Anda di halaman 1dari 12

1

REFLEKSI KASUS KULIT KELAMIN

KONDILOMA AKUMINATA

Dosen Pembimbing:

Dr. Dwi Retno Adi Winarni, Sp. KK (K)

Disusun Oleh:

Debora Sharon Rory (42160064)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN KULIT KELAMIN

RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA

PERIODE 31 Juli 2017- 28 Agustus 2017

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA

YOGYAKARTA

2017
2

STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Sdr. S
Usia : 22 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Mahasiswa
Kunjungan ke klinik : 2 Agustus 2017

II. ANAMNESA

A. Keluhan Utama

Terdapat benjolan pada dubur

B. Riwayat penyakit sekarang :

Dimulai sejak 2 minggu yang lalu terdapat benjolan pada bagian dubur.
Benjolan ini tidak membesar dan tidak terasa nyeri. Pasien kadang merasa gatal, dan
mengaku bahwa tidak pernah keluar darah dari dubur baik sebelum atau sesudah
sakit. Pasien mengaku belum memakai obat untuk benjolan ini.

C. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien pernah mengidap penyakit kencing nanah sekitar 4 tahun yang lalu,
namun sudah meminum pengobatan dan dinyatakan sembuh. Pasien tidak memiliki
riwayat penyakit alergi, asma, ataupun penyakit metabolik lainnya. Pasien juga tidak
pernah dioperasi..

D. Riwayat operasi
Tidak ada

E. Riwayat alergi

Tidak ada

F. Riwayat penyakit keluarga

Di keluarga pasien tidak ada yang memiliki riwayat alergi dan di lingkungan
rumah pasien tidak ada yang mengalami gejala serupa.
3

G. Riwayat pengobatan

Tidak ada

H. Gaya Hidup
Pasien adalah seorang mahasiswa, dan memiliki kegiatan sebagai pembuat
film untuk mempromosikan ladies-ladies di tempat hiburan malam. Pasien aktif
berhubungan seksual sejak 6 tahun yang lalu, dan pasien berganti pasangan, terhitung
empat pasangan semenjak enam tahun terakhir. Pasien mengaku satu bulan yang lalu
melakukan hubungan seksual dengan sesama jenis sebanyak satu kali atas pengaruh
alkohol, pasien menjadi penerima. Pasien merokok sebanyak 1 bungkus setiap 2
hari. Pasien adalah peminum alkohol. Pasien menyangkal pernah menggunakan
narkoba.

III. PEMERIKSAAN FISIK

Kesadaran umum : Baik

Kesadaran : Compos mentis

Gizi : Cukup

Nadi dan RR : Tidak dilakukan pemeriksaan

Kepala, leher, thorak, aksila, abdomen : Tidak dilakukan pemeriksaan

Anus dan Ekstremitas : Sesuai status lokalis

UKK : Di daerah perianal terdapat papul verukosa, berwarna keabuan, berbentuk


tidak teratur, batas tegas, multipel, diskret.
4

IV. DIAGNOSA BANDING


1. Kondiloma akuminata
2. Veruka vulgaris
3. Karsinoma sel skuamosa

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Diusulkan untuk pemeriksaan histopatologi untuk menyingkirkan diagnosa banding.

VI. DIAGNOSA

Kondiloma akuminata

VII. TATALAKSANA

R/ Asam trikloroasetat lar 50% No. I

S s.i.w. ue applic part dol

VIII. EDUKASI
1. Obat memiliki efek terasa panas ketika digunakan.
2. Melakukan pengobatan secara menyeluruh, tekun dan konsisten.
3. Tidak melakukan hubungan seksual selama masa pengobatan hingga dinyatakan
sembuh.
4. Seks bebas dapat mengakibatkan penyakit menular seksual.

IX. PROGNOSIS
Prognosis ad vitam : bonam
Prognosis ad functionam : bonam
Prognosis ad sanationam : dubia ad bonam
5

TINJAUAN PUSTAKA

I. Definisi
Kondiloma akuminata (KA) adalah vegetasi oleh human papiloma virus tipe
tertentu, bertangkai, dan permukaannya berjonjot. 1 KA seringkali disebut juga
penyakit jengger ayam, kutil kelamin, genital warts.

