Oleh:
Debora Sharon Rory
42160064
BAGIAN ILMU ANESTESI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA 1
YOGYAKARTA
2017
KASUS
Nama : Nurul Hidayat
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal lahir : 22/04/2003
Umur : 14 th
Alamat : Ponowaren 2/2, Banjarnegara
Pekerjaan : Siswa
Masuk RS : 4 Januari 2017
2
Anamnesis:
1.Keluhan Utama: Nyeri tenggorokan
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Nyeri tenggorokan yang dirasakan sejak tiga bulan terakhir,
demam mucul pada tiga hari yang lalu. Sebenarnya tonsil
sudah diketahui membesar sejak kecil.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
TB pada saat usia enam tahun.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Bibi memiliki tonsil yang membesar
5. Keadaan sosial
Menengah ke bawah
3
Kebiasaan : merokok (-), kopi (-), teh (-),
Alkohol (-)
Aktivitas Fisik : jarang
Riwayat minum obat : (-)
Riwayat operasi : (-)
Riwayat pembiusan : (-)
Riwayat penyakit berat : (-)
Riwayat alergi obat/makanan : Ceftriaxone
Pemakaian alat bantu : (-)
Puasa : Sudah
Makan-minum terakhir : 04.00 WIB
KESIMPULAN
6
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai
Rujukan
Hematologi:
Hemoglobin 13.6 g/dl 14- 18
Eritrosit 4.67 ribu/mmk 4.7-6.1
Leukosit 6.29 ribu/ mmk 4.8- 10.8
Hematokrit 36.6 % 42-52
Neutrofil segmen 40.9 % 50-70
Eosinofil 5.4 % 2-4%
Limfosit 46.4 % 25-40
APTT 37.7 detik 25-35
Gol darah B
7
Pemeriksaan Penunjang
Premedikasi, Assesmen
Pra Induksi
8
Obat yang digunakan : 1.Dexamethasone 2 amp
Premediksi 9
Identitas pasien benar
Persetujuan medis telah ditandatangani
Teknik anestesi sudah ditentukan
Tensi sistolik antara 90-180 mmHg
Tensi diastolik antara 50-110 mmHg
Nadi dewasa antara 50-130 kali per menit
Laju nafas dewasa 8-35 kali per menit
Suhu antara 36,5 sampai 39oC
Saturasi oksigen antara 90-100%
Jalan nafas bebas/terkontrol
Nyeri minimal/tidak ada
11
Tanggal operasi : 4 Januari 2017
Mulai anestesi : 14.10 WIB
Selesai anestesi : 15.00 WIB
Teknik Anestesi : GA + NT, Maintenance:
Sevoflurane, N20 & O2
Posisi pasien : terlentang
Dokter bedah : dr. Samuel Zakharia, Sp.B, MM
Dokter Anestesi : dr.Yos Kresno W., Sp.An, M.Sc
12
Obat yang digunakan :
1.Recofol 150 mg
2. Fentanyl 100 mcg
3.Tramus 15 mg
4. Ketorolac 30 mg
5. Ondansentron 4 mg
13
Infus : RL dan Ring-As
Monitoring hemodinamik per 15 menit
TD :100/60 90/60 100/70
80/50
DN : 80 80 80
70
O2 : 2l
N20 : 2l
Sevoflurane: 1,5% 1,5% 1,5% 2%
14
Monitoring hemodinamik
TD :100/60 120/80
DN : 80 80
Stewart Score
Masuk : 6
Keluar : 5
Instruksi Pasca Anestesi di Ruang Bangsal
Awasi tensi, nadi, dan nafas tiap 15 menit
Mual muntah diberi injeksi Ondansentron mg
Infus dalam 24 jam : 1000cc RL
Bila sistolik <90 mmHg, berikan injeksi ephedrine 10 mg (iv)
Bila sesak nafas, lapor dr.Anestesi/ dr. Jaga
Makan minum : Biasa
Manajemen nyeri : Injeksi Ketorolac 30 mg / iv
Asesmen Post-Operasi 16
TINJAUAN PUSTAKA
17
Pengertian Anestesi dan Tujuan Anestesi Umum
Anestesi adalah hilangnya seluruh modalitas dari sensasi
yang meliputi sensasi sakit/nyeri, rabaan, suhu,
posisi/propioseptif dengan atau tanpa hilangnya
kesadaran
18
Anestesi
Umum Regional
Peripheral
Inhalasi Intravena Spinal Epidural
Nerve Block
Jenis Anestesi
Tujuan anestesi umum adalah menghilangkan nyeri,
membuat tidak sadar dan menyebabkan amnesia yang
reversible dan dapat diprediksi
20
Kehilangan tonus otot jalan napas atas akibat dari obat
anestesi dapat mengakibatkan lidah dan epiglottis ke
belakang. Teknik dasar pembukaan jalan napas atas adalah
dengan mengangkat kepala dan mendorong rahang bawah
ke depan atau disebut angkat kepala- angkat dagu ( head
tilt- chin lift). Teknik dasar ini akan efektif bila obstruksi
jalan napas disebabkan oleh lidah atau relaksasi otot pada
jalan napas atas
21
22
1. Pemeriksaan jalan napas
Pemeriksaan global berupa:
1. Patensi hidung: lihat adanya massa dalam kavum nasal ( contoh:
polip) adanya deviasi septum nasal, dll.
