Anda di halaman 1dari 34

BAB I

ILUSTRASI KASUS

1.1 IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. RPA

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat Tanggal Lahir : Bekasi, 16 Juni 1996

Agama : Islam

Suku : Sunda

Pendidikan Terakhir : SMA

Status Pernikahan : Sudah menikah

Pekerjaan : Kasir Lapangan Futsal

Alamat : Jln. Kampung Bulak

Tanggal Masuk RS : 07 Januari 2019

Tanggal Pemeriksaan : 07 Januari 2019

1.2 RIWAYAT PERAWATAN

a. Rawat Jalan : Belum pernah

b. Rawat Inap : Belum pernah

1.3 RIWAYAT PSIKIATRI

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 07 Januari 2019

Alloanamnesis dilakukan kepada tante pasien, Ny. S, yang mengantar

pasien

1
Keluhan Utama
Trauma dengan hal yang kotor

Riwayat Gangguan Sekarang


Pasien Ny. RPA, 23 tahun datang ke poli psikiatri RSUD Kab.

Bekasi dengan keluhan trauma dengan hal yang kotor. Awalnya pasien

melihat bangkai tikus ditengah rumah yang penuh dengan belatung dan

lalat. Sebelum melihat bangkai tikus, pasien memang tidak suka dengan

hal yang kotor dan menjijikan. Namun setelah melihat bangkai tikus

tersebut dan harus membersihkannya pasien sering merasa cemas bahwa

rumah dan tangan pasien itu kotor sehingga pasien tidak mau tinggal

dirumah, sulit tidur, selalu mencuci tangan selama 10-15 menit dan

berkali-kali sehingga kulitnya terkelupas dan terasa perih. Keluhan

tersebut sudah dirasakan oleh pasien selama 2 bulan SMRS. Pasien

mengatakan kalau semua alat pembersih rumah seperti pel , sapu, lap, lalu

peralatan mandi seperti sikat gigi yang sudah dipakai harus dibuang karna

pasien merasa bahwa barang tersebut sudah kotor dan tidak mau

memakainya lagi sehingga setiap harinya pasien harus membeli peralatan

mandi dan pembersih rumah yang baru. Pasien merasa cemas, merasa

tidak nyaman dan selalu kepikiran jika pasien tidak melakukan hal tersebut

sehingga membuat pasien sulit tidur,lemas dan merasa terganggu .keluhan

sedih, menyendiri, kehilangan minat beraktifitas, disangkal oleh pasien.

Pasien tidak memiliki riwayat merokok dan penggunaan zat narkotika.

2
Alloanamnesis dilakukan kepada tante pasien yaitu Ny. S
Tante pasien mengatakan bahwa pasien saat ini tinggal dirumahnya. Tante

pasien mengatakan bahwa pasien sering terlihat bulak-balik mencuci

tangan secara terus menerus dengan waktu yang lama. Tante pasien sering

mengatakan kepada pasien jangan terlalu sering mencuci tangan karna

tangan pasien sudah terlihat mengelupas. Pasien pun menjawab bahwa

tangannya terasa kotor jika pasien tidak melakukan cuci tangan berkali-

kali. Tante pasien mengatakan bahwa jika pasien memcuci piring atau

mengerjakan pekerjaan rumah selalu lama dan alat pembersih tersebut

langsung dibuang. Bahkan pasienpun suka memarahi anaknya jika

bermain kotor kotoran dan selalu memandikan anaknya dengan waktu

yang lama. Pasien sebelumnya mengatkan bahwa dia tidak mau pulang

kerumah karna selalu terpikir dengan bangkai tikus. Keluarga pun sudah

membawa psien berobat ke paranormal hingga sering melakukan

hipnoterapi namun tidak ada perubahan. Lalu tante pasien mengajak pasien

untuk berobat ke psiakter dan pasien setuju.

Riwayat Penyakit Dahulu

Tidak ada

Gangguan Psikiatrik :
Berdasarkan keterangan dari ibu pasien, pasien tidak pernah mengalami gangguan

psikiatrik.

Gangguan Medik :
a. Kelainan bawaan : Tidak ada

b. Infeksi : Tidak ada

3
c. Trauma : Tidak ada

Gangguan Zat Psikoaktif


Menurut pengakuan pasien tidak merokok, tidak minum-minuman beralkohol dan

tidak memakai obat-obatan Narkoba.

Riwayat Kehidupan Pribadi


a. Riwayat Perkembangan Prenatal dan Perinatal
Pasien lahir pada tanggal 16 Juni 1995 Masa kehamilan cukup bulan dan

persalinan secara normal. Kondisi kesehatan ibu pasien selama kehamilan

baik. Pasien lahir direncanakan. Selama hamil ibu pasien tidak merokok

ataupun zat psikoaktif.

b. Riwayat Perkembangan Masa Kanak-kanak Awal (0 – 3 tahun)


Pasien diasuh oleh neneknya karena ibu pasien bekerja. Selama masa ini,

proses perkembangan dan pertumbuhan sesuai dengan anak sebayanya.