II. Epidemiologi

Penyakit ini termasuk Penyakit akibat Hubungan Seksual (PHS). Frekuensinya


pada pria dan wanita sama.1 Risiko seorang perempuan tertular KA dari partner
seksualnya adalah sebesar 30%.2 Sayangnya, KA bersifat asimptomatis. Dari semua
total kasus KA yang ada, 60%-nya tanpa gejala, hanya 1% yang muncul manifestasi
klinis sebagai vegetasi genital, 4% hanya bisa dideteksi lewat colposcopy, 10% hanya
bisa dideteksi lewat pemeriksaan DNA / RNA dan 25% adalah infeksi menetap KA.3

III. Etiologi

Virus penyebabnya adalah Human Papiloma Virus (HPV), ialah virus DNA
yang tergolong dalam keluarga virus Papova. Sampai saat ini telah dikenal sekitar 70
tipe HPV, namun tidak seluruhnya dapat menyebabkan KA. Tipe yang pernah
dijumpai pada KA adalah tipe 6, 11, 16, 18, 30, 31, 33, 35, 39, 41, 42, 44, 51, 52, dan
56.

Beberapa tipe HPV tertentu mempunyai potensi onkogenik yang tinggi, yaitu
tipe 16 dan 18. Tipe ini merupakan jenis virus yang paling sering dijumpai pada
kanker serviks. Sedangkan tipe 6 dan 11 lebih sering dijumpai pada KA dan neoplasia
intraepitelial serviks derajat ringan. 1

IV. Patofisiologi
HPV ini masuk melalui mikro lesi pada kulit, biasanya pada daerah
kelamin dan melakukan penetrasi pada kulit sehingga menyebabkan abrasi
permukaan epitel. Human Papilloma Virus adalah epiteliotropik; yang sifatnya
mempunyai afinitas tinggi pada sel-sel epitel. Replikasinya tergantung pada adanya
diferensiasi epitel skuamosa. Virus DNA (Deoxyribonucleic Acid) dapat ditemukan
6

pada lapisan terbawah dari epitel. Protein kapsid dan virus infeksius ditemukan pada
lapisan superfisial sel-sel yang berdiferensiasi. HPV dapat masuk ke lapisan basal,
menyebabkan respon radang. Pada wanita menyebabkan keputihan dan infeksi
mikroorganisme. HPV yang masuk kelapisan basal sel epidermis dapat
mengambil alih DNA dan mengalami replikasi yang tidak terkendali. Fase laten
virus dimulai dengan tidak ada nyatanda dan gejala yang dapat berlangsung sebulan
bahkan setahun. Setelah fase laten, produksi virus DNA, kapsid dan partikel dimulai.
Sel dari tuan rumah menjadi infeksius dari struktur koilosit atipik dari
kondiloma akuminata (morphologic atypical koilocytosis of condiloma acuminate)
berkembang.4 Lamanya inkubasi sejak pertama kali terpapar virus sekitar 3 minggu
sampai 8 bulan atau dapat lebih lama. HPV yang masuk ke sel basal epidermis ini
dapat menyebabkan nodul kemerahan di sekitar genitalia. Penumpukan nodul
merahini membentuk gambaran seperti bunga kol. Nodul ini bisa pecah dan
terbukasehingga terpajan mikroorganisme dan bisa terjadi penularan karena
pelepasanvirus bersama epitel. HPV yang masuk ke epitel dapat menyebabkan
respon radang yangmerangsang pelepasan mediator inflamasi yaitu histamin
yang dapatmenstimulasi saraf perifer. Stimulasi ini menghantarkan pesan gatal ke
otakdan timbul impuls elektrokimia sepanjang nervus ke dorsal spinal
cordkemudian ke thalamus dan dipersepsikan sebagai rasa gatal di korteks
serebri.Pada wanita yang terinfeksi HPV dapat menyebabkan keputihan dan
disertaiinfeksi mikroorganisme yang berbau, gatal dan rasa terbakar sehingga
tidaknyaman pada saat melakukan hubungan seksual.5
V. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang sering timbul pada penderita KA adalah 2,3 :
- Bintil kecil berwarna abu-abu, merah muda atau agak kemerahan pada alat kelamin
dan tumbuh secara cepat.
- Beberapa bintil berkembang saling berdekatan, hampir menyerupai bunga kol.
- Panas di sekitar alat kelamin.
- Nyeri, perdarahan dan rasa tidak nyaman pada saat melakukan HUS
Bentuk KA dibagi menjadi 3 guna penegakan diagnosis secara klinis, yaitu 3:
a. Bentuk akuminata
Sering dijumpai di daerah lipatan dan lembab. Terlihat vegetasi bertangkai dengan
permukaan berjonjot seperti jari. Kutil bentuknya kecil (berdiameter 1 2 mm),
7

