah,
menerus merasa cemas,
ketidaksabaran, mudah tersinggung,
sering kali tentang hal-hal
dan ketegangan otot yang amat
kecil.
sangat.
Sebagian besar di antara
kita dari waktu ke waktu
memiliki kekhawatiran,
Namun pasien yang
Gangguan ini terjadi dua kali lebih banyak
pada perempuan dibanding pada laki-laki,
dan memiliki tingkat komorbiditas tinggi
dengan gangguan anxteias lain dan dengan
gangguan mood (Brown dkk., 2001).
Etiologi Gangguan Anxietas
Menyeluruh
Etiologi gangguan anxietas menyeluruh mencakup
perspektif psikoanalisis. kognitif behavioral  dan
biologis
Pandangan Psikoanalisis
Teori psikoanalisis berpendapat bahwa sumber
kecemasan menyeluruh adalah konflik yang tidak
disadari antara ego dan impuls-impuls id. Impuls-
impuls tersebut,  yang biasanya bersifat seksual
atau agresif, berusaha untuk mengekspresikan
diri
Pandangan Kognitif-Behavioral.

Pemikiran utama teori kognitif-behavioral tentang GAD


adalah gangguan tersebut disebabkan oleh proses-
proses berpikir yang menyimpang
Pandangan kognitif lain diajukan oleh Borkovec dan
para koleganya
Borkovee dan para koleganya mengumpulkan bukti-
bukti bahwa kekhawatiran sebenarnya merupakan
penguatan negatif; ia mengalihkan pasien dari
berbagai emosi negatif sehingga diperkuat oleh hasil
yang positif bagi individu terkait.
Perspektif Biologis

Beberapa studi mengindikasikan bahwa GAD dapat memiliki


komponen genetik
GAD sering ditemukan pada orang-orang yang memiliki hubungan
keluarga dengan penderita gangguan ini
Terapi Gangguan Anxietas Menyeluruh

Pendekatan Psikoanalisis
. Penanganannya hampir sama dengan penanganan fobia.
Satu studi tanpa kontrol menggunakan intervensi
psikodinamika yang memfokuskan pada konflk interpersonal
dalam kehidupan masa lalu dan masa kini pasien dan
mendorong cara yang lebih adaptif untuk berhubungan
dengan orang lain pada saat ini, sama dengan para terapis
kognitif behavioral mendorong penyelesaian masalah sosial
Pendekatan Behavioral