Pasien tidak pernah mendapat sakit berat, demam tinggi, kejang ataupun

trauma kepala. Tidak ada kelainan prilaku yang menonjol. Pasien memiliki

sifat aktif dan sering bermain dengan teman sebayanya. Pasien hanya

diberikan ASI hingga usia 1 tahun. Perkembangan fisiknya cukup baik,

pola perkembangan motorik juga baik. Riwayat tumbuh kembang pasien

baik (sesuai dengan usianya).

c. Riwayat Kanak-kanak Pertengahan ( 3 – 11 tahun)


Perkembangan fisik maupun psikis pasien sesuai dengan usianya. Tidak

terdapat gangguan pola tidur pada pasien. Pasien merupakan anak yang

riang. Sejak sekolah, pasien memiliki banyak teman, tidak pernah

berkelahi / bermasalah di sekolah dan lingkungan tempat tinggal.

4
d. Riwayat Masa Pubertas dan Remaja
Hubungan sosial
Sikap pasien terhadap orang tua, saudara kandung, kerabat, dan tetangga

cukup baik. Pasien kurang dekat dengan keluarganya dan cenderung

tertutup. Pasien dapat bergaul dengan baik dengan teman – temannya.

Pasien juga cukup rajin beribadah.

Riwayat Pendidikan
SD : Pasien menyelesaikan pendidikan SD tanpa pernah tinggal

kelas

SMP : Pasien menyelesaikan pendidikan SMP tanpa pernah

tinggal kelas

SMA : Saat sekolah SMA pasien pernah mengalami tinggal kelas

dan gagal saat UN sehingga pasien mengejar ujian paket C.

Perkembangan motorik
Dalam perkembangan fisik baik dan normal, tidak ada cacat bawaan sejak lahir.

Dalam perkembangan kognitifnya tidak terlihat adanya gangguan (masih dalam

batas normal). Pasien mampu melakukan aktivitas dan kegiatan sehari-hari

dengan baik seperti makan, minum, toilet, dan kebersihan diri.

Perkembangan emosi dan fisik


Pasien dinilai memiliki emosi yang cenderung diam ketika marah, kadang bisa

mengungkapkan kadang tidak.

Riwayat psikoseksual
Pasien menikah dengan suaminya dikarenakan hamil diluar nikah sehingga

hubungan dengan keluarga pasien mulai renggang sementara waktu.

5
e. Riwayat Masa Dewasa
Pasien sebelumnya bekerja di PAUD namun sekarang bekerja sebagai kasir

lapangan futsal yang dimiliki ayahnya karena waktu yang fleksibel

Riwayat pernikahan

Pasien sudah menikah, dari pernikahan tersebut pasien memiliki 1 orang anak

laki-laki yang berusia 6 tahun.

Kehidupan Beragama
Pasien menganut agama Islam dan menjalankan sholat 5 waktu

Riwayat aktivitas sosial


Pasien bergaul baik dengan tetangga sekitar, teman. Namun jarang mengikuti

kegiatan di lingkungan kontrakannya, pasien hanya bekerja dan kemudian pulang

Riwayat Pelanggaran Hukum


Pasien tidak pernah berurusan dengan aparat penegak hukum, dan tidak pernah

terlibat dalam proses peradilan yang terkait dengan hukum.

f. Riwayat keluarga
Pasien merupakan anak ketiga dari 3 bersaudara. Kedua kakaknya

merupakan seorang laki-laki. Ayah dan Ibu pasien bercerai 2 tahun yang

lalu. Saat ini pasien memiliki ayah tiri. Pasien saat ini tinggal bersama

anak dan suaminya. Pasien saat ini bekerja sebagai kasir lapangan futsal.

Suaminya bekerja sebagai pekerja lepas sebagai calo jual mobil, motor.

6
Genogram

Keterangan:

Laki-laki

Perempuan

Penderita perempuan

Perempuan meninggal

7
g. Situasi Kehidupan Sekarang
Pasien tinggal mengontrak dengan suami dan anak laki-lakinya.

h. Persepsi Pasien Tentang Diri dan Kehidupannya


Pasien mengerti mengenai gangguannya sekarang, pasien ingin diobati

hingga kondisinya baik dan dapat beraktivitas kembali

i. Impian, Fantasi, dan Cita-Cita Pasien


Pasien ingin sehat seperti sebelumnya

1.4 STATUS MENTAL


A. Deskripsi Umum
1. Penampilan
Pasien perempuan berumur 23 tahun dengan penampilan fisik sesuai

dengan usianya. Kulit berwarna sawo matang. Pasien memiliki rambut

pendek , berwarna hitam dan lurus. Tidak terdapat luka di ekstremitas

bawah. Pada saat wawancara, pasien berpakaian rapi dan bersih. Kulit

tangan pasien terlihat mengalami iritasi pada bagian tangan.

2. Kesadaran
Kesadaran : Composmentis

3. Perilaku dan aktivitas psikomotor


Selama wawancara pasien duduk bersebrangan dengan pemeriksa, pasien

bersikap cemas dan kooperatif saat diajak wawancara serta menjawab

semua pertanyaan dokter muda dengan volume suara sedang. Selama

wawancara pasien duduk dengan tidak tenang, perhatiaan pasien mudah

teralihkan oleh sesuatu.

