Anda di halaman 1dari 44

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anestesi

Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an-"tidak, tanpa" dan

aesthētos, "persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu

tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan

berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh.

Anastesiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari berbagai

tindakan meliputi pemberian anastesi maupun analgetik, pengawasan

keselamatan pasien di operasi maupun tindakan lainnya, bantuan hidup

(resusitasi), perawatan intensif pasien gawat, pemberian terapi inhalasi dan

penanggulangan nyeri menahun.

Pengelolaan anestesi pada pasien diawali dengan persiapan preoperatif

psikologis, dan bila perlu, pengobatan preoperatif. Beberapa macam obat

dapat diberikan sebelum dimulainya operasi.Obat-obatan tersebut disesuaikan

pada setiap pasien. Seorang ahli anestesi harus menyadari pentingnya mental

dan kondisi fisik selama visite preoperatif. Sebab hal tersebut akan

berpengaruh pada obat-obatan preanestesi, tehnik yang digunakan, dan

keahlian seorang ahli anestesi. Persiapan yang buruk akan berakibat pada

berbagai permasalahan dan ketidaksesuaian setelah operasi.

Kebutuhan premedikasi bagi masing-masing pasien dapat berbeda.

Rasa takut dan nyeri harus diperhatikan betul pada kunjungan pra-anestasi.

10
Dengan memberikan rasa simpati dan pengertian kepada pasien tentang

masalah yang dihadapi, maka pasien dapat dibantu dalam menghadapi rasa

sakit dan khawatir menghadapi operasi.

Anestesiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari berbagai

tindakan meliputi pemberian anastesi maupun analgetik, pengawasan

keselamatan pasien di operasi maupun tindakan lainnya, bantuan hidup

(resusitasi), perawatan intensif pasien gawat, pemberian terapi inhalasi dan

penanggulangan nyeri menahun.

Anestesi menurut arti kata adalah hilangnya kesadaran rasa sakit,

namun obat anestasi umum tidak hanya menghilangkan rasa sakit akan tetapi

juga menghilangkan kesadaran.

Obat-obatan yang menyebabkan anastesia bekerja dengan

menghalangi (blok) sinyal-sinyal yang lewat di sepanjang serabut saraf hingga

ke otak. Ketika obat-obatan itu dihentikan (penggunaannya), pasien akan

merasakan sensasi-sensasi kembali, termasuk rasa nyeri.Komponen penting

dalam anestesi ada 3 yaitu, trias anestesi:

1. hipnotik

2. analgesik

3. relaksasi

2.2. Stadium Anestesi

Guedel (1920) membagi anestesi umum dengan eter dalam 4 stadium

(stadium III dibagi menjadi 4 plana), yaitu:

11
a. Stadium I (analgesi) dimulai dari saat pemberian zat anestetik sampai hilangnya

kesadaran. Pada stadium ini pasien masih dapat mengikuti perintah dan terdapat

analgesi (hilangnya rasa sakit). Tindakan pembedahan ringan, seperti pencabutan

gigi dan biopsi kelenjar dapat dilakukan pada stadium ini

b. Stadium II (delirium/eksitasi, hiperrefleksi) dimulai dari hilangnya kesadaran dan

refleks bulu mata sampai pernapasan kembali teratur.

c. Stadium III (pembedahan) dimulai dengan tcraturnya pernapasan sampai

pernapasan spontan hilang. Stadium III dibagi menjadi 4 plana yaitu:

1. Plana 1 : Pernapasan teratur, spontan, dada dan perut seimbang, terjadi

gerakan bola mata yang tidak menurut kehendak, pupil midriasis, refleks

cahaya ada, lakrimasi meningkat, refleks faring dan muntah tidak ada, dan

belum tercapai relaksasi otot lurik yang sempurna. (tonus otot mulai

menurun).

2. Plana 2 : Pernapasan teratur, spontan, perut-dada, volume tidak menurun,

frekuensi meningkat, bola mata tidak bergerak, terfiksasi di tengah, pupil

midriasis, refleks cahaya mulai menurun, relaksasi otot sedang, dan refleks

laring hilang sehingga dikerjakan intubasi.

3. Plana 3 : Pernapasan teratur oleh perut karena otot interkostal mulai

paralisis, lakrimasi tidak ada, pupil midriasis dan sentral, refleks laring dan

peritoneum tidak ada, relaksasi otot lurik hampir sempuma (tonus otot

semakin menurun).

4. Plana 4 : Pernapasan tidak teratur oleh perut karena otot interkostal paralisis

total, pupil sangat midriasis, refleks cahaya hilang, refleks sfmgter ani dan

12
kelenjar air mata tidak ada, relaksasi otot lurik sempuma (tonus otot sangat

menurun).

d. Stadium IV (paralisis medula oblongata) dimulai dengan melemahnya pernapasan

perut dibanding stadium III plana 4. pada stadium ini tekanan darah tak dapat

diukur, denyut jantung berhenti, dan akhirnya terjadi kematian. Kelumpuhan

pernapasan pada stadium ini tidak dapat diatasi dengan pernapasan buatan.

Alat Anestesi Umum yang perlu disiapkan

- Masker (sesuaikan dengan ukuran wajah pasien)

- Laringoskop (terdiri atas holder dan blade. Pilih blade yang nomor 3 untuk

pasien dewasa dengan ukuran sedang bila lebih besar pakai ukuran 4, untuk

anak gunakan ukuran nomor 2. Jangan lupa untuk memeriksa lampunya

apakah nyalanya cukup terang)

- Endotracheal 3 ukuran (biasanya kita menyiapkan nomor 6, 6.5, 7)

Untuk anak dengan BB di bawah 20 kg, ukuran ET digunakan rumus sebagai

berikut: (umur +2) / 2. misal hasilnya adalah 5  maka siapkan ukuran 4.5,

5, dan 5.5

Jangan lupa mencek ET dengan memompanya

- Cuff (gunanya untuk memompa ET agar posisinya terfiksir)

- Goedel 3 ukuran (3=hijau, 4 =kuning, 5=merah)

- Hoarness dan Ring Hoarness (untuk memfiksir masker di wajah)

