ANASTESI
dr. Zulki
Pengertian Anestesi
Istilah anestesi dimunculkan pertama kali oleh dokter Oliver Wendell Holmes
(1809-1894) berkebangsaan Amerika, diturunkan dari dua kata Yunani : An berarti
tidak, dan Aesthesis berarti rasa atau sensasi nyeri. Secara harfiah berarti ketiadaan
rasa atau sensasi nyeri. Dalam arti yang lebih luas, anestesi berarti suatu keadaan
hilangnya rasa terhadap suatu rangsangan.
– Obat aneshtesia disebut anestetik, dibagi menjadi 2 :
3. hilangnya respon terhadap rangsangan atau refleks dan hilangnya gerak spontan (immobility
Identitas setiap pasien harus lengkap dan harus dicocokan dengan gelang identitas
yang dikenakan pasien. Pasien ditanya lagi mengenai hari dan jenis bagian tubuh yang
akan dioperasi
1. Anamnesis
Riwayat alergi, mual-muntah, nyeri otot, gatal-gatal, sesak napas pasca bedah, hipertensi,
diabetes melitus, kebiasaan minum minuman beralkohol, kebiasaan merokok
2. Pemeriksaan Fisik
– Pemeriksaan keadaan gigi-geligi, tindakan buka mulut, lidah relatif besar sangat penting untuk diketahui
apakah akan menyulitkan tindakan laringoskopi intubasi. Leher pendek dan kaku juga akan menyulitkan
laringoskopi intubasi.
– Pemeriksaan rutin lain secara sistematik tentang keadaan umum tentu tidak boleh dilewatkan seperti
inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi semua sistem organ tubuh pasien.
3. Pemeriksaan Penunjang
– Pemeriksaan Laboratorium Hb, Leukosit, masa perdarahan, masa pembekuan,
urinalisis
– EKG
– Foto Toraks
4. Kebugaran untuk anestesi
Klasifikasi yang lazim digunakan untuk menilai kebugaran fisik seseorang ialah
yang berasal dari The American Society Of Anesthesiologist (ASA). Klasifikasi fisik ini
bukan alat prakiraan risiko anestesi, karena dampak samping anestesi tidak dapat
dipisahkan dari dampak samping pembedahan.
– ASA I : Pasien dalam keadaan normal dan sehat.
– ASA II : Pasien dengan kelainan sistemik ringan sampai sedang baik karena penyakit bedah
maupun penyakit lain. Contohnya: pasien batu ureter dengan hipertensi sedang terkontrol, atau
pasien appendicitis akut dengan leukositosis dan febris.
– ASA III : Pasien dengan gangguan atau penyakit sistemik berat yang diakibatka karena berbagai
penyebab. Contohnya: pasien appendisitis perforasi dengan septisemia, atau pasien ileus
obstrukstif dengan iskemia miokardium.
– ASA IV : Pasien dengan kelainan sistemik berat tak dapat melakukan aktivitas rutin dan
penyakitnya merupakan ancaman kehidupannya setiap saat. Contohnya : Pasien dengan syok
atau dekompensasi kordis.
– ASA V : Pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa pembedahan hidupnya tidak akan
lebih dari 24 jam. Contohnya : pasien tua dengan perdarahan basis kranii dan syok hemoragik
karena ruptur hepatik
Klasifikasi ASA juga dipakai pada pembedahan darurat dengan mencantumkan
– Pengosongan lambung untuk anestesia penting untuk mencegah aspirasi lambung karena
regurgitasi atau muntah.
– bayi 3 – 4 jam
– Pada pembedahan darurat pengosongan lambung dapat dilakukan dengan memasang pipa
nasogastrik atau dengan cara lain yaitu menetralkan asam lambung dengan memberikan
antasida (magnesium trisilikat) atau antagonis reseptor H2 (ranitidin).
– Kandung kemih juga harus dalam keadaan kosong sehingga boleh perlu dipasang kateter.
