Anda di halaman 1dari 8

1.

Mekanisme Shivering

General Anastesi : Temperatur inti pada anestesi umum akan mengalami


penurunan antara 1,0‐1,50C selama satu jam pertama anestesi yang diukur pada
membran timpani.

Spinal Anastesi : pada anestesi spinal dan epidural menurunkan ambang


vasokonstriksi dan menggigil pada tingkatan yang berbeda, akan tetapi ukurannya kurang
dari 0,60C dibandingkan anestesi umum dimana pengukuran dilakukan di atas ketinggian
blok.

1
2
2. Obat-obat Lokal Anesthesi.

Salah satu faktor yang mempengaruhi spinal anestesi blok adalah barisitas (Barik
Grafity) yaitu rasio densitas obat spinal anestesi yang dibandingkan dengan
densitas cairan spinal pada suhu 370C. Barisitas penting diketahui karena
menentukan penyebaran obat anestesi lokal dan ketinggian blok karena grafitasi
bumi akan menyebabkan cairan hiperbarik akan cendrung ke bawah. Densitas
dapat diartikan sebagai berat dalam gram dari 1ml cairan (gr/ml) pada suhu
tertentu. Densitas berbanding terbalik dengan suhu (Gwinnutt, 2011).

Obat-obat lokal anestesi berdasarkan barisitas dan densitas dapat di golongkan


menjadi tiga golongan yaitu:

1) Hiperbarik

Merupakan sediaan obat lokal anestesi dengan berat jenis obat lebih besar dari
pada berat jenis cairan serebrospinal, sehingga dapat terjadi perpindahan obat ke
dasar akibat gaya gravitasi. Agar obat anestesi lokal benar–benar hiperbarik pada
semua pasien maka baritas paling rendah harus 1,0015gr/ml pada suhu 37C.
contoh: Bupivakain 0,5% (Gwinnutt, 2011).

2) Hipobarik

Merupakan sediaan obat lokal anestesi dengan berat jenis obat lebih rendah dari
berat jenis cairan serebrospinal. Densitas cairan serebrospinal pada suhu 370C
adalah 1,003gr/ml. Perlu diketahui variasi normal cairan serebrospinal sehingga
obat yang sedikit hipobarik belum tentu menjadi hipobarik bagi pasien yang
lainnya. contoh: tetrakain, dibukain. (Gwinnutt, 2011).

3) Isobarik

Secara definisi obat anestesi lokal dikatakan isobarik bila densitasnya sama dengan
densitas cairan serebrospinalis pada suhu 370C. Tetapi karena terdapat variasi
densitas cairan serebrospinal, maka obat akan menjadi isobarik untuk semua pasien
jika densitasnya berada pada rentang standar deviasi 0,999-1,001gr/ml. contoh:
levobupikain 0,5% (Viscomi 2004).

Spinal anestesi blok mempunyai beberapa keuntungan antara lain: perubahan


metabolik dan respon endokrin akibat stres dapat dihambat, komplikasi terhadap
jantung, paru, otak dapat di minimal, tromboemboli berkurang, relaksasi otot dapat
maksimal pada daerah yang terblok sedang pasien masih dalam keadaan sadar.
(Kleinman et al,2006).

3
3. INTUBASI ENDOTRAKHEAL

1. Persiapan pasien
• Beritahukan pasien tentang tindakan yang akan dilakukan
• Mintakan persetujuan keluarga / informed consent
• Berikan support mental
• Hisap cairan / sisa makanan dari naso gastric tube.
• Yakinkan pasien terpasang IV line dan infus menetes dengan lancar

2. Alat-alat yang dipergunakan


Laringoskop. Ada dua jenis laringoskop yaitu :
- Blade lengkung (McIntosh). à dewasa.
- Blade lurus. (blade Magill) bayi dan anak-anak.
Pipa endotrakheal. terbuat dari karet atau plastik. Untuk operasi tertentu misalnya
di daerah kepala dan leher dibutuhkan pipa yang tidak bisa ditekuk yang
mempunyai spiral nilon atau besi (non kinking). Untuk mencegah kebocoran jalan
nafas, kebanyakan pipa endotrakheal mempunyai balon (cuff) pada ujung distalnya.
Pipa tanpa balon biasanya digunakan pada anak-anak karena bagian tersempit jalan
nafas adalah daerah rawan krikoid. Pada orang dewasa biasa dipakai pipa dengan
balon karena bagian tersempit adalah trachea. Pipa pada orang dewasa biasa
digunakan dengan diameter internal untuk laki-laki berkisar 8,0 – 9,0 mm dan
perempuan 7,5 – 8,5 mm.
Untuk intubasi oral panjang pipa yang masuk 20 – 23 cm. Pada anak-anak dipakai
rumus :

Rumus tersebut merupakan perkiraan dan harus disediakan pipa 0,5 mm lebih
besar dan lebih kecil. Untuk anak yang lebih kecil biasanya dapat diperkirakan
dengan melihat besarnya jari kelingkingnya.
Pipa orofaring atau nasofaring. à mencegah obstruksi jalan nafas karena jatuhnya
lidah dan faring pada pasien yang tidak diintubasi.
Plester à memfiksasi pipa endotrakhea setelah tindakan intubasi.
Stilet atau forsep intubasi. (McGill) à mengatur kelengkungan pipa endotrakheal
sebagai alat bantu saat insersi pipa. Forsep intubasi digunakan untuk memanipulasi
pipa endotrakheal nasal atau pipa nasogastrik melalui orofaring.
Alat pengisap atau suction.

