Anda di halaman 1dari 9

JOURNAL READING

EFEK SAMPING ANESTESI INHALASI TERHADAP


PERKEMBANGAN OTAK

Elvia Rahmi Marga Putri


NIM. G99152069

Pembimbing :
Andi Nugroho, dr., Sp.An.

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ANESTESIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2016
EFEK SAMPING ANESTESI INHALASI TERHADAP
PERKEMBANGAN OTAK
(Ditinjau oleh Mike Wang, John H. Zhang, dan Richard L. Applegate II, dalam Medical
Gas Reseacrh Journal, 2014)

ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan dengan merangkum berbagai penelitian tentang efek
samping potensial dari berbagai jenis anestesi, terutama tentang neurotoksisitas dalam
perkembangan otak, yang disebut Anesthesia-induced developmental neurotoxicity
(AIDN). Meskipun banyak uji coba terhadap hewan yang menunjukkan beberapa efek
samping dari gas anestesi, bukti lebih banyak masih diperlukan untuk membuat sebuah
rekomendasi terkait pemakaian gas anestesi terutama pada pasien pediatri. Dua buah uji
klinik besar sedang berlangsung dan kemungkinan akan membuka pandangan baru terkait
dengan efek potensial neurotoksik dari gas anestesi terhadap manusia.
Kata kunci : Anestesi, perkembangan otak, neurotoksisitas
PENDAHULUAN
Setiap tahun di Amerika Serikat, hampir tiga juta bayi dan anak mendapatkan
anestesi untuk prosedur operasi, dan lebih banyak lagi untuk pengkajian radiologis atau
pengobatan gigi. Dahulu, klinisi memperkirakan bahwa obat anestesi hanya menyebabkan
sedasi dalam jangka waktu singkat tanpa gejala sisa jangka panjang yang mempengaruhi
perkembangan otak. Gagasan ini mulai dipertanyakan sekarang, karena cukup banyak
penelitian eksperimental dengan hewan coba yang menunjukkan anestesi umum memiliki
efek neurodegeneratif dalam perkembangan otak, dan menyebabkan anesthesia-induced
developmental neurotoxicity (AIDN).
Pada tahun 2000, Ikonomidou et al menunjukkan bahwa ethanol bekerja melalui
dua mekanisme, yaitu blokade reseptor N-methyl-D-aspartate (NMDA) dan secara
berlebihan mengaktivasi reseptor -amino buteric acid (GABAA), kemudian memacu
neuroapoptosis secara difus di otak tikus yang sedang berkembang, dengan puncak
toksisitas bersamaan dengan periode sinaptogenesis. Hasil penelitian ini melahirkan
pertanyaan apakah anestesi umum juga dapat menyebabkan neuroapoptosis, karena
kebanyakan obat-obat anestesi juga bekerja sebagai NMDA antagonis reseptor atau
GABAA agonis reseptor.
Secara terpisah di tahun 2013, Jevtovic-Todorovic et al mendemonstrasikan bahwa
satu kali paparan campuran anestesi isoflurane, midazolam, dan nitrit okisida juga dapat
menyebabkan neuroapoptosis pada perkembangan otak tikus selama periode
sinaptogenesis. Paparan ini juga menyebabkan disfungsi neurokognitif jangka panjang
yang berlanjut sejak remaja hingga dewasa. Hasil penelitian pada hewan coba ini kembali
membuat pertanyaan apakah paparan anestesi rutin juga dapat menyebabkan AIDN pada
neonatus, bayi, atau anak kecil.
Penemuan ini menimbulkan perdebatan dikalangan praktisi anestesi pediatri ketika
penelitian-penelitian tersebut dipublikasikan. Banyak pendapat yang bersebrangan
menyatakan bahwa tidak dapat disamakan paparan gas anastesi pada hewan coba dengan
pada manusia. Hal ini dikarenakan tidak terkontrolnya kondisi lingkungan ketika anestesi
diberikan kepada tikus coba, sehingga kondisi hipoksemia, hiperkarbia, dan hipoglikemia
akan menjadi faktor perancu yang potensial dalam eksperimen di laboraturium. Ketika
penelitian berikutnya dengan hewan coba yang dilakukan kontrol terhadap perubahan
fisiologisnya menunjukkan munculnya AIDN, fokus penelitian bergeser untuk menentukan
apakah konsekuensi atau resiko yang akan muncul dari hasil penelitian akan terjadi pada
praktik klinis anestesia pediatri. Pada bulan Maret 2007, FDA AS mengadakan pertemuan
untuk meninjau data terkait AIDN dan memutuskan apabila ada perubahan pada praktik
anestesia pediatri, maka hal tersebut dibenarkan.
