Anda di halaman 1dari 26

CASE REPORT

OPERASI SEPTOPLASTY DAN


KONKOTOMI
DENGAN ANESTESI UMUM
 
Disusun oleh :
Intan Permatasari Octaviani J510185073
Laporan Kasus
IDENTITAS PASIEN

 Nama/Umur : Tn. S / 37 tahun


 Jenis Kelamin : Laki-laki
 Alamat : Sukoharjo
 Agama : Islam
 MRS tanggal : 11 Juli 2018
 Diagnosa Pre Operatif : Deviasi Septum Nasi & Hipertropi Konka Nasales
 Jenis Operasi : Septoplasty & Konkotomi Parsial
 Jenis Anestesi : General Anesthesia
 Tanggal Operasi : 12 Juli 2018
ANAMNESIS

 Pasien, Tn. S, 37 tahun datang ke ruang operasi untuk menjalani operasi


Septoplasty dan Konkotomi Parsial pada tanggal 12 Juli 2018 dengan diagnosis
pre operatif Deviasi Septum Nasi & Hipertropi Konka Nasales. Persiapan operasi
dilakukan pada tanggal 11 Juli 2018. Dari anamnesis didapatkan keluhan hidung
selalu tersumbat, rhinorea dan sefalgia. Pasien sering kontrol ke Poli THT dengan
keluhan yang sama berulang kali. Dari Pemeriksaan Fisik didapatkan tekanan
darah 120/80 mmHg; nadi 80x/menit; respirasi 20x/menit; suhu 37OC. Dari
pemeriksaan laboratorium hematologi didapatkan hasil: Hb 16 g/dl; AL 7.600
mm3, dan status gizi baik (IMT:19,55). Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang disimpulkan bahwa pasien masuk dalam ASA II.
Rencana Anestesi
Persiapan operasi

Persetujuan operasi tertulis

Persiapan preoperatif

Infus RL 20 tetes/menit
• Jenis anestesi : General Anesthesia
• Premedikasi :
• Ondancentron 1 amp
• Ketorolac 1 amp

Induksi :
• Fentanyl
• Propofol
Atracurium
• Monitoring : Tanda vital selama anestesi setiap 5 menit, cairan, perdarahan, ketenangan pasien, dan tanda-tanda
komplikasi anestesi.
• Perawatan pasca anestesi di Ruang Recovery
KRONOLOGI
ANESTESI

09.15 WIB Anestesi dimulai dengan pemberian Fentanil sebagai Analgetik secara intravena
sebanyak 1-2 ug/KgBB
09.17 WIB Pasien diberikan Propofol secara perlahan sebagai Sedatif melalui intravena sebanyak
1-2 mg/KgBB
09.20 WIB Pasien diberikan Atracurium Besylate 0,5-1 mg/KgBB sebagai pelemas otot untuk
merelaksasikan pernapasan, dokter anestesi memilih untuk melakukan pemasangan
Endotracheal Tube agar pasien dapat dianestesi sekaligus bernapas dengan adekuat.

09.22 WIB Pasien disungkup dengan sungkup muka yang telah terpasang pada mesin anestesi
yang menghantarkan gas (Sevofluran) dengan ukuran 6-8 vol% bersamaan dengan O2
6 liter/menit dari mesin ke jalan napas pasien dengan melakukan bagging selama
kurang lebih 3 menit untuk menekan pengembangan paru dan juga menunggu kerja
dari pelemas otot sehingga mempermudah dilakukan pemasangan Endotracheal Tube.
09.25 WIB Setelah pasien diintubasi dengan menggunakan Endotracheal Tube, maka
dialirkan Sevofluran 1-2 vol% bersamaan dengan O2 2 liter/ menit serta N2O 2
liter / menit. Ventilasi dilakukan dengan kendali mesin dengan frekuensi 12
x/menit. Setelah beberapa saat setelah induksi, tekanan darah pasien mulai turun
oleh karena obat-obat induksi ini menandakan anestesi yang dijalankan sudah
dalam.
09.25 WIB Operasi dimulai
10.30 WIB Operasi selesai dengan tekanan darah 120/80mmHg, nadi 110 dan saturasi
oksigen 100%. Kondisi terkontrol.
10.32 WIB Pemeliharaan inhalasi pasien. Pernafasan pasien mulai spontan, sistem ventilasi
kendali diubah menjadi sistem ventilasi spontan. Ventilasi spontan sudah
adekuat, aliran sevoflurane dimatikan, dilakukan oksigenasi dengan O 2 3
liter/menit. Kemudian dilakukan suction untuk mengeluarkan saliva, setelah itu
ekstubasi Endotracheal Tube dan digantikan dengan sungkup muka.
10.35 WIB Pasien sadar dipindahkan ke ruang pemulihan dan dipasang kanul oksigen serta
pulse oximetry.
Tinjauan Pustaka
Anestesi Umum

