PENDAHULUAN
Antara fungsi kognitif yang normal untuk usia lanjut dan demensia yang jelas, terdapat
suatu kondisi penurunan fungsi kodnitif ringan yang disebut dengan Mild Cognitive Impairment
(MCI) dan Vascular Cognitive Impairment (VCI), yang sebagian akan berkembang menjadi
demensia, baik penyakit Alzheimer maupun demensia tipe lain1.
Gangguan kognitif ringan atau Mild Cognitive Impairment (MCI) seringkali merupakan
tantangan klinis. Didefinisikan sebagai fungsi kognitif di bawah kisaran normal tetapi tidak cukup
untuk diagnosis demensia2. MCI biasanya dipisahkan menjadi dua kategori. Yang pertama adalah
MCI amnestik dimana gangguan memori dominan. Yang kedua adalah MCI Non amnestik dimana
defisit bahasa, perhatian atau fungsi visuospasial 2. MCI amnestik mungkin pertanda penyakit
Alzheimer. MCI non amnestik mungkin pertanda degenerasi lobus frontotemporal atau degenerasi
badan Lewy 2.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa individu dengan MCI memiliki peningkatan risiko
terkena penyakit Alzheimer selama beberapa tahun ke depan, terutama ketika masalah utama
mereka adalah memori. Tidak semua orang yang didiagnosis dengan MCI terus berkembang
menjadi Alzheimer 3.
Prevalensi MCI (pada sample usia 70-89 tahun non-demensia ) adalah 11.1% untuk MCI
Amnestik dan 4,9 % untuk MCI Non amnestik. Resiko MCI dengan demensia meningkat menjadi
5 % sampai 10% pertahun 2.
Orang dengan penyakit Alzheimer sering mengalami kesulitan mengingat hal-hal seperti
tanggal-tanggal penting atau apakah mereka mengambil obat mereka, masalah yang dapat
mengganggu sehari-hari kegiatan dan perencanaan. Masalah yang sama juga umum pada orang
dengan gangguan kognitif ringan, atau MCI, yang sering mendahului penyakit Alzheimer 5.
Untuk penelitian ini, peneliti dari New York State Psychiatric Institute mensurvei hampir
400 pria dan wanita dengan gangguan kognitif ringan, dan hampir 200 dengan penyakit Alzheimer.
229 orang lain menjabat sebagai kontrol sehat 5.
1
MCI sudah terdapat keluhan dan bukti objektif penurunan salah satu domain fungsi
kognitif (terutama memori) dengan fungsi kognitif global yang masih baik, belum mempengaruhi
aktivitas kehidupan sehari-hari activities of daily living (ADL), dan tidak memenuhi criteria
diagnosis demensia. Walaupun dari berbagai literatur belum ada kesepakatan yang jelas mengenai
konsep dan definisi gangguan kognitif ringan ini, namun berbagai studi epidemiologis
menunjukkan bahwa progesi menjadi demensia yang jelas lebih tinggi pada populasi usia lanjut
normal. Intervensi yang akan mengurangi risiko perkembangan demensia setelah terjadinya MCI
akan menjadi kemajuan besar dalam pencegahan penyakit Alzheimer 2.Oleh sebab itu perlu untuk
dilakukan deteksi dan diagnosis dini timbulnya gangguan kognitif ringan ini serta mengetahui
faktor-faktor resiko apa saja yang memudahkan seseorang mengalaminya.
Studi-studi epidemiologis menunjukkan bahwa selain usia yang lanjut dan tingkat
pendidikan yang rendah, berbagai faktor resiko vaskular juga merupakan faktor resiko timbulnya
gangguan fungsi kognitif mulai yang ringan sampai berat (demensia). Mengingat bahwa proporsi
penduduk berusia lanjut semakin meningkat, jumlah pasien dengan penyakit-penyakit degeneratif
dengan berbagai factor resiko vascular semakin bertambah, disertai kenyataan bahwa pasienpasien yang mengalami kejadian kardio-serebrovaskular (penyakit jantung koroner dan fatal CVD)
semakin banyak yang dapat diselamatkan., maka dapat dibayangkan bahwa jumlah pasien yang
beresiko mengalami gangguan fungsi kognitif akan meningkat dengan pesat. Sebagian pasien ini
dalam beberapa tahun akan berkembang menjadi demensia dengan laju insidens yang lebih tinggi
dibandingkan mereka yang tanpa gangguan kognitif, sehingga dapat dibayangkan pula besarnya
peningkatan jumlah pasien yang akan mengalami demensia pada masa mendatang dengan berbagai
dampaknya.
