Odontektomi
Odontectomy
Indrawati *, Donni Indra Kusuma **
Abstract
An anesthetic plan should be formulated that will optimally accommodate the patients
baseline physiological state, including any medical condition, previous operations, the planned
procedure, drug sensitivities, previous anesthetic experiences, and psychological makeup.
Inadequate preoperative planning and errors in patient preparation are the most common causes
of anesthetic complications.
General anesthesia is an altered physiological state characterized by reversible loss of
consciousness, analgesia of an entire body, amnesia, and some degree of muscle relaxation. The
unitary hypothesis proposes that all inhalation agents share a common mechanism of action of
the molecular level. This is supported by the observation that the anesthetic potency of
inhalation agent collates directly with their lipid solubility (Meyer-Overton rule).
Intubation must do carefully. There are many factors that can cause difficulties for
intubation. Extubation can be done if patient can breath spontaneously or in patient in totaly
conscious.
Abstrak
Suatu rencana tindakan anestetik harus didasari oleh status psikologis pasien, meliputi
kondisi medis, tindakan operasi sebelumnya, prosedur yang telah direncanakan, sensitivitas
terhadap obat, pengalaman anestesi sebelumnya, kondisi fisik. Rencana terapi yang kurang
memadai dan kesalahan persiapan pada pasien adalah penyebab utama kegagalan dalam anestesi.
______________________________________________________________________________
* Coassistant Anestesi FK Trisakti 5 Juli 2010 7 Agustus 2010
** Dokter Spesialis Anestesiologi BLUD RSU Kota Semarang
1
General anestesi adalah mengubah keadaan fisiologi berupa penurunan kesadaran yang
bersifat reversibel. Analgesik pada seluruh tubuh, amnesia, dan derajat relaksasi otot tertentu.
Kesatuan hipotesis, semua agen inhalasi bekerja pada level molekular. Ini didukung oleh
observasi bahwa potensial dari agen inhalasi berhubungan langsung dengan kelarutan dalam
lemak (Meyer-Overton rule).
Tindakan intubasi harus dilakukan secara hati-hati. Ada banyak faktor yang mempersulit
intubasi. Proses ekstubasi juga harus dilakukan apabila pasien dalam keadaan sadar. Atau dapat
bernapas spontan.
Kata kunci: general anestesi, intubasi, analgesi
PENDAHULUAN
General anestesi adalah tindakan menghilangkan nyeri secara sentral disertai hilangnya
kesadaran yang bersifat pulih kembali atau reversibel.
Persiapan pra-bedah yang kurang memadai merupakan faktor terjadinya kecelakaan
dalam anestesia. Sebelum pasien dibedah sebaiknya dilakukan kunjungan pasien terlebih dahulu,
sehingga pada waktu pasien dibedah pasien dalam keadaan yang baik. Tujuan kunjungan pra
anestesi adalah untuk mengurangi angka kesakitan operasi, mengurangi biaya operasi dan
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.
Sebelum pasien dilakukan tindakan anestesi, sebaiknya dilakukan:1,2
1. Pemeriksaan fisik
Misalnya tindakan buka mulut, bentuk lidah, status malampati untuk menentukan
kesulitan intubasi.
2. Pemeriksaan laboratorium
Hb, Ht, leukosit, trombosit, waktu perdarahan, dan waktu pembekuan.
3. Klasifikasi status fisik menurut The American Society of Anesthesiologist (ASA)
Kelas I : pasien sehat organik, fisiologik, psikiatrik, biokimia.
Kelas II : pasien dengan penyakit sistemik ringan atau sedang.
Kelas III : pasien dengan penyakit sistemik berat, sehingga aktifitas rutin terbatas.
Kelas IV : pasien dengan penyakit sistemik berat, tidak dapat melakukan aktivitas rutin
dan penyakitnya merupakan ancaman kehidupan setiap saat.
Kelas V : pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa pembedahan hidupnya
tidak akan bertahan lebih dari 24 jam.
Kelas VI : pasien mati batang otak dengan organ yang ditransplantasikan.
4. Masukan oral
Pada pasien dewasa umumnya dipuasakan 6 jam. Sedangkan pada anak dipuasakan 5
jam. Mengingat pada tindakan anestesi reflek laring akan menurun dan dikhawatirkan
terjadi aspirasi.