- Stilet (kawat guide saluran nafas)

- Jackson Rees (system pemompaan digunakan untuk pasien anak-anak)

13
- Jelly

- Precordial

- Kapas alkohol

- Plester

- Xilocain pump

- Naso (buat di hidung. Tidak selalu digunakan.. hanya pada keadaan tertentu)

Anestesi Spinal memerlukan alat tambahan:

- Spinocain (ada 3 ukuran. Siapkan nomor 25, 27, 29)

- Spray alcohol

- Betadin

- Kassa steril

- Bantal

- Spuit 5 cc

Obat-Obatan Anestesi Umum:

1. Sulfas Atropin

2. Pethidin

3. Propofol/ Recofol

4. Succinil Cholin

5. Tramus

6. Sulfas Atropin

7. Efedrin

14
Obat untuk Anestesi Spinal:

1. Buvanest atau Bunascan

2. Catapress (kadang dokter tertentu menambahkannya untuk menambah efek

buvanest)

Obat-obatan emergency yang harus ada dalam kotak emergency:

1. Atropin

2. Efedrin

3. Ranitidin

4. Ketorolac

5. Metoklorpamid

6. Aminofilin

7. Asam Traneksamat

8. Adrenalin

9. Kalmethason

10. furosemid (harus ada untuk pasien urologi)

11. lidocain

12. gentamicyn salep mata

13. Oxitocyn (untuk pasien obsgyn)

14. Methergin (untuk pasien obsgyn)

15. Adrenalin

Kelengkapan Kamar Operasi

15
A. Mesin Anestesi

- cek apakah halotan/isofluran dalam keadaan terisi penuh  bila tidak,

lakukan pengisian

- pasang kabel mesin dan nyalakan

- pasang pipa oksigen dan N2O

- cek pompa oksigen, apakah dapat terpompa

- cek apakah pipa pembuangan gas sudah terpasang dan terbuang di tempat

yang tepat

hal-hal yang penting diketahui:

- aliran oksigen ada dua jalur, jangan sampai salah memilih jalurnya. Ada jalur

untuk masker dan ada jalur untuk nasal

- pembuangan udara akan melalui sodalime (batu-batu) yang berfungsi

mengikat CO2. laporkan bila sodalime sudah berubah warna sangat tua)

- monitor mesin penting untuk mengetahui keadaan nafas pasien kita. Minta

ajarkan penata bagaimana membacanya.

- Alat pengatur respirasi dari spontan ke control

B. Monitor Anestesi

Pastikan minimal terpasang tensi dan saturasi

C. Suction

Cek apakah suction bekerja dengan baik

D. Tangan Meja (disebelah kanan dan kiri pasien)

E. Bantal

16
2.2. Persiapan praanestesi meliputi:

1. Mengumpulkan data

2. Menentukan masalah yang ada pada pasien sesuai data

3. Mempersiapkan kemungkinan terburuk yang akan terjadi

4. Melakukan persiapan untuk mencegah kemungkinan terburuk yang akan terjadi

5. Menentukan status fisik pasien

6. Menentukan tindakan anestesi

Anamnesis

- Riwayat anestesi dan operasi sebelumnya.

- Riwayat penyakit sistemik (diabetes melitus, hipertensi, kardiovaskuler, TB,

asma)

- Pemakaian obat tertentu, seperti antidiabetik, antikoagulan, kortikosteroid,

antihipertensi secara teratur. Dua obat terakhir harus diteruskan selama

operasi dan anestesi, sedangkan obat yang lain harus dimodifikasi.

- Riwayat diet (kapan makan atau minum terakhir. jelaskan perlunya puasa

sebelum operasi)

- Pengunaan gigi palsu pada pasien harus ditanyakan

- Kebiasaan-kebiasaan pasien (perokok berat, pemakai alkohol atau obat-

obatan)

- Riwayat penyakit keluarga

Pemeriksaan Fisik

Berpedoman pada B6:

17
1. Breath

Keadaan jalan nafas, bentuk pipi dan dagu, mulut dan gigi, lidah dan tonsil.

Apakah jalan nafas mudah tersumbat? Apakah intubasi akan sulit? Apakah pasien

ompong atau menggunakan gigi palsu atau mempunyai rahang yang kecil yang

akan mempersulit laringoskopi? Apakah ada gangguan membuka mulut atau

kekakuan leher? Apakah ada pembengkakan abnormal pada leher yang

mendorong saluran nafas bagian atas?

Tentukan pula frekuensi nafas, tipe napas apakah cuping hidung, abdominal atau

torakal, apakah terdapat nafas dengan bantuan otot pernapasan (retraksi kosta).

Nilai pula keberadaan ronki, wheezing, dan suara nafas tambahan (stridor).

2. Blood

Tekanan nadi, pengisian nadi, tekanan darah, perfusi perifer. Nilai syok atau

perdarahan. Lakukan pemeriksaan jantung

3. Brain

GCS. adakah kelumpuhan saraf atau kelainan neurologist. Tanda-tanda TIK

meningkat atau tidak

4. Bladder

Produksi urin. pemeriksaan faal ginjal

5. Bowel

Pembesaran hepar. Bising usus dan peristaltik usus. cairan bebas dalam perut atau

massa abdominal?

6. Bone

18
Kaku kuduk atau patah tulang? Periksa bentuk leher dan tubuh. klainan tulang

belakang?

Pemeriksaan Laboratorium Dan Radiologi

a. Pemeriksaan standar yaitu darah rutin (kadar hemoglobin, leukosit, bleeding

time, clothing time atau APTT & PPT)

b. Pemeriksaan kadar gula darah puasa

c. Liver function test

d. Renal function test

e. Pemeriksaan foto toraks

f. Pemeriksaan pelengkap atas indikasi seperti gula darah 2 jam post prandial,

pemeriksaan EKG untuk pasien > 40 tahun

g. Pada operasi besar dan mungkin bermasalah periksa pula kadar albumin,

globulin, elektrolit darah, CT scan, faal paru, dan faal hemostasis.

