Anda di halaman 1dari 69

TEKNIK

ANASTESI

dr. Zulki
Pengertian Anestesi

Istilah anestesi dimunculkan pertama kali oleh dokter Oliver Wendell Holmes
(1809-1894) berkebangsaan Amerika, diturunkan dari dua kata Yunani : An berarti
tidak, dan Aesthesis berarti rasa atau sensasi nyeri. Secara harfiah berarti ketiadaan
rasa atau sensasi nyeri. Dalam arti yang lebih luas, anestesi berarti suatu keadaan
hilangnya rasa terhadap suatu rangsangan.
– Obat aneshtesia disebut anestetik, dibagi menjadi 2 :

– Anestetik umum (general anesthesia) SSP

– Anestetik lokal (regional anesthesia) Serabut saraf perifer


Tujuan Anastesi

Pemberian anestetikum dilakukan untuk mengurangi dan menghilangkan rasa


nyeri baik disertai atau tanpa disertai hilangnya kesadaran. Seringkali anestesi
dibutuhkan pada tindakan yang berkaitan dengan pembedahan, sehingga
pembedahan dapat dilaksanakan lebih aman dan lancer.
Anestesi Umum (General
AnesthesiaI)
Anestesi umum adalah keadaan hilangnya nyeri di seluruh tubuh dan hilangnya
kesadaran yang bersifat sementara yang dihasilkan melalui penekanan sistem
syaraf pusat karena adanya induksi secara farmakologi atau penekanan sensori
pada syaraf.
Anestesi umum merupakan kondisi yang dikendalikan dengan ketidaksadaran reversibel dan
diperoleh melalui penggunaan obat-obatan secara injeksi dan atau inhalasi yang ditandai dengan :

1. hilangnya respon rasa nyeri (analgesia)

2. hilangnya ingatan (amnesia)

3. hilangnya respon terhadap rangsangan atau refleks dan hilangnya gerak spontan (immobility

4. hilangnya kesadaran (unconsciousness).


Persiapan dan Penilaian Pra Anestesi

1. Penilaian Pra Bedah

Identitas setiap pasien harus lengkap dan harus dicocokan dengan gelang identitas

yang dikenakan pasien. Pasien ditanya lagi mengenai hari dan jenis bagian tubuh yang

akan dioperasi
1. Anamnesis

Riwayat alergi, mual-muntah, nyeri otot, gatal-gatal, sesak napas pasca bedah, hipertensi,
diabetes melitus, kebiasaan minum minuman beralkohol, kebiasaan merokok
2. Pemeriksaan Fisik
– Pemeriksaan keadaan gigi-geligi, tindakan buka mulut, lidah relatif besar sangat penting untuk diketahui
apakah akan menyulitkan tindakan laringoskopi intubasi. Leher pendek dan kaku juga akan menyulitkan
laringoskopi intubasi.

– Pemeriksaan rutin lain secara sistematik tentang keadaan umum tentu tidak boleh dilewatkan seperti
inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi semua sistem organ tubuh pasien.
3. Pemeriksaan Penunjang
– Pemeriksaan Laboratorium Hb, Leukosit, masa perdarahan, masa pembekuan,
urinalisis

– EKG

– Foto Toraks
4. Kebugaran untuk anestesi

Pembedahan elektif boleh ditunda tanpa batas waktu untuk

menyiapkan agar pasien dalam keadaan bugar, sebaliknya pada

operasi sito penundaan yang tidak perlu harus dihindari.


5. Klasifikasi Status Fisik

Klasifikasi yang lazim digunakan untuk menilai kebugaran fisik seseorang ialah
yang berasal dari The American Society Of Anesthesiologist (ASA). Klasifikasi fisik ini
bukan alat prakiraan risiko anestesi, karena dampak samping anestesi tidak dapat
dipisahkan dari dampak samping pembedahan.
– ASA I : Pasien dalam keadaan normal dan sehat.

– ASA II : Pasien dengan kelainan sistemik ringan sampai sedang baik karena penyakit bedah
maupun penyakit lain. Contohnya: pasien batu ureter dengan hipertensi sedang terkontrol, atau
pasien appendicitis akut dengan leukositosis dan febris.
– ASA III : Pasien dengan gangguan atau penyakit sistemik berat yang diakibatka karena berbagai
penyebab. Contohnya: pasien appendisitis perforasi dengan septisemia, atau pasien ileus
obstrukstif dengan iskemia miokardium.