Para ahli klinis behavioral menangani kecemasan menyeluruh


dengan berbagai cara. Jika terapis menganggap kecemasan
sebagai serangkaian respons terhadap berbagai situasi yang
dapat diidentifikasi, apa yang tampak sebagai kecemasan yang
bebas mengalir dapat diformulasi ulang pada satu fobia atau lebih
atau kecemasan berisyarat
untuk memberikan penanganan yang lebih
umum, seperti training relaksasi intensif, dengan
harapan bahwa belajar untuk rileks ketika mulai
merasa tegang seiring mereka menjalani hidup
akan mencegah kecemasan berkembang tanpa
kendali. Para pasien diajarkan untuk melemaskan
ketegangan tingkat rendah, merespons
kecemasan yang baru muncul dengan relaksasi
Pendekatan Kognitif
daripada dengan kepanikan
Pendekatan Borkovec (a.l.,Borkovec & Cosiello, 1993)
mengombinasikan berbagai elemen Wolpe dan Beck, yaitu ia
mendorong pemaparan bertingkat terhadap berbagai situasi yang
menyebabkan kekhawatiran
Pasien diminta membayangkan hal ekstrem dan sangat tidak
mungkin tersebut selama setengah jam atau lebih dan kemudian
memikirkan sebanyak mungkin kemungkinan lain atas keterlambatan
tersebut, misalnya kesulitan  memperoleh taksi atau terjebak dalam
kemacetan lalu lintas. Diasumsikan bahwa dua proses yang
berlangsung di bawah ini mengurangi kekhawatiran pasien.
1. Karena pasien tetap berada dalam situasi yang menakutkan,
kecemasan diyakini akan terhapus.
2. Dengan mempertimbangkan kemungkinan ketakutan terburuk yang
dapat terbayangkan. Pasien mengubah reaksi kognitilnya terhadap
keterlambatan pasangannya. Dengan kata lain, pasien belajar untuk
Pendekatan Biologis
Anxiolytic, seperti jenis yang disebutkan
untuk menangani fobia dan gangguan panik,
mungkin merupakan penanganan yang paling
banyak digunakan untuk gangguan anxietas
menyeluruh.
Obat-obatan, terutama benzodiazepi,. sepeti
Valium dan Xanax, juga buspirone (BuSpar),
sering kali digunakan karena pervasivitas
gangguan
Sejumlah studi double blind menegaskan bahwa
obat-obatan tersebut memberi lebih banyak
Sayangnya, obat-obatan tersebut memiliki efek
manfaat bagi para pasien GAD dibanding
samping yang tidak dikehendaki mulai dari mengantuk,
placebo
kehilangan memori, dan depresi, hingga
ketergantungan fisik serta kerusakan organ-organ
tubuh. Selain itu, jika pasien tidak minum obat,
manfaat yang diperoleh biasanya akan hilang (Barlow,
1988).
Gangguan Obsesif-Kompulsif
(Obsessive Compulsive Disorder – OCD)
Gangguan obsesif-kompulsif juga
Gangguan obsesif kompulsif
menunjukkan komorbiditas
(Obsessive Compulsif Disorder –
dengan gangguan anxietas lain,
OCD), suatu gangguan anxietas di
terutama dengan gangguan
mana pikiran dipenuhi dengan
panik dan fobia (Austin dkk.,
pemikiran yang menetap dan tidak
1990), dan dengan berbagai
dapat dikendalikan dan individu
gangguan kepribadian
dipaksa untuk
Obsesi adalah pikiran, impuls,
terus-menerus mengulang tindakan
dan citra yang mengganggu dan
te
berulang yang muncul dengan
rtentu, menyebabkan distress yang
sendirinya serta tidak dapat
signifikan dan menggangu
dikendalikan, walaupun demikian
keberfungsian sehari-hari.
biasanya tidak selalu tampak
Gangguan ini sedikit lebih banyak
irasional bagi individu yang
terjadi pada perempuan dibanding
mengalaminya
laki-laki
Obsesi juga dapat berupa
keragu-raguan ekstrem ,
prokrastinasi, dan
Dalam beberapa hal pikiran obsesif sama dengan
kekhawatiran yang menjadi ciri gangguan anxietas
menyeluruh. Gangguan ini penuh “bagaimana jika”-
kekhawatiran berulang yang berlebihan tentang kemungkinan
terjadinya peristiwa negatif yang tidak mungkin
. Perbedaan di antara kedua gangguan tersebut biasanya
adalah para penderita OCD mengalami kekhawatiran mereka
sebagai “ego alien” atau “ego distonik”, yaitu mereka
menganggap pikiran tersebut sebagai sesuatu yang
dimasukkan dari luar diridan sangat tidak masuk akal. Secara
kontras, penderita GAD mampu menyusun argumen logis yang
masuk akal tentang kekhawatiran yang mereka rasakan.
Kompulsi adalah perilaku atau tindakan repetitif yang
mana seseorang merasa seseorang didorong untuk
melakukannya dengan tujuan untuk mengurangi
ketegangan yang disebabkan pikiran-pikiran obsesif atau
untuk mencegah terjadinya suatu bencana. Kompulsi yang
umum dilaporkan mencakup hal-hal berikut:
• Mengupayakan kebersihan dan keteraturan, kadangkala
melalui upacara rumit yang memakan waktu berjam-jam
dan bahkan sepanjang hari.
• Menghindari objek tertentu, seperti menghindari segala
sesuatu yang berwarna coklat
• Melakukan praktik-praktik repetitif, magis, dan protektif,
seperti menghitung, mengucapkan angka tertentu, atau
menyentuh semacam jimat atau bagian tubuh tertentu
• Mengecek sebanyak tujuh atau delapan kali untuk
memastikan bahwa tindakan yang telah dilakukan
benar-benar telah dilakukan
• Melakukan suatu tindakan tertentu, seperti makan
Konsekuensi yang sering terjadi pada gangguan
obsesif-kompulsif adalah efek negatif terhadap
hubungan dengan orang lain, terutama dengan
anggota keluarga
Efek yang tidak dikehendaki pada orang lain, pada
akhirnya, akan menambah konsekuensi negatif,
menimbulkan perasaan depresi dan kecemasan
menyeluruh pada penderita obsesif-kompulsif dan
menjadi awal deteriorasi yang lebih buruk dalam
hubungan pribadi
Teori Psikoanalisis

