Oleh :
Made Gizha Wagiswari
G99161045
Pembimbing :
Dr. dr. Hj. Noer Rachma, Sp KFR
1
BAB I
STATUS PENDERITA
I. ANAMNESIS
A. Identitas Pasien
Nama : Tn. M
Usia : 46 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Petani
Alamat : Selokajang, Blitar, Jawa Timur
Status : Menikah
Tanggal Masuk : 1 Juli 2017
Tanggal Periksa : 4 Juli 2017
No. RM : 0138xxx
B. Keluhan Utama
Kelemahan kedua tungkai
2
pasien tidak didapatkan keluhan. Namun saat ini pasien menggunakan
popok karena kesulitan saat berjalan ke toilet.
3
II. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 1 Juli 2017 di Bangsal Anggrek 2
RSUD Dr. Moewardi.
A. Status Generalis
Keadaan umum tampak sakit ringan, compos mentis E4V5M6, gizi kesan
kurang.
B. Tanda Vital
Tekanan darah : 157/94 mmHg
Nadi : 92 x/menit, isi cukup, irama teratur
Respirasi : 24 x/menit, irama teratur
Suhu : 37 oC per aksiler
VAS : 3-4 di punggung bawah
C. Kulit
Warna sawo matang, pucat (-), ikterik (-), petechie (-), venectasi (-), spider
naevi (-), striae (-), hiperpigmentasi (-), hipopigmentasi (-).
4
D. Kepala
Bentuk mesocephal, kedudukan kepala simetris, luka (-), rambut beruban,
tidak mudah rontok, tidak mudah dicabut, atrofi otot (-).
E. Mata
Conjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya langsung dan tak
langsung (+/+), pupil isokor (3mm/3mm), oedem palpebra (-/-).
F. Hidung
Nafas cuping hidung (-), deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-).
G. Telinga
Deformitas (-/-),darah (-/-), sekret (-/-).
H. Mulut
Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-), lidah simetris, lidah tremor (-),
stomatitis (-), mukosa pucat (-), gusi berdarah (-), papil lidah atrofi (-).
I. Leher
Simetris, trakea di tengah, JVP dalam batas normal, limfonodi tidak
membesar, nyeri tekan (-), benjolan (-).
J. Thorax
Retraksi (-), simetris
Cor
Inspeksi : ictus cordis tak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar
5
Auskultasi : BJ I-II intensitas normal, regular, bising (-)
Paru
Inspeksi : pengembangan dada kiri = kanan
Palpasi : fremitus raba kanan = kiri
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)
K. Trunk
Inspeksi : tidak didapatkan deformitas
Palpasi : massa (-), nyeri tekan (-), oedema (-)
Perkusi : nyeri ketok costovertebra (-)
L. Abdomen
Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada
Auskultasi : bising usus (+) normal, 12x/menit
Perkusi : timpani
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar lien tidak teraba
M. Ekstremitas
Oedem Akral dingin
- - - -
- - - -
N. Status Neurologis
Kesadaran : GCS E4V5M6
Fungsi Luhur : dalam batas normal
Fungsi Vegetatif : dalam batas normal
6
Fungsi Sensorik : hipestesi setinggi dermatom L5
Fungsi Koordinasi : tidak dievaluasi
Fungsi Motorik dan Reflek
Kekuatan Tonus
5/5/5 5/5/5 N N
2/2/1 1/2/2 ↓ ↓
Reflek Fisiologis
Dekstra Sinistra
Biceps +2 +2
Triceps +2 +2
Patella +1 +1
Achilles +1 +1
Reflek Patologis
Dekstra Sinistra
Hoffman-Trommer - -
Babinsky - -
Chaddock - -
Oppenheim - -
Nn. Craniales
N. I : dalam batas normal
N. II, II : reflek cahaya (+/+), pupil isokor (3mm/3mm)
N. III, IV, VI : pergerakan bola mata dalam batas normal
N. V : fungsi otot masticatorica masih baik
