Anda di halaman 1dari 49

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DENGAN

PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI KELURAHAN DEMAKAN


KECAMATAN MOJOLABAN KOTA SUKOHARJO

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan Oleh :

INTAN PERMATASARI
J500140110

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2017

i
HALAMAN PERSETUJUAN

PROPOSAL SKRIPSI

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DENGAN PEMBERIAN


ASI EKSKLUSIF DI KELURAHAN DEMAKAN KECAMATAN
MOJOLABAN KOTA SUKOHARJO

Yang diajukan oleh :

INTAN PERMATASARI

J500140110

Telah disetujui oleh Pembimbing Utama Skripsi Fakultas Kedokteran


Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Pada hari, ………… tanggal …………………..2017

Pembimbing Utama

Dr. Erna Herawati, Sp.K.J.


NIK: 1046

Kepala Biro Skripsi

Dr. Erna Herawati, Sp.K.J.


NIK: 1046

ii
DAFTAR ISI

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pemberian Air Susu Ibu (ASI) di Indonesia perlu ditingkatkan dan
dilestarikan. Dalam upaya pelestarian penggunaan ASI, yang perlu
ditingkatkan adalah pemberian ASI eksklusif, yaitu pemberian ASI segera
(kurang lebih satu jam setelah setelah lahir) sampai bayi berumur enam bulan
dan memberikan kolostrum yang mengandung semua bahan gizi yang
dibutuhkan oleh bayi baru lahir dan melindungi bayi dari penyakit (A. August
Burns, dkk, 2000: 157).
Air Susu Ibu (ASI) sangat ideal untuk bayi yang masih tergantung
pada air susu untuk mempertahankan kehidupannya. Pemberian ASI akan
berjalan dengan baik bila bayi diberikan ASI sesering mungkin dan ibu mau
menyusuinya serta mempunyai kepercayaan diri bahwa ibu mampu
melakukan hal tersebut (Depkes RI, 2005:1).
Tahun pertama, khususnya enam bulan pertama, adalah masa yang
sangat kritis dalam kehidupan bayi. ASI harus merupakan makanan utama
pada masa ini (Deddy Muchtadi, 1996:18). Bayi sehat pada umumnya tidak
memerlukan makanan tambahan selain ASI sampai usia enam bulan.
Air susu seorang ibu secara khusus disesuaikan untuk bayinya sendiri.
Jumlah dan komposisi ASI berbeda dari hari ke hari sesuai dengan
kebutuhannya yaitu zat gizi yang masuk ke dalam tubuh anak sesuai dengan
laju pertumbuhannya (Utami Roesli, 2001: 25).
Kebiasaan menyusui yang dilakukan oleh ibu-ibu di daerah pedesaan
maupun perkotaan perlu dipertahankan, karena ASI merupakan makanan
utama dan terbaik bagi bayi. Selain mempunyai kandungan zat gizi sempurna,
ASI juga mengandung zat kekebalan yang sangat diperlukan untuk
melindungi bayi dari berbagai penyakit terutama penyakit infeksi
(Departemen Kesehatan RI, 2002:1).
Dalam masyarakat tradisional di negara-negara berkembang,

1
2

khususnya di daerah pedesaan, praktik menyusui tidak mengalami masalah


bagi ibu-ibu muda. Sebagian besar dari mereka tidak mengetahui susu botol
sebagai suatu alternatif, dan mereka dapat menyusui bayinya, walaupun ada
sebagian kecil yang tidak dapat memberikannya selama beberapa waktu atau
tidak sama sekali (Deddy Muchtadi, 1996:27). Tetapi di daerah dimana susu
botol telah menjadi kebiasaan, sulit untuk memberi dorongan bagi ibu-ibu
untuk menyusui bayinya.
Dewasa ini di Indonesia 80-90 % para ibu di daerah pedesaan masih
menyusui bayinya sampai umur lebih dari satu tahun, tetapi di kota-kota ASI
sudah banyak diganti dengan susu botol. Banyak faktor yang menyebabkan
penurunan penggunaan ASI (Soetjiningsih, 1997:29).
Pertumbuhan anak bersusu kaleng tak semutu anak ber-ASI. Anak
tumbuh kurang normal, dapat lebih kecil atau bahkan lebih besar. Jika
pemakaian susu kaleng tidak menurut aturan, anak menjadi kurus. Jika terlalu
banyak susu kaleng, anak menjadi gemuk ( Handrawan Nadesul, 1996: 9).
Susu kaleng tidak mengandung zat kekebalan seperti ASI. Anak yang
diberi susu kaleng mudah terserang diare dikarenakan pencampur dan botol
susu yang kurang bersih (Handrawan Nadesul, 1996:9).
Gencarnya promosi dan iklan susu botol memberi pengaruh pada ibu-
ibu untuk tertarik membelinya, terutama para ibu dengan tingkat pengetahuan
dan pendidikan yang rendah. Pengetahuan ibu tentang manfaat pemberian
ASI eksklusif bagi bayi sangat penting dalam menentukan keberhasilan
pemberian ASI eksklusif (Depkes RI, 2002:4).
Penelitian awal yang dilakukan terhadap 30 responden di Kelurahan
Gunungpati didapatkan 20% ibu memberikan ASI eksklusif, sedangkan 80%
tidak memberikan ASI eksklusif. Kelurahan Demakan merupakan suatu desa
yang terdiri dari sebelas RW. Kegiatan yang menangani kesehatan ibu dan
balita ada pada posyandu yang terdiri dari sebelas kelompok posyandu. Ibu-
ibu di Kelurahan Demakan mempunyai tingkat pendidikan dan pengetahuan
yang berbeda. Guna mengetahui hubungan antara pemberian ASI eksklusif
dengan pengetahuan dan sikap ibu terhadap ASI, peneliti tertarik untuk
3

