Anda di halaman 1dari 15

Laporan Kasus

Penanganan Muntah Setelah


Operasi General Anestesi

The Treatmen Vomitus Cause


Post General anesthesi

Angeline Cynthia K W *, Wahyu Hendarto **

Abstract
General anesthesia is the action losing of central pain with loss of
awareness that is reversible. Good general anesthesia is a combination between
anesthesia, analgesia, and muscle relaxation. Muscle relaxation is important to
facilitate surgery and intubation procedure.
There are several stages in the implementation of general anesthesia, among
premedication, anesthesia induction, and intubations. During premedication the
patient is given Ondansetron 4 mg iv as an anti emetic Fentanyl 50 g as an
analgetic and, Dexametason 4 mg iv combined with Difenhidramin 10 mg iv as an
anti allergic. Iinduction of anesthesia is given Propofol 150 mg iv and Atracurium
30 mg iv as a muscle relaxant. While at the7,5 sized

endotracheal tube (ET) is

used during intubation.


The pathophyisiologies from vomitus are : impuls that induce the cortex
cerebri, chemoreceptor trigger zone, or the increasing of parayimpatheic nerve
system activity. The vomitus centre known to be existed in medulla oblongata
reticularis formation consist of groups of various neuron. Post operative nausea and
vomitus ( PONV ) are the most common side effect after anasthesia administration
during operation.

* Co ass FK Universitas Tarumanagara Periode 7 Juni 2010 10 Juli 2010.


** Dokter Spesialis Anestesiologi RSUD Kota Semarang. Page 1

Abstrak
Anestesi umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai
hilangnya kesadaran yang bersifat reversible. Anestesi umum yang baik mencakup
tiga hal (Trias) yaitu hilangnya kesadaran (sedasi), hilangnya sensasi sakit
(analgesia), dan relaksasi otot. Relaksasi otot lurik penting dalam bidang anestesi
untuk mempermudah dilakukan pembedahan atau intubasi endotrakeal.
Ada beberapa tahapan dalam pelaksanaan anestesi umum, diantaranya
pramedikasi, induksi anestesi, dan intubasi. Pada tahap pramedikasi diberikan
Ondansetron 4 mg i.v sebagai antiemetik, Fentanyl 50 g i.v sebagai analgetik,
Dexametason 4 mg i.v dikombinasi dengan Difenhidramin 10 mg i.v sebagai
antialergi. Tahap induksi anestesi diberikan Propofol 150 mg i.v dan Atracurium 30
mg iv sebagai pelumpuh otot. Sedangkan pada tahap intubasi digunakan
endotrakeal tube (ET) No 7.
Patofisiologi muntah bisa berasal dari impuls merangsang korteks cerebri,
zona pemicu kemoreseptor atau sistem saraf parasimpatis yang meningkat. Dimana
diketahui pusat muntah ada di formatio retikularis medula oblongata yang terdiri
dari beragam kelompok neuron. Mual dan muntah sesudah operasi ( PONV ) adalah
efek samping yang paling sering setelah pengguanaan anestesi pada operasi.
Kata kunci: general anestesi, muntah, PONV.

* Co ass FK Universitas Tarumanagara Periode 7 Juni 2010 10 Juli 2010.


** Dokter Spesialis Anestesiologi RSUD Kota Semarang. Page 2

PENDAHULUAN ( 1, 2, 4 )
General anestesi adalah tindakan menghilangkan nyeri secara sentral disertai
hilangnya kesadaran yang bersifat pulih kembali atau reversible. Persiapan pra bedah yang kurang memadahi merupakan faktor terjadinya kecelakaan dalam
anesthesia. Sebelum pasien di bedah sebaiknya di lakukan kunjungan pasien
terlebih dahulu, sehingga pada waktu pasien di bedah pasien dalam keadaan yang
baik. Tujuan kunjungan pra anestesi adalah untuk mengurangi angka kesakitan
operasi,

