Anda di halaman 1dari 16

MILD NEUROCOGNITIVE DISORDER

Disusun Oleh:

Stacey Nathasia

01073170055

Pembimbing:

dr. Waskita Roan, SpKJ

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN JIWA


UNIVERSITAS PELITA HARAPAN – SANATORIUM DHARMAWANGSA
JAKARTA SELATAN
AGUSTUS-SEPTEMBER 2019
DAFTAR ISI

BAB I: Pendahuluan .................................................................................................................. 1


BAB II: Tinjauan Pustaka .......................................................................................................... 2
2.1 Definisi ...................................................................................................................... 2
2.2 Epidemiologi ............................................................................................................. 2
2.3 Etiologi ...................................................................................................................... 3
2.4 Manifestasi Klinis...................................................................................................... 8
2.5 Pemeriksaan Penunjang ............................................................................................. 9
2.6 Kriteria Diagnosis.................................................................................................... 12
2.7 Tatalaksana .............................................................................................................. 12
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 13
BAB I
PENDAHULUAN

The American Psychiatric Association telah menerbitkan edisi kelima Diagnostic and
Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-5). Kategori DSM-IV "Dementia, Delirium,
Amnestic, dan Gangguan Kognitif Lainnya" telah mengalami revisi dan mengganti nama
kategori ini sebagai "Neurocognitive Disorders" (NCD), yang sekarang mencakup tiga bagian:
delirium, major neurocognitive disorder, dan mild neurocognitive disorder. DSM-IV
mendefinisikan mild neurocognitive disorder berdasarkan kriteria tunggal, sedangkan DSM-5
mendefinisikan mild neurocognitive disorder dengan menggunakan beberapa kriteria kognitif
dan kriteria terkait.
Perbedaan utama antara NCD ringan dan kriteria Key International Symposium dari
mild cognitive impairment (MCI) adalah bahwa pekerjaan penelitian yang mengarah pada
pembentukan MCI terutama melibatkan peserta studi lanjut usia (meskipun usia bukan bagian
dari definisi MCI), sedangkan mild neurocognitive disorder termasuk kelainan kognitif yang
didapat dari semua kelompok umur. DSM-5 pada dasarnya membahas epidemiologi dan
penanda diagnostik mild neurocognitive disorder dengan menggambarkan kesamaan antara
MCI dan mild neurocognitive disorder. Definisi DSM-5 NCD ringan berlabuh pada empat
kriteria dan dua penspesifikasi. Keempat kriteria merujuk pada perubahan kognitif, aktivitas
fungsional, dan pengecualian dari delirium dan gangguan mental lainnya.1,2

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Mild neurocognitive disorder (mild NCD) atau kelainan neurokognitif ringan dapat
dijelaskan sebagai keadaan dimana seseorang mengalami penurunan fungsi kognitif
dibandingkan sebelumnya dan membuat pasien perlu melakukan hal tertentu untuk
mengkompensasi untuk melaksanakan kegiatan sehari-hari, lebih dari batas yang
dianggap normal pada proses penuaan. Kelainan ini bisa berprogesi menjadi demensia,
akan tetapi mungkin juga tidak.3
Sebelum ini, kelainan ini juga bisa dikenal sebagai mild cognitive impairment
(MCI). Akan tetapi ada perbedaan dari kedua hal tersebut yaitu penelitian-penelitian yang
membentuk MCI dengan partisipan yang kebanyakan lansia, sedangkan pada mild NCD
mencakup kelainan kognitif untuk semua umur. Walaupun adanya perbedaan tersebut,
mild NCD versi DSM-5 menyerupai kriteria internasional untuk MCI.1

2.2 Epidemiologi
Berdasarkan berbagai penelitian, prevalensi dari mild NCD, yang serupa dengan MCI,
bervariasi berdasarkan umur dan etiologi dengan angka 3-22%.4,5 Insidensi dari mild
NCD sendiri ialah 1-6%.6
Sebuah penelitian yang dilakukan di Jerman dengan rentang umur 40-79 tahun
mild NCD, menemukan bahwa prevalensi total dari mild NCD adalah 20.3%. Prevalensi
antar jenis kelamin serupa, akan tetapi lebih tinggi secara signifikan pada umur yang lebih
tua. Pada partisipan dengan mild NCD ditemukan bahwa kelainan yang paling sering
ditemukan ialah pembelajaran dan memori. Gejala yang paling jarang ditemukan adalah
gangguan kognisi sosial.7

