Anda di halaman 1dari 35

Case Report

General Anestesi Pada Operasi Cito Laparotomi Eksplorasi pada Peritonitis


Generalisata et causa Appendicitis Perforasi
pada Pasien Anak

Disusun Oleh :
Melia Fadiansari Suriansyah (1765050163)
Marini Elisabeth Franet (1765050378)
Waode Al Fara Damierza Al Amin (1965050030)

Penguji :
dr. Ratna E. Hutapea Sp.An
General Anestesi Pada Operasi Cito Laparotomi Eksplorasi
pada Peritonitis Generalisata et causa Appendicitis
Perforasi pada Pasien Anak

BAB I Pendahuluan
BAB II Laporan Kasus
1. Anamnesis, Pemeriksaan Fisik, Pemeriksaan Laboratorium
Pasien
2. Identifikasi Masalah
3. Permasalahan Medis, Pembedahan, Anestesi
BAB III Kesimpulan
Pendahuluan

Appendisitis Appendisitis Appendisitis


Peritonitis Syok Sepsis
Akut Gangrenosa Perforasi
LAPORAN KASUS

Identitas Pasien

• Nama: An. D. P. P
• No. RM: 00.10.03.80
• Tanggal masuk: 16 Juni 2019
• Tanggal lahir / Umur: 12 Desember 2006 / 12 tahun 5 bulan
• Alamat: Cip. Bali No. 25 RT 01 RW 03 Kelurahan Cipinang Melayu
• Agama: Islam
LAPORAN KASUS

Identitas Pasien

• Pendidikan: SMP
• Status Perkawinan: Belum menikah
• Pekerjaan: Pelajar
• Sistem pembayaran: BPJS Kelas III
• Ruangan: Anggrek observasi 4
LAPORAN KASUS

Keluhan utama dan kronologis:

• Pasien datang ke Poli RSU UKI dengan keluhan nyeri perut hilang
timbul. Nyeri perut dirasakan sejak ± 2 minggu SMRS. Awalnya
nyeri ulu hati, lalu nyeri berpindah ke perut kanan bawah dan
menjadi nyeri seluruh lapang perut.
LAPORAN KASUS

Keluhan tambahan:

• Muntah (+), demam turun naik ± 2 minggu SMRS (+), BAB cair
(saat ini biasa)
LAPORAN KASUS
Pemeriksaan Fisik

• Keadaan Umum : Tampak sakit sedang, GCS 15 (E4M6V5)

Tanda Vital
• Tekanan darah : 100/60mmHg
• Nadi : 90x/menit
• Pernafasan : 20x/menit
• Suhu : 36.3oC
LAPORAN KASUS

Tinjauan Sistem
• Kepala : Normocephali
• Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterus
• Mulut : Mallampati 2
• Leher : Kelenjar getah bening tidak teraba, tidak teraba massa,
tidak ada deviasi trakea

Paru
• Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris kanan dan kiri
• Palpasi : Vocal fremitus simetris kanan dan kiri
• Perkusi : Sonor-sonor
• Auskultasi : bunyi nafas dasar vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
LAPORAN KASUS

Jantung
• Inspeksi : Tidak terdapat vena-vena yang melebar
• Palpasi : Batas jantung normal
• Perkusi : Pekak
• Auskultasi : Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
• Inspeksi : Perut tampak datar
• Auskultasi : Bising usus 2x/menit
• Perkusi : Nyeri ketok (+) seluruh lapang abdomen, sulit dinilai
• Palpasi : Nyeri tekan (+) seluruh lapang abdomen, distensi (+)
LAPORAN KASUS

Urogenital : Urine spontan, genitalia DBN

Anus dan region perineum : dalam batas normal

Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2”, edema -/-/-/-


LAPORAN KASUS

Pemeriksaan Penunjang Laboratorium (16 Mei 2019)