N. VII : dalam batas normal
7
N. VIII : dalam batas normal
N. IX, X : dalam batas normal
N. XI : dalam batas normal
N. XII : dalam batas normal
Meningeal Sign
Kaku kuduk : (-)
Brudzinski I : (-)
Brudzinski II : (-)
Kernig : (-)
O. Status Psikiatri
Deskripsi Umum
Penampilan : laki-laki tampak sesuai usia, perawatan diri
kurang
Kesadaran : kuantitatif compos mentis, kualitatif tidak
berubah
Psikomotor : normoaktif, berkurang pada kedua kaki
Gangguan Persepsi
Halusinasi : (-)
Ilusi : (-)
Proses Pikir
Bentuk : realistik
8
Isi : waham (-)
Arus : koheren
Sensorium dan Kognitif
Konsentrasi : baik
Orientasi (O/W/T) : baik
Daya ingat : baik
Daya Nilai : daya nilai realita dan sosial baik
9
Ekstensi 0º 0º 0º 0º 5 5
Pronasi 0-90º 0-90º 0-90º 0-90º 5 5
Supinasi 0-90º 0-90º 0-90º 0-90º 5 5
Fleksi 0-90º 0-90º 0-90º 0-90º 5 5
Ekstensi 0-70º 0-70º 0-70º 0-70º 5 5
Wrist
Ulnar Deviasi 0-30º 0-30º 0-30º 0-30º 5 5
Radius deviasi 0-20º 0-20º 0-20º 0-20º 5 5
Finger MCP I Fleksi 0-50º 0-50º 0-50º 0-50º 5 5
MCP II-IV fleksi 0-90º 0-90º 0-90º 0-90º 5 5
DIP II-V fleksi 0-90º 0-90º 0-90º 0-90º 5 5
PIP II-V fleksi 0-100º 0-100º 0-100º 0-100º 5 5
MCP I Ekstensi 0-30º 0-30º 0-30º 0-30º 5 5
Fleksi sde sde 5 5
Ekstensi sde sde 5 5
Right Lateral sde sde 5 5
Trunk
Bending
Left Lateral sde sde 5 5
Bending
10
Ekstensi 0º 0º sde sde 1 1
Dorsofleksi 0-30º 0-30º sde sde 1 1
Plantarfleksi 0-30º 0-30º sde sde 1 1
Ankle
Eversi 0-50º 0-50º sde sde 1 1
Inversi 0-40º 0-40º sde sde 1 1
11
5 = membutuhkan bantuan, tapi dapat melakukan beberapa hal sendiri
10 = independen (on and off, dressing)
Transfer
0 = unable, tidak ada keseimbangan duduk 5
5 = butuh bantuan besar (satu atau dua orang, fisik), dapat duduk
10 = bantuan kecil (verbal atau fisik)
15 = independen
Mobility
0 = immobile atau < 50 yard 5
5 = wheelchair independen, > 50 yard
10 = berjalan dengan bantuan satu orang (verbal atau fisik) > 50 yard
15 = independen (tapi dapat menggunakan alat bantu apapun, tongkat) >
50 yard
Stairs
0 = unable 0
5 = membutuhkan bantuan (verbal, fisik, alat bantu)
10 = independen
Total (0-100) 50
Interpretasi hasil:
0-20 : ketergantungan total
21-61 : ketergantungan berat
62-90 : ketergantungan sedang
91-99 : ketergantungan ringan
100 : mandiri
Skoe ADL 50 : ketergantungan berat
12
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Pemeriksaan Laboratorium Darah (1 Juli 2017)
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
HEMATOLOGI RUTIN
Hemoglobin 12.0 g/dl 12.0 – 15.6
Hematokrit 34 ribu/ul 33 – 45
Leukosit 8.5 % 4.5 – 11.0
Trombosit 421 /ul 150 – 450
Eritrosit 4.20 106/ul 4.10 – 5.10
HEMOSTASIS
PT 15 Detik 10.0 – 15.0
APTT 27 Detik 20.0 – 40.0
INR 1.320
KIMIA KLINIK
GDS 120 mg/dl 60-140
Ureum 21 mg/dl <50
Kreatinin 0.6 mg/dl 0.6 – 1.1
13
B. MRI thoracolumbal dengan kontras (6 Juli 2017)
14
Tampak perubahan intensitas bone narrow corpus VTh 11, VTh 12, VL 3 dan VL 4.
Tampak lesi medulla spinalis intradural ekstramedullare proyeksi setinggi VL 1 – VL
3. Tampak lesi sklerotik pada VL 5 dan VS 1. Pada T 1 dan T 2 tampak hiperintens.
Tampak hambatan aliran liquor cerebrospinalis setinggi level VTh 2-3, VTh 3-4.