8
4. Sikap terhadap pemeriksa
Kooperatif cukup sopan, kontak mata banyak melihat ke arah depan dan

samping kanan dan kiri, menjawab pertanyaan dengan baik dan tidak

menjawab sesuai pertanyaan, perhatian mudah dialihkan.

5. Pembicaraan
 Volume : sedang

 Irama : teratur

 Kelancaran : artikulasi jelas

 Kecepatan : sedang

B. MOOD DAN AFEK


Mood : Cemas (saat pemeriksaan)

Afek : luas

Kesesuaian : sesuai

C. GANGGUAN PERSEPSI
1. Halusinasi

 Visual : tidak ada

 Audio : Tidak ada

 Taktil : Tidak ada

 Penciuman : Tidak ada

 Pengecapan : Tidak ada

2. Ilusi : Tidak ada

3. Depersonalisasi : Tidak ada

4. Derealisasi : Tidak ada

9
D. SENSORIUM DAN KOGNITIF (FUNGSI INTELEKTUAL)
1. Taraf pendidikan : SMA

2. Pengetahuan umum : Baik

3. Kecerdasan : Cukup baik

4. Konsentrasi : Cukup baik

5. Orientasi

 Waktu : Baik (pasien dapat menyebutkan pemeriksaan pada

siang hari)

 Tempat : Baik (pasien tahu sekarang sedang berada di

Rumah Sakit)

 Orang : Baik (pasien mengenal dirinya dan orang

sekitarnya)

6. Daya ingat :

 Jangka panjang : Baik (Pasien dapat mengingat tanggal

lahirnya, mampu mengingat pekerjaan dia menjadi kasir di

lapangan futsal)

 Jangka pendek : Baik (Pasien dapat mengingat kegiatannya

dipagi hari)

 Segera : Baik (Pasien dapat menyebutkan 3 hal

yang disebutkan oleh pemeriksa apel, jeruk, kursi).

7. Pikiran abstraktif

Baik (Pasien dapat membedakan mobil dan motor)

10
8. Visuospasial

Tidak dapat dinilai (karena pasien menganggap pasien kotor)

9. Kemampuan menolong diri

baik

E. PROSES PIKIR
1. Arus pikir

Kontinuitas : Tidak terganggu

Hendaya bahasa : Tidak ada

2. Isi pikir

Preokupasi : Tidak ada

Miskin isi pikir : Tidak ada

Waham : Tidak ada

Obsesi : Pasien memiliki pikiran untuk mencuci tangan dan

bersih-bersih

Kompulsi : Pasien melakukan cuci tangan berkali-kali, mandi

lama dan berkali-kali

F. PENGENDALIAN IMPULS
Cukup baik, selama wawancara pasien dapat berlaku tenang walaupun

sesekali pasien tampak ingin mengakhiri wawancara tetapi tidak

menunjukan gejala agresif dan tidak marah.

G. DAYA NILAI
1. Daya nilai sosial : Baik (Pasien dapat membedakan perbuatan baik

dan buruk)

11
2. Uji daya nilai : Baik (Bila berjalan menuju suatu tempat ia

memilih rute paling cepat)

3. RTA : Tidak Baik

H. TILIKAN
Derajat 3 (Pasien sadar akan penyakitnya tetapi menyalahkan faktor lain)

I. RELIABILITAS (TARIF DAPAT DIPERCAYA)


Pemeriksa memperoleh kesan bahwa jawaban pasien dapat dipercaya.

J. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA


I. RTA : terganggu

II. Mood : cemas

III. Afek : luas, sesuai

IV. Gangguan persepsi : tidak ada

V. Gangguan bentuk pikir : realistik, koheren

VI. Gangguan proses pikir : tidak ada

VII. Gangguan isi pikir : obsesif kompulsif

VIII. Tilikan : Tilikan derajat 3

K. FORMULASI DIAGNOSTIK
Berdasarkan PPDGJ-III kasus ini digolongkan kedalam :

AKSIS I : F 42 Gangguan Gangguan Obsesif-Kompulsif

Kriteria diagnostik berdasarkan DSM-IV (Diagnostic and

Statistical Manual of Mental Disorder 1994 fourth edition). Dikatakan

bahwa untuk menegakan diagnosis pasti gejala-gejala obsesif atau

12
tindakan kompulsif, atau kedua-duanya harus ada hampir setiap hari

selama sedikitnya 2 minggu berturut-turut. Hal tersebut merupakan

sumber penderitaan (distres) atau mengganggu aktifitas penderita.

Gejala – gejala obsesif harus memenuhi kriteria berikut :

1. Harus disadari sebagai pikiran atau impuls diri sendiri

2. Sedikitnya ada satu pikiran atau tindakan yang tidak berhasil

dilawan, meskipun ada lainnya yang tidak lagi dilawan oleh

penderita.

