Anda di halaman 1dari 37

GANGGUAN CEMAS

Anxiety Disorders
OLEH :

KELOMPOK 539A

 Afrinda Darmawan G99161010


 Okky Dhevi S. G99161070

PEMBIMBING :
Dr. Istar Yuliadi, M.Si

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN JIWA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2017
GANGGUAN
CEMAS
Anxiety
Disorders
Oleh:
Afrinda Darmawan G99161010
Okky Dhevi Safitri
• Tujuan
1. Mengetahui
Manfaat
CEMAS berasal dari bahasa Latin anxius dan dalam bahasa Jerman angst kemudian menjadi anxiety yang berarti
kecemasan, merupakan suatu kata yang digunakan oleh Freud untuk menggambarkan suatu efek negatif dan
keterangsangan (Schmidt, 2012).

Namora Lumongga Lubis (2009, p14) menjelaskan bahwa kecemasan adalah tanggapan dari sebuah ancaman nyata
ataupun khayal. Individu mengalami kecemasan karena adanya ketidakpastian dimasa mendatang. Kecemasan dialami
ketika berfikir tentang sesuatu tidak menyenangkan yang akan terjadi. Sedangkan Siti Sundari (2004, p62) memahami
kecemasan sebagai suatu keadaan yang menggoncangkan karena adanya ancaman terhadap kesehatan. Nevid S. Jeffrey,
Rathus A. Spencer, dan Beverly Greene (2005, p163) memberikan pengertian tentang kecemasan sebagai suatu keadaan
emosional yang mempunyai ciri keterangsangan fisiologis, perasaan tegang yang tidak menyenangkan, dan
kekhawatiran bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi.

KESIMPULAN : kecemasan adalah rasa takut atau khawatir pada situasi tertentu yang sangat mengancam
yang dapat menyebabkan kegelisahan karena adanya ketidakpastian dimasa mendatang serta ketakutan bahwa
sesuatu yang buruk akan terjadi.
APA SAJA GEJALA KECEMASAN?
Kholil Lur Rochman (2010) mengemukakan beberapa gejala-gejala dari kecemasan antara lain :

a. Ada saja hal- hal yang sangat mencemaskan hati, hampir setiap saat

b. kejadian menimbulkan rasa takut dan cemas. Kecemasan tersebut merupakan bentuk ketidakberanian
terhadap hal - hal yang tidak jelas.

c. Adanya emosi - emosi yang kuat dan sangat tidak stabil. Suka marah dan sering dalam keadaan excited
(heboh) yang memuncak, sangat iritabel, akan tetapi sering juga dihinggapi depresi.

d. Diikuti oleh bermacam - macam fantasi, delusi, ilusi, dan delusion of persecution (delusi yang dikejar - kejar).

e. Sering merasa mual dan muntah - muntah, badan terasa sangat lelah, banyak berkeringat, gemetar, dan
seringkali menderita diare.

f. Muncul ketegangan dan ketakutan yang kronis yang menyebabkan tekanan jantung menjadi sangat cepat
atau tekanan darah tinggi.
Jeffrey, Spencer, dan Greene (2005, p164) mengklasifikasikan gejala- gejala kecemasan dalam tiga
jenis gejala, diantaranya yaitu :

a. Gejala fisik : kegelisahan, anggota c. Gejala kognitif : khawatir tentang sesuatu, perasaan
tubuh bergetar (tremor), banyak terganggu akan ketakutan terhadap sesuatu yang terjadi di masa
berkeringat, sulit bernafas, jantung depan, keyakinan bahwa sesuatu yang menakutkan akan segera
berdetak kencang, merasa lemas, terjadi, ketakutan akan ketidakmampuan untuk mengatasi
panas dingin, mudah marah atau masalah, pikiran terasa bercampur aduk atau kebingungan, sulit
tersinggung. berkonsentrasi.

b. Gejala behavioral : berperilaku


menghindar, terguncang, melekat dan
dependen
FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB
CEMAS
FAKTOR PREDISPOSISI
• Psikoanalitik
Menurut teori psikoanalitik Sigmund Freud, kecemasan timbul karena
konflik antara elemen kepribadian yaitu id (insting) dan super ego
(nurani). Id mewakili dorongan insting dan impuls primitif seseorang
sedang superego mencerminkan hati nurani seseorang dan
dikendalikan norma budayanya. Ego berfungsi menengahi tuntutan dari
dua elememen yang bertentangan dan fungsi kecemasan adalah
mengingatkan ego bahwa ada bahaya.
2. Teori Interpersonal
Menurut teori ini kecemasan timbul dari perasan takut
terhadap tidak adanya penerimaan dan penolakan
interpersonal. Kecemasan Juga berhubungan dengan
perpisahan dan kehilangan yang menimbulkan
kelemahan spesifik.
3. Teori behavior

Kecemasan merupakan produk frustrasi


yaitu segala sesuatu yang mengganggu
kemampuan seseorang untuk mencapai

tujuan yang diinginkan.