2. Pembukaan mulut sekurang-kurangnya selebar 2 jari antara gigi
taring orang dewasa.
3. Gigi : peninggian pada gigi taring atas, dan gigi geraham dengan
atau tanpa overbite, dapat mengakibatkan pembatasan pada garis
oral atau aksis faringeal pada saat laringoskop dan khususnya dalam
hubungannya dasar lidah yang besar, dapat menggabungkan kesulitan
dalam laringoskop langsung atau ventilasi tas sungkup.
24
Pemeriksaan spesifik
A. Kriteria Anatomik
1. Berhubungan dengan ukuran lidah atau faringeal
dengan test Malampati (Malampati, 1995)
25
2. Perpanjangan sendi atlanto-occipital: ini memeriksa
kemampuan Atlanto occipital
Grade I : >35 Grade II : 22-34 Grade III : 12-21
Grade IV : < 12 Normal angle of extension is 35 or
more.
26
3. Jarak mandibular:
i. Jarak Thyromental (T-M) (Patils Test)Mandibular space i.
Thyromental (T-M) distance (Patils test) (Patil, 1983). Didefinisikan
sebagai jarak antara mentum dengan thyroid notch, selama leher
pasien sudah ekstensi maksimal. Pengukuran ini akan membantu
menentukan seberapa siap aksis laring dapat jatuh satu garis dengan
aksis faringeal ketika sendi atlanto-occipital diekstensikan. Garis
antara dua aksis ini akan sulit pada TM dengan jarak < 3 jari
breadth, < 6 cm pada anak dewasa; 6-6.5 cm tidak terlalu sulit, while
> 6.5 cm normal.
ii. Jarak Sternomental: di estimasikan jarak dari peninggian
suprasternal ke mentum. Ini diukur dengan kepala yang diekstensi
penuh, pada leher den gan mulut tertutup. Nilainya kurang dari 12
cm ditemukan untuk menentukan kesulitan intubasi (Savva, 1994).
iii. Jarak madibulo-hyoid, cara menghitung panjang mandibulla dari
dagu ke hyoid harus kurang dari 4cm atau 3 jari. Ini ditemukan
bahwa laringoskop akan menjadi lebih sulit jika jarak ini meningkat.
27
28
29
Penggunaan ET termasuk ke dalam pemberian ventilasi
dengan alat bantu jalan napas tingkat lanjut . Intubasi
endotrakea adalah proses memasukkan pipa endotrakea
ke dalam trakea pasien. Bila pipa dimasukkan melalui
mulut disebut intubasi orotrakea, bila melalui hidung
disebut intubasi nasotrakea. Intubasi di dalam trakea ini
termasuk dalam tata laksana jalan napas tingkat lanjut.
Intubasi Endotrakea 30
indikasi intubasi endotrakea:
Operasi dalam waktu yang lama
Operasi di jalan napas atau bagian kepala
Pada pasien yang tidak sadar sebelumnya
Pasien yang perlu menggunakan Muscle Relaxant
maksimal
(ATLS. 2012)
31
Beberapa alat yang digunakan:
S = Scope, Laringoscop dan Stetoskop
T = Tubes, Pipa Endotrakeal
A = Air Way, Pipa oroparing/Nosoparing, Ambubag
T = Tape, Plester
I = Indroducer, Stilet , Mandrin
C = Conektor/sambungan-sambungan
S = Suction, Penghisap Lendir
32
Panduan pemilihan TT 33
Nasotracheal intubation (NTI) adalah satu dari metode yang
terkenal untuk induksi anestesi untuk pembedahan pada
area kepala dan leher. NTI mengikut sertakan tube trakea
melewati hidung untuk memberikan isolasi yang lebih baik
dan akses pembedahan dengan prosedur intraoral yang lebih
baik. Terdapat dua jalur yaitu atas dan bawah. Pada bagian
bawah melewati dasar dari hidung dan lebih aman. Jalur
atas terbentang antara turbin inferior dan medial
Intubasi Nasotrakea 34
35
Indikasi intubasi nasotracheal:
Pembedahan Intraoral and oropharyngeal.