mengurangi

biaya

operasi

dan

meningkatkan

kualitas

pelayanan

kesehatan.
Sebelum pasien dilakukan tindakan anestesi, sebaiknya dilakukan :
1. Pemeriksaan fisik.
Misalnya tindakan buka mulut, bentuk lidah, status mallampati untuk
menentukan kesulitan intubasi.
2. Pemeriksaan laboratorium.
Hb, Ht, leukosit, trombosit, waktu perdarahan, dan waktu pembekuan.
3. Klasifikasi status fisik menurut The American Society of Anesthesiologist
(ASA).
Kelas I
: pasien sehat organic, fisiologik, psikiatrik, biokimia
Kelas II : pasien dengan penyakit sistemik ringan atau sedang.
Kelas III : pasien dengan penyakit sistemuk berat, sehingga aktifitas rutin
terbatas.
Kelas IV : pasien dengan penyakit sistemik berat, tidak dapat melakukan
aktivitas rutin dan penyakitnya merupakan ancaman kehidupan setiap saat.
Kelas V
: pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa
pembedahan< hidupnya tidak akan bertahan lebih dari 24 jam.
4. Masukan oral.
Pada pasien dewasa umumnya dipuasakan 6 jam. Sedangkan pada anak
dipuasakan 5 jam. Mengingat pada tindakan anetesi reflex laring akan
menurun dan dikhawatirkan terjadi aspirasi.
5. Premedikasi.

* Co ass FK Universitas Tarumanagara Periode 7 Juni 2010 10 Juli 2010.


** Dokter Spesialis Anestesiologi RSUD Kota Semarang. Page 3

Ialah pemberian obat 1 - 2 jam sebelum induksi anestesi dengan tujuan untuk
melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anesthesia diantaranya:
Meredakan kecemasan dan ketakutan.
Memperlancar induksi anesthesia.
Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus.
Meminimalkan jmlah obat anestetik.
Mengurangi mual pasca bedah.
Menciptakan amnesia.
Mengurangi isi cairan lambung.
Mengurangi reflex yang membahayakan.
Setelah dilakukan premedikasi, dilanjutkan dengan induksi. Induksi anestesi
adalah tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak sadar, sehingga
memungkinkan untuk dilakukan anesthesia dan pembedahan. Induksi dapat
dilakukan dengan cara intravena, inhalasi, intramuscular dan rectal.
Anestesi umum di indikasikan untuk :

Pembedahan yang luas.

Pembedahan yang berlangsung lama.

Pembedahan

dengan

posisi

tertentu,

yang

memerlukan

pengendalian

pernapasan.
Pada tindakan anestesi umum biasanya dilakukan tindakan pembebasan jalan
nafas berupa pemasangan ET atau LMA. Anestesi umum menekan refleks
tenggorokan normal untuk mencegah aspirasi, seperti menelan, batuk, atau
muntah. Mual & muntah pasca anestesi sering terjadi setelah anestesi umum
terutama pada pasien penggunaan opioid, bedah intra abdomen, hipotensi dan
pada analgesia regional. Obat obat antimuntah yang sering digunakan pada
perianestesia adalah :
Dehydrobenzperidol ( droperidol ) 0,05 0,1 mg / kgBB ( ampul 5 mg / ml )
i.m atau i.v.
Metoclopramide ( primperan ) 0,1 mg / kgBB i.v, supp 20 mg.
Ondansetron (zofran, narfoz ) 0,05 0,1 mg / kgBB i.v.
Cyclizine 25 50 mg.

* Co ass FK Universitas Tarumanagara Periode 7 Juni 2010 10 Juli 2010.


** Dokter Spesialis Anestesiologi RSUD Kota Semarang. Page 4

KASUS
Identitas Pasien :
Nama

: Tn. NR.

No. CM

: 162140.

Usia

: 41 Tahun.

Jenis kelamin

: laki laki.

Berat badan

: 50 kg

Alamat

: Sambung Harjo RT 03 / I.

Tanggal masuk RS : 22 Juni 2010.


Diagnosis

: Sinus Maxilaris Duplex & Eithmoiditis Duplex.

Ruang

: Ruang Prabu Kresna.

Tindakan operasi

: NAW.

Tanggal operasi

: 23 Juni 2010.

Anamnesa :
Sejak 1 bulan lalu pasien mengeluh sering nyeri pada daerah hidung dan
dahi, pusing bila sedang flue dan 1 minggu lalu pasien sangat merasa sakit dan
pusing walaupun sudah berobat ke dokter THT. Pasien datang berobat ke rumah
sakit dan di sarankan mondok untuk operasi. Pasien tidak pernah sakit sampai
dirawat di rumah sakit.
Riwayat Penyakit dan Operasi :
-

Riwayat Operasi diakui.

Penyakit Darah Tinggi disangkal.

Penyakit Kencing Manis disangakal.

Penyakit Jantung dan Paru-paru disangkal.

Penyakit Asma disangkal.

Alergi obat disangkal.

* Co ass FK Universitas Tarumanagara Periode 7 Juni 2010 10 Juli 2010.