H2TL Hasil Nilai Rujukan


Hemoglobin 11.5 g/dL 12 – 14
Hematokrit 34.8 % 37 – 43
Trombosit 690rb/µL 150rb – 400 rb
Leukosit 28.500/ µL 5rb – 10rb
LAPORAN KASUS

Pemeriksaan Penunjang Laboratorium (16 Mei 2019)

Elektrolit Hasil Nilai Rujukan


Natrium 134 136 – 145
Kalium 4,1 3,5 – 5,1
Clorida 93 99 – 111

Fungsi Hati Hasil Nilai Rujukan

SGOT 21 10 - 34
SGPT 16 9 - 43
LAPORAN KASUS

Pemeriksaan Penunjang Laboratorium (30 Juni 2017)

Faal Hemostasis Hasil Nilai Rujukan


Masa perdarahan (17 Mei 2019) 1 menit 1 – 3 menit
Masa pembekuan (17 Mei 2019) 13 menit 10 – 16 menit

Lain-lain Hasil Nilai Rujukan


GDS 141 < 200
Ureum 22 mg/dL 15 – 45
Creatinin 0.46 mg/dL 0.70 – 1.10
Albumin 3.4 g/dL 3.7 – 5.2
LAPORAN KASUS

Radiologi

• USG Abdomen (7 Mei 2019)


• Mc Burney: struktur appendic tak tampak jelas, fluid collection disekitarnya
(+)
• Tampak gambaran dilatasi usus kecil disertai penebalan peritoneum dan
dilatasi usus kecil dengan cairan bebas (+)
• Kesan: gambaran peritonitis ec. Susp. Appendicitis
LAPORAN KASUS

Diagnosis Pra Bedah : Peritonitis generalisata ec appendicitis perforasi

Rencana Tindakan: Laparotomi eksplorasi CITO

Kesimpulan: Pasien termasuk kategori ASA IV-E

Rencana Anestesi : General anestesi intubasi

Anjuran
• Puasa sebelum dijalankan operasi (pasien makan minum terakhir pukul 09.00 sehingga
tidak diperbolehkan makan lagi hingga operasi dilakukan)
• Antibiotik profilaksis : Cefotaxim 3 x 1 gr (IV)
PRE OPERATIF

Berikan informasi ke pasien dan keluarga pasien


tentang prosedur anestesi yang akan dilakukan dan
persetujuan tindakan, termasuk risiko, penyulit
dan komplikasi yang dapat terjadi.

Premedikasi :
• Midazolam 1 mg
• Fentanyl 50 mcg
INTRA OPERATIF

Jalannya operasi :
• Operasi berlangsung selama 4 jam 15 menit (dimulai
pukul 22.15 – 02.30)
• Perdarahan ± 500 – 600 cc
• Cairan preoperative : Ringer Laktat 500 cc
• Cairan intraoperative : Ringer Laktat ± 1500 cc + PRC
202 ml
• Maintenance dengan isofluran
POST OPERATIF

Post Operatif
• Waktu selesai operasi : 02.15
• Masuk ruang RR : 02.20  pasien langsung dipindahkan ke PICU
• Kesadaran : Compos Mentis
• Tekanan Darah : 87/34 mmHg
• Nadi : 110x/menit
• Pernafasan : 24x/menit
• Suhu : 37oC
• SpO2 : 100%
• Skor pemulihan pasca anestesi dengan steward score untuk anak.
POST OPERATIF

• Pemantauan post
operatif di PICU RSU UKI
karena pasien dilakukan
pembedahan laparotomi
dan reseksi usus besar
yang memerlukan
pemantauan khusus
hemodinamik setiap 4
jam atau kurang
PERMASALAHAN DAN PEMBAHASAN

Masalah medis
• Pada pasien ini tidak didapatkan permasalahan
medis yang akan mempengaruhi proses anestesi
PERMASALAHAN DAN PEMBAHASAN

Masalah pembedahan
- Lokasi nyeri pada pasien ini adalah di seluruh lapang perut
(dicurigai juga peritonitis et causa appendicitis perforasi).
- Peritonitis merupakan penyakit akut dan kasus bedah darurat.
PERMASALAHAN DAN PEMBAHASAN