3. Pikiran untuk melakukan tindakan tersebut diatas bukan

merupakan hal yang memberi kepuasan atau kesenangan

(sekedar perasaan lega dari ketegangan atau cemas, tidak

dianggap sebagai kesenangan seperti dimaksud diatas)

4. Gagasan, bayangan pikiran, atau impuls tersebut harus

merupakan pengulangan yang tidak menyenangkan

(unpleasantly repetitive)

- Ada kaitan erat antara gejala obsesif, terutama pikiran obsesif dengan

depresi. Penderita gangguan obsesif kompulsif seringkali juga menunjukan

gejala depresi dan sebaliknya penderita gangguan depresi berulang (F33)

dapat menunjukan pikiran-pikiran obsesif selama masa depresinya.

- Diagnosis gangguan obsesif kompulsif ditegakan hanya bila tidak ada

gangguan depresif pada saat gejala obsesif kompulsif tersebut timbul. Bila

dari keduanya tidak ada gejala yang menonjol maka lebih baik

menganggap depresi sebagai diagnosis yang primer.

13
Aksis II : Gangguan Kepribadian dan Retardasi Mental
- Z 03.2 Tidak ada diagnosis aksis II

Aksis III : Kondisi Medis Umum

L24 Dermatitis kontak iritan

Aksis IV : Problem Psikososial dan Lingkungan


Trauma dengan hal yang kotor dan menjijikan

Aksis V : Penilaian Fungsi Secara Global

Penilaian kemampuan penyesuaian menggunakan skala Global Assement Of

Functioning (GAF) menurut PPDGJ III didapatkan GAF saat pemeriksaan

berada pada range 60-51 yaitu gejala (sedang) moderat, disabilitas ringan.

Evaluasi multiaksial
Aksis I : F 42 Gangguan Obsesif Kompulsif

Aksis II : Z 03.2 Tidak ada diagnosis aksis II

Aksis III : L24 Dermatitis Kontak Iritasi

Aksis IV : Masalah Psikososial & Lingkungan

Aksis V : GAF 60 – 51 : Gejala sedang (moderate), disabilitas ringan

1.5 DIAGNOSIS
Diagnosis kerja : F42 Gangguan Obsesif Kompulsif

1.6 PROGNOSIS
Ad Vitam : ad bonam

Ad Sanationam : dubia ad bonam

Ad Fungsionam : dubia ad bonam

14
1.7 TERAPI
a. Psikofarmaka

 Elizac 20mg 1-0-0

 Hexymer 0,5mg

 Clobazam 5mg

Mf pulv dtd in caps no. xv

b. Psikoterapi
Mengingatkan pasien dan keluarga tentang pentingnya minum obat sesuai aturan

dan datang kontrol ke poli psikiatri serta menjelaskan kepada keluarga pasien

bahwa dukungan keluarga akan membantu keadaan pasien.

1.8 FOLLOW UP
14/01/19

S/ perasaan jijik masih ada, cuci tangan terus menerus (+), cemas kalau tidak

melakukannya,tangan gemetar

O/ kes : cm

Afek cemas sesuai dengan mood

Tangan iritasi (+)

A/ OCD

P/ elizac 25mg 1-0-0

Hexymer 1mg

Clobazam 5mg

15
Vit B-complex

28/01/19

S/ Perasaan jijik (+), cuci tangan sudah mulai berkurang,bisa menahan, cemas

berkurang sedikit, tgemetar (-)

O/ kes : cm

Afek cemas sesuai dengan mood

A/ OCD

P/ elizac 25mg 1-0-0

Hexymer 1mg

Clobazam 5mg

13/02/19

S/ sudah mau pulang kerumah, cuci tangan (+) cemas berkurang, bisa memakai

barang yg sudah dipakai

O/ kes Cm

Afek tenang sesuai dengan mood

A/OCD

P/ elizac 25mg 1-0-0

Hexymer 1mg

Clobazam 5mg

16
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Obsesi adalah pikiran, ide, impuls atau bayangan pikiran yang timbul

berulang-ulang dalam bentuk yang sama (menetap). Umumnya hal tersebut

dirasakan mengganggu (karena umumnya berupa hal-hal yang bersifat

kekerasan, menjijikkan atau merupakan hal sepele yang tidak berarti) dan

merupakan produk dari pikiran individu itu sendiri. Kompulsi adalah

perilaku stereotipik yang diulang berkali-kali untuk menetralkan, mencegah

atau mengurangi ansietas, biasanya dilakukan sebagai respons terhadap

pikiran obsesif.

Gangguan obsesif-kompulsif ditandai dengan adanya pikiran obsesi

atau tindakan kompulsif berulang yang menyebabkan penderitaan,

menghabiskan waktu dan menyebabkan ketidakberdayaan.2,3

2.2 Etiologi

Etiologi dari gangguan obsesif-kompulsif pada anak-anak terdiri dari

beberapa faktor yang saling berhubungan satu sama lain, yaitu :