5. Premedikasi
Ialah pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anestesi dengan tujuan untuk melancarkan
induksi, rumatan dan bangun dari anestesi diantaranya:
Meredakan kecemasan dan ketakutan
Memperlancar induksi anestesi
Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus
Meminimalkan jumlah obat anestetik
Mengurangi mual paska bedah
Menciptakan amnesia retrograde
Mengurangi isi cairan lambung
Mengurangi reflek yang membahayakan.
Setelah dilakukan premedikasi, dilanjutkan dengan induksi. Induksi anestesi adalah
tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak sadar, sehingga memungkinkan untuk
dilakukan anestesi dan pembedahan. Induksi dapat dilakukan dengan cara intravena, inhalasi,
intramuskular dan rektal.
Untuk persiapan induksi anestesi ingat kata STATICS:
S = Scope (stetoskop, laringoskop)
T = Tubes (pipa trakea)
A = Airways (guedel, naso-trakeal airways)
T = Tape (plester supaya pipa tidak terdorong atau tercabut)
I = Introducer (madrin atau stilet supaya pipa trakea mudah dimasukan)
C = Conector (penyambung antara pipa dengan peralatan anestesi)
S = Suction (penyedot lendir)
Tujuan dilakukan intubasi endotrakea adalah untuk membersihkan jalan napas
trakeobronkial, mempertahankan jalan napas agar tetap paten, mencegah aspirasi, serta
mempermudah memberikan ventilasi dan oksigenasi bagi pasien operasi. Pada dasarnya tujuan
intubasi endotrakeal:
pernapasan
Mencegah kemungkinan terjadi aspirasi isi lambung (pada keadaan tidak sadar, lambung
Indikasi bagi pelaksanaan intubasi endotrakeal menurut Gisele tahun 2002 antara lain:2
a. Keadaan oksigenasi yang tidak adekuat yang tidak dapat dikoreksi melalui pemberian
masker oksigen nasal.
b. Keadaan ventilasi yang tidak adekuat karena meningkatnya kadar karbondioksida di
arteri.
c. Kebutuhan untuk mengontrol dan mengeluarkan sekret pulmonal atau sebagai bronkial
toilet.
d. Menyelenggarakan proteksi terhadap pasien dengan keadaan yang gawat atau pasien
dengan reflek akibat sumbatan yang terjadi.
Menurut Gisele, 2002 ada beberapa kontraindikasi dilakukan intubasi endotrakeal antara lain:2
a. Beberapa keadaan trauma jalan napas yang tidak memungkinkan dilakukan intubasi.
Tindakan yang harus dilakukan adalah krikotirotomi.
b. Trauma servikal yang memerlukan keadaan imobilisasi tulang vertebra servikal, sehingga
sangat sulit untuk dilakukan intubasi.
Kesukaran yang sering dijumpai dalam intubasi endotrakeal (Mansjoer Arif et, al.,2000) biasa
dijumpai pada pasien dengan:1
Komplikasi intubasi1
1. Selama intubasi
1.1.
Trauma gigi geligi
1.2.
Laserasi bibir, gusi, laring
1.3.
Merangsang saraf simpatis (hipertensi, takikardi)
1.4.
Intubasi bronkus
1.5.
Intubasi esofagus
1.6.
Aspirasi
1.7.
Spasme bronkus
2. Setelah ekstubasi
2.1.
Spasme laring
2.2.
Aspirasi
2.3.
Gangguan fonasi
2.4.
Edema glotis-subglotis
2.5.
Infeksi laring, faring, trakea
Dalam melakukan tindakan intubasi, perlu diikuti beberapa prosedur yang telah ditetapkan antara
lain:1
1. Persiapan pasien sebaiknya diposisikan dalam keadaan tidur terlentang, oksiput diganjal
dengan menggunakan alas kepala sehingga kepala dalam keadaan ekstensi serta trakea
dan laringoskop berada dalam satu garis lurus.
2. Oksigenasi. Setelah dilakukan anestesi dan diberikan pelumpuh otot, lakukan oksigenasi
dengan memberikan oksigen 100% minimal selama 2 menit. Sungkup muka dipegang
dengan tangan kri dan balon dengan tangan kanan.