Kesimpulan :
1. Paraspinal thoracolumbal spasme
2. Massa di medulla spinalis intradural ekstramedullare proyeksi setinggi VL 1-
VL 3 menyokong subarachnoid metastatsis
3. Curiga bone metastasis pada VL 4, VL 5 dan VS 1 disertai kompresi corpus
VL 3
4. Perubahan intensitas bone narrow corpus VTh 11, VTh 12, VL 3 dan VL 4
15
5. MR Myelography : tampak hambatan aliran liquor cerebrospinalis setinggi
level VTh 2-3, VTh 3-4
IV. ASSESSMENT
Paraparesis inferior et causa tumor ekstradural
V. DAFTAR MASALAH
Problem medis:
1. Paraparesis inferior
2. Stiffness sendi-sendi anggota gerak bawah bilateral
VI. TATALAKSANA
Terapi Medikamentosa
Diet ekstra putih telur
IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
Injeksi ketorolac 30mg/12 jam
Injeksi metilprednisolon 62,5mg/24 jam
Mecobalamin 500mcg/12 jam
Ranitidin 50mg/12 jam
16
Diazepam 2x2mg p.o
Curcuma 3x1 tab p.o
Sucralfat 3xcs p.o
Rehabilitasi Medis:
1. Fisioterapi : Passive ROM exercise AGB bilateral
Active ROM exercise AGA bilateral
Stretching exercise AGB bilateral
2. Terapi wicara :-
3. Okupasi terapi :-
4. Sosiomedik : edukasi dan motivasi pembuatan kartu jaminan
kesehatan (BPJS)
5. Ortesa-protesa : Ambulasi dengan wheelchair
6. Psikologi :-
VIII. TUJUAN
A. Jangka Pendek
1. Mencegah terjadinya komplikasi yang dapat memperburuk keadaan
2. Memelihara ROM
B. Jangka Panjang
1. Meminimalkan impairment, disability dan handicap
17
2. Membantu penderita sehingga mampu lebih mandiri dalam
menjalankan activity daily living
3. Mengurangi beban perawatan pasien ke depannya, dengan pembuatan
kartu jaminan kesehatan (BPJS)
IX. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad malam
Ad sanam : dubia ad malam
Ad fungsionam : dubia ad malam
18
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. PARAPARESIS INFERIOR
Parese adalah kelemahan parsial yang ringan/tidak lengkap atau suatu kondisi
yang ditandai oleh hilangnya sebagian gerakan atau gerakan terganggu. Plegia adalah
kelemahan berat/kelumpuhan sebagai akibat kerusakan sistem saraf.
Plegia pada anggota gerak dibagi mejadi 4 macam, yaitu monoplegia adalah
paralisis/ kelemahan berat pada satu ekstremitas atas atau ekstremitas bawah,
paraplegia adalah paralisis/ kelemahan berat pada kedua ekstremitas bawah,
hemiplegia adalah paralisis/ kelemahan berat pada satu sisi tubuh yaitu satu ekstremitas
atas dan satu ekstremitas bawah pada sisi yang sama, dan tetraplegia adalah paralisis/
kelemahan berat pada keempat ekstremitas. Paraplegia inferior adalah paralisis bagian
bawah tubuh termasuk tungkai.
Paraplegi terbagi menjadi tipe spastic (UMN) dan flaksid (LMN). Paraplegi
spastik adalah kekakuan otot dan kejang otot disebabkan oleh kondisi saraf tertentu.
Paraplegi spastik disebabkan oleh spondylitis TB , spinal cord injury, genetic disorder
(hereditary spastic paraplegia), autoimmune diseases, syrinx (a spinal chord disorder)
tumor medulla spinalis, mutiple sclerosis.
Paraplegi flaksid adalah kelemahan atau kurangnya otot yang tidak memiliki
penyebab yang jelas. Otot lemas sebagian karena kurangnya aktivitas dalam otot,
gerakan sukarela yang sebagian atau seluruhnya hilang. Paraplegi flaksid termasuk
polio, lesi pada neuron motorik yang lebih rendah, Guillain Barre sydrome.