3. Persiapan obat-obatan
Obat-obatan untuk intubasi

4
• Sedasi
- Pentothal 25 mg / cc dosis 4-5 mg/kgbb
- Dormicum 1 mg / cc dosis 0,6 mg/kgbb
- Diprivan 10 mg/cc 1-2 mg/kgbb

• Muscle relaksan
- Succynilcholin 20 mg / cc dosis 1-2 mg/kgbb
- Pavulon 0,15 mg/kgbb
- Tracrium 0,5-0,6 mg/kgbb
- Norcuron 0,1 mg/kgbb
• Obat-obatan emergency (troley emergency)
- Sulfas Atropine
- Epedrine
- Adrenalin / Epinephrin
- Lidocain 2%

4. Posisi Pasien untuk Tindakan Intubasi.


Gambaran klasik yang betul ialah leher dalam keadaan fleksi ringan, sedangkan
kepala dalam keadaan ekstensi. Ini disebut sebagai Sniffing in the air position.
Kesalahan yang umum adalah mengekstensikan kepala dan leher.
Posisi Untuk Intubasi

5. Penampakan faring posterior pada tes Mallampati.

Penting untuk dicatat luas lapangan pandang dari laring yang telah kita dapatkan.
Informasi ini penting, apabila di kemudian hari dilakukan kembali tindakan
manajemen jalan napas. Gambaran standart yang digunakan adalah klasifikasi
menurut Cormack dan Lehane (1984):
1. Grade 1 : seluruh laring dapat terlihat
2. Grade 2 : bagian posterior dari laring saja yang dapat terlihat
3. Grade 3 : hanya epiglotis saja yang dapat terlihat
4. Grade 4 : tidak ada bagian laring yang dapat terlihat

6. Prosedur Tindakan Intubasi.


A. Persiapan. Pasien sebaiknya diposisikan dalam posisi tidur terlentang, oksiput
diganjal dengan menggunakan alas kepala (bisa menggunakan bantal yang cukup
keras atau botol infus)à kepala dalam keadaan ekstensi serta trakhea dan
laringoskop berada dalam satu garis lurus.
B. Oksigenasi. Setelah dilakukan anestesi dan diberikan pelumpuh otot, lakukan
oksigenasi dengan pemberian oksigen 100% minimal dilakukan selama 2 menit.
Sungkup muka dipegang dengan tangan kiri dan balon dengan tangan kanan.
C. Laringoskop. Mulut pasien dibuka dengan tangan kanan dan gagang laringoskop
dipegang dengan tangan kiri. Blade laringoskop dimasukkan dari sudut kiri dan

5
lapangan pandang akan terbuka. Blade laringoskop didorong ke dalam rongga
mulut. Gagang diangkat dengan lengan kiri dan akan terlihat uvula, faring serta
epiglotis. Ekstensi kepala dipertahankan dengan tangan kanan. Epiglotis diangkat
sehingga tampak aritenoid dan pita suara yang tampak keputihan bentuk huruf V.
D. Pemasangan pipa endotrakheal. Pipa dimasukkan dengan tangan kanan melalui
sudut kanan mulut sampai balon pipa tepat melewati pita suara. Bila perlu, sebelum
memasukkan pipa asisten diminta untuk menekan laring ke posterior sehingga pita
suara akan dapat tampak dengan jelas. Bila mengganggu, stilet dapat dicabut.
Ventilasi atau oksigenasi diberikan dengan tangan kanan memompa balon dan
tangan kiri memfiksasi. Balon pipa dikembangkan dan blade laringoskop
dikeluarkan selanjutnya pipa difiksasi dengan plester.
E. Mengontrol letak pipa. Dada dipastikan mengembang saat diberikan ventilasi.
Sewaktu ventilasi, dilakukan auskultasi dada dengan stetoskop, diharapkan suara
nafas kanan dan kiri sama. Bila dada ditekan terasa ada aliran udara di pipa
endotrakheal. Bila terjadi intubasi endotrakheal akan terdapat tanda-tanda berupa
suara nafas kanan berbeda dengan suara nafas kiri, kadang-kadang timbul suara
wheezing, sekret lebih banyak dan tahanan jalan nafas terasa lebih berat. Jika ada
ventilasi ke satu sisi seperti ini, pipa ditarik sedikit sampai ventilasi kedua paru
sama. Sedangkan bila terjadi intubasi ke daerah esofagus maka daerah epigastrum
atau gaster akan mengembang, terdengar suara saat ventilasi (dengan stetoskop),
kadang-kadang keluar cairan lambung, dan makin lama pasien akan nampak
semakin membiru. Untuk hal tersebut pipa dicabut dan intubasi dilakukan kembali
setelah diberikan oksigenasi yang cukup.
F. Ventilasi. Pemberian ventilasi dilakukan sesuai dengan kebutuhan pasien
bersangkutan.