mengangkatnya dalam bentuk skripsi dengan judul “Hubungan Pengetahuan


dan Sikap Ibu dengan Pemberian ASI Eksklusif di Demakan Kecamatan
Mojolaban Kota Sukoharjo”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang dibahas dalam
penelitian ini adalah: “adakah hubungan pengetahuan dan sikap ibu dengan
pemberian ASI eksklusif di Kelurahan Demakan Kecamatan Mojolaban Kota
Sukoharjo?”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dan sikap ibu dengan
pemberian ASI eksklusif di Kelurahan Demakan Kecamatan Mojolaban
Kota Sukoharjo.
2. Tujuan Khusus
a) Mendeskripsikan pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif.
b) Mendeskripsikan sikap ibu tentang ASI eksklusif.
c) Mendeskripsikan pemberian ASI eksklusif oleh ibu.
d) Menganalisa hubungan antara pengetahuan ibu dengan pemberian ASI
eksklusif.
e) Menganalisa hubungan antara sikap ibu dengan pemberian ASI
eksklusif.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis
Penelitian ini dapat memberikan mengenai hubungan pengetahuan dan
sikap ibu dengan pemberian ASI eksklusif di Kelurahan Demakan
Kecamatan Mojolaban Kota Sukoharjo?”
2. Manfaat aplikatif
a. Untuk masyarakat
Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai salah satu sumber informasi
tentang arti pentingnya pemberian ASI eksklusif.
4

b. Untuk institusi
Dapat memberikan informasi pada institusi sebagai motivasi untuk
lebih efektif dalam memberikan penyuluhan tentang arti pentingnya
pemberian ASI eksklusif.
c. Untuk orang tua
Dapat memberikan informasi pada orang tua mengenai pemberian ASI
eksklusif.
d. Untuk peneliti lain
Dapat digunakan sebagai acuan dan informasi penelitian selanjutnya.
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka
1) Pengetahuan
Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui berkenaan dengan
suatu hal (Depdiknas, 2001). Pengetahuan juga dapat diartikan sebagai hasil
dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap
objek tertentu. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata
dan telinga (Soekidjo Notoatmodjo, 1997:127).
Pengetahuan seseorang dikumpulkan dan diterapkan secara bertahap
mulai dari tahap paling sederhana hingga tahap yang lebih lengkap, tahap
tesebut adalah:
1) Awareness (kesadaran)
Yaitu orang mengetahui pengetahuan yang baru
2) Interest
Yaitu orang mulai tertarik terhadap pengetahuan tersebut
3) Evaluation
Yaitu orang mulai menimbang-nimbang pengetahuan yang diperolehnya
4) Trial
Yaitu orang sudah mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan
pengetahuan yang diperolehnya.
5) Adoption
Yaitu orang sudah berperilaku sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan
sikapnya terhadap stimulus tersebut (Soekidjo Notoatmodjo, 1997).

5
6

Pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif mempunyai 6


tingkat, yaitu:
1) Tahu (know)
Sebagai pengingat materi yang sudah dipelajari sebelumnya.
Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali
(recall) terhadap suatu spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau
rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, “tahu” adalah tingkat
pengetahuan yang paling rendah.
2) Memahami (comprehension)
Sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang
objek yang diketahui, dan menginterpretasi materi tersebut secara benar.
Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat
menjelaskan kemampuan, yang masuk dalam kategori ini seperti
menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya.
3) Aplikasi (application)
Sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi di sini
dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode,
prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain untuk
memecahkan suatu masalah.
4) Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu
struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitan satu sama lain.
Termasuk dalam kemampuan ini adalah kemampuan membuat bagan
(menggambar), membedakan, mengelompokkan, memisahkan, dan
sebagainya.
7

5) Sintesis (synthesist)
Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan
atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan
yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk dapat
menyusun, merencanakan, meringkas, menyesuaikan, dan sebagainya
terhadap suatu teori atau rumusan yang telah ada.
6) Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-
penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau
menggunakan kriteria-kriteria yang ada (Soekidjo Notoatmodjo,
1997:129-130).
2) Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari
seseorang terhadap stimulus atau objek dan manifestasi sikap itu tidak dapat
langsung dilihat tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku
yang tertutup. Sikap belum merupakan tindakan atau aktivitas, akan tetapi
merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku (Soekidjo Notoatmodjo,
2003:124).
Menurut Allport (1954) yang dikutip oleh Soekidjo Notoatmodjo
(2003:125), menjelaskan bahwa sikap mempunyai 3 komponen pokok, yaitu:
1) Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek
2) Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap objek
3) Kecenderungan untuk bertindak
Sikap merupakan kesiapan seseorang untuk bertindak secara tertentu
terhadap hal-hal tertentu. Sikap dapat bersifat positif, kecenderungan tindakan
adalah mendekati, menyenangi, mengharapkan objek tertentu sedangkan
dalam sikap negatif terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindari,
membenci, tidak menyukai objek tertentu (Sarlito Wirawan, 2002:94).
8

Menurut Atkinson yang dikutip oleh Sunaryo (2004:199-200), sikap


memiliki 5 fungsi, yaitu:
1) Fungsi Instrumental
Fungsi sikap ini dikaitkan dengan manfaat dan menggambarkan keinginan.
2) Fungsi Pertahanan Ego
Sikap diambil individu untuk melindungi diri dari kecemasan yang
mengancam harga dirinya.
3) Fungsi Nilai Ekspresi
Sikap diambil individu untuk mengekspresikan nilai yang ada dalam diri.
4) Fungsi Pengetahuan
Sikap ini membantu individu untuk menerima informasi yang kemudian
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
5) Fungsi Penyesuaian Sosial
Sikap ini membantu individu merasa menjadi bagian dari masyarakat
sehingga dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan.
Menurut Soekidjo Notoatmodjo (1997) yang dikutip oleh Sunaryo
(2004: 200-201), sikap memiliki 4 tingkat, yaitu:
1) Menerima (receiving)
Individu ingin dan memperhatikan rangsangan (stimulus) yang diberikan.
2) Merespon (responding)
Individu dapat memberikan jawaban apabila ditanya, mampu mengerjakan
dan menyelesaikan tugas yang diberikan.
3) Menghargai (valuing)
Individu mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu
masalah.
4) Bertanggung jawab (responsible)
Individu akan bertanggung jawab dan siap menanggung risiko atas segala
hal yang telah dipilihnya.
9