– Sebelum pasien masuk dalam kamar bedah, periksa ulang apakah pasien atau keluarga sudah
memberi izin pembedahan secara tertulis (informed concent).
Premedikasi
Premedikasi ialah pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anesthesia dengan tujuan untuk melancarkan
6. Menciptakan amnesia.
S=Scope Stetoskop, untuk mendengarkan suara paru dan jantung, Laringo-Scope. Pilih bilah atau
daun (blade) yang sesuai dengan usia pasien. Lampu harus cukup terang.
T=Tubes Pipa trakea. Pilih sesuai usia. Usia < 5 tahun tanpa balon (cuffed) dan > 5 tahun dengan
balon (cuffed).
A=Airway Pipa mulut-faring (Guedel, orotracheal airway) atau pipa hidung-faring (naso-tracheal
airway). Pipa ini untuk menahan lidah tidak menyumbat jalan napas.
T=Tape Plester untuk fiksasi pipa supaya tidak terdorong atau tercabut.
I=Introducer Mandrin atau stilet dari kawat dibungkus plastic (kabel) yang mudah
dibengkokkan untuk pemandu supaya pipa trakea mudah dimasukkan.
– Hipnosis
– Analgesia
– Relaksasi otot
Teknik Anestesi Umum
a. Sungkup Muka (Face Mask) dengan napas spontan
– Indikasi :
– Prosedur :
3. Premedikasi + / - (apabila pasien tidak tenang bisa diberikan obat penenang) efek sedasi/anti-
anxiety :benzodiazepine; analgesia: opioid, non opioid, dll
4. Induksi
b. Intubasi Endotrakeal dengan napas spontan
Intubasi endotrakea adalah memasukkan pipa (tube) endotrakea (ET= endotrakeal tube)
kedalam trakea via oral atau nasal. Indikasi ; operasi lama, sulit mempertahankan airway (operasi di
bagian leher dan kepala)
Prosedur :
1. Sama dengan diatas, hanya ada tambahan obat (pelumpuh otot/suksinil dgn durasi singkat)
3. Pemeliharaan
3. Bila fasikulasi (-) → ventilasi dengan O2 100% selama kira - kira 1 mnt
4. Batang laringoskopi pegang dengan tangan kiri, tangan kanan mendorong kepala sedikit ekstensi → mulut
membuka
5. Masukan laringoskop (bilah) mulai dari mulut sebelah kanan, sedikit demi sedikit, menyelusuri kanan lidah,
6. Cari epiglotis → tempatkan bilah didepan epiglotis (pada bilah bengkok) atau angkat epiglotis ( pada bilah lurus )
7. Cari rima glotis ( dapat dengan bantuan asisten menekan trakea dar luar)
Pasien sengaja dilumpuhkan/benar2 tidak bisa bernafas dan pasien dikontrol pernafasanya
dengan kita memberikan ventilasi 12 - 20 x permenit. Setelah operasi selesai pasien dipancing dan
akhirnya bisa nafas spontan kemudian kita akhiri efek anestesinya.
– Kesadaran berkurang
Stadium II (delirium/eksitasi)
– Penderita mengalami gerakan yang tidak menurut kehendak (tertawa, berteriak, menangis, menyanyi)
– Gerakan mata dan refleks mata hilang / gerakan bola mata tidak menurut kehendak
– Otot menjadi lemas, misal; kepala dapat digerakkan ke kanan dan ke kiri dengan bebas; lengan diangkat
lalu dilepaskan akan jatuh bebas tanpa ditahan
Stadium IV (paralisis medula oblongata)
– Kegiatan jantung dan pernapasan spontan terhenti.
– Terjadi depresi berat pusat pernapasan di medulla oblongata dan pusat vasomotor.
Tanpa bantuan respirator dan sirkulasi, penderita akan cepat meninggal. Maka taraf
ini sedapat mungkin dihindarkan.