2
2.3 Etiologi
2.3.1 Penyakit Alzheimer

Gambar 1. Kelainan pada Penyakit Alzheimer


Penyakit Alzheimer adalah penyakit neurogeneratif yang paling sering ditemukan,
dikarakteristikkan oleh, kehilangan sinaps dan neuron secara progresif, akumulasi
plak amyloid, neurofibrillary tangles, dan defisit kolinergik yang prominen.
Umumnya Alzheimer terdiagnosa saat pasien berumur 80-90 tahun, akan tetapi tipe
dengan early onset dapat terdiagnosa pada umur 50 tahun. Angka survival setelah
onset dari demensia ialah 10 tahun, akan tetapi tetap dipengaruhi oleh umur saat
onset, beratnya gangguan kognitif, adanya penyakit komorbid, dan faktor-faktor
lainnya.8
Dalam DSM-5, Alzheimer merupakan etiologi dari major dan mild
neurocognitive disorder. Untuk mendiagnosa mild NCD pada Alzheimer, perlu
adanya bukti bahwa adanya penurunan kemampuan di bagian memori dan bisa juga
ada gangguan lain pada domain lainnya. Penurunan kemampuan kognitif biasanya
memiliki onset yang tidak jelas dengan progresi yang perlahan. Umumnya
gangguan memori dan fungsi eksekutif terjadi di awal, sedangkan gangguan
persepsi visual, motorik, bahasa, dan kognisi sosial terjadi nanti. Depresi dan apati
pun dapat terjadi. Pada tahap pertengahan dan lebih lanjut, gejala psikotik,

3
iritabilitas, agitasi, dan wandering, sedangkan lebih lanjut lagi dapat ditemukan
gangguan gait, disfagia, inkontinensia, mioklonus, dan kejang.
2.3.2 Frontotemporal Dementia (FTD)

Gambar 2. Perbandingan MRI Pasien Normal dengan FTD


Penyakit ini dikarakteristikkan oleh atrofi regio frontotemporal, gangguan perilaku,
dan sikap. FTD berupa penyakit genetik autosomal dominan yang diturunkan pada
30-50% kasus. Kebanyakan kasus FTD melibatkan mutasi gen yang membentuk
protein tau atau progranulin (yang berfungsi dalam repair nervus). Penyakit ini
sering kali sulit dibedakan dengan penyakit Alzheimer.9 Pada umumnya, onset dari
FTD adalah pada umur 60 walaupun 20-25% individu mempunyai onset diatas
umur 65 tahun. Penelitian menemukan bahwa angka survival FTD adalah 6-11
tahun setelah onset dan 3-4 tahun setelah diagnosis.10
2.3.3 Penyakit Lewy body

Gambar 3. Histopatologi Penyakit Lewy Body


Penyakit Lewy Body merupakan demensia neurogeneratif yang sering terjadi.
Penyebabnya terutama dikarakteristikkan oleh misfolding alfa-sinuklein dan

4
agregasi Lewy bodies yang patognomonik, yang bisa ditemukan juga penyakit
Parkinson. Onset dari gejala umumnya terjadi pada umur 60-90 tahun dan angka
keselamatan rata-rata adalah 5-7 tahun. Dengan onset yang tidak jelas dan progresi
bertahap, defisit kognitif yang paling menonjol dalam domain perhatian,
visuospatial dan fungsi eksekutif.
Karakteristik lainnya termasuk kognisi yang berfluktuasi, halusinasi
visual berulang, dan parkinsonisme. Perbedaan utama antara penyakit Lewy body
dan penyakit Parkinson didasarkan pada karakteristik temporal dari gangguan
kognitif dan gangguan pergerakan. Pada penyakit Lewy body, gangguan kognitif
mendahului timbulnya parkinsonisme, sedangkan pada yang terakhir, gangguan
kognitif terjadi pada penyakit Parkinson yang sudah ada.11
2.3.4 Demensia Vaskular