4). Teori perspektif keluarga

Kecemasan dapat timbul karena pola interaksi

yang tidak adaptif dalam keluarga.

5). Teori perspektif biologi


Fungsi biologis menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor khusus
Benzodiapine. Reseptor ini mungkin membantu mengatur kecemasan . Penghambat
asam amino butirik-gamma neuro regulator (GABA) juga mungkin memainkan peran
utama dalam mekanisme biologis berhubungan dengan kecemasan sebagaimana
endomorfin. Selain itu telah dibuktikan bahwa kesehatan umum seseorang
mempunyai akibat nyata sebagai predisposisi terhadap kecemasan .
FAKTOR PRESIPITASI
1. Ancaman terhadap integritas seseorang
yang meliputi ketidakmampuan fisiologis
atau menurunnya kemampuan untuk
melakukan aktivitas hidup sehari-hari.
2. Ancaman terhadap rasa aman
 Tidak tercapainya harapan
 Tidak terpenuhinya akan status
 Rasa bersalah / bertentangan keyakinan diri &
perilaku
 Tidak mampu utk mendapatkan pengharagaan
dari orang lain
Klasifikasi Tingkat Kecemasan
1. Kecemasan ringan;
Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan
meningkatkan lahan persepsinya. Kecemasan ringan dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan kreatifitas.

Manifestasi yang muncul pada tingkat ini adalah kelelahan, kesadaran tinggi, mampu untuk  belajar, motivasi meningkat dan tingkah laku sesuai
situasi.

2. Kecemasan sedang;
Memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada masalah yang penting dan mengesampingkan yang lain sehingga seseorang mengalami
perhatian yang selektif, namun dapat melakukan sesuatu yang terarah.

Manifestasi yang terjadi pada tingkat ini yaitu kelelahan meningkat, kecepatan denyut jantung dan pernapasan meningkat, ketegangan otot
meningkat, bicara cepat denganvolume tinggi, lahan persepsi menyempit, mampu untuk belajar namun tidak optimal, kemampuan konsentrasi
menurun, perhatian selektif dan terfokus pada rangsangan yang tidak menambah ansietas,mudah tersinggung, tidak sabar, mudah lupa, marah
dan menangis.
3. Kecemasan berat;
Seseorang dengan kecemasan berat cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik,
serta tidak dapat berpikir tentang hal lain. Orang tersebut memerlukan banyak pengarahan untuk dapat
memusatkan pada suatu area yang lain.
Manifestasi yang muncul pada tingkat ini adalah mengeluh pusing, sakit kepala, tidak dapat tidur (insomnia),
sering kencing, diare, berfokus pada dirinya sendiri, perasaan tidak berdaya, bingung.
4. Panik;
Orang yang sedang panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan.
Tanda dan gejala yang terjadi pada keadaan ini adalah susah bernapas, pucat, tidak dapat berespon terhadap
perintah yang sederhana, berteriak, menjerit, mengalami halusinasi dan delusi.
Efek fisiologis kecemasan
• Kardiovaskuler: berdebar-debar, TD, TD, N .

• Pernafasan: nafas pendek, dada sesak, nafas dangkal, rasa tercekik,


terengah-engah.

• Neuromuskuler:  refeks, terkejut, mata berkedip-kedip, insomnia,


tremor, kaku-kaku, gelisah, wajah tegang, kelemahan umum, gerakan
lambat, kaki goyah.
Efek fisiologis kecemasan
• Gastrointestinal (sistem pencernaan): hilang nafsu makan, menolak
makan, abdomen tidak nyaman, mual, perih, diare.

• Sistem perkemihan: tekanan untuk b.a.k., sering b.a.k.