19
II. TUMOR MEDULLA SPINALIS
Tumor medula spinalis adalah tumor di daerah spinal yang dapat terjadi pada
daerah cervical pertama hingga sacral, yang dapat dibedakan atas :
A.Tumor primer : 1) jinak yang berasal dari a) tulang; osteoma dan kondroma,
b) serabut saraf disebut neurinoma (Schwannoma), c) berasal dari selaput otak disebut
Meningioma; d) jaringan otak; Glioma, Ependimoma. 2) ganas yang berasal dari a)
jaringan saraf seperti; Astrocytoma, Neuroblastoma, b) sel muda seperti Kordoma.
B. Tumor sekunder: merupakan anak sebar (metastase) dari tumor ganas di
daerah rongga dada, perut, pelvis dan tumor payudara.1
Epidemiologi
Di Indonesia. jumlah penderita tumor medula spinalis belum diketahui secara
pasti. Jumah kasus tumor medula spinalis di Amerika Serikat mencapai 15% dari total
jumlah tumor yang terjadi pada susunan saraf pusat dengan perkiraan insidensi sekitar
0,5-2,5 kasus per 100.000 penduduk per tahun. Jumlah penderita pria hampir sama
dengan wanita dengan sebaran usia antara 30 hingga 50 tahun. Diperkirakan 25%
tumor terletak di segmen servikal, 55% di segmen thorakal dan 20% terletak di segmen
lumbosakral.2,3
Tumor intradural intramedular yang tersering adalah ependymoma, astrositoma
dan hemangioblastoma. Ependimoma lebih sering didapatkan pada orang dewasa pada
usia pertengahan (30-39 tahun) dan jarang terjadi pada usia anak-anak. Insidensi
ependidoma kira-kira sama dengan astrositoma. Dua per tiga dari ependydoma muncul
pada daerah lumbosakral.6
Diperkirakan 3% dari frekuensi astrositoma pada susunan saraf pusat tumbuh
pada medula spinalis. Tumor ini dapat muncul pada semua umur, tetapi yang tersering
pada tiga dekade pertama. Astrositoma juga merupakan tumor spinal intramedular yang
tersering pada usia anak-anak, tercatat sekitar 90% dari tumor intramedular pada anak-
anak dibawah umur 10 tahun, dan sekitar 60% pada remaja. Diperkirakan 60% dari
astrositoma spinalis berlokasi di segmen servikal dan servikotorakal. Tumor ini jarang
20
ditemukan pada segmen torakal, lumbosakral atau pada conus medularis.
Hemangioblastoma merupakan tumor vaskular yang tumbuh lambat dengan prevalensi
3% sampai 13% dari semua tumor intramedular medula spinalis. Rata-rata terdapat
pada usia 36 tahun, namun pada pasien dengan von Hippel-Lindau syndrome (VHLS)
biasanya muncul pada dekade awal dan mempunyai tumor yang multipel. Rasio laki-
laki dengan perempuan 1,8 : 1.4,5
Tumor intradural ekstramedular yang tersering adalah schwanoma, dan
meningioma. Schwanoma merupakan jenis yang tersering (53,7%) dengan insidensi
laki-laki lebih sering dari pada perempuan, pada usia 40-60 tahun dan tersering pada
daerah lumbal. Meningioma merupakan tumor kedua tersering pada kelompok
intradural-ekstramedullar tumor. Meningioma menempati kira-kira 25% dari semua
tumor spinal. Sekitar 80% dari spinal meningioma terlokasi pada segmen thorakal, 25%
pada daerah servikal, 3% pada daerah lumbal, dan 2% pada foramen magnum.4,5
Klasifikasi
Berdasarkan asal dan sifat selnya, tumor pada medula spinalis dapat dibagi
menjadi tumor primer dan tumor sekunder. Tumor primer dapat bersifat jinak maupun
ganas, sementara tumor sekunder selalu bersifat ganas karena merupakan metastasis
dari proses keganasan di tempat lain seperti kanker paru-paru, payudara, kelenjar
prostat, ginjal, kelenjar tiroid atau limfoma. Tumor primer yang bersifat ganas
contohnya adalah astrositoma, neuroblastoma, dan kordoma, sedangkan yang bersifat
jinak contohnya neurinoma, glioma, dan ependimoma.1
Berdasarkan lokasinya, tumor medula spinalis dapat dibagi menjadi dua
kelompok, yaitu tumor intradural dan ekstradural, di mana tumor intradural itu sendiri
dibagi lagi menjadi tumor intramedular dan ekstramedular. Macam-macam tumor
medula spinalis berdasarkan lokasinya dapat dilihat pada Tabel 1.