obsesi dan kompulsi dipandang sebagai hal yang sama, yang


disebabkan oleh dorongan instingtual, seksual, atau agresif
yang tidak dapat dikendalikan karena toilet training yang
terlalu keras. Yang bersangkutan kemudian terfiksasi pada
tahap anal
Simtom-simtom yang muncul dianggap mencerminkan hasil
perjuangan antara id dan mekanisme pertahanan; kadangkala
insting agresif mendominasi, kadangkala mekanisme
pertahanan yang mendominasi.
Teori Behavioral dan Kognitif

Teori behavioral menganggap kompulsi sebagai perilaku yang


dipelajari yang dikuatkan oleh reduksi rasa takut
Sebagai contoh, mencuci tangan secara kompulsif dipandang
sebagai respon pelarian operant yang mengurangi kekhawatiran
obsesional dan ketakutan terhadap kontaminasi oleh kotoran dan
kuman. Sejalan dengan itu, pengecekan secara kompulsif dapat
mengurangi kecemasan terhadap apapun bencana yang
diantisipasi pasien jika ritual pengecekan tersebuttidak dilakukan.
Pemikiran lain mengenai pengecekan secara kompulsif adalah
bahwa hal itu disebabkan oleh defisit memori. Ketidakmampuan
untuk mengingat suatu tindakan secara akurat (seperti
mematikan kompor) atau membedakan antara perilaku aktual dan
perilaku yang dibayangkan (“mungkin saya hanya berpikir telah
mematikan kompor”) dapat menyebabkan seseorang berulang
kali melakukan pengecekan
Faktor Biologis

Encefalitis, cedera kepala, dan rumor otak diasosiasikan


dengan terjadinya gangguan obsesif kompulsif.
Ketertarikan difokuskan pada dua area otak yang dapat
terpengaruh oleh trauma semacam itu, yaitu lobus frontalis
dan ganglia basalis, serangkaian nuklei sub-kortikal termasuk
caudate, putamen, globus pallidus, dan amygdala.
Untuk memberikan bukti yang mendukung pentingnya 2
bagian otak yang disebutkan sebelumnya, Rauch dkk (1994)
mestimulasi simtom-simtom OCD dengan memberikan
stimuli yang dipilih secara khusus pada para pasien, seperti
sarung tangan yang kotor oleh sampah atau pintu yang tidak
dikunci. Aliran darah di otak meningkat pada daerah frontalis
dan ke beberapa ganglia basalis. Para pasien penderita OCD
juga ditemukan memiliki putamen yang lebih kecil dibanding
kelompok kontrol.
Terapi Gangguan Obsesif Kompulsif