Gambar 4. Multi-Infark pada Demensia Vaskular


Demensia vaskular disebut sebagai demensia arteriosklerotik, demensia multi-
infark, dan gangguan kognitif vaskuler. Hal ini adalah penyebab demensia kedua
yang paling sering dan sering muncul bersamaan dengan Alzheimer (“demensia
campuran”). Demensia vaskular dapat terjadi akibat gangguan pembuluh darah
besar dan kecil, dengan lokasi lesi lebih berpengaruh daripada volum kerusakan.12
Dengan variabilitas lesi dan lokasi, gejala yang muncul dan perjalanan waktu sering
kali bervariasi. Progresi dari gangguan neurokognitif dapat terjadi secara bertahap,
menunjukkan pola yang gradual, ataupun dapat berfluktuasi maupun cepat dalam
perjalanannya.

5
Untuk mendiagnosis gangguan neurokognitif vaskular, harus ada
riwayat stroke yang jelas atau transient ischemic attack yang terkait dengan
penurunan kognitif, atau defisit neurologis yang konsisten dengan gejala sisa stroke
sebelumnya. Penurunan kognitif biasanya terlihat dalam domain perhatian
kompleks dan fungsi eksekutif. Gangguan gait, gejala berkemih, dan perubahan
kepribadian atau mood umum ditemukan. Depresi yang terkait dengan gangguan
neurokognitif vaskular bis menjadi gejala yang dilihat di umur lanjut dan disertai
perlambatan psikomotor dan disfungsi eksekutif, sehingga disebut depresi
vaskular.13
2.3.5 Penyakit Huntington

Gambar 5. Kelainan pada Penyakit Huntington


Penyakit Huntington adalah penyakit neurodegeneratif yang disebabkan oleh
mutasi autosomal dominan yang terdiri dari pengulangan CAG pada Kromosom 4.
Protein Neurotoksik Huntingtin (HTT) mulai dengan merusak striatum ganglia
basal dan akhirnya bisa mempengaruhi seluruh otak. Meskipun onset pada pasien
dewasa biasanya muncul pada dekade keempat atau kelima, pasien memiliki
kelangsungan hidup rata-rata 15-20 tahun setelah diagnosis. Beberapa pasien
mengalami gejala pertama pada usia yang lebih tua apabila tidak ada riwayat
keluarga. Gangguan kognitif progresif hingga demensia sulit dihindari. Meskipun
defisit kognitif (fungsi eksekutif) dan gejala perilaku (depresi, kecemasan, apatis,
gejala obsesif-kompulsif, dan psikosis) sering muncul sebelum kelainan motorik
(bradikinesia dan korea), diagnosis klinis jarang dibuat berdasarkan gejala kognitif
saja.

6
2.3.6 Penyakit Parkinson

Gambar 6. Kelainan pada Penyakit Parkinson


Kelainan neurodegeneratif dapat didiagnosis ketika ditemukan penurunan kognitif
bertahap pada pasien yang sudah terdiagnosis penyakit Parkinson. Selama
perjalanan penyakit mereka, sekitar 75% orang dengan penyakit Parkinson akan
memiliki major neurocognitive disorder. Pola defisit kognitif bisa bervariasi tetapi
seringkali mempengaruhi domain eksekutif, memori, dan visuospasial, dengan
perlambatan proses informasi yang menunjukkan gangguan subkortikal. Gejala
lainnya termasuk mood yang tertekan atau cemas, apatis, halusinasi, delusi, atau
perubahan kepribadian, serta gangguan perilaku tidur dan ngantuk berlebihan di
siang hari.
2.3.7 Penyakit Prion