Berdasarkan prediksi, Indonesia akan menjadi negara dengan kecepatan pertumbuhan
lansia tertinggi di dunia, yaitu mengalami perubahan sebesar 414% dalam kurun waktu 1990
2020. Hal ini diiringi pula dengan meningkatnya usia harapan hidup dari 66,7 tahun menjadi 70,5
tahun. Dengan meningkatnya usia lanjut di populasi, diperkirakan gangguan fungsi kognitif dan
penyakit demensia akan menjadi penyakit yang umum ditemui pada pelayanan kesehatan primer.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Mild Cognitive Impairment ( Gangguan Kognitif Ringan)
II.1. Definisi
Mild Cognitive Impairment (MCI) merupakan suatu kondisi sindrom predemensia, yang
pada berbagai studi telah dibuktikan sebagian akan berlanjut menjadi demensia (terutama
demensia Alzheimer) yang simtomatik. MCI merujuk pada suatu kondisi transisi fungsi kognitif
antara penuaan normal dan demensia (Gambar 1). MCI nampaknya merupakan stadium yang
sesuai untuk intervensi terapi, dan faktor-faktor prediktif konversi MCI ke demensia merupakan
ranah penelitian yang intensif dilakukan1.
Sumber : www.Medscape.com
menjadi terlihat untuk orang lain dan muncul pada tes, tetapi tidak cukup serius untuk mengganggu
kehidupan sehari-hari. Karena masalah tidak mengganggu kegiatan sehari-hari, orang tersebut
tidak memenuhi kriteria untuk didiagnosa dengan demensia (Alzheimer) 3.
Gangguan kognitif ringan (MCI) merupakan tahap penurunan kognitif melebihi yang
normal, diharapkan perubahan yang berkaitan dengan usia. MCI tidak memenuhi kriteria untuk
demensia. Satu klasifikasi umum membedakan antara bentuk Non amnestik dan amnestik MCI.
Bentuk amnestik, dimana gangguan memori mendominasi, sering merupakan prekursor untuk
penyakit klinis Alzheimer. Berbagai jenis gangguan kognitif dapat terjadi dalam bentuk
nonamnestik MCI, dengan gangguan yang paling umum mungkin berupa fungsi eksekutif. Bentuk
nonamnestik MCI dapat berhubungan dengan penyakit serebrovaskular atau mungkin menjadi
pelopor untuk beberapa demensia frontotemporal. Sejumlah besar pasien dengan MCI yang dinilai
memiliki kognisi normal pada kunjungan follow-up 6.
Istilah MCI dimaksudkan untuk mewakili suatu tahap peralihan antara penuaan normal dan
pengembangan penuaan patologis.
Istilah lain dengan konotasi yang mirip dengan MCI termasuk gangguan memori terisolasi,
demensia baru jadi, dan prodrom demensia. Meskipun istilah-istilah terakhir ini tidak hampir sama
luas diterima sebagai MCI dan mereka tidak harus dianggap sebagai sinonim yang tepat 6.
Dari penelitian Mayoclinic tahun 2004 di Amerika Serikat, dari 2.719 sampel dengan usia 70
sampai 89 tahun didapatkan:
76,5% = Normal
9,5% = Amnestik MCI
10,3% = Demensia
3.7% = Non amnestik MCI
Sumber : www.mayoclinic.com
Gambar 3. prevalensi MCI berdasarkan usia dan jenis kelamin.
Prevalensi MCI berdasarkan usia adalah semakin tua maka semakin tinggi persentase
terkena MCI, terlihat pada grafik di atas yaitu dari usia 70-74 tahun (10 %) menjadi (40 %) 85-89
tahun. Sedangkan berdasarkan jenis kelamin lebih besar persentase pada laki-laki sebagaimana
yang terlihat pada grafik di atas.
II.2. Etiopatofisiologi
Tidak ada satu penyebab yang menyebabkan MCI 6. Relatif sedikit yang diketahui tentang
penyebab dari penurunan kognitif ringan ini, tetapi sejumlah kondisi neurologis dan medis
mungkin berkontribusi terhadap gejala ini. Dalam beberapa kasus yang diteliti di otopsi, patolog
telah mengamati perubahan struktur otak dan akumulasi peningkatan protein membentuk plak
amiloid 4.