Meskipun pertemuan FDA tersebut tidak memunculkan rekomendasi formal
terkait praktik anestesia pediatri saat ini, namun hal ini telah mendorong asosiasi anestasia
untuk melakukan penelitian tentang AIDN yang terjadi pada anak. Saat ini tengah
berlangsung dua penelitian besar, yaitu The Pediatrics Anesthesia NeuroDevelopmental
Assesment (PANDA) yang meneliti tentang paparan tunggal anestesi umum terhadap anak
usia kurang dari tiga tahun, dibandingkan dengan saudaranya yang tidak pernah
mendapatkan anestesi sebagai kontrol. Studi kedua adalah GAS, yaitu dengan
membandingkan anestesi umum dengan anestesi spinal pada perbaikan herniasi inguinal
pada neonatus. Karena karakteristik dari metode penelitian yang digunakan, penelitian ini
masih membutuhkan waktu beberapa tahun sebelum mempublikasikan data yang bermakna
terkait terjadinya defek perkembangan neural. Oleh karena itu, akan sangat baik untuk
melanjutkan review terkait penelitian dengan hewan coba terbaru tentang AIDN.
METODE
Pencarian artikel di PubMed selesai pada April, 2013 dengan kata kunci pencarian : Brain
(newborn or infant or child or neonate or neonatal or animals, newborn) and
(neurodegeneration or apoptosis or toxicity or neurocognitive impairment or
developmental impairment or developmental disabilities, or learning disorders) and
(isoflurane or desflurane or sevoflurane or propofol or etomidate or ketamine or lorazepam
or diazepam or midazolam or pentobarbital or phenobarbital or anesthesia, IV or anesthesia,
inhalation or anesthesia).
Agen anestesi intravena juga dimasukan dalam kata kunci pencarian untuk memperluas
pencarian artikel, meskipun penelitian tersebut tidak termasuk dalam review ini. Sebagai
tambahan pencarian database, daftar referensi dari artikel yang relevan juga dimasukkan
dalam review.
REVIEW
Dari pencarian melalui PubMed menghasilkan 347 artikel, 84 artikel diantaranya berkaitan
dengan topik, 44 penelitian lain diidentifikasi relevan terkait anestesi inhalasi dan efeknya
terhadap perkembangan otak hewan.
ANASTESI INHALASI
Pada populasi pediatri, anestesi inhalasi adalah obat yang paling umum digunakan untuk
induksi dan anestesi umum. Di antara artikel yang dilakukan peninjauan, anestesi inhalasi
menunjukkan efek neurotoksik pada perkembangan otak seluruh hewan yang diuji coba,
baik tikus, tikus putih, anak babi, marmut, kera. Secara mekanis, anestesi inhalasi
menyebabkan anestesi umum yang didominasi GABAA agonis dan NMDA reseptor
antagonis, meskipun terdapat derajat yang bervariasi dari afinitas reseptor terhadap
pengobatan anestesi. Perbedaan ini memperlihatkan mengapa salah satu jenis anestesi
inhalasi menyebabkan neurodegeneratif lebih banyak dari pada jenis yang lain.
ISOFLURANE
Sejak tahun 2003, isoflurane merupakan anestesi inhalasi yang paling sering diteliti. Dalam
upaya untuk mengondisikan hewan coba supaya relevan dengan kondisi klinis, beberapa
penelitian menitikberatkan pada minimum alveolar consentration (MAC) dari isoflurane
pada tikus yang baru lahir. Telah ditetapkan bahwa MAC pada tikus hingga berusia 2.5
bulan tidak akan berubah, hanya tergantung pada lama paparan anestesi jika parameter
fisiologis tetap konstan. Penelitian terakhir menunjukkan MAC isoflurane pada tikus yang
berusia 9 hari (P9) adalah sebesar 2.34%, yang merupakan konsentrasi dasar dari isofluran
yang digunakan dalam penelitian neurotoksisitas perkembangan. Gagasan nilai MAC yang
selalu konstan, saat ini menjadi pertanyaan pada neonatus tikus.