– ASA IV : Pasien dengan kelainan sistemik berat tak dapat melakukan aktivitas rutin dan
penyakitnya merupakan ancaman kehidupannya setiap saat. Contohnya : Pasien dengan syok
atau dekompensasi kordis.

– ASA V : Pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa pembedahan hidupnya tidak akan
lebih dari 24 jam. Contohnya : pasien tua dengan perdarahan basis kranii dan syok hemoragik
karena ruptur hepatik
Klasifikasi ASA juga dipakai pada pembedahan darurat dengan mencantumkan

tanda darurat (E = EMERGENCY ), misalnya ASA IE atau IIE.


6. Masukan Oral

– Pengosongan lambung untuk anestesia penting untuk mencegah aspirasi lambung karena
regurgitasi atau muntah.

– Pada pembedahan elektif, pengosongan lambung dilakukan dengan puasa:

– anak dan dewasa 4 – 6 jam

– bayi 3 – 4 jam
– Pada pembedahan darurat pengosongan lambung dapat dilakukan dengan memasang pipa
nasogastrik atau dengan cara lain yaitu menetralkan asam lambung dengan memberikan
antasida (magnesium trisilikat) atau antagonis reseptor H2 (ranitidin).

– Kandung kemih juga harus dalam keadaan kosong sehingga boleh perlu dipasang kateter.

– Sebelum pasien masuk dalam kamar bedah, periksa ulang apakah pasien atau keluarga sudah
memberi izin pembedahan secara tertulis (informed concent).
Premedikasi

Premedikasi ialah pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anesthesia dengan tujuan untuk melancarkan

induksi, rumatan, dan bangun dari anesthesia diantaranya:

1. Meredakan kecemasan dan ketakutan.

2. Memperlancar induksi anesthesia.

3. Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus.

4. Meminimalkan jumlah obat anestetik.

5. Mengurangi mual-muntah pasca bedah.

6. Menciptakan amnesia.

7.Mengurangi isi cairan lambung.

8. Mengurangi reflex yang membahayakan.


Induksi Anestesia
– Anestesi umum

Untuk persiapan induksi anesthesia sebaiknya kita ingat kata STATICS:

S=Scope Stetoskop, untuk mendengarkan suara paru dan jantung, Laringo-Scope. Pilih bilah atau
daun (blade) yang sesuai dengan usia pasien. Lampu harus cukup terang.

T=Tubes Pipa trakea. Pilih sesuai usia. Usia < 5 tahun tanpa balon (cuffed) dan > 5 tahun dengan
balon (cuffed).

A=Airway Pipa mulut-faring (Guedel, orotracheal airway) atau pipa hidung-faring (naso-tracheal
airway). Pipa ini untuk menahan lidah tidak menyumbat jalan napas.
T=Tape Plester untuk fiksasi pipa supaya tidak terdorong atau tercabut.

I=Introducer Mandrin atau stilet dari kawat dibungkus plastic (kabel) yang mudah
dibengkokkan untuk pemandu supaya pipa trakea mudah dimasukkan.

C=Connector Penyambung antara pipa dan peralatan anesthesia.

S=Suction Penyedot lendir, ludah dan lain-lainnya.


Induksi anestesi umum dapat dikerjakan melalui cara / rute :
1. Intravena
2. Intramuskular
3. Induksi Inhalasi
4. Induksi per rectal
5. Induksi mencuri
Rumatan Anestesia

Rumatan anestesi (maintenance) dapat dikerjakan dengan secara intravena


(anestesi intravena total) atau dengan inhalasi atau dengan campuran intravena
inhalasi. Rumatan anestesi biasanya mengacu pada trias anestesi yaitu:

– Hipnosis

– Analgesia

– Relaksasi otot
Teknik Anestesi Umum
a. Sungkup Muka (Face Mask) dengan napas spontan

– Indikasi :

1. Tindakan singkat ( ½ - 1 jam)

2. Keadaan umum baik (ASA I – II)

3. Lambung harus kosong

– Prosedur :

1. Siapkan peralatan dan kelengkapan obat anestetik

2. Pasang infuse (untuk memasukan obat anestesi)

3. Premedikasi + / - (apabila pasien tidak tenang bisa diberikan obat penenang) efek sedasi/anti-
anxiety :benzodiazepine; analgesia: opioid, non opioid, dll