1. Faktor genetik
Pada penelitian terhadap keluarga-keluarga, didapatkan

peningkatan risiko terjadinya gangguan obsesif-kompulsif empat kali

lipat pada keluarga turunan pertama.1

2. Neurokimia

17
Beberapa sistem neurotransmiter seperti sistem serotonin dan

dopamin, diperkirakan memiliki keterlibatan dalam terjadinya gangguan

obsesif-kompulsif. Hilangnya gejala gangguan obsesif-kompulsif

dengan pemberian serotonin reuptake inhibitors (SSRIs) dan perubahan

sensitivitas dengan pemberian 5-hydroxytryptamine (5-HT) agonist

mendukung keterlibatan sistem serotonin. Sistem dopamin juga

diperkirakan memiliki keterlibatan karena seringnya komorbiditas

gangguan obsesif-kompulsif dengan gangguan tic pada anak-anak.1,2

3. Neurostruktural
Analisis volumetrik dengan Magnetic Resonance Imaging (MRI)

dan Computed Tomography (CT scan) menunjukkan segmen basal

ganglia yang lebih kecil pada anak-anak dengan gangguan obsesif-

kompulsif. Ditemukan juga volume talamus yang membesar. Pada suatu

studi juga ditemukan adanya hipermetabolisme dari jaringan frontal

kortikal-striatal-talamo-kortikal pada individu dengan gangguan obsesif-

kompulsif yang belum diterapi. Menariknya, studi imaging sebelum dan

sesudah terapi menggambarkan adanya pengurangan laju metabolisme

pada orbit frontalis dan kaudatus baik pada orang dewasa. Pemeriksaan

dengan Positron Emission Topography (PET) menunjukkan peningkatan

aktivitas metabolisme dan aliran darah pada lobus frontalis, ganglia

basalis, dan singulum pada pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif.

Terapi farmakologis dan perilaku telah dilaporkan dapat memperbaiki

kelainan tersebut.1,2,4,5

18
Gambar 1. Tampak perbedaan aliran darah di otak pada orang normal
dibandingkan orang dengan gangguan obsesif kompulsif.

4. Neuroimunologi
Sindrom gangguan obsesif-kompulsif dapat timbul setelah infeksi

grup A β-hemolitik streptokokus yang melibatkan aktivasi sistem imun

yang menyebabkan inflamasi ganglia basal dan gangguan fungsi

kortikal-striatal-talamo-kortikal. Disfungsi ganglia basal dapat

menyebabkan gerakan choreiform, tic, obsesi, kompulsi dan

hiperaktivitas. 1,2,5

2.3 Diagnosis dan gejala klinis

Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di

Indonesia III (PPDGJ III) gangguan obsesif-kompulsif (F42.-) termasuk ke

dalam gangguan neurotik, gangguan somatoform dan gangguan terkait

stress (F40-F48), dengan pedoman diagnostik sebagai berikut:

19
 Untuk menegakkan diagnosis pasti, gejala-gejala obsesif atau

tindakan kompulsif, atau kedua-duanya, harus ada hampir setiap

hari selama sedikitnya dua minggu berturut-turut.

 Hal tersebut merupakan sumber penderitaan (distress) atau

mengganggu aktivitas penderita.

 Gejala-gejala obsesif harus mencakup hal-hal berikut:

a. Harus disadari sebagai pikiran atau impuls diri sendiri;

b. Sedikitnya ada satu pikiran atau tindakan yang tidak berhasil

dilawan, meskipun ada lainnya yang tidak lagi dilawan oleh

penderita;

c. Pikiran untuk melakukan tindakan tersebut diatas bukan

merupakan hal yang memberi kepuasan atau kesenangan

(sekedar perasaan lega dari ketegangan atau ansietas, tidak

dianggap sebagai kesenangan seperti dimaksud di atas);

d. Gagasan, bayangan pikiran, atau impuls tersebut harus

merupakan pengulangan yang tidak menyenangkan

(unpleasantly repetitive).3,6

Anak-anak dan remaja dengan obsesi atau kompulsi sering dibawa

berobat karena banyaknya waktu yang mereka habiskan demi pikiran

mengganggu dan ritual berulang.

Obsesi yang paling sering dilaporkan pada adalah ketakutan akan

kontaminasi, terpapar sesuatu yang kotor, terpapar kuman, ataupun terpapar

penyakit; ketakutan akan hal yang membahayakan, diri sendiri, anggota

20
keluarga, maupun orang lain karena kehilangan kontrol terhadap impuls

agresif. Sering pula dilaporkan pikiran obsesif terhadap kesimetrisan atau

keakuratan, menyimpan benda berharga dan kepedulian religius serta moral

yang berlebihan. Ritual kompulsif yang sering ditunjukkan anak-anak adalah

membersihkan, mengecek, menghitung, perilaku berulang atau menyusun

benda-benda. Gejala penyerta yang mendukung ke arah gangguan obsesif-

kompulsif meliputi penolakan, tidak dapat memutuskan, ragu-ragu, dan

lambat dalam menyelesaikan suatu pekerjaan.1,2

Gambar 2. Gejala gangguan obsesif-kompulsif.2

Menurut DSM-IV-TR, diagnosis gangguan obsesif-kompulsif pada

anak-anak sama seperti pada orang dewasa, dengan modifikasi pada anak-

anak tidak diperlukan utuk mengenali bahwa obsesi atau kompulsi-nya

berlebihan atau irasional.