Stratmann et al ketika mempelajari tikus P7 menemukan bahwa kebutuhan MAC menurun
dari 1 jam hingga 4 jam menuju fase anestesi. Dengan menggunakan sampel langsung
tekanan parsial isofluran di otak, penurunan MAC ditemukan di P7 meskipun telah
diberikan gas inspirasi yang seimbang, memperlihatkan adanya proses farmakodinamik
yang terjadi pada tikus P7 namun tidak pada P60. Pada tikus P7, median MAC sebesar
2.75% pada 1 jam pertama dan 1.3% isofluran pada 4 jam selanjutnya, sedangkan pada
tikus P60, median MAC sebesar 1.65% pada 1 jam pertama, dan 1.5% pada 4 jam
selanjutnya. Penurunan MAC yang sama dengan pemanjangan durasi anestesi juga terjadi
pada neonatus tikus putih, yang diberikan isoflurane, sevofluran atau desfluran sebagai
agen anestesi tunggal. Penelitian lebih lanjut masih sangat diperlukan untuk melihat
fenomena penurunan kebutuhan MAC pada neonatus hewan coba berhubungan dengan
praktik klinis.
Oleh karena temuan baru ini, penelitian terkait AIDN pada hewan coba dapat diulangi
dengan merubah pemilihan dosisnya. Pada tikus P7, kombinasi dari 0.75% isoflurane
dengan 9 mg/kgBB midazolam, dan 75% dinitrogen oksida selama 6 jam menyebabkan
perluasan AIDN diikuti dengan gangguan kemampuan belajar pada P32 yang berlangsung
hingga dewasa pada P131. Meskipun demikian, paparan anestesi ini tidak berpengaruh
terhadap pertumbuhan, kemampuan sensorimotorik, lokomotor spontan, atau perhatian.
Menggunakan MAC 2.21 atm N2O2 pada tikus Sprague-Dawley menunjukkan MAC pada
1 jam pertama paparan 0.61% MAC, dan pada 4 jam paparan sejumlah 0.92% MAC. MAC
level ini sama dengan yang digunakan pada praktik klinis.
Kombinasi agen anestesi yang sama di paparkan pada tikus P1 hingga P14 selama 6 jam,
menunjukkan hasil AIDN pada semua usia yang diuji, dengan toksisitas tertinggi pada usia
P7, bersamaan dengan puncak sinaptogenesis. Uji coba yang sama juga dilakukan pada
marmut, babi, dan monyet, pada usia rentan AIDN, menunjukkan bahwa AIDN akan
muncul pada hewan yang memiliki periode sinaptogenesis lebih lama seperti manusia.
Penelitian terhadap tikus secara in vitro juga menunjukkan hasil yang dapat dibandingkan.
Periode terjadinya waktu puncak sinaptogenesis yang sama pada manusia diperkirakan
terjadi pada kehamilan trimester tiga hingga beberapa tahun setelah kelahiran. Oleh karena
itu, masih harus dilihat apakah AIDN terjadi pada manusia, dan jika iya, tentukan usia
maksimal kerentanan terhadap agen anestesi.
Uji coba terhadap hewan yang lain menunjukkan penurunan fungsi neurokognitif setelah
paparan tunggal isofluran, termasuk eksperimen pada tikus P7 yang dipaparkan 0.75%
isoflurane dan 70% dinitrogen oksida selama 6 jam. Tikus coba menunjukkan gangguan
memori jangka panjang pada P47 ketika di tes menggunakan trace-fear conditioning.