Persiapan Penyulit yang Akan Terjadi

Penyakit Kardiovaskular

 Resiko serius  Terapi oksigen dan pemantauan EKG harus diteruskan

sampai pasca operasi.

 Zat anestesi membuat jantung sensitive terhadap kerja katekolamin yang

dilepaskan. Selanjutnya dapat terjadi kemunduran hemodinamik dan dapat

terjadi aritmia, takikardi ventricular sampai fibrilasi ventricular.

19
 Pada pasien dengan gagal jantung perfusi organ menjadi buruk. Ambilan gas

dan uap ihalasi terhalangi.

 Pada pasien hipertensi, terapi antihipertensi harus diteruskan sepanjang

operasi. Bahaya hipertensi balik dengan resiko gangguan kardiovaskular

setelah penghentian obat jauh lebih berat diandingkan dengan resiko karena

meneruskan terapi.

Penyakit Pernafasan

 Penyakit saluran nafas dan paru-paru mempengaruhi oksigenasi, eliminasi

karbondioksida, ambilan gas-gas inhalasi dan meningkatkan insidens infeksi

pascaoperasi.

 Bronkospasme berat yang mengancam jiwa kadang-kadang timbul pada

pasien asma atau pecandu nikotin.

 Penundaan operasi elektif pada pasien yang menderita infeksi saluran nafas

atas karena efek obat sedative dan atropine, dan penurunan respons imunologi

yang terjadi karena anestesi umum dapat meningkatkan resiko infeksi dada

pascaoperasi

Diabetes Mellitus

hampir semua obat anestesi bersifat meningkatkan glukosa darah. Penderita diabetes

yang tidak stabil seharusnya tidak dianestesi untuk pembedahan elektif, kecuali jika

kondisi bedah itu sendiri merupakan penyebab ketidakstabilan tersebut.

20
Penyakit Hati

Metabolisme obat-obatan anestesi akan terganggu akibat adanya gagal hati. Obat-

obatan analgesic dan sedative juga menjadi memiliki masa kerja yang panjang karena

metabolisme oleh otak juga berubah karena penyakit hati.

Anestesi pada pasien ikterus mempunyai dua resiko nyata. Pertama adalah perdarahan

akibat kekurangan protrombin. Resiko yang kedua adalah gagal ginjal akibat bilirubin

yang berakumulasi pada tubulus renalis

Persiapan Sebelum Pembedahan

Secara umum, persiapan pembedahan antara lain :

1. Pengosongan lambung : dengan cara puasa, memasang NGT. Lama puasa pada

orang dewasa kira-kira 6-8 jam, anak-anak 4-6 jam, bayi 2 jam (stop ASI). Pada

operasi darurat, pasien tidak puasa, maka dilakukan pemasangan NGT untuk

dekompresi lambung.

2. Pengosongan kandung kemih.

2. Informed consent (Surat izin operasi dan anestesi).

3. Pemeriksaan fisik ulang

4. Pelepasan kosmetik, gigi palsu, lensa kontak dan asesori lainnya.

5. Premedikasi secara intramuskular ½ - 1 jam menjelang operasi atau secara

intravena jika diberikan beberapa menit sebelum operasi.

2.3. Pre Medikasi

21
Tujuan

- Pasien tenang, rasa takutnya berkurang

- Mengurangi nyeri/sakit saat anestesi dan pembedahan

- Mengurangi dosis dan efek samping anestetika

- Menambah khasiat anestetika

Cara:

- Intramuskuler (1 jam sebelum anestesi dilakukan)

- Intravena (5-10 menit sebelum anestesi dilakukan, dosisnya 1/3 – 1/2 dari

dosis intramuscular)

- Oral misalnya, malam hari sebelum anestesi dan operasi dilakukan, pasien

diberi obat penenang (diazepam) peroral terlebih dahulu, terutama pasien

dengan hipertensi.

1. Hilangkan kegelisahan  Tanya jawab

2. Ketenangan  sedative

3. Ananlgesi  narko analgetik

4. Amnesia  hiosin diazepam

5. Turunkan sekresi saluran nafas  atropine, hiosisn

6. Meningkatkan pH kurangi cairan lambung  antacid

7. Cegah reaksi alergi  anihistamin, kortikosteroid

8. Cegah refleks vagal  atropine

9. Mudahkan induksi  petidin, morfin

22
10. Kurangi kebutuhan dosis anestesi  narkotik hypnosis

11. Cegah mual muntah  droperidol, metoklorpamid

Penggolongan Obat-Obat Premedikasi

1. Golongan Narkotika

- Analgetika sangat kuat.

- Jenisnya : petidin dan morfin.

- Tujuan: mengurangi rasa nyeri saat pembedahan.

- Efek samping: mendepresi pusat nafas, mual-muntah, Vasodilatasi pembuluh

darah  hipotensi

- Diberikan jika anestesi dilakukan dengan anestetika dengan sifat analgesik

rendah, misalnya: halotan, tiopental, propofol.

- Pethidin diinjeksikan pelan untuk:

 Mengurangi kecemasan dan ketegangan

 Menekan TD dan nafas

 Merangsang otot polos

- Morfin adalah obat pilihan jika rasa nyeri telah ada sebelum pembedahan

 Mengurangi kecemasan dan ketegangan

 Menekan TD dan nafas

 Merangsang otot polos

 Depresan SSP

 Pulih pasca bedah lebih lama

23
 Penyempitan bronkus

 Mual muntah (+)

2. Golongan Sedativa & Transquilizer

- Golongan ini berfungsi sebagai obat penenang dan membuat pasien menjadi

mengantuk.

- Contoh : luminal dan nembufal untuk golongan sedative; diazepam dan

DHBF (Dihidrobensferidol) untuk golongan transquilizer.

- Efek samping: depresi nafas, depresi sirkulasi.