4. Induksi
b. Intubasi Endotrakeal dengan napas spontan

Intubasi endotrakea adalah memasukkan pipa (tube) endotrakea (ET= endotrakeal tube)
kedalam trakea via oral atau nasal. Indikasi ; operasi lama, sulit mempertahankan airway (operasi di
bagian leher dan kepala)

Prosedur :

1. Sama dengan diatas, hanya ada tambahan obat (pelumpuh otot/suksinil dgn durasi singkat)

2. Intubasi setelah induksi dan suksinil

3. Pemeliharaan

Untuk persiapan induksi sebaiknya kita ingat STATICS


c. Teknik Intubasi
Teknik Intubasi

1. Pastikan semua persiapan dan alat sudah lengkap

2. Induksi sampai tidur, berikan suksinil kolin → fasikulasi (+)

3. Bila fasikulasi (-) → ventilasi dengan O2 100% selama kira - kira 1 mnt

4. Batang laringoskopi pegang dengan tangan kiri, tangan kanan mendorong kepala sedikit ekstensi → mulut

membuka

5. Masukan laringoskop (bilah) mulai dari mulut sebelah kanan, sedikit demi sedikit, menyelusuri kanan lidah,

menggeser lidah kekiri

6. Cari epiglotis → tempatkan bilah didepan epiglotis (pada bilah bengkok) atau angkat epiglotis ( pada bilah lurus )

7. Cari rima glotis ( dapat dengan bantuan asisten menekan trakea dar luar)

8. Temukan pita suara → warnanya putih dan sekitarnya merah

9. Masukan ET melalui rima glottis


d. Intubasi Endotrakeal dengan napas kendali (kontrol)

Pasien sengaja dilumpuhkan/benar2 tidak bisa bernafas dan pasien dikontrol pernafasanya
dengan kita memberikan ventilasi 12 - 20 x permenit. Setelah operasi selesai pasien dipancing dan
akhirnya bisa nafas spontan kemudian kita akhiri efek anestesinya.

– Teknik sama dengan diatas

– Obat pelumpuh otot non depolar (durasinya lama)

– Pemeliharaan, obat pelumpuh otot dapat diulang pemberiannya


Tahapan Anestesi
Stadium I (analgesia)

– Penderita mengalami analgesi,

– Rasa nyeri hilang,

– Kesadaran berkurang

Stadium II (delirium/eksitasi)

– Penderita tampak gelisah dan kehilangan kesadaran

– Penderita mengalami gerakan yang tidak menurut kehendak (tertawa, berteriak, menangis, menyanyi)

– Volume dan kecepatan pernapasan tidak teratur

– Dapat terjadi mual dan muntah

– Inkontinensia urin dan defekasi sering terjadi


Stadium III (anestesia,pembedahan/operasi)
– Pernapasan menjadi dangkal, cepat, dan teratur, seperti pada keadaan tidur (pernapasan perut)

– Gerakan mata dan refleks mata hilang / gerakan bola mata tidak menurut kehendak

– Otot menjadi lemas, misal; kepala dapat digerakkan ke kanan dan ke kiri dengan bebas; lengan diangkat
lalu dilepaskan akan jatuh bebas tanpa ditahan
Stadium IV (paralisis medula oblongata)
– Kegiatan jantung dan pernapasan spontan terhenti.

– Terjadi depresi berat pusat pernapasan di medulla oblongata dan pusat vasomotor.
Tanpa bantuan respirator dan sirkulasi, penderita akan cepat meninggal. Maka taraf
ini sedapat mungkin dihindarkan.
Klasifikasi Obat-obat Anestesi
Umum
1. Anestesi Inhalasi
Halotan, enfluran, isofluran, sevofluran, desflurane, dan methoxyflurane
merupakan cairan yang mudah menguap.