** Dokter Spesialis Anestesiologi RSUD Kota Semarang. Page 5

Pemeriksaan Preoperasi :
Keadaan umum

: Baik, CM.

Tanda tanda vital :


Tensi

: 110 / 80 mmHg.

Nadi

: 84 x / menit.

Laju nafas

: 20 x/ menit.

Suhu tubuh : 36,5 0C.


Subjektif

: Ada nyeri ketok pada daerah eithmoid dan maxilaris.

Mata

: Conjunctiva palpebra anemis ( - ).


Sklera ikterik ( - ).

Hidung

: Sekret ( - ).

Mulut

: Bibir sianosis ( - ).
Ukuran dan pergerakan lidah normal.
Leher : Kelenjar tiroid tidak tampak membesar.
Kelenjar getah bening leher tidak teraba.
Trakea di tengah.

Faring

: Tonsil tidak membesar, tidak hiperemis.

Paru - paru

: Dalam batas normal, batuk ( - ), sesak ( - ), bising

paru ( - ).
Jantung

: Dalam batas normal

Abdomen

: Bising usus ( + ) normal, perkusi : timpani.

Punggung

: Deformitas ( - ), memar / infeksi ( - ).

Ekstremitas

: Oedema ( - ), clubbing ( - ), sianosis ( - ).

Pemeriksaan laboratorium :
Pemeriksaan darah rutin :
Hb

: 14, 7 g %

(N: 12-15 g/dl)

* Co ass FK Universitas Tarumanagara Periode 7 Juni 2010 10 Juli 2010.


** Dokter Spesialis Anestesiologi RSUD Kota Semarang. Page 6

Ht

: 47, 3 %

(N: 35-47 %)

Leukosit

: 5.560 / mm3

(N: 4-11 ribu /mm3)

Trombosit

: 295.000 /mm3

(N: 150-400 ribu/mm3)

CT

8 menit 30 detik.

BT

1 menit 25 detik.

Status Anestesia :
22 juni 2009
Preoperasi
Status fisik

: ASA I

Tanda vital

Tekanan darah
: 110 / 80 mmHg.
Nadi
: 84 x / menit.
RR
: 20 x / menit.
Suhu
: 36,50 C

Premedikasi

: Narfoz 2 mg IV.
Dexametasone 10 mg IV.
Difenhidramine 10 mg IV.

Induksi

: Propofol 100 mg.


Notrixum 30 mg.
Fentanyl 50 mg.

Teknik inhalasi

: Semi closed, Respiratory Control dengan ET no 7

ventilator.
Maintenance

: Cevoflurane , N2O, O2.

Anestesia dimulai

: pk. 08.20.

Posisi pasien

: Tidur dengan kepala diganjal kain ( di ekstensikan ).

Teknik analgesia

Setelah dilakukan premedikasi, masukan obat induksi dengan propofol

100 mg.
Lakukan oksigenasi dengan sungkup.

* Co ass FK Universitas Tarumanagara Periode 7 Juni 2010 10 Juli 2010.


** Dokter Spesialis Anestesiologi RSUD Kota Semarang. Page 7

Setelah ventilasi dapat dikuasai, masukan pelumpuh otot Notrixum 30

mg.
Tunggu Notrixum bekerja sekitar 3 5 menit. Lihat apakah otot perut

sudah releks.
Bekali dengan oksigenasi O2 100% sebelum dilakukan intubasi.
Intubasi, respirasi control dengan ventilator.
Maintanace dengan O2 , N2O , Cevoflurane.

Durante Operasi
Operasi dimulai

: pk. 08.25

Keadaan umum

: Baik.

Monitoring Tanda vital ( per 10 menit ).


Tekanan darah

: 100 / 60 mmHg 130 / 85 mmHg.

Nadi

: 80 - 110 x / menit.

Saturasi O2

: 98 % - 100 %.

Maaintenace dengan : O2 sebanyak 3 L/menit.


N2O sebanyak 3 L/menit.
Cevoflurane 0,7 L/menit.
Selama operasi berlangsung : ketorolac 30mg dan tramal 100 mg, asam
tranexamat 250 mg
+ decynon 250 mg + vit c 100 mg + vit k 10
mg.
Cairan yang masuk

: RL 500 cc dan Fima HES 500 cc.

Cairan yang keluar

: perdarahan 200 ml, urine ( - ).

Operasi selesai

: pk. 9.10

Lama operasi

: 45 menit.

Anestesi selesai
Lama anestesi

: pk. 09.20
: 60 menit.