• Kulit: wajah kemerahan, gatal-gatal, rasa panas dingin, wajah pucat,


berkeringat seluruh tubuh.
Respon Perilaku
• Motorik: gelisah, ketegangan fisik, tremor, sering kaget, bicara cepat,
kurang koordinasi, cenderung celaka, menarik diri, menghindar,
menahan diri, hiperventilasi.
• Kognitif: gg perhatian, tak bisa konsentrasi, pelupa, salah tafsir, pikiran
blocking, menurunnya lahan persepsi, bingung, kesadaran diri
berlebihan, waspada berlebihan, hilangnya obyektivitas, takut hilang
kontrol, takut luka/mati.
• Afektif: tdk sabar, tegang, nervous, takut berlebihan, teror, gugup,
sangat gelisah
PENGUKURAN KECEMASAN

Menurut Hawari (2004), tingkat kecemasan dapat diukur dengan


menggunakan alat ukur (instrument) yang dikenal dengan nama Hamilton Rating Scale for Axiety (HRS-A), yang
terdiri dari 14 kelompok gejala, antara lain adalah sebagai berikut :

1. Perasaan cemas 8. Gejala somatik/ fisik (sensorik)

2. Ketegangan 9. Gejala kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah)

3. Ketakutan 10. Gejala respiratori (pernafasan)

4. Gangguan tidur 11. Gejala gastrointestinal (pencernaan)

5. Gangguan kecerdasan 12. Gejala urogenital (perkemihan dan kelamin)

6. Perasaan depresi (murung) 13. Gejala autoimun

7. Gejala somatik/ fisik (otot) 14. Tingkah laku/ sikap


Masing-masing kelompok gejala diberi penilaian angka Masing masing nilai angka (score) dari 14 kelompok
(score) antara 0-4, dengan penilaian sebagai berikut: gejala tersebut
dijumlahkan dan dari hasil penjumlahan tersebut dapat
Nilai 0 = tidak ada gejala (keluhan)
diketahui derajat kecemasan seseorang, yaitu :

Nilai 1 = gejala ringan


kurang dari 14 = tidak ada kecemasan

Nilai 2 = gejala sedang


14-20 = kecemasan ringan

Nilai 3 = gejala berat


21-27 = kecemasan sedang

Nilai 4 = gejala berat sekali/ panic.


28-41 = kecemasan berat

42-56 = kecemasan berat sekali (Hawari, 2004)


PENATALAKSANAAN GANGGUAN
CEMAS
PENATALAKSANAAN NON FARMAKOLOGIS

1) Distraksi

Distraksi merupakan metode untuk menghilangkan kecemasan dengan cara mengalihkan perhatian pada hal-hal lain sehingga pasien akan lupa
terhadap cemas yang dialami. Stimulus sensori yang menyenangkan menyebabkan pelepasan endorfin yang bisa menghambat stimulus cemas
yang mengakibatkan lebih sedikit stimuli cemas yang ditransmisikan ke otak (Potter and Perry, 2005).

Salah satu distraksi yang efektif adalah dengan memberikan dukungan spiritual (membacakan doa sesuai agama dan keyakinannya), sehingga
dapat menurunkan hormon-hormon stressor, mengaktifkan hormon endorfin alami, meningkatkan perasaan rileks, dan mengalihkan perhatian dari
rasa takut, cemas dan tegang, memperbaiki sistem kimia tubuh sehingga menurunkan tekanan darah serta memperlambat pernafasan, detak jantung,
denyut nadi, dan aktivitas gelombang otak. Laju pernafasan yang lebih dalam atau lebih lambat tersebut sangat baik menimbulkan ketenangan,
kendali emosi, pemikiran yang lebih dalam dan metabolisme yang lebih baik.
2) Relaksasi

Terapi relaksasi yang dilakukan dapat berupa relaksasi, meditasi,


relaksasi imajinasi dan visualisasi serta relaksasi progresif (Isaacs,
2005).

3) Cognitive Behavioral Therapy (CBT)


Terapi perilaku kognitif (CBT) adalah suatu pendekatan psikoterapi dengan bicara. CBT bertujuan untuk memecahkan masalah
tentang disfungsional emosi, perilaku dan kognisi melalui prosedur yang berorientasi, dan sistematis di masa
sekarang. membantu pasien mengenali pikiran yang berkontribusi pada kecemasan. Cara ini biasanya membutuhkan waktu
berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun (Rivley et. al. 2010; Norton and Price, 2007)
Di Inggris, Institut Nasional untuk Kesehatan danClinical Excellence (NICE) merekomendasikan CBT sebagai pengobatan
pilihan bagi sejumlah masalah kesehatan mental, termasuk gangguan stres pasca trauma, OCD, bulimia nervosa, dan depresi
klinis (Rivley et. al., 2010; Norton and Price, 2007).
PENATALAKSANAAN FARMAKOLOGIS

Untuk pengobatan kecemasan, biasanya memulai dengan obat pada rentang rendah terapetiknya dan meningkatkan
dosis untuk mencapai respon terapetik. Pemakaian benzodiazepin dengan waktu paruh sedang (8 sampai 15 jam)
kemungkinan menghindari beberapa efek merugikan yang berhubungan dengan penggunaan benzodiazepin dengan
waktu paruh panjang.