Dalam penelitian yang sama, pretreatment menggunakan 70% xenon selama 2 jam sebelum
pemaparan isoflurane dan dinitrogen oksida, mampu melemahkan AIDN. Penggunaan
xenon sebagai pretreatment pada tikus coba tidak berbeda dibandingkan dengan tikus
kontrol ketika dilakukan tes serupa pada P47. Pada penelitian lanjutan, agen anestesi yang
sama dipaparkan pada tikus coba P7, menyebabkan AIDN dan gangguan memori jangka
panjang pada P47. Insisi tunggal 0.3 cm dibuat di hind paw sebelah kiri ketika paparan
anestesi, meningkatkan resiko neuroapoptosis hampir 60% dibandingkan dengan anestesi
tunggal, dan secara statistik meningkatkan derajat disfungsi memori jangka panjang ketika
dibandingkan dengan anestesi tunggal pada P47. Namun, meskipun tikus P7 yang
dipaparkan isoflurane mengalami kematian sel secara apoptosis setelah paparan, tidak ada
perbedaan densitas sel dewasa, aktivitas hewan coba juga ditemukan pada hewan yang
terpapar isoflurane dengan kontrol.
Hal yang menarik muncul pada sebuah artikel yang dipublikasikan pada bulan April 2013,
dimana dalam artikel tersebut menunjukkan bahwa isoflurane juga dapat menjadi
neuroprotektif untuk menghambat terjadinya AIDN. Dalam penelitian ini, potongan
hippocampus dari tikus coba P7 diberikan paparan 1 atau 2 MAC xenon, isoflurane, atau
sevoflurane. Ketiga agen anestetik ini menyebabkan level AIDN yang sama dalam
penelitian in vitro. Pengkondisian awal dengan 1.4% isoflurane (0.75% MAC) selama 2
jam, melemahkan neuroapoptosis. Penelitian lebih banyak diperlukan untuk melihat efek
neuroprotektif isoflurane yang dapat membalikkan AIDN yang menginduksi disfungsi
neurokognitif secara in vivo pada hewan coba.
SEVOFLURANE
Sevoflurane adalah agen anestesi inhalasi yang paling sering digunakan untuk kasus bedah
anak. Oleh karena sifatnya yang sedikit menimbulkan reaktifitas airway dan memiliki
koefisien gas parsial yang rendah, sevoflurane dengan cepat menjadi agen anestesi inhalasi
pilihan di ruang operasi. Meskipun sangat umum digunakan pada anestesi anak, penelitian
tentang AIDN pada sevoflurane masih sangat sedikit dibandingkan dengan isoflurane.
Penelitian yang telah dipublikasikan tentang sevoflurane dan AIDN mengesankan efek
neurotoksik yang sama ketika di bandingkan dengan isofluran pada hewan coba.
Pada tahun 2008, Zhang et al mempublikasikan data terkait tentang sevofluran dan AIDN.
Penelitian ini menggunakan tikus putih P7 yang dipaparkan 1.7% sevofluran selama 2 jam,
menghasilkan AIDN yang signifikan pada pemberian sevofluran jika dibandingkan dengan
kontrol menggunakan analisis aktivasi caspase-3. Data MAC 3.8% pada paparan 1 jam dan
3.3% pada paparan 3 jam sevofluran, mengesankan bahwa konsentrasi sevofluran 1.7%
berkorelasi dengan 0.45-0.52 MAC, dalam dosis subklinis. Pada penelitian lanjutan,
dilakukan pemaparan 3% sevoflurane pada tikus coba P6 selama 6 jam, menunjukkan
perluasan AIDN, penurunan kemampuan memori jangka panjang sejak usia 8 minggu
hingga 14-17 minggu melalui penilaian dengan cued fear testing, dan mengalami interaksi
sosial yang abnormal pada usia 18 minggu, menunjukkan bahwa sevoflurane sama halnya
dengan isoflurane, menyebabkan disfungsi neurokognitif jangka panjang setelah satu kali
paparan pada hewan coba. Sebaliknya, pada penelitian yang membandingkan antara efek
anestesi isoflurane dan sevoflurane pada tikus coba P7, meskipun marker apoptosis lebih
besar dari isoflurane, tidak ada satupun dari keduanya yang berhubungan dengan gangguan
memory ketika dilakukan tes pada hari ke 31 hingga 40 setelah paparan anestesi.