Gambar 7. Jaringan Otak pada Creutzfeldt-Jacob

7
Ini adalah gangguan neurokognitif karena ensefalopati spongiformis yang
disebabkan oleh partikel protein yang gagal melipat, disebut sebagai prion.
Gangguan prion manusia termasuk kuru, penyakit Creutzfeldt-Jacob (CJD)
sporadis, CJD familial, CJD iatrogenik, penyakit Gerstmann-Stäussler-Scheinker,
insomnia fatal, dan varian baru CJD. Penularan antar manusia telah dilaporkan
karena injeksi hormon pertumbuhan yang terinfeksi dan transplantasi kornea;
penularan antar spesies seperti yang dilihat pada oleh bovine spongiform
encephalopathy (“mad cow disease.”)
Penyakit-penyakit ini berkembang dengan cepat dan menggabungkan
penurunan neurokognitif dan fitur motorik seperti mioklonus dan ataksia. Varian
CJD dapat muncul dengan gejala suasana hati yang buruk, penarikan, dan
kecemasan. Individu biasanya didiagnosis dalam dekade ketujuh dan kedelapan
mereka, dan berprogresi cepat, dengan kelangsungan hidup biasanya di bawah satu
tahun. Diagnosis hanya dapat dikonfirmasikan dengan biopsi atau otopsi. Namun,
pemindaian MRI dapat menunjukkan hiperintensitas gray matter multifokal di
daerah subkortikal dan kortikal. Tau atau protein 14-3-3 dapat ditemukan dalam
cairan serebrospinal; gelombang trifasik dapat dilihat pada electro-encephalogram.
Pengujian genetik mungkin bermanfaat pada 15% kasus yang memiliki riwayat
keluarga yang menunjukkan mutasi autosomal dominan.11

2.4 Manifestasi Klinis


Mild neurocognitive disorder memiliki berbagai macam tanda dan gejala. Kebanyakan
gejala yang bisa dilihat dalam berbagai domain neurocognitive yang terdiri dari complex
attention, fungsi eksekutif, pembelajaran dan memori, bahasa, persepsi visual dan
motorik, dan kognisi sosial.
Gangguan dalam complex attention atau perhatian kompleks merupakan
manifestasi klinis. Pasien bisa saja merasakan bahwa kegiatan sehari-hari memerlukan
waktu yang lebih panjang untuk diselesaikan. Selain itu, lebih banyak kesalahan pada
kegiatan rutin, sehingga butuh pemeriksaan ulang dibandingkan sebelumnya. Pasien juga
bisa mengalami kesulitan berpikir apabila dilakukan bersamaan hal lain seperti
mendengar radio, menonton TV, ataupun menyetir.2
Perubahan pada fungsi eksekutif juga bisa menunjukkan tanda dari mild
neurocognitive disorder. Pasien bisa memerlukan usaha lebih untuk menyelesaikan
proyek multistage. Multitasking juga menjadi sesuatu yang sulit untuk pasien disertai
kesulitan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan apabila terganggu oleh telpon yang

8
masuk. Pasien juga merasa lebih letih oleh karena dibutuhkannya tenaga lebih untuk
mengorganisasi, merencanakan, dan membuat keputusan. Perkumpulan sosial juga
menjadi lebih tidak menarik atau melelahkan oleh karena upaya lebih yang dibutuhkan
untuk mengikuti pembicaraan yang terus berubah.2
Pembelajaran dan memori juga dapat terganggu. Pasien bisa mulai memiliki
kesulitan dalam mengingat kejadian yang belum lama terjadi dan bergantung dengan
menggunakan daftar ataupun kalender. Ia juga mulai membutuhkan pengingat atau
membaca ulang untuk mengenali karakter-karakter di buku ataupun film. Pasien juga bisa
lupa apakah tagihan bulanan sudah dibayar ataupun belum.2
Bahasa juga akan terganggu pada pasien dengan kelainan neurokognitif. Tanda
yang dapat dilihat ialah kesulitan dalam menemukan kata-kata yang ingin digunakan.
Pasien bisa menghindari menggunakan nama spesifik untuk teman-teman. Tatabahasa
juga bisa mulai terganggu dan ditemukan kesalahan-kesalahan ringan.2
Persepsi visual dan motorik juga bisa abnormal pada mild neurocognitive
disorder. Dengan gangguan pada bidang ini, maka pasien lebih bergantung pada peta atau
menanyakan orang. Pasien bisa tersasar ataupun hilang apabila sedang tidak konsentrasi.
Apabila pasien juga bisa menyetir, maka umumnya ia memiliki kesulitan parkIr
dibanding sebelumnya. Kegiatan yang butuh kemampuan spasial jadi lebih sulit.
Gangguan kognisi sosial dapat dilihat melalui perubahan kecil pada perilaku
ataupun sikap, bahkan kepribadian. Pasien mulai memiliki kesulitan untuk membaca
isyarat sosial atau membaca ekspresi muka, empati yang menurun, ekstraversi atau
introversi yang meningkat, penurunan inhibisi atau episode apati atau kegelisahan.2