Prediktor perkembangan amnestik MCI ke demensia yaitu 2:
Uji cairan serebrospinal menunjukkan rendahnya beta amiloid 42 dan peningkatan protein
tau
Plak otak amiloid yang terdeteksi pada pencitraan PET ( Positron Emission Tomography)
menggunakan Pittsburgh senyawa B
Secara garis besar faktor-faktor resiko timbulnya gangguan kognitif ringan dan demensia
dapat terbagi atas faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi dan yang dapat dimodifikasi. Faktor
resiko yang dapat dimodifikasi sebagian besar merupakanan faktor resiko vaskular yang sangat
dekat keterkaitannya dengan praktik dokter Spesialis Penyakit Dalam sehari-hari, sehingga
diharapkan perannya mengidentifikasi dan memodifikasi faktor resiko ini dapat mengubah
perjalanan klinis gangguan fungsi kognitif ringan agar tidak menjadi demensia dengan segala
penyulitnya. Faktor-faktor resiko timbulnya gangguan kognitif pada usia lanjut 1:
Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi
- Usia lanjut
Jenis kelamin
Kondisi genetic
Dislipidemia
Merokok
Munculnya Apoe e4
Obesitas
Trisomi 21
Gagal jantung
CADASIL
Fibrilasi atrium
Hiperkoagulasi
dan
hiperagregasi
trombosit
-
Pasca CABG
Memori semantik
Fakta dan pengetahuan umum tentang dunia, tetap stabil dengan usia, terutama jika
Prosedural memori
Akuisisi dan kinerja kemudian kognitif dan keterampilan motorik
Memori kerja
Memanipulasi informasi dalam pikiran seperti reorganisasi daftar pendek kata ke
dalam urutan abjad, kecepatan kerja verbal dan visuospatial, memori, dan pembelajaran
dengan kognisi visuospatial lebih dipengaruhi oleh penuaan dari pada kognisi lisan
o
Episodik memori
Peristiwa pribadi dan pengalaman
Kecepatan pemrosesan
Prospektif memori
Kemampuan untuk mengingat untuk melakukan suatu tindakan di masa depan
Terkait umur
Penurunan dalam kemampuan untuk mengingat informasi teks baru, untuk
Sering lupa. Misalnya penderita lupa akan even-even penting yang akan dilakukannya,
penderita mulai lupa jalan yang sering dilalui di lingkungannya, lupa nomor telepon
keluarganya.
Sering menanyakan pertanyaan yang sama, menceritakan hal yang sama, dan memberikan
informasi yang sama berulang-ulang
Selain itu, penderita dapat juga akan mengalami depresi, cemas, dan apatis
II. 5. Diagnosis
Gangguan fungsi kognitif yang ringan pada usia lanjut seringkali tidak terdiagnosis, karena
baik pasien maupun keluarga terdekat umumnya tidak memperhatikan adanya penurunan fungsi ini
atau menganggap penurunan fungsi kognitif yang terjadi merupakan hal yang wajar dialami pada
usia lanjut. Di sisi lain, adanya kewaspadaan (awareness) yang kurang di pihak dokter dan tenaga
kesehatan untuk mengenali gejala dan tampilan klinis pasien dengan gangguan kognitif ringan,
serta tidak mengetahui pada populasi dengan faktor resiko apa saja yang sering mengalami
gangguan ini1.
Evaluasi awal pada pasien yang diduga mengalami gangguan fungsi kognitif ringan harus
meliputi data demografis (umur, jenis kelamin, riwayat pendidikan), serta menentukan ada
tidaknya faktor-faktor resiko yang mungkin mendasari keadaan ini1.
Fungsi kognitif yang pertama kali terganggu pada MCI adalah memori dan paling sering
dikeluhkan oleh pasien atau keluarga dan teman, umumnya terdapat gangguan pada kemampuan
mempelajari hal-hal baru serta mengingat informasi yang baru saja dipelajari. Walaupun pasien
dengan MCI mempunyai fungsi kognitif umum dan aktivitas sehari-hari (activities of daily day)
yang masih baik, namun dapat pula dilaporkan bahwa gangguan memori ini mulai mempengaruhi
fungsi-fungsi tersebut. Selain memori, beberapa fungsi kognitif lain juga dapat terpengaruh pada
pasien dengan MCI. Disfungsi eksekutif dapat timbul seperti disorganisasi, gangguan insight dan
kesulitan dalam pemecahan masalah (problem solving), perencanaan dan working memory
(misalnya mengingat dan menghubungi nomor telepon yang terlalu panjang). Pada pasien dengan
9
VCIm, disfungsi eksekutif ini dilaporkan lebih dominan dibandingkan dengan gangguan memori,
yang lebih sering ditemukan pada pasien dengan MCI1.