- Diberikan apabila pasien memiliki rasa sakit/nyeri sebelum dianestesi, pasien

tampak lebih gelisah

Barbiturat

- Menimbulkan sedasi dan menghilangkan kekhawatiran sebelum operasi

- Depresan lemah nafas dan silkulasi

- Mual muntah jarang

Diazepam

- Induksi, premedikasi, sedasi

- Menghilangkan halusinasi karena ketamin

- Mengendalikan kejang

- Menguntungkan untuk usia tua

- Jarang terjadi depresi nafas, batuk, disritmia

- Premedikasi 1m 10 mg, oral 5-10 mg

24
3. Golongan Obat Pengering

- Bertujuan menurunkan sekresi kelenjar saliva, keringat, dan lendir di mulut

serta menurunkan efek parasimpatolitik / paravasopagolitik sehingga

menurunkan risiko timbulnya refleks vagal.

- Contoh: sulfas atropine dan skopolamin.

- Efek samping: proses pembuangan panas akan terganggu, terutama pada

anak-anak sehingga terjadi febris dan dehidrasi

- Diberikan jika anestesi dilakukan dengan anestetika dengan efek hipersekresi,

contoh: dietileter atau ketamin

2.4. Prognosis ASA

1. ASA 1

Pasien tidak memiliki kelainan organik maupun sistemik selain penyakit yang

akan dioperasi.

2. ASA 2

Pasien yang memiliki kelainan sistemik ringan sampai dengan sedang selain

penyakit yang akan dioperasi. Misalnya diabetes mellitus yang terkontrol atau

hipertensi ringan

3. ASA 3

Pasien memiliki kelainan sistemik berat selain penyakit yang akan dioperasi,

tetapi belum mengancam jiwa. Misalnya diabetes mellitus yang tak terkontrol,

asma bronkial, hipertensi tak terkontrol

25
4. ASA 4

Pasien memiliki kelainan sistemik berat yang mengancam jiwa selain penyakit

yang akan dioperasi. Misalnya asma bronkial yang berat, koma diabetikum

5. ASA 5

Pasien dalam kondisi yang sangat jelek dimana tindakan anestesi mungkin

saja dapat menyelamatkan tapi risiko kematian tetap jauh lebih besar.

Misalnya operasi pada pasien koma berat

6. ASA 6

Pasien yang telah dinyatakan telah mati otaknya yang mana organnya akan

diangkat untuk kemudian diberikan sebagai organ donor bagi yang

membutuhkan.

Untuk operasi darurat, di belakang angka diberi huruf E (emergency), contoh: operasi

apendiks diberi kode ASA 1.E

2.5. Teori Anestesi

1. Teori Koloid

Obat anestesi  penggumpalan sel koloid  anestesi yang reversibel

Bukti : eter, halotan  hambat gerak dan aliran protoplasma pada amoeba

(terjadi penggumpalan protoplasma)

2. Teori Lipid

 Ada hubungan kelarutan zat anestesi dalam lemak dan timbulnya anestesi.

26
 Kelarutan   anestesi makin kuat

 Daya larut makin cepat, anestesi juga cepat

 Bila obesitas, anestesi juga susah krn lemak tidak memiliki PD

3. Teori Adsorbsi dan tegangan permukaan

Hubungan potensi zat anestesi dan kemampuan menurunkan tegangan

permukaan  proses metabolisme dan transmisi neural terganggu

menyebabkan anestesi.

4. Teori biokimia

Secara in vitro zat anestesi menghambat pengambilan O 2 di otak (fosforilasi

oksidatif).

5. Teori Neurofisiologi

Terjadi penurunan transmisi sinaps di ganglion cervicalis superior dan

menghambat fungsi formatio reticularis ascenden yang berfungsi

mempertahankan kesadaran.

6. Teori Fisika

Anestesi terjadi oleh karena molekul yang inert (bergerak) dari zat anestesi

akan menempati ruang di dalam sel yang tidak mengandung air sehingga

menyebabkan gangguan permeabilitas membran terhadap molekul dan ion

oleh karena terbentuk mikrokristal di SSP.

2.6. Stadium anestesi

27
Stadium 1 : Stadium analgesia atau disorientasi

 Induksi  kesadaran hilang

 Nyeri () o.k bedah kecil

 Berakhir : refleks bulu mata hilang

Stadium 2 : Stadium hipersekresi atau eksitasi atau delirium

 Kesadaran (-)/ refleks bulu mata (-) ----- ventilasi teratur

 Terjadi depresi pada ganglia basalis  rx berlebihan bila ada rangasang

(hidung, cahaya, nyeri, rasa, raba)

Stadium 3 :

Disebut Stadium Pembedahan; ventilasi teratur ---- apneu, terbagi 4 plana :

Plana 1:- Ventilasi teratur : torako abdominal

- Pupil terfiksasi, miosis

- Refleks cahaya (+)

- Lakrimasi 

- Refleks faring dan muntah (-)

- Tonus otot mulai 

Plana 2 :- Ventilasi teratur : abdominaltorakal

- Volume tidal 

- Frekuensi nafas 

28
- Pupil : terfiksasi ditengah, midriasis

- Refleks cahaya 

- Refleks kornea (-)

Plana 3 :- Ventilasi teratur : abdominal dgn kelumpuhan saraf interkostal

- Lakrimasi (-)

- Pupil melebar dan sentral

- Refleks laring dan peritoneum (-)

- Tonus otot 

Plana 4 : - Ventilasi tidak teratur dan tidak adequat ok otot diafragma

lumpuh ( tonus otot tidak sesuai volume tidal)

- Tonus otot 

- Pupil midriasis

- Refleks sfingter ani dan kelenjar lakrimalis (-)

Stadium 4 : Stadium paralisis

- Disebut juga stadium kelebihan obat.