21
Gambar 3. Komorbiditas pada gangguan obsesif-kompulsif. 2

Gangguan obsesif kompulsif sering ditemukan komorbid terutama

dengan gangguan ansietas, gangguan perasaan, serta gangguan attention

deficit/hyperactivity disorder [ADHD]. Terdapat tingkat komorbiditas tinggi

antara gangguan obsesif-kompulsif dengan attention deficit/hyperactivity

disorder [ADHD] dan gangguan tic; termasuk sindrom Tourette. 1,2

22
A.Either obsessions or compulsions:

Obsessions as defined by (1),(2),(3), and (4):

(1) Recurrent and persistent thoughts, impulses, or images that are experienced at some time during the
disturbance, as intrusive and inappropriate and that cause marked anxiety or distress
(2) The thoughts, impulses, or images are not simply excessive worries about real-life problems
(3) The person attempts to ignore or suppress such thoughts, impulses, or images, or to neutralize them with some other
thought or action
(4) The person recognizes that the obsessional thoughts, impulses, or images are a product of his or her own mind not
imposed from without as in thought insertion

Compulsions as defined by (1) and (2):

(1) Repetitive behaviors (e.g. hand washing, ordering, checking) or mental acts (e.g. praying, counting, repeating words
silently) that the person feels driven to perform in response to an obsession or according to rules that must be applied
rigidly
(2) The behaviors or mental acts are aimed at preventing or reducing distress or presenting some dreaded event or situation;
however, these behaviors or mental acts either are not connected in a realistic way with what they are designed to
neutralize or prevent or are clearly excessive
B. At some point during the course of the disorder, the person has recognized that the obsessions or compulsions are excessive or
unreasonable. Note: This does not apply to children.
C. The obsessions or compulsions cause marked distress, are time consuming (take more than 1 hour a day), or significantly
interfere with the person’s normal routine, occupational (or academic) functioning, or usual activities or relationship.
D. If another Axis I disorder is present, the content of the obsessions or compulsions is not restricted to it (e.g., preoccupation with
food in the presence of an eating disorder; hair pulling in the presence of tricothillomania; concern with appearance in the
presence of body dysmorphic disorder; preoccupation with drugs in the presence of a substance disorder; preoccupation with
having a serious illness in the presence of hypochondriasis; preoccupation with sexual urges or fantasies in the presence of a
paraphilia; or guilty ruminations in the presence of major depressive disorders.
E. The disturbances is not due to the direct physiological effects of a substance (e.g., a drug of abuse, a medication) or a general
medical condition.
Specify if:
With poor insight: if, for most of the time during the current episode, the person does not recognize that the obsessions and
compulsions are excessive or unreasonable

23
2.4 Tatalaksana

Menurut American Academy of Child and Adolescent Psychiatry, CBT

atau CBT dikombinasikan dengan farmakoterapi (SSRI) merupakan terapi lini

pertama untuk anak dengan gangguan obsesif-kompulsif. Baik terapi farmakologi

maupun Cognitive Behavioral Therapy (CBT) dapat mengurangi tingkat ansietas

pada anak dengan gangguan ansietas; kombinasi kedua terapi tersebut

memberikan respons yang lebih superior.2,6

Cognitive Behavioral Therapy (CBT)

Respons terhadap CBT dalam berbagai studi cukuplah tinggi (57-90%). Tidak

seperti farmakoterapi dimana sering terjadi relaps ketika obat dihentikan, hasil

dari CBT dapat dipertahankan setelah terapi selesai.

Protokol CBT pada anak-anak didasarkan pada terapi untuk orang dewasa dengan

gangguan obsesif-kompulsif yaitu exposure (menempatkan pasien pada situasi

yang membangkitkan ansietas yang berhubungan dengan obsesinya); response

prevention (mencegah timbulnya ritual atau perilaku kompulsif yang ditujukan

untuk mengurangi atau menghinda ri ansietas); cognitive therapy (melatih pasien

untuk mengenali dan mengubah hal yang menyebabkan ansietas).

Langkah pertama dalam terapi adalah psikoedukasi mengenai gangguan obsesif-

kompulsif dan exposure and response prevention (E/RP). Penting bagi anak dan

orang tua untuk memahami alasan dari exposure dan response prevention.

Berikutnya, disusunlah suatu “fear hierarchy”, pasien dipaparkan terhadap situasi

yang paling tidak ditakuti terlebih dahulu dan diberi instruksi untuk tidak

melakukan tindakan kompulsifnya. Dengan paparan berulang, ketakutan tersebut

24
akan menghilang akibat habituasi autonomik dan ketika akibat yang ditakuti oleh

pasien apabila tidak melakukan tindakan kompulsifnya tidak muncul, hal tersebut

akan menghilangkan ekspektasi pasien terhadap bahaya dan semakin menurunkan

ansietas.

Untuk menguasai E/RP sehingga dapat menghilangkan gejala gangguan obsesif-

kompulsif, dibutuhkan banyak latihan sendiri di luar sesi terapi. Oleh karena itu

paartisipasi orang tua dan keluarga sangatlah penting, terutama untuk anak-anak

yang lebih kecil karena banyak anak-anak yang tidak mau melaksanakan “PR”

yang diberikan (entah karena ansietas, kurang motivasi maupun distraksi). 2,6,7

Farmakoterapi

Gambar 5. Obat dan dosis untuk gangguan obsesif-kompulsif


mononterapi

Gambar 6. Obat dan dosis untuk gangguan obsesif-kompulsif kombinasi


dengan obat anti psikosis

25
Malfungsi sistem neurotransmiter serotonin diduga merupakan dasar dari

gangguan obsesif-kompulsif. Penderita gangguan obsesif-kompulsif dipercaya

memiliki kadar serotonin di sinaps yang lebih rendah dibanding orang normal.