namun dapat berkembang dalam kelompok yang lebih besar dan banyak. Jika
berkembang dalam jumlah banyak bisa menyerupai bunga kol.
b. Bentuk papul
Kelainan berupa papul dengan permukaan halus dan licin, multipel dan menyebar
secara diskret. Terdapat di daerah dengan keratinisasi sempurna (batang penis, vulva
bagian lateral, perianal dan perineum).
c. Bentuk datar (flat)
Berbentuk bintil sangat kecil yang jarang bisa dilihat dengan mata telanjang. Untuk
mendiagnosisnya, diberikan larutan asam asetat 21 pada daerah yang dicurigai
terdapat bintil KA. Selanjutnya pemeriksaan dapat ditegakkan dengan menggunakan
mikroskop khusus (colposcope).
VI. Diagnosis
Pemeriksaan klinis 6 :
a. Periksa dengan cahaya yang baik, sebuah lensa yang mungkin berguna
untuk lesi kecil.
b. Pada pria, selalu periksa meatus, dan memiliki ambang yang rendah untuk
memeriksa daerah perianal proktoskopi untuk memeriksa lubang anus. Pada
wanita, selalu memeriksa daerah perianal dan melakukan pemeriksaan
spekulum untuk membedakan serviks atau lesi pada vagina.
c. Biopsi tidak diperlukan untuk kutil anogenital yang khas, biopsi harus selalu
dilakukan jika ada kecurigaan pra-kanker atau kanker, dan dapat berguna untuk
diferensial diagnosis.
d. Tidak semua lesi papular disebabkan oleh HPV. Selalu
mempertimbangkan varian yang normal. Kondiloma akuminata (KA) dapat timbul
dalam vagina dan uretra, servik, vulva, penis, dan anus. Umumnya kondiloma
akuminata adalah asimtomatis, tapi dapat juga timbul nyeri, dan gatal tergantung
dari ukuran dan lokasinya. Penyebaran dan pertumbuhannya tergantung dari respon
imun host.
Di samping pemeriksaan klinis, dapat pula dilakukan pemeriksaan
laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosis, antara lain7,8 :
1. Acetowhitening
Tes ini menggunakan larutan asam asetat 3-5% dalam akuades, dapat menolong
mendeteksi infeksi HPV subklinis atau untuk menentukan batas pada lesi datar.
Pemeriksaan ini menolong dalam membatasi infeksi HPV ke serviks dan anus
8

Sensitivitas acetowhitening pada infeksi HPV cukup baik dan untuk beberapa lesi
hasil pemeriksaan tersebut lebih baik dibandingkan dengan hasil pemeriksaan
histopatologi pada biopsi rutin. Acetowhitening pada lesi genital eksternal tidak
spesifik untuk kondiloma.
2. Pap Smear
Seluruh wanita seharusnya dimotivasi untuk melakukan pap smear setiap tahun,
karena HPV merupakan penyebab utama pada patogenesis carcinoma cerviks. Anal
pap smear test dengan cervikscal brush dan larutan fiksasi membantu dalam
mendeteksi kelainan anus. Oleh karena itu setiap wanita dengan kondiloma
akuminata atau yang merupakan mitra seksual pria penderita kondiloma
akuminata sebaiknya dilakukan pap smear.
3. Dermatopatologi (Biopsi)
Biopsi diindikasikan pada keadaan berikut ini :
a. Diagnosis tidak pasti
b. Lesi tidak berespon terhadap terapi standar
c. Lesi menjadi lebih buruk selama terapi
e. Kondiloma berpigmen, indurasi, terinfeksi dan atau timbul ulkus
f. Seluruh lesi serviks
Pemeriksaan biopsi ini juga diindikasikan untuk mengkonfirmasikan dan untuk
menyingkirkan squamous cell carcinoma invasif. Pada kondiloma akuminata
didapatkan akantosis dan papillomatosis pada lapisan malpighi, dengan penebalan dan
elongasi rete ridge. Pada lapisan malpighi bagian atas didapatkan banyak sel
vakuolisasi, tetapi distribusinya terbatas dan tidak ditemukan pada seluruh
bagian, pembuluh darah kapiler berliku-liku dan meningkat. Lapisan tanduk
mengalami parakeratosis, terutama pada lesi di permukaan mukosa. Stratum korneum
tidak terlalu tebal. Dapat pula diperoleh gambaran mitosis, koilositosis nukleus,
dobel nukleus dan apoptosis keratinosit. Selain itu didapatkan infitrasi sel radang
PMN ke dalam dermis.
4. Deteksi DNA HPV
Adanya DNA HPV dan tipe HPV yang spesifik dapat ditentukan dengan hibridisasi
pada hapusan dan spesimen biopsi. Ada beberapa teknik hibridisasi, antar
lain hibridisasi insitu, Southern blot, Northern blot,dot blot, filter insitu
hybridization, dan polymerase chain reaction. Ada beberapa pertimbangan
dalam pemilihan metode hibridisasi, antara lain : bahan klinis yang dianalisis, kondis
9