2.5 Pemeriksaan Penunjang


Untuk mengevaluasi pasien dengan gangguan neurokognitif, maka perlu dilakukan
pemeriksaan penunjang untuk membantu menentukan diagnosa. Pemeriksaan
laboratorium dapat dilakukan untuk menentukan etiologi dari gangguan dan bisa
membantu pembuatan diagnosis definitif.14 Dengan berkembangnya teknologi imaging,
terutama MRI bisa membantu membedakan dari etiologi dari gangguan neurokognitif
yang terjadi.
Selain pemeriksaan-pemeriksaan diatas, kuisioner-kuisioner yang digunakan
untuk screening juga dapat membantu penilaian kuantitatif dari kelainan neurokognitif.

9
Gambar. Lembar Kuisioiner Mini Mental State Examination

Mini Mental State Examination (MMSE) merupakan alat untuk screening


kognitif yang paling banyak digunakan. Kuisioner ini pertama kali diperkenalkan oleh
Folstein pada tahun 1975 untuk penilaian pada pasien psikiatri.15 MMSE terdiri dari
berbagai pertanyaan dengan skor maksimal sebanyak 30 poin dan dapat dilakukan dalam
5-10 menit. Pertanyaan-pertanyaan ini umumnya dapat dikelompokkan menjadi 7
kategori, menggambarkan berbagai fungsi kognitif yaitu: orientasi, registrasi, atensi dan
kalkulasi, mengingat, bahasa, dan konstruksi visual. Interpretasi dilakukan berdasarkan
poin yang didapatkan: ≤9 poin berarti gangguan kognitif berat, 10-18 poin berarti
gangguan kognitif sedang, dan 19-23 poin menunjukkan gangguan kognitif ringan.
MMSE memberikan suatu cara untuk menilai beratnya gangguan kognitif secara
kuantitatif, walaupun tidak dapat digunakan sebagai alat diagnostik untuk demensia.16

10
Gambar. Lembar Kuisioner Montreal Cognitive Assessment

Selain itu, alat screening lain yang dapat digunakan ialah Montreal Cognitive
Assessment (MoCA). MoCA dibuat oleh karena ditemukannya kesulitan dalam
penggunaan MMSE untuk mendeteksi demensia awal. Kebanyakan pasien yang masuk
dalam kriteria klinis dari MCI mendapatkan nilai diatas 26 dalam MMSE, yang
merupakan hasil dalam normal untuk pasien yang sudah berumur. Oleh karena itu, MoCA
diciptakan untuk melakukan screening terhadap pasien dengan keluhan gangguan
kognitif ringan dan yang mendapatkan hasil normal dalam MMSE. MMSE punya
sensitivitas 17% untuk menilai pasien dengan MCI dan MoCA mendetaksi 83%.17

11
2.6 Kriteria Diagnosis

Gambar. Kriteria Diagnosis Mild Neurocognitive Disorder berdasarkan DSM-V2

Kriteria A berbicara mengenai gangguan kognitif di satu area atau lebih, yaitu perhatian
kompleks, fungsi eksekutif, pembelajaran dan memori, bahasa, motorik, dan kemampuan
sosial. Kriteria ini didasari dengan adanya perubahan dari kemampuan kognitif yang
sebelumnya secara subjektif dan gangguan yang dikonfirmasi dengan pemeriksaan
neuropsikologi ataupun penilaian klinis. Untuk mendiagnosa dengan mild neurocognitive
disorder, umumnya diperlukan penilaian klinis yang dibantu dengan penilaian kualitatif.
Kriteria B berbicara mengenai apakah kelainan mengganggu kegiatan pasien
sehari-hari. Pada pasien dengan major NCD fungsi keseharian menurun secara signifikan,
sedangkan pada mild NCD pasien masih bisa berfungsi secara independen walaupun
membutuhkan usaha lebih. Kriteria C berfungsi untuk mengekslusi delirium, sehingga
pasien dengan acute confusional state atau delirium tidak didiagnosa dengan major
ataupun mild NCD. Kriteria D berbicara mengenai eksklusi dari gangguan jiwa lainnya
sebelum menentukan diagnose mild NCD.1,2