Berbagai laporan kasus dan beberapa penelitian menunjukkan gambaran epileptiform pada
EEG dan kejang pada saat induksi sevoflurane di manusia, ada pula penelitian yang tidak
melaporkan hasil demikian. Pada tahun 2010, Edwards et al melaporkan 40% tikus coba
berusia P4 hingga P8 mengalami episode kejang epileptik yang berberda-beda selama
perawatan dengan 2.1% sevoflurane. Episode seperti kejang ini tidak ditemukan pada tikus
coba P10 hingga P17 selama perawatan dengan anestesia. Kegawatan setelah 3 jam
pemberikan sevoflurane disebabkan oleh munculnya kejang tonik klonik pada P10 hingga
P17, namun tidak pada P4 hingga P8. Pemberian bumetanide sebagai medikasi sebelum
pemberian anestesia, menurunkan secara signifikan aktivitas kejang pada P4 hingga P8
selama perawatan, namun tidak pada P10 hingga P17 selama kegawatan. Penelitian yang
sama juga menunjukkan paparan 2.1% sevoflurane pada P4 selama 6 jam menyebabkan
AIDN secara signifikan. Efek ini melemah dan berkurang hingga level terkontrol dengan
medikasi bumetanide 15 menit sebelum paparan sevoflurane.
Dua penelitian baru tentang pendekatan neuroproteksi untuk menghambat AIDN karena
sevoflurane baru saja dipublikasikan. Penelitian pertama memberikan paparan tikus putih
P6 dengan 3% sevoflurane selama 6 jam dengan atau tanpa 1.3% hidrogen sebagai gas
pembawa. Konsentrasi hidrogen yang digunakan dalam penelitian ini cukup rendah untuk
menghindari ledakan. Tikus putih tersebut dipaparkan dengan sevofluran tunggal,
menunjukkan peningkatan neuroapoptosis yang signifikan. Tes neurokognitif
menunjukkan tidak ada perbedaan perilaku secara umum atau memori jangka pendek pada
usia 12 minggu, namun terdapat gangguan pada memori jangka panjang pada usia 13
minggu. Penggunaan hidrogen bersama sevoflurane, menurunkan resiko neuroapoptosis
secara signifikan, serta menekan kegagalan memori jangka panjang yang muncul pada
penggunaan sevoflurane tunggal. Oksigen bebas radikal, akan berikatan dengan hidrogen,
mencegah penurunan fungsi kognitif pada P7 yang terpapar anestesi umum. Penelitian
kedua menguji efek pengkayaan kondisi pada AIDN. Pengkayaan kondisi ini menunjukkan
peningkatan kemampuan belajar dan mengingat setelah cedera otak karena trauma. Tikus
yang sedang hamil dengan hari gestasi ke 14, yang dipaparkan 2.5% sevofluran selama 2
jam, menyebabkan peningkatan neuroapoptosis pada janin secara signifikan. Anak tikus
lahir pada hari gestasi ke 21 dan dipaparkan kondisi standar dan kondisi yang dimodifkasi.
Tikus yang berada di kondisi standar memperlihatkan gangguan belajar dan ingatan pada
usia 31 hari hingga 37 hari yang dinilai menggunakan Morris water maze. Tikus yang
diletakkan pada kondisi yang telah dimodifikasi tidak menunjukkan ganguan belajar
maupun ingatan jika dibandingkan dengan kelompok kontrol, menunjukkan bahwa
pengkayaan kondisi dapat menghambat disfungsi neurokognitif karena AIDN pada hewan
coba
DESFLURANE
Menjadi agen anestsi inhalasi terbaru yang digunakan klinisi, sehingga tidak mengherankan
apabila masih sedikit data publikasi yang mengaitkan antara desfluran dengan AIDN. Pada
tahun 2011, dua uji coba dipublikasikan tentang perbandingan neurotoksisitas antara
desflurane, sevofluran, dan isoflurane. Penelitian pertama memberikan paparan 7.4%
desflurane, 2.9% sevoflurane, atau 1.5% isoflurane pada tikus putih P7-8 selama 6 jam,
menghasilkan derajat AIDN yang sama dinilai secara imunohistokimia dan dengan
kalorimeter caspase 3 assay. Penelitian kedua dipublikasikan beberapa tahun setelahnya
dengan rancangan penelitian yang serupa, dimana tikus putih P6 dipaparkan 8% desflurane,
3% sevoflurane, atau 2% isoflurane, selama 6 jam, menunjukkan 8% desfluran lebih
menyebabkan neurodegenerasi daripada 2% isoflurane, dan lebih toksik dari pada 2%
sevoflurane. Dalam penelitian serupa, penilaian perilaku menunjukkan bahwa tikus di
kelompok yang diberi desflurane mengalami gangguan memori pada usia 6 minggu ketika
diuji menggunakan Y-maze., serta gangguan memori jangka panjang pada usia 7 minggu
ketika diuji dengan fear conditioning. Tikus di kelompok sevoflurane dan isoflurane tidak
menunjukkan gangguan pengolahan memori, namun terjadi gangguan memori jangka
panjang, sehingga mendukung gagasan bahwa desflurane lebih neurotoxic daripada
sevoflurane atau isoflurane pada dosis MAC yang sama.