bahan klinis, ukuran sampel klinis atau hasil DNA selular, sensitivitas,spesifisitas tipe
HPV serta kepraktisan tes.
5. Serologi
Kejadian Kondiloma akuminata merupakan pertanda kegiatan seksual yang
tidak aman, sehingga tes serologis untuk sifilis dilakukan pada seluruh pasien untuk
menyingkirkan koinfeksi dengan Treponema pallidum.
VII. Diagnosa banding 1
1. Veruka Vulgaris: Vegetasi yang tidak bertangkai, kering dan berwarna
abu-abu atau sama dengan warna kulit.
2. Kondiloma latum: Sifilis stadium II, klinis berupa plakat yang erosif, ditemukan
banyak Spirochaeta pallidum
3. Karsinoma Sel Skuamosa: vegetasi yang seperti kembang kol, mudah berdarah,
dan berbau
VIII. Tatalaksana
1. Kemoterapi 1
a. Podofilin
Yang digunakan ialah tingtur podofilin 25%. Kulit disekitarnya dilindungi
dengan vaselin atau pasta agar tidak terjadi iritasi, setelah 4-6 jam dicuci. Jika beum
ada penyembuhan dapat diulangi setelah tiga hari. Pemberian jangan melebihi 0,3 cc
dapat bersifat toksik. Efek samping dapat mual, muntah, nyeri abdomen.
Pengobatan dengan obat ini memberikan hasil yang baik pada lesi yang baru,
kurang memuaskan pada lesi yang lama.
b. Asam triklorasetat
Digunakan larutan dengan konsentrasi 50%, dioleskan setiap minggu.
Pemberiannya harus berhati-hati karena dapat menyebabkan ulkus yang dalam. Dapat
diberikan pada ibu hamil
c. 5-fluorourasil
Konsentrasinya antara 1-5% dalam krim, dipakai teutama pada leasi di meatus
uretra.
d. Imiquimod
Tersedia dalam bentuk krem 5%. Bersifat merangsang respon
imun. Aktivitas imiquimod tidak langsung sebagai antivirus. Cara kerjanya
merangsang CMI, sehingga dapat menghilangkan warts. Imiquimod mampu
merangsang sitokin, khususnya interferon alfa (IFN-alfa) dan juga sitokin
10