Diagnosis gangguan kognitif ringan berdasarkan hasil evaluasi diagnostik yang meliputi
pemeriksaan neurologis, pemeriksaan status mental, evaluasi neuro psikologis dan psikiatris,
pemeriksaan fisik termasuk tes laboratorium, pencitraan (CT-Scan atau MRI), dan peninjauan
kembali dari riwayat medis pasien dan obat-obatan yang pasien saat ini sedang pakai. Evaluasi ini
dilengkapi dengan pengamatan klinis dari gejala-gejala pasien, onset (mendadak atau bertahap),
presentasi (bagaimana gejala-gejala muncul), dan perkembangan gejala dari waktu ke waktu 4.
Tetapi tidak ada tes yang spesifik untuk mendiagnosa MCI 6.
Sumber : NEJM
Gambar 4. Volume hipokampus kurang dari 25 % dan volume ventrikel yang bertambah dilaporkan dapat progresif
menjadi MCI.
Evaluasi juga harus diarahkan pada berbagai penyebab gangguan fungsi kognitif yang
dapat diperbaiki (reversible) seperti penggunaan obat-obatan yang dihubungkan dengan efek
samping obat, serta beberapa penyebab metabolik seperti hipotiroidisme, defisiensi vitamin B12
dan asam folat, serta kemungkinan timbulnya gangguan fungsi kognitif akibat ensefalopati uremik
dan hepatik.
Pemeriksaan neuropsikiatrik yang sering digunakan dalam evaluasi pasien dengan
gangguan fungsi kognitif adalah The Mini Mental State Examination (MMSE), karena MMSE
selain cukup praktis digunakan juga sudah mencakup beberapa domain fungsi kognitif, yaitu
memori, fungsi eksekutif, perhatian, bahasa, praktis, dan kemampuan visuospasial. Dengan nilai
maksimal 30, pasien dengan MCI atau VCI diharapkan mempunyai nilai >24, sementara nilai di
10
bawah 24 sudah digolongkan sebagai demensia. Yang perlu diingat adalah nilai MMSE
dipengaruhi oleh umur dan tingkat pendidikan, sehingga pemeriksa harus mempertimbangkan halhal tersebut dalam menginterpretasi hasil pemeriksaan MMSE1.
Selain MMSE ada beberapa pemeriksaan neuro psikiatrik lain yang juga sering digunakan
untuk mengetahui beratnya gangguan fungsi kognitif yang terjadi seperti The Global Deterioration
Scale (GDS), dan The Clinical Dementia Ratings (CDR), serta Clock Drawing Test. Walaupun
pemeriksaan-pemeriksaan fungsi kognitif tersebut sangat membantu untuk menentukan pada
tingkat mana fungsi kognitif pasien yang diduga mengalami MCI maupun VCI, namun nilai atau
skor yang didapat tidak bisa digunakan untuk mendiagnosis MCI atau VCI. Diagnosis MCI dan
VCI tetap dilakukan berdasarkan klinis sesuai dengan criteria diagnosis yang telah diajukan1.
11
Skor
maksimum
Registrasi
Atensi
Daya
ingat
Bahasa
12
saling bertindih.
Skor
30
Skoring: skor maksimum yang mungkin adalah 30. Umumnya skor yang kurang dari 24
dianggap tidak normal. Namun nilai batas tergantung pada tingkat edukasi seseorang pasien. Oleh
karena hasil untuk pemeriksaan ini dapat berubah mengikut waktu, dan untuk beberapa inidividu
dapat berubah pada siang hari, rekamlah tanggal dan waktu pemeriksaan ini dilakukan.
Clock Drawing Test
Nilai
1
1
1
1
4
bulat lengkap dengan
13
MOCA merupakan modalitas untuk skrining disfungsi kognisi ringan yang terdiri dari
pemeriksaan dalam aspek memori, perhatian, bahasa, abstrak, orientasi, daya ingat dan
visospastial. Untuk orang normal skor adalah lebih atau sama dengan 26.
14
Sumber : NEJM
Gambar 5. Alur diagnosa sub tipe MCI
Apabila ada keluhan yang berhubungan dengan fungsi kognitif, kemudian disesuaikan
dengan kriteria. Jika sudah tegak diagnosa MCI, maka harus dicari apakah ada tanda penurunan
memori atau tidak. Jika ada, maka didiagnosa dengan MCI amnestik. Jika hanya kelainan memori
saja maka MCI amnestik single domain, jika ada keluhan lain MCI amnestik multiple domain.
Tapi, jika tidak ada gangguan memori, disebut MCI nonamnestik. Jika disertai penurunan fungsi
kognitif lain disebut MCI nonamnestik multiple domain, jika tidak disebut MCI nonamnestik
single domain.