- Terjadi henti nafas sampai henti jantung

Ventilasi normal :

29
- Wanita dewasa : dominan abdomen (diafragma)

- Pria dewasa : dominan torakal

Pupil

Pada pupil yang diperhatikan : - gerak

- fixasi posisi pupil

 Stadium I : tidak melebar karena psikosensorik dan pengaruh emosi

 Stadium II : pupil midriasis karena rangsang simpatik pada otot dilatator

 Stadium III : pupil mulai midriasis lagi karena pelepasan adrenalin pada

anestesi dengan eter atau siklopropan tapi tidak terjadi pada halotan dan IV

Stadium pembedahan : pupil terfiksasi ditengah dan ventilasi teratur

Anestesi dalam (kelebihan dosis) :

- Pupil dilatasi maksimal ok paralisis N.kranialis III

- Ventilasi perut dan dangkal

Sebab lain pupil midriasis :

1. Saat induksi : o.k sudah setengah sadar (sub concious fear)

2. Premedikasi atropin tanda opiat

3. Hipoksia

4. Syok dan perdarahan

Refleks bulu mata

30
N : sentuhan  berkedip (kontraksi)

(-) : akhir stadium I, awal stadium II

Refleks kelopak mata

N : tarik kelopak mata  ada tarikan (kontraksi)

(-) : awal stadium III

Refleks cahaya :

N : Pupil miosis

(-) : Stadium 3 plana 3

2.7. Pelaksanaan anastesi general (umum)

Berikut merupakan langkah pelaksanaan anestesi umum yang biasa dilakukan:

1. Setelah pasien dibaringkan di atas meja operasi. Pasang tensi, saturasi,

precordial. Nyalakan monitor. Nyalakan mesin anestesi. Atur kecepatan

infuse.

2. Tunggu instruksi. Setelah lapor ke konsulen, dan operator sudah siap. Berarti

anestesi sudah boleh dilakukan.

3. Minta pasien untuk berdoa

4. Suntikkan pre medikasi: SA 0,25 mg dan Pethidin 30-50 mg

5. Suntikkan Recofol 100 mg.

31
6. Tunggu sampai refleks bulu mata hilang.

7. Bila refleks bulu mata telah hilang pasang masker dengan posisi benar. (Jaw

thrust, chin lift, tekan masker dengan ibu jari dan telunjuk)

8. Naikkan oksigen sampai 6-10 l

9. kurangi oksigen sampai 3 l. naikkan N2O menjadi 3l. buka isofluran/halotan

10. Tetap berada dalam posisi seperti itu. Sambil kadang-kadang lakukan

pemompaan bila diperlukan. Perhatikan infus, nadi, tensi, saturasi, pompa

atau monitor mesin. Sesekali raba nadi pasien.

11. Bila diperlukan pasien rileks maka berikan Succinil cholin atau tramus

tergantung dosis yang diperlukan.

12. Selanjutnya tinggal seni anestesinya. Kalau tensi naik dan turun, kalau nadi

naik atau turun, kalau nafas kurang spontan, lambat atau cepat. Yang kita

lakukan bisa perdalam atau kurangi obat anestesi, tambah obat tertentu, atur

cairan, atur posisi pasien dan lain-lain.

13. Bila operasi sudah hampir selesai kurangi dosis perlahan sampai kemudian

tinggal oksigen saja.

14. Operasi selesai bawa pasien ke RR. Dan tunggu sampai pasien bangun.

2.8. Monitoring Anestesi

1. Kedalaman anestesi

2. Kardiovaskuler :

- Tekanan darah (invasif atau non invasif)

32
- EKG

- CVP

3. Ventilasi respirasi:

- Stetoskop

- Pulse oksimetri  saturasi

- Capnometer

- Analisa gas darah

4. Suhu : tidak boleh febris ok obat anstesi menyebabkan febris

- Malignant /hyperthermia : naiknya suhu tubuh sangat cepat

- Axilla, rectal, osefagus, nasofaring

5. Produksi urin : ½ - 1 cc/kg BB/j

6. Terapi Cairan : Puasa, maintenance, cairan pengganti perdarahan bila

diperlukan; > 20% perdarahan diberi transfusi “whole blood”.

7. Sirkuit anestesi

Digunakan kapnometer untuk mengukur O2 dalam darah

O2----mesin anestesi  corugated-corugated  masker/ ET  Pasien

2.9. Obat-obatan anestesi

33
DOSIS OBAT-OBATAN

Obat Dalam Jumlah di pengenceran Dalam Dosis 1 cc

sediaan sediaan spuit (mg/kgBB) spuit =

Pethidin ampul 100mg/ 2cc + 10 cc 0,5-1 10 mg

2cc aquadest 8cc

Fentanyl 0,05 0,05mg

mg/cc

Recofol ampul 200mg/ 10cc + 10 cc 2-2,5 10 mg

(Propofol) 20cc lidocain 1

ampul

Ketamin vial 100mg/cc 1cc + 10 cc 1-2 10 mg

aquadest 9cc

Succinilcholin vial 200mg/ Tanpa 5 cc 1-2 20 mg

10cc pengenceran

Atrakurium ampul 10mg/cc Tanpa 5 cc Intubasi: 0,5- 10 mg

Besilat pengenceran 0,6,

(Tramus/ relaksasi:

Tracrium) 0,08,

maintenance:

0,1-0,2

Efedrin HCl ampul 50mg/cc 1cc + 10 cc 0,2 5 mg

34
aquadest 9cc

Sulfas Atropin ampul 0,25mg/cc Tanpa 3 cc 0,005 0,25

pengenceran mg

Ondansentron ampul 4mg/2cc Tanpa 3 cc 8 mg 2 mg

HCl (Narfoz) pengenceran (dewasa)

5 mg (anak)

Aminofilin ampul 24mg/cc Tanpa 10 cc 5 24 mg

pengenceran

Dexamethason ampul 5 mg/cc Tanpa 1 5 mg

pengenceran

Adrenalin ampul 1 mg/cc 0,25-0,3

Neostigmin ampul 0,5mg/cc Tanpa Masukkan 2 0,5 mg

(prostigmin) pengenceran ampul

prostigmin +

1 ampul SA

Midazolam ampul 5mg/5cc Tanpa 0,07-0,1 1 mg

(Sedacum) pengenceran

Ketorolac ampul 60 mg/2cc Tanpa 30 mg

pengenceran

Difenhidramin ampul 5mg/cc Tanpa 5 mg

HCl pengenceran

35
Onset dan Durasi yang penting

OBAT ONSET DURASI

Succinil Cholin 1-2 mnt 3-5 mnt

Tracrium (tramus) 2-3 mnt 15-35 mnt

Sulfas Atropin 1-2 mnt

Ketamin 30 dtk 15-20 mnt

Pethidin 10-15 mnt 90-120 mnt

Pentotal 30 dtk 4-7 mnt

Keterangan

A. Obat Induksi intravena

1. Ketamin/ketalar

- Efek analgesia kuat sekali. Terutama utk nyeri somatik, tapi tidak utk nyeri

visceral

- Efek hipnotik kurang

- Efek relaksasi tidak ada

- Refleks pharynx & larynx masih cukup baik  batuk saat anestesi  refleks

vagal

- disosiasi  mimpi yang tidak enak, disorientasi tempat dan waktu, halusinasi,

gaduh gelisah, tidak terkendali. Saat penderita mulai sadar dapat timbul

eksitasi

36
- Aliran darah ke otak, konsentrasi oksigen, tekanan intracranial (Efek ini dapat

diperkecil dengan pemberian thiopental sebelumnya)