21
Gambar 1. (A) Tumor intradural-intramedular, (B) Tumor intradural-ekstramedular,
dan (C) Tumor Ekstradural
Sumber: http://www.draryan.com/Portals/0/spinal%20cord%20tumors.jpg
22
Etiologi dan Patogenesis
Penyebab tumor medula spinalis primer sampai saat ini belum diketahui secara
pasti. Beberapa penyebab yang mungkin dan hingga saat ini masih dalam tahap
penelitian adalah virus, kelainan genetik, dan bahan-bahan kimia yang bersifat
karsinogenik. Adapun tumor sekunder (metastasis) disebabkan oleh sel-sel kanker
yang menyebar dari bagian tubuh lain melalui aliran darah yang kemudian menembus
dinding pembuluh darah, melekat pada jaringan medula spinalis yang normal dan
membentuk jaringan tumor baru di daerah tersebut.7
Patogenesis dari neoplasma medula spinalis belum diketahui, tetapi kebanyakan
muncul dari pertumbuhan sel normal pada lokasi tersebut. Riwayat genetik
kemungkinan besar sangat berperan dalam peningkatan insiden pada anggota keluarga
(syndromic group) misal pada neurofibromatosis. Astrositoma dan neuroependimoma
merupakan jenis yang tersering pada pasien dengan neurofibromatosis tipe 2 (NF2), di
mana pasien dengan NF2 memiliki kelainan pada kromosom 22. Spinal
hemangioblastoma dapat terjadi pada 30% pasien dengan Von Hippel-Lindou
Syndrome sebelumnya, yang merupakan abnormalitas dari kromosom 3.6
Manifestasi Klinis
Menurut Cassiere, perjalanan penyakit tumor medula spinalis terbagi dalam
tiga tahapan3, yaitu:
Ditemukannya sindrom radikuler unilateral dalam jangka waktu yang lama
Sindroma Brown Sequard
Kompresi total medula spinalis atau paralisis bilateral
Keluhan pertama dari tumor medula spinalis dapat berupa nyeri radikuler, nyeri
vertebrae, atau nyeri funikuler. Secara statistik adanya nyeri radikuler merupakan
indikasi pertama adanya space occupying lesion pada kanalis spinalis dan disebut
pseudo neuralgia pre phase. Dilaporkan 68% kasus tumor spinal sifat
23
nyerinya radikuler, laporan lain menyebutkan 60% berupa nyeri radikuler, 24% nyeri
funikuler dan 16% nyerinya tidak jelas3. Nyeri radikuler dicurigai disebabkan oleh
tumor medula spinalis bila:
Nyeri radikuler hebat dan berkepanjangan, disertai gejala traktus
piramidalis
Lokasi nyeri radikuler diluar daerah predileksi HNP
seperti C5-7, L3-4, L5 dan S1
Tumor medula spinalis yang sering menyebabkan nyeri radikuler adalah tumor
yang terletak intradural-ekstramedular, sedang tumor intramedular jarang
menyebabkan nyeri radikuler. Pada tumor ekstradural sifat nyeri radikulernya biasanya
hebat dan mengenai beberapa radiks.3
Tumor-tumor intrameduler dan intradural-ekstrameduler dapat juga diawali
dengan gejala TIK seperti : hidrosefalus, nyeri kepala, mual dan muntah, papiledema,
gangguan penglihatan, dan gangguan gaya berjalan. Tumor-tumor neurinoma dan
ependimoma mensekresi sejumlah besar protein ke dalam likuor, yang dapat
menghambat aliran likuor di dalam kompartemen subarakhnoid spinal, dan kejadian
ini dikemukakan sebagai suatu hipotesa yang menerangkan kejadian hidrosefalus
sebagai gejala klinis dari neoplasma intraspinal primer.5
Bagian tubuh yang menimbulkan gejala bervariasi tergantung letak tumor di
sepanjang medula spinalis. Pada umumnya, gejala tampak pada bagian tubuh yang
selevel dengan lokasi tumor atau di bawah lokasi tumor. Contohnya, pada tumor di
tengah medula spinalis (pada segmen thorakal) dapat menyebabkan nyeri yang
menyebar ke dada depan (girdleshape pattern) dan bertambah nyeri saat batuk, bersin,
atau membungkuk. Tumor yang tumbuh pada segmen cervical dapat menyebabkan
nyeri yang dapat dirasakan hingga ke lengan, sedangkan tumor yang tumbuh pada
segmen lumbosacral dapat memicu terjadinya nyeri punggung atau nyeri pada tungkai.7
24
Berdasarkan lokasi tumor, gejala yang muncul adalah seperti yang terihat dalam
Tabel 2 di bawah ini.