sitokin yang lain, seperti IL-1, IL-6 dan IL-8. Semuanya itu adalah komponen-
komponen sistem imun.
2. Bedah Terapi 9,10
a. Elektrokauter
Elektrokauter adalah cara yang efektif untuk menghancurkankondiloma
akuminata di anus internal dan eksternal tetapi teknik inimemerlukan anestesi lokal
dan tergantung pada keterampilan operatoruntuk mengontrol kedalaman dan
lebar kauterisasi tersebut
b. Bedah beku
Dengan menggunakan nitrogen cair (-70 C) atau cryoprobe. Caraini
sederhana, tidak memerlukan pembiusan lokal. Nitrogen cair yang membeku pada
daerah lesi dapat menyebabkan terbentuknya kristal sehingga kondiloma akuminata
akan terlepas
c. Eksisi bedah
Eksisi bedah telah lama digunakan untuk mengobati kondiloma akuminata
dengan tingkat keberhasilan tinggi. Kombinasi eksisi dan elektrokauter dianggap
sebagai gold standard untuk pengobatankondiloma akuminata
d. Terapi Laser
Terapi laser karbon dioksida untuk menghancurkan kondilomapertama
kali dilaporkan oleh Baggish pada tahun 1980. Sebuah tingkatkeberhasilan
keseluruhan dari 88 sampai 95% telah dilaporkan. Inimirip dengan elektrokauter,
namun ablasi laser memiliki tingkatkekambuhan tinggi dan menimbulkan
nyeri pasca operasi. Laserkarbondioksida (C02) menghasilkan sinar yang
mengeluarkan energi.Kemudian terjadi transformasi energi menyebabkan perubahan
dalam sitoplasma dan inti sel. Penggunaannya lebih tepat mengenai lesi.
IX. Pencegahan
1. Konseling Pencegeahan IMS dan penularannya6
2. Vaksin 11
Vaksin yang beredar dipasaran adalah Gardasil untuk HPV 6,11,16, dan 18
dengan dosis 3x20-40g, diberikan 3 kali (0,2, dan 6 bulan) intramuskular dan
Glaxo Smith Kline (GSK) atau Cervarix untuk HPV 16 dan 18 dengan dosis3x20g
(0, 1, 6 bulan) intramuskuler.
Syarat Untuk Melakukan Vaksinasi :
1. Kondisi tubuh sedang dalam keadaan sehat
11

2. Belum melakukan aktivitas seksual. Jika sudah pernah melakukan maka


diharuskan melakukan pemeriksaan paps smear terlebih dahulu.
Kontraindikasi Pemberian Vaksin
Vaksin HPV tidak boleh diberikan kepada orang yang mempunyai riwayat
hipersensitivitas tipe immediate terhadap komponen vaksin. Vaksin quadrivalen tidak boleh
diberikan kepada orang yang mempunyai riwayat hipersensitivitas tipe immediate terhadap
jamur dan vaksin bivalen tidak boleh diberikan kepada orangyang mempunyai alergi
anafilaksis lateks. Vaksin HPV juga tidak direkomendasikan untuk wanita hamil,
apabila ditemukan wanita hamil sedangmenjalani rangkaian vaksinasi maka harus ditunda
sampai melahirkan.
12

DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda, A. Hamzah, M. Aisah, S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin,
5th Ed. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2007. Hal 113-114.
2. Mayo Clinic. Genital Warts. Mayo Foundation for Medical Education and
Research (MFMER). 2005; February. http://www.mayo clinic.com
3. Koutsky, L.A., Kiviat, N.B. Genital Human Papillomavirus. In Holmes :
Sexually Transmitted Diseases. New York : McGraw Hill. 2002; 3rd ed; chapter
25; p 347 356.
4. Bakardzhiev I, Pehlivanov G, Stransky D, Gonevski M. Treatment of
Candylomata Acuminata and Bowenoid Papulosis With CO2 Laser
andImiquimod. J of IMAB- Annual Procceding (Scientific Papers). 2012;18:246-
9
5. Chang, G. J., Welton, M. Human Papilloma Virus, Condylonata Acuminata, and
Anal Naoplasia. Clinic in Colon and Rectal Surgery. 2004., 17(4), p. 221-230.
6. Lacey C, Woodhall S, Wikstrom A, Ross J. European Guideline For
Themanagement of Anogenital Warts. IUSTI GW Guidelines. 2011:2-11
7. Lowy, D.R, et al. J.Fitzpatricks Dermatology in General Medicine.7th
edition.New York: Mc Graw Hill Companies;2008.p1912-2022.
8. Winer, R.L, Koutsky, L.A. Genital Human Papillomavirus Infection 4th ed. New
York: McGraw-Hill ; 2008. p489-50
9. Mills, T, Rein, M.F. Sexually TransmittedDisease, 4rded. New York : McGraw-
Hill ; 2008. p,645-650
10. Corcoran,G.D, Ridway, G. L. Antibitoic Chemotherapy of Bacterial
SexuallyTransmitted Disease in Adults: a review. International Journal of STD
&AIDS :2004:5:165-171
11. Markowitz LE, Dunne EF, Saraiya M, et al.; Centers for Disease Control
andPrevention (CDC). Human papillomavirus vaccination: recommendations
ofthe Advisory Committee on Immunization Practices (ACIP).
MMWRRecomm Rep 2014;63(No. RR-05):130.

Anda mungkin juga menyukai