Kesulitan dalam mendiagnosa MCI karena:
Tidak ada pemeriksaan yang spesifik
Adanya masalah gangguan memori secara bertahap
Adanya penyakit lain berkonstribusi dalam perubahan memori
Beberapa orang beranggapan bahwa penurunan memori adalah tanda penuaan,
padahal tidak semua seperti itu.
15
II. 6. Penatalaksanaan
Saat ini tidak ada pengobatan farmakologis yang tersedia di pasar untuk mengurangi gejala
penurunan kognitif ringan, namun obat baru sedang diuji dalam uji klinis. Intervensi psikososial
sedang dikembangkan dan non-farmakologis perawatan juga sedang diuji termasuk programprogram seperti Program Peningkatan Memori ADRC Silberstein 4. Tidak ada obat yang disetujui
oleh FDA (The Food and Drug Administration) untuk pengobatan MCI 1.
Obat Alzheimer, Donepezil dapat mengurangi perkembangan MCI menjadi Alzheimer pada
2 tahun pertama pengobatan. 10 mg Donepezil (Aricept) setiap hari dapat mengurangi
resiko Amnestik MCI menjadi Alzheimer selama satu tahun. Tetapi manfaat itu menghilang
dalam waktu tiga tahun. Penelitiaan juga menunjukkan bahwa 2.000 unit internasional
vitamin E setiap hari tidak mengurangi risiko berkembangnya MCI amnestik menjadi
Alzheimer 3.
Dua penelitian lain telah diuji galantamine (Razadyne) sebagai pengobatan untuk MCI.
Dari studi ini ditemukan bahwa galantamine tidak bermanfaat, namun data menunjukkan
peningkatan jumlah kematian di peserta yang menngunakan galantamine dibandingkan
dengan mereka yang menerima placebo 3.
Rehabilitasi kognitif dapat membantu dalam perbaikan memori jangka pendek pada MCI.
Karena penurunan memori pada tahap ini dapat menghasilkan kecemasan, depresi, atau
kesulitan emosional lainnya, konseling yang tepat juga mungkin diperlukan dan dianjurkan.
Untuk melatih konsentrasi, dapat dilakukan latihan konsentrasi dengan teknik zikir,
memakai musik pengantar, menggunakkan aroma. Tujuannya adalah untuk memperkuat
sekaligus menanamkan pengendalian pikiran agar mudah terfokus ke dalam diri. Pikiran
yang sudah hadir ke dalam diri ini akan selalu siap digunakan untuk berkonsentrasi pada
kegiatan apa saja yang hendak dilakukan.
Mengobati kondisi yang menyertai. Seperti faktor resiko dari kardiovaskuler (hipertensi),
depresi, jika ada.
BAB III
16
penurunan kognitif pasti muncul dan dapat dinilai. Kesimpulannya bila terjadi kerusakan vaskular
pada proses di otak maka dapat dideteksi dan terapi sedini mungkin.
Mekanisme yang terjadi pada gangguan di vaskular antara lain ;
1. Infark pada otak
2. Kerusakan substansia alba di otak
3. Perdarahan intracranial
4. Gangguan fungsi system barrier di pembuluh darah otak
5. Gangguan autoregulasi pembuluh darah otak dan proses hemodinamik otak
Infark pada otak banyak disebabkan oleh stroke. Penyakit stroke adalah salah satu penyakit
yang tertinggi angka kesakitan dan kematiannya. Kerusakan fokal atau multiple pada otak dapat
menyebabkan dan menentukan besarnya penurunan kognitif akibat vascular. Berdasarkan
penelitian selama 4 tahun didapatkan bahwa 5 dari 37 pasien yang memiliki infark dan yang
memiliki intelektual yang baik, ternyata setelah beberapa tahun kemudian memiliki kerusakan
kognitif secara progresif dari tahun pertama sampai tahun keempat setelah terkena stroke awal.
Karena hasil studi ini maka sangat penting untuk mengetahui penurunan kognitif akibat hasil
stroke yang didapat, karena pasti akan mengalami gangguan dan kerusakan pada kognitif.
Disisi lain infark di otak dapat juga disebabkan oleh emboli arteri, thrombosis di
intracranial dan ekstrakranial, emboli jantung, kerusakan pembuluh darah kecil dan infark lakunar,
hiperperfusi di otak, perdarahan otak, hiperviskositas otak, hiperkoagulasi, radang otak, dan
penyakit genetik vaskular.
gangguan visuospasial, gangguan bahasa, dan gangguan fungsi eksekutif. Yang semuanya dapat
diukur dengan pemeriksaan neuropsikologi yang mendasar.