3. Larigoskop. Mulut pasien dibuka dengan tangan kanan dan larigoskop dipegang dengan
tangan kiri. Daun larigoskop dimasukan dari sudut kiri dan lapangan pandang akan
terbuka. Daun larigoskop didorong masuk dalam rongga mulut, gagang diangkat dengan
lengan kiri dan akan terlihat uvula, faring serta epiglotis. Ekstensi kepala dipertahankan
dengan tangan kanan. Epiglotis diangkat sehingga tampak aritenoid dan pita suara yang
tampak keputihan seperti huruf V.
5
KASUS
Identitas Pasien
Nama
: Sdr. Mahadi
6
Usia
: 19 tahun
Jenis kelamin
: Laki-laki
Berat badan
: 45 kg
Tinggi badan
: 163 cm
Alamat
: Kaligarang
Tanggal masuk RS
: 14 Juli 2010
Diagnosis
: Odontektemi
Tanggal operasi
: 15 Juli 2010
Anamnesa
Sejak 2 bulan lalu pasien mengeluh pusing dan 2 minggu lalu pasien mengeluh gigi geraham
bawahnya sakit. Kemudian pasien datang ke RSUD Semarang untuk memeriksakan giginya.
Pasien tidak pernah sakit sampai dirawat di rumah sakit.
Riwayat Penyakit dan Operasi :
-
Pemeriksaan Preoperasi
Keadaan umum
Tensi
: 110/70mmHg
Nadi
: 72 x/ menit
Laju nafas
: 18 x/ menit
Suhu tubuh
: 36,50C
Subjektif
Mata
Hidung
Mulut
Faring
Paru-paru
Jantung
Abdomen
Punggung
: deformitas (-)
memar/ infeksi (-)
Ekstremitas
: edema (-)
clubbing (-)
sianosis (-)
Pemeriksaan laboratorium:
Pemeriksaan darah rutin:
Hb
: 15,2 g%
Ht
: 49,3 %
(N: 35-47 %)
Leukosit
: 4250 /mm3
Trombosit
: 181.000 /mm3
CT
2 menit 5 detik
BT
8 menit 10 detik
Status Anestesia
15 Juli 2010
Preoperasi
Status fisik
: ASA I
Tanda vital
Tekanan darah
: 130/80 mmHg
Nadi
: 98x /menit
Respiratory rate
: 20x /menit
Suhu tubuh
: 36,50 C
Premedikasi
: Ondansetron 2 mg intravena
Dexametasone 10 mg IV
Difenhidramine 10 mg IV
Atropine 0,25 mg IV
Induksi
: Propofol 130mg
Ecron 5mg
Teknik inhalasi
Maintenance
: Isofluran, N2O, O2
Anestesi dimulai
: pk. 08.20
Posisi pasien
Teknik analgesi
: pk. 08.25
Keadaan umum
: baik
Tekanan darah
Nadi
: 80-110x /menit
Saturasi O2
: 98%-100%
Maintenance dengan
O2 sebanyak 3 L/menit
N2O sebanyak 3 L/menit
Sevoflurane 0,8 L/menit
Pemberian cairan perioperatif pada jam I untuk pasien dengan berat badan 45 kg = 540cc
Cairan yang masuk
: RL 500 cc
Operasi selesai
: pk. 09.10
Lama operasi
: 45 menit
Anestesi selesai
: pk. 09.20
Lama anestesi
: 60 menit
Postoperasi
-
Setelah operasi, pasien tetap harus tidur dengan posisi miring untuk mencegah aspirasi.
Selama berada di Recovery Room tekanan darah, jumlah denyut nadi, dan saturasi O2
harus selalu dimonitor. Pasien juga diberi O2 3 liter per menit lewat nasal kanul untuk
mempertahankan saturasi O2 tetap berkisar antara 99-100%
Bila pasien sadar penuh, tidak mual dan muntah, serta telah terdengar bising usus maka
pasien boleh makan dan minum sedikit-sedikit
Tensi, nadi, dan pernafasan harus tetap diawasi setiap setengah jam
Bila pasien merasa mual dan atau muntah, dapat diberi antiemetik Metoklopramide 5 mg
i.v.