 General Anesthesia merupakan keadaan yang didapatkan ketika agen obat-obatan


anestetik mencapai konsentrasi tertentu untuk memberikan efeknya secara reversibel
pada sistem saraf pusat, dimana keadaan tidak sadar (unconsciousness), amnesia,
analgesik, immobilisasi, dan melemahnya respon autonom pada stimulasi berbahaya
telah dicapai
 Komponen anestesia yang ideal terdiri: (1) sedasi, (2) analgesia, (3) relaksasi otot
Induksi Inhalasi

 Contoh obat yang digunakan pada anestesi inhalasi adalah: N2O , Halotan, Ether, Enfluran, Isofluran
 Induksi inhalasi hanya dikerjakan dengan halotan (fluotan) atau sevofluran. Cara induksi ini dikerjakan
pada bayi atau anak yang belum terpasang jalur vena atau dewasa yang takut disuntik.
 Induksi halotan memerlukan gas pendorong O2 atau campuran N2O dan O2. Induksi dimulai dengan
aliran O2 > 4 liter/menit atau campuran N20 : O2 = 3 : 1 aliran > 4 liter/menit, dimulai dengan halotan
0,5 vol % sampai konsentrasi yang dibutuhkan. Kalau pasien batuk konsentrasi halotan diturunkan
untuk kemudian kalau sudah tenang dinaikkan lagi sampai konsentrasi yang diperlukan.
 Induksi dengan sevofluran lebih disenangi karena pasien jarang batuk. Walaupun langsung diberikan
dengan konsentrasi tinggi sampai 8 vol %. Seperti dengan halotan konsentrasi dipertahankan sesuai
kebutuhan.
 Induksi dengan enfluran (etran), isofluran (foran, aeran) atau desfluran jarang dilakukan, karena pasien
sering batuk dan waktu induksi menjadi lama.
Induksi Intravena

 Induksi intravena paling banyak dikerjakan dan digemari.


 Obat induksi bolus disuntikkan dalam kecepatan antara 30-60 detik. Perhatikan pernapasan
pasien, nadi dan tekanan darah dan selalu diberikan oksigen.
 Thiopental (tiopenton, pentotal) diberikan secara intravena dengan kepekatan 2,5% dan dosis
antara 3-7 mg/kgBB.
 Propofol (recofol, diprivan) intravena dengan kepekatan 1% menggunakan dosis 2-3 mg/kgBB.
Suntikan propofol intravena sering menyebabkan nyeri, sehingga satu menit sebelumnya sering
digunakan lidokain 1 mg/kgBB secara intravena.
 Ketamin (ketalar) intravena dengan dosis 1-2 mg/kgBB. Pasca anestesi ketamin sering
menimbulkan halusinsasi, karena itu sebelumnya dianjurkan menggunakan sedative seperti
midazolam (dormikum). Ketamin tidak dianjurkan pada pasien dengan tekanan darah >160
mmHg. Ketamin menyebabkan pasien tidak sadar tetapi mata tetap terbuka.
Induksi intramuskular

 Sampai sekarang hanya ketamin (ketalar) yang dapat diberikan secara intramuscular
dengan dosis 5-7 mg/kgBB dan setelah 3-5 menit pasien tidur.

Induksi perektal
Cara ini hanya untuk anak atau bayi, menggunakan thiopental atau
midazolam.
Stadium Anestesi

 Stadium I  stadium analgesi atau stadium disorientasi.