Hal-hal umum yang diperiksa pada penilaian kognitif, adalah
1. Atensi dan Konsentrasi
5. Memori visual
2. Memori
6. Fungsi Eksekutif
3. Kemampuan belajar
7. Berpikir abstrak
8. Bahasa
6. Kegemukan/obesitas
2. Diabetes melitus
7. Alkohol
3. Hiperhomosistein
7. Gangguan protrombin
4. Hiperkolesterol
8. Gangguan hemodinamik
5. Abnormal lipid
9. Hiperviskositas
20
10. Merokok
11. Stroke
21
Penyakit pembuluh darah otak dan stroke merupakan faktor resiko terbesar menimbulkan
penurunan kognitif akibat faktor risiko vaskuler. Berdasarkan penelitian bahwa penurunan kognitif
akibat faktor risiko vaskuler sering terjadi di area lakunar yang disebut infark lakunar. sedangkan
lakunar infark paling sering disebabkan oleh faktor resiko hipertensi. Oleh karena itu sudah pasti
penderita penurunan kognitif akibat faktor risiko vaskuler pasti akan meningkat di Indonesia
seiring dengan peningkatan kasus hipertensi di Indonesia. Oleh karena itu pusat pemeliharaan,
peningkatan, dan penanggulangan intelegensia kesehatan membuat pedoman penurunan kognitif
akibat faktor risiko vaskuler untuk mendeteksi dan menanggulangi masalah penurungan kognitif
yang timbul di masyarakat.
III.7 Deteksi dini
Deteksi dini memberikan gambaran perkembangan penurunan kognitif awal akibat faktor
risiko vaskuler sebelum terjadinya kerusakan lanjut yang menyebabkan penurunan kualitas hidup
manusia. Cara pendekatan, prinsip-prinsip deteksi dini dan tata laksana penurunan kognitif akibat
faktor risiko vaskuler memerlukan pendekatan khusus di tingkat layanan primer maupun tingkat
rujukan dengan menggunakan instrument-instrumen penilaian khusus dan bentuk-bentuk
intervensi khusus.
Deteksi dini dan tata laksana faktor risiko vaskular dengan gangguan kognitif dilakukan
pada penyandang hipertensi, terutama pada kelompok usia lanjut. Yang merupakan suatu rangkaian
kegiatan yang berkesinambungan.
Kegiatan deteksi dini dan tata laksana gangguan kognitif pada faktor resiko vaskuler
dilakukan dengan tahapan :
1. Deteksi Dini Faktor Risiko vaskular
Penilaian faktor risiko vaskular meliputi:
a) Wawancara dengan menggunakan kuisioner yang meliputi identitas diri, riwayat
penyakit, riwayat anggoat keluarga yang menderita DM, penyakit jantung koroner,
hiperkolesterol.
b) Pengukuran tekanan darah dan denyut nadi.
c) Pengukuran indeks antropometri yaitu pengukuran berat badan, tinggi badan, lingkar
pinggang, dan lingkar pinggul.
d) Pemeriksaan laboratorium darah antara lain Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) bagi
yang belum tahu atau belum pernah terdiagnosis. TTGO yaitu pemeriksaan kadar gula
darah pada 2 jam setelah minum larutan 75 gr glukosa, Kadar Kolesterol Darah (Kolesterol
Total, LDL, HDL, dan Trigliserida).
2. Deteksi Dini Gangguan Kognitif
Deteksi dini gangguan kognitif dilakukan dengan menggunakan instrumen Montreal
Cognitive Assessment (MOCA) yang telah divalidasi di Departement Neurologi FKUI RSCM.
Komponen-komponen penilaian deteksi dini gangguan kognitif meliputi:
a) Penilaian Visuospasial/eksekutif
b) Penamaan (naming)
c) Memori
d) Atensi
e) Bahasa
f) Abstraksi
g) Delayed Recall
h) Orientasi
Penilaian ini dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan di tingkat pelayanan primer
(puskesmas) dan ditindaklanjuti di tingkat rumah sakit divisi neurobehavior departemen neurologi
III.8 Penatalaksanaan
Sebagai upaya tata laksana faktor risiko vaskular dapat dilakukan di puskesmas maupun di rumah
sakit.
1. Tata laksana faktor risiko vaskular di puskesmas meliputi:
Penatalaksanaan perilaku, mengatasi obesitas /menurunkan kelebihan berat badan,
mengurangi asupan garam di dalam tubuh, menciptakan keadaan rileks, melakukan olah
raga teratur, berhenti merokok, mengurangi konsumsi alcohol, terapi farmakologis
2. Tata laksana faktor risiko vaskular di rumah sakit meliputi:
Penilaian lanjut faktor risiko vaskular menggunakan instrument / peralatan spesifik
khusus, penilaian vaskular yaitu anamnesis keluhan vaskular seperti sakit kepala, sesak
nafas apabila melakukan aktivitas, tanda-tanda khusus gangguan vascular lainnya,
pemeriksaan tekana darah, EKG, dan pemeriksaan lainnya (TCD, EECP), terapi
farmakologis untuk pencegahan komplikasi akibat faktor risiko vaskular dan pengobatan
komplikasi akibat faktor risiko vaskular.