– Isofluran (Forane)

– Bau tidak enak

– Termasuk anestesi inhalasi kuat dengan sifat analgetis dan relaksasi otot baik

– Daya kerja dan penekanannya terhadap SSP = enfluran

– Efek samping: hipotensi, aritmi, menggigil, konstriksi bronkhi, meningkatnya jumlah leukosit. Pasca bedah dapat
timbul mual, muntah, dan keadaan tegang

– Sediaan : isofluran 3-3,5% dlm O2; + NO2-O2 = induksi; maintenance : 0,5%-3%

– jalan napas atas, sehingga tidak digunakan untuk induksi anestesi


– Sevofluran

– Merupakan halogenasi eter

– Induksi dan pulih dari anestesi lebih cepat dibandingkan dengan isofluran

– Baunya tidak menyengat dan tidak merangsang jalan napas

– Efek terhadap kardiovaskular cukup stabil, jarang menyebabkan aritmia

– Efek terhadap sistem saraf pusat seperti isofluran dan belum ada laporan toksik terhadap hepar

– Setelah pemberian dihentikan sevofluran cepat dikeluarkan oleh badan


2. Anestesi Intravena

Termasuk golongan ini adalah: barbiturate (thiopental, methothexital);


benzodiazepine (midazolam, diazepam); opioid analgesic (morphine, fentanyl,
sufentanil, alfentanil, remifentanil); propofol; ketamin, suatu senyawa
arylcylohexylamine yang dapat menyebabkan keadaan anestesi disosiatif dan obat-
obat lain (droperianol, etomidate, dexmedetomidine).
• Barbiturat
– Blokade sistem stimulasi di formasi retikularis

– Hambat pernapasan di medula oblongata

– Hambat kontraksi otot jantung, tidak menimbulkan sensitisasi jantung terhadap


ketekolamin

– Dosis anestesi : rangsang SSP; dosis > = depresi SSP

– Dosis : induksi = 2 mg/kgBB (i.v) dlm 60 dtk; maintenance = ½ dosis induksi

• Na tiopental
– Induksi : dosis tgt BB, keadaan fisik dan peny

– Dws : 2-4ml lar 2,5% scr intermitten tiap 30-60 dtk ad capaian
Ketamin
– sifat analgesik, anestetik, kataleptik dg kerja singkat

– analgesik kuat utk sistem somatik, lemah utk sistem viseral

– relaksasi otot polos lurik (-), tonus meninggi

– tingkatkan TD, nadi, curah jantung

– Ketamin sering menimbulkan takikardi, hipertensi, hipersalivasi, nyeri kepala, pasca


anestesi dapat menimbulkan mual-muntah, pandangan kabur, dan mimpi buruk.

– Kalau harus diberikan sebaiknya sebelumnya diberikan sedasi mdasolam (dormikum) atau
diazepam (valium) dengan dosis 0.1 mg/kg intravena dan untuk mengurangi salivasi
diberikan sulfas atropin 0.001 mg/kg.

– Dosis bolus untuk induksi intravena adalah 1-2 mg/kg dan untuk intramuskular 3-10 mg. 

– Ketamin dikemas dalam cairan bening dengan kepekatan 1% (1ml=10mg), 5% (1ml=50 mg)
Fentanil dan droperidol

– Analgesik & anestesi neuroleptik

– Kombinasi tetap

– Aman diberikan pada yang mengalami hiperpireksia dan anestesi umum lain

– Fentanil : masa kerja pendek, mula keja cepat

– Droperidol : masa kerja lama & mula kerja lambat


Propofol

– Propofol dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu bersifat isotonik dengan

kepekatan 1% (1 ml=10 mg).

– Suntikan intravena sering menyebabkan nyeri, sehingga beberapa detik sebelumnya dapat

diberikan lidokain 1-2 mg/kg intravena.

– Dosis bolus untuk induksi 2-2.5 mg/kg, dosis rumatan untuk anestesi intravena total 4- 12

mg/kg/jam dan dosis sedasi untuk perawatan intensif 0.2 mg/kg. 

– Pengenceran propofol hanya boleh dengan dekstrosa 5%.

– Pada manula dosis harus dikurangi, pada anak <3 tahun dan pada wanita hamil tidak dianjurkan.
Diazepam
– Suatu benzodiazepine dengan kemampuan menghilangkan kegelisahan, efek relaksasi otot yang bekerja

secara sentral, dan bila diberikan secara intravena bekerja sebagai anti kejang. Respon obat bertahan selama

12-24 jam menjadi nyata dalam 30-90 mnt stlah pemberian scra oral dan 15 mnt slah injeksi intravena.