25
Servikal Menimbulkan tanda-tanda sensorik dan motorik mirip lesi radikular
yang melibatkan bahu dan lengan dan mungkin juga menyerang
tangan. Keterlibatan tangan pada lesi servikalis bagian atas (misal,
diatas C4) diduga disebabkan oleh kompresi suplai darah ke kornu
anterior melalui arteria spinalis anterior. Pada umumnya terdapat
kelemahan dan atrofi gelang bahu dan lengan. Tumor servikalis yang
lebih rendah (C5, C6, C7) dapat menyebabkan hilangnya refleks
tendon ekstremitas atas (biseps, brakioradialis, triseps). Defisit
sensorik membentang sepanjang tepi radial lengan bawah dan ibu
jari pada kompresi C6, melibatkan jari tengah dan jari telunjuk pada
lesi C7, dan lesi C7 menyebabkan hilangnya sensorik jari telunjuk
dan jari tengah.
Torakal Seringkali dengan kelemahan spastik yang timbul perlahan pada
ekstremitas bagian bawah dan kemudian mengalami parestesia.
Pasien dapat mengeluh nyeri dan perasaan terjepit dan tertekan pada
dada dan abdomen, yang mungkin dikacaukan dengan nyeri akibat
gangguan intratorakal dan intraabdominal. Pada lesi torakal bagian
bawah, refleks perut bagian bawah dan tanda Beevor (umbilikus
menonjol apabila penderita pada posisi telentang mengangkat kepala
melawan suatu tahanan) dapat menghilang.
Lumbosakral Suatu situasi diagnostik yang rumit timbul pada kasus tumor yang
melibatkan daerah lumbal dan sakral karena dekatnya letak segmen
lumbal bagian bawah, segmen sakral, dan radiks saraf desendens
dari tingkat medula spinalis yang lebih tinggi. Kompresi medula
spinalis lumbal bagian atas tidak mempengaruhi refleks perut,
namun menghilangkan refleks kremaster dan mungkin
menyebabkan kelemahan fleksi panggul dan spastisitas tungkai
bawah. Juga terjadi kehilangan refleks lutut dan refleks pergelangan
26
kaki dan tanda Babinski bilateral. Nyeri umumnya dialihkan
keselangkangan. Lesi yang melibatkan lumbal bagian bawah dan
segmen-segmen sakral bagian atas menyebabkan kelemahan dan
atrofi otot-otot perineum, betis dan kaki, serta kehilangan refleks
pergelangan kaki. Hilangnya sensasi daerah perianal dan genitalia
yang disertai gangguan kontrol usus dan kandung kemih merupakan
tanda khas lesi yang mengenai daerah sakral bagian bawah.
Kauda Menyebabkan gejala-gejala sfingter dini dan impotensi. Tnda-tanda
Ekuina khas lainnya adalah nyeri tumpul pada sakrum atau perineum, yang
kadang-kadang menjalar ke tungkai. Paralisis flaksid terjadi sesuai
dengan radiks saraf yang terkena dan terkadang asimetris.
Tumor Ekstradural
Sebagian besar merupakan tumor metastase, yang menyebabkan kompresi pada
medula spinalis dan terletak di segmen thorakalis. Nyeri radikuler dapat merupakan
gejala awal pada 30% penderita tetapi kemudian setelah beberapa hari, minggu/bulan
diikuti dengan gejala mielopati. Nyeri biasanya lebih dari 1 radiks, yang mulanya
hilang dengan istirahat, tetapi semakin lama semakin menetap/persisten, sehingga
dapat merupakan gejala utama, walaupun terdapat gejala yang berhubungan dengan
tumor primer. Nyeri pada tumor metastase ini dapat terjadi spontan, dan sering
bertambah dengan perkusi ringan pada vertebrae, nyeri demikian lebih dikenal dengan
nyeri vertebrae.