Pemakaian dosis terbagi mencegah perkembangan efek merugikan yang berhubungan dengan kadar plasma puncak
yang tinggi. Perbaikan yang didapatkan dengan benzodiazepin mungkin lebih dan sekedar efek antikecemasan.
Sebagai contohnya, obat dapat menyebabkan pasien memandang berbagai kejadian dalam gejala positif.

Benzodiazepin ini digunakan untuk jangka pendek, dan tidak dianjurkan untuk jangka panjang karena pengobatan
ini menyebabkan toleransi dan ketergantungan (Szirmai, 2011).

Obat anti kecemasan nonbenzodiazepine, seperti buspiron (Buspar) dan berbagai antidepresan juga digunakan
(New York State Office of Mental Health, 2016; Isaacs, 2005).
KLASIFIKASI
GANGGUAN CEMAS
MENURUT PPDGJ III
F40 GANGGUAN ANXIETAS FOBIK
1. Anxietas dicetuskan oleh adanya situasi atau objek yang jelas (dari luar individu itu sendiri), yang sebenarnya pada
saat kejadian itu tidak membahayakan. Kondisi lain (dari diri individu itu sendiri) seperti perasaan takut akan adanya
penyakit (nosofobia) dan ketakutan akan perubahan bentuk badan (dismorfobia) yang tak realistic dimasukkan dalam
klasifikasi F45.2 (gangguan hipokondrik)
2. Sebagai akibatnya, objek atau situasi tersebut dihindari atau dihadapi rasa terancam.
3. Secara subjektif, fisiologik dan tampilan perilaku, anxietas fobik tidak berbeda dari anxietas yang lain dan dapat dalam
bentuk yang ringan sampai yang berat (serangan panik).
4. Anxietas fobik seringkali berbarengan (coexist) dengan depresi. Suatu episode depresif seringkali memperburuk
keadaan anxietas fobik yang sudah ada sebelumnya. Beberapa episode depresif dapat disertai anxietas fobik yang
temporer, sebaliknya afek depresif seringkali menyertai berbagai fobia., khususnya agarofobia. Pembuatan diagnosis
tergantung dari mana yang jelas-jelas timbul lebih dahulu dan mana yang lebih dominan pada saat pemeriksaan.
40.0 Agarofobia.
Pedoman Diagnostik
Semua Kriteria di bawah ini harus dipenuhi untuk diagnosis pasti:
a. gejala psikosis, perilaku atau otonomik yang timbul harus merupakan manifestasi primer dari
anxietasnya dan bukan sekunder dari gejala-gejala lain seperti misalnya waham atu pikiran obsesif.
b. anxietas yang timbul harus terbatas pada (terutama terjadi dalam hubungan dengan (setidaknya dua dari
situasi berikut: banyak orang / keramaian, tempat umum, bepergian keluar rumah, dan bepergian sendiri dan
c. Menghindari situasi fobik harus atau sudah merupakan gejala yang menonjol (penderita menjadi “house
bound”)
Karakter kelima: F40.00= tanpa gangguan panik
F40.01= Dengan gangguan panik
F40.1 Fobia Sosial
Pedoman Diagnostik
· Semua Kriteria di bawah ini harus dipenuhi untuk diagnostik pasti:
a) Gejala psikologis, perilaku atau otonomik yang timbul harus merupakan manifestasi
primer dari anxietasnya dan bukan sekunder dari gejala-gejala lain seperti misalnya
waham atu pikiran obsesif.
b) Anxietasnya harus mendominasi atau terbatas pada situasi social tertentu (outside the
family circle); dan
c) Menghindari situasi fobik harus atau merupakan gejala yang menonjol.
· Bila terlalu sulit membedakan antara fobia social dengan agarofobia, hendaknya
diutamakan diagnosis agarofobia (F40.0)
F40.2 Fobia Khas (Terisolasi)
Pedoman Diagnostik
· Semua Kriteria di bawah ini harus dipenuhi untuk diagnostik pasti:
a) Gejala psikologis, perilaku atau otonomik yang timbul harus merupakan manifestasi primer dari
anxietasnya dan bukan sekunder dari gejala-gejala lain seperti misalnya waham atu pikiran obsesif.
b) Anxietas harus terbatas pada adanya objek atau situasi fobik tertentu ( highly specific situation)
c) Situasi fobik tersebut sedapat mungkin dihindarinya.
· Pada fobia khas ini umumnya tidak ada gejala psikiatrik lain, tidak seperti agarofobia dan fobia sosial.