– Kontraindikasi: hipersensitif terhadap benzodiazepine, pemberian parenteral dikontraindikasikan pada pasien

syok atau koma

– Penurunan kesadaran disertai nistagmus, bicara lambat

– Analgesik (-)

– Sedasi basal pada anestesia regional, endoskopi, dental prosedure, induksi anestesia pd pasien kardiovaskuler

– Efek anestesia < ok mula kerja lambat, masa pemulihan lama • Utk premedikasi (neurolepanalgesia) & atasi

konvulsi ok anestesi lokal • Dimetab mjd metabolit aktif • T½ > seiring bertambahnya usia

– ESO : henti napas,flebitis dan trombosis (+) (rute IV)


Opioid

– Opioid (morfin, petidin, fentanil, sufentanil) untuk induksi diberikan dosis tinggi.

– Opioid tidak mengganggu kardiovaskular, sehingga banyak digunakan untuk


induksi pasien dengan kelainan jantung. 

– Untuk anestesi opioid digunakan fentanil dosis induksi 20-50 mg/kg, dilanjutkan
dengan dosis rumatan 0.3-1 mg/kg/menit.
Mekanisme Kerja Obat Anestesi

1. Anestesi inhalasi

Anestesi inhalasi bekerja secara spontan menekan dan


membangkitkan aktivitas neuron berbagai area di dalam otak.
Keuntungan anestesi inhalasi dibandingkan dengan anestesi
intravena adalah kemungkinan untuk dapat lebih cepat mengubah
kedalaman anestesi dengan mengurangi konsentrasi dari gas / uap
yang diinhalasi.
Mekanisme Kerja Obat Anestesi

2. Anestesi intravena
Obat-obat intravena seperti thiopental, etomidate, dan propofol
mempunyai mula kerja anestetis yang lebih cepat dibandingkan
terhadap senyawa gas inhalasi yang terbaru, misalnya desflurane dan
sevoflurane. Senyawa intravena ini umumnya digunakan untuk
induksi anestesi. Kecepatan pemulihan pada sebagian besar senyawa
intravena juga sangat cepat.
Anestesi Regional

a. Definisi
Analgesia regional adalah tindakan analgesia yang dilakukan dengan cara
menyuntikkan obat anestetika lokal pada lokasi serat saraf yang menginervasi regio
tertentu, yang menyebabkan hambatan konduksi impuls aferen yang bersifat
temporer.

b. Pembagian Anestesi Regional


– Blok sentral (blok neuroaksial)
– Blok perifer (blok saraf)
– c. Keuntungan Anestesia Regional
– Alat minim dan teknik relatif sederhana, sehingga biaya relatif lebih
murah.
– Relatif aman untuk pasien yang tidak puasa (operasi emergency,
lambung penuh) karena penderita sadar.
– Tidak ada komplikasi jalan nafas dan respirasi.
– Tidak ada polusi kamar operasi oleh gas anestesi.
– Perawatan post operasi lebih ringan.
d. Kerugian Anestesia Regional
– Tidak semua penderita mau dilakukan anestesi secara regional.
– Membutuhkan kerjasama pasien yang kooperatif.
– Sulit diterapkan pada anak-anak.
– Tidak semua ahli bedah menyukai anestesi regional.
– Terdapat kemungkinan kegagalan pada teknik anestesi regional.
e. Anastesi Spinal

Anestesi spinal (intratekal, intradural, subdural, subarachnoid)


ialah pemberian obat anestetik lokal ke dalam ruang subarachnoid.
Untuk mencapai cairan serebrospinal, maka
jarum suntik akan menembus kutis  subkutis
 Lig. Supraspinosum  Lig. Interspinosum 
Lig. Flavum  ruang epidural  durameter 
ruang subarachnoid.

Gambar: Anestesi Spinal


Anastesi Spinal Kontra indikasi absolut:
1.  Pasien menolak
2.  Infeksi pada tempat suntikan
3.  Hipovolemia berat, syok
Indikasi: 4.  Koagulapatia atau mendapat
1.  Bedah ekstremitas bawah terapi koagulan
2.  Bedah panggul 5.  Tekanan intrakranial meningkat
3.  Tindakan sekitar rektum 6.  Fasilitas resusitasi minim
perineum 7.  Kurang pengalaman tanpa
4.  Bedah obstetrik-ginekologi didampingi konsulen anestesi.
5.  Bedah urologi
6.  Bedah abdomen bawah Kontra indikasi relatif:
7.  Pada bedah abdomen atas dan 1.  Infeksi sistemik ( sepsis,bakterimia )
bawah pediatrik biasanya 2.  Infeksi sekitar tempat suntikan
dikombinasikan dengan anestesi 3.  Kelainan neurologis
umum ringan 4.  Kelainan psikis
5.  Bedah lama
6.  Penyakit jantung
7.  Hipovolemia ringan
8.  Nyeri punggung kronik
– Peralatan analgesia spinal
1.  Peralatan monitor: tekanan darah, nadi, saturasi oksigen, dll.
2.  Peralatan resusitasi
3.  Jarum spinal