Bila pasien merasa kesakitan, dapat diberi analgetik Ketorolac 30 mg IV tiap 8 jam
PEMBAHASAN
10
Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan sering pusing dan 2 minggu lalu pasien
mengeluh gigi geraham bawah kirinya sakit. Setelah di foto Ro didapatkan impaksi dari gigi
molar 3 bawah kiri. Kemudian pasien disarankan oleh dokter untuk odontektomi. Penderita
sebelumnya tidak mempunyai riwayat asma, batuk lama, alergi, tekanan darah tinggi dan kencing
manis.
Pada premedikasi diberikan Ondansentron 4 mg sebagai antiemetik, midazolam
(dormicum) sebagai anti anxietas karena mempunyai efek sedasi dan induksi tidur, amnesia
retrogade, antikonvulsan, sulfas atropin sebagai antikolinergik yang mempunyai efek megurangi
hipersekresi, antiemetik, mencegah bradikardi. 1,2
Obat induksi yang digunakan adalah Propofol 130 mg karena propofol relatif aman dan
bekerja cepat, efek yang didapat dalam waktu 30 detik. Selain itu digunakan pelumpuh otot nondepolarisai Ecron (Vecuronium Bromide) 5 mg. Ecron bekerja dalam waktu 3-5 menit dan durasi
kerja obat selama 20-45 menit. Sehingga apabila operasinya lama, maka Ecron dapat diberikan
ulang dengan dosis rumatan 25% dosis awal.1
Untuk maintenance diberikan O2 dan N2O dengan perbandingan 50% : 50% vol. dan
ditambah dengan Sevoflurane 8 vol %. Pemberian N2O ditujukan untuk mendapatkan efek
analgesik. Sedangkan pemberian sevoflurane untuk mendapatkan efek anestetiknya.1,2
Selama operasi, monitoring terhadap tanda-tanda vital sangat penting. Apabila didapat
hipotensi, bradikardi, bisa dikarenakan konsentrasi gas anestetik terlalu besar. Konsentrasinya
dapat dikurangi untuk mendapatkan tensi yang normal. Begitu juga apabila terjadi lonjakan tensi,
dan takikardi, dapat dikarenakan kurangnya konsentrasi gas anestesi. Konsentrasinya dapat
dibesarkan agar tensi bisa turun ke batas normal.
Dalam operasi odontektomi ini diperlukan pemberian cairan. Kebutuhan cairan untuk
pasien dengan berat badan 45 kg:
- Maintenance
: 2cc/kgBB/jam
2cc/kgBB/jam X 45kg = 90cc/jam
- Defisit Puasa
- Stress operasi
Jam I
90cc
270cc
180cc
540cc
Postoperasi
-
Pasien dirawat di Recovery Room dengan pemantauan terhadap tekanan darah, nadi, dan
saturasi O2
Pasien boleh pindah ke ruangan apabila Aldrete Score 9
Apabila pasien sudah sadar penuh, tidak mual muntah, peristaltik usus baik, coba beri
makan minum.
KESIMPULAN
Odontektomi adalah suatu tindakan pengeluaran gigi yang dalam keadaan tidak dapat
bertumbuh atau bertumbuh sebagian (impaksi) dimana gigi tersebut tidak dapat dikeluarkan
dengan cara pencabutan tang biasa melainkan dengan cara pembukaan jaringan ( keras / lunak )
yang menutupi jalan keluar gigi tersebut.
12
Tindakan odentektomi diperlukan general anestesi supaya pasien lebih tengang, didapat
kondisi vital (tensi, nadi) yang baik. Dan juga selama operasi pasien tidak bergerak, sehingga
mempermudah operator untuk melakukan operasi serta didapat hasil yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR.Anestesi Umum. Petunjuk Praktis Anestesiologi.
Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2007; 3:90-29
2. Sulistio K. General Anestesi. Kumpulan Kuliah Anestesiologi. Jakarta; Bursa Kedokteran
Senat Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1982; 15: 107-118
3. British Dental Journal 185, 347 - 352 (1998)
Published online: 10 October 1998 | doi:10.1038/sj.bdj.4809811.S M Grant, L E
Davidson & S Livesey
13