27
Yang pertama dilibatkan adalah korpus vertebra. Predileksi lokasi
metastasis tumor paru, payudara dan kolon adalah daerah toraks,
sedangkan tumor prostat, testis dan ovarium biasanya ke daerah
lumbosakral.
Gejala kompresi medula spinalis kebanyakan terjadi pada level torakal,
karena diameter kanalisnya yang kecil (kira-kira hanya 1 cm).
Gejala akibat metastasis spinal diawali dengan nyeri lokal yang tajam
dan kadang menjalar (radikuler) serta menghebat pada penekanan atau
palpasi.
Tumor Intradural-Ekstramedular3
Tumor ini tumbuh di radiks dan menyebabkan nyeri radikuler kronik progresif.
Kejadiannya ± 70% dari tumor intradural, dan jenis yang terbanyak adalah neurinoma
pada laki-laki dan meningioma pada wanita.
a. Neurinoma (Schwannoma)
Memiliki karakteristik sebagai berikut:
Berasal dari radiks dorsalis
Kejadiannya ± 30% dari tumor ekstramedular
2/3 kasus keluhan pertamanya berupa nyeri radikuler, biasanya pada satu
sisi dan dialami dalam beberapa bulan sampai tahun, sedangkan gejala
lanjut terdapat tanda traktus piramidalis
39% lokasinya disegmen thorakal
b. Meningioma
Memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
± 80% terletak di regio thorakalis dan ±60% pada wanita usia pertengahan
Pertumbuhan lambat
28
Pada ± 25% kasus terdapat nyeri radikuler, tetapi lebih sering dengan gejala
traktus piramidalis dibawah lesi, dan sifat nyeri radikuler biasanya bilateral
dengan jarak waktu timbul gejala lain lebih pendek
Tumor Intradural-Intramedular3,6
Lebih sering menyebabkan nyeri funikuler yang bersifat difus seperti rasa
terbakar dan menusuk, kadang-kadang bertambah dengan rangsangan ringan seperti
electric shock like pain (Lhermitte sign).
a. Ependimoma
Memiliki karakteristik sebagai berikut:
Rata-rata penderita berumur di atas 40 tahun
Wanita lebih dominan
Nyeri terlokalisir di tulang belakang
Nyeri meningkat saat malam hari atau saat bangun
Nyeri disestetik (nyeri terbakar)
Menunjukkan gejala kronis
Jenis miksopapilari rata-rata pada usia 21 tahun, pria lebih dominan
b. Astrositoma
Memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
Prevalensi pria sama dengan wanita
Nyeri terlokalisir pada tulang belakang
Nyeri bertambah saat malam hari
Parestesia (sensasi abnormal)
c. Hemangioblastoma
Memiliki karakter sebagai berikut:
29
Gejala muncul pertama kali saat memasuki usia 40 tahun
Penyakit herediter (misal, Von Hippel-Lindau Syndrome) tampak pada
1/3 dari jumlah pasien keseluruhan.
Penurunan sensasi kolumna posterior
Nyeri punggung terlokalisir di sekitar lesi
Diagnosis7
Selain dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik, diagnosis tumor medula spinalis
dapat ditegakkan dengan bantuan pemeriksaan penunjang seperti di bawah ini.
a. Laboratorium
Cairan spinal (CSF) dapat menunjukkan peningkatan protein dan
xantokhrom, dan kadang-kadang ditemukan sel keganasan. Dalam mengambil
dan memperoleh cairan spinal dari pasien dengan tumor medula spinalis harus
berhati-hati karena blok sebagian dapat berubah menjadi blok komplit cairan
spinal dan menyebabkan paralisis yang komplit.
b. Foto Polos Vertebrae
Foto polos seluruh tulang belakang 67-85% abnormal. Kemungkinan
ditemukan erosi pedikel (defek menyerupai “mata burung hantu” pada tulang
belakang lumbosakral AP) atau pelebaran, fraktur kompresi patologis,
scalloping badan vertebra, sklerosis, perubahan osteoblastik (mungkin terjadi
mieloma, Ca prostat, hodgkin, dan biasanya Ca payudara).
c. CT-scan
CT-scan dapat memberikan informasi mengenai lokasi tumor, bahkan
terkadang dapat memberikan informasi mengenai tipe tumor. Pemeriksaan ini
juga dapat membantu dokter mendeteksi adanya edema, perdarahan dan
keadaan lain yang berhubungan. CT-scan juga dapat membantu dokter
mengevaluasi hasil terapi dan melihat progresifitas tumor.