Klasifikasi Obat-obat Anestesi
Umum
1. Anestesi Inhalasi
Halotan, enfluran, isofluran, sevofluran, desflurane, dan methoxyflurane
merupakan cairan yang mudah menguap.
– Isofluran (Forane)
– Termasuk anestesi inhalasi kuat dengan sifat analgetis dan relaksasi otot baik
– Efek samping: hipotensi, aritmi, menggigil, konstriksi bronkhi, meningkatnya jumlah leukosit. Pasca bedah dapat
timbul mual, muntah, dan keadaan tegang
– Induksi dan pulih dari anestesi lebih cepat dibandingkan dengan isofluran
– Efek terhadap sistem saraf pusat seperti isofluran dan belum ada laporan toksik terhadap hepar
• Na tiopental
– Induksi : dosis tgt BB, keadaan fisik dan peny
– Dws : 2-4ml lar 2,5% scr intermitten tiap 30-60 dtk ad capaian
Ketamin
– sifat analgesik, anestetik, kataleptik dg kerja singkat
– Kalau harus diberikan sebaiknya sebelumnya diberikan sedasi mdasolam (dormikum) atau
diazepam (valium) dengan dosis 0.1 mg/kg intravena dan untuk mengurangi salivasi
diberikan sulfas atropin 0.001 mg/kg.
– Dosis bolus untuk induksi intravena adalah 1-2 mg/kg dan untuk intramuskular 3-10 mg.
– Ketamin dikemas dalam cairan bening dengan kepekatan 1% (1ml=10mg), 5% (1ml=50 mg)
Fentanil dan droperidol
– Kombinasi tetap
– Aman diberikan pada yang mengalami hiperpireksia dan anestesi umum lain
– Propofol dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu bersifat isotonik dengan
– Suntikan intravena sering menyebabkan nyeri, sehingga beberapa detik sebelumnya dapat
– Dosis bolus untuk induksi 2-2.5 mg/kg, dosis rumatan untuk anestesi intravena total 4- 12
– Pada manula dosis harus dikurangi, pada anak <3 tahun dan pada wanita hamil tidak dianjurkan.
Diazepam
– Suatu benzodiazepine dengan kemampuan menghilangkan kegelisahan, efek relaksasi otot yang bekerja
secara sentral, dan bila diberikan secara intravena bekerja sebagai anti kejang. Respon obat bertahan selama
12-24 jam menjadi nyata dalam 30-90 mnt stlah pemberian scra oral dan 15 mnt slah injeksi intravena.
– Analgesik (-)
– Sedasi basal pada anestesia regional, endoskopi, dental prosedure, induksi anestesia pd pasien kardiovaskuler
– Efek anestesia < ok mula kerja lambat, masa pemulihan lama • Utk premedikasi (neurolepanalgesia) & atasi
konvulsi ok anestesi lokal • Dimetab mjd metabolit aktif • T½ > seiring bertambahnya usia
– Opioid (morfin, petidin, fentanil, sufentanil) untuk induksi diberikan dosis tinggi.
– Untuk anestesi opioid digunakan fentanil dosis induksi 20-50 mg/kg, dilanjutkan
dengan dosis rumatan 0.3-1 mg/kg/menit.
Mekanisme Kerja Obat Anestesi
1. Anestesi inhalasi
2. Anestesi intravena
Obat-obat intravena seperti thiopental, etomidate, dan propofol
mempunyai mula kerja anestetis yang lebih cepat dibandingkan
terhadap senyawa gas inhalasi yang terbaru, misalnya desflurane dan
sevoflurane. Senyawa intravena ini umumnya digunakan untuk
induksi anestesi. Kecepatan pemulihan pada sebagian besar senyawa
intravena juga sangat cepat.
Anestesi Regional
a. Definisi
Analgesia regional adalah tindakan analgesia yang dilakukan dengan cara
menyuntikkan obat anestetika lokal pada lokasi serat saraf yang menginervasi regio
tertentu, yang menyebabkan hambatan konduksi impuls aferen yang bersifat
temporer.