- TD sistolik diastolic naik 20-25%, denyut jantung akan meningkat. (akibat

peningkatan aktivitas saraf simpatis dan depresi baroreseptor). Cegah dengan

premedikasi opiat, hiosin.

- dilatasi bronkus. Antagonis efek konstriksi bronchus oleh histamine. Baik

untuk penderita-penderita asma dan untuk mengurangi spasme bronkus pada

anesthesia umum yang masih ringan.

- Dosis berlebihan scr iv  depresi napas

- Pada anak dapat timbulkan kejang, nistagmus

- Meningkatkan kadar glukosa darah + 15%

- Pulih sadar kira-kira tercapai antara 10-15 menit

- Metabolisme di liver (hidrolisa & alkilasi), diekskresi metabolitnya utuh

melalui urin

- Ketamin bekerja pd daerah asosiasi korteks otak, sedang obat lain bekerja pd

pusat retikular otak

Indikasi:

 Untuk prosedur dimana pengendalian jalan napas sulit, missal pada koreksi

jaringan sikatrik pada daerah leher, disini untuk melakukan intubasi kadang

sukar.

 Untuk prosedur diagnostic pada bedah saraf/radiologi (arteriograf).

 Tindakan orthopedic (reposisi, biopsy)

37
 Pada pasien dengan resiko tinggi: ketamin tidak mendepresi fungsi vital.

Dapat dipakai untuk induksi pada pasien syok.

 Untuk tindakan operasi kecil.

 Di tempat dimana alat-alat anestesi tidak ada.

 Pasien asma

Kontra Indikasi

 Hipertensi sistolik 160 mmHg diastolic 100 mmHg

 Riwayat Cerebro Vascular Disease (CVD)

 Dekompensasi kordis

Harus hati-hati pada :

 Riwayat kelainan jiwa

 Operasi-operasi daerah faring karena refleks masih baik

2. Propofol (diprifan, rekofol)

 Bentuk cairan, emulsi isotonik, warna putih seperti susu dengan bahan pelarut

yang terdiri dari minyak kedelai & postasida telur yang dimurnikan.

 Kadang terasa nyeri pada penyuntikan  dicampur lidokain 2% +0,5cc dlm

10cc propolol  jarang pada anak karena sakit & iritasi pada saat pemberian

 Analgetik tadak kuat

 Dapat dipakai sebagai obat induksi & obat maintenance

 Obat setelah diberikan  didistribusi dengan cepat ke seluruh tubuh.

 Metabolisme diliver & metabolit tidak aktif dikeluarkan lewat ginjal.

38
 Saat dipakai utk induksi juga dapat tjd hipotensi karena vasodilatasi & apnea

sejenak

Efek Samping

 Bradikardi.

 Nausea, sakit kepala pada penderita yg mulai sadar.

 Ekstasi, nyeri lokal pd daerah suntikan

 Dosis berlebihan dapat mendepresi jantung & pernapasan

 Sebaiknya obat ini tidak diberikan pd penderita dengan ggn jalan napas,

ginjal, liver, syok hipovolemik.

3. Thiopental

 Ultra short acting barbiturat

 Dipakai sejak lama (1934)

 Tidak larut dalam air, tp dlm bentuk natrium (sodium thiopental) mudah larut

dalam air

4. Pentotal

 Zat dr sodium thiopental. Btk bubuk kuning dlm amp 0,5 gr(biru), 1

gr(merah) & 5 gr. Dipakai dilarutkan dgn aquades

 Larutan pentotal bersifat alkalis, ph 10,8

 Larutan tadak begitu stabil, hanya bisa disimpan 1-2 hr (dalam kulkas lebih

lama, efek menurun)

39
 Pemakaian dibuat larutan 2,5%-5%, tapi dipakai 2,5% untuk menghindari

overdosis, komplikasi > kecil, hitungan pemberian lebih mudah

 Obat mengalir dalam aliran darah (aliran ke otak ↑)  efek sedasi & hipnosis

cepat terjadi, tapi sifat analgesik sangat kurang

 TIK ↓

 Mendepresi pusat pernapasan

 Membuat saluran napas lebih sensitif thd rangsangan

 Depresi kontraksi denyut jantung, vasodilatasi pembuluh darah  hipotensi.

Dapat menimbulkan vasokontriksi pembuluh darah ginjal

 Tak berefek pada kontraksi uterus, dapat melewati barier plasenta

 Dapat melewati ASI

 Menyebabkan relaksasi otot ringan

 Reaksi anafilaktik syok

 Gula darah sedikit meningkat

 Metabolisme di hepar

 Cepat tidur, waktu tidur relatif pendek

 Dosis iv: 3-5 mg/kgBB

Kontraindikasi

 Syok berat

 Anemia berat

 Asma bronkhiale  menyebabkan konstriksi bronkus

40
 Obstruksi saluran napas atas

 Penyakit jantung & liver

 kadar ureum sangat tinggi (ekskresinya lewat ginjal)

B. Obat Anestetik inhalasi

1. Halothan/fluothan

 Tidak berwarna, mudah menguap

 Tidak mudah terbakar/meledak

 Berbau harum tetapi mudah terurai cahaya

Efek:

 Tidak merangsang traktus respiratorius

 Depresi nafas Þ stadium analgetik

 Menghambat salivasi

 Nadi cepat, ekskresi airmata

 Hipnotik kuat, analgetik kurang baik, relaksasi cukup

 Mencegah terjadinya spasme laring dan bronchus

 Depresi otot jantung Þ aritmia (sensitisasi terhadap epinefrin)

 Depresi otot polos pembuluh darah Þ vasodilatasi Þ hipotensi

 Vasodilatasi pembuluh darah otak

 Sensitisasi jantung terhadap katekolamin

 Meningkatkan aktivitas vagal  vagal refleks

41
 Pemberian berulang (1-3 bulan)  kerusakan hepar (immune-mediated

hepatitis)

 Menghambat kontraksi otot rahim

 Absorbsi & ekskresi obat oleh paru, sebagian kecil dimetabolisme tubuh

 Dapat digunakan sebagai obat induksi dan obat maintenance

Keuntungan

 Cepat tidur

 Tidak merangsang saluran napas

 Salivasi tidak banyak

 Bronkhodilator  obat pilihan untuk asma bronkhiale

 Waktu pemulihan cepat (1 jam post anestesi)

 Kadang tidak mual & tidak muntah, penderita sadar dalam kondisi yang enak

Kerugian

 Overdosis

 Perlu obat tambahan selama anestesi

 Hipotensi karena depresi miokard & vasodilatasi

 Aritmia jantung

 Sifat analgetik ringan

 Cukup mahal

42
 Dosis dapat kurang sesuai akibat penyusutan

2. Nitrogen Oksida (N2O)

 Gas yang berbau, berpotensi rendah (MAC 104%), tidak mudah terbakar dan

relatif tidak larut dalam darah.

Efek:

 Analgesik sangat kuat setara morfin

 Hipnotik sangat lemah

 Tidak ada sifa relaksasi sama sekali

 Pemberian anestesia dengan N2O harus disertai O2 minimal 25%.  Bila

murni N2O = depresi dan dilatasi jantung serta merusak SSP

 Jarang digunakan sendirian tetapi dikombinasi dengan salah satu cairan

anestetik lain seperti halotan dan sebagainya.

3. Eter

- Tidak berwarna, sangat mudah menguap dan terbakar, bau sangat merangsang

- Iritasi saluran nafas dan sekresi kelenjar bronkus

- Margin safety sangat luas

- Murah

- Analgesi sangat kuat

- Sedatif dan relaksasi baik

43
- Memenuhi trias anestesi

- Teknik sederhana

4. Enfluran

 Isomer isofluran

 Tidak mudah terbakar, namun berbau.

 Dengan dosis tinggi diduga menimbulkan aktivitas gelombang otak seperti

kejang (pada EEG).

 Efek depresi nafas dan depresi sirkulasi lebih kuat dibanding halotan dan

enfluran lebih iritatif dibanding halotan.

5. Isofluran

 Cairan bening, berbau sangat kuat, tidak mudah terbakar dalam suhu kamar

 Menempati urutan ke-2, dimana stabilitasnya tinggi dan tahan terhadap

penyimpanan sampai dengan 5 tahun atau paparan sinar matahari.

 Dosis pelumpuh otot dapat dikurangi sampai 1/3 dosis jika pakai isofluran

6. Sevofluran

 Tidak terlalu berbau (tidak menusuk), efek bronkodilator sehingga banyak

dipilih untuk induksi melalui sungkup wajah pada anak dan orang dewasa.

 Tidak pernah dilaporkan kejadian immune-mediated hepatitis

44
C. Obat Muscle Relaxant

 Bekerja pada otot bergaris  terjadi kelumpuhan otot napas & otot-otot

mandibula, otot intercostalis, otot-otot abdominalis & relaksasi otot-otot

ekstremitas.

 Bekerja pertama: kelumpuhan otot mata ekstremitas  mandibula

intercostalis abdominal diafragma.

 Pada pemberian pastikan penderita dapat diberi napas buatan.

 Obat ini membantu pada operasi khusus seperti operasi perut agar organ

abdominal tidak keluar & terjadi relaksasi

 Terbagi dua: Non depolarisasi, dan depolarisasi

Depolarisasi Non Depolarisasi

Sediaan Suksinilkolin, dekametonium Tubokurarin/kurare, Atrakurium

Besilat, vekuronium, matokurin,

alkuronium, Pankuronium

(Pavulon), galamin, fasadinium,

45
rekuronium,

Indikasi tindakan relaksasi singkat tindakan relaksasi yg lama.

pemasangan pipa pada geriatri, kelainan jantung,

endotracheal/spasme laring hati, ginjal yang berat

Durasi 5-10 menit 30 menit – 1 jam

Fasikulasi + -

Obat antagonis - + (antikolinesterase, mis:

prostigmin)

lewat barier plasenta - (aman pada SC)

Efek muskarinik < + (bradikardi, hipersekresi,

cardiac arrest)

Hiperkalemi + -

Pelepasan histamin + Tubokurarin/kurare(+)

(hipotensi, Pankuronium (-)

hipersekresi asam

lambung, spasme

bronkhus)

Efek samping - Menurunnya atau

meningkatnya HR dan BP

- Myalgia post op

- Meningkat tekanan

intragaster, intraokuler dan

46
intrakranial

- Malignant hyperthermia

- Myoklonus

 Durasi:

 Ultrashort (5-10 menit): suksinilkolin

 Short (10-15 menit) : mivakurium

 Medium (15-30 menit) : atrakurium, vecuronium

 Long (30-120 menit) : tubokurarin, metokurin , pankuronium,

pipekuronium, doksakurium, galamin

 Efek terhadap kardiovaskuler:

 Tubokurarin , metokurin , mivakurium dan atrakurium : Hipotensi

pelepasan histamin dan (penghambatan ganglion)

 Pankuronium : menaikkan tekanan darah

 Suksinilkolin : aritmia jantung

Antikolinesterase

 Antagonis pelumpuh otot non depolarisasi

1. Neostigmin metilsulfat (prostigmin)

2. Pitidostigmin

3. Edrofonium

47
- fungsi: efek nilotinik + muskarinik  bradikardi, hiperperistaltik, hipersekresi,

bronkospasme, miosis, kontraksi vesicaurinaria

- pemberian dibarengi SA untuk menghindari bradikardi. (2:1)