2.7 Tatalaksana
Sampai saat ini, penanganan yang dapat dilakukan terhadap pasien dengan mild NCD
ialah observasi untuk menilai apakah adanya perbaikan maupun perburukan gejala hingga
mencapai terjadinya major neurocognitive disorder atau demensia. Pemberian obat-
obatan seperti kolinesterase inhibitor tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan dan
efektivitas penggunaan terapi perilaku masih perlu diteliti lebih banyak lagi.18

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Stokin GB, Krell-Roesch J, Petersen RC, Geda YE. Mild Neurocognitive Disorder: An
Old Wine in a New Bottle. Harv Rev Psychiatry. 2015;23:368–76.
2. American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders. Arlington. 2013. 991 p.
3. Sachs-Ericsson N, Blazer DG. The new DSM-5 diagnosis of mild neurocognitive
disorder and its relation to research in mild cognitive impairment. Aging Ment Health.
2015;19:2–12.
4. Hänninen T, Hallikainen M, Tuomainen S, Vanhanen M, Soininen H. Prevalence of mild
cognitive impairment: a population-based study in elderly subjects. Acta Neurol Scand.
2002;106:148–54.
5. Petersen RC, Roberts RO, Knopman DS, Geda YE, Cha RH, Pankratz VS, et al.
Prevalence of mild cognitive impairment is higher in men. The Mayo Clinic Study of
Aging. Neurology. 2010;75:889–97.
6. Larrieu S, Letenneur L, Orgogozo JM, Fabrigoule C, Amieva H, Le Carret N, et al.
Incidence and outcome of mild cognitive impairment in a population-based prospective
cohort. Neurology. 2002;59:1594–9.
7. Luck T, Then FS, Schroeter ML, Witte V, Engel C, Loeffler M, et al. Prevalence of
DSM-5 Mild Neurocognitive Disorder in Dementia-Free Older Adults: Results of the
Population-Based LIFE-Adult-Study. Am J Geriatr Psychiatry. 2017;25:328–39.
8. Helzner EP, Scarmeas N, Cosentino S, Tang MX, Schupf N, Stern Y. Survival in
Alzheimer disease: a multiethnic, population-based study of incident cases. Neurology.
2008;71:1489–95.
9. McCance KL, Huether SE. Pathophysiology: The Biologic Basis for Disease in Adults
and Children. Missouri: Mosby; 2014.
10. Rabinovici GD, Miller BL. Frontotemporal lobar degeneration: epidemiology,
pathophysiology, diagnosis and management. CNS Drugs. 2010;24:375–98.
11. Ganguli M, Dodge HH, Shen C, DeKosky ST. Mild cognitive impairment, amnestic
type: an epidemiologic study. Neurology. 2004;63:115–21.
12. Jellinger KA. Morphologic diagnosis of “vascular dementia” - a critical update. J Neurol
Sci. 2008;270:1–12.
13. Sneed JR, Culang-Reinlieb ME. The vascular depression hypothesis: an update. Am J
Geriatr psychiatry. 2011;19:99–103.

13
14. Sadock BJ, Sadock VA, Ruiz P. Kaplan and Sadock’s Comprehensive Textbook of
Psychiatry. 9th ed. Philadelphia: Wolters Kluwer Health/Lippincott Williams & Wilkins;
2009. 4884 p.
15. Folstein MF, Folstein SE, McHugh PR. “Mini-mental state”. A practical method for
grading the cognitive state of patients for the clinician. J Psychiatr Res. 1975;12:189–98.
16. Tombaugh TN, McIntyre NJ. The mini-mental state examination: a comprehensive
review. J Am Geriatr Soc. 1992;40:922–35.
17. Smith T, Gildeh N, Holmes C. The Montreal Cognitive Assessment: validity and utility
in a memory clinic setting. Can J Psychiatry. 2007;52:329–32.
18. Fitzpatrick-Lewis D, Warren R, Ali MU, Sherifali D, Raina P. Treatment for mild
cognitive impairment: a systematic review and meta-analysis. C Open. 2015;3:419–27.

14

Anda mungkin juga menyukai