Menurut Bimo Walgito (2004) ada 4 hal yang menjadi faktor penentu
sikap individu, yaitu:
1) Faktor Fisiologis
Faktor yang penting adalah umur dan kesehatan.
2) Faktor Pengalaman Langsung terhadap Objek Sikap
Pengalaman langsung yang dialami individu terhadap objek sikap
berpengaruh terhadap sikap individu terhadap objek sikap tersebut.
3) Faktor Kerangka Acuan
Kerangka acuan yang tidak sesuai dengan objek sikap, akan menimbulkan
sikap yang negatif terhadap objek sikap tersebut.
4) Faktor Komunikasi Sosial
Informasi yang diterima individu akan dapat menyebabkan perubahan
sikap pada diri individu tersebut.
Faktor-faktor yang menyebabkan perubahan sikap:
1) Faktor intern: faktor yang terdapat dalam pribadi manusia itu sendiri.
Faktor ini berupa selectivity atau daya pilih seseorang untuk menerima dan
mengolah pengaruh-pengaruh yang datang dari luar
2) Faktor ekstern: faktor yang terdapat di luar pribadi manusia.
Faktor ini berupa interaksi sosial di luar kelompok (Abu Ahmadi,
2000:171).
Menurut Sarlito Wirawan Sarwono (2000), yang dikutip oleh Sunaryo
(2004:204), ada beberapa cara untuk membentuk dan mengubah sikap
individu, yaitu:
1) Adopsi
Suatu cara pembentukan dan perubahan sikap melalui kejadian yang
terjadi berulang dan terus menerus.
2) Diferensiasi
Suatu cara pembentukan dan perubahan sikap karena sudah dimilikinya
pengetahuan, pengalaman, intelegensi, dan bertambahnya umur.
10

3) Integrasi
Suatu cara pembentukan dan perubahan sikap secara bertahap, diawali
dengan pengetahuan dan pengalaman sehingga akan terbentuk sikap
terhadap suatu objek.
4) Trauma
Suatu cara pembentukan dan perubahan sikap secara tiba-tiba dan
mengejutkan sehingga meninggalkan kesan mendalam pada diri individu.
5) Generalisasi
Suatu cara pembentukan dan perubahan sikap karena pengalaman
traumatik pada individu terhadap hal tertentu sehingga menimbulkan sikap
negatif.
Pengukuran tentang sikap dapat dilakukan secara langsung maupun
dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pertanyaan responden terhadap
suatu objek secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pertanyaan
hipotesis yang kemudian ditanyakan pada responden (bisa dengan pilihan
jawaban setuju, ragu-ragu, tidak setuju, benar salah, atau yang lain) (Soekidjo
Notoatmodjo, 1997:131-132).
3) Air Susu Ibu (ASI)
a. Pengertian ASI
ASI menurut Departemen Kesehatan RI (2002:1), yang dimaksud
dengan ASI adalah makanan terbaik dan alamiah untuk bayi. ASI
merupakan suatu proses alamiah, namun sering ibu-ibu tidak berhasil
menyusui atau menghentikan menyusui lebih dini dari yang semestinya.
Banyak alasan yang dikemukakan oleh ibu-ibu antara lain, ibu merasa
bahwa ASI-nya tidak cukup atau ASI tidak keluar pada hari-hari pertama
kelahiran bayi. Sesungguhnya hal itu tidak disebabkan karena ibu tidak
memproduksi ASI yang cukup, melainkan karena ibu tidak percaya diri
bahwa ASI-nya cukup untuk bayinya. Di samping informasi tentang
11

cara-cara menyusui yang baik dan benar belum menjangkau sebagian


besar ibu-ibu (Depkes RI, 2005:1).
b. Volume ASI
Dalam kondisi normal, kira-kira 100 ml ASI pada hari kedua
setelah melahirkan, dan jumlahnya akan meningkat sampai kira-kira 500
ml dalam minggu kedua. Secara normal, produksi ASI yang efektif dan
terus menerus akan dicapai pada kira-kira 10-14 hari setelah melahirkan
(Deddy Muchtadi, 1996:30).
Sedangkan menurut Sjahmien Moehji (2003: 35), apabila tidak ada
kelainan, pada hari pertama sejak bayi lahir akan terus bertambah
mencapai 400-450 ml pada waktu bayi mencapai usia minggu kedua.
Dalam masa usia satu sampai tiga bulan, apabila ibu sehat maka
produksi ASI mencapai 600 ml sehari.
Ukuran payudara tidak ada hubungannya dengan volume air susu
yang dapat diproduksi, meskipun umumnya payudara yang berukuran
sangat kecil, terutama yang ukurannya tidak berubah selama masa
kehamilan, hanya memproduksi sejumlah kecil ASI. Emosi, seperti
tekanan (stres) atau kegelisahan, merupakan faktor penting yang
mempengaruhi jumlah produksi ASI selama minggu-minggu pertama
menyusui (Deddy Muchtadi, 1996:31).
c. Komposisi ASI
ASI adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktose dan
garam-garam organik yang disekresi oleh kedua belah kelenjar payudara
ibu, sebagai makanan utama bagi bayi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi komposisi ASI, adalah:
1. Stadium laktasi
2. Ras
3. Keadaan nutrisi
4. Diit ibu
12

(Soetjiningsih, 1997:20).
Air Susu Ibu (ASI) menurut stadium laktasi dibagi menjadi tiga,
yaitu :
1. Kolostrum
Merupakan cairan pertama yang keluar dari kelenjar payudara, dan
keluar pada hari kesatu sampai hari keempat-tujuh berupa cairan
kental berwarna kekuning-kuningan. Kolostrum merupakan pencahar
yang ideal untuk membersihkan zat yang tidak terpakai dari usus bayi
yang baru lahir dan mempersiapkan saluran pencernaan makanan
bayi bagi makanan yang akan datang.
Karakteristik kolostrum:
(1) Cairan ASI lebih kental dan berwarna kuning
(2) Lebih banyak mengandung protein
(3) Lebih banyak mengandung antibodi
(4) Kadar lemak dan karbohidrat lebih rendah
(5) Total energi hanya 58 kalori/100 ml kolostrum
(6) Volume kolostrum berkisar 150-300 ml/24 jam
2. ASI Transisi/Peralihan
Merupakan ASI yang diproduksi pada hari ke-4 atau 7 sampai hari
ke-10 atau 14. Kadar protein berkurang, sedangkan kadar karbohidrat
dan lemak meningkat.
Karakteristik ASI masa peralihan:
1. Kadar protein lebih rendah, sedangkan kadar lemak dan
karbohidrat semakin tinggi dibandingkan kolostrum
2. Volumenya semakin tinggi dibanding kolostrum
3. ASI Mature
Merupakan ASI yang diproduksi sejak hari ke-14 dan seterusnya.
Komposisi relatif konstan.
Karakteristik ASI mature:
13