Terapi Psikoanalisis
Terapi psikoanalisis untuk obsesi dan kompulsi mirip dengan
untuk fobia dan kecemasan menyeluruh, yaitu mengangkat
represi dan memberi jalan pada pasien untuk menghadapi hal
yang benar-benar ditakutkannya
Salah satu pandangan psikoanalisis mengemukakan
hipotesis bahwa keragu-raguan yang tampak pada sebagian
besar penderita obsesif-kompulsif berasal dari kebutuhan
terhadap kepastian benarnya suatu tindakan sebelum tindakan
tersebut dilakukan
Fokus akhir dalam terapi tetap berupa insight atas berbagai
penyebab simtom yang tidak disadari.
Pendekatan Behavioral:
Pemaparan dan Pencegahan
Ritual (ERP-Exposure and Ritual
Prevention)
Pendekatan behavioral yang paling banyak
digunakan dan diterima secara umum untuk ritual
kompulsif, yang dipeloporkan di Inggris oleh Victor
Meyer
Pendekatan tersebut baru-baru ini berganti nama
yaitu pemaparan dan pencegahan ritual untuk
menggarisbawahi keyakinan magis yang dimiliki yang
dimiliki para penderita OCD bahwa perilaku kompulsif
mereka akan mencegah terjadinya hal-hal yang
menakutkan
Penelitian terkontrol menunjukkan bahwa terapi ini
cukup efektif bagi lebih dari separuh pasien penderita
OCD, termasuk anak-anak dan remaja. Terdapat bukti-
bukti awal bahwa melibatkan keluarga dalam ERP
menambah efektivitas terapi
Dalam jangka pendek, menahan diri untuk tidak melakukan
ritual yang biasa dilakukan merupakan sesuatu yang sulit
dan sangat tidak menyenangkan bagi klien. Hal itu biasanya
juga mencakup pemaparan selama lebih dari 90 menit
selama 15 hingga 20 sesi dalam tiga minggu, dengan
instruksi untuk juga berlatih di antara pelaksanaan sesi
Bila terapi Meyer seringkali mencakup pemaksaan secara
fisik agar suatu ritual tidak dilakukan, praktik-praktik
kontemporer, yang biasanya dilakukan di luar rumah sakit,
menekankan dorongan dan dukungan dari terapis dan
orang-orang yang dekat dengan pasien
Terapi Perilaku Rasional Emotif
Pemikirannya adalah membantu pasien menghapuskan
keyakinan bahwa segala sesuatu mutlak harus berjalan
seperti yang mereka inginkan atau bahwa segala tindakan
yang mereka lakukan harus mutlak memberikan hasil
sempurna.
Dalam pendekatan ini, pasien akan didorong untuk
menguji ketakutan mereka bahwa sesuatu yang mengerikan
akan terjadi jika mereka tidak melakukan ritual kompulsif
bagian tak terpisahkan dalam terapi kognitif semacam itu
adalah pemaparan dan pencegahan respons. ), karena untuk
mengevaluasi apakah tidak melakukan ritual kompulsif akan
memberikan konsekuensi yang mengerikan, pasien harus
menahan diri untuk tidak melakukan hal tersebut.
Penanganan Biologis
Obat-obatan yang meningkatkan level serotonin, seperti
SSRI dan beberapa tricyclic, merupakan penanganan biologis
yang paling sering diberikan kepada pasien dengan
gangguan obsesif-kompulsif.
Dalam studi lain, manfaat antidepresan tricyclic bagi OCD
ternyata hanya berjangka pendek, penghentian obat ini
memicu 90% tingkat kekambuhan, jauh lebih tinggi
dibanding pada pencegahan respons
Penelitian menunjukkan bahwa penghambat
pengembalian serotonin, seperti fluoxotine (Prozac)
menghasilkan perbaikan lebih besar bagi pasien OCD
dibanding placebo atau tricyclic. Namun demikian,
keuntungan yang dihasilkan kecil dari simtom-simtom akan
terjadi kembali jika pemakaian obat dihentikan.
Semua obat antidepresan memiliki efek samping yang tidak
mendorong sebagian orang untuk tetap menggunakannya;
beberapa contoh termasuk rasa mual, insomnia, agitasi,
mengganggu keberfungsian seksual, dan bahkan beberapa
GANGGUAN STRES PASCATRAUMA
(POSTRAUMATIC STRESS
DISORDER-PTSD)