Gambar: Jarum Spinal


– Anastetik lokal untuk analgesia spinal
Berat jenis cairan serebrospinalis (CSS) pada 37º C adalah
1.003-1.008.  Anastetik lokal dengan berat jenis sama dengan
CSS disebut isobarik. Anastetik lokal dengan berat jenis lebih
besar dari CSS disebut hiperbarik.
Anestetik lokal yang paling sering digunakan:
• Lidokaine (xylocain,lignokain) 2%: berat jenis 1.006, sifat
isobarik, dosis 20-100mg (2-5ml)
• Lidokaine (xylocain,lignokain) 5% dalam dextrose 7.5%:
berat jenis 1.033, sifat hyperbarik, dosis 20-50 mg (1-2ml)
• Bupivakaine (markaine) 0.5% dlm air: berat jenis 1.005,
sifat isobarik, dosis 5-20mg (1-4ml)
• Bupivakaine (markaine) 0.5% dlm dextrose 8.25%: berat
jenis 1.027, sifat hiperbarik, dosis 5-15mg (1-3ml).
Teknik analgesia spinal

Posisi duduk atau posisi tidur lateral dekubitus dengan tusukan


pada garis tengah ialah posisi yang paling sering dikerjakan. Biasanya
dikerjakan di atas meja operasi tanpa dipindah lagi dan hanya
diperlukan sedikit perubahan posisi pasien. Perubahan posisi
berlebihan dalam 30 menit pertama akan menyebabkan
menyebarnya obat.
1. Setelah dimonitor, tidurkan pasien misalkan dalam posisi lateral
dekubitus. Beri bantal kepala, selain enak untuk pasien juga
supaya tulang belakang stabil.

Gambar : Posisi Duduk dan Lateral Decubitus


2. Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua garis
Krista iliaka, misal L2-L3, L3-L4, L4-L5. Tusukan pada L1-L2
atau diatasnya berisiko trauma terhadap medula spinalis.
3. Sterilkan tempat tusukan dengan betadine atau alkohol.
4. Beri anastesi lokal pada tempat tusukan,misalnya dengan
lidokain 1-2% 2-3ml
5. Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal
besar 22G, 23G, 25G dapat langsung digunakan. Sedangkan
untuk yang kecil 27G atau 29G dianjurkan menggunakan
penuntun jarum yaitu jarum suntik biasa semprit 10cc.
6. Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal misalnya
bedah hemoroid (wasir) dengan anestetik hiperbarik. Jarak
kulit-ligamentum flavum dewasa ± 6cm.
Komplikasi tindakan anestesi spinal:
1. Hipotensi berat
2. Bradikardia
3. Hipoventilasi
4. Trauma pembuluh darah
5. Trauma saraf
Lama kerja anestetik lokal 6. Mual-muntah
tergantung: 7. Gangguan pendengaran
1.  Jenis anestesia lokal 8. Blok spinal tinggi atau spinal total
2.  Besarnya dosis
3.  Ada tidaknya vasokonstriktor
4.  Besarnya penyebaran
anestetik lokal Komplikasi pasca tindakan:
1.  Nyeri tempat suntikan
2.  Nyeri punggung
3.  Nyeri kepala karena kebocoran
likuor
4.  Retensio urine
5.  Meningitis
– Anestesia Epidural
Anestesia atau analgesia epidural adalah blokade saraf dengan
menempatkan obat di ruang epidural (peridural, ekstradural). Ruang ini berada
diantara ligamentum flavum dan duramater. Kedalaman ruang ini rata-rata
5mm dan dibagian posterior kedalaman maksimal pada daerah lumbal.

Gambar 5.Anestesi Epidural


Kerugian epidural dibandingkan
spinal:
• Teknik lebih sulit
Keuntungan epidural • Jumlah obat anestesi lokal
dibandingkan spinal: lebih besar
• Bisa segmental • Reaksi sistemis
• Tidak terjadi headache post op
• Hipotensi lambat terjadi
Komplikasi anestesi / analgesi
epidural:
• Blok tidak merata
• Depresi kardiovaskular
(hipotensi)
• Hipoventilasi (hati-hati
keracunan obat)
• Mual – muntah
Indikasi analgesia epidural:

– Untuk analgesia saja, di mana operasi tidak dipertimbangkan.