MAC (Minimal Alveolar Concentration)

 Konsentrasi zat anestesi inhalasi dalam alveoli dimana 50% binatang tidak

memberikan respon rangsang sakit

Halotan : 0,87%

Eter : 1,92%

Enfluran : 1,68%

Isofluran : 1,15%

Sevofluran : 1,8%

Obat Emergency

Nama Obat Indikasi Dosis

Efedrin TD menurun >20% dari TD 2 cc spuit

awal (biasanya bila TD sistol

<90 diberikan)

Sulfas atropine Bradikardi (<60) 2 cc spuit

48
Aminofilin Bronkokonstriksi 5 mg/kgBB

Spuit  24mg/ml

Dexamethason Reaksi anafilaksis 1 mg/kgBB

Spuit  5 mg/cc

Adrenalin Cardiac arrest 0,25 – 0,3 mg/kgBB, 1 mg/cc (teori)

Prakteknya  beri sampai aman

Succinil cholin Spasme laring 1 mg/kgBB (1cc spuit 

49
2.10. Cranioplasty

Cranioplasty adalah prosedur bedah saraf yang dirancang untuk memperbaiki

atau membentuk kembali penyimpangan atau ketidaksempurnaan dalam

tengkorak. Untuk memperbaiki cacat atau celah dalam tengkorak, dapat

digunakan cangkok tulang dari temoat lain di dalam tubuh atau bahan sintesis.

A. Indikasi
Beberapa faktor yang dapat ditangani dengan tindakan cranioplasty adalah:
- Premature closing dari sutura tengkorak atau craniosynostosis
- Tengkorak yang tidak berkembang
- Faktor genetik yang mengakibatikan cacat lahir
- Trauma
- Cacat tengkorak lain yang mengakibatkan lubang atau daerah sensitif pada
tengkorak
- Kelainan tengkorak yang tidak diketahui penyebabnya yang mempengaruhi
penampilan

Cranioplasty umumnya dilakukan terhadap pasien yang mengalami


cedera traumatis. Dengan anak berusia kurang dari 3 tahun, growing skull
fractures dan anomali kongenital adalah penyebab umum. Pada semua
kelompok umur, pengangkatan tumor atau craniectomies decompressive
adalah penyebab cacat tengkorak yang paling sering terjadi. Tujuan
cranioplasty bukan hanya masalah kosmetik tetapi juga perbaikan dari cacat
tengkorak memberikan bantuan kepada kelemahan psikologis dan
meningkatkan kinerja sosial. Selain itu, kejadian epilepsi terbukti menurun
setelah cranioplasty. [2] Di sisi lain, kontraindikasi untuk cranioplasty adalah
adanya hidrosefalus, infeksi, dan pembengkakan otak. Pada anak-anak di
bawah usia 4 tahun, jika dura mater utuh, tengkorak dapat menutup dengan

50
sendirinya. Saat menunggu untuk melakukan cranioplasty, penting untuk
mencegah perkembangan autograft devitalized atau allograft infeksi. Biasanya
operasi rekosntruktif dilakukan setelah 3 samapai 6 bulan. Namun, jika ada
daerah yang mengalami infeksi, masa tunggu ini bisa selama satu tahun.
Beberapa alasan yang menyebabkan seseorang untuk melakukan
cranioplasty antara lain :

 Kosmetik : akibat terdapat lubang di kepala yang menggangu penampilan

 Protection : Untuk melindungi otak yang terekspose sehingga


mengurangi kerusakan berlanjut pada bagian otak tersebut.

 Nyeri Kepala : Nyeri kepala dapat timbul jika tulang tengkorak yang telah
di angkat tidak digantikan dengan tulang baru.

 Fungsi Neurologis: Pada beberapa pasien dapat mengalami perbaikan


yang nyata dalam fungsi neurologis jika tulang di ganti.

51
DAFTAR PUSTAKA

1. Anestesiology. Available at :http://www.wikipedia.com/ diakses 2 juni 2010.

2. B. Thomas, Boulton dan E.Colin, Alih bahasa : dr. Jonatan Oswari,

Anestesiologi, Edisi 10,Penerbit Buku Kedokteran EGC, hal :73

3. Pengobatan Preoperatif, Available at : www.subscrib.com/download/ diakses

3 Juni 2010.

4. General Anastesi, Available at :www.medicastore.com/ diakses 2 juni 2010.

5. Konsep dasar Anestesi,Available at :www. agussumarayasa.blogspot.com/

diakses 3 juni 2010.

6. dr. Komang Ayu Kosalini Pratiwi, Premedikasi Sebelum Pembedahan,

Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, FK Universitas Hasanuddin

sumber : www.balipost.co.id.

7. M. Roesli Thaib, Monitoring Selama Anestesi, Anestesiologi, Bagian

Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,

Jakarta, 2004 H: 49-58.

8. Dr. M.T. Dardjat, Pengawasan atau Pemantauan (Monitoring), Kumpula

kuliah Anestesiologi, Ed Pertama,1986, Aksara medisina, Salemba, Jakarta,

Hal : 159-161.

52
9. Fusetti, S., Hammer, B., Kellman, R., Matula, C., Strong, E B. 2011. Cranial

Vault and Skull Base-Special Considerations: Cranioplasty. AO Foundation.

Accessed Maret 24, 2013.

10. Said A.Latief dkk, Monitoring Perianestesia, Petunjuk Praktis Anestesiologi,

Edisi Kedua, Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia, Jakarta 2002, Hal : 90-95

11. G. Edward Morgan, Jr., Maged S. Mikhail, Michael J. Murray Postanesthesia

Care, Clinical Anesthesiology, 4th Edition

12. Dr.Gde Mangku, Sp.An. KIC, Standar Pemantauan Dasar Intra Operatif, Ilmu

Anestesia Dan Reanimasi, Edisi Pertama, 2010, Indeks, Kembangan, Jakarta

Barat, Hal : 133-136.

53

Anda mungkin juga menyukai