Dimasukkan sebagai diagnosis dalam DSM-III, mencakup


respons ekstrem terhadap suatu stressor berat, termasuk
meningkatnya kecemasan, penghindaran stimuli yang
diasosiasikan dengan trauma, dan tumpulnya respons
emosional
PTSD yaitu, suatu kejadian atau beberapa kejadian traumatis
yang dialami atau disaksikan secara langsung oleh
seseorang berupa kematian atau ancaman kematian, atau
cedera serius, atau ancaman terhadap integritas fisik atau
diri seseorang.
Kejadian tersebut harus menciptakan ketakutan yang
ekstrem, horor, rasa tidak berdaya (Sadock, B.J. & Sadock,
V.A., 2010).
PTSD dapat pula didefinisikan sebagai keadaan yang
melemahkan fisik dan mental secara ekstrem yang timbul
setelah seseorang melihat, mendengar, atau mengalami
suatu kejadian trauma yang hebat dan atau kejadian yang
mengancam kehidupannya (Sadock, B.J. & Sadock, V.A.,
2007).
Kriteria DSM-IV-TR untuk
PTSD

Pemaparan pada suatu kejadian traumatic


menyebabkan ketakutan ekstrem. Kejadian
tersebut dialami ulang Orang yang bersangkutan
menghindari stimuli yang diasosiasikan dengan
trauma dan memiliki ketumpulan responsivitas
Simtom-simtom ketegangan berlebihan seperti
respons terkejut yang berlebihan. Durasi simtom
lebih dari satu bulan
Symtom
1. Mengalami kembali kejadian traumatis. Individu
kerap teringat pada kejadian tersebut dan mengalami
mimpi buruk tentang hal itu. Penderitaan emosional
yang mendalam ditimbulkan oleh stimuli yang
menyimbolkan kejadian tersebut atau tanggal terjadinya
pengalaman tertentu.

2. Penghindaran stimuli yang diasosiasikan


dengan kejadian terkait atau mati rasa dalam
responsitivitas. Orang yang bersangkutan berusaha
menghindari untuk berpikir tentang trauma atau
menghadapi stimuli yang akan mengingatkan pada
kejadian tersebut; dapat terjadi amnesia pada kejadian
tersebut.

3. Simtom-simtom peningkatan ketegangan.


Simtom-simtom ini mencakup sulit tidur atau
Faktor-Faktor Resiko
Menurut Weems, et al (2007), terdapat beberapa faktor yang
berperan dalam meningkatkan risiko seseorang mengalami PTSD,
antara lain:

a. Seberapa berat dan dekatnya trauma yang dialaminya.


Semakin berat trauma yang dialami dan semakin posisi
seseorang dengan suatu kejadian, maka semakin meningkatkan
risiko seseorang tersebut mengalami PTSD.
b. Durasi trauma dan banyaknya trauma yang dialaminya.
Semakin lama/kronik seseorang mengalami kejadian trauma
semakin berisiko berkembang menjadi PTSD. Trauma yang
multipel lebih berisiko menjadi PTSD.
c. Pelaku kejadian trauma. Semakin dekat hubungan antara
pelaku dan korban semakin berisiko menjadi PTSD. Selain itu,
kejadian trauma yang sangat interpersonal seperti kasus
pemerkosaan juga salah satu faktor yang dapat menyebabkan
terjadinya PTSD.
d. Jenis kelamin. Breslau, et al (1997) dalam penelitiannya
menyatakan bahwa perempuan dua kali lipat lebih
e. Status pekerjaan. Status pekerjaan dapat mempengaruhi
timbulnya stres dan lebih lanjut akan mencetuskan terjadinya
perasaan tidak nyaman, sehingga lebih berisiko untuk menderita
PTSD (Tarwoto & Wartonah, 2003).

f. Usia. PTSD dapat terjadi pada semua golongan usia tetapi


anak-anak dan usia tua (> 60 tahun) merupakan kelompok usia
yang lebih rentan mengalami PTSD.

g. Tingkat pendidikan. Minimnya tingkat pendidikan seseorang


akan mempengaruhi tingginya angka kejadian PTSD (Connor &
Butterfield, 2003).