Sebuah anestesi epidural untuk menghilangkan nyeri (misalnya pada
persalinan) kemungkinan tidak akan menyebabkan hilangnya kekuatan
otot, tetapi biasanya tidak cukup untuk operasi.
– Sebagai tambahan untuk anestesi umum. Hal ini dapat mengurangi
kebutuhan pasien akan analgesik opioid. Ini cocok untuk berbagai
macam operasi, misalnya histerektomi, bedah ortopedi, bedah umum
(misalnya laparotomi) dan bedah vaskuler (misalnya perbaikan
aneurisma aorta terbuka).
Indikasi analgesia epidural:

– Sebagai teknik tunggal untuk anestesi bedah. Beberapa


operasi, yang paling sering operasi caesar, dapat dilakukan dengan
menggunakan anestesi epidural sebagai teknik tunggal. Biasanya
pasien akan tetap terjaga selama operasi. Dosis yang dibutuhkan
untuk anestesi jauh lebih tinggi daripada yang diperlukan untuk
analgesia.
– Untuk analgesia pasca-operasi, di salah satu situasi di atas.
Analgesik diberikan ke dalam ruang epidural selama beberapa hari
setelah operasi, asalkan kateter telah dimasukkan.
Indikasi analgesia epidural:

– Untuk perawatan sakit punggung. Injeksi dari analgesik dan


steroid ke dalam ruang epidural dapat meningkatkan beberapa
bentuk sakit punggung.
– Untuk mengurangi rasa sakit kronis atau peringanan gejala
dalam perawatan terminal, biasanya dalam jangka pendek atau
menengah.
Ada beberapa situasi di mana resiko epidural lebih tinggi dari biasanya :
– Kelainan anatomis, seperti spina bifida, meningomyelocele, atau skoliosis
– Operasi tulang belakang sebelumnya (di mana jaringan parut dapat
menghambat penyebaran obat)
– Beberapa masalah sistem saraf pusat, termasuk multiple sclerosis
– Beberapa masalah katup jantung (seperti stenosis aorta, di mana
vasodilatasi yang diinduksi oleh obat bius dapat mengganggu suplai darah
ke jantung)
Anestesi epidural sebaiknya dilakukan pada:
– Kurangnya persetujuan
– Gangguan pendarahan (koagulopati) atau penggunaanobat antikoagulan
(misalnya warfarin)
– Risiko hematoma
– Kompresi tulang belakang
– Infeksi dekat titik penyisipan
– Hipovolemia
Teknik anestesia epidural :
Pengenalan ruang epidural lebih sulit dibanding dengan ruang subarakhnoid.2
1. Posisi pasien saat tusukan seperti pada analgesia spinal.
2. Tusukan jarum epidural biasanya dilakukan pada ketinggian L3-4.
3. Jarum yang digunakan ada 2 macam, yaitu:
– jarum ujung tajam (Crawford)
– jarum ujung khusus (Tuohy)

Gambar 6.Jarum Anestesi Epidural


4. Untuk mengenal ruang epidural digunakan banyak teknik. Namun yang paling
populer adalah teknik hilangnya resistensi dan teknik tetes tergantung.
a. Teknik hilangnya resistensi (loss of resistance)
b. Teknik tetes tergantung (hanging drop)
5. Uji dosis (test dose)
Uji dosis anestetik lokal untuk epidural dosis tunggal dilakukan setelah
ujung jarum diyakini berada dalam ruang epidural dan untuk dosis berulang
(kontinyu) melalui kateter. Masukkan anestetik lokal 3 ml yang sudah
bercampur adrenalin 1:200.000.
6. Dosis maksimal dewasa muda sehat 1,6 ml/segmen yang
tentunya bergantung pada konsentrasi obat. Pada manula dan neonatus dosis dikurangi
sampai 50% dan pada wanita hamil dikurangi sampai 30% akibat pengaruh hormon dan
mengecilnya ruang epidural akibat ramainya vaskularisasi darah dalam ruang epidural.
7. Uji keberhasilan epidural
Keberhasilan analgesia epidural :
Tentang blok simpatis diketahui dari perubahan suhu.
Tentang blok sensorik dari uji tusuk jarum.
Tentang blok motorik dari skala bromage
Anestetik lokal yang digunakan untuk epidural
– Lidokain (Xylokain, Lidonest)
Umumnya digunakan 1-2%, dengan mula kerja 10 menit dan relaksasi otot baik.
0.8% blokade sensorik baik tanpa blokade motorik.
1.5% lazim digunakan untuk pembedahan.
2% untuk relaksasi pasien berotot.