3. Tata laksana Gangguan Kognitif
Tata laksana gangguan kognitif dilakukan melalui pendekatan Brain Restoration sesuai dengan
gangguan yang didapat dari hasil penilaian deteksi dini dengan instrument MOCA-INA ataupun dengan
CERAD-neuropsychological battery.
BAB IV
Penatalaksanaan pasien MCI dan VCI harus meliputi penatalaksanaan faktor resiko serta
penatalaksanaan langsung terhadap fungsi kognitif, yang dihubungkan dengan patofisiologi
terjadinya demensia1.
Penatalaksanaan Faktor Resiko
Setelah dibuktikan bahwa terjadinya penurunan fungsi kognitif, mulai dari yang ringan
sampai demensia yang jelas, berhubungan dengan berbagai faktor resiko yang telah dibahas pada
bagian sebelumnya, patut diduga bahwa dengan memodifikasi dan mengontrol faktor resiko maka
insidens dan prevalensi gangguan fungsi kognitif ringan dapat diturunkan. Lebih lanjut lagi,
pengendalian faktor resiko akan memperbaiki fungsi kognitif serta laju progresinya menjadi
demensia yang jelas.
Penatalaksanaan terhadap Faktor Resiko Timbulnya Gangguan Kognitif pada Usia Lanjut
1. Hipertensi
o Kurangi asupan garam
o Obat antihipertensi: awal dengan diuretik, dapat dikombinasikan dengan ACE
inhibitor, ARB, penyekat b (beta bloker), atau antagonis kalsium
o Target: TDS < 130 mmHg, TDD < 80 mmHg
2. Dislipidemia
o Kurangi asupan makanan berlemak
o Obat antidislipidemik
o Target: trigliserida < 150 mg/dl, HDL kolesterol > 40 mg/dl untuk laki-laki dan >
50 mg/dl untuk perempuan serta LDL kolesterol < 100 mg/dl
3. Diabetes Melitus
o 5 pilar penatalaksanaan DM: edukasi, perencanaan makan (diet), latihan fisik, obat
hipoglikemik oral, dan insulin
o Perhatian pada pemilihan OHO dan insulin, disesuaikan dengan penurunan fungsi
organ
o Target: GDP < 120 mg/dl, pada usia lanjut GDP < 160 mg/dl masih diterima
4. Obesitas
o Penatalaksanaan sejak usia dini
o Terget: IMT < 25 kg/m2
5. Gagal jantung, fibrilasi atrium, hiperkoagulasi, hiperagregasi trombosit,
hiperhomosisteineimia, PPOK
o Identifikasi etiologi yang bisa ikoreksi
o Terapi farmakologis dan nonfarmakologis yang sesuai untuk mengendalikan dan
mengatasinya
o Rujuk ke konsultan yang sesuai pada keadaan-keadaan khusus
Dengan melakukan penatalaksanaan paripurna terhadap masing-masing faktor resiko
di atas, maka diharapkan dapat dicegah penurunan fungsi kognitif yang terlau cepat pada individu
usia lanjut yang beresiko atau sudah mengalami gangguan kognitif ringan.
Penatalaksanaan untuk Memperbaiki dan Mempertahankan Fungsi Kognitif
1. Pengobatan Farmakologis
Hingga saat ini tidak ada pengobatan klinis yang resmi diindikasikan dan disetujui oleh
U.S Food and Drug Asministration (FDA) untuk pasien yang didiagnosis MCI dan VCI.
Beberapa pengobatan berbasiskan bukti yang sudah digunakan pada penyakit Alzheimer
diperkirakan dapat pula diterapkan pada MCI, dan dipercaya dapat memperlambat bahkan
menghentikan penurunan fungsi kognitif. Saat ini sudah terdapat beberapa penelitian uji
klinis pada subjek dengan MCI dengan mempergunakan obat-obat yang digunakan pada
penyakit Alzheimer, terutama golongan inhibitor asetikolonesterase dan antagonis reseptor
N-methyl d aspartate. Hasil penelitian telah menunjukkan bahwa terjadi perbaikan fungsi
kognitif dengan obat-obat tersebut, walaupun masih terdapat kontroversi mengenai
manfaatnya untuk memperlambat laju progresi gangguan kognitif ringan menjadi
demensia yang nyata.