Masih banyak penelitian yang harus di lakukan untuk menentukan apakah anestesi inhalasi
memilki sifar neurotoksik serupa pada MAC yang sama pada hewan coba, karena pada saat
ini masih banyak penelitian yang hasilnya berkebalikan.
DINITROGEN OKSIDA
Menarik, dinitrogen oksida merupakan satu-satunya agen angstesi inhalasi yang tidak
menyebabkan AIDN pada hewan coba ketika digunakan sebagai anestesi tunggal. Ketika
P7 tikus Sprague-Dawley diberikan paparan 50%, 100%, atau 150% (dalam kamar
hiperbarik) dinitrogen oksida selama 6 jam, tidak ada peningkatan neuroapoptosis yang
nyata. Namun, 75% dinitrogen oksida ditambah dengan 0.75% isoflurane akan
memperburuk AIDN jika dibandingkan dengan penggunaan isoflurane tunggal,
mengesankan dinitrogen oksida menambah tingkat toksisitas ketika dikombinasikan
dengan agen anestesia lain. Tidak seperti xenon, penggunaan dinitrogen oksida pada
pretreatment sebelum pemberian anestesi tidak melemahkan derajat neurodegenerasi yang
terjadi.
XENON
Xenon adalah gas anestesi yang menarik pada penelitian AIDN terhadap hewan coba.
Hewan pertama yang digunakan untuk melihat efek xenon terkait AIDN adalah P7
Sprague-Dawley, yang dipaparkan 75% xenon selama 6 jam dan tidak mengalami
peningkatan aktivitas neurodegenasi secara nyata. Ketika 75% xenon ditambahkan 0.75%
isoflurane dalam paparan 6 jam, dapat melemahkan AIDN dengan tergantung pada dosis.
Penelitian ulang dilakukan pada tikus P7, memperlihatkan kembali xenon dapat
menurunkan derajat AIDN ketika dicampurkan dengan 0.75% isofluran dalam waktu
paparan 4 jam. Namun, dalam penelitian yang sama, penggunaan 70% xenon sebagai agen
anestesi tunggal dalam waktu 4 jam menyebabkan neurodegeneratif yang cukup signifikan.
Hal ini menimbulkan pertanyaan apakah xenon cukup jinak apabila digunakan untuk
penelitian pada P7.
Penelitian potongan hipokampus dari tikus P7 menyimpulkan bahwa xenon meningkatkan
neuroapoptosis sama dengan isoflurane dan sevoflurane dalam konsentrasi yang equipoten.
Xenon dalam 0.75 MAC (60% pada 1.2 atm) dalam 6 jam tidak menyebabkan peningkatan
AIDN. Namun xenon dosis tinggi (1-2 MAC) selama 6 jam menyebabkan peningkatan
yang signifikan pada aktivitas neurodegeneratif. Menariknya, pretreatement menggunakan
1.4% isoflurane (0.75 MAC) selama 2 jam, diikuti 6 jam paparan 1 MAC xenon, isoflurane,
atau sevoflurane pada 26 jam setelah pretreatment, berhubungan dengan pelemahan efek
AIDN, apabila dibandingkan dengan grup yang tidak diberikan pretreatment. Penelitian in
vivo dibutuhkan untuk mengkonfirmasi apakah pretreatment ini efektif pada hewan hidup.
DISKUSI
Pada tahun 2003, hasil penelitian tentang AIDN yang dipublikasikan oleh Jevtovic-
Todorovic et al menimbulkan banyak perdebatan dikalangan asosiasi anestesi pediatri.