Masalah anestesi
• Pemilihan teknik anestesi
• Puasa yang dijalankan hanya sebentar, tidak mencapai 8 jam
• Hipotensi yang terjadi akibat obat-obat anestesi
• Nyeri postoperatif
PERMASALAHAN DAN PEMBAHASAN
Spinal Anestesi
• Spinal anestesi (anestesi lumbal, blok subaraknoid) dihasilkan bila kita menyuntikkan
obat anelgetik lokal kel dalam ruang subaraknoid di daerah antara L3-4 atau L4-5

• Kelebihan: menghasilkan relaksasi otot yang baik. Tapi anestesi spinal juga memiliki
kerugian yaitu dapat menyebabkan hipotensi, sehingga harus diawasi pada pasien
dengan hipotensi.

• Kontra indikasi: pasien memiliki kelainan pembekuan darah, syok hipovolemia,


septikemia, infeksi kulit pada area pungsi, peningkatan tekanan intracranial, atau
jika pasien menolak tindakan atau pasien tidak kooperatif.
PERMASALAHAN DAN PEMBAHASAN

General anestesi
• Pada general anestesi, pasien akan dibuat sedasi dengan kehilangan kesadaran
sementara dengan agen induksi dan agen maintenance.

• General anestesi memiliki keunggulan yang sangat penting yaitu pasien bisa dibuat
tidak kooperatif sehingga menghasilkan relaksasi otot yang sangat baik.

• Tapi general anestesi juga memiliki kerugian yaitu menyebabkan nyeri post-operatif
dan komplikasi kardiopulmoner lebih banyak.
PERMASALAHAN DAN PEMBAHASAN

Pada pasien An. D.P.P direncanakan menggunakan general anestesi


intubasi dengan pertimbangan:

• Usia pasien yang masih tergolong anak, lebih baik dengan anestesi umum.
• Sulit dilakukan spinal anestesi karena perbedaana anatominya dengan orang
dewasa. Pada anak, posisi medulla spinalis dan dural sac lebih rendah
daripada orang dewasa.
• Menjaga kondisi psikis pasien
• Pasien akan dilaparotomi eksplorasi
• Cost effectiveness
PERMASALAHAN DAN PEMBAHASAN
Selama dilakukan anestesi, memonitor kedalaman anestesi adalah melihat tingkatan
depresi susunan saraf pusat dan bagaimana efisiensi sistem kardiovaskular.

Hal yang harus dipantau adalah sebagai berikut:


1. Suhu
• Tubuh tidak mampu mempertahankan suhu  obat anestesi mendepresi pusat pengatur
suhu sehingga suhu mudah turun naik.

• Monitoring suhu sangat jarang dilakukan selama pembedahan kecuali pada bayi atau
anak kecil, pasien yang demam, atau teknik anestesi dengan hipotermi buatan.

• Selama tindakan anestesi, terutama dalam waktu yang lama atau pada bayi dan anak
kecil, tempertur pasien harus selalu dipantau karena anak mudah sekali kehilangan
panas secara radiasi, konveksi, evaporasi dan konduksi, dengan konsekuensi depresi
otot jantung, hipoksia, asidosis, atau pulih anestesi lambat.
PERMASALAHAN DAN PEMBAHASAN

2. Kardiovaskular
• Fungsi jantung dapat diperkirakan dari hasil observasi nadi, bunyi
jantung, pemeriksaan EKG, tekanan darah, produksi urin, dan pengukuran
tekanan darah langsung intraarteri.

3. Nadi
• Monitoring frekuensi dan ritme nadi dapat dilakukan dengan meraba
arteri temporalis, arteri radialis, arteri femoralis, dan arteri carotis.
Anestesi yang terlalu dalam dapat menyebabkan nadi lambat dan denyut
jantung melemah.
• Monitoring nadi bermanfaat sekali untuk kasus anak dan bayi karena
pulsasinya lebih lemah dari orang dewasa.
PERMASALAHAN DAN PEMBAHASAN

4. EKG
• Pemeriksaan EKG selama anestesi dilakukan untuk memonitor
perubahan frekuensi dan ritme jantung serta sistem konduksi
jantung.