h. Seseorang yang memiliki gangguan psikiatri lainnya


seperti: depresi, fobia sosial, gangguan kecemasan. Seseorang
yang hidup di tempat pengungsian (misalnya sedang berada di
lokasi peperangan/konflik di daerahnya) dan kurangnya
Etiologi PTSD

1. Teori Psikologis

Classical dan operant conditioning dapat


diimplikasikan pada perkembangan terjadinya PTSD.
Classical conditioning terjadi pada saat seseorang yang
mengalami peristiwa trauma kembali ke tempat
terjadinya trauma maka akan timbul reaksi psikologi
yang tidak disadari dan merupakan respon refleks yang
spesifik.
Misalnya, pada anak yang mengalami kecelakaan mobil
yang serius akan timbul respon berupa ketakutan,
berkeringat, takikardia (jantung berdenyut lebih cepat
dari biasanya) setiap kali dia melewati tempat kejadian
tersebut.
Operant conditioning terjadi sebagai hasil dari pengalaman
kejadian trauma yang dialaminya sehingga didapatkan
tingkah laku yang tidak disukai dan tidak akan diulangi.
Misalnya, pada anak yang mengalami kecelakaan mobil
maka ia akan berusaha untuk menghindari berada di dalam
mobil.
Modelling merupakan mekanisme psikologikal lainnya yang
turut berperan dalam perkembangan gejala PTSD.
Suatu teori psikodinamika yang diajukan oleh Horowitz
(1986, 1990) menyatakan bahwa ingatan tentang kejadian
traumatik muncul secara konstan dalam pikiran seseorang
dan sangat menyakitkan sehingga secara sadar mereka
mensupresinya (melalui distraksi, contohnya) atau
2. Teori Biologis
merepresinya.
Terlebih lagi, trauma dapat mengaktivasi sistem
noradregrenik, meningkatkan level norepinefrin sehingga
membuat orang yang bersangkutan lebih mudah terkejut dan
lebih cepat mengekspresikan emosinya dibanding kondisi normal.
Terakhir, terdapat bukti mengenai meningkatnya sensitivitas
reseptor-reseptor noradregenik pada penderita PTSD (Bremner
dkk, 1998).
Terapi untuk PTSD