Oleh karena itu agen serotoninergik (clomipramine, citalopram, fluoxetine,

sertraline, paroxetine, fluvoxamine) telah digunakan dalam penanganan

gangguan-obsesif-kompulsif.

Dulu clomipramine (antidepresan trisiklik) merupakan obat yang paling sering

digunakan dalam terapi gangguan obsesif-kompulsif. Namun efek samping yang

ditimbulkan (risiko kardiovaskular terhadap hipotensi, aritmia dan risiko kejang)

menyebabkan obat ini hanya digunakan apabila pasien tidak dapat mentoleransi

penggunaan SSRIs.

Karena efek sampingnya yang lebih ringan, saat ini Selective Serotonine Reuptake

Inhibitors (SSRIs) digunakan sebagai lini pertama. US Federal Drug

Administration (FDA) menyetujui penggunaan sertraline, fluoxetine dan

fluvoxamine (SSRIs) untuk gangguan obsesfi-kompulsif. Efek samping SSRIs

dapat berupa mual, eksaserbasi ansietas, insomnia, nyeri kepala dan asthenia. Efek

samping tersebut dapat dibatasi dengan pemberian slow-dose titration, misalnya

untuk fluoxetine dimulai dengan dosis 20 mg dan ditingkatkan perlahan selama

beberapa minggu hingga mencapai dosis standar 40-60 mg. Respon klinis

biasanya baru muncul dalam 8-12 minggu pengobatan. Sebaiknya pemberian obat

diteruskan hingga 1 tahun setelah perbaikan klinis dicapai, kemudian dosis

diturunkan perlahan.

26
Apabila pasien tidak merespon dengan baik terhadap pengobatan SSRIs, dapat

dilakukan strategi augmentasi. Penambahan agen dopaminergik (risperidone,

haloperidol, olanzapine) dapat meningkatkan respons terapi. Penambahan agen

SSRIs lain atau diganti dengan agen SSRIs lain dapat dilakukan, karena banyak

pasien dengan respon tidak adekuat terhadap satu agen SSRIs dapat memberi

respon yang lebih baik terhadap agen SSRIs lain.2,7

2.5 Prognosis

Gangguan obsesif-kompulsif dengan onset pada masa kanak-kanak

merupakan keadaan kronis, dengan gejala yang berfluktuasi sepanjang waktu.

Studi menunjukkan 50% anak dengan gangguan obsesif-kompulsif mengalami

remisi dengan gejala sisa yang minimal. Pada studi terhadap penggunaan

sertraline, 50% mengalami remisi total dan 25% mengalami remisi sebagian.

Prediktor untuk hasil terbaik adalah tidak adanya gangguan komorbid termasuk

gangguan tic dan ADHD. Sebagian besar kasus akan menunjukkan perbaikan

dengan terapi yang sesuai dengan kondisi anak tersebut.2,7

27
BAB III

PEMBAHASAN KASUS

3.1 Anamnesis

- Setelah melihat bangkai tikus tersebut dan harus membersihkannya

pasien sering merasa cemas bahwa rumah dan tangan pasien itu kotor

sehingga pasien tidak mau tinggal dirumah, sulit tidur, selalu

mencuci tangan selama 10-15 menit dan berkali-kali sehingga

kulitnya terkelupas dan terasa perih.

- Keluhan tersebut sudah dirasakan oleh pasien selama 2 bulan SMRS.

- Pasien merasa cemas, merasa tidak nyaman dan selalu kepikiran

jika pasien tidak melakukan hal tersebut sehingga membuat pasien

sulit tidur,lemas dan merasa terganggu

3.2 Pemeriksaan Status Mental

I. RTA : terganggu

II. Mood : cemas

III. Afek : luas, sesuai

IV. Gangguan persepsi : tidak ada

V. Gangguan bentuk pikir : realistik, koheren

VI. Gangguan proses pikir : tidak ada

VII. Gangguan isi pikir : obsesif kompulsif

VIII. Tilikan : Tilikan derajat 3

28
Berdasarkan status mental pasien kondisi pasien mengarah ke obsesif

kompulsif, hal tersebut ditunjukan dengan adanya satu pikiran atau

tindakan yang tidak berhasil dilawan,sehingga membuat pasien merasa

terganggu.

3.3 Diagnosis

Aksis I : F 42 Gangguan Obsesif Kompulsif

Aksis II : Z 03.2 Tidak ada diagnosis aksis II

Aksis III : L24 Dermatitis Kontak Iritasi

Aksis IV : Masalah Psikososial & Lingkungan

Aksis V : GAF 60 – 51 : Gejala sedang (moderate), disabilitas ringan

3.4 Penatalaksanaan

Pada pasien dilakukan penatalaksanaan psikoterapi dan farmakoterapi.