– Bupivakain (Markain)
Konsentrasi 0.5% tanpa adrenalin, analgesianya sampai 8 jam. Volum yang digunakan <20ml.

Komplikasi:
– Blok tidak merata
– Depresi kardiovaskuler (hipotensi)
– Hipoventilasi (hati-hati keracunan obat)
– Mual-muntah
Tabel 2. Obat Anestesi Epidural
– Anestesia Kaudal
Anestesi kaudal sebenarnya sama dengan anestesi epidural,
karena kanalis kaudalis adalah kepanjangan dari ruang epidural dan
obat ditempatkan di ruang kaudal melalui hiatus sakralis.
– Indikasi : Bedah daerah sekitar perineum, anorektal
misalnya hemoroid, fistula paraanal.
– Kontra indikasi: Seperti analgesia spinal dan analgesia epidural.
Teknik anesthesia kaudal :

– Posisi pasien terlungkup dengan simfisis diganjal (tungkai dan kepala lebih rendah dari
bokong) atau dekubitus lateral, terutama wanita hamil.
– Dapat menggunakan jarum suntik biasa atau jarum dengan kateter vena ukuran 20-22
pada pasien dewasa.
– Untuk dewasa biasa digunakan volum 12-15 ml (1-2 ml/ segmen)
– Identifikasi hiatus sakralis dengan menemukan kornu sakralis kanan dan kiri dan spina
iliaka superior posterior. Dengan menghubungkan ketiga tonjolan tersebut diperoleh
hiatus sakralis.
– Setelah dilakukan tindakan a dan antisepsis pada daerah hiatus sakralis, tusukkan
jarum mula-mula 90o terhadap kulit. Setelah diyakini masuk kanalis sakralis, ubah jarum
jadi 450-600 dan jarum didorong sedalam 1-2 cm. Kemudian suntikan NaCl sebanyak 5
ml secara agak cepat sambil meraba apakah ada pembengkakan di kulit untuk menguji
apakah cairan masuk dengan benar di kanalis kaudalis.

Gambar 7. Anestesi Kaudal


Anestesi Spinal Total

Anestesi spinal total ialah anestesi spinal intratekal atau epidural yang naik sampai di atas daerah servikal. Anestesi
ini biasanya tidak disengaja, pasien batuk-batuk, dosis obat berlebihan, terutama pada analgesia epidural dengan posisi
pasien yang tidak menguntungkan.

Tanda-tanda klinis:
– tangan kesemutan
– lidah kesemutan
– napas berat
– mengantuk kemudian tidak sadar
– bradikardi dan hipotensi berat
– henti napas
– pupil midriasis.
DAFTAR PUSTAKA

1. Dobson, M.B.,ed. Dharma A., Penuntun Praktis Anestesi. EGC, Jakarta , 1994
2. Ganiswara, Silistia G. Farmakologi dan Terapi (Basic Therapy Pharmacology). Alih Bahasa: Bagian Farmakologi
FKUI. Jakarta, 1995
3. Latief SA, dkk. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi Kedua. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI. Jakarta,
2010
4. Morgan GE, Mikhail MS. Clinical Anesthesiology. 4th ed. Appleton & Lange. Stamford, 1996
5. Sabiston, DC. Buku Ajar Bedah Bagian 1. EGC, Jakarta, 1995
6. Soerasdi E., Satriyanto M.D., Susanto E. Buku Saku Obat-Obat Anesthesia Sehari-hari. Bandung, 2010
7. Werth, M. Pokok-Pokok Anestesi. EGC, Jakarta, 2010
8. Miller, Ronald D., 1939-Basics of anesthesia/Ronald D. Miller, Manuel C. Pardo Jr. – 6th ed.p. ; cm. Rev. ed. of:
Basics of anesthesia/Robert K. Stoelting and Ronald D. Miller. 5th ed. c2007.
 

Anda mungkin juga menyukai