1. Debriefing stres insiden kritikal (critical incident


stress debriefing-CISD)
Sebuah sesi yang normal melibatkan kelompok kecil
berbicara tentang pengalaman bersama mereka dengan
bantuan dari seorang pemimpin yang terlatih.
Kritik lain terhadap CISD bahwa penderitaan merupakan
bagian normal kehidupan dan bahwa, setelah bencana,
seseorang tidak perlu menghindar dari rasa sakit dan duka
cita, namun lebih memanfaatkan kejadian traumatik tersebut
sebagai kesempatan untuk menghadapi berbagai krisis
2. Cognitive Behavioral Therapy
kehidupan yang tidak dapat dihindari dan menemukan
Menurut penelitian Cognitive Behavioral Therapy (CBT)
hikmah di baliknya
merupakan pendekatan yang paling efektif dalam mengobati
PTSD. Dalam CBT, terapis membantu untuk mengubah
kepercayaan yang tidak rasional yang mengganggu emosi
dan menganggu kegiatan-kegiatan penderita PTSD.
Tujuan terapi ini, mengidentifikasi pikiran-pikiran yang tidak
rasional, mengumpulkan bukti bahwa pikiran tersebut tidak
rasional untuk melawan pikiran tersebut yang kemudian
mengadopsi pikiran yang lebih realistik untuk membantu
mencapai emosi yang lebih seimbang.
3. Eye Movement Desensitization and Reprocessing
(EMDR)
Eye movement Desensitization and Reprocessing (EMDR) adalah
salah satu bentuk psikoterapi yang pada awalnya dirancang
untuk menghilangkan distress yang berkaitan dengan adanya
pengalaman atau ingatan traumatik (Shapiro, 1989a, 1989b). 
Melalui model Adaptive Information Processing (Shapiro,
2001) dinyatakan bahwa EMDR memperlancar akses ke dalam
ingatan traumatik dan pemrosesannya untuk mencapai
pemecahan yang adaptif.  Terapi EMDR yang berhasil akan
berakhir dengan hilangnya distress afektif, adanya perumusan
baru keyakinan (beliefs) yang sebelumnya negatif dan
meredanya bangkitan (arousal) fisiologis.
Ketika menjalani terapi EMDR, klien memusatkan perhatian
pada hal-hal yang mengganggu emosinya dalam jangka waktu
yang singkat sambil sekaligus memperhatikan stimulus
eksternal.  Stimulus eksternal yang paling sering digunakan
adalah gerakan jari tangan yang harus diikuti oleh gerakan bola
mata klien, namun berbagai jenis stimulus eksternal lain seperti
sentuhan-tangan (tapping) atau suara juga sering digunakan
(Shapiro, 1991).
3. Pendekatan Biologis
Terakhir, berbagai obat-obatan psikoaktif telah
digunakan untuk para pasien PTSD, termasuk
antidepresan dan tranquilizer
Tabel 6.4 Rangkuman Obat-Obatan yang Digunakan untuk Menangani Gangguan Anxietas
Kategori Obat Nama Generik Merek Dagang Penggunaan
Benzodiazepine Diazepam, alprazolam Valium, Xanax GAD, PTSD
Penghambat Phenelzine Nardil Fobia social
monoamine oxidase
Penghambat Fluoxetine, sertrtaline Prozac, Zolofolt Fobia social, gangguan
pengembalian panic, OCD, PTSD
serotonin selektif

Antidepresan tricylic Imipramine, Tofranil, Anafranil Gangguan panic, GAD,


clomipramine OCD, PTSD
Buspirone BuSpar GAD, gangguan panic,
OCD
USIA

PENDIDIKAN

PENGALAMAN

GENDER
DUKUNGAN
F (remaja laki-laki, berusia 12 tahun 1 bulan, kelas VI SD, menderita AML M5) .

