Anda di halaman 1dari 3

Demensia adalah sindrom penurunan fungsi intelektual dibanding sebelumnya yang cukup berat

sehingga mengganggu aktivitas sosial dan profesional yang tercermin dalam aktivitas hidup keseharian,
biasanya ditemukan juga perubahan perilaku dan tidak disebabkan oleh delirium maupun gangguan
psikiatri mayor(Guidline for Dimentia, 2013).

Prevalensi demensia terutama Penyakit Alzheimer yang meningkat cepat sesuai dengan meningkatnya
umur harapan hidup. Saat ini diperkirakan setiap detik dapat ditemukan tujuh kasus demensia baru di
dunia, dan sebagian besar orang dengan demensia ini tinggal di negara dengan pendapat rendah dan
menengah termasuk Indonesia.Demensia menyebabkan gangguan kognisi, perilaku dan aktivitas
fungsional keseharian dengan konsekuensi berat pada aspek fisik, mental, psikososial baik pada pasien
maupun keluarga dan masyarakat. Walaupun demikian, pengenalan kasus demensia pada tahap dini
oleh masyarakat dan juga tenaga kesehatan masih merupakan tantangan saat ini. Disamping itu, kasus-
kasus demensia yang terdiagnosis sering tidak mendapat penatalaksanaan yang memadai sehingga tidak
tercapai kualitas hidup optimal (WHO, 2018).

Penyakit Alzheimer (PA) masih merupakan penyakit neurodegeneratif yang tersering ditemukan (60-
80%).Karateristik klinik berupa berupa penurunan progresif memori episodik dan fungsi kortikal lain.
Gangguan motorik tidak ditemukan kecuali pada tahap akhir penyakit. Gangguan perilaku dan
ketergantungan dalam aktivitas hidup keseharian menyusul gangguan memori episodik mendukung
diagnosis penyakit ini. Penyakit ini mengenai terutama lansia (>65 tahun) walaupun dapat ditemukan
pada usia yang lebih muda. Diagnosis klinis dapat dibuat dengan akurat pada sebagian besar kasus (90%)
walaupun diagnosis pasti tetap membutuhkan biopsi otak yang menunjukkan adanya plak neuritik
(deposit β-amiloid40 dan β-amiloid42) serta neurofibrilary tangle (hypertphosphorylated protein). Saat
ini terdapat kecenderungan melibatkan pemeriksaan biomarka neuroimaging (MRI struktural dan
fungsional) dan cairan otak (β-amiloid dan protein tau) untuk menambah akurasi diagnosis (PERDOSSI,
2015).

Secara umum gejala demensia dapat dibagi atas dua kelompok yaitu gangguan kognisi dan gangguan
non-kognisi. Keluhan kognisi terdiri dari gangguan memori terutama kemampuan belajar materi baru
yang sering merupakan keluhan paling dini. Memori lama bisa terganggu pada demensia tahap lanjut.
Pasien biasanya mengalami disorientasi di sekitar rumah atau lingkungan yang relatif baru. Kemampuan
membuat keputusan dan pengertian diri tentang penyakit juga sering ditemukan.

Keluhan non-kognisi meliputi keluhan neuropsikiatri atau kelompok behavioral neuropsychological


symptoms of dementia (BPSD). Komponen perilaku meliputi agitasi, tindakan agresif dan non-agresif
seperti wandering, disihibisi, sundowning syndrome dan gejala lainnya. Keluhan tersering adalah
depresi, gangguan tidur dan gejala psikosa seperti delusi dan halusinasi. Gangguan motorik berupa
kesulitan berjalan, bicara cadel dan gangguan gerak lainnya dapat ditemukan disamping keluhan kejang
mioklonus.

Demesia Alzheimer dan demensia vaskuler adalah dua jenis demensia tersering ditemukan. Masa
perawatan demensia yang panjang menimbulkan beban kesehatan dan sosioekonomi yang berat kepada
pasien, keluarga, masyarakat dan negara secara keseluruhan. Diagnosis dini sangat penting karena
memungkinkan pemilihan terapi farmakologi dan non-farmakologis yang tepat bagi orang dengan
demensia dan menghindari pemeriksaan yang tidak berguna. Disamping perawatan terhadap pasien
demensia, upaya meringankan beban pengasuh dan penerapan aspek medikolegal harus menjadi prinsip
penatalaksanaan demensia.

Demensia menyebabkan gangguan kognisi, perilaku dan aktivitas fungsional keseharian dengan
konsekuensi berat pada aspek fisik, mental, psikososial baik pada pasien maupun keluarga dan
masyarakat. Walaupun demikian, pengenalan kasus demensia pada tahap dini oleh masyarakat dan juga
tenaga kesehatan masih merupakan tantangan saat ini. Disamping itu, kasus-kasus demensia yang
terdiagnosis sering tidak mendapat penatalaksanaan yang memadai sehingga tidak tercapai kualitas
hidup optimal.

Gejala DIMENSIA pada lansia dikutip dari Kemenkes RI, 2019:

Gangguan daya ingat

Sulit fokus

Sulit melakukan kegiatan yang biasa dilakukan

Bingung (disorentasi), seperti tanggal penting, dll

Kesulitan memahami ciri dan posisi benda tertentu

Ganguan berkomunikasi
Menaruh barang tidak pada tempatnya

Salah membuat keputusan

Menarik diri dari pergaulan

Perubahan perilaku kepribadian

Anda mungkin juga menyukai