6. Correct (endotracheal) vs. Incorrect (Esophageal) Intubation


Tanda-tanda ETT
Dada mengembang
Terdapat embun di ET
Kemballinya bellow baik
Auskultasi di lapang paru +
Auskultasi di epigastrium –

EKSTUBASI
Ekstubasi adalah mengeluarkan pipa endotrakheal setelah dilakukkan intubasi(6)
Tujuan Ekstubasi
1. Untuk menjaga agar pipa endotrakheal tidak menimbulkan trauma.
2. Untuk mengurangi reaksi jaringan laringeal dan menurunkan resiko setelah
ekstubasi
Syarat Ekstubasi

6
insufisiensi nafas (-)
hipoksia (-)
hiperkarbia (-)
kelainan asam basa (-)
gangguan sirkulasi (TD turun, perdarahan) (-)
pasien sadar penuh
mampu bernafas bila diperintah
kekuatan otot sudah pulih
tidak ada distensi lambung
Kriteria Ekstubasi
Ekstubasi yang berhasil bila
1. Vital capacity 10 – 15 ml/kg BB
2. Tekanan inspirasi diatas 20 cm H2O
3. PaO2 diatas 80 mm Hg
4. Kardiovaskuler dan metabolic stabil
5. Tidak ada efek sisa dari obat pelemas otot
6. reflek jalan napas sudah kembali dan penderita sudah sadar penuh

Pelaksanaan Ekstubasi
Sebelum ekstubasi dilakukan terlebih dahulu membersihkan rongga mulut efek obat
pelemas otot sudah tidak ada, dan ventilasi sudah adequate. Melakukan
pembersihan mulut sebaiknya dengan kateter yang steril. Walaupun diperlukan
untuk membersihkan trachea atau faring dari sekret sebelum ekstubasi, hendaknya
tidak dilakukan secara terus menerus bila terjadi batuk dan sianosis. Sebelum dan
sesudah melakukan pengisapan, sebaiknya diberikan oksigen. Apabila plester
dilepas, balon sudah dikempiskan, lalu dilakukan ekstubasi dan selanjutnya
diberikan oksigen dengan sungkup muka. Pipa endotrakheal jangan dicabut apabila
sedang melakukan pengisapan karena kateter pengisap bisa menimbulkan lecet
pita suara, perdarahan, atau spasme laring
Sesudah dilakukan ektubasi, pasien hendaknya diberikan oksigen dengan sungkup
muka bila perlu rongga mulut dilakukan pembersihan kembali. Sebelum dan
sesudah ektubasi untuk menghindari spasme laring., ekstubasi dilakukan pada
stadium anestesi yang dalam atau dimana reflek jalan sudah positif.
Napas sudah baik. Untuk mencegah spasme bronchus atau batuk, ekstubasi dapat
dilakukan pada stadium anestesi yang dalam dan pernapasan sudah spontan.
Spasme laring dan batuk dapat dikurangi dengan memberikan lidokain 50 – 100 mg
IV (intra vena) satu menit atau dua menit sebelum ektubasi
Kadang-kadang dalam melakukan ekstubasi terjadi kesukaran, kemungkinan
kebanyakan disebabkan oleh balon pada pipa endotrakheal besar, atau sulit
dikempiskan, pasien mngigit pipa endotrakheal. Ekstubasi jangan dilakukan apabila
ada sianosis, hal ini disebabkan adanya gangguan pernapasan yang tidak adequate
atau pernapasan susah dikontrol dengan menggunakan sungkup muka pada
pembedahan penuh ekstubasi napas. Pasien dengan lambung penuh ekstubasi
dilakukan apabila pasien sudah bangun atau dilakukan ekstubasi pada posisi lateral.

7
Pada pembedahan maxillofacial daerah jalan napas bila perlu dipertimbangkan
untuk melakukan trakheostomy sebelum ekstubasi.
Apabila pasien mengalami gangguan pernapasan atau pernapasan tidak adequate
pipa hendaknya jangan dicabut sampai penderita sudah yakin baik, baru ke ruang
pulih dengan bantuan napas terus menrus secarra mekanik sehingga adequate.

Anda mungkin juga menyukai