30
d. MRI
Pemeriksaan ini dapat membedakan jaringan sehat dan jaringan yang
mengalami kelainan secara akurat. MRI juga dapat memperlihatkan gambar
tumor yang letaknya berada di dekat tulang lebih jelas dibandingkan dengan
CT-scan.
Diagnosis Banding6
Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS)
Lumbar (Intervertebral) Disk Disorders
Mechanical Back Pain
Brown-Sequard Syndrome
Infeksi Medula Spinalis
Cauda Equina Syndrome
Penatalaksanaan10
Penatalaksanaan untuk sebagian besar tumor baik intramedular maupun
ekstramedular adalah dengan pembedahan. Tujuannya adalah untuk menghilangkan
tumor secara total dengan menyelamatkan fungsi neurologis secara maksimal.
Kebanyakan tumor intradural-ekstramedular dapat direseksi secara total dengan
gangguan neurologis yang minimal atau bahkan tidak ada post operatif. Tumor-tumor
yang mempunyai pola pertumbuhan yang cepat dan agresif secara histologis dan tidak
secara total dihilangkan melalui operasi dapat diterapi dengan terapi radiasi post
operasi.1
31
b. Penatalaksanaan berdasar evaluasi radiografik
Bila tidak ada massa epidural: rawat tumor primer (misalnya dengan
sistemik kemoterapi); terapi radiasi lokal pada lesi bertulang;
analgesik untuk nyeri.
Bila ada lesi epidural, lakukan bedah atau radiasi (biasanya 3000-4000
cGy pada 10x perawatan dengan perluasan dua level di atas dan di
bawah lesi); radiasi biasanya seefektif seperti laminektomi dengan
komplikasi yang lebih sedikit.
d. Radiasi
Terapi radiasi direkomendasikan umtuk tumor intramedular yang tidak
dapat diangkat dengan sempurna. Dosisnya antara 45 dan 54 Gy.
e. Pembedahan
Tumor biasanya diangkat dengan sedikit jaringan sekelilingnya dengan
teknik myelotomy. Aspirasi ultrasonik, laser, dan mikroskop digunakan pada
pembedahan tumor medula spinalis.
32
Indikasi pembedahan:
Tumor dan jaringan tidak dapat didiagnosis (pertimbangkan biopsi bila
lesi dapat dijangkau). Catatan: lesi seperti abses epidural dapat terjadi
pada pasien dengan riwayat tumor dan dapat disalahartikan sebagai
metastase.
Medula spinalis yang tidak stabil (unstable spinal).
Kegagalan radiasi (percobaan radiasi biasanya selama 48 jam, kecuali
signifikan atau terdapat deteriorasi yang cepat); biasanya terjadi dengan
tumor yang radioresisten seperti karsinoma sel ginjal atau melanoma.
Rekurensi (kekambuhan kembali) setelah radiasi maksimal.
Komplikasi6,8
Komplikasi yang mungkin pada tumor medula spinalis antara lain:
Paraplegia
Quadriplegia
Infeksi saluran kemih
Kerusakan jaringan lunak
Komplikasi pernapasan
Prognosis
Tumor dengan gambaran histopatologi dan klinik yang agresif mempunyai
prognosis yang buruk terhadap terapi. Pembedahan radikal mungkin dilakukan pada
33
kasus-kasus ini. Pengangkatan total dapat menyembuhkan atau setidaknya pasien dapat
terkontrol dalam waktu yang lama. Fungsi neurologis setelah pembedahan sangat
bergantung pada status pre operatif pasien. Prognosis semakin buruk seiring
meningkatnya umur (>60 tahun).8
34
DAFTAR PUSTAKA
35