Psikoterapi

Bertujuan untuk melindungi pasien dari usaha bunuh diri dan kepatuhan

meminum obat, serta membantu untuk mencari jalan keluar dari stressor yang

didapat.

Farmakoterapi

 Elizac 20mg 1-0-0

 Hexymer 0,5mg

 Clobazam 5mg

Mf pulv dtd in caps no. xv

29
• Risperidone (atipikal antipsikotik)

-> diberikan karena pasien mengalami gangguan psikotik berupa halusinasi dan

waham. Atipikal antipsikotik selain memblokade reseptor dopamin, ia juga

memblokade reseptor serotonin 5HT2. Serotonin berfungsi meregulasi mood

appetite and sleep.

• Hexymer (Trihexyphenidyl)

-> M1 muscarinic acetylcholine receptor antagonist. Trihexyphenidyl

memblokade aktivitas kolinergik di sistem saraf pusat. Meningkatkan availibilitas

dopamin. Dapat mengontrol reaksi ekstrapiramidal sebagai reaksi dari

penggunaan anti psikotik.

• Elizac (Fluoxetine)

-> Menghambat re-uptake serotonin (5-hydroxytryptamine; 5-HT) pada celah

sinap pada SSP, jumlah serotonin meningkat

 Clobazam

3.5 Prognosis

Quo ad vitam : ad bonam

Quo ad functionam : dubia ad bonam

Quo ad sanationam : dubia ad bonam

30
BAB IV

DISKUSI

1. Dr. Ferdila

Pada pasien sempat terdapat kerenggangan bersama keluarga yang

membuat jauh dari keluarga, apakah itu merupakan terdapatnya

gejala dari depresi?

Jawaban :

Pada pasien tidak terdapat tanda depresi, karena pada anamnesis pasien

mengatakan renggang hubungan bersama keluarga dikarenakan ada

masalah, namun tidak ada gejala menarik diri dari lingkungan, tidak

bersemangat beraktifitas ataupun menyendiri mengurung diri. Dirumah

pasien masih aktif melakukan pekerjaan ruamah,masih ingin bekerja.

Namun saja bersama ibu kandungnya pasien tidak ingin bertemu.

2. Dr. Sonya alexandra

Obsesif kompulsif disoerder sering kali terjadi bersamaan dengan

depresi, bagaimana prognosis pasien jika mengalami obsesif

kompulsif disorder disertai dengan depresi ?

Jawaban :

Ketika pasien mengalami obsesif kompulsif disorder disertai dengan

depresi, biasanya prognosis nya lebih buruk di bandingkan dengan tidak

disertai dengan depresi. Karena pengobatannya pun akan membutuhkan

waktu yang lama.

31
BAB V

KESIMPULAN

Gangguan obsesif-kompulsif adalah kondisi neuropsikiatrik yang ditandai

dengan pikiran mengganggu yang berulang-ulang (obsesi) dan tindakan atau ritual

berulang (kompulsi) yang dilakukan untuk mengurangi ansietas sebagai respon

terhadap obsesinya. Angka kejadian gangguan obsesif-kompulsif pada anak-anak

sudah mulai meningkat pada beberapa tahun terakhir ini. Gejala gangguan

obsesif-kompulsif pada dewasa tidak menyadari bahwa pikiran atau perilaku yang

mereka tunjukkan tidak memiliki alasan yang jelas. Gangguan ini disebabkan oleh

berbagai macam faktor yang saling mempengaruhi satu sama lain, yaitu faktor

genetik, neuroimunologi, neurokimia dan neurostruktural.

Remaja dan dewasa muda dengan obsesi atau kompulsi sering dibawa

berobat karena banyaknya waktu yang mereka habiskan demi pikiran

mengganggu dan ritual berulang. Penatalaksanaan yang paling tepat untuk dewasa

muda dengan gangguan obsesif-kompulsif adalah kombinasi Cognitive

Behavioral Therapy dengan terapi farmakologis, yaitu dengan penggunaan obat

golongan Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI). Terapi farmakologis

yang sering digunakan adalah sertraline, sedangkan Cognitive and Behavioral

Therapy (CBT) cukup signifikan digunakan untuk membantu pasien dalam

menjaga keberhasilan terapi farmakologis dalam efeknya mengurangi

kemungkinan terjadinya kekambuhan.

32
33
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA

1. Elvira, Sylvia D dan Gitayanti Hadisukanto ed. 2010. Buku Ajar Psikiatri.

Jakarta: Badan Penerbit FKUI

2. Sadock, B.J., Sadock, V.A., et al. 2007. Kaplan & Sadock's Synopsis of

Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry, 10th Edition. New York:

Lippincott Williams & Wilkins.

3. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III, editor Dr, Rusdi

Maslim. Jakarta 2013.

4. Matthew E. Hirschtritt, MD,., et al. 2017. Obsessive-Compulsive Disorder

Advances in Diagnosis and Treatment. American Medical Association.

Volume 317, Number 13

5. Y.C. Janardhan Reddy. 2017. Clinical practice guidelines for Obsessive-

Compulsive Disorder. Indian Journal of Psychiatry. Wolters Kluwer.

34

Anda mungkin juga menyukai