Obat-obat yang dipergunakan untuk menghambat peurunan dan memperbaiki fungsi kognitif pada
Demensia dan Gangguan Kognitif Ringa :
Karakteristik
Mekanisme kerja
Waktu
untuk
konsentrasi
(jam)
Absorpsi
mencapai
Donepezil
Inhibitor
Rivastigmin
Inhibitor
Galantamin
Inhibitor
Memantin
Antagonis
kolinesterase
kolinesterase
kolinesterase
reseptor
NMDA
37
35
0,5 - 2
0,5 - 1
Tidak
Ya
Ya
Tidak
5-7
Sitokrom P-450
2 x 4 mg/
2 x 12 mg
60 -80
Non hepatik
2 x 5 mg/
2 x 10 mg
maksimal
dipengaruhi
makanan
Waktu paruh serum (jam)
Metabolisme
Dosis (inisial/
Maksimal
70 -80
Sitokrom P-450
1 x 5 mg/
1 x 10 mg
2
Non hepatik
2x 1,5 mg/
2 x 6 mg
Walaupun belum ada hasil yang konklusif, nampaknya hasil dari studi epidemiologis dan
mekanisme patofisiologi yang mendasari terjadinya penurunan fungsi kognitif pada demensia
mendukung penggunaan oabt-obat tersebut.
2. Pendekatan nonfarmakologis
Penelitian epidemiologis menunjukkan bahwa keterlibatan pada kehidupan sosial yang
lebih intensif serta partisipasi pada aktivitas yang merangsang fungsi kognitif berhubungan dengan
penurunan resiko penyakit Alzheimer, dan stimulasi mental maupun emosional pada seorang usia
lanjut dapat memperlambat munculnya menifestasi klinis gangguan kognitif. Namun apakah
mungkin mendesain suatu latihan kognitif pada seorang individu yang beresiko? Hanya sedikit
penelitian yang mencoba melakukannya. Satu penelitian menunjukkan bahwa individu dengan MCI
yang terlatih selama enam bulan dengan latihan memori multifaset dan latihan relaksasi
menunjukkan kemampuan memori dan pengulangan daftar kata-kata yang lebih baik dibandingkan
kontrol. Masih dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk mengebangkan suatu program latihan yang
terstruktur maupun mengujinya pada pasien dengan MCI, baik secara tersendiri maupun bersamasama dnegan terapi farmakologik yang telah diuraikan di atas.
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan prediksi, Indonesia akan menjadi negara dengan kecepatan pertumbuhan
lansia tertinggi di dunia, yaitu mengalami perubahan sebesar 414% dalam kurun waktu 1990
2020. Hal ini diiringi pula dengan meningkatnya usia harapan hidup dari 66,7 tahun menjadi 70,5
tahun. Dengan meningkatnya usia lanjut di populasi, diperkirakan gangguan fungsi kognitif dan
penyakit demensia akan menjadi penyakit yang umum ditemui pada pelayanan kesehatan primer.
Penurunan kognitif ringan ditandai dengan penurunan kemampuan kognitif (memori,
konsentrasi, orientasi, persepsi, perhatian), dan kemampuan fungsional (kesulitan menyelesaikan
kompleks yang berhubungan dengan pekerjaan tugas dan kegiatan sehari-hari) yang sesuai dengan
perubahan patologis pada bagian-bagian tertentu dari otak.
Diagnosis gangguan kognitif ringan berdasarkan hasil evaluasi diagnostik yang meliputi
pemeriksaan neurologis, pemeriksaan status mental, evaluasi neuro psikologis dan psikiatris,
pemeriksaan fisik termasuk tes laboratorium, pencitraan (CT-Scan atau MRI), dan peninjauan
kembali dari riwayat medis pasien dan obat-obatan yang pasien saat ini sedang dipakai. Evaluasi
ini dilengkapi dengan pengamatan klinis dari gejala-gejala pasien, onset (mendadak atau
bertahap), presentasi (bagaimana gejala-gejala muncul), dan perkembangan gejala dari waktu ke
waktu 3. Tetapi tidak ada tes yang spesifik untuk mendiagnosa MCI.
DAFTAR PUSTAKA
1. Soejono, C.H dkk. Pedoman Diagnosis dan Tatalaksana MCI dan VCI : Perhimpunan
Gerontologi Medik Indonesia-Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia.
Jakarta
2. Petersen, RC . 2011. Mild Cognitive Impairment. New England Journal Medicine, 364 ,
2227-2234. diakses dari www.laureateinstitute.org.