Adanya trismus yang mengakibatkan intubasi oral tidak
dapat didlakukan.
Alternative pada trakeostomi untuk periode penggunaan
ventilasi lebih lama di ICU.
Tonsilektomi
Laringoskopi yang rumit dan pembedahan mikrolaringeal
Pembedahan pada kasus maksilofasial untuk akses
pembedahan yang lebih baik.
36
Kontraindikasi :
Riwayat sebelumnya baik lama atau baru dari fraktur
cranium
Gangguan pendarahan yang dapat mengakibatkan
epistaksis
37
1. Epistaksis
2. Bacteremia
Komplikasi NTI 38
39
40
Faktor pasien:
1. Anatomi abnormal ( contoh: abnormalitas tulang wajah)
2. Kondisi medis seperti GERD
Faktor tube :
1. Ukuran yang terlalu besar
2. Tekanan cuff yang terlalu tinggi
3. Terdapat NGT yang terpasang terlebih dahulu.
Faktor teknis:
1. Intubasi yang terlalu dipaksakan
2. Visualisasi yang rendah dari laring
3. Intubasi yag berkali-kali dilakukan
Intubasi
Obat-obat anestesi
42
Agen Inhalasi
1. N20
43
Pemberian anestesi dengan N2O harus disertai O2 minimal
25%. Gas ini bersifat anestetik lemah, tetapi analgesianya
kuat, sehingga sering digunakan untuk mengurangi nyeri
menjelang persalinan. Pada anestesi inhalasi jarang
digunakan sendirian, tetapi dikombinasi dengan salah satu
cairan anestesi lain seperti halotan dan sebagainya. Pada
akhir anestesi setelah N2O dihentikan, maka N2O akan
cepat keluar mengisi alveoli, sehingga terjadi pengenceran
O2 dan terjadilah hipoksia difusi. Untuk menghindari
terjadinya hipoksia difusi, berikan O2 100% selama 5-10
menit.
44
Efek samping
Meningkatkan sistem saraf simpatis, dan menekan kontraktilitas
jantung, cardiac output
Dapat menyebabkan takipnea dan penurunan volume tidal sebagai
hasil dari stimulasi CNS
Meningkatkan teknaan intracranial karena CBF yang meningkat
Kontraindikasi :
N2O 35 kali lebih larut dari pada nitrogen dalam darah, ini
mengakibatkan dapat terjadinya difusi pada kavitas udara lebih cepat
dibandingkan nitrogen diserap oleh pembuluh darah. Mkapad pasien
seperti pneumothoraks, obstruksi usus akut, dll.
45
Efek terhadap kardiovaskuler cukup stabil, jarang
mnyebabkan aritmia. Efek terhadap sistem saraf pusat
seperti isofluran dan belum ada laporan toksik terhadap
hepar. Setelah pemberian dihentikan sevofluran cepat
dikeluarkan oleh badan. Walaupun dirusak oleh kapur soda
(soda lime, baralime), tetapi belum ada laporan
membahayakan terhadap tubuh manusia.
2.Sevoflurane 46
Agen intravena 47
Efek Samping
Dapat menyebabkan nyeri selama pemberian pada 50%
sampai 75%. Nyeri ini bisa muncul akibat iritasi
pembuluh darah vena, nyeri pada pemberian propofol
dapat dihilangkan dengan menggunakan lidokain (0,5
mg/kg)
Gejala mual dan muntah juga sering sekali ditemui pada
pasien setelah operasi menggunakan propofol. Propofol
merupakan emulsi lemak sehingga pemberiannya harus
hati hati pada pasien dengan gangguan metabolisme
lemak seperti hiperlipidemia dan pankreatitis
48
Agen relaksan otot 49
Efek samping
Hipotensi dan takikardi yang diakibatkan peningkatan
cardiac index kaena histamine release.
Bronkospasme: harus dihindari pada pasien dengan
riwayat asma
Reaksi alergi
Hipotermia
50
51
52