Setelah satu dekade dari penelitian tersebut, terbukti bahwa dari berbagai spesies mamalia
yang berbeda yang mendapatkan paparan obat anestesi selama masa perkembangan otak
atau pada puncak sinaptogenesis, berhubungan dengan neurodegenerasi yang signifikan
dan disfungsi memori jangka panjang hingga dewasa. Bagian yang menarik lagi adalah
penelitian tentang perbandingan desflurane, sevoflurane, isoflurane pada titik equipotent
MAC. Investigasi lebih mendalam terkait dengan perbedaan mekanisme spesifik diantara
ketiga anestesi inhalasi mungkin akan membuat titik terang tentang AIDN dan bagaimana
gangguan belajar dan memori jangka panjang tersebut dapat terjadi pada tikus.
Diluar semua anestesi inhalasi yang direview, dinitrogen oksida adalah satu-satunya agen
yang tidak menyebabkan AIDN ketika digunakan sebagai anestesi tunggal. Perbedaan ini
kemungkinan karena dinitrogen oksida memiliki efek utama antagonis NMDA reseptor,
daripada GABA agonis. Dengan model yang sama, xenon yang juga dominan pada NMDA
reseptor antagonis, menunjukkan peningkatan aktivitas neurodegenerasi secara signifikan
ketika digunakan sebagai anestesi tunggal. Penelitian lebih lanjut mengenai perbandingan
dari kedua agen anestesi tersebut mungkin dapat membuka pemahaman kita tentang
bagaimana agen anestesi dapat menyebabkan derajat AIDN yang berbeda meskipun
keduanya bekerja melalui reseptor yang sama, sehingga temuan ini dapat digunakan dalam
mempertimbangkan penggunaan agen anestesi pada praktik anestesi pediatri.
Saat ini, hanya ada sedikit penelitian observational yang dilakukan pada manusia, dan
hasilnya juga beragam. Kelompok penelitian dari Mayo Clinic menunjukkan bahwa
paparan anestesi berulang kali pada bayi dan anak namun bukan paparan tunggal,
meningkatkan resiko gangguan belajar beriringan dengan gangguan pemusatan perhatian
dan hiperaktifitas. Penelitian serupa juga menunjukkan paparan tunggal dari anestesi umum
juga meningkatkan resiko gangguan perkembangan, gangguan bahasa dan imajinasi pada
anak kurang dari usia 3 tahun. Penelitian lain tidak menemukan hubungan antara paparan
anestesi umum pada anak dan perkembangan abnormal perilaku atau penurunan
kemampuan akademik dalam perjalanan kehidupan. Sebagai tambahan, dua penelitian
tentang laporan neonatus yang dipaparkan pemanjangan sedasi tidak berhubungan dengan
peningkatan resiko neurodevelopmental abnormal.
Penelitian observational pada manusia menggunakan database dari penelitian yang bukan
tentang AIDN. Penelitian observasional memiliki banyak keterbatasan karena banyak
variabel perancu, yang mana akan membuat interpretasi penelitian menjadi kompleks.
Terlalu sedikitnya penelitian yang tentang AIDN dan perkembangan otak membuat
sulitnya pembuatan rekomendasi terkait penggunaan anestesia yang saat ini dipraktikkan
pada bayi dan anak.
KESIMPULAN
Saat ini, asosiasi anestesia menunggu arahan baru yang bersumber dari penelitian
prospektif seperti penelitian PANDA dan GAS untuk menunjukkan apakah pedoman saat
ini perlu dirubah. Hal ini sangat penting, karena pasien anak membutuhkan pembedahan
dan anestesia yang aman. Meskipun hal tersebut sulit untuk menentukan efek anestesi pada
pembedahan terhadap perkembangan otak karena pasti terdapat gejala postoperatif yang
mungkin mengikuti efek pembedahan itu sendiri seperti inflamasi, nyeri, dan berbagai
pengobatan. Rancangan penelitian prospektif untuk menginvestasi AIDN pada manusia
mungkin memerlukan beberapa tahun untuk menemukan kesimpulan, karena itu ada
baiknya meneruskan penelitian pada hewan coba, yang befokus pada jalur mekanisme
spesifik yang menyebabkan AIDN. Penelitian untuk mengidentifikasi jalur mekanik
tentang AIDN mungkin akan memberikan pandangan baru tentang modalitas pengobatan
dan perawatan yang dapat menghindari atau membalikkan penyebab neurodegenerasi.

Anda mungkin juga menyukai