 Stadium II  stadium delirium atau stadium exitasi.
 Stadium III  stadium operasi.
 Dibagi menjadi 4 plane:
 Plane I: Dari nafas teratur sampai berhentinya gerakan bola mata.
 Plane II: Dari berhentinya gerakan bola mata sampai permulaan paralisa otot interkostal.
 Plane III: Dari permulaan paralise otot interkostal sampai paralise seluruh otot Interkostal.
 Plane IV: Dari paralise semua otot interkostal sampai paralise diafragma.
 Stadium IV  stadium overdosis atau stadium paralisis
Indikasi, Kontraindikasi Dan Tujuan Anestesi Umum

Indikasi anestesi umum diantaranya (American Society of Anesthesiologists (ASA),


2011):
 Operasi di sekitar kepala, leher, intra-torakal atau intra-abdomen
 Pada bayi atau anak-anak
 Pasien gelisah, tidak kooperatif atau disorientasi gangguan jiwa
 Pembedahan lama
 Pembedahannya luas atau ekstensif
 Memiliki riwayat alergi terhadap anestesi lokal
 Pasien yang memilih anestesi umum
Kontraindikasi relative anestesi umum dilakukannya anestesi umum yaitu gangguan
kardivaskular yang berat, hipertensi berat atau tak terkontrol (diastolik >110 mmHg),
diabetes tak terkontrol, infeksi akut, sepsis.

Kombinasi agen anestestik yang digunakan pada anestesi umum memiliki beberapa
tujuan, diantaranya:
 Analgesia (respon terhadap nyeri hilang)
 Amnesia (kehilangan memori atau tidak mengingat apa yang terjadi)
 Immobilitas (hilangnya refleks motorik)
 Kehilangan kesadaran
 Relaksasi otot skeletal
Faktor yang mempengaruhi anestesi antara lain :

 Faktor respirasi (untuk obat inhalasi).


 Faktor sirkulasi
 Faktor jaringan.
 Faktor obat anestesi.
Klasifikasi Status Fisik

Klasifikasi menurut The American Society of Anesthesiologist (ASA)


antara lain :
 ASA I : Pasien dalam keadaan normal dan sehat.
 ASA II : Pasien dengan kelainan sistemik ringan.
 ASA III : Pasien dengan kelainan sistemik berat.
 ASA IV : Pasien dengan kelainan sistemik berat dan penyakitnya merupakan ancaman kehidupannya
setiap saat.
 ASA V : Seorang pasien yang hampir mati yang tidak diharapkan untuk bertahan hidup tanpa operasi.
 ASA VI : Pasien yang didiagnosis mati batang otak yang organ tubuhnya dikeluarkan untuk tujuan
donor.
Premedikasi
 Menimbulkan rasa nyaman bagi pasien
 Memberikan ketenangan (sedative)
 Membuat amnesia
 Mengurangi rasa sakit (analgesia non/narkotik)
 Mencegah mual dan muntah
 Memudahkan atau memperlancar induksi
 Dengan pemberian hipnotik sedative atau narkotik
 Mengurangi jumlah obat-obat anestesi
 Dengan pemberian hipnotik sedative atau narkotik
 Menekan refeks yang tidak diinginkan (muntah/liur)
 Mengurangi sekresi kelenjar saliva dan lambung
 Dengan pemberian antikolinergik Atropine, Primperan, Rantin, H2 Antagonis
 Mengurangi rasa sakit.
Teknik anestesi umum

Sungkup Muka (Face Mask) dengan napas spontan


• Indikasi :
• Iindakan singkat ( ½ - 1 jam)
• Keadaan umum baik (ASA I – II)
• Lambung harus kosong

Pemeliharaan
• Menggunakan pengukuran orofacial untuk memprediksi intubasi sulit. Yang
paling banyak digunakan adalah skor Mallampati.
Grade I : Pilar faring, uvula, dan palatum mole
terlihat jelas, seluruh tonsil terlihat
jelas
Grade II : Uvula dan palatum mole terlihat
sedangkan pilar faring tidak terlihat,
setengah keatas dari fossa tonsil terlihat
Grade III : Palatum mole dan durum masih dapat
terlihat jelas
Grade IV : Pilar faring, uvula, dan palatum mole
tidak terlihat, tanya palatum durum
yang terlihat.
Cara Pemberian Anestesi

 induksi  memberikan obat sehingga penderita tidur.