1. Cairan berwarna putih kekuning-kuningan


2. pH 6,6-6,9
3. Terdapat anti mikrobial factor
4. Kadar air dalam ASI mature: 88 gram/100 ml
5. Volume ASI antara 300-850 ml/24 jam (Utami Roesli, 2001:25).
Nutrisi ASI mengandung beberapa unsur, diantaranya:
1. Hidrat Arang (Laktosa)
Produksi dari laktosa adalah galaktosa dan glukosamin.
Galaktosamin merupakan nutrisi vital untuk pertumbuhan jaringan
otak dan juga merupakan kebutuhan nutrisi medulla spinalis yaitu
untuk pembentukan myelin (selaput pembungkus sel saraf)
(Hubertin Sri Purwanti, 2004:7). Kadar laktosa yang tinggi akan
mengakibatkan terjadinya pertumbuhan lactobacillus sebagai
penghuni usus dan dapat mencegah terjadinya infeksi (Diah
Krisnatuti dan Rina Yenrina, 2002:6).
Laktosa sangat diperlukan untuk pertumbuhan yang
merupakan sumber kalori bagi serabut saraf otak. Laktosa juga
meningkatkan penyerapan kalsium, fosfor, dan magnesium yang
penting untuk pertumbuhan tulang. Laktosa oleh fermentasi diubah
menjadi asam laktat. Asam laktat ini akan membuat suasana usus
menjadi asam, kondisi ini menguntungkan karena akan
menghambat pertumbuhan bakteri yang berbahaya dan menjadi
tempat yang subur bagi bakteri usus yang baik (Hubertin Sri
Purwanti, 2004:7-8).

2. Protein
Susu sapi mengandung tiga kali lebih banyak protein daripada
ASI. Sebagian besar berbentuk kasein yaitu sekitar 80% dan
14

sisanya berupa protein “whey” yang larut. Kandungan kasein yang


tinggi dan sifatnya yang mudah menggumpal di dalam lambung
yang relatif keras bila bayi diberi susu sapi, sehingga sulit untuk
dicerna oleh enzim proteinase. ASI walaupun mengandung lebih
sedikit total protein, namun bagian protein “whey”nya lebih
banyak, sehingga akan membentuk gumpalan yang lunak dan lebih
mudah dicerna serta diserap oleh usus bayi (Hubertin Sri Purwanti,
2004:12-13).
3. Mineral
Kandungan mineral dalam susu sapi empat kali lebih banyak
dibandingkan kandungan mineral dalam ASI. Kandungan mineral
yang tinggi pada susu sapi akan menyebabkan terjadinya beban
osmobar, yaitu tingginya kadar mineral dalam tubuh. Akibatnya,
bayi menjadi sering kencing (Diah Krisnatuti dan Rina Yenrina,
2002:6).
4. Lemak
ASI maupun susu sapi mengandung lemak yang cukup tinggi,
yaitu sekitar 3,5%, namun keduanya memiliki susunan asam lemak
yang berbeda. ASI lebih banyak mengandung asam lemak tek
jenuh, sedangkan susu sapi lebih banyak mengandung asam lemak
rantai pendek dan asam lemak jenuh (Diah Krisnatuti dan Rina
Yenrina, 2002:5).
5. Vitamin
Vitamin merupakan zat gizi yang essensial. Kekurangan
vitamin tertentu dapat mengakibatkan terganggunya kesehatan dan
dapat menimbulkan penyakit tertentu. Pemberian vitamin yang
berlebihan dalam jangka waktu panjang akan mengakibatkan
keracunan dan gangguan kesehatan. Kadar vitamin dalam ASI dan
15

susu sapi agak berbeda. Kebutuhan vitamin untuk bayi dapat


dipenuhi oleh ASI selama 4-6 bulan pertama, jika asupan makanan
ibu cukup seimbang (Diah Krisnatuti dan Rina Yenrina, 2002:7).
Vitamin yang ada di dalam ASI seperti vitamin A, tiamin,
vitamin C bervariasi menurut makanan yang dikonsumsi ibu.
Hanya terdapat sedikit vitamin D dalam lemak susu, tetapi
penyakit polio (rickets) jarang terjadi pada anak yang diberi ASI,
bila kulitnya sering kena sinar matahari (Deddy Muchtadi,
2002:34).
Usus bayi belum mampu membuat vitamin K, pada minggu
pertama, sedangkan bayi setelah persalinan mengalami perdarahan
perifer yang perlu dibantu dengan pemberian vitamin K untuk
proses pembekuan darah. Pemberian vitamin K dapat dilakukan
pada hari ke-1. ke-3, ke-7. Golongan vitamin B kecuali riboflavin
dan patogenik sangat kurang, tetapi tidak perlu ditambahkan
karena kebutuhan bayi akan dicukupi oleh makanan yang
dikonsumsi ibu (Hubertin Sri Purwanti, 2004:20-21).

Tabel 2.1 Perbandingan Komposisi ASI dan Susu Sapi

Komponen ASI Susu Sapi


Energi (Kkal)
67

Air (g) 90,2


1,

Protein (g) 3,4


Rasio kasein:whey 1 : 0,2
16

Lemak (g) 3,9

Laktosa (g) 4,8

Vitamin A (Retinol) (μg) 31


Beta karoten (μg) 19
0,
Vitamin D larut dalam lemak
(μg) 0,03
0,
Vitamin D larut dalam air
(μg) 0,15