– Bupivakain (Markain)
Konsentrasi 0.5% tanpa adrenalin, analgesianya sampai 8 jam. Volum yang digunakan <20ml.
Komplikasi:
– Blok tidak merata
– Depresi kardiovaskuler (hipotensi)
– Hipoventilasi (hati-hati keracunan obat)
– Mual-muntah
Tabel 2. Obat Anestesi Epidural
– Anestesia Kaudal
Anestesi kaudal sebenarnya sama dengan anestesi epidural,
karena kanalis kaudalis adalah kepanjangan dari ruang epidural dan
obat ditempatkan di ruang kaudal melalui hiatus sakralis.
– Indikasi : Bedah daerah sekitar perineum, anorektal
misalnya hemoroid, fistula paraanal.
– Kontra indikasi: Seperti analgesia spinal dan analgesia epidural.
Teknik anesthesia kaudal :
– Posisi pasien terlungkup dengan simfisis diganjal (tungkai dan kepala lebih rendah dari
bokong) atau dekubitus lateral, terutama wanita hamil.
– Dapat menggunakan jarum suntik biasa atau jarum dengan kateter vena ukuran 20-22
pada pasien dewasa.
– Untuk dewasa biasa digunakan volum 12-15 ml (1-2 ml/ segmen)
– Identifikasi hiatus sakralis dengan menemukan kornu sakralis kanan dan kiri dan spina
iliaka superior posterior. Dengan menghubungkan ketiga tonjolan tersebut diperoleh
hiatus sakralis.
– Setelah dilakukan tindakan a dan antisepsis pada daerah hiatus sakralis, tusukkan
jarum mula-mula 90o terhadap kulit. Setelah diyakini masuk kanalis sakralis, ubah jarum
jadi 450-600 dan jarum didorong sedalam 1-2 cm. Kemudian suntikan NaCl sebanyak 5
ml secara agak cepat sambil meraba apakah ada pembengkakan di kulit untuk menguji
apakah cairan masuk dengan benar di kanalis kaudalis.
Anestesi spinal total ialah anestesi spinal intratekal atau epidural yang naik sampai di atas daerah servikal. Anestesi
ini biasanya tidak disengaja, pasien batuk-batuk, dosis obat berlebihan, terutama pada analgesia epidural dengan posisi
pasien yang tidak menguntungkan.
Tanda-tanda klinis:
– tangan kesemutan
– lidah kesemutan
– napas berat
– mengantuk kemudian tidak sadar
– bradikardi dan hipotensi berat
– henti napas
– pupil midriasis.
DAFTAR PUSTAKA
1. Dobson, M.B.,ed. Dharma A., Penuntun Praktis Anestesi. EGC, Jakarta , 1994
2. Ganiswara, Silistia G. Farmakologi dan Terapi (Basic Therapy Pharmacology). Alih Bahasa: Bagian Farmakologi
FKUI. Jakarta, 1995
3. Latief SA, dkk. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi Kedua. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI. Jakarta,
2010
4. Morgan GE, Mikhail MS. Clinical Anesthesiology. 4th ed. Appleton & Lange. Stamford, 1996
5. Sabiston, DC. Buku Ajar Bedah Bagian 1. EGC, Jakarta, 1995
6. Soerasdi E., Satriyanto M.D., Susanto E. Buku Saku Obat-Obat Anesthesia Sehari-hari. Bandung, 2010
7. Werth, M. Pokok-Pokok Anestesi. EGC, Jakarta, 2010
8. Miller, Ronald D., 1939-Basics of anesthesia/Ronald D. Miller, Manuel C. Pardo Jr. – 6th ed.p. ; cm. Rev. ed. of:
Basics of anesthesia/Robert K. Stoelting and Ronald D. Miller. 5th ed. c2007.