5. Respirasi
• Respirasi harus dimonitor dengan teliti, dilihat teratur atau
tidak.Pernafasan dinilai dari jenis nafasnya, apakah torako
abdominal, abdominotorakal, abdominal, atau tidak teratur dan
tidak adekuat.4
PERMASALAHAN DAN PEMBAHASAN

Pemilihan alat anestesi (ETT)

Formula Motoyama (mm): (age/4)+3.5

 12 tahun/4 + 3.5  ETT no 6.5


PERMASALAHAN DAN PEMBAHASAN
Pemilihan alat anestesi (Guedel No 3)

• Untuk memilih ukuran yang tepat dari


guedel (jalan nafas orofaringeal) di ukur
dari flange (tepi) bibir ke ujung distal
atau sekitar jarak gigi insisivus sentral
sampai ke sudut mandibula
PERMASALAHAN DAN PEMBAHASAN

Terapi cairan

Kebutuhan cairan selama operasi


Stress operasi (SO): konstanta x BB: 8 cc/kgBB/jam x 27 kg: 216 cc/jam
• Operasi ringan: 4 cc/kgBB/jam
• Operasi sedang: 6 cc/kgBB/jam
• Operasi berat: 8cc/kgBB/jam

Pemberian cairan selama operasi: 1 jam pertama: 216 cc  ±1/2 kolf


infus
KESIMPULAN

Peritonitis merupakan salah satu penyebab kematian tersering pada penderita


bedah dengan mortalitas sebesar 10-40%.
Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera diambil karena setiap
keterlambatan akan menimbulkan penyakit yang berakibat meningkatkan
morbiditas dan mortalitas.
Ketepatan diagnosis dan penanggulangannya tergantung dari kemampuan
melakukan analisis pada data anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.
Prognosis untuk peritonitis local adalah baik, sedangkan untuk peritonitis
umum yaitu buruk.
KESIMPULAN

Pemilihan anestesi untuk operasi cito pasien ini adalah general anestesi dengan
ASA score 4, selain itu pasien juga masih dibawah umur sehingga lebih
dianjurkan untuk dilakukan general anestesi.

Harus diperhatikan rasa nyeri post op dengan pemberian analgetik yang


efektif. Selama di ruang operasi harus dilakukan pemantauan yang teliti
terhadap tanda-tanda vital pasien khususnya suhu karena pasien sempat
demam selama dirawat dan pada pasien anak akan lebih mudah kehilangan
panas tubuh lewat konduksi, radiasi, konveksi, dan evaporasi.
Daftar Pustaka

•Mansjoer,A. 2006. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 5. Jilid 2. MedikaAeskulapius FKUI:


2006.
•Ahern D.P et al. The Management of Penetrating Rectal and Anal Trauma: A Systematic
Review.Int. J. Care Injured2017:1-6
•Herzig M.D. Care of the Patient with Anorectal Trauma. Clin Colon Rectal Surg
2012;25:210–213.
•FK UI. Anestesiologi. 2004. FakultasKedokteranUniversitas Indonesia. hal. 34-37.
•Dippenaar J.M., Naidoo S. Allergic Reactions And Anaphylaxis During Anaesthesia.
Current Allergy & Clinical Immunology. 2015;28(1):18-22.
•American Society of Anesthesiologists. Practice Guidelines for Preoperative Fasting and
the use of Pharmacologic Agents to Reduce the Risk ofPulmonary. 2017;126(3):376-93.
•Daniel O., Herzig M.D. Care of the Patient with Anorectal Trauma. Clin Colon Rectal
Surg 2012;25:210–213.

Anda mungkin juga menyukai