* Co ass FK Universitas Tarumanagara Periode 7 Juni 2010 10 Juli 2010.


** Dokter Spesialis Anestesiologi RSUD Kota Semarang. Page 8

Setelah operasi selesai diberikan obat reverse pelumpuh otot Neostigmin 1,5
mg + Sulfas Atropin 0,5 mg + Nokoba 0,8 mg. Masalah yang timbul selama
operasi ( - )
Postoperasi
-

Setelah operasi, pasien tetap harus tidur dengan posisi miring untuk
mencegah aspirasi.

Pasien dirawat di Recovery Room sebelum dipindahkan kembali ke


bangsal.

Selama berada di Recovery Room tekanan darah, jumlah denyut nadi,


dan saturasi O2 harus selalu dimonitor. Pasien juga diberi O 2 3 liter per
menit lewat nasal canule untuk mempertahankan saturasi O 2 tetap
berkisar antara 99 - 100%.

Bila Aldrete Score 8 tanpa nilai 0, pasien boleh dipindahkan ke


ruangan.

Bila pasien sadar penuh, tidak mual dan muntah, serta telah terdengar
bising usus maka pasien boleh makan dan minum sedikit-sedikit.

Tensi, nadi, dan pernafasan harus tetap diawasi setiap setengah jam.

Bila pasien merasa mual dan atau muntah, dapat diberi antiemetik
Metoclopramide 5 mg IV.

Bila pasien merasa kesakitan, dapat diberi analgetik ketorolac 30 mg


IV tiap 8 jam.

Program cairan: berikan infuse Ringer Laktat 20 tetes per menit.

* Co ass FK Universitas Tarumanagara Periode 7 Juni 2010 10 Juli 2010.


** Dokter Spesialis Anestesiologi RSUD Kota Semarang. Page 9

PEMBAHASAN ( 2, 3, 4 )
1 minggu lalu pasien sangat merasa sakit dan pusing walaupun sudah
berobat ke dokter THT. Pasien datang berobat ke rumah sakit dan di sarankan
mondok untuk operasi. Setelah di foto Ro di dapatkan gambaran suram pada

sinus maxilaris kanan kiri dan eithmoid kanan - kiri. Kemudian pasien
disarankan oleh dokter untuk NAW. Penderita sebelumnya tidak mempunyai
riwayat asma, dan batuk lama, alergi, tekanan darah tinggi dan kencing
manis.
Pada premedikasi diberikan Narfoz 4mg i.v sebagai antiemetic ( untuk
mengurangi rasa mual sebelum dan sesudah operasi ), Sebagai analgetik
digunakan analgetik golongan

opioid

Fentanyl dengan dosis 50 g.

Dexamethasone 4 mg i.v sebagai kortikosteroid dikombinasikan dengan


difenhidramin 10 mg i.v sebagai antihistamin bertujuan untuk mencegah
reaksi alergi atau mencegah terjadinya hal-hal yang tidak dinginkan yang

* Co ass FK Universitas Tarumanagara Periode 7 Juni 2010 10 Juli 2010.


** Dokter Spesialis Anestesiologi RSUD Kota Semarang. Page 10

diakibatkan

pemberian

obat-obat

anestesi

(misal:

terjadinya

odema,

hipotensi, dan gangguan aritmia).


Obat induksi yang digunakan adalah propofol 100mg karena propofol
relative aman dan bekerja cepat, efek yang didapat dalam waktu 30detik.
Sebagai pelumpuh otot untuk mempermudah intubasi digunakan Notrixum
30 mg dengan dosis 0,5 - 0,6 mg / kgBB. Atrakurium merupakan obat
pelumpuh otot non depolarisasi terpilih untuk pasien geriatri atau dengan
kelainan jantung, hati, dan ginjal yang berat karena dimetabolisme secara
unik di darah sehingga tidak tergantung oleh fungsi hati dan ginjal.
Maintenance yaitu O2, : N2O = 3 L / menit : 3 L / menit dan Cevofluran
1,8 MAC. Napas pasien dikendalikan dengan menekan balon napas ( 12 - 16
x / menit ). Setelah ada tanda-tanda napas spontan kembali dicoba untuk
membantu napas saja sampai pernapasan normal kuat kembali. Cevofluran
bukan saja untuk rumatan namun juga untuk induksi, Cevofluran selama
induksi pada kasus ini sangat membantu untuk mencapai kedalaman
anestesi yang optimal.
Selama operasi, monitoring terhadap tanda-tanda vital sangat penting.
Apabila didapat hipotensi, bradikardi, bisa dikarenakan konsentrasi gas
anestetik terlalu besar. Konsentrasinya dapat dikurangi untuk mendapatkan
tensi yang normal. Begitu juga apabila terjadi lonjakan tensi, dan takikardi,
dapat dikarenakan kurangnya konsentrasi gas anestesi. Konsentrasinya
dapat dibesarkan agar tensi bisa turun ke batas normal.
Dalam operasi NAW ini diperlukan pemberian cairan. Kebutuhan cairan
untuk pasien dengan berat badan 50 kg:
- Maintenance

: 2 cc / kgBB / jam.
2 cc / kgBB / jam x 50 kg = 100 cc / jam.