Vitamin C (mg) 1,5


0,

Tiamin (Vitamin B1) (mg) 0,04


0,
Riboflavin (Vitamin B2)
(mg) 0,20
0,

Niasin (mg) 0,89


0,

Vitamin B12 (μg) 0,31

Asam folat 5,2

Kalsium (Ca) (mg) 124


0,

Best (Fe) (mg) 0,05

Tembaga (Cu) (μg) 21


29
Seng (Zn) (μg) 361

Keterangan: Air susu sapi yang belum diolah, 100 ml = 13 g; 100g = 97


ml (Deddy Muchtadi, 1996:33).
d. Kebaikan ASI sebagai Makanan Bayi
17

Menurut Sjahmien Moehji (2003:33), kebaikan dari air susu ibu


sebagai makanan bayi antara lain adalah:
1. ASI cukup mengandung zat-zat makanan yang diperlukan selama
ASI keluar secara normal.
2. Dalam ASI sudah terdapat bahan-bahan anti yang berasal dari ibu,
sehingga dapat mempertahankan bayi dari gangguan beberapa jenis
penyakit.
3. Karena ASI sedikit sekali berhubungan dengan udara luar, maka
kemungkinan masuknya bakteri sedikit sekali.
4. Temperatur ASI sesuai dengan temperatur tubuh bayi.
5. Karena bayi sendiri yang mengatur jumlah susu yang akan diminum,
maka bayi tidak mudah tersedak.
6. Dengan menyusu, maka rahang bayi akan terlatih menjadi kuat.
7. Menyusui bayi berarti mempererat rasa kasih antara ibu dan anak.
8. ASI tidak usah dimasak atau diolah lebih dulu, sehingga sangat
memudahkan bagi ibu.
e. Faktor Pelindung dalam ASI
Pada waktu bayi lahir sampai bayi berusia beberapa bulan, bayi
belum dapat membentuk kekebalan sendiri secara sempurna. ASI
mampu memberi perlindungan baik secara aktif maupun pasif, karena
ASI tidak hanya menyediakan perlindungan terhadap infeksi, tetapi juga
merangsang perkembangan sistem kekebalan bayi. Dengan zat anti
infeksi dari ASI, maka bayi yang diberi ASI eksklusif akan terlindung
dari berbagai macam infeksi baik yang disebabkan oleh bakteri, virus,
jamur atau parasit (Utami Roesli, 2001:29).
f. Pengertian ASI Eksklusif
Menurut Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal Bina
Kesehatan Masyarakat (2002:5), ASI eksklusif adalah pemberian hanya
ASI saja tanpa makanan dan minuman lain.
18

Menurut Utami Roesli (2001:31), manfaat utama ASI eksklusif bagi


bayi adalah:
1. Sebagai Nutrisi Terbaik
ASI merupakan sumber gizi yang sangat ideal dengan
komposisi yang seimbang karena disesuaikan dengan kebutuhan
bayi pada masa pertumbuhannya.
2. Meningkatkan Daya Tahan Tubuh
Bayi yang baru lahir secara alamiah mendapat daya tahan
tubuh dari ibunya melalui plasenta, tetapi zat tersebut akan cepat
menurun setelah kelahiran. Dengan memberi ASI yang
mengandung zat kekebalan tubuh dapat melindung bayi dari
berbagai penyakit infeksi bakteri, virus, dan jamur.
3. Meningkatkan Kecerdasan
Terdapat dua faktor penentu kecerdasan, yaitu faktor genetik
dan faktor lingkungan.
4. Meningkatkan Jalinan Kasih Sayang
Bayi yang sering berada dalam dekapan ibu pada waktu
menyusui akan merasakan kasih sayang ibunya, serta merasakan
rasa aman dan tenteram, terutama karena mendengar detak jantung
ibu yang telah dikenal sejak ia dalam kandungan ibunya.
g. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penggunaan Pemberian ASI
1. Pengetahuan Ibu tentang Pemberian ASI Eksklusif
Kolostrum terdapat pada ASI dengan jumlah yang tidak
banyak tetapi banyak mengandung zat-zat yang bergizi dan sangat
baik untuk dikonsumsi bayi. Tetapi karena faktor kekurangtahuan
atau kepercayaan yang salah, banyak ibu yang baru melahirkan tidak
memberikan kolostrum pada bayinya. Mereka berpendapat dan
percaya bahwa kolostrum akan berpengaruh buruk terhadap
kesehatan anak (FG Winarno, 1992:54).
19

Seorang ibu yang hanya tamat SD belum tentu tidak mampu


menyusun makanan yang memenuhi persyaratan gizi dibandingkan
dengan orang yang lebih tinggi pendidikannya. Sekalipun
berpendidikan rendah kalau seorang ibu rajin mendengarkan TV,
radio serta dalam penyuluhan ikut serta tidak mustahil pengetahuan
gizinya akan lebih baik. Hanya saja perlu dipertimbangkan bahwa
faktor tingkat pendidikan turut menentukan mudah tidaknya
menyerap dan memahami pengetahuan gizi yang ibu peroleh
(Suharyono, Rulina Suradi, 1992:19).
Sebagian besar kejadian gizi buruk dapat dihindari apabila ibu
cukup mempunyai pengetahuan tentang cara memelihara gizi dan
mengatur makanan anak. Memburuknya gizi anak dapat terjadi akibat
ketidaktahuan ibu mengenai tata cara pemberian ASI kepada
anaknya. Keadaan ini akan membawa pengruh buruk terhadap tingkat
gizi bayi (Sjahmien Moehji, 1992:12).
2. Sikap Ibu tentang Pemberian ASI Eksklusif
Seorang ibu yang tidak pernah mendapat nasehat atau
pengalaman, penyuluhan tentang ASI dan seluk beluknya dari orang
lain, maupun dari buku-buku bacaan dapat mempengaruhi sikapnya
pada saat ibu tersebut harus menyusui. Sikap seseorang dipengaruhi
oleh pengetahuan yang dipunyainya dan ia akan memberikan sikap
negatif terhadap ASI, jika pengetahuan tentang hal itu kurang (Sri
Haryati, 2006:19).
Ibu yang berhasil menyusui anak sebelumnya dengan
pengetahuan dan pengalaman cara pemberian ASI secara baik dan
benar akan menunjang laktasi berikutnya. Sebaliknya, kegagalan
menyusui pada masa lalu akan mempengaruhi sikap seorang ibu
terhadap penyusuan sekarang. Dalam hal ini perlu ditumbuhkan
motivasi dalam diri ibu dalam menyusui anaknya. Pengalaman masa
20