 Tergantung lama operasinya, untuk operasi yang waktunya pendek mungkin
cukup dengan induksi saja.
 Tetapi untuk operasi yang lama, kedalaman anestesi perlu dipertahankan 
maintenance atau pemeliharaan.
 Setelah tindakan selesai pemberian obat anestesi dihentikan dan fungsi tubuh
dipulihkan  recovery
Septum Deviasi

 Deviasi septum  kondisi dimana terjadi peralihan posisi septum nasi terhadap
posisinya normalnya. Termasuk bentuk septum yang tidak lurus di tengah cavum
nasi
 Penyebab yang paling sering adalah trauma,
 dimana dapat merupakan trauma sesudah lahir, saat proses persalinan ataupun
pada masa intrauterin. Penyebab lainnya ialah ketidakseimbangan pertumbuhan.
Tulang rawan septum nasi terus tumbuh meskipun batas superior dan inferior
telah menentap. Dengan demikian terjadilah deviasi septum nasi
Keluhan yang paling sering :

• Sumbatan hidung, baik unilateral maupun bilateral,


• Hal ini dikarenakan pada sisi deviasi terdapat konka hipotrofi, sedangkan pada
sisi sebelahnya terjadi konka yang hipertrofi sebagai akibat mekanisme
kompensasi

Keluhan lain :

• Nyeri di kepala dan di sekitar mata.


• Gangguan penciuman
• Deviasi septum dapat menyumbat ostium sinus, sehingga merupakan faktor
predisposisi terjadinya sinusitis
Medikasi

 Dekongestan, dapat mengurangi hidung tersumbat, menjamin terbukanya jalan


nafas pada kedua sisi
 Antihistamin, dapat digunakan untuk mencegah gejala-gejala alergi termasuk
hidung berair. Digunakan pada deviasi septum karena mukus dapat memblok
lintasan hidung yang menimbulkan ketidaknyamanan dan bahkan infeksi sinus
 Kortikosteroid, untuk mengurangi inflamasi pada hidung dan mencegah blok
nasal oleh mukus dn kejadian infeksi sinus
 Antibiotik jika didapat infeksi sekunder
Bedah

Reseksi submukosa
• Pada operasi ini mukoperikondrium dan mukoperiosteum kedua sisi dilepaskan
dari tulang rawan dan tulang septum. Bagian tulang atau tulang rawan dari
septum kemudian diangkat sehingga mukoperikondrium dan mukoperiosteum
sisi kiri dan kanan akan langsung bertemu di garis tengah.

Septoplasti
• Tulang rawan yang bengkok direposisi. Hanya bagian yang berlebihan saja
yang dikeluarkan.
Pembahasan

 Pasien, Tn. S, 37 tahun datang ke ruang operasi untuk menjalani operasi Septoplasty
dan Konkotomi Parsial pada tanggal 12 Juli 2018 dengan diagnosis pre operatif
Deviasi Septum Nasi & Hipertropi Konka Nasales.
 Persiapan operasi dilakukan pada tanggal 11 Juli 2018. Dari anamnesis terdapat
keluhan hidung selalu tersumbat, rhinorea dan sefalgia. Pasien sering kontrol ke Poli
THT dengan keluhan yang sama berulang kali.
 Dari Pemeriksaan Fisik didapatkan tekanan darah 120/80 mmHg; nadi 80x/menit;
respirasi 20x/menit; suhu 37OC. Dari pemeriksaan laboratorium hematologi
didapatkan hasil: Hb 16 g/dl; AL 7.600 mm3, status gizi baik (IMT:19,55). Dari hasil
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang disimpulkan bahwa
pasien masuk dalam ASA II.
 Pasien sudah tidak makan dan minum ± 8 jam, namun sudah di pelihara kekurangan
cairannya dengan memberikan cairan infus selama di bangsal. Untuk kebutuhan selama
operasi berlangsung :
 BB = 50 kg
 Maintenance 2 cc/kgBB/jam = 2 x 50 = 100 cc/jam
 Stress operasi (ringan) 4cc/kgBB/jam = 4 x 50 = 200 cc/jam
 Pengganti puasa = 8 x 115 = 920 cc/jam
 Perdarahan <20 % EBV tidak perlu transfusi, cukup diganti dengan kristaloid
 Pemberian Cairan :
 Kebutuhan cairan selama operasi ringan 60 menit
 = maintenance + stress operasi
 = 100 + 200
 = 300 cc/ jam

Anda mungkin juga menyukai