- Defisit Puasa

: lama puasa ( jam ) x Maintanance.


6 x 100 cc = 600 cc

* Co ass FK Universitas Tarumanagara Periode 7 Juni 2010 10 Juli 2010.


** Dokter Spesialis Anestesiologi RSUD Kota Semarang. Page 11

- Stress operasi

: 4 ml / kgBB / jam ( operasi kecil ).


: 4 x 50 x 1 = 200 ml / jam.

Total kebutuhan cairan untuk NAW ( operasi kecil ) :


M
DP

Jam I
100 cc
600 cc
200

SO

cc
900

total

cc

Perdarahan ( BB 50 kg ).
EBV: 80 ml / kgBB = 80 x 50 = 4000 cc
Total perdarahan selama operasi : 200 cc
Maka kepada penderita boleh diberikan substitusi dengan penambahan
cairan kristaloid saja karena perdarahan hanya 5 %. Transfusi darah
belum perlu di lakukan karena jumlah perdarahan 25 % EBV.

Postoperasi
-

pasien dirawat di recovery room dengan pemantauan terhadap

tekanan darah, nadi, dan saturasi O2.


Pasien boleh pindah ke ruangan apabila Aldrete Score 8.
Apabila pasien sudah sadar penuh, tidak mual mutah, peristaltic usus

baik, coba beri makan minum.

* Co ass FK Universitas Tarumanagara Periode 7 Juni 2010 10 Juli 2010.


** Dokter Spesialis Anestesiologi RSUD Kota Semarang. Page 12

KESIMPULAN
Untuk operasi pada daerah leher teknik yang biasanya dipilih adalah cara GA. Dalam
general anestesi perlu memperhatikan efek obat terhadap organ-organ vital, seperti jantung, paru,
hepar dan ginjal.
Pemantauan/ monitoring anestesi bertujuan untuk :
a. Mendiagnosa ada permasalahan / tidak.
b. Mendiagnosa ada kegawatan/ tidak.
c. Evaluasi hasil dari suatu tindakan.
Tahapan dalam general anestesi meliputi :

Persiapan praanestesi, seperti mempersiapkan peralatan dan premedikasi.

* Co ass FK Universitas Tarumanagara Periode 7 Juni 2010 10 Juli 2010.


** Dokter Spesialis Anestesiologi RSUD Kota Semarang. Page 13

Induksi anestesi.

Rumatan / maintenance anestesi.

Pemulihan pasca anestesi.

Untuk mendapatkan balance anestesi / hasil yang optimal dalam general anestesi perlu
kombinasi beberapa jenis obat anestesi, seperti :
1. Hipnotik : midazolam HCL.
2. Analgetik : pethidin HCL, fentanyl, ketorolac, N2O.
Muscle relaxant : succinylcholine HCL, Atracurium Besylate.

DAFTAR PUSTAKA

1. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR.Anestesi Umum. Petunjuk Praktis


Anestesiologi. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2007; 3 : 90 - 29.
2. Muhiman M, Thaib MR, Sunatrio S, Dahlan R. Anestesia Umum.
Anestesiologi. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FK UI.
1989; 108 79.
3. Morgan GE, Mikhail MS. Clinical Anesthesiology. 2 nd ed. Appleton &
* Co ass FK Universitas Tarumanagara Periode 7 Juni 2010 10 Juli 2010.
** Dokter Spesialis Anestesiologi RSUD Kota Semarang. Page 14

Lange Stamford 1996 ; 109:127.


4. Sulistio K. General Anestesi. Kumpulan Kuliah Anestesiologi. Jakarta;
Bursa Kedokteran Senat Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 1982; 15: .107 - 118

* Co ass FK Universitas Tarumanagara Periode 7 Juni 2010 10 Juli 2010.


** Dokter Spesialis Anestesiologi RSUD Kota Semarang. Page 15

Anda mungkin juga menyukai