kanak-kanak, pengetahuan tentang ASI, nasehat, penyuluhan, bacaan,


pandangan dan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat akan
membentuk sikap ibu yang positif terhadap menyusui (Depkes RI,
1994:13).
3. Pendidikan Ibu
Secara umum mudah diduga bahwa tingkat pendidikan ibu
mempengaruhi keadaan gizi anak. Ibu dengan tingkat pendidikan
lebih tinggi umumnya yang mempunyai pengetahuan tentang gizi
yang lebih baik dan mempunyai perhatian lebih besar terhadap
kebutuhan gizi anak. Demikian juga halnya dalam pemahaman akan
manfaat ASI untuk anak, secara umum dinyatakan bahwa ibu yang
mempunyai tingkat pendidikan lebih, mempunyai tingkat
pemahaman yang tinggi pula (Ratna Susanti, 2000:15). Amat sering
keinginan dan kebutuhan ibu tidak dikenali dan tidak didukung
kesehatan fisik dan emosional ibu. Pendidikan ibu mempengaruhi
praktik-praktik menyusui mereka dan aspek-aspek lain dalam
merawat anak-anaknya (Depkes RI, 2002:4).
4. Sosial Budaya
Pemberian ASI tidak lepas dari tatanan budaya. Ada
pandangan sebagian masyarakat bahwa menyusui dapat merusak
payudara seingga mengganggu kecantikan ibu tersebut dan sebagian
lain beranggapan bahwa menyusui merupakan perilaku kuno. Bila
ingin disebut modern, ibu menggunakan susu formula (Ipuk Dwiana
Murwanti, 2005:20-21).
Perubahan sosial budaya yang sering terjadi di masyarakat
akan membawa pengaruh terhadap perubahan tata nilai masyarakat.
Kebiasaan-kebiasaan yang sudah ada di masyarakat dapat bergeser ke
arah positif maupun negatif. Kebiasaan-kebiasaan positif mungkin
dapat memperbaiki tradisi dalam pemberian ASI diantaranya:
21

1) Kebiasaan minum jamu merupakan keyakinan ingin sehat


2) Kepercayaan minum “wejah” sejenis minuman atau jamu dari
daun-daunan tertentu seperti di Jawa dari daun dadap, dengan
keyakinan bahwa ASI akan lebih banyak keluar
3) Kepercayaan bahwa ibu kembali dari bepergian harus segera
mencuci payudara dan ASI tidak boleh dibuang sembarangan
karena dalam ASI terkandung “unsur manusia”
4) Kebiasaan untuk memisahkan bayi dan ibunya, mendekatkan
hubungan batin antara ibu dan bayi ( Depkes RI, 2005:43-44).
5. Pekerjaan Ibu
Pekerjaan sehari-hari kadang-kadang sangat menyibukkan ibu
dan anak menjadi rewel (Depkes RI, 2005:44). Waktu kerja yang
dimaksud adalah 7 jam sehari dan 40 jam seminggu untuk 6 hari
kerja dalam seminggu, 8 jam sehari atau 40 jam seminggu untuk 5
hari kerja dalam seminggu (AM Sugeng Budiono,dkk, 2003:3).
Bekerja bukan alasan untuk menghentikan pemberian ASI
secara eksklusif, ASI eksklusif harus dijalani selama enam bulan
tanpa intervensi makanan dan minuman lain meskipun cuti hamil
hanya tiga bulan. Seorang ibu bekerja dapat tetap memberikan ASI
secara eksklusif dengan pengetahuan yang benar tentang menyusui,
perlengkapan memerah ASI dan dukungan lingkungan kerja (Utami
Roesli, 2000:38).
Ibu bekerja harus mendapat dukungan untuk melakukan
menyusui eksklusif dalam enam bulan pertama dan melanjutkan
menyusui setelah pemberian makanan pendamping ASI (Depkes RI,
2002:16).
Berbagai kendala yang dihadapi dalam peningkatan pemberian
ASI eksklusif salah satunya adalah ibu kembali bekerja setelah cuti
bersalin yang menyebabkan penggunaan susu botol atau susu formula
22

secara dini sehingga menggeser atau menggantikan ASI. Hal ini


diperberat lagi dengan adanya kecenderungan meningkatnya peran
ganda wanita dari tahun ke tahun (Depkes RI, 2002:6).
6. Kemampuan Ibu untuk Menyusui
Kemampuan ibu untuk menyusui berbeda antara ibu yang satu
dengan yang lain, hal ini disebabkan (A. August Burns, 2000:167):
1) Produksi ASI
Ibu-ibu merasa bahwa ASI-nya tidak cukup untuk bayinya
tetapi hal ini tidak benar. Jumlah ASI dalam payudara tergantung
pada berapa banyak bayi menghisap payudara. Makin banyak
bayi menghisap makin banyak pula produksi ASI.

2) Masalah puting susu


Keadaan puting susu yang datar atau masuk ke dalam, tetapi
tetap bisa memberikan ASI tanpa masalah, hal ini dikarenakan
bayi menghisap payudara bukan hanya puting susu.
B. Kerangka Teori

FaktorPredisposisi
Faktor Predisposisi
- - Pengetahuan
- Pengetahuan
- - Sikap
- Sikap
- - Pendidikan
- Pendidikan
- - Pekerjaan
- Pekerjaan
- - Sosial Budaya
- Sosial Budaya

Faktor Pendukung Pemberian ASI Eksklusif


Kemampuan Ibu
untuk Menyusui

Faktor
FaktorPendorong
Pendorong
Sikap dan Perilaku
Sikapdan Perilaku
Petugas Kesehatan
Petugas Kesehatan
23

Gambar 2.1 Kerangka Teori


Sumber: Lawrence Green (1980) dalam Soekidjo Notoatmodjo (2003)

C. Kerangka Konsep

Variabel Bebas Variabel Terikat


-Pengetahuan Ibu Pemberian ASI
-Sikap Ibu Eksklusif

Variabel Pengganggu
ƒ Sikap dan perilaku petugas
kesehatan
ƒ Pekerjaan ibu
ƒ Pendidikan Ibu
ƒ Sosial budaya

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

Variabel pengganggu dikendalikan dengan:


1) Sikap dan perilaku petugas kesehatan dan sosial budaya diasumsikan sama karena
berada di satu wilayah yang sama
2) Responden yang diambil adalah ibu yang tidak bekerja dengan pendidikan SMP atau
SMA
3) Sosial budaya dianggap sama karena responden berada dalam satu wilayah.
D. Hipotesis
1. Ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan pemberian ASI eksklusif di
Kelurahan Demakan Kecamatan Mojolaban Kota Sukoharjo.
2. Ada hubungan antara sikap ibu dengan pemberian ASI eksklusif di Kelurahan
Kelurahan Demakan Kecamatan Mojolaban Kota Sukoharjo.
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian survei analitik cross sectional yaitu
suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor
risiko dengan efek, melalui observasi/pengumpulan data sekaligus pada suatu
saat yaitu tiap subjek hanya diobservasi satu kali saja dan pengukuran variabel
subjek dilakukan pada saat penelitian tersebut (Sudigdo Sastroasmoro dan
Sofyan Ismael, 1995:57).
B. Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Demakan Kecamatan
Mojolaban Kota Sukoharjo dan waktu penelitian akan dilaksanakan pada
bulan November 2017.
C. Populasi
1. Populasi Target
Populasi target dalam penelitian ini adalah semua ibu yang mempunyai bayi
usia > 6-12 bulan.
2. Populasi aktual
Populasi aktual dalam penelitian ini adalah semua ibu yang mempunyai bayi
usia > 6-12 bulan di Kelurahan Demakan Kecamatan Mojolaban Kota
Sukoharjo.
D. Sampel dan Teknik Sampel
Pada penelitian ini sampel yang akan menjadi fokus penelitian adalah
semua ibu yang mempunyai bayi usia > 6-12 bulan di Kelurahan Demakan
Kecamatan Mojolaban Kota Sukoharjo. Teknik pengambilan sampel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah simple random sampling.

5
25

E. Estimasi Besar Sampel


Besar sampel diperoleh dari jumlah seluruh sampel yang diperoleh yaitu
dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

n= z12−α P(1− P)N


d 2 (N −1) + Z 12−α P(1− P)
(Lamesho, 1997:53)
2

Keterangan:
n= perkiraan besar sampel
Z= tingkat kepercayaan
α = tingkat signifikansi
N= jumlah populasi
d= tingkat presisi = 5%
P= proporsi populasi = 0,5
Dari perhitungan dengan rumus di atas didapatkan sampel sebanyak 38
responden.
F. Kriteria Retriksi
1. Kriteria Inklusi
a. Ibu yang berpendidikan SMP atau SMA
b. Ibu yang tidak mempunyai pekerjaan selain sebagai ibu rumah tangga
c. Kelahiran ditolong oleh tenaga kesehatan
2. Kriteria Eksklusi
a. Ibu yang mempunyai bayi umur > 6-12 bulan tetapi tidak bersedia
menjadi responden
G. Identifikasi variable
1. Variabel Bebas
Variabel bebas atau independent variable merupakan variabel yang
mempengaruhi variabel terikat (Notoatmodjo, 2012). Variabel bebas pada
penelitian ini adalah pengetahuan dan sikap ibu.
2. Variabel Terikat
26

Variabel terikat atau dependent variable merupakan variabel yang


dipengaruhi oleh variabel bebas (Notoatmodjo, 2012). Variabel terikat pada
penelitian ini adalah pemberian ASI Eksklusif.
H. Definisi Variabel Operasional
1. Pengetahuan tentang ASI
Definisi : kemampuan responden untuk menjawab pertanyaan yang
berhubungan dengan ASI Eksklusif.
Alat ukur : pengetahuan diukur dengan menggunakan kuesioner.
Skala : Ordinal.
2. Sikap terhadap pemberian ASI
Definisi : ungkapan perasaan responden terhadap pemberian ASI
Eksklusif.
Alat ukur : sikap terhadap pemberian ASI diukur menggunakan Kuesioner.
Skala : Ordinal
3. Praktek pemberian ASI Eksklusif
Definisi : ungkapan perasaan responden terhadap pemberian ASI
Eksklusif.
Alat ukur : praktek pemberian ASI Eksklusif diukur menggunakan
Kuesioner.
Skala : Nominal
I. Instrumen Penelitian
Instrumen adalah alat-alat yang akan digunakan untuk pengumpulan data
(Soekidjo Notoatmodjo, 2002: 48). Instrumen yang digunakan dalam
penelitian ini adalah kuesioner. Kuesioner diartikan sebagai daftar pertanyaan
yang sudah tersusun dengan baik, sudah matang, dimana interviewer tinggal
memberikan jawaban atau dengan memberikan tanda-tanda tertentu (Soekidjo
Notoatmodjo, 2002:116).
SKuesioner digunakan untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan sikap
ibu dalam pemberian ASI eksklusif.
27

a. Validitas
Validitas dilakukan untuk mengetahui apakah kuesioner yang
disusun oleh peneliti mampu mengukur apa yang hendak diukur, maka
perlu diuji dengan uji korelasi antar skor (nilai) tiap-tiap item (pertanyaan)
dengan skor total kuesioner tersebut. Teknik yang dipakai adalah teknik
korelasi ”Product moment” dengan menggunakan bantuan program komputer.
Uji validitas dilakukan pada 20 orang ibu di luar sampel penelitian yang
mempunyai karakteristik sama. Uji validitas dinyatakan valid apabila ada dari
hasil pengukuran tiap item soal lebih besar dari r tabel yaitu 0,444 yang
didapatkan dari r product moment dengan α = 5%.
b. Reliabilitas
Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu
alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini berarti
menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten atau tetap
asas bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang
sama, dengan menggunakan alat ukur yang sama. Dalam penelitian ini,
peneliti menggunakan uji reliabilitas dengan teknik Alfa Cronbach dengan
menggunakan bantuan komputer yang dilakukan pada 20 ibu di luar
sampel penelitian yang mempunyai karakteristik yang sama.
J. Teknik Pengambilan Data
Teknik pengambilan data adalah suatu usaha untuk memperoleh data
yang hendak diteliti dengan metode yang ditentukan oleh peneliti. Metode
yang digunakan dalam mengambil data oleh peneliti adalah sebagai berikut:
a. Teknik Pengambilan Data Primer
Data primer dalam penelitian ini meliputi pengetahuan dan sikap
ibu tentang ASI, serta pemberian ASI eksklusif. Data primer dilakukan
dengan menggunakan metode wawancara.
Wawancara dilakukan secara langsung dengan ibu-ibu yang
mempunyai bayi umur >6-12 bulan yang sudah memenuhi kriteria
28