F40.8 Gangguan anxietas Fobik lainnya


F40.9 Gangguan Anxietas Fobik YTT
F41 GANGGUAN ANXIETAS LAINNYA
 Manifestasi anxietas merupakan gejala utama dan tidak terbatas (not restricted) pada situasi lingkungan tertentu saja.
 Dapat disertai gejala-gejala depresif dan obsesif, bahkan beberapa unsure dari anxietas fobik, asal saja jelas bersifat
sekunder atau ringan.

F41.0 Gangguan Panik (anxietas paroksismal episodik)


Gangguan panic baru ditegakkan sebagai diagnosis utama bila tidak ditemukan adanya gangguan ansietas fobik (F40.-)
Untuk diagnostik pasti, harus ditemukan adanya bebrapa kali serangan anxietas berat (severe attacks of autonomic
anxiety) dalam masa kira-kira satu bulan:
a) Pada keadaan-keadaan diman sebenarnya secara objektif tidak ada bahaya;
b) Tidak terbatas pada situasi yang telah diketahui atau dapat diduga sebelumnya (unpredictable situation)
c) Dengan keadaan yang relative bebas dari gejala-gejala anxietas pada periode di antara serangan-serangan panic
(meskipun demikian, umumnya dapat terjadi “anxietas antisipatorik”, yaitu anxietas yang terjadi setelah membayangkan
sesuatu yamng mengkhawatirkan akan terjadi).
F41.1 Gangguan cemas menyeluruh.
Pedoman Diagnostik
 Penderita harus menunjukkan anxietas sebagai gejala primer yang berlangsung hampIr setiap hari untuk beberapa
minggu sampai beberapa bulan, yang tidak terbatas atau hanya menonjol pada keadaan situasi khusus tertentu saja (sifatnya
“free floating”atau “mengambang”)
Gejala-gejala tersebut biasanya mencakup unsur-unsur berikut:
a) Kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seperti di ujung tanduk, sulit konsentrasi dsb.);
b) Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat santai); dan
c) Overaktivitas otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat, jantung berdebar-debar, sesak nafas, keluhan lambung, pusing
kepala, mulut kering, dsb)
Pada anak-anak sering terliahat adanya kebutuhan berlebihan, untuk ditenangkan (reassurance) serta keluhan-keluhan somatic
yang menonjol.
Adanya gejala-gejala lain yang sifatnya sementara (untuk beberapa hari), khususnya depresi, tidak membatalkan
diagnostikutama yakni gangguan anxietas menyeluru, selama hal tersebut tidak memenuhi kriteria lengkap dari episode depresif
(F32.-), gangguan anxietas fobik (F40.-), gangguan panik (F41.0) atau gangguan obsesif-komfulsif (F42.-)
F41. 2 Gangguan campuran anxietas dan depresi
Pedoman diagnostik
Terdapat gejala-gejala anxietas maupun depresi, dimana masing-masing tidak menunjukkan rangkaian gejala yang
cukup berat untuk menegakkan diagnostik tersendiri. Untuk anxietas, beberapa gejala otonomik harus ditemukan
walaupun tidak terus menerus, disamping rasa cemas atau kekhawatiran berlebihan.
Bila ditemukan anietas berat disertai depresi yang lebih ringan, maka harus dipertimbangkan kategori gangguaqn
anxietas lainnya atau gangguan anxietas fobik.
Bila ditemukan sindrom depresi dan anxietas yang cukup berat untuk menegakkan diagnostik tersebut harus
dikemukakan, dan diagnosis gangguan campuran tidak dapat digunakan. Jika karena suatu hal hanya dapat dikemukakan datu
diagnostik maka gangguan depresif harus diutamakan.
Bila gejala-gejala tersebut berkaitan erat dengan stress kehidupan yang jelas, maka harus digunakan kategori F43.2
gangguan penyesuaian.
F41.3 Gangguan Anxietas Campuran lainnya
Pedoman Diagnostik
1. Memenuhi criteria gangguan anxietas menyeluruh dan juga menunjukkan (meskipun hanya dalam jangka waktu
pendek) cirri-ciri yang menonjol dari kategori gangguan F40-F49, akan tetapi tidak memenuhi kriterianya secara
lengkap.
2. Bila gejala-gejala yang memenuhi criteria dari kelompok gangguan ini terjadi dalam kaitan dengan perubahan atau
stress kehidupan yang bermakna, maka dimasukkan dalam kategori F43.2, gangguan penyesuaian.
F41.8 Gangguan Anxietas lainnya YTD
F41.9 gangguan anxietas YTT
PENUTUP

SIMPULAN
PENUTUP

SARAN
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai