Anda di halaman 1dari 7

Peran Zinc pada Pasien dengan Sindrom Nefrotik

Haque F, Hanif M, Choudhury TR. Peran Zinc pada Pasien dengan Sindrom Nefrotik. J Ped.
Nephrology 2017; 5 (1)

Pendahuluan: Sindrom nefrotik (NS) adalah salah satu penyebab paling umum morbiditas
kronis di negara berkembang. Penelitian ini dilakukan untuk menilai pengaruh suplementasi
zink pada pasien penderita Sindrom Nefrotik (SN) dan untuk mengevaluasi hubungannya
dengan kadar serum albumin , tingkat kambuh, dan frekuensi infeksi.

Bahan dan Metode: Dalam penelitian percobaan yang acak, double blind dan placebo-
controlled ini, 60 pasien penderita SN yang dengan episode pertama dan kekambuhan
pertama, berusia 2-10 tahun disertakan. Di antara 60 pasien, 30 pasien dengan NS penerima
zink berada di kelompok zink dan 30 pasien dengan sindrom nefrotik yang menerima plasebo
berada di kelompok plasebo. Status zink dinilai sebelum dan sesudah menerima zink atau
plasebo.

Hasil: Tingkat serum zink secara signifikan lebih rendah selama kekambuhan (0,54 0,18 dan
0,56 0,22), dan meningkat selama remisi, yaitu 0,85 0,42) yang merupakan hal normal pada
kelompok zink dan tetap rendah (0,69 0,14) pada kelompok plasebo. Tingkat serum albumin
rata-rata rendah dalam masa kambuh pada kedua kelompok; Hal ini meningkat 14 hari
kemudian namun masih pada tingkat rendah. Perbedaan dalam rata-rata kenaikan tinggi badan
setelah 6 bulan tidak signifikan secara statistik (3,3 1,2% vs 3,3 1,9%) antara kedua
kelompok. Sembilan belas pasien (63,3%) pada kelompok zink mengalami kambuh
dibandingkan dengan 15 pasien (50%) pada kelompok plasebo, namun perbedaannya tidak
signifikan secara statistik. Infeksi terjadi pada 73,3% setelah suplementasi zink dibandingkan
dengan 63,3% pada kelompok plasebo.

Kesimpulan: Bila zink diberikan di RDA untuk durasi pendek tidak mengurangi kekambuhan
di SN dan tidak mengubah kadar zink dibandingkan dengan plasebo.

Kata kunci: Sindrom nefrotik; Kambuh; Hasil; zink, anak


Zink merupakan elemen penting kedua setelah zat besi dalam tubuh manusia. Zink ada
di hampir semua jaringan tubuh, terutama tiroid, pankreas, dan organ reproduksi. Mineral ini
terlibat dalam reaksi enzimatik tubuh, sintesis protein, dan metabolisme karbohidrat. Banyak
penelitian telah menunjukkan mengenai kasus kekurangan zink dengan mendemonstrasikan
respon klinis dengan suplementasi zink tanpa penilaian zink biokimia di Bangladesh [1,2] dan
dengan penilaian serum zink di seluruh dunia [3,4].

Penurunan imunitas, terutama pada anak-anak yang kekurangan gizi, disebabkan oleh
kekurangan zink, efek yang dapat dibalik dengan suplementasi zink [1,5,6].

Konsekuensi fungsional dari kekurangan zink meliputi retardasi pertumbuhan masa kanak-
kanak, gangguan fungsi kekebalan tubuh, peningkatan tingkat infeksi seperti diare dan
pneumonia, kemungkinan tingkat kematian yang meningkat sebagai akibat dari infeksi,
gangguan kehamilan, dan perkembangan neurobehavioral yang abnormal [1-8] .

Anak-anak dengan tubuh tinggi memiliki tingkatan zink pada rambut dan plasma yang lebih
tinggi dan anak-anak dengan kekurangan zink kronis memiliki status zink yang lebih rendah
dan perawakan pendek [9]. Suplementasi zink meningkatkan pertumbuhan linier dan
penambahan berat badan dengan jumlah kecil namun sangat signifikan. Sebuah studi oleh P.
N. Singla dkk menunjukkan korelasi positif yang signifikan antara serum zink dan tinggi badan
sesuai usia.

Penelitian ini juga menunjukkan adanya hipoalbuminemia (serum albumin <2,5 g / dl), dan
anemia (hemoglobin 8,0 g / dl) pada anak-anak yang kekurangan gizi dikaitkan dengan
penurunan tingkat serum zink dan tembaga yang signifikan [10].

Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa peningkatan hilangnya zink pada urin
menunjukkan adanya perubahan pada sekresi tubular ginjal atau reabsorpsi zink [11-13].

Tingkat serum zink normal adalah 66-194 gm / dl [11-22 mol / L (0,7-1,4 mg / L)]. Sebuah
korelasi positif telah ditemukan antara zink dengan protein pada pengeluaran urin. Terlepas
dari asupan makanan yang banyak dan penyerapan usus normal, anak-anak dengan SN
idiopatik memiliki defisiensi zink yang disebabkan oleh peningkatan kehilangan zink saat
kencing [12].

Zink adalah mineral terikat protein yang tinggi , 50% dari plasma zink terikat dengan albumin
dan sisanya terikat pada protein plasma lainnya [14]. Mekanisme lain untuk tingkat zink yang
rendah pada SN termasuk defisiensi nutrisi bersamaan dengan berkurangnya asupan zink
secara oral, penurunan penyerapan usus, dan peningkatan sekresi zink dari usus [15,16].

Sebagian besar pasien di negara peneliti termasuk golongan miskin dan kurang gizi. Tingkat
kekebalan tubuh berkurang pada SN dan pada pasien yang menderita infeksi berulang,
terutama infeksi pada saluran pernapasan dan saluran cerna karena kepadatan penduduk dan
kekurangan gizi.

Studi yang berbeda menunjukkan defisiensi zink berhubungan dengan saluran pernafasan dan
infeksi saluran cerna. Selama SN menyerang dengan tingkat protein rendah, penurunan tingkat
serum zink mungkin terjadi. Penelitian ini dirancang untuk menilai pengaruh suplementasi zink
pada infeksi, tingkat kambuh, dan pertumbuhan. Tidak ada penelitian semacam ini telah
dilakukan di Bangladesh.

Bahan dan metode

Dalam penelitian randomized, double blind, placebo-controlled ini , 60 pasien dengan Sindrom
nefrotik (SN) berusia 2-10 tahun telah dilibatkan. Pasien-pasien tersebut memiliki proteinuria
yang tinggi (40mg / m / jam), hipoalbuminemia (albumin serum <2,5 g / dl),
hiperkolesterolemia (kolesterol serum > 200mg / dl), edema umum untuk pertama kali atau
yang ke 2 kalinya (pernah mengalami sebelumnya). Penelitian ini dilakukan di Departemen
Nefrologi Anak Rumah Sakit Anak Dhaka Shishu dan Divisi Kimia Pusat Energi Atom , Dhaka
antara Juli, 2011 dan Juni 2012. Dari 60 pasien, 34 kasus adalah SN pada serangan pertama &
26 Kasus adalah SN relaps. Tidak ada pasien yang meninggal dalam penelitian ini.

Pasien dengan SN yang menderita hematuria, hipertensi, tingkat C3 yang berkurang, dan pasien
dengan gangguan fungsi ginjal tidak dilibatkan dalam penelitian ini. Tidak dilibatkan juga
pasien dengan SN sekunder (misalnya: sindrom nefrotik akibat hepatitis, malaria, HIV,
syphillis, limfoma, leukemia, SN yang diinduksi obat (misalnya emas, penicillamine, NSAID,
dll.) dan SN bawaan. Tak ada satupun pasien tersebut yang menderita segala jenis infeksi
seperti hepatitis, tuberkulosis, dll.

Pengacakan dilakukan dengan menggunakan metode undian-- 60 lembar kertas kecil sama-
sama ditandai dengan angka tersembunyi (1001/1002). Pasien diizinkan mengambil selembar
kertas secara acak. Double Blinding dilakukan dengan cara yang sama, botol sirup diberi label
dengan angka (1001 & 1002), yang dialokasikan untuk anak-anak di 2 kelompok secara
kronologis menurut nomor serial mereka dalam setiap kelompok.
Para pasien SN dengan serangan pertama & relaps pertama menerima prednisolon dengan
dosis 60mg / m / hari. Saat urine mereka menjadi bebas protein selama 3 hari berturut-turut,
bersama dengan pengobatan prednisolon (60mg / m / hari pada pasien dengan serangan
pertama NS dan 60mg / msetiap hari pada pasien dengan kekambuhan pertama SN), satu
kelompok menerima zink (elemental) dengan dosis 2 mg / kg / hari (10mg / 5ml) 2 jam setelah
makan dan kelompok lain menerima plasebo selama 14 hari. Kedua jenis obat-obatan tersebut
dikodekan oleh perusahaan farmasi. Tingkat serum zink diuji oleh divisi kimia pusat energi
atom Bangladesh. Tingkat serum zink diukur selama relaps dan 14 hari setelah pemberian zink
/ plasebo. Dua ml darah vena dikumpulkan untuk pengukuran kadar serum zink . Spektometer
Flame Atomic Absorption (Varian AA Duo 240FS / 280Z) digunakan untuk analisis.

Konsentrasi zink dalam sampel serum dihitung dengan menggunakan rumus berikut:

Penyerapan sampel

------------------------------------ Faktor pengenceran

Lereng kurva kalibrasi

Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan SPSS, versi 16.0 (SPSS Inc., Chicago,
Illinois, Amerika Serikat). Nilai rata-rata dihitung untuk variabel kontinyu. Uji Chi-Square
digunakan untuk menganalisis variabel kategoris, ditunjukkan dengan tabulasi silang. Tes t-
test dan paired t-test digunakan untuk variabel kontinyu. Koefisien korelasi Pearson digunakan
untuk mengevaluasi korelasi antara variabel kontinyu. Nilai P <0,05 dianggap signifikan.

Persetujuan tertulis dari Komite Peninjau Etik Rumah Sakit Dhaka Shishu diperoleh.
Persetujuan tertulis diperoleh dari orang tua (setelah penjelasan) sebelum melakukan prosedur.

Hasil

Hasil penelitian diklasifikasikan dalam tabel 1-10.

Tabel 1 menunjukkan distribusi usia pasien dalam penelitian. Mayoritas pasien, 13 (43,3%)
pada kelompok I dan 11 (36,7%) pada kelompok II, 2-4 tahun pada kedua kelompok. Hasil
lainnya disajikan dalam tabel.

Tabel 1. Distribusi umur pasien (n = 60).

Umur (tahun) Kelompok I Kelompok II


(n=30) (n=30)
n % n %

2-4 13 43.3 11 36.7

>4-6 6 20.0 9 30.0

>6-8 5 16.7 6 20.0

>8-10 6 20.0 4 13.3


ns = tidak signifikan

Nilai p dengan uji chi square

Tabel 2 menunjukkan distribusi jenis kelamin pasien dalam penelitian. Ada 22 (73,3%) laki-
laki pada kelompok I dan 15 (50,0%) laki-laki pada kelompok II. Ada 8 (26,7%) perempuan
pada kelompok I dan 15 (50,0%) perempuan pada kelompok II. Rasio pria terhadap wanita
adalah 1,6: 1. Perbedaannya tidak signifikan secara statistik (P> 0,05) antara kedua kelompok
dengan menggunakan uji chi square.

Tabel 2. Distribusi jenis kelamin pasien studi (n = 60).

Sex Kelompok I Kelompok II Nilai P


(n=30) (n=30)
n % n %

Male 22 73.3 15 50.0 0.063ns

Female 8 26.7 15 50.0

ns = tidak signifikan

Nilai p dengan uji chi square

Tabel 3 menunjukkan status BSA pasien penelitian. Pada hari ke 1, ++++ ditemukan di kedua
kelompok pada semua anak. Pada hari ke 14, + ditemukan pada 14 (46,7%) pasien pada
kelompok I dan 11 (36,7%) pasien pada kelompok II. Perbedaan pada hari ke 14 tidak
signifikan secara statistik (P> 0,05) antara kedua kelompok dengan menggunakan uji chi
square.

Tabel 3. Distribusi pasien menurut status BSA (n = 60).

Status BSA Kelompok I (n=30) Kelompok II (n=30) Nilai P


n % n %
Hari ke-1
++++ 30 100.0 30 100.0
Hari ke-14
Nol 16 53.3 19 63.3 0.432ns
+ 14 46.7 11 36.7
s = signifikan, ns = tidak signifikan

Nilai p dengan uji chi square

Tabel 4 menunjukkan status zink rata-rata pasien penelitian. Pada sampel pertama, kadar zink
rata-rata adalah 0,54 0,18 pada kelompok I dan 0,56 0,22 pada kelompok II. Perbedaan
rata-rata tidak signifikan secara statistik (P> 0,05) antara kedua kelompok menggunakan t-test
tidak berpasangan.

Pada sampel kedua, kadar zink rata-rata adalah 0,85 0,42 pada kelompok I dan 0,69 0,14
pada kelompok II. Perbedaan rata-rata tidak signifikan secara statistik (P> 0,05) antara kedua
kelompok menggunakan t-test yang tidak berpasangan. Ada perbedaan yang signifikan secara
statistik (P <0,05) pada tingkat zink antara sampel pertama dan sampel kedua pada kedua
kelompok dengan menggunakan uji t berpasangan. Peningkatan persentase rata-rata ( SEM)
adalah 72,16 16,26% pada kelompok I dan 45,49 11,79% pada kelompok II. Perbedaannya
tidak signifikan secara statistik (P> 0,05) antara kedua kelompok menggunakan t-test yang
tidak berpasangan.

Tabel 4. Distribusi rata-rata pasien menurut tingkat zink (n = 60).

Level Zink Kelompok I Kelompok II Nilai P


(n=30) (n=30)

Sampel pertama 0.54 0.18 0.56 0.22 a0.837ns


Rentang (min-mak) 0.22 -0.88 0.26 -0.94
Sampel kedua 0.85 0.42 0.69 0.14 a0.058ns

Rentang (min-mak) 0.49 -2.50 0.38 -0.99

Nilai P b0.001s b0.006s


% 72.16 16.26 45.49 11.79 a0.189ns
Peningkatan

(MeanSEM)
Rentang (min-mak) -22.40 -303.70 -43.4 -193.0
s = signifikan, ns = tidak signifikan

nilai aP dengan t-test yang tidak berpasangan

nilai bP dengan t-test berpasangan.

Tabel 5 menunjukkan tingkat hemoglobin rata-rata pasien penelitian. Tingkat hemoglobin rata-
rata adalah 11,89 2,69 pada kelompok I dan 11,37 2,13 pada kelompok II.

Perbedaan rata-rata tidak signifikan secara statistik (P> 0,05) antara kedua kelompok
menggunakan t-test yang tidak berpasangan.

Anda mungkin juga menyukai