sampel dengan tujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan sikap


ibu dalam pemberian ASI eksklusif.
b. Teknik Pengambilan Data Sekunder
Data sekunder dalam penelitian ini meliputi gambaran umum
Kelurahan Demakan Kecamatan Mojolaban dan data jumlah bayi umur
>6-12 bulan.
K. Teknik Analisis Data
Untuk memperoleh suatu kesimpulan masalah yang diteliti, maka analisis
data merupakan suatu langkah penting dalam penelitian.
Langkah-langkah pengolahan data yang dilakukan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
a. Editing
Editing dilakukan guna mengoreksi data hasil penelitian yang meliputi
kelengkapan pengisian data identitas responden.
b. Koding
Koding dilakukan dengan cara memberikan kode pada jawaban hasil
penelitian guna mempermudah dalam proses pengelompokan dan
pengolahannya.
c. Tabulasi
Tabulasi dilakukan dengan cara mengelompokkan jawaban hasil
penelitian yang serupa dan menjumlahkannya dengan cara teliti dan
teratur ke dalam tabel yang telah disediakan.
Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan 2 cara,
yaitu:
a. Analisis Univariat
Analisis univariat digunakan untuk mendeskripsikan tiap-tiap
variabel yaitu pengetahuan ibu, sikap ibu dan pemberian ASI eksklusif di
Kelurahan Demakan Kecamatan Mojolaban Kota Sukoharjo, yang
disajikan dalam bentuk tabel dan grafik.
29

b. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan terhadap variabel pengetahuan ibu dan
sikap ibu dengan pemberian ASI eksklusif. Karena skala data pada
penelitian ini berbentuk ordinal dan nominal maka menggunakan uji Chi
square dengan syarat tidak ada sel yang nilai observed-nya bernilai 0, dan
sel yang mempunyai expected kurang dari 5 maksimal 20%, namun jika
tidak memenuhi syarat maka menggunakan alternatif uji Fisher atau
Kolmogorof-smirnov (M. Sopiyudin Dahlan, 2005:18).
L. Skema Penelitian
Alur penelitian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Survey Kelurahan Demakan

Kriteria Retriksi

Sampel Penelitian

Mengisi Lembar persetujuan


Lembar data diri
Kuesioner

Hasil Skor

Analisis Data
DAFTAR PUSTAKA
Abu Ahmadi. 2000. Psikologi Sosial. Jakarta: Rineka Ilmu

A. August Burns, dkk. 2000. Pemberdayaan Wanita Dalam Bidang Kesehatan.


Yogyakarta: Yayasan Essentia Medica

Bimo Walgito. 2004. Psikologi Sosial. Yogyakarta: Andi Offset

Deddy Muchtadi. 1996. Gizi Untuk Bayi: ASI, Susu Formula dan Makanan
Tambahan. Jakarta: Sinar Harapan

Departemen Kesehatan RI. 2005. Manajemen Laktasi. Jakarta: Direktorat Gizi


Masyarakat

______________________. 2002. Pedoman Pengembangan Teknologi Tepat Guna


Makanan Pendamping ASI. Jakarta: Direktorat Gizi Masyarakat

______________________. 2002. Gizi Seimbang Menuju Hidup Sehat bagi Ibu


Hamil dan Menyusui. Jakarta: Depkes RI

Departemen Pendidikan Nasional. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:


Balai Pustaka

Diah Krisnatuti dan Rina Yenrina. 2002. Menyiapkan Makanan Pendamping ASI.
Jakarta: Puspa Swara

Handrawan Nadesul. 1996. Cara Sehat Mengasuh Anak. Jakarta: Puspa Swara

Hubertin Sri Purwanti. 2004. Konsep Penerapan ASI Eksklusif. Jakarta: EGC

5
31

Ipuk Dwiana Murwanti. 2005. (Skripsi) Beberapa Faktor yang Mempengaruhi


Praktek Pemberian ASI Eksklusif pada Bayi Umur 0- 4 Bulan di Desa
Paremono Kecamatan Mungkid Kabupaten Magelang. Semarang: FKM
Undip

M. Sopiyudin Dahlan. 2004. Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Bina
Mitra Press

Ratna Susanti. 2002. (Skripsi) Hubungan Tingkat Pendidikan dan Pengetahuan


tentang ASI dengan Pemberian Kolostrum dan ASI Eksklusif (Studi di Desa
Tidu Kecamatan Bikareja). Semarang: FKM Undip

Sarlito Wirawan. 2002. Pengantar Umum Psikologi. Jakarta: Bulan Bintang

Sjahmien Moehji. 1992. Pemeliharaan Gizi Bayi dan Balita. Jakarta: Bhatara Karya
Aksara

________________. 2003. Ilmu Gizi 2. Jakarta: Papas Sinar Sinanti

Soekidjo Notoatmodjo. 1997. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta

__________________. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka


Cipta

__________________. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka


Cipta

Soetjiningsih. 1997. ASI Petunjuk untuk Tenaga Kesehatan. Jakarta: EGC


32

Sri Haryati. 2006. (Skripsi) Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Pemberian
ASI Eksklusif sampai 4 Bulan di Desa Kandangmas Kecamatan Dawe
Kabupaten Kudus. Semarang: FKM Undip

Stanley Lameshow. 1997. Besar Sampel dalam Penelitian Kesehatan.


Yogyakarta: Gajah Mada University Press

Suharyono, Rulina Suradi, dkk. 1992. ASI Tinjauan dari Beberapa Aspek. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Sunaryo. 2004. Psikologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC

Tri Rahayuningsih. 2005. (Skripsi) Hubungan antara Pengetahuan Ibu tentang ASI
dengan Pemberian ASI Eksklusif di Kelurahan Purwoyoso Kecamatan
Ngaliyan. Semarang: FIK UNNES

Utami Roesli. 2001. Bayi Sehat Berkat ASI Eksklusif. Jakarta: PT Elex Media
Komputindo
33
34
35
36
37

29
38
39

26
40
41

25
42
43
44

19
45
46

Anda mungkin juga menyukai