Ketika seseorang pertama kali didagnosis menderita kanker maka akan


menimbulkan beberapa reaksi emosional, seperti terkejut, takut, cemas,
sedih, putus asa, marah, merasa bersalah, malu, lega setelah cukup lama
khawatir dengan diagnosis yang tidak pasti, menolak, dan menerima.1 Pada
subjek 1 (F) reaksi emosional yang dialaminya adalah perasaan sedih, cemas,
merasa bersalah, dan marah.
F merasa sedih karena saat ini dirinya sedang sakit sehingga ia tidak bisa
melakukan aktivitas sehari-hari secara bebas dan melakukan kegiatan yang
disukainya. Sedangkan anak-anak lain yang tidak sakit bisa melakukan kegiatan
apapun yang mereka sukai. Keadaan ini membuat F merasa sedih dan
menganggap bahwa anak-anak lain lebih bahagia dari pada dirinya.
Kecemasan yang dirasakan oleh F berhubungan dengan gusinya saat ini yang
bengkak dan menutupi seluruh permukaan giginya. F cemas memikirkan
apakah nantinya giginya akan terlihat seperti sebelumnya atau tidak. F juga
cemas memikirkan apakah nantinya bisa sembuh atau tidak. F juga merasa
cemas memikirkan sekolahnya karena tidak lama lagi dirinya akan menghadapi
ujian akhir. F merasa cemas bahwa dirinya tidak bisa mengikuti ujian akhir dan
tidak lulus. F juga merasakan perasaan rasa bersalah terhadap kedua orang
tuanya dan juga adiknya. Rasa bersalah ini dikarenakan F merasa menjadi
beban bagi kedua orang tuanya karena kedua orang tuanya harus
menghabiskan
dana yang cukup besar untuk biaya pengobatan F. Rasa bersalah ini
sempat ditunjukkan oleh F dengan mengigau dengan menyalahkan diri
sendiri. F juga merasa bersalah karena dengan kondisinya yang sakit
saat ini, F menganggap bahwa dirinya membuat keluarganya repot
karena harus menjaga dirinya di rumah sakit dan meninggalkan aktivitas
mereka di Bogor.
F juga merasa bersalah karena perhatian kedua orang tuanya
menjadi tertuju pada dirinya, sedangkan adiknya yang masih duduk di
bangku kelas III SD harus bisa mengurus diri sendiri. F merasakan
adanya rasa marah, yaitu dengan mempertanyakan apakah Tuhan
benar-benar menyayanginya karena F menganggap jika Tuhan benar-
benar menyayanginyakarena ia adalah anak yang baik, kenapa Tuhan
memberikan penyakit yang berat kepada dirinya dan kenapa Tuhan
seperti mengambil kebahagiaannya.
Rasa marah ini terkadang keluar melalui mimpi dan rasa mengigau
karena F adalah anak yang baik dan selalu memiliki kontrol. Dalam
keadaan sadar ia bisa mengontrol tingkah lakunya sehingga semua rasa
marahnya ditekan ke dalam alam bawah sadarnya yang akhirnya
muncul dalam bentuk mimpi.
. Tanda-tanda kecemasan yang ditunjukkan oleh F adalah gangguan
tidur, berkeringat, menghindari kontak mata, perasaan dan pikiran
tentang kekhawatiran, serta sering menggoyang-goyangkan kaki.
Aksis 1 : F51. 9 Gangguan Tidur Non-Organik YTT
Aksis 2 : F60.6 Gangguan Kepribadian cemas
(Menghindar)
Aksis 3 : Tidak ada
Aksis 4 : Tidak ada
Aksis 5 : 40 – 31 : beberapa disabilitas dalam
hubungan dengan realita & komunikasi, disabilatas
dalam beberapa fungsi
Kasus ini diambil pada tanggal 12 april 2015 pukul 11.00 WIB di Poliklinik Rumah
Sakit Jiwa Daerah Provinsi Lampung. Ny. W, perempuan, 56 tahun, suku Jawa, agama
Islam, pekerjaan ibu rumah tangga, pendidikan terakhir SD, tinggal di Dusun Puji
Rahayu, Kecamatan Merbabu, Tanjung Bintang, datang ke poliklinik tanggal 12 April
2016. Pasien datang ke Poliklinik RS Jiwa Daerah Lampung diantar oleh anaknya.
Pasien sering mengeluhkan cemas. Perasaan cemas ini dirasakan sejak 1 tahun yang
lalu, pasien mengeluh sering merasa cemas secara mendadak, yang diikuti
rasa pusing, telapak tangan berkeringat, dan jantung berdebar debar. Pasien juga
mengaku jika serangan cemas itu ada, maka akan menggangu kemampuannya untuk
berkonsentrasi dalam mengerjakan sesuatu, apabila perasaan cemas itu dating
pasien juga sulit untuk tidur. Perasaan tersebut ditemukan pada sebagian waktu
selama 1 tahun lalu. Pasien sendiri mengaku tidak mengetahui secara pasti mengapa
dia sering mengalami ketakutan, tetapi pasien sudah mulai merasakan keluhan
tersebut sejak suami pasien menjadi kepala desa. Pasien mengatakan bahwa dirinya
menjadi sedikit terbebani akibat kini dirinya menjadi ibu kepala desa, pasien
mengaku tidak dapat mengurus kegiatan-kegiatan yang dibebankan kepadanya
sebagai ibu kepala desa.
Aksis 1 : F41. 1 Gangguan Cemas Menyeluruh
Aksis 2 : Z 03.2 Tidak ada diagnosis aksis II
Aksis 3 : Tidak ada
Aksis 4 : Pasien mengalami gangguan dengan
hidupnya 
Aksis 5 : 80-71 :gejala sementara dab dapat diatasi
disabilitas ringan dalam sosial, pekerjaan, sekolah